BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak dapat berkembang lagi, tetapi justru terjadi penurunan fungsi tubuh karena proses penuaan (aging). Proses penuaan ditandai dengan menurunnya sampai terhentinya fungsi berbagai organ dan produksi hormon tubuh. Hal ini menyebabkan kemunduran fungsi organ tubuh dalam mempertahankan homeostasis, sehingga terjadi banyak perubahan yaitu perubahan komposisi tubuh (rasio lemak/air meningkat), perubahan tinggi badan, masalah berat badan, penurunan fisiologi tubuh, penurunan daya ingat, pendengaran, penglihatan dan berbagai kemunduran fungsi biologis lainnya. Sewaktu muda hormon tubuh bekerja mengatur fungsi- fungsi organ tubuh termasuk respon terhadap panas, dingin, dan aktivitas seksual. Jika produksi hormon menurun, kemampuan tubuh untuk memperbaiki diri menjadi berkurang. Penuaan juga disebabkan oleh karena terjadinya inflamasi kronis dalam tubuh. Inflamasi dikaitkan dengan banyak hal yang berhubungan dengan penuaan seperti kulit keriput, arthritis, penyakit jantung, penyakit Alzheimer dan kanker. Inflamasi disebabkan oleh reaksi imun pada tingkat seluler dimana proses ini menyebabkan meningkatnya sitokin – sitokin pro inflamasi antara lain TNF-α , IL-6, dan lain- lain serta meningkatnya radikal bebas sehingga terjadi perusakan sel-sel normal. Inflamasi dapat ditimbulkan oleh karena infeksi, alergi dan faktor gaya hidup seperti merokok, 1 konsumsi makanan lemak jenuh, kurangnya istirahat, dan paparan sinar matahari (Stibitch, 2006). Dislipidemia adalah suatu keadaan metabolisme lipoprotein yang abnormal, biasanya berhubungan dengan overproduksi atau kekurangan lipoprotein. Dislipidemia ditandai dengan meningkatnya kadar kolesterol total, trigliserida, Low Density Lipoprotein (LDL) dan atau penurunan High Density Lipoprotein (HDL) di dalam darah. Dislipidemia juga sering dikatakan sebagai hiperlipidemia, disebabkan oleh pola hidup dimana konsumsi makanan lemak jenuh yang berlebihan dan kurangnya aktivitas fisik, sehingga terjadi peningkatan lipid serum sebagai faktor risiko aterosklerosis. Hal ini disebabkan pada dislipidemia juga ada prilaku kolesterol yang berperan pada aterosklerosis. Jadi yang membedakan antara hiperkolesterolemia dengan dislipidemia adalah hiperkolesterolemia didefinisikan sebagai peningkatan kolesterol serum melebihi dari 200 mg/dl setelah 9-12 jam puasa. Pada dislipidemia disamping kriteria untuk hiperkolesterolemia juga terjadi peningkatan kolesterol LDL-serum > 160 mg/dl, trigliserida serum sebesar 150 mg/dl, atau kolesterol HDL-serum < 40 mg/dl untuk laki-laki dan < 50 mg/dl untuk perempuan. Simptom tingginya kolesterol pada dislipidemia tidak dapat dirasakan oleh seorang penderita dislipidemia, tetapi hanya dapat diketahui dengan tes kolesterol darah secara rutin. Diet kolesterol tinggi dapat menginduksi dislipidemia di samping juga dapat dipicu akibat faktor genetik ( Kreisberg dan Reusch, 2005; Golberg, 2008). Diet tinggi kolesterol juga dapat menyebabkan meningkatnya TNF α dan IL-6 pada pasien- pasien obesitas. Penelitian menunjukkan pada kondisi obesitas terjadi infiltrasi makropag pada jaringan adiposa putih, yang mana merupakan sumber utama produksi sitokine proinflamasi (Bastard et al., 2006). Salah satu hormon penting yang menurun pada proses penuaan adalah growth hormone (GH). GH berperan penting pada komposisi tubuh, metabolisme otot dan tulang, dan fungsi jantung. Kekurangan GH pada orang dewasa menimbulkan beberapa tanda dan gejala khas yang sama seperti yang terjadi pada penuaan normal, yaitu: berkurangnya lean body mass, bertambahnya lemak total dan di daerah perut, berkurangnya kekuatan otot dan kapasitas berolahraga, berkurangnya densitas mineral tulang, kulit tipis dan kering dengan ekstremitas terasa dingin, terganggunya kenyamanan psikologis, perasaan tertekan, kecemasan, dan kelelahan (Djuanda, 2007 ; Pangkahila, 2007) Morbiditas dan mortalitas Growth Hormon Deficiency ( GHD ) pada dewasa terjadi karena berkaitan dengan beberapa masalah yaitu: densitas mineral tulang yang berkurang, meningkatnya resiko fraktur tulang yang osteoporotik, fungsi jantung yang terganggu, dan obesitas sentral, meningkatnya sensitivitas insulin, berkurangnya kapasitas berolahraga, dan gangguan emosi. Sesuai dengan data epidemiologik, orang dewasa yang mengalami GHD mempunyai harapan hidup yang lebih pendek. Mortalitas yang meningkat terutama berkaitan dengan penyakit kardiovaskuler sebagai akibat aterosklerosis (Pangkahila, 2007). Penurunan kadar GH pada penuaan menyebabkan peningkatan kadar kolesterol. Kejadian