MAKALAH HADIS TENTANG HAK ASASI MANUSIA, HAK-HAK BERIBADAH DAN HAK-HAK UNTUK HIDUP Disusun Oleh: Wahyu Maulana (180104041) Dosen Pegampu: Saifuddin M.Ag PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY BANDA ACEH 2020-2021 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur hanya bagi Allah Swt, Rabb semesta alam. Tidak ada daya dan upaya selain dari Nya. Semoga kita selalu dilimpahkan rahmat dan karunia Nya dalam mengarungi kehidupan ini. Salawat dan salam selalu dilimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw. Beserta keluarga, sahabat dan orang-orang yang mengikutinya sampai akhir zaman di manapun mereka berada. Alhamdulillah dengan izin dan kehendak dari Nyalah, sehingga makalah ini dapat saya selesaikan. Makalah ini saya ambil judul “ hadis tentang hak asasi manusia; hak-hak beribadah dan hak untuk hidup”. Medan, Januari 2021 Wahyu Maulana (180104041) i DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................... i ii BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1.1. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1.2. Rumus Masalah ................................................................................. 1.3. Tujuan Masalah ................................................................................. 1 1 2 2 BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 2.1. Pengertian Hak Asasi Manusia .......................................................... 2.2. Hak-Hak Beribadah/ beragama ......................................................... 2.3. Hak untuk hidup ................................................................................ 3 3 5 7 BAB III PENUTUP ........................................................................................ 3.1. Kesimpulan ........................................................................................ 11 11 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 12 ii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk yang telah dimuliakan oleh Allah swt dan diciptakan dalam bentuk yang paling sempurna dengan komponen yang lengkap berupa jasad, ruh dan akal. Berkat potensi akal yang diberikan oleh Allah, manusia dapat menciptakan berbagai karya yang dapat mendukung keberlangsungan hidupnya. Manusia juga yang dipasrahi oleh Allah untuk menjadi pemimpin makhluk di bumi ini. Atas dasar kemulian manusia ini maka Islam sangat menekankan sekali perlindungan terhadap manusia dalam berbagai aspek. Islam juga sangat memperhatikan kebutuhan-kebutuhan manusia baik yang bersifat primer (utama), sekunder (pendukung) ataupun tersier (pelengkap). Berbagai aturan yang terdapat di dalam Al-Qur’an dan Hadis banyak memberikan arahan kepada manusia untuk bagaimana menjaga kemaslahatan hidup mereka baik dalam hubungannya dengan pemenuhan kebutuhan pribadi ataupun kebutuhan orang lain. Pemahaman dan pelaksanaan ajaran-ajaran Islam yang benar akan dapat mengantarkan manusia pada kehidupan yang tentram dan penuh dengan kedamaian. Realitas kehidupan di masyarakat terkadang justru menampilkan fenomena yang bertentangan dengan misi ajaran Islam yang penuh dengan kedamaian dan membawa rahmat bagi alam semesta. Banyaknya pelanggaran terhadap hak asasi manusia semakin memperburuk keadaan dan dapat merugikan banyak pihak. Kasus pelanggaran terhadap perlindungan nyawa manusia yang diwujudkan dalam bentuk kekerasan, perkelahian bahkan sampai pada tingkat pembunuhan menunjukkan kurangnya kesadaran manusia terhadap ajaran-ajaran agama yang sangat menekankankan sekali penjagaan nyawa manusia. Begitu juga adanya kasus pencurian, pembegalan dan perampokkan menandakan adanya pelanggaran terhadap hak orang lain dalam masalah harta benda. Kasus penelantaran terhadap anak yang dilahirkan ataupun kasus aborsi sebagai dampak dari pergaulan bebas turut memperburuk keadaan manusia baik secara sosial ataupun agama. 