Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) adalah unsur/komponen sistem pengelolaan air limbah rumah tangga yang dibangun di daerah perkotaan dan berfungsi mengolah lumpur tinja (faecal sludge) yang berasal dari tangki septik (septic tank). IPLT merupakan bagian dari unsur/komponen sistem setempat (on site) atau sistem terdesentralisasi (decentralized system) yang dikembangkan untuk menggantikan pendekatan sistem konvensional dan/atau sistem terpusat (centralized system) yang dinilai kurang berhasil mengatasi masalah pencemaran air di daerah perkotaan (Bakir 2001, Koottatep et al. 2003, Parkinson dan Tayler 2003). Pengolahan lumpur tinja di IPLT tersebut merupakan pengolahan lanjutan karena lumpur tinja yang telah diolah di tangki septik, belum layak dibuang ke media lingkungan. Dampak pembuangan lumpur tinja yang tidak higienis terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat telah dikemukakan oleh Strauss (1991), Shaban (1999), Keraita et al. (2003), Tyrrel and Quinton (2003). Oleh karena itu, pengolahan lumpur tinja di IPLT ditujukan untuk memastikan bahwa lumpur tinja yang dibuang lebih higienis sehingga tidak mencemari lingkungan. Namun, pengelolaan lumpur tinja tersebut belum mendapat perhatian yang memadai di dalam pengembangan sistem pengelolaan air limbah rumah tangga (Ingallinella et al. 2002) sehingga meningkatkan risiko pencemaran air minum dan membahayakan kesehatan masyarakat. Hal tersebut berakibat pada keberhasilan pembangunan Sanitasi Global pada abad 19 maupun abad 20 yang relatip belum berubah yaitu sekitar 50 %. Hal itu berarti bahwa sebanyak 2 (dua) milyar penduduk dunia, dinilai masih belum aman terhadap penyakit yang ditularkan melalui media air. Indikasinya adalah bahwa jumlah kasus kematian anak yang diakibatkan oleh diarhe masih sekitar 6000 anak per hari. Di negaranegara berkembang, sekitar 90 anak per 15 menit atau sekitar 6 (enam) anak per detik meninggal dunia akibat pelayanan air yang buruk dan sanitasi yang tidak memadai (IMF dan Bank Dunia 2003). Bahkan di China, India dan Indonesia angka kematian balita mencapai dua kali angka tersebut (WEHAB 2002). 2 Keadaan tersebut mendorong masyarakat dunia dalam menempatkan aspek sanitasi dan kesehatan sebagai unsur kunci untuk menilai keberhasilan pembangunan lingkungan global yang dikenal dengan MDGs-2015 atau the Millenium Development Goals 2015” (Mehta, Andreas 2004). Untuk mencapai MDGs-2015 tersebut, aspek sanitasi dan kesehatan diintegrasikan kedalam strategi pengelolaan sumberdaya air terpadu atau ”Integrated Water Resources Management Strategy (Lenton, Wreight 2004). EkoSanita-IPLT merupakan pengembangan konsep sistem pengelolaan air limbah rumah tangga berbasis IPLT. EkoSanita-IPLT memasukkan aspek pemanfaatan hasil pengolahan lumpur tinja ke dalam model sistem pengelolaan air limbah rumah tangga. Pengembangan konsep sistem tersebut mempertimbangkan kotoran manusia sebagai sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi maupun lingkungan dan menempatkan sumber air bukan sebagai tempat buangan atau media pembuangan limbah maupun sampah, namun sebagai sumberdaya yang harus dipelihara daya dukung dan daya tampungnya. Pelestarian fungsi lingkungan perkotaan adalah upaya untuk mempertahankan daya tampung dan daya dukung lingkungan di daerah perkotaan. Upaya tersebut perlu lebih ditingkatkan intensitasnya karena pelayanan umum sanitasi, khususnya pengelolaan air limbah rumah tangga, masih rendah sehingga pencemaran air di daerah perkotaan semakin meningkat. Tinja dan urine adalah salah satu faktor yang menentukan derajat keberhasilan pengelolaan air limbah dan sanitasi lingkungan (Sasimartoyo 2002). Kualitas dan kuantitas pelayanan sanitasi melalui pengelolaan air limbah rumah tangga di