dislipidemia meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Dislipidemia merupakan salah satu faktor penyebab aterosklerosis disamping hipertensi dan merokok. Banyak laporan penelitian terdahulu menunjukkan hubungan antara kadar lipid serum yang tinggi dengan angka kejadian penyakit aterosklerosis pemicu penyakit jantung koroner (Twickler, 2003; Golberg, 2008). Penelitian pada dua dekade terakhir menunjukkan adanya inflamasi kronis pada dinding aorta karena penumpukan lemak. Hal ini terjadi akibat oksidasi kolesterolLDL (kol-LDL) sehingga menyebabkan plak terkoyak dan berujung pada terbentuknya trombosis (Golberg, 2008). Hiperkolesterolemia pemicu aterosklerosis merupakan kelainan akibat multifaktorial juga berhubungan dengan sitokin proinflamasi, IFN-γ (Interferron –γ), IL-1β ( Interleukin I β ), IL-6 ( Interleukin -6 ) dan TNF-α (Tumor Necrosis Factor α ). Penelitian juga membuktikan bahwa konsumsi makanan yang aterogenik meningkatkan terbentuknya sitokin proinflamasi IL-6 dan TNF-α, namun tidak memberikan perubahan yang signifikan terhadap peningkatan IL-lβ (Ahmed, 2001 ; Han et al., 2002). TNF-α adalah salah satu sitokin proinflamasi yang paling poten. Sitokin diketahui memegang peranan patogenik dalam penyakit inflamasi kronik. TNF –α diproduksi berlebih di jaringan adiposa pada model tikus obesitas dan memegang peranan penting dalam proses pembentukan aterosklerosis (Bastard et al., 2006). TNF- α merupakan salah satu target untuk pencegahan aterosklerosis. Pada penelitian dengan 2 kelompok tikus yang dihilangkan apolipoprotein E (apoE), kemudian dibandingkan antara kelompok I yang dihambat TNF- α nya, dan kelompok II yang tidak dihambat. Pada kelompok yang dihambat, ateroskelosis berkurang (Brånén et al.,2004). Pengaruh GH terhadap TNF-α belum banyak diketahui. GH diketahui menurunkan profil lipid pada dislipidemia melalui peningkatan ekskresi kolesterol melalui empedu serta peningkatan pemecahan VLDL dan LDL (Frick et al., 2001; Lind et al., 2009). Penelitian pada binatang dan manusia menunjukkan hasil yang berbeda. Pada penelitian yang dilakukan pada 24 anak dengan GHD diketahui pemberian injeksi recombinant GH ( 0,03-0,04 mg/ per kg BB SC) 1 kali per hari, dibandingkan dengan 33 anak yang sehat sebagai kontrol. TNF –α level lebih tinggi secara signifikan pada anak dengan GHD dibandingkan anak yang normal. Setelah pemberian GH selama 6 dan 12 bulan diketahui GH menurunkan TNF-α secara signifikan pada anak-anak dengan GHD. Dari data ini didapat GH memegang peranan dalam menghambat pelepasan TNF-α pada manusia (Andiran et al., 2007). Penelitian pada pasien cardiomyopati idiopatik pemberian GH 4 iu tiap dua hari diketahui mampu menurunkan kadar TNF-α secara signifikan. Pemberian GH dilakukan secara subkutan selama 12 minggu (Adamopoulos et al.,2003). Pemberian GH dosis rendah juga diketahui menurunkan ekspresi Toll like Receptor 2 ( TLR2)/TNF-α di jaringan lemak pada berbagai model mencit yang diberi diet tinggi kolesterol (Kubota et al.,2008). Begitu pula dengan pemberian human recombinant IGF-1 (1,5 mg/kg/hr) pada tikus Apo E-/- usia 8 minggu yang diberi diet tinggi kolesterol selama 12 minggu menunjukkan penurunan ekspresi vascular dari faktor proinflamasi TNF-α dan IL-6 (Sukhanov et al., 2007). Pada penelitian ini digunakan tikus galur wistar jantan karena pada penelitian sebelumnya menunjukkan tikus jantan dengan pemberian GH lebih signifikan dalam menurunkan kadar kolesterol (dislipidemia) dibandingkan tikus betina (Frick, 2001). Tikus yang digunakan umur 11-12 bulan karena sesuai dengan umur manusia 30- an tahun dimana sudah terjadi tanda- tanda penuaan sub klinis (Hanson, 2010). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Apakah pemberian GH dapat menurunkan kadar TNF-α pada tikus jantan yang dislipidemia? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek anti inflamasi GH pada tikus jantan yang dislipidemia. 1.3.2 Tujuan khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui pemberian GH dapat menurunkan kadar TNF- α pada tikus jantan yang dislipidemia. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Ilmiah Melalui penelitian ini diharapkan dapat menambah data atau penelitian mengenai jalur kerja dan peran growth hormone dalam patogenesis penyakit yang berhubungan dengan penuaan, khususnya akibat kondisi dislipidemia serta sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya. 2. Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan sebagai pertimbangan dalam penggunaan growth hormone sebagai terapi anti penuaan, khususnya pada kondisi dislipidemia.