1 1.2. Rumus Masalah 1. Apa hadis hak-hak beribadah ? 2. Apa hadis hak untuk hidup ? 1.3. Tujuan Masalah 1. Untuk mengetahui hadis hak beribadah 2. Untuk mengetahui hadis hak untuk hidup 2 BAB II PEMBAHASA 2.1. Pengertian Hak Asasi Manusia Hak asasi manusia (HAM) secara etimologis, merupakan terjemahan langsung dari human rights dalam bahasa Inggris, “droits de l’home” dalam bahasa Perancis, dan menselijke rechten dalam bahasa Belanda. Namun ada juga yang menggunakan istilah HAM sebaga terjemahan dari basic raights dan fundamental rights dalam bahasa Inggris, serta grondrechten dan fundamental rechten dalam bahasa Belanda.1 Secara terminologis, istilah hak asasi manusia sering dinamakan dengan hak-hak yang melekat pada diri manusia sejak lahir.2 Miriam Budiardjo mengatakan bahwa hak asasi adalah hak yang dimiliki manusia yang diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran atau kehadirannya di dalam kehidupan masyarakat.3 Sedangkan menurut Jan Meterson dari Komisi HAM PBB bahwa hak asasi manusia adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpa hak tersebut manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia. Selanjutnya ia mengungkapkan bahwa hak tersebut adalah hak yang dibawa sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa bukan pemberian manusia atau penguasa. Hak ini sifatnya sangat mendasar bagi hidup dan kehidupan manusia yang bersifat kodrati, yakni ia tidak dapat terlepas dari dan dalam kehidupan manusia. Pokok-pokok yang menjadi hak bagi seluruh manusia sebagaimana dirumuskan dalam UDHR (Universal Declaration of Human Right) adalah: 1. Hak untuk memiliki martabat, tidak dihina dan tidak diperlakukan sebagai budak seperi yang tercantum pada pasal 1, pasal 4 dan pasal 5. 1 Marbangun Hardjowirogo, HAM dalam Mekanisme-mekanisme Perintis Nasional, Regional dan Internasional, (Bandung: Patma, 1977), h.10, dalam Habib Shulton Asnawi, “Hak Asasi Manusia Islam dan Barat: Studi Kritik Hukum Pidana Islam dan Hukuman Mati,” Jurnal Supremasi Hukum, Vol. 1, No. 1, Juni 2012, h.28. 2 Eggi Sudjana, HAM dalam Perspektif Islam, Mencari Universalitas HAM bagi Tatanan Modersitas yang Hakiki, (Jakarta: Nuansa Madani, 2000), h.3. 3 Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Umum, 2000), h.120. 3 2. Hak untuk hidup, merdeka, dan selamat seperti pada pasal 3. 3. Hak untuk mendapatkan keadilan, perlindungan hukum, tidak ditangkap tanpa bukti yang nyata dan untuk mengeluarkan pendapat (bebas dalam bicara) dan berserikat (berkumpul membentuk organisasi) seperti pada pasal 7, 8, 9,10,11,19 dan 20. 4. Hak untuk bebas mengurus diri dan keluarganya sendiri tanpa intervensi pihak atau instansi lain seperti pada pasal 12. 5. Hak untuk mendapatkan tempat tinggal atau hidup ditempat yang ia sukai seperti yang terdapat pada pasal 13. 6. Hak untuk lari dan mencari perlindungan ke segala penjuru dunia selama dia tidak melanggar hukum-hukum dasar PBB seperti pada pasal 14. 7. Hak untuk mendapatkan pengakuan sebagai warga negara dari negara yang dimiliki seperti pada pasal 15. 8. Hak untuk mencari dan mendapatkan jodoh secara bebas tanpa dibatasi kebangsaan, warga negara, dan agama seperti pada pasal 16. 