Khutbah ‘Idul Fitri, di Halaman Kampus UNIMUS, Juli 2014 “Kembali Kepada Fitrah” Oleh: M. Danusiri اﻟﺴﻼم ﻋﻠﯿﻜﻢ ورﺣﻤﺔ ﷲ وﺑﺮﻛﺎﺗﮫ , و ﻟﯿﻈﮭﺮه ﻋﻠﻰ اﻟﺪﯾﻦ ﻛﻠﮫ وﻟﻮ ﻛﺮه اﻟﻤﻨﺎﻓﻘﻮن اﺷﮭﺪ ان ﻻإﻟﮫ إﻻ ﷲ ھﻮ ﷲ إﻟﯿﮫ,ﺷﮭﯿﺪا اﻟﻠﮭﻢ.ﯾﺘﻮﻛﻞ اﻟﻤﺘﻮﻛﻠﻮن واﺷﮭﺪ أن ﻣﺤﻤﺪا ﻋﺒﺪه ورﺳﻮﻟﮫ اﻟﺬى إﻟﻰ ﺳﻨﺘﮫ إﺗﺒﻊ اﻟﻤﺘﺒﻌﻮن ﺻﻞ وﺳﻠﻢ ﻋﻠﻰ ﺣﺒﯿﺒﻨﺎ وﻛﺮة اﻋﯿﻨﻨﺎ ﻣﺤﻤﺪ وﻋﻠﻰ أﻟﮫ واﺻﺤﺎﺑﮫ وﻣﻦ ﺗﺒﻊ ھﺪاه ﺑﺈﺣﺴﺎن اوﺻﯿﻨﻰ, ﻓﯿﺎ اﯾﮭﺎ اﻟﺤﺎﺿﺮون, اﻣﺎ ﺑﻌﺪ.إﻟﻰ ﯾﻮم اﻟﻘﯿﺎﻣﺔ وﻧﺤﻦ إﻟﻰ ﺷﻔﺎﻋﺘﮫ ﻧﺮﺟﻮن واﻟﺘﻘﻮا ﷲ ﻟﻌﻠﻜﻢ, واﻟﺘﻘﻮا ﷲ ﻣﺎﺳﺘﻄﻌﺘﻢ, إﺗﻘﻮا ﷲ ﻓﻰ اﻟﺴﺮواﻟﻌﻠﻦ,وإﯾﺎﻛﻢ ﺑﺘﻘﻮى ﷲ , وھﻮ اﺻﺪق اﻟﻘﺎﺋﻠﯿﻦ, ﻓﻌﻠﻤﻮا أن ﷲ ﻗﺪ ﻗﺎل ﻓﻰ ﻛﺘﺎﺑﮫ اﻟﻜﺮﯾﻢ.ﺗﺮﺣﻤﻮن , ﺑﺴﻢ ﷲ اﻟﺮﺣﻤﻦ اﻟﺮﺣﯿﻢ,اﻟﺸﯿﻄﺎن اﻟﺮﺟﯿﻢ ﺻﺪق وﻋﺪه وﻧﺼﺮ ﻋﺒﺪه. ھﻮ ﷲ اﻛﺒﺮ, ﻻإﻟﮫ إﻟﻰ ﷲ, ﷲ اﻛﺒﺮ, ﷲ اﻛﺒﺮ,ﷲ اﻛﺒﺮ ﻻإﻟﮫ إﻟﻰ ﷲ وﻻ ﻧﻌﺒﺪ إﻟﻰ إﯾﺎه وﻟﻮ ﻛﺮه اﻟﻜﺎﻓﺮوﻟﻮ,واﻋﺰ ﺟﻨﺪه وھﺰم اﻻﺣﺰاب وﺣﺪه . .ﻛﺮه اﻟﻤﺸﺮﻛﻮن وﻟﻮ ﻛﺮه اﻟﻤﻨﺎﻓﻘﻮن Sidang idul Fitri rakhimakumullah, Terlebih dahulu, marilah kita panjatkan puja dan puji syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dia telah memenangkan kita dalam pertarungan melawan hawanafsu sehingga di pagi ini, atas dasar ajaran dan keyakinan, kita lahir kembali sebagai manusia baru sesuai dengan fitrah keterciptaan kita yang salah satu tandanya adalah bersih dari dosa yang telah sengaja, tidak sengaja, atau terpaksa kita lakukan. Allah memang maha pemurah, maha pengasih, dan maha pengampun. Marilah kita berdoa, semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam kepada junjungan Nabi besar, Muhammad saw, istri dan keluarganya, shahabatnya, dan seluruh yang mengikuti millah beliau dengan ikhlas hingga hari kiyamat kelak. Marilah kita tingkatkan ketakwaan kepada Allah karena hanya Dia lah yang akan menjadi hakim tunggal di yaumidin yang benar-benar adil, tidak ada pembela maupun penuntut kecuali hanya Dia yang maha perkasa. Dengan meningkatnya ketakwaan, insya Allah kita selamat dalam pengadilan itu selagi kita istiqamah dalam kefitrahan kita sebagai manusia maupun agama yang kita jalani hari demi hari hingga suatu saat nanti Allah berkenan memangggil kita menghadap kepada- Nya. insya Allah, mudah-mudahan kita termasuk yang dipanggil oleh Allah dengan seruan “Ya ayyatuhannafsul muthma innah, irji’ii ilaa Rabbika Raadliyatan mardliyyah. Fadkhulii fii ‘ibaadii wadkhulii jannatii” Allahhu Akbar walillahil Hamd; jamaah yang berbahagia, Hakikat keterciptaan manusia digambarkan dalam al-Qur’an sebagai berikut: Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (QS. Ar-Rum/30:30). Dalam ayat ini, Allah