BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ini bertujuan menganalisis strategi pemenangan partai politik, dalam hal ini Partai Nasdem, pada Pemilu 2014 di Indonesia. Kehadiran partai ini dalam konstelasi politik di Indonesia relatif fenomenal karena dirancang muncul menjelang Pemilu 2014 sebagai akhir dari periode kedua kepemimpinan Susilo Bambang Yudoyono sebagai Presiden RI (2009-2014). Di tengah penurunan citra politik Partai Demokrat yang mengusungnya sebagai presiden, ditambah lagi tidak adanya perubahan kehidupan ekonomi-politik Indonesia yang mendasar dalam era reformasi, Surya Paloh mencetuskan ide dan mempelopori pendirian Gerakan Perubahan melalui organisasi sosial kemasyarakatan „Nasional Demokrat‟ sebagai cikal bakal bagi pendirian Partai Nasdem yang dirancang menang pada Pemilu 2014. Sebagai partai politik baru, mengingat tidak semua partai politik lama dapat lolos verifikasi faktual, kelolosan persyaratan administratif dan verifikasi faktual Partai Nasdem oleh KPU diantara 13 partai politik yang lain pada November 2012 menjadi fenomena menarik untuk dikaji, khususnya mengenai bagaimana strategi pendirian partai politik tersebut. Benjamin Reilly menyatakan bahwa partai-partai politik telah lama diakui sebagai komponen dasar dari demokrasi representatif, sehingga sulit dibayangkan bagaimana pemerintahan negara-negara modern dapat dijalankan tanpa adanya partai-partai politik yang efektif (dalam Reilly dan Nordlund, 2008:3). Dengan mengorganisir pemilih, mengagregasi dan mengartikulasikan kepentingan, serta 1 merumuskan berbagai alternatif kebijakan, partai politik bukan hanya penting bagi pemerintahan representatif, melainkan juga bagi proses pembangunan demokrasi. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi dasarnya, partai politik idealnya dapat merepresentasikan konstituensi dan kepentingan politik, merekrut dan melakukan sosialisasi terhadap calon-calon pejabat baru, menetapkan agenda kebijakan, dan mengintegrasikan kelompok-kelompok dan individu yang berbeda dan terpisah ke dalam proses demokratis, serta membentuk basis koalisi politik dan pemerintahan yang stabil. Dengan kata lain, secara kolektif, partai politik merupakan salah satu saluran utama untuk membangun pemerintahan yang akuntabel dan responsif demi terbentuknya negara demokratis. Pentingnya posisi maupun peran partai politik di negara modern tersebut tidak lantas berarti partai politik dapat dibentuk dengan mudah. Di samping tidak semua individu atau kelompok warga negara mau membentuk partai politik, rezim yang berkuasa biasanya menetapkan persyaratan tertentu bagi terbentuknya partai politik dan persyaratan ini tidak semuanya mudah dipenuhi oleh para pendukung pendirian partai politik tersebut. Setiap rezim pendukung gagasan pemerintahan demokratis memiliki model-model sistem demokrasi yang berbeda, demikian pula dengan persyaratan yang ditetapkan bagi pendirian sebuah partai politik baru. Di Indonesia era Demokrasi Parlementer, misalnya, partai politik relatif dapat berdiri dengan mudah dengan basis demokrasi liberal; pada era Orde Lama, partai politik harus mengakui prinsip Demokrasi Terpimpin; pada era Orde Baru partai politik harus mengakui asas tunggal di bawah tiga bendera partai besar Golkar, PDI dan PPP; dan pada era reformasi, partai politik harus menekankan representasi rakyat 2 dan perempuan dalam pemerintahan. Oleh karena itu, setiap penggagas pendirian partai politik di bawah rezim yang berbeda cenderung memiliki strategi pendirian partai politik tertentu sesuai dengan tendensi ideologis dari rezim yang berkuasa. Tahun 2014 adalah tahun istimewa bagi masyarakat Indonesia di seluruh pelosok tanah air. Pada tahun tersebut, masyarakat Indonesia kembali mengawali pelaksanaan momen politik berupa Pemilu yang merupakan bentuk perwujudan pesta demokrasi. Pelaksanaan Pemilu yang ke sebelas kalinya ini secara periodik menunjukkan bahwa Indonesia menganut sistem negara demokrasi. Sejak Pemilu 1999, Indonesia dianggap sebagai negara terbesar ketiga yang menyelenggarakan pemilihan umum secara demokratis. Pemilu ini menjadi wahana aspirasi politik rakyat Indonesia yang digelar setiap lima tahun sekali sebagai amanat Undangundang Dasar 1945. Dalam sistem perwakilan, tidak ada cara lain yang paling absah untuk memilih para wakil rakyat kecuali melalui Pemilu. Berbeda dari era otoritarian Orde Baru, partai-partai politik yang saling berkompetisi cenderung menggunakan pendekatan persuasif bukan represif. Salah satu partai politik baru yang terlibat dalam persaingan politik pada Pemilu 2014 adalah Partai Nasdem. Partai ini didirikan oleh Surya Paloh, mantan fungsionaris Golkar dan pengusaha pemilik Metro Group. Dalam konstelasi politik Indonesia reformasi yang demokratis, berbagai strategi politik dilakukan oleh Partai Nasdem dalam mencapai kemenangan pada Pemilu 2014. Keberhasilan strategi politik ini ikut berperan meningkatkan hasil perolehan suara partai dalam Pemilu tersebut. Partai Nasdem berhasil mencapai perolehan suara cukup banyak dan lolos dari ambang batas minimal yang ditetapkan oleh KPU. Strategi pemenangan yang 3 diterapkan Partai Nasdem merefleksikan pola tindakan utama yang dipilih oleh Partai Nasdem dan para kadernya untuk mewujudkan visi melalui misi organisasi. Dengan tindakan berpola, Partai Nasdem dan para kadernya dapat mengerahkan dan mengarahkan seluruh sumber daya partai untuk memperoleh suara sebanyakbanyaknya pada Pemilu Legislatif 2014. Di era reformasi, salah satu lembaga yang dibentuk sebagai penyelenggara demokrasi adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU). Menurut Undang-undang No. 22/2007 tentang Penyelenggara Pemilu, KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten /Kota adalah lembaga penyelenggara Pemilu yang permanen dan Bawaslu sebagai lembaga pengawas Pemilu. KPU memiliki peran sangat penting dalam mengawal terwujudnya Pemilu secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, yaitu untuk merencanakan dan melaksanakan tahap-tahap, jadwal maupun mekanisme Pemilu DPR, DPD, DPRD, Pemilu Presiden/Wakil Presiden dan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. KPU juga bertugas menjalankan fungsi dalam verifikasi partai politik yang layak dan berhak mengikuti Pemilu. Terkait dengan Pemilu 2014, setidaknya ada tiga aspek yang menjadi syarat yang harus dipenuhi dalam proses verifikasi faktual bagi partai politik yang dianggap layak dan berhak mengikuti Pemilu 2014, antara lain: kepengurusan inti partai (ketua, sekretaris dan bendahara), surat keterangan domisili kantor sekretariat partai, dan keterwakilan perempuan minimal 30 persen dalam struktur kepengurusan partai. Menurut anggota KPU, Sigit Pamungkas, partai politik yang dinyatakan lolos verifikasi faktual di tingkat pusat, belum tentu lolos menjadi peserta Pemilu tahun 2014 (http://www.pikiran-rakyat.com/node/212427). Untuk bisa dinyatakan 4 sebagai peserta Pemilu tahun 2014, partai harus lulus dalam berbagai persyaratan, baik verifikasi di tingkat pusat, tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten/kota. Menurutnya, partai politik tertentu bolehjadi telah lulus di tingkat pusat tetapi jika partai itu tidak lulus di level provinsi dan kabupaten atau kota, partai tersebut bisa dinyatakan tidak lulus untuk mengikuti Pemilu 