9. Hak untuk memiliki harta (pasal 17). 10. Hak bebas untuk berpikir, mengganti agama dan beribadah (Pasal 18). 11. Berhak berdaulat dan ikut serta (berpartisipasi) dalam urusan negerinya sendiri seperti menduduki jabatan pemerintahan. (Pasal 21). 12. Berhak tehadap jaminan sosial, berusaha, dan bekerja sesuai dengan keinginannya, mendapat upah dari pekerjaannya dan perlindungan kepentingan baik secara moral dan material seperti Pasal 22, 23 dan 27 ayat (2). 13. Hak untuk istirahat, liburan, menikmati seni dan berbudaya, memporoleh kesehatan dan tingkat kehidupan yang layak bagi diri dan keluarganya seperti Pasal 24, 25, dan 27 ayat (1). 14. Hak untuk mendapatkan pendidikan dan mendidik anak (Pasal 26).4 4 Muhammad faisal hamdani, “Hukum keluarga islam dalam perspektif Ham universal (udhr) dan ham islam (uidhr),” Jurnal Ahkam, Vol. xvi, No. 1, Januari 2016, h.25. 4 2.2. Hak-Hak Beribadah/ beragama Dalam Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia (DUHAM), kebebasan beragama telah termaktub dan menjadi peraturan Internasional. Kebebasan beragama diatur dalam pasal 18 yang berbunyi “Everyone has the right to freedom of thought, conscience and religions…” yang mana menjelaskan bahwa setiap manusia memilki hak untuk beragama dan hak-hak kebebasan lain. Secara umum, DUHAM dapat diterima oleh negara-negara Islam. Piagam HAM universal ini memunculkan kebebasan beragama, pun kebebasan bergantiganti agama. Kebebasan dalam makna yang luas atau universal memunculkan banyak kebebasan-kebebasan lain, selain daripada memeluk agama. Dalam makna bebas, arti dari pasal 18 deklarasi HAM tersebut adalah “setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, hati nurani dan beragama; hak ini termasuk kebebasan untuk mengubah agamanya atau kepercayaannya, dan kebebasan, baik sendiri atau di masyarakat dengan orang lain dan di depan umum atau swasta, untuk mewujudkan agamanya atau kepercayaannya dalam mengajar, berlatih, beribadah dan taat.” Dengan kata lain, orang yang mau memeluk dan mengamalkan jenis agama apa saja harus dhormati dan diberi kebebasan. 1. Kebebasan Menurut Agama Islam Sejak sebelum lahir kedunia, manusia sudah memiliki kecenderungan untuk meyakini adanya Tuhan yang menciptakan dirinya. Manusia sudah memiliki perasaan atau sifat mempercayai adanya wujud pencipta-Nya sejak dari awal ia terlahir ke dunia. Perjanjian primordial antara Tuhan dan manusia sebelum ditiupkan kepada rahim seorang ibu dilaksanakan. Dalam surah al-A’raf dapat dilihat mengenai perjanjian primordial tersebut. Maksud dari ayat ini adalah, setiap manusia yang lahir, memiliki hati yang fitrah atau bersih. Didalam hati yang bersih tersebut, terdapat pengakuan bahwa pastilah ada pencipta seluruh alam semesta ini. Manusia yang mana kehidupannya bersumber dari salah satu bagian tulang punggung ini, telah ditanyakan oleh Allah bahwa memang Allah satu-satunya Tuhannya dan hal ini diakui pula oleh manusia. Dengan kata lain, 5 manusia bukan hanya mengakui, akan tetapi menyaksikan bagaimana hal itu terjadi sebelum kita tercipta dan terlahir ke dunia ini. Di dalam Tafsir Ibnu Katsir, Q.S. Al-A’raf menjelaskan bahwa manusia berasal dari tulang sulbi mereka, dan manusia menyaksikan dengan sendirinya bahwa Allah-lah tuhan mereka. Allah menguasai manusia dan tidak ada tuhan melainkan Dia. Hanya Allah-lah yang membuat fitrah mereka seperti itu adanya. Dapat dilihat bahwa, manusia tidak dapat mengelak bahwa Allah-lah Tuhannya jika ia