Indonesia, tidak meningkat secara berarti semenjak tahun 1980 sehingga tidak dapat mengejar kebutuhan yang selalu meningkat akibat laju pertambahan penduduk. Sampai dengan tahun 1993, secara nasional hanya 52% keluarga yang mempunyai akses terhadap fasilitas sanitasi yang telah diperbaiki (improved sanitation). Sebesar 78% di antaranya terdapat di daerah perkotaan dan 39% di daerah perdesaan (DepKes 2001). Pada tahun 2003, akses penduduk terhadap fasilitas sanitasi menurun menjadi 51.32%. Pelayanan di daerah perkotaan menurun dari 78% menjadi 67.6% sedangkan di perdesaan menurun 3 dari 39% menjadi 37.85%. Sementara itu, 97.84% pelayanan sanitasi masih menggunakan fasilitas sanitasi setempat (on-site). (Kimpraswil 2003). Air limbah rumah tangga adalah sumber utama pencemaran badan air di daerah perkotaan dan 76.2% beban organik di sungai pada daerah perkotaan berasal dari sumber ini. Limbah cair rumah tangga (domestik) juga mencemari sumber air minum yang berasal dari air tanah dangkal. Suatu survey sumur dangkal di Jakarta menunjukkan bahwa 84% sampel air tanah telah tercemar oleh tinja. Hal ini ditunjukkan oleh tingginya faecal coliform pada sampel tersebut. Faecal coliform adalah indikator yang lazim digunakan untuk mengukur pencemaran tinja (KMNLH 1997). Selain itu, survey air minum yang dilakukan di 16 propinsi di Indonesia menunjukkan bahwa 32.24% sampel air minum dari perpipaan dan 54.16% sampel air minum sistem non perpipaan belum memenuhi persyaratan bakteriologis (DepKes 2001). Pencemaran air telah berdampak negatif terhadap kesehatan manusia terutama meningkatnya penyakit dia re. Penyakit ini menyebabkan malnutrisi sehingga menurunkan daya tahan tubuh dan meningkatkan kematian, terutama kematian ibu dan anak balita (EcoSanRes 2002). Telaah empiris menunjukkan bahwa penurunan fasilitas pelayanan sanitasi setempat (on-site) sebesar 10% dapat meningkatkan kasus kematian balita sebesar 20 kasus per 1000 kelahiran (Nomura 1997). Sebaliknya, peningkatan 10% dari upaya pelayanan sanitasi dapat menurunkan kasus penyakit diare sebesar 6.37 kasus per 1000 pendud uk dan menurunkan kasus kematian bayi sebesar 17.9 kasus per 1000 kelahiran. Sementara itu, peningkatan pelayanan air bersih sebesar 10% dapat menurunkan kasus kematian bayi sebesar 18.7 kasus per 1000 kelahiran (Kimpraswil 2003). Pencemaran air, selain berdampak pada kesehatan juga berdampak pada peningkatan biaya pengolahan air baku untuk keperluan air minum. Bahkan seringkali terjadi bahwa sumber air baku setempat sudah terlalu tercemar untuk diolah menjadi air minum sehingga air baku harus didatangkan dari daerah lain yang lebih jauh sehingga menambah biaya penyediaan air minum. Suatu telaahan empiris menunjukkan pula bahwa biaya produksi air minum meningkat sebesar Rp 10.- untuk setiap 1 mg/liter KOB (Kebutuhan Organik Biologi). KOB adalah indikator pencemaran yang biasa digunakan untuk mengukur pencemaran air oleh 4 limbah rumah tangga. Apabila KOB rata-rata air baku adalah sebesar 30 mg/liter, maka biaya produksi air minum meningkat sebesar Rp 300.- per m3 air yang diproduksi atau sekitar 30% dari tarif rata-rata air minum (Kimpraswil 2003). Sampai saat ini, belum banyak diketahui tentang pola pelestarian fungsi lingkungan hidup berbasis pengelolaan air limbah rumah tangga yang sesuai untuk kota kecil dan kota sedang, yang selain dapat meningkatkan kualitas lingkungan fisik, juga dapat mendukung kehidupan sosial ekonomi masyarakat secara berkelanjutan. Pembangunan “Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT)” merupakan salah satu upaya pelestarian fungsi lingkungan perkotaan, khususnya yang berhubungan dengan pencemaran tinja. Dengan menggunakan pendekatan standar modular, dari sejak Pembangunan Lima Tahun Ketiga (Pelita-III) telah