2014. Jadi, kelulusan di berbagai tahap persyaratan harus komprehensif dari tingkat pusat sampai dengan kabupaten /kota. Proses verifikasi faktual di tingkat daerah berlangsung lama dibandingkan di tingkat pusat. Tahap di tingkat daerah dapat dikatakan berat karena KPU daerah tidak hanya menverifikasi kepengurusan partai, melainkan juga berkaitan dengan keanggotan partai politik. Sebagai partai politik baru, kelolosan dari Partai Nasdem dalam memenuhi persyaratan administratif dan verifikasi faktual yang dilakukan oleh KPU memang menarik. Partai Nasdem juga sangat menarik karena partai ini menjadi salah satu kekuatan politik baru yang patut diperhitungkan dalam konstelasi politik nasional dengan hasil perolehan suara melebihi ambang batas minimal yang ditetapkan KPU pada Pemilu 2014. Munculnya Partai Nasdem sebagai kekuatan politik baru di Indonesia menjadi fenomenal karena penggagas ide maupun pelopor pendirian gerakan nasional demokrat yang menjadi cikal bakal pendirian Partai Nasdem adalah Surya Paloh, mantan fungsionaris Partai Golkar serta pemilik MetroTV sebagai salah satu stasiun televisi swasta yang terkemuka di Indonesia. Selain itu, awalnya ia didukung oleh salah satu pengusaha pertelevisian terkemuka lainnya, Hary Tanoe Sudibyo, pemilik RCTI, Global TV dan MNC TV. Dengan posisi ini, Partai Nasdem dipandang memiliki strategi pemenangan khusus yang tidak dapat 5 dianggap remeh dalam Pemilu 2014. Namun demikian, harus diakui bahwa hasil yang dicapai Partai Nasdem pada Pemilu 2014 tidak sefantastis jumlah perolehan suara nasional seperti yang ditargetkan, yaitu 8.402.812 suara (6,72%) dari jumlah total 124.972.491 suara yang diperebutkan secara nasional. Keberhasilan Partai Nasdem sebagai kekuatan politik baru yang lolos sebagai salah satu peserta pada Pemilu 2014 dan perolehan suara Partai Nasdem yang relatif rendah dibandingkan total suara yang ditargetkan, adalah fenomena yang sangat menarik untuk dikaji. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk menganalisis strategi pemenangan Partai Nasdem sebagai partai politik baru dan faktor-faktor yang mempengaruhi relatif rendahnya perolehan suara Partai Nasdem pada Pemilu 2014 tersebut. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Mengapa perolehan suara Partai Nasdem relatif tinggi dan bagaimana strategi pemenangan Partai Nasdem pada Pemilu 2014? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis strategi pemenangan Partai Nasdem dalam Pemilu 2014. 2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perolehan suara pada Pemilu 2014. 6 D. Manfaat Penelitian Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat teoretis dan praktis sebagai berikut: 1. Manfaat teoretis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan konsep partai politik dan strategi pendiriannya secara lebih aplikatif yang berguna untuk penyempurnaan teori politik dan pemerintahan Indonesia. 2. Manfaat praktis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi alternatif pertimbangan bagi Pemerintah RI, KPU, dan partai politik yang telah ada maupun akan dibentuk, demi perkembangan demokrasi berbasis partai politik yang valid dan representatif bagi masyarakat sipil. E. Kerangaka Teori 1. Pengertian Partai Politik Secara umum, dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu organisasi yang terdiri dari sekelompok orang yang memiliki cita-cita, tujuan, dan orientasi politik yang sama. Dalam partai politik, mereka berusaha memperoleh kekuasaan, menguasai sumberdaya dan mengendalikan serta mengontrol proses pemerintahan sebagai basis dalam merealisir atau melaksanakan program-program yang telah ditetapkan. Menurut Budiarjo, partai politik adalah suatu kelompok terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai, dan cita-cita yang sama.1 Sartori mendefinisikan partai politik adalah satu kelompok politik yang mengikuti Pemilu dan melalui Pemilu itu mampu menempatkan calonnya untuk menduduki 1 MiriamBudiarjo, Dasar-Dasar Ilmu politik, Jakarta: Gramedia, 1998, hal 160. 7 jabatan publik.2 Sementara itu, Carl J. Friedrich menyatakan bahwa partai politik adalah kelompok orang yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pemimpin partainya dan berdasarkan penguasaan ini memberikan kemanfaatan ideal maupun material kepada anggota partainya.3 Pengertian tersebut menunjukkan partai politik pada dasarnya terdiri dari sekelompok orang dengan cita-cita dan orientasi politik yang serupa, memiliki tujuan merebut dan mempertahankan kekuasaan, dan berusaha untuk mengontrol jalannya pemerintahan demi kepentingan anggota partainya. Di Indonesia, pengertian partai politik dapat ditemukan dalam UU No. 2/ 2008 tentang Partai Politik, yaitu organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keuntungan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa setiap kelompok masyarakat yang ingin mendirikan partai politik baru harus selalu mempertimbangkan persyaratan pokok yang termuat dalam pengertian dari partai politik dalam konteks perpolitikan nasional tersebut, khususnya tentang dasar pembentukan partai politik. Untuk memahami partai politik, La Palombara dan Weiner mengatakan bahwa partai politik memiliki empat karakteristik yang menjadi ciri khas partai politik (Firmansah, 2008). 2 3 Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia, 2008, hal 404. Haryanto, drs. Partai Politik Suatu Tinjauan Umum, Liberty, Yogyakarta, 1984, hal 7 8 a. Organisasi jangka panjang. Partai politik memiliki organisasi yang bersifat jangka panjang. Diharapkan organisasi ini dapat terus hadir dalam arena politik walau pendirinya sudah tidak ada lagi. Partai politik bukan hanya gabungan dari para pendukung yang setia dengan pemimpin kharismatik. Partai politik hanya akan berfungsi dengan baik sebagai organisasi bila ada sistem dan prosedur yang mengatur aktivitas organisasi, dan ada sebuah mekanisme suksesi yang stabil yang mampu menjamin keberlangsungan partai politik untuk jangka waktu yang lama. b. Struktur organisasi. Partai politik hanya akan dapat menjalankan fungsi politiknya apabila didukung oleh struktur organisasi, mulai dari tingkat lokal sampai nasional, dan ada pola interaksi teratur di antara keduanya. Partai politik kemudian dilihat sebagai organisasi yang meliputi wilayah teritorial tertentu serta dikelola secara prosedural dan sistematis. Struktur organisasi partai politik yang sistematis dapat menjamin aliran informasi dari bawah ke atas maupun dari atas ke bawah, sehingga ke depannya akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan fungsi kontrol dan koordinasi internal partai. c. Tujuan berkuasa. Partai politik didirikan untuk mendapatkan sekaligus mempertahankan kekuasaan, baik lokal maupun nasional. Tujuan berkuasa inilah yang membedakan antara partai politik dengan organisasi lain yang terdapat dalam masyarakat. d. Dukungan publik luas. Partai politik bertujuan memperoleh dukungan yang luas dari masyarakat dalam rangka mencapai kekuasaan. Dukungan 9 ini menjadi sumber legitimasi untuk berkuasa, yang berarti bahwa partai politik harus mampu memobilisasi sebanyak mungkin elemen masyarakat dan akhirnya mereka menerima eksistensi kekuatan politik tersebut dalam kehidupan mereka. Semakin besar dukungan publik yang didapatkan oleh partai politik, semakin besar pula legitimasi yang diperolehnya. Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa partai politik memang merupakan organisasi yang berbeda dari organisasi yang lain, karena fokus utama organisasi ini adalah berjuang untuk bisa eksis dalam periode waktu lama, memiliki struktur organisasi yang kuat dari pusat sampai daerah, berusaha mendapatkan kekuasaan, dan membangun legitimasinya dengan melakukan mobilisasi dukungan publik yang luas di arena politik. Jika keempat karakteristik tersebut melekat pada partai politik, maka kekuatan politik ini akan mampu mencapai tujuan-tujuan politiknya. 2. Fungsi Partai Politik Dalam kehidupan politik kenegaraan modern, kehadiran partai politik pada awalnya menjadi unsur pendukung pembentukan sistem demokrasi, serta proses demokratisasi yang berlangsung di dalamnya. Idealnya, kehadiran partai politik di suatu negara dapat mendukung berlangsungnya proses sosialisasi dan pendidikan politik, yang memungkinkan terciptanya perpolitikan nasional yang demokratis. Mengingat partai politik adalah sekelompok orang dengan cita-cita dan orientasi politik yang berbeda, bahkan berlawanan satu sama lain, interaksi politik di antara partai-partai politik di negara yang bersangkutan perlu diatur sedemikian rupa, sehingga banyaknya jumlah partai politik yang berdiri tidak memunculkan konflik 10 dan perpecahan di kalangan masyarakat, yang umum di dalam model demokrasi parlementer dalam masyarakat yang majemuk dan belum dewasa secara politik. Kondisi ini tentunya akan berakibat buruk pada proses demokratisasi. Menurut Haricahyono (1991), partai politik mempunyai beberapa fungsi utama sebagai berikut: a. Sarana komunikasi politik, yaitu sebagai jembatan arus informasi antara orang yang memerintah (pemerintah) dan orang yang diperintah (rakyat). b. Sarana sosialisasi politik, yaitu proses dimana seseorang memperoleh pandangan, orientasi, dan nilai-nilai kemasyarakatan dimana ia berada dan mewariskan nilai-nilai sosial tadi ke generasi berikutnya. c. Sarana rekruitmen politik, yaitu proses mencari dan mengajak anggota baru untuk ikut dalam proses politik. d. Sarana pengatur konflik, yaitu mengatasi konflik yang disebabkan oleh perbedaan sosial dan budaya di masyarakat agar dampak negatif dapat diminimalisir sekecil mungkin. e. Pembinaan dan pengembangan integritas sosial, yaitu sebagai perekat dari berbagai corak daerah, golongan dan budaya agar mempunyai pandangan hidup yang menjadi satu bangsa. Menurut Budiarjo, ada beberapa fungsi yang harus dimaksimalisasi dari sebuah partai politik, yaitu:4 a. Partai politik berfungsi sebagai sarana komunikasi politik. Dalam hal ini, partai politik merumuskan usulan-usulan kebijakan yang bertumpu pada 4 Miriam Budiarjo, op cit. 11 aspirasi dari masyarakat. Rumusan ini kemudian diartikulasikan kepada pemerintah agar bisa dijadikan sebagai kebijakan. Proses ini menunjukkan bahwa komunikasi antarpemerintah dengan masyarakat dapar dijembatani partai politik. Bagi partai politik, mengartikulasikasi aspirasi rakyat adalah kewajiban yang tidak dapat dielakkan, terutama bila partai politik tersebut ingin tetap eksis dalam kancah politik nasional. Selain itu, partai politik berfungsi untuk memperbincangkan dan menyebarluaskan rencana serta kebijakan pemerintah, sehingga terjadi arus informasi serta dialog dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas. Di sini, partai politik memainkan peran sebagai penghubung antara pemerintah dan masyarakat. b. Partai politik berfungsi sebagai sarana sosialisasi dan pendidikan politik. Dalam hal ini, partai politik berkewajiban untuk mensosialisasikan wacana politiknya kepada masyarakat. Wacana politik partai politik dapat dilihat melalui visi, misi, platform dan program partai tersebut. Dengan sosialisasi wacana politik ini diharapkan masyarakat menjadi semakin dewasa dan terdidik dalam politik. Sosialisasi dan pendidikan politik ini memposisikan masyarakat sebagai subyek, tidak lagi sebagai obyek. Selain itu, sosialisasi politik juga mencakup proses masyarakat menyampaikan norma dan nilainilai dari satu generasi kegenerasi berikutnya. Dalam hubungan ini partai politik berfungsi sebagai salah satu sarana sosialisasi politik. Dalam usaha menguasai pemeritah melalui kemenangan dalam pemilu, partai politik harus memperoleh dukungan seluas mungkin. Untuk itu partai berusaha menciptakan citra bahwa ia memperjuangkan kepentingan umum. Selain 12 menanamkan solidaritas dengan partai, partai politik juga perlu mendidik anggotanya menjadi manusia yang sadar tanggungjawabnya sebagai warga negara dan menempatkan kepentingannya di bawah kepentingan nasional. c. Partai politik, berfungsi sebagai sarana rekruitmen politik. Partai politik berkewajiban melakukan seleksi dan rekruitmen dalam mengisi posisi dan jabatan politik tertentu. Dengan rekruitmen politik, dimungkinkan terjadi rotasi dan mobilitas politik. Tanpa rotasi dan mobilitas politik pada sistem politik, maka akan muncul diktatorisme dan stagnasi politik di dalamnya. d. Partai politik berfungsi sebagai sarana peredam dan pengatur konflik. Dengan fungsi sebagai penyerap aspirasi masyarakat, partai politik harus peka dan tanggap terhadap potensi konflik yang ada dalam masyarakat. Karena partai politik cenderung inklusif, menjadi kewajiban partai politik untuk meredam dan mengatur potensi konflik tersebut agar tidak meledak menjadi sebuah kerusuhan. Sementara itu, Markovic menyebutkan ada delapan fungsi partai politik, khususnya ketika partai politik ini sudah menjadi kekuatan yang mendominasi kekuasaan melalui Pemilu (Karim, 1991). a. Artikulasi kebutuhan, kepentingan dan aspirasi berbagai kelompok sosial. b. Menggariskan alternatif jangka panjang dan menengah untuk tujuantujuan sosial. c. Perumusan program untuk mencapai tujuan. d. Mengintegrasikan sebagian besar penduduk ke arah tujuan bersama. 13 e. Mencarikan pemecahan kompromis konflik antar bangsa, ras, agama dan kelas. f. Rekrutmen dan pemilihan pemimpin serta fungsionaris politik berbakat. g. Pengorganisasian kampanye pemilu untuk mewakili kelompok sosial yang ada. h. Kontrol dan kritik terhadap pemerintah. Di Indonesia, fungsi partai politik dijelaskan dalam ketentuan Pasal 11 UU No. 2/2008 tentang Partai Politik sebagai berikut: a. Pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. b. Penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat. c. Penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara. d. Partisipasi warga negara Indonesia, dan e. Rekrutmen politik dalam pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender. Beberapa partai politik tersebut sangat penting dilaksanakan partai politik. Jika partai politik tidak berhasil menjalankan fungsi-fungsi dasarnya, maka proses demokratisasi dalam suatu negara tidak akan berjalan dengan baik. 14 3. Partai Politik dan Pemilu Partai politik didirikan dengan tujuan untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan melalui kontrol atas jalannya pemerintahan. Untuk itu, partai politik perlu berjuang menjadi peserta Pemilu dan menang dalam pertarungan politik di arena demokratis ini. Oleh karena itu, sejak awal partai politik biasanya dirancang untuk menghadapi Pemilu dan menjadi pemenang di dalamnya. Secara umum, dapat dikatakan bahwa Pemilu merupakan sarana untuk menelorkan wakil rakyat dan pemimpin yang kapabel, demokratis dan berpihak kepada