menciptakan manusia dalam hakikat berada dalam agama hanif, yaitu agama tauhid. Secara teknis, agama tauhid menunjuk kepada agama Ibrahim, yaitu agama yang bertuhan hanya satu, Tuhan yang menciptakan alam semesta dengan segala isinya. Islam yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad saw di sebut agama hanif mempunyai arti pula konsisten terhadap agama yang hanya menyembah kepada Allah Yang Esa, tidak terdiri atas gejala, bagian, maupun unsur. Pernyataan ini sangat penting karena sepeninggal Nabi Ibrahim, sampai pada generasi Nabi Musa, dari pengikutnya memuncul dimensi baru dalam berketuhanan, di luar kontrol Nabi Musa sendiri. Mereka menyatakan Tuhan memiliki putra bernama ‘Uzair. Sepeninggal Nabi Musa, yaitu sampai pada generasi Nabi Isa, muncul dimensi baru dalam berketuhanan di luar kontrol Nabi Isa sendiri menyatakan bahwa Isa adalah anak Tuhan atau disebut Tuhan putra. Dalam perubahan cara bertuhan inilah Islam datang dengan lantang menyatakan sebagai agama hanif, cenderung dan sangat konsisten untuk bertauhid seraya menyatakan diri terbebas dari kemusyrikan dengan tanpa komromi kepada mereka kaum musyrikin dalam berketuhanan, meskipun mereka membenci kita. Semoga Allah senantiasa dekat dan memberi pertolongan kepada kaum muwahidun (berakidah tauhid), amin. Pernyataan kita sebagai muwahidun (berakidah tauhid) itu harus dilahirkan seraya mengucap: “Innii wajjahtu wajhiya lilladzii fatharas samaawaati wal ardla haniifan musliman wama ana minal musyrikiin; inna shalatii wanusukii wamahyaayya wamamaatii illaahi rabbil ‘alamiin. Laa syariika lahu wabidzaalika wa ana mial muslimin (Sesungguhnya aku hadapkan wajahku kepada Allah yang menciptakan langit-langit dan bumi, seraya cenderung dan berserah diri dan aku bukan termasuk orang-orang musyrik. Sesungguhnya, shalatku, ibadahku, hidup dan matiku, semata-mata hanya untuk Allah pencipta alam semesta. Tidak ada sekutu bagi-Nya, yang dengan ini aku diperintah, dan aku ternasuk orang yang berserah diri kepada-Nya). Allahu Akbar, Walillahil Hamd. Hadirin rakhimakumullah. Allah sangat konsisten menyatakan bahwa hakikat keterciptaan manusia atas dasar fitrah, laa tabdiila likhalqillaah sehingga tidak dapat diganti oleh konsep apapun atas dasar rekareka manusia. Wujud reka-reka tentang hakikat manusia antara lain menyatakan bahwa manusia tidak lebih hanya sebagai bayangan, berada dalam alam pengasingan, atau terkurung tanpa kebebasan, manusia hanyalah binatang yang berpikir, manusia hanyalah homini lopus, manusia hanyalah homo fabier, manusia hanyalah sampah yang terbuang, dan manusia hanyalah binatang jalang. Islam menegaskan manusia sebagai khalifatullah fil ardl. Reka-reka manusia tentang ketuhanan antara lain menyatakan bahwa Tuhan tiga yang hakikatnya satu, tuhan itu dua yang hakikatnya satu, atau Tuhan itu banyak yang hakikatnya hanya satu, atau entah reka-reka apalagi yang akan diajukan oleh manusia non tauhid itu. Islam berdiri kokoh atas dasar konsep ‘manusia sebagai pemeluk agama hanif, agama tauhid, agama penyembah pencipta alam semesta dengan ungkapan “dzaalikaddiinul qayyim”(itulah agama yang lurus). Hanya saja, perlu dan sangat kita sayangkan, bahwa kebanyakan manusia tidak mengetahui konsep ini, bahkan yang mengaku beragama Islam itu sendiri. Lebih parah lagi, mengaku beragama Islam dan ahli beribadah melebihi kebanyakan orang. Akan tetapi, pola ibadah mereka tanpa dasar yang autentik dari Rasulullah, alias ibadah atas dasar reka-reka mereka sendiri. Allahu Akbar, Walillahil hamd. Sidang ‘Id yang berbahagia, Agar manusia lebih paham lagi tentang makna agama hanif, agama tauhid, agama yang lurus atau diinul qayyim, yang kebanyakan manusia tidak mengetahui, Allah berkenan menjelaskan berulang-ulang lebih dari 24 kali yang menurut akal sehat tentunya tidak bisa lagi beralasan tidak tahu. Diinul qayyim identik dengan diinul khalis. Penjelasan itu antara lain: Artinya Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (al-Qur’an) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya QS.azZumar/39:2). Ayat ini dapat dipahami bahwa Allah menetapkan agar manusia dalam mengabdi kepadaNya didasari konsideran bahwa Allah berkata dengan sungguh-sungguh (bil Haqqi), alias tidak main-main. Kata ‘abdun, secara harfiah berarti budak. Jadi kita-kita yang beriamn tauhid ini adalah budak Allah. Dengan demikian, Allah sebagai majikan kita. Majikan itu ternyata banyak perintah, anjuran, maupun larangannya. Semuanya harus kita laksanakan dengan penuh ketundukan. Jika kita melaksanakan semua tuntutan majikan itu sebagaimana Allah kehendaki baru bisa disebut beragama, yaitu agama Islam. Artinya, keberagamaan kita dalam berislam itu harus murni, tanpa campuran dari unsur luar Islam. Jika keberagamaan kita terdapat campuran dari unsur luar, melalui metode tafsir Imam syafii yang disebut mafhum mukhalafah, keberagamaan itu tidak lagi bisa disebut beragama Islam. Menurut hukum logika, dua pernyataan yang bertentangan tidak mungkin dua-duanya benar. Satu diantara keduanya pasti salah. Kedua pernyataan itu adalah (1) agama murni adalah agama Islam, (2) agama tidak murni adalah agama Islam. Terbukti sudah, melalui hukum logika, beragama Islam tidak murni adalah salah. Terbukti pula melalui petunjuk agama atas dasar firman Allah, beragama Islam tidak murni, bukan hanya sekedar salah, melainkan lebih dari itu, tidak beragama. Allahu Akbar Walillahil Hamd Kalau ayat 2 surat az-Zumar itu Allah yang menyatakan tentang keberagamaan murni, pada ayat berikutnya memperkuat dan menegaskan kembali: Artinya: Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik) . . . (QS.azZumar/39:3). Tadabbur atas ayat ini adalah jangan sekali-kali menyampur agama Islam dengan unsur luar Islam. Kalau tetap melakukan campuran atas unsur-unsur luar Islam, akhir ayat ini menyebutkan bahwa yang bersangkutan telah menjadi musyrik, alias tidak fitrah lagi (QS. Az-zumar/39:3). Hadirin yang berbahagia, peringatan Allah agar beragama secara murni itu pertama-tama ditujukan kepada utusan-Nya, yaitu Rasulullah. Beliau disuruh Allah agar memaklumkan kemurnian agama Islam itu ke seluruh penjuru dunia. Demikian lounching keberagamaan murni Rasulullah Muhammad saw, itu teksnya didektekan dari Allah: Artinya Katakanlah: "Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama (QS az-Zumar/39:11). Dalam kesempatan lain disebutkan bahwa Rasulullah adalah uswatun hasanah bagi kaum muslimin, bahkan semua manusia (QS. Al-Ahzab/33:21). Karena itu, sudah sepantasnya kita mencontoh belaiu, yaitu dalam beragama Islam ini secara murni, tanpa campuran unsur luar Islam. Sebenarnya, mencontoh kepada beliau itu bukan hanya sekedar kreatif kaum mukminun saja, melainkan dalam beragama juga diprintah langsung oleh Allah. Demikian Allah berfirman: Artinya: Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (QS.al-Bayyinah/98:5). Sidang Id yang berbahagia, ketiga ayat di atas yaitu Qs az-Zumar ayat 2, ayat 11, dan QS al-Bayyinah ayat 5 menunjukkan konsistensi pembentukan keberagamaan murni, yaitu: Allah menyatakan sendiri dengan sebenarnya menghendaki keberagamaan murni, Rasulullah diprintah memaklumkan keberagamaan murni bagi dirinya kepada seluruh umat mansia, dan kaum muslimin seluruhnya juga diprintah agar memurnikan keberagamaannya. Sekali lagi, konsistensi pembentukan opini, sikap, dan geraklangkah seirama sejak dari Allah hingga kepada akar rumput umat Islam terulang hingga sebanyak 24 kali. Tetapi kaum muslimin, harap maklum dan menyesal. Mengapa? Kebanyakan kita justru terlalu berani menentang kebijakan Allah. Banyak sekali, atau lebih praktisnya mayoritas umat Islam, menyampur aduk antara Islam dan unsur-unsur luar Islam ke dalam bangunan aneka peribadatan dan diklaim sebagai Islam dengan berbagai argumen yang direka-reka, tetapi secara praktis tidak pernah dipraktikkan oleh Rasulullah, ratusan ribu sahabat beliau, maupun puluhan juta umat Islam dari generasi tabi’in dan tabi’ut tabiin yang mukhlishin dalam beragama Islam. Untuk itu, marilah kita pahami, kita renungkan hadis shahih riwayat Bukhari dan Muslim dalam kategori muttafaqun ‘alih sebagai berikut: ﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﯾَﻘُﻮ ُل ﯾَﺨْ ُﺮ ُج ﻓِﯿ ُﻜ ْﻢ ﻗَﻮْ ٌم ﺗَﺤْ ﻘِﺮُونَ ﺻ ََﻼﺗَ ُﻜ ْﻢ ﺻﻠﱠﻰ ﱠ َ ِﷲ َﺳ ِﻤﻌْﺖُ َرﺳُﻮ َل ﱠ ﺻﯿَﺎ ِﻣ ِﮭ ْﻢ َو َﻋ َﻤﻠَ ُﻜ ْﻢ َﻣ َﻊ َﻋ َﻤﻠِ ِﮭ ْﻢ َوﯾَ ْﻘ َﺮءُونَ ا ْﻟﻘُﺮْ آنَ َﻻﯾُﺠَﺎ ِو ُز ِ ﺻﯿَﺎ َﻣ ُﻜ ْﻢ َﻣ َﻊ ِ َﻣ َﻊ ﺻ ََﻼﺗِ ِﮭ ْﻢ َو ق اﻟ ﱠﺴ ْﮭ ُﻢ ﻣِﻦْ اﻟ ﱠﺮ ِﻣﯿﱠ ِﺔ ﯾَ ْﻨﻈُ ُﺮ ﻓِﻲ اﻟﻨﱠﺼْ ِﻞ ﻓ ََﻼ ُ َﺣﻨَﺎ ِﺟ َﺮھُ ْﻢ ﯾَ ْﻤ ُﺮﻗُﻮنَ ﻣِﻦْ اﻟﺪﱢﯾ ِﻦ َﻛﻤَﺎ ﯾَ ْﻤ ُﺮ ﺶ ﻓ ََﻼ ﯾَ َﺮى َﺷ ْﯿﺌًﺎ ِ ح ﻓ ََﻼ ﯾَ َﺮى َﺷ ْﯿﺌًﺎ َوﯾَ ْﻨﻈُ ُﺮ ﻓِﻲ اﻟ ﱢﺮﯾ ِ ﯾَ َﺮى َﺷ ْﯿﺌًﺎ َوﯾَ ْﻨﻈُ ُﺮ ﻓِﻲ ا ْﻟﻘِ ْﺪ َوﯾَﺘَﻤَﺎ َرى ﻓِﻲ ا ْﻟﻔُﻮق Artinya: Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Akan ada suatu kaum yang berada ditengah-tengah kalian, dan kalian akan meremehkan shalat kalian bila melihat shalat mereka, begitu juga dengan shaum kalian jika melihat shaum mereka, serta amal kalian jika melihat amal mereka. Akan tetapi, mereka membaca Al Qur`an, namun bacaan mereka tidak sampai melewati batas tenggorokan, mereka keluar dari Din, sebagaimana meluncurnya anak panah dari busurnya. Ia melihat pada ujung panahnya, namun ia tidak mendapatkan sesuatu, kemudian melihat pada lubangnya, juga tak menemukan sesuatu, lalu ia melihat pada bulunya juga tidak melihat sesuatu. Ia pun saling berselisih akan ujung panahnya." (HR. al-Bukhari dari Abu Sa’id al-Hudri) Allahu Akbar, walillahil Hamd, siding Id yang berbahagia Praksisme hadis tersebut dapat dirinci sebagai berikut: 1. Ada diantara golongan, madzhab, kelompok umat Islam yang dalam melakukan shalat melebihi sahabat Rasululah yang paling shalih sekalipun. Mereka yakin akan kebenaran ibadah shalatnya. 2. Ada diantara golongan, madzhab, kelompok umat Islam yang dalam melakukan puasa melebihi jauh diatas praktiknya puasa sahabat yang paling shalih sekalipun. Mereka yakin akan kebenaran ibadah puasanya. 3. Ada diantara golongan, madzhab, kelompok umat Islam yang dalam membaca AlQur’an jauh melebihi kemampuan sahabat Nabi yang hafal sekalipun dan selesai atau khatam dalam 3 hari. Mereka yakin akan kebenaran cara pembacaan al-Qur’annya. Akan tetapi, aneka praktik ibadah tersebut sama sekali tidak direkomendasikan oleh Rasulullah sebagai wujud keshalihan. Justru sebaliknya. Nabi melaknat mereka dengan ungkapan “keluar dari Islam bagai melesatnya anak panah dari busurnya”, artinya, kualitas keberagamaan Islamnya lenyap tak berbekas, meskipun hari demi hari masih melakukan shalat, puasa, dan tadarrus al-Qur’an, dan mala-amala lain yang mereka anggap shalih, selama caranya masih seperti yang mereka yakini benar tetapi jauh menyimpang dari petunjuk Allah dan Rasulullah. Ketidak apa-apaannya ibadah mereka masih dilukiskan bahwa anak panah tersebut tidak mengenai apa-apa, tidak melubangi apa-apa, tidak ada darah maupun bulu yang dikenai, bahkan ke mana anak panah itu juga tidak diketahui. Hadirin, harap tahu bahwa hadis Rasulullah yang demikian itu beliau ungkapkan berulang kali. Sembilan kitab hadis atau secara teknis disebut kutubut-tis’ah mencatat 107 kali beliau mengatakan hadis sebagaimana baru saja di kutip ini. Imam Bukhari mencatat 20 kali, Imam Muslim 14 kali, Imam Abu Dawud 4 kali, Imam at-Turmudzi 4 kali, Imam Nasai 7 kali, Imam Ibnu Majah 6 kali, Imam Ahmad 49 kali, Imam ad-Darimi 2 kali, dan Imam Malik 1 kali. Dari 107 hadis ini dapat disimpulkan bahwa beribadah dengan pola seperti di luar contoh-contoh Rasulullah dapat dipastikan keluar dari fitrah baik dari dimensi kemenusiaan maupun dimensi dinul Islam. Aneh bin ajaib, tetapi nyata, justru yang semarak dan membudaya pada masyarakat luas dan mengklaimnya sebagai ibadah ahli sunnah sebagaimana tampak dalam melaksanakan aneka macam shalat atas dasar reka-reka, aneka macam puasa atas dasar reka-reka, dan aneka upacara dalam mengapresiasi al-Qur’an juga atas dasar rekareka dengan pasti tidak menjadikannya sebagai sumber petunjuk. Sudah barang tentu, ibadah mereka yang dihayati, diyakini, dibela secara apologis, dan dipropagandakan, justru dapat mementalkan jauh keluar dari perlindungan dinul Islam. Di akhirat kelak, Rasulullah menjelaskan sebagai berikut: ﻚ إِنﱠ اﻟ ﱠﺮ ُﺟ َﻞ ﻟَﯿَ ْﻌ َﻤ ُﻞ َﻋ َﻤ َﻞ أَ ْھ ِﻞ ا ْﻟ َﺠﻨﱠ ِﺔ َ ِﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ِﻋ ْﻨ َﺪ َذﻟ ﺻﻠﱠﻰ ﱠ َ ِﷲ ﻓَﻘَﺎ َل َرﺳُﻮ ُل ﱠ س َوھُ َﻮ ﻣِﻦْ أَ ْھ ِﻞ اﻟﻨﱠﺎ ِر َوإِنﱠ اﻟ ﱠﺮ ُﺟ َﻞ ﻟَﯿَ ْﻌ َﻤ ُﻞ َﻋ َﻤ َﻞ أَ ْھ ِﻞ اﻟﻨﱠﺎ ِر ﻓِﯿﻤَﺎ ﯾَ ْﺒﺪُو ِ ﻓِﯿﻤَﺎ ﯾَ ْﺒﺪُو ﻟِﻠﻨﱠﺎ ,س َوھُ َﻮ ﻣِﻦْ أَ ْھ ِﻞ ا ْﻟ َﺠﻨﱠ ِﺔ ) رواه اﻟﺒﺨﺎرى ﻋﻦ ﺳﮭﻞ ﺑﻦ اﺑﻮ ﺳﻌﯿﺪ اﻟﺴﻌﺪى ِ ﻟِﻠﻨﱠﺎ (683 :ﺣﺪﯾﺚ "Sesungguhnya ada seseorang yang mengamalkan amalan ahlu surga berdasarkan yang nampak oleh manusia padahal dia adalah dari golongan ahlu neraka. Dan ada seseorang yang mengamalkan amalan ahlu neraka berdasarkan yang nampak oleh manusia padahal dia adalah dari golongan ahlu surga" (HR. al-Bukhari dari Sahl bin Abu Sa’id as-Sa’idi, Hadis no 863). Atas dasar hadis ini, sungguh sangat ironis, tampak oleh manusia sebagai ahli ibadah, orang banyak memandangnya sebagai ahli surga tetapi endingnya hanya menjadi ahli neraka. Na’udzu billah min dzalik. Allahu Akbar, Walillahil hamd, Jamaah Rakhimakumullah, Hadis berikut ini, senada dengan hadis di atas, tidak kurang menggelegaknya: ﺐ ﺑِ ْﺪ َﻋ ٍﺔ ﺻَﻮْ ﻣًﺎ و ََﻻ ِ ﷲُ ﻟِﺼَﺎ ِﺣ ﺳﻠﱠ َﻢ َﻻ ﯾَ ْﻘﺒَ ُﻞ ﱠ َ ﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َو ﺻﻠﱠﻰ ﱠ َ ِﷲ ﻗَﺎ َل َرﺳُﻮ ُل ﱠ ْﺻ َﺪﻗَﺔً و ََﻻ ﺣَ ًّﺠﺎ َو َﻻ ُﻋ ْﻤ َﺮةً َو َﻻ ِﺟﮭَﺎدًا َو َﻻ ﺻَﺮْ ﻓًﺎ و ََﻻ َﻋﺪ ًْﻻ ﯾَﺨْ ﺮُجُ ﻣِﻦ َ ﺻ ََﻼةً َو َﻻ ﺸ َﻌ َﺮةُ ﻣِﻦْ ا ْﻟ َﻌ ِﺠﯿ ِﻦ اﻹﺳ َْﻼمِ َﻛﻤَﺎ ﺗَﺨْ ﺮُجُ اﻟ ﱠ ِْ Artinya: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: " Allah tidak akan menerima dari pelaku bid'ah; puasa, shalat, sedekah, haji, umrah, jihad, prilaku dan keadilannya. Dia keluar dari Islam sebagaimana rambut keluar dari tepung." HR. Ibnu Majah, dari Hudzaifah, hadis no No.48). sehubungan dengan kategori sunnah-bid’ah, Ali RA, adik sepupu Rasulullah, menantunya, ahli baitnya, dan pintugerbang ilmu Islam bersumpah demikian: , ﻓﻰ ﻣﺘﻦ ﻣﺴﻨﺪ أﺣﻤﺪ, واﻟﺒﺪﻋﺔ ﻣﺎ ﻓﺎرﻗﮭﺎ )ﻛﻨﺰ اﻟﻌﻤﺎل,اﻟﺴﻨﺔ وﷲ ﺳﻨﺔ ﻣﺤﻤﺪ (109: ﺻﺤﻔﺔ,1 ﻣﺠﻠﺪ Sunnah itu, demi Allah adalah sunnah Muhammad, dan bid’ah itu adalah apa saja yang menyalahi sunnah (dalam Kanzul ‘Ummal, dalam Musnad Imam Ahmad, Jilid 1,h.109). Allahu Akbar, walillahil Hamd, Hadirin rakhimakumullah, Kalau hadis yang pertama menggambarkan keluarnya Islam pelaku ibadah atas dasar reka-reka bagaikan anak panah yang melesat dari busurnya dan tidak diketahui kemana jatuhnya, hadis terakhir menggambarkan bagaikan seutas rambut tercabut dari tepung, artinya keluar mereka dari Islam sangat tidak terasa. Perlu diketahui, dalam kutubuttis’ah, hadis ini tercatat sebanyak 21. Jadi, Allah dan Rasulullah telah mengingatkan kepada kaum muslimin agar dalam beribadah itu cukup menurut anjuran dan teladan Rasulullah itu lebih dari 500 kali. Masya Allah, alangkah bebalnya mereka. Jadi, tidak perlu kita sesali kalau memang tidak mau dibenarkan dan diluruskan. Untuk itulah, khatib mengajak kepada diri si khatib sendiri maupun para hadirin, marilah kita pelihara diri kita menurut fitrah. Marilah kita pelihara keberagamaan kita menurut fitrah, yaitu puas sepuaspuasnya, ikhlash se ikhlas-ikhlasnya mencukupkan diri dengan apa yang dicontohkan oleh Rasulullah sekuat tenaga kita mampu, sambil banyak beristighfar manakala kita tidak mempu melaksanakannya. Ingatlah, dan renungkanlah peringatan Allah sebagai berikut: Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawab (QS al-Isra’/17:36). Terapan ayat ini, pertama: kita hanya dibenarkan beribadah kalau sudah mengetahui dasar pelaksanaannya benar-benar dari Allah dan Rasulullah. Kedua, jangan pernah melakukan shalat kalau belum pasti dasar pelaksanaannya, jangan pernah berpuasa kalau tidak ada jaminan petunjuk dan tuntunannya dari Rasulullah, jangan pernah mengapresiasi alQur’an kalau tidak sesuai perintah, anjuran, dan teladan dari Rasulullah, dan janganjangan yang lain dalam cakupan ibadah mahdlah kalau tidak ada tuntunan dari Nabiullah Muhammad saw. Tidak bukan dan tidak lain kecuali agar kita tidak keluar dari fitrah kemanusiaan, fitrah keberagamaan, dan fitrah dalam beribadahah. Allahu Akbar Walillahil Hamd. Marilah kita akhiri khutbah ini dengan berdoa bersamasama, yaitu doa agar kita tetap dalam fitrah, tetap dalam inayah Allah, tetap dalam payung dinul Islam, sekaligus terbebas dari segala praktik keberagamaan menyimpang yang mendrop out kita dari Islam. Semoga Allah berkenan mengabulkan doa ini: اﻟﻠﮭﻢ ﺻﻞ وﺳﻠﻢ ﻋﻠﻰ, ﺑﺴﻢ ﷲ اﻟﺮﺣﻤﻦ اﻟﺮﺣﯿﻢ,اﻟﺮﺟﯿﻢ اﻟﻠﮭﻢ إﻧﺎ ﻧﺴﺌﻠﻚ.ﻣﺤﻤﺪ وﻋﻠﻰ أﻟﮫ واﺻﺤﺎﺑﮫ وﻣﻦ ﺗﺒﻊ ھﺪاه ﺑﺈﺣﺴﺎن إﻟﻰ ﯾﻮم اﻟﺪﯾﻦ اﻟﻠﮭﻢ إﻧﺎ ﻧﻌﻮذﺑﻚ ﻣﻦ اﻟﺸﻚ واﻟﺸﺮك واﻟﻨﻔﺎق.اﻟﮭﺪى واﻟﺘﻘﻰ واﻟﻌﻔﺎف واﻟﻐﻨﻰ اﻟﻠﮭﻢ اﺟﻌﻠﻨﺎ وإﯾﺎﻛﻢ ﻣﻦ اﻟﻌﺎﺋﺪﯾﻦ واﻟﻔﺎﺋﺰﯾﻦ ﻛﻞ ﺳﺎﻋﺔ.واﻟﺸﻘﺎق وﺳﻮء اﻷﺧﻼق رﺑﻨﺎ أﺗﻨﺎ ﻓﻰ اﻟﺪﻧﯿﺎ ﺣﺴﻨﺔ وﻓﻰ اﻷﺧﺮة ﺣﺴﻨﺔ وﻗﻨﺎ ﻋﺬاب اﻟﻨﺎر رﺑﻨﺎ.واﻧﻨﺎ ﺑﺨﯿﺮ إﻏﻔﺮﻟﻨﺎ وﻹﺧﻮاﻧﻨﺎ اﻟﺬﯾﻦ ﺳﺒﻘﻮن ﺑﺎﻹﯾﻤﺎن وﻻ ﺗﺠﻌﻞ ﻓﻰ ﻗﻠﻮﺑﻨﺎ ﻏﻼ ﻟﻠﺬﯾﻦ أﻣﻨﻮا ﺳﺒﺤﺎن رﺑﻚ رب اﻟﻌﺰة ﻋﻤﺎ ﯾﺼﻔﻮن وﺳﻼم ﻋﻠﻰ.رﺑﻨﺎ إﻧﻚ اﻧﺖ اﻟﻐﻔﻮر اﻟﺮﺣﯿﻢ . واﻟﺴﻼم ﻋﻠﯿﻜﻢ ورﺣﻤﺔ ﷲ وﺑﺮﻛﺎﺗﮫ. ,اﻟﻤﺮﺳﻠﯿﻦ