dibangun sekitar 2 700 (dua ribu tujuh ratus) unit IPLT, tetapi sebagian besar belum berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Bahkan, banyak di antaranya tidak berfungsi atau tidak dapat dioperasikan sama sekali seperti yang terjadi di kota Majalaya. Kota Majalaya terletak di Kabupaten Bandung dan juga di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Hulu. Di kota ini terdapat 2 (dua) unit Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) yang tidak dioperasikan yaitu IPLT Cibeet dan IPLT Babakan (Puskim 2004). Keadaan tersebut dapat menurunkan kinerja tangki septik yang fungsi utamanya adalah mematikan bakteri penyakit dan virus yang terdapat di dalam kotoran manusia. Lingkungan yang menerima hasil olahan air limbah yang tidak memadai, merupakan habitat yang baik bagi tumbuh dan berkembangnya bakteri patogen. Dampak lanjutannya adalah timbulnya berbagai jenis wabah penyakit seperti tipes, kolera, disentri, diare dan penyakit lainnya yang ditularkan oleh lalat melalui media air, media tanah, sampah, air minum dan makanan (Schoning dan Stenstron 2004, Austin 2001). Di DAS Citarum terdapat 3 (tiga) waduk serbaguna yaitu waduk Saguling, Cirata dan Jatiluhur yang telah tercemar limbah rumah tangga dan limbah industri. Sekitar 80% bahan cemaran organik yang mencemari ketiga waduk di DAS Citarum, berasal dari Citarum Hulu. Waduk Saguling menerima sekitar 51% beban limbah organik yang berasal dari kegiatan penduduk perkotaan dan sisanya sebesar 49% berasal dari pencemaran Industri (PLN 1998). 5 Kasus tidak beroperasinya IPLT kota Majalaya dapat menurunkan akses penduduk ke fasilitas sanitasi yang diperbaiki (improved sanitation) dan menimbulkan pencemaran tinja. Penanganan yang telah dilakukan yaitu melalui kampanye publik tentang fungsi dan manfaat IPLT serta pemberian bantuan subsidi biaya operasi, belum berhasil memfungsikan IPLT secara berkelanjutan. Hal tersebut memb uktikan bahwa pendekatan teknis operasional dan pendekatan dari atas (top down) belum mampu mengatasi masalah yang dihadapi sehingga memberi indikasi bahwa terdapat faktor penyebab lain yang belum tergali. Hal tersebut juga mengindikasikan bahwa masalah yang dihadapi merupakan masalah kompleks karena variabel- variabel yang mempengaruhinya tidak hanya faktor teknis teknologis, tetapi juga faktor kelembagaan, ekonomi, sosial dan bahkan kemungkinan juga faktor budaya. Faktor- faktor tersebut saling terkait sehingga harus diselesaikan secara holistik melalui pendekatan sistem. Untuk menyelesaikan masalah yang kompleks tersebut diperlukan suatu model pelestarian fungsi lingkungan perkotaan yang sesuai bila ditinjau dari aspek teknis pengelolaan lumpur tinja dan aspek-aspek lainnya yang berkaitan seperti aspek ekonomi, sosial dan budaya masyarakat, serta aspek kelembagaan pemerintah maupun masyarakat. Pada penelitian ini akan ditunjukkan bahwa model yang dikembangkan berdasarkan pendekatan sistem dapat digunakan senbagai perangkat pengambilan keputusan atau perangkat kebijakan. Model pelestarian fungsi lingkungan perkotaan (PFLH) dapat digunakan sebagai perangkat untuk melakukan evaluasi kinerja pengelolaan lingkungan, sedangkan model Ekosanita-IPLT untuk merumuskan kebijakan dan strategi penanganan berbagai masalah pengelolaan air limbah rumah tangga pada umumnya dan khususnya pengelolaan lumpur tinja. Penjabaran hasil rumusan kebijakan dan strategi ke dalam tindakan operasional, diharapkan mampu meningkatkan kinerja pengelolaan air limbah rumah tangga maupun kinerja pengelolaan lumpur tinja. Peningkatan kinerja secara terus menerus, diharapkan dapat mengantisipasi timbulnya pencemaran tinja terhadap sumber air minum penduduk yang berasal dari air sumur sehingga dan peningkatan kasus penyakit yang mengganggu kesehatan masyarakat dapat dicegah. 