kepentingan rakyat. Pemilu merupakan salah satu prasyarat penting dalam sebuah negara demokrasi. Pemilu lahir dari dua arus pemikiran yang bertentangan dalam demokrasi, yaitu adanya pengakuan atas hak individu untuk terlibat dalam proses politik, dan tidak mungkin setiap individu dapat terlibat dalam setiap tahap proses politik.5 Pemilu adalah ajang perebutan kekuasaan yang sah dalam proses demokrasi. Melalui Pemilu, rakyat mendapat kedaulatan yang sepenuhnya. Suara terbesar dari rakyatlah yang akan menentukan pihak mana yang boleh memegang kekuasaan. Namun justru di sanalah dilema demokrasi. Ia menjunjung tinggi suara terbanyak, akan tetapi meminggirkan pihak minoritas. Pemilu merupakan wahana kompetisi yang mengharuskan adanya pemenang di atas pihak yang kalah. Menurut Ramlan Surbakti, setidaknya ada tiga tujuan dari Pemilu, yaitu:6 a. Mekanisme untuk menyeleksi para pemimpin pemerintahan dan alternatif kebijakan umum. Dalam demokrasi, kedaulatan rakyat dijunjung tinggi 5 Riswandha Imawan, Membedah Politik Orde Baru Catatan Dari Kaki Merapi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,1997. 6 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Grasindo, Jakarta, 1992, hal. 181-182 15 sehingga lama dikenal semangat dari, oleh dan untuk rakyat. Dalam sistem demokrasi perwakilan rakyat memiliki kedaulatan penuh, tapi pelaksanaan dilakukan oleh wakil melalui lembaga perwakilan atau parlemen. Wakil rakyat tidak boleh sembarang orang. Seseorang yang mempunyai otoritas ekonomi atau kultural sangat kuat pun tidak layak menjadi wakil rakyat tanpa moralitas, integritas dan akuntabilitas yang memadai. Karena itu diselenggarakan pemilihan umum sebagai mekanisme penyeleksi dan pendelegasian kedaulatan kepada orang atau partai. b. Pemilu merupakan mekanisme memindahkan konflik kepentingan dari masyarakat kepada badan-badan perwakilan rakyat melalui wakil-wakil yang terpilih atau partai yang memenangkan kursi sehingga integrasi atau kesatuan masyarakat tetap terjamin. Manfaat Pemilu ini berkaitan dengan asumsi bahwa masyarakat memiliki kepentingan yang berbeda-beda dan bahkan saling bertentangan, dan pertentangn itu semestinya diselesaikan melalui proses musyawarah. c. Pemilu merupakan sarana memobilisasi, menggerakkan atau menggalang dukungan rakyat terhadap proses politik. Hal yang terakhir ini semakin urgen, karena belakangan masyarakat mengalami semacam alienasi dari proses pengambilan kebijakan. Atau, ada jarak yang lebar antara proses pengambilan kebijakan dan kepentingan elit dengan aspirasi pada tingkat akar rumput yang setiap saat bisa mendorong ketidakpercayaan terhadap partai politikdan pemerintahan. 16 Selanjutnya, menurut Roger Simon, terdapat tiga alasan mengapa Pemilu bisa menjadi sarana legitimasi politik bagi pemerintah yang berkuasa, yaitu:7 a. Melalui pemilu, pemerintah sebenarnya sedang menyakinkan atau paling tidak memperbaharuhi kesepakatan-kesepakatan politik dengan rakyat. b. Melalui pemilu pemerintah dapat pula mempengaruhi perilaku rakyat atau warga negara. Penganut fungsionalisme menyakini Pemilu bisa menjadi alat kooptasi bagipemerintah untuk meningkatkan respon rakyat terhadap kebijakan yang dibuatnya dan pada saat yang sama memperkecil tingkat oposisi atasnya. c. Dalam dunia modern, penguasa dituntut untuk mengandalkan kesepakatan dari rakyat daripada pemaksaan untuk mempertahankan legitimasi politik. Gramsci menunjukkan kesepakatan yang diperoleh melalui hegemoni oleh penguasa ternyata lebih efektif dan bertahan lama sebagai sarana kontrol dan pelestarian legitimasi otoritasnya daripada penggunaan kekerasan dan dominasi. Sebagai kompensasi cacat bawaan demokrasi tersebut, dalam negara demokrasi yang terlembaga, disepakati suatu sistem oposisi politik. Oposisi adalah wahana kontrol bagi pihak yang kalah, untuk memastikan bahwa pemegang kekuasaan tidak mengkhianati rakyat dan memenuhi segala yang telah dijanjikannya kepada rakyat dalam pemilu. Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa partai politik yang sangat berkepentingan untuk ambil bagian dalam proses politik cenderung akan terlibat dalam pertarungan di Pemilu secara lebih serius dan biasanya sistematis. 7 Simon, Roger. Gagasan-Gagasan Politik Gramsci, Pustaka Pelajar, 2004, hal. 133 17 Jika Pemilu benar-benar memungkinkan terjadinya kompetisi politik yang sehat sebagai sarana persaingan memperebutkan pengaruh massa di antara masingmasing kekuatan politik, maka partai politik, walau baru sekalipun, akan dapat mencapai tujuan politiknya. 4. Pendirian Partai Politik Eksistensi partai politik di arena politik merupakan representasi ekspresi kebebasan berorganisasi untuk mencapai kekuasaan dengan melakukan mobilisasi kekuatan di antara kelompok-kelompok kepentingan maupun penekan yang ada di tengah masyarakat. Namun, partai politik harus memiliki badan hukum apabila ingin terlibat menjadi salah satu kontestan yang sah dalam mekanisme perebutan kekuasaan di suatu negara. Di negara demokratis, mekanisme perebutan kekuasan itu adalah pemilu. Artinya, untuk dapat menjadi salah satu peserta pemilu, partai politik, baik lama maupun baru, harus didirikan secara resmi dan telah memenuhi persyaratan administratif berupa kepengurusan dan kantor yang tetap serta mempunyai dukungan yang kuat dan luas dari masyarakat untuk menjadi badan hukum publik dan dapat bertindak sebagai badan yang transparan kepada publik. Di Indonesia, partai politik juga harus didirikan secara resmi dan menjadi badan hukum yang nantinya sah menjadi salah satu peserta pemilu. Pasal 3 UU No. 2/2008 tentang Partai Politik menjelaskan: a. Partai politik harus didaftarkan ke Departemen untuk menjadi badan hukum. b. Untuk menjadi badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Partai politik harus mempunyai: 18 1) akta notaris pendirian partai politik. 2) nama, lambang atau tanda gambar yang tidak mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang atau tanda gambar yang telah dipakai secara sah oleh partai politik lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 3) kantor tetap. 4) kepengurusan paling sedikit 60% dari jumlah provinsi, 50% dari kabupaten/kota pada setiap provinsi yang bersangkutan, dan 25% dari jumlah kecamatan pada setiap kabupaten/kota pada daerah yang bersangkutan. 5) memiliki rekening atas nama partai politik. Status badan hukum partai politik diperoleh melalui sebuah mekanisme yang diatur dalam Pasal 4 UU No. 2/2008 tentang Partai Politik. a. Departemen menerima pendaftaran dan melakukan penelitian dan/atau verifikasi kelengkapan dan kebenaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 ayat (2). b. Penelitian dan/atau verifikasi sebagaimana dimaksud di ayat (1) dilakukan paling lama 45 hari sejak diterimanya dokumen persyaratan secara lengkap. c. Pengesahan partai politik menjadi badan hukum dilakukan dengan Keputusan Menteri paling lama 15 hari sejak berakhirnya proses penelitian dan/atau verifikasi. 