meninggal nanti, meskipun ia tidak dalam keadaan beragama Islam. Manusia telah menyaksikan Tuhan-Nya sebelum mereka lahir ke Dunia. ِافَِنَح َ َْ َِ ِ ِْ حن ت ِر يِهََّا ه ِت ِرط ِ ِانِ َِ ِهح يِفه خ َِ َليَد ِب ِا َه َ ِ َِق َِن َدل َِكَ ِهجِ ِْم ِ َق َأ َ َِِّني ِحن َ ِ َرث ِ ِر َِ كِِ ََٰ هل َيَِِِِِّّ لأ يِيَِّد لل كََِِج َ ندِ َمنِ لعي ِا يِفه Artinya : Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus pada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan atas fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Makna dari hanif dalam ayat ini adalah agama yang Allah telah sempurnakan agama ini dengan puncak kesempurnaan. Jika ia mengikuti agama tersebut, berarti manusia berada pada fitrahnya yang salimah (lurus dan benar). Sebagaimana ketika Allah ciptakan para makhluk dalam keadaan itu. Allah telah menciptakan para makhluk dalam keadan mengenal-Nya, mentauhidkan-Nya dan mengakui tidak ada yang berhak disembah selain Allah”. Dalam Tafsir al-Azhar, ayat ini menjelaskan bahwa agama yang ditegakkan oleh Muhammad adalah agama yang Hanif itu. Yang mana artinya, tetaplah pelihara fitrah manusia itu sendiri, yaitu perasaan murni dalam jiwa setiap manusia yang belum terpengaruh dari yang lain yaitu mengakui adanya kekuasaan tertinggi dalam alam ini, Yang Maha Kuasa, Yang Maha Perkasa, dan sifat-sifat lainnya. Meskipun sudah banyak diselewengkan oleh anak cucunya, baik dari Bani Israil yang menjadikannya agama Yahudi dan juga kemudian dilanjutkan 6 lagi oleh keturunan Bani Israil yang menjadikan Tuhan itu adalah tiga dalam satu begitupun sebaliknya. Agama Islam disebut sebagai agama fitrah, karena semua ajaran Islam selalu sesuai dengan fitrah manusia dan membawa kebaikan bagi hamba. Jika Islam melarang terhadap suatu perbuatan, pasti perbuatan tersebut mengandung sesuatu yang membuat kemudaratan bagi manusia. Jika kita Islam memerintahkan suatu perbuatan, bisa dipastikan suatu perbuatan tersebut mengandung unsur manfaat bagi manusia. Fitrah Tauhid dan beragama sejak semula sudag berakar pada jiwa manusia, tetapi kemudian tertutup karena kelalaian manusia dalam memelihara dan menjaga kebersihan fitrahnya dari pengaruh-pengaruh menyesatkan. Jadi, agama Islam disebut sebagai agama fitrah, karena tidak pernah menyalahi terhadap maslahat manusia tersebut. َ َيِ َن، ِن ِريوَ َه َ ِ ََ دل ِه ِّ َيوِيوَ َه ِْم ِ َِ ِييأل ت ِرَْ ِانِع دليِِي ل ٍِ َيِلي َو لر ُب ِّ َ دلف Artinya: Setiap manusia yang lahir, mereka lahir dalam keadaan fitrah. Orang tuanya lah yang menjadikannya Yahudi atau Nasrani (HR. Bukhari-Muslim) Melihat hadis di atas, maka dapat diketahui bahwa seorang anak yang lahir ke dunia, ia lahir dalam keadaan fithrah, orang tuanyalah yang menjadikan ia Yahudi ataupun Nasrani. Para ulama dan cendekiawan Muslim berbeda pendapat dalam memaknai kata fithrah. Secara sederhana, lafazh fithrah berarti suci atau bersih termasuk bersih dari dosa. Makna inilah yang seringkali disematkan ke dalam hadis di atas. Padahal sebenarnya, pengertian suci atau bersih seperti ini mungkin bukanlah yang dimaksudkan oleh konteks hadis di atas. 2.3. Hak untuk hidup Hak hidup merupakan hak yang sangat mendasar dan penting untuk dipertahankan, baik yang menyangkut hidup pribadi ataupun hidup orang lain. Hak ini harus diberikan kepada orang lain tanpa memperhatikan perbedaanperbedaan yang ada di antara mereka. Ketentuan tentang pemeliharan jiwa dan kehidupan dapat ditemukan dalam Al-Qur’an surat Al - Isra : 33 berikut ini: 7 َ ل هَ ي َِ يِ هب ل ي َ ِ ي َِ ي