6 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini ditujukan untuk menghasilkan “model pengelolaan air limbah rumah tangga berbasis IPLT berkelanjutan (Ekosanita-IPLT)” yang dapat digunakan sebagai sarana atau perangkat untuk (i) menilai kinerja pengelolaan lingkungan perkotaan, dan (ii) merumuskan kebijakan dan strategi pengelolaan air limbah rumah tangga yang berkelanjutan. Hasil rumusan kebijakan dan strategi tersebut dapat dijabarkan ke dalam tindakan operasional yang mampu mendorong peningkatan intensitas pelestarian fungsi lingkungan hidup di daerah perkotaan. Secara khusus, penelitian ini ditujukan untuk: a. Mengetahui kondisi eksisting pelestarian fungsi lingkungan hidup di daerah perkotaan untuk acuan penilaian kinerja pengelolaan lingkungan b. Mengetahui kondisi eksisting sistem pengelolaan air limbah daerah perkotaan untuk acuan identifikasi kebutuhan perbaikan sistem c. Membangun model sistem pengelolaan air limbah rumah tangga yang berkelanjutan yang disebut model PFLH dan EkoSanita-IPLT d. Membandingkan kondisi eksisting pengelolaan air limbah perkotaan dengan model PFLH maupun model Ekosanita-IPLT e. Melakukan simulasi model PFLH dan EkoSanita IPLT untuk me rumuskan rekomendasi kebijakan dan strategi serta tindakan perbaikan sistem pengelolaan air limbah kota Majalaya. 1.3 Kerangka Pemikiran Penelitian Kualitas lingkungan permukiman perkotaan, pada dasarnya ditentukan oleh 3 (tiga) aspek, yaitu (i) penduduk yang tinggal di kawasan tersebut, (ii) ketersediaan sumberdaya lahan, dan (iii) ketersediaan sumberdaya air. Pemanfaatan sumberdaya lingkungan perkotaan diakibatkan adanya kebutuhan terhadap tempat tinggal dan pasokan air bersih. Hunian yang sehat, selain memerlukan pekarangan yang relatif luas, perlu pula didukung oleh konstruksi bangunan yang kokoh, difasilitasi oleh utilitas penerangan listrik dan prasarana dan sarana air bersih serta sanitasi yang memadai. Penyediaan prasarana dan sarana lingkungan permukiman perkotaan perlu direncanakan secara baik, karena terkait dengan penyediaan lahan, bangkitan sampah, peningkatan konsumsi 7 air bersih dan bangkitan limbah domestik dan non domestik serta bangkitan lumpur tinja yang berasal dari pengoperasian fasilitas sistem sanitasi setempat (on-site system). (Gambar 1) Kawasan Permukiman Perkotaan (Kota Sedang dan Kota kecil) Penduduk Ketersediaan Lahan Bangkitan Limbah Padat dan Tindakan Pengelolaannya Daya Dukung Sumber Daya Lahan Penyediaan dan Utilisasi Prasarana dan Sarana Beban Cemaran terhadap tanah yang Diijinkan Perencanaan Penyediaan Prasarana dan Sarana yang Ramah Lingkungan Kondisi yang terjadi dalam praktek Peningkatan Kebutuhan Air Bersih dan Bangkitan Limbah Cair Kondisi yang diharapkan (Ideal) Kesenjangan Kualitas Lingkungan Rumusan Kebijakan & Strategi Kehidupan Sosial Ekonomi Penduduk Ketersediaan Air Daya Dukung Sumber Daya Air Daya Tampung Sumber Daya Air Peningkatan Kebutuhan Lahan dan Kepadatan Lahan yang Diijinkan Tindakan Pengendalan Konsumsi Air Rumah Tangga Tindakan Pengelolaan Limbah Rumah Tangga Ruang Lingkup Penelitian ini Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Peningkatan kebutuhan lahan, peningkatan bangkitan sampah dan limbah harus dikendalikan agar tidak menimbulkan degradasi terhadap sumber daya lingkungan yang ada di daerah perkotaan. Berbagai tind akan pengelolaan lingkungan perkotaan harus direncanakan dan dilaksanakan secara baik agar daya dukung dan daya tampung lingkungan dapat terpelihara kelangsungannya. Adanya 8 kesenjangan antara kebutuhan penduduk untuk meningkatkan kualitas kehidupan dan penghidupannya dengan ketersediaan sumberdaya lingkungan yang ada di daerah perkotaan tertentu, merupakan acuan untuk merumuskan tindakan yang