19 d. Keputusan Menteri mengenai pengesahan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia No. M-03.HT.01.10/2002 tentang Tata Cara Pendaftaran Pendirian Partai Politik, disebutkan bahwa untuk mendirikan/membentuk partai politik harus dipenuhi syarat-syarat formal dan syarat-syarat substansial, antara lain: (a) didirikan dengan Akta Notaris; (b) didirikan oleh sekurang-kurangnya 50 orang warga negara RI yang telah berusia 21 tahun yang dituangkan dalam Akta Notaris Pendirian partai politik; (c) didaftarkan pada Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI; dan (d) diumumkan dalam Berita Negara RI oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia agar mendapat pengesahan pendirian partai politik sebagai badan hukum. Dengan menjadi badan hukum, partai politik dapat berkontestasi di arena politik untuk berjuang meraih kekuasaan. Tanpa ada status badan hukum, partai politik tidak dapat menjadi salah satu peserta pemilu. Diharapkan dengan status badan hukum yang jelas, partai politik benar-benar sudah siap dengan berbagai infrastruktur, sumberdaya manusia, dan sumberdaya strategis lain yang sangat diperlukan untuk melakukan mobilisasi dukungan publik yang luas secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan politiknya melalui kontestasi dalam pemilu. Kejelasan ini dimaksudkan agar partai politik tidak hanya berjuang untuk meraih kepentingannya sendiri, melainkan untuk mengurus kesejahteraan dari masyarakat banyak dengan lingkup yang jauh lebih luas. 20 5. Strategi Pemenangan Partai Politik Partai politik akan menerapkan berbagai macam strategi untuk menjadi pemenang dalam Pemilu. Penelitian ini mengasumsikan paling tidak terdapat tiga strategi pemenangan penting yang diterapkan partai politik, antara lain: pencitraan media, pengembangan infrastruktur partai, dan pendanaan. a. Strategi Pencitraan Media Menurut Ansor, seiring demokratisasi politik, media juga memegang peran yang semakin penting dalam proses politik.8 Menurut McNair, suatu peristiwa, termasuk peristiwa politik, memiliki tiga kategori realitas yaitu: (a) realitas politik objektif, yaitu realitas yang ditampilkan sesuai dengan apa yang sebenarnya terjadi; (b) realitas politik subjektif, yaitu realitas yang dipersepsikan khalayak atau aktor politik sendiri; dan (c) realitas politik yang dikonstruksi, yaitu realitas yang subjektif, tetapi dikover oleh media. 9 Dalam hal ini, media pada hakikatnya mengkonstruksi realitas karena isi media adalah hasil para pekerja media yang mengkonstruksikan berbagai realitas yang dipilihnya, termasuk realitas politik. Isi media adalah hasil konstruksi realitas dengan bahasa sebagai perangkat dasarnya. Media memiliki peluang sangat besar untuk mempengaruhi makna dan gambaran yang dihasilkan dari realitas yang dikonstruksi. Bahasa media menentukan citra tertentu yang hendak ditanamkan kepada publik. De Fleur dan Rokeach (1989:267) menjelaskan bahwa ada berbagai cara media mempengaruhi bahasa dan makna dari isi media, yaitu mengembangkan 8 Ansor, Peran Iklan Politik Pencitraan dan Dampaknya pada Pilkada di Kabupaten Sleman, Jurnal Penelitian IPTEK-KOM, Volume 13, No. 2, Desember 2011, hal. 2. 9 McNair 21 kata-kata baru beserta asosiasinya, memperluas makna dari istilah-istilah yang ada, mengganti makna lama suatu istilah dengan makna baru, dan memantapkan konvensi makna yang ada dalam suatu sistem bahasa.10 Dalam konteks politik, komunikator melalui media melakukan tindakan dalam konstruksi realitas dimana hasil akhirnya berpengaruh kuat terhadap pembentukan makna atau citra tentang suatu realitas. Dalam hal ini, mempresentasikan diri dan mengatur kesan publik merupakan aktivitas komunikasi politik untuk mengkonstruksi citra. Pencitraan merupakan hasil pembingkaian atas realitas ciptaan. Di dalamnya terdapat skema atau struktur pemahaman yang dipakai oleh seseorang ketika mengkonstruksi pesan-pesan yang ia sampaikan dan menafsirkan pesan yang ia terima. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pencitraan publik bertujuan menggunakan media dalam upaya mengarahkan pemahaman publik mengenai realitas yang dikonstruksi, dalam hal ini oleh partai politik untuk mendukung kemenangannya dalam Pemilu. Menurut Ansor, politik pencitraan adalah gambaran mengenai seseorang yang digunakan dalam kegiatan politik seperti kampanye politik dan iklan politik untuk membentuk konsep diri seseorang supaya berpengaruh secara politis dan media dapat melegitimasi untuk mengkampanyekan visi dan misi masing-masing kandidat.11 Dalam hal ini, kampanye politik menjadi instrumen yang memainkan peranan penting dalam memandu kesadaran khalayak pada sosok dan citra diri kandidat.12 Dengan kampanye politik melalui iklan pada media massa, baik cetak maupun elektronik dan penggunaan media seperti baliho, pamflet dan spanduk, 10 Melvin DeFlour dan Sandra Ball-Rokeach, 1989. Theories of Mass Communication. New York: Longman. 11 Ansor, Op. cit, hal. 4. 12 Gun Gun Heryanto, “Perang Citra dan Literasi Politik”, Seputar Indonesia. Jumat 12 Desember 2008. 22 para kandidat “menjual diri” secara instan dengan mekanisme yang ada. Politik pencitraan digunakan sebagai strategi berkomunikasi dengan masyarakat untuk membangun citra dalam mendapatkan jabatan politik di pemerintahan. Melalui iklan politik, masyarakat diajak untuk memilih orang yang populer.13 Iklan yang ditayangkan atau dibuat oleh politisi dan kandidat untuk mendongkrak popularitas semata-mata adalah pencitraan semu. Melalui strategi pencitraan media, iklan politik menjadi marak bertebaran di ruang publik, sehingga politik menjadi arena pertarungan citra. Iklan politik lebih menekankan bagaimana cara memperoleh target tertentu seperti peningkatan perolehan popularitas, meyakinkan pemilih yang masih bingung, meraih banyak dukungan, menyerang pesaing dan penantang, menjelaskan visi dan misi, serta menjaga citra aktor. Sebagai strategi pencitraan, iklan politik dinilai sebagai salah sarana yang paling ampuh untuk membujuk khalayak calon pemilih menjelang Pemilu.14 Iklan politik memiliki peran signifikan, terutama dalam mengkonstruksi citra tertentu untuk menarik dukungan calon pemilih. Iklan politik di media massa bersifat satu arah dan dibentuk sedemikian rupa untuk menampilkan pencitraan dengan narasi dan ilustrasi yang dibuat secara menarik dan seolah-olah dekat dengan masyarakat.15 Di sini media merupakan salah satu cara untuk melegitimasi eksistensi politisi untuk membangun citra positif menuju kekuasaan yang lebih tinggi. Media tidak hanya sebagai sarana informasi dan edukasi bagi masyarakat, melainkan juga alat perjuangan bagi para politisi. 13 Arbi Sanit, dalam Subinarto, Op. cit. Djoko Subinarto, 2008, Kecurangan Iklan Politik, Suara Merdeka, 22 Juni 2008. 15 Deddy Mulyana, 2001. Nuansa-Nuansa Komunikasi, PT Remaja Rosdakarya, Bandung. 14 23 Dalam konteks partai politik, para politisi partai selalu berupaya untuk menampilkan citra diri yang terbaik di hadapan publik melalui media massa untuk meraih suara yang banyak dalam Pemilu. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan persepsi publik terhadap apa yang mereka lakukan, khususnya untuk memberikan kontribusi positif pada situasi dan kondisi publik yang negatif menjadi jauh lebih positif. Melalui strategi pencitraan media, realitas yang positif diciptakan politisi sedemikian rupa sehingga publik memahami bahwa mereka perlu memilih partai tertentu agar kehidupan mereka di ruang publik menjadi jauh lebih baik. Jadi, para pemimpin cenderung manipulatif sebab tindakan maupun kebijakan populis yang mereka sampaikan kepada publik lebih diperuntukkan demi politik pencitraan melalui media massa, khususnya untuk mencapai kemenangan di arena politik, dalam hal ini dalam Pemilu. Citra merupakan tujuan pokok suatu individu tertentu maupun organisasi. Terciptanya citra yang baik di mata publik akan berdampak pada citra yang baik dalam semua aspek yang terkait, yang diindikasikan terutama oleh penilaian, penerimaan, kesadaran, pengertian, dan rasa hormat yang positif sesuai dengan konsep yang dimilikinya. b. Strategi Pengembangan Infrastruktur Partai Partai politik adalah salah satu jenis organisasi sosial yang didirikan secara khusus untuk membangun representasi politik rakyat dalam negara demokrasi. Sebagai organisasi, partai politik mempunyai struktur yang terdiri dari unit-unit yang tersusun secara hierarkis sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masingmasing. Struktur organisasi sosial-politik ini dibentuk untuk melibatkan banyak orang yang saling bekerja sama sesuai dengan posisi dan hierarki masing-masing 24 untuk secara bersama-sama mencapai tujuan partai politik yang bersangkutan. Dalam konteks partai politik, struktur organisasi dibentuk dengan peraturan yang termuat dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) sebagai pilar-pilar utama infrastruktur organisasi partai. Infrastruktur partai ini terwujud hierarkis sebagai kepengurusan partai, dari tingkat pusat sampai daerah. Menurut ketentuan Pasal 2 UU No. 2/2011 tentang Partai Politik, partai politik didirikan dan dibentuk oleh paling sedikit 30 orang warga negara Republik Indonesia yang telah berusia 21 tahun atau sudah menikah dari setiap provinsi dengan menyertakan 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan perempuan dalam kepengurusan tingkat pusat, tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Setiap warga negara Republik Indonesia dapat menjadi anggota partai politik apabila sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah menikah. Status keanggotaan bersifat sukarela, tidak diskriminatif dan terbuka bagi tiap warga negara Indonesia yang meyetujui AD dan ART partai politik yang bersangkutan. Anggota memiliki hak dalam menentukan kebijakan serta hak memilih dan dipilih. Ia juga memiliki kewajiban untuk mematuhi dan melaksanakan AD dan ART serta berpartisipasi dalam kegiatan partai politik yang bersangkutan. Infrastruktur partai politik terwujud sebagai hubungan kerja yang hierarkis di antara unit-unit organisasi kepartaian yang terkait. Partai politik mempunyai kepengurusan pada tingkat pusat yang berkedudukan di ibu kota negara, tingkat provinsi yang berkedudukan di ibu kota provinsi; dan tingkat kabupaten/kota yang berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota, serta dapat memiliki kepengurusan sampai tingkat kelurahan/desa atau sebutan lain. Kepengurusan di setiap tingkatan 25 dipilih secara demokratis berdasarkan musyawarah sesuai dengan AD dan ART dengan memperhatikan kesataraan gender. Kepengurusan partai politik dapat membentuk badan/lembaga yang bertugas menjaga kehormatan dan martabat partai politik serta anggotanya. Kekuasaan tertinggi atau kedaulatan dalam partai politik berada di tangan para anggota yang dilaksanakan menurut AD dan ART. Pengembangan dan penguatan infrastruktur partai secara teoretis mencakup keseimbangan peran partai pada tiga wajah keorganisasiannya.16 Istilah wajah organisasi partai untuk menunjukkan tiga konteks yang dihadapi partai. Wajah organisasi partai yang pertama adalah partai pada akar rumput. Pada level ini partai menghadapi konteks lokal, partai lokal, pendukung, serta masyarakat pemilih. Wajah oganisasi partai yang kedua adalah partai pada level pusat. Pada level ini partai menghadapi konteks nasional, partai-partai lain, dan negara. Wajah organisasi partai yang ketiga adalah partai pada level pemerintahan. Pada level ini partai menghadapi konteks dalam pemerintahan, fraksi-fraksi lain, komisi, dan negara. Penguatan partai pada wajah pertama adalah melalui penguatan pada akar rumput. Partai politik pada level akar rumput merupakan ujung tombak partai, merekalah yang secara langsung bersentuhan dengan basis sosial partai dan 16 Richard S. Katz and Peter Mair, The Ascendancy of the Party in Public Office: Party Organizational Change in Twentieth-Century Democracies. 26 masyarakat secara umum.17 Pengelolaan partai politik pada akar rumput ini pada akhirnya akan menentukan kuat atau lemahnya dukungan terhadap partai. Persoalan memelihara loyalitas pendukung ini menjadi problema utama bagi partai politik di akar rumput. Banyak pendapat yang mengatakan bahwa peranan partai di akar rumput saat ini lebih banyak diambil oleh organisasi masyarakat sipil dan media massa. Penguatan juga harus dilakukan pada level partai di pusat. Partai di pusat bukan hanya menjadi payung bagi aktivitas partai pada level pemerintahan, tetapi juga menjadi pendukung aktivitas pekerja partai dan koordinator berbagai kepentingan. Apa pun kebijakan yang diambil harus dikomunikasikan kepada partai pada level akar rumput dan pada partai di pemerintahan. Peran partai politik dalam penyelenggaraan pemerintahan yang diraih oleh partai politik kemudian harus ditransformasikan dalam berbagai kebijakan dengan mengedepankan kepentingan rakyat. Pelembagaan partai atau institutionalisasi partai biasa dilakukan dengan penguatan 4 (empat) komponen kunci, yakni, pengakaran partai (party rooting), legitimasi partai (party legitimacy), aturan dan regulasi (rule and regulation), dan daya saing partai (competitiveness).18 Pengakaran partai dimaksudkan agar partai terikat secara organik dengan masyarakat, khususnya dengan konstituennya. Dengan ini partai dapat secara kontinyu menjalankan fungsi-fungsinya yang terhubung secara 17 “Modul-Modul Partai Politik”, Pascasarjana Program Studi Ilmu Politik, Konsentrasi Politik Lokal dan Otonomi Daerah, Universitas Gadjah Mada, 2006. Naskah belum dipublikasikan. 18 Modul-Modul Partai Politik”, ibid. 27 langsung dengan masyarakat, seperti pendidikan politik, sosialisasi dan komunikasi politik dan juga agregasi kepentingan yang lebih luas. Selanjutnya pelembagaan kepartaian bisa juga dilakukan dengan menata aturan dan regulasi (rule and regulation) dalam partai. Pengertiannya adalah penguatan partai dengan menciptakan kejelasan struktur dan aturan kelembagaan dalam berbagai aktivitas partai baik di pemerintahan, internal organisasi, maupun akar rumput. Dengan adanya aturan main yang jelas dan disepakati oleh sebagian besar anggota, akan dapat dicegah upaya untuk manipulasi oleh individu atau kelompok tertentu bagi kepentingan-kepentingan jangka pendek yang merusak partai. Selanjutnya dalam perbaikan terhadap struktur dan aturan, dapat dilekatkan berbagai nilai demokrasi dalam pengelolaan partai. Pelembagaan partai politik juga dilakukan dengan menguatkan daya saing partai yakni yang berkaitan dengan kapasitas atau tingkat kompetensi partai untuk berkompetisi dengan partai politik lain dalam arena pemilu maupun kebijakan publik. Daya saing yang tinggi dari partai ditunjukkan oleh kapasitasnya dalam mewarnai kehidupan politik yang didasari pada program dan ideologi partai sebagai arah perjuangan partai. Secara teoretik, daya saing partai berarti kapasitasnya untuk memperjuangkan program-program yang telah mereka susun. Partai yang demikian seringkali dianggap memiliki identitas partai programatik (Kitschelt, 1995: 449). Secara keseluruhan maka tingkat institutionalisasi partai dapat dilihat dari seberapa partai memperkuat dirinya dalam hal pengakaran, penguatan legitimasi, pembuatan aturan main, dan peningkatan daya saing. 