diperlukan. Namun, kepadatan rumah dan pengambilan air tanah serta beban cemaran harus dijaga pada tingkat yang masih dapat diterima oleh lingkungan di sekitarnya. Suatu model pengelolaan air limbah rumah tangga yang berkelanjutan (Ekosanita-IPLT) dikembangkan untuk memberi gambaran kondisi yang diharapkan yaitu dengan memberikan akses penduduk ke pelayanan sanitasi yang baik. Model tersebut digunakan untuk sarana (perangkat) evaluasi kinerja pengelolaan lingkungan dan perumusan kebijakan serta strategi dalam rangka mendorong upaya peningkatan pelayanan sanitasi secara komprehensif dan berkelanjutan. Akhirnya, alternatif pemecahan masalah yang dihasilkan digunakan sebagai acuan dalam merumuskan rekomendasi perbaikan kinerja pengelolaan lumpur tinja dan peningkatan intensitas pelestarian fungsi lingkungan hidup di daerah perkotaan. Tindakan perbaikan kinerja tersebut dila ksanakan secara bertahap berdasarkan skala prioritas sesuai dengan ketersediaan sumber daya yang dapat dialokasikan. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk: a) Menyediakan masukan ilmiah dalam merumuskan kebijakan dan strategi pengelolaan lumpur tinja secara berkelanjutan. b) Menyediakan masukan ilmiah dalam pengelolaan sumber daya air limbah untuk mengatasi pencemaran lingkungan dan perbaikan kerusakan lingkungan akibat air limbah serta mengurangi krisis sumber daya air. 1.5 Novelty (kebaruan) Penelitian Hal-hal baru yang membedakan penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya (novelty) adalah sebagai berikut: a. Pengembangan alat (sarana) untuk mengukur keberhasilan pengelolaan lingkungan perkotaan yang mempertimbangkan ketersediaan dan utilisasi prasarana dan sarana kesehatan, pendidikan, perumahan, air minum dan sanitasi serta keadaan ekonomi masyarakat. 9 Pengembangan perangkat yang menggunakan data yang telah tersedia serta dipublikasikan oleh Biro Pusat Statistik di tingkat kabupaten merupakan salah satu kebaruan (novelty) dari penelitian ini. b. Kompleksitas masalah yang diselesaikan melalui pendekatan komprehensif dengan menggunakan skala indeks dan penggunaan data yang sudah biasa tersedia dan dipublikasikan di tingkat kabupaten serta kesederhanaan proses perhitungan merupakan unggulan penelitian ini. c. Pengembangan model sistem dinamis tentang pengelolaan air limbah rumah tangga (domestik) yang mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi, budaya serta lingkungan kota sedang dan kecil untuk sarana (alat) bantu dalam merumuskan kebijakan dan strategi perbaikan sistem sanitasi kota sedang dan kecil, merupakan kebaruan (novelty) berikutnya dari penelitian ini. d. Kompleksitas masalah pengelolaan air limbah rumah tangga termasuk pengelolaan lumpur tinja yang diselesaikan dengan menggunakan pendekatan sistem dinamis dan memperhitungkan umpan balik dari setiap perubahan alternatif kebijakan adalah hal baru di bidang sanitasi Penggunaan variabel keputusan yang memperhitungkan peningkatan akses penduduk ke fasilitas sanitasi yang diperbaiki (improved) dan berasal dari sumber endogen (sebagian laba dari penerimaan tarif jasa pelayanan sanitasi secara terjadwal) merupakan keunggulan penelitian ini. 1.6 Batasan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli 2005 sampai dengan Februari 2006 dengan batasan-batasan sebagai berikut: a. Aspek sanitasi yang dikaji terbatas pada air limbah rumah tangga (domestik). b. Kajian pengelolaan air limbah di batasi pada limbah rumah tangga yang berasal dari daerah perkotaan, khususnya kota sedang dan kecil. c. Kajian pelestarian fungsi lingkungan hidup dibatasi pada kecamatan kota yang terletak di kabupaten Bandung. d. Pemodelan dengan menggunakan Sistem Dinamis dibatasi pada sistem pengelolaan Lumpur Tinja (pewadahan, pengangkutan, dan pengolahannya di IPLT).