28 c. Strategi Pendanaan Partai politik dibentuk dengan pendanaan dari kontribusi beberapa pihak, antara lain anggota partai dan individu yang lain, organisasi yang memiliki ide-ide politik yang sama atau yang berusaha untuk memperoleh manfaat dari kegiatan mereka atau pendanaan publik pemerintah.19 Partai politik, khususnya di dalam pemerintahan dilobi oleh berbagai organisasi, bisnis, dan kelompok kepentingan seperti serikat dagang. Uang maupun hadiah kepada suatu partai, atau anggotanya yang terkemuka, bisa diberikan sebagai insentif. Donasi semacam itu merupakan sumber umum pendanaan bagi kader-kader partai. Selain itu, pada banyak negara demokrasi, subsidi diberikan untuk kegiatan partai, baik secara umum maupun untuk tujuan kampanye. Subsidi ini termasuk dalam pendanaan publik (public financing) dan bagi partai politik serta kandidat (terutama selama masa kampanye dan setelah itu) semakin umum terjadi. Setidaknya, ada dua kategori luas pendanaan partai, yaitu secara langsung melalui transfer uang kepada suatu partai, dan secara tidak langsung melalui biaya iklan di media. Beberapa negara menyediakan pendanaan langsung maupun tidak langsung kepada partai-partai politik. Pendanaan ini boleh jadi sama untuk semua partai atau tergantung pada hasil dari kampanye sebelumnya atau jumlah kandidat yang berpartisipasi dalam Pemilu. Seringkali partai politik mengandalkan pada gabungan pendanaan swasta dan publik. Selain itu, pendanaan dapat pula disediakan oleh bantuan asing. Para donor internasional menyediakan pembiayaan bagi partai-partai politik di negara-negara 19 Heard, Alexander, „Political financing‟. Dalam Sills, D.I. (ed.) International Emcyclopedia of the Social Sciences, vol. 12. New York, NY: Free Press - Macmillan, 1968, pp. 235–241. 29 berkembang sebagai sarana untuk mempromosikan demokrasi dan tata-kelola pemerintahan yang baik (good governance).20 Dukungan dapat berupa uang semua atau sering disediakan sebagai kegiatan pengembangan kapasitas, seperti program pengembangan manifesto partai, konstitusi partai, dan keterampilan kampanye. Biasanya, tujuan umum dukungan internasional atas suatu partai politik adalah untuk mengembangkan hubungan di antara partai-partai politik yang terhubung secara ideologis satu sama lain. Bantuan ini dapat dianggap mendukung langsung tujuan politik dari partai politik yang bersangkutan. Donor yang lain memberikan bantuan secara lebih netral, di mana negara-negara donor memberikan bantuan di negara-negara yang bisa diakses oleh semua partai politik untuk mencapai tujuan-tujuan bervariasi yang ditetapkan oleh penerima. Di Indonesia, keuangan partai politik bersumber dari: (a) iuran anggota; (b) sumbangan yang sah menurut hukum yang dapat berupa uang, barang dan atau jasa; dan (c) bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/ Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Bantuan ini diberikan proporsional kepada partai politik yang mendapat kursi di Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota yang penghitungannya berdasarkan jumlah perolehan suara. Bantuan ini diprioritaskan untuk melaksanakan pendidikan politik bagi anggota partai politik dan masyarakat. Pendidikan politik ini berkaitan dengan kegiatan: (a) pendalaman empat pilar berbangsa dan bernegara yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia; (b) pemahaman 20 Foresti and Wild 2010. Support to political parties: a missing piece of the governance puzzle. London: Overseas Development Institute 30 hak dan kewajiban warga negara Indonesia dalam membangun etika dan budaya politik; dan (c) pengkaderan bagi anggota partai politik secara berjenjang dan berkelanjutan. Selain itu, partai politik dapat menerima sumbangan yang sah menurut hukum dari (a) perseorangan anggota partai politik yang pelaksanaannya diatur dalam AD dan ART; (b) perseorangan bukan anggota partai politik, paling banyak senilai Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) per orang dalam waktu 1 (satu) tahun anggaran; dan (c) perusahaan dan/atau badan usaha, paling banyak senilai Rp 7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah) per perusahaan dan/atau badan usaha dalam waktu 1 (satu) tahun anggaran. Sumbangan ini didasarkan pada prinsip kejujuran, sukarela, keadilan, terbuka, tanggung jawab, kedaulatan dan kemandirian partai politik. F. Kerangka Pemikiran Partai politik didirikan untuk memperjuangkan kekuasaan agar kekuatan politik ini dapat menguasai proses pembuatan kebijakan, khususnya di lembaga legislatif maupun eksekutif. Dalam memenangkan kekuasaan, partai politik harus dapat menjadi salah satu peserta pemilu untuk berkontestasi dengan partai-partai politik yang lain. Karena itu, para petinggi partai harus mampu merumuskan dan melaksanakan strategi pemenangan untuk memobilisasi dukungan publik yang luas dalam pemilu. Di antara strategi yang dapat diterapkan partai politik adalah pencitraan media, pengembangan infrastruktur partai, dan pendanaan. Dengan strategi ini, diharapkan partai politik mampu mendulang suara dalam jumlah besar seperti yang ditargetkan dan meraih kemenangan signifikan dalam pemilu. 31 Pendirian Partai Strategi Pencitraan Media Perjuangan Partai Menuju Kekuasan Strategi Pengembangan Infrastruktur/Pengakaran Partai (Rooting Party) Visi Gerakan Perubahan Kemenangan dalam Pemilu Hierarki Organisasi Partai Strategi Pendanaan Konstelasi Partai Lain Ketersediaan Dana Faktor Penghambat Gambar 1.1 Kerangka Pikir Penelitian G. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor, metode penelitian deskriptif kualitatif merupakan suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.21 Penelitian ini dirancang untuk menganalisis strategi pemenangan Partai Nasdem dalam Pemilu 2014 dan faktorfaktor yang mempengaruhi perolehan suara. 21 Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosda Karya, Bandung, 2001. 32 2. Definisi Konseptual dan Operasional Untuk membatasi ruang lingkup interpretasi konsep utama yang digunakan dalam penelitian ini, definisi konseptual dan operasional yang digunakan dalam penelitian ini dapat disajikan sebagai berikut. a. Partai politik adalah organisasi politik yang memiliki cita-cita, tujuan, dan orientasi politik yang sama untuk berjuang melalui Pemilu guna mencapai kekuasaan, menguasai sumber daya dan mengendalikan serta mengontrol proses pemerintahan sebagai basis dalam melaksanakan program-program yang telah ditetapkan. Dalam penelitian ini, partai politik dapat dilihat dari beberapa aspek, antara lain: pendirian partai, fungsi partai, visi-misi partai, infrastruktur organisasi partai, tujuan berkuasa partai, dan dukungan publik yang diupayakan oleh partai melalui Pemilu. b. Pemilu adalah arena pertarungan politik di antara partai sebagai ajang perebutan kekuasaan yang sah dalam proses demokrasi agar mereka dapat memiliki kontrol atas proses pemerintahan. Sejak awal setiap partai politik dirancang untuk menghadapi Pemilu dan menjadi pemenang di dalamnya. Dalam penelitian ini, kajian hanya difokuskan pada Pemilu legislatif, yaitu ajang pertarungan politik di antara partai-partai untuk mendapatkan kursi di lembaga perwakilan rakyat, baik di tingkat pusat, provinsi maupun kota/ kabupaten, sebagai representasi suara rakyat. Dalam penelitian ini, Pemilu dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu sebagai mekanisme untuk menyeleksi para pemimpin pemerintahan dan alternatif kebijakan umum; mekanisme 33 untuk memindahkan konflik kepentingan dari masyarakat ke badan-badan perwakilan rakyat melalui wakil-wakil yang telah terpilih atau partai yang memenangkan kursi sehingga integrasi atau kesatuan masyarakat terjamin; dan sarana untuk memobilisasi, menggerakkan atau menggalang dukungan rakyat terhadap proses politik. c. Strategi pemenangan partai adalah strategi yang digunakan oleh partai agar meraih kemenangan dalam Pemilu legislatif. Dalam penelitian ini, upaya pemenangan partai dalam Pemilu 2014 dapat dilihat dari tiga strategi yaitu: 1) Strategi pencitraan media, yaitu strategi membangun citra positif dari partai menggunakan media massa. Dalam penelitian ini, media yang ditekankan adalah media televisi, khususnya yang berada di bawah penguasaan para politisi yang memperjuangkan partai politiknya dapat menang pada Pemilu 2014, sedangkan pencitraan diarahkan pada segi pencitraan untuk meningkatkan popularitas, meyakinkan pemilih yang bingung, menjelaskan visi dan misi, serta menjaga citra partai politik. 2) Strategi pengembangan infrastruktur partai, yaitu strategi membangun partai dengan struktur kepengurusan yang hierarkis dan kokoh. Dalam penelitian ini, infrastruktur partai dilihat dari struktur kepengurusan partai dari tingkat pusat, provinsi sampai kota/kabupaten, bahkan ke tingkat kecamatan, yang dibentuk sesuai dengan AD/ART parti. 3) Strategi pendanaan, yaitu strategi yang digunakan oleh partai politik dalam mendanai berbagai program dan kegiatan politik dalam rangka memenangkan Pemilu 2014. Dalam penelitian ini, fokus diberikan 34 pada strategi pendanaan yang dirancang dari lingkup internal partai, atau bahkan dari partai sendiri yang diberikan kepada kandidat agar mereka dapat meraih banyak dukungan pada Pemilu 2014. 3. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh melalui wawancara langsung dengan informan yang dipilih yang memahami tentang strategi pemenangan Partai Nasdem pada Pemilu 2014 dan faktor-faktor yang mempengaruhi perolehan suara. Data dikumpulkan dari kalangan fungsionaris Partai Nasdem, baik tingkat pusat maupun daerah, khususnya Daerah Pemilihan (Dapil) DI Yogyakarta. Pemilihan informan kunci ini disesuaikan dengan kebutuhan data yang diperlukan untuk menganalisis strategi pemenangan Partai Nasdem pada Pemilu 2014 dan faktorfaktor yang mempengaruhi perolehan suaranya. Sementara itu, data sekunder adalah data yang diperoleh dari arsip dokumentasi yang relevan dengan masalah penelitian, baik di lingkungan Partai Nasdem tingkat pusat maupun daerah, dalam kasus ini di Dapil DI Yogyakarta. Data penelitian ini dikumpulkan menggunakan teknik sebagai berikut. a. Wawancara Dalam penelitian ini,wawancara dilakukan untuk menggali data-data dari beberapa informan kunci secara mendalam. Peneliti memakai teknik wawancara mendalam (in-depth interview) dengan mengajukan secara langsung pertanyaan semi-terstruktur yang dipersiapkan sebelumnya sebagai pedoman umum untuk mengumpulkan data yang relevan dengan topik penelitian. Informan kunci di sini 35 ditentukan dengan teknik snowball effect, yaitu menanyakan informasi kepada orang-orang penting yang memahami topik penelitian dan kemudian menanyakan tentang orang penting lain yang juga memiliki pemahaman yang baik mengenai topik penelitian ini untuk diwawancarai. b. Dokumentasi Dengan teknik dokumentasi, peneliti mengumpulkan data yang relevan melalui bahan tertulis seperti buku, dokumen, laporan,koran, data Internet, dan sebagainya. Dokumen diperoleh dari sumber yang terkait dengan topik penelitian di lingkungan Partai Nasdem tingkat pusat maupun daerah, dalam kasus ini Dapil DIY. Untuk memperkaya data, penulis juga menggunakan dokumen dari internet maupun laporan penelitian terdahulu yang juga relevan dengan pertanyaan pokok penelitian. Teknik ini memperlakukan teks atau wacana sebagai sumber informasi otentik dan mampu menerangkan kejadian masa lalu serta memberikan pengaruh munculnya kejadian masa kini. Data ini digunakan sebagai pendukung maupun pelengkap untuk memperkaya data. Dalam meningkatkan validitas data, dalam pengumpulan data, peneliti menerapkan teknik triangulasi, yaitu teknik pengumpulan data untuk memeriksa dan menguji validitas data dengan menggabungkan berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang ada (Sugiyono, 2009). Dalam penelitian ini, teknik triangulasi diterapkan dengan teknik-teknik pengumpulan data yang berbeda dari sumber yang sama,yaitu: wawancara mendalam dan dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak. Pendekatan lebih dari satu lebih baik daripada 36 satu pendekatan dalam pengumpulan data, sehingga memungkinkan diperolehnya validitas data yang diperoleh dari sumber yang sama di lapangan. 4. Analisis data Data yang telah terkumpul dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif kualitatif dengan menelaah data yang diperoleh melalui tiga tahap, yaitu reduksi data, penyajian data, dan pengambila kesimpulan. a. Reduksi data. Data hasil wawancara mendalam terhadap informan disaring sesuai dengan kebutuhan dan dianalisis untuk menjelaskan kecenderungan yang mengandung pola pemikiran tertentu, sehingga ditemukan jawaban tentang strategi pemenangan Partai Nasdem pada Pemilu 2014 dan faktorfaktor yang mempengaruhi perolehan suaranya. b. Data yang telah direduksi disajikan dalam bentuk naratif, hubungan antar kategori, dan pola-pola hubungan tertentu untuk memudahkan memahami temuan penelitian ini. c. Data-data yang telah diketahui sistematikanya kemudian disimpulkan agar diperoleh jawaban atas rumusan masalah yang dikemukakan terdahulu dan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam penelitian ini. 4. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan pembacaan atas hasil penelitian ini, maka penyajian akan dilakukan dengan sistematika penulisan sebagai berikut. 37 BabI : Pendahuluan. Bab ini memuat pendahuluan, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pikir penelitian, dan metode penelitian, serta sistematika penulisan. Bab II: Bab ini membahas awal pendirian Partai Nasdem, meliputi tahapan pendirian Partai Nasdem, kepengurusan Partai Nasdem, dan visi dan misi Restorasi Indonesia dari Partai Nasdem. Serta figur Surya Paloh yang berperan penting sebagai pendiri partai dan mampu mengajak figurfiguut berr lainnya yang turut berpartisipasi dalam membangun dan mengembangkan Pari Nasdem. Bab III: Hasil perolehan suara Partai Nasdem yang relatif tinggi pada Pemilu 2014. Perolehan suara Partai Nasdem mampu mengungguli Partai lama seperti Hanura dan PPP. Bab IV: Strategi Pendirian Partai Nasdem Menjelang Pemilu 2014. Bab ini akan menganalisis strategi pendirian Partai Nasdem ditinjau dari tiga aspek: (1) strategi pencitraan media sebagai gerakan perubahan, (2) strategi pengembangan infrastruktur partai; (3) strategi pendanaan pada Pemilu 2014, yang memberi kontribusi pada pencapaian jumlah perolehan suara melebihi ambang batas minimal yang ditetapkan oleh KPU. Bab V: Penutup, yang berisi kesimpulan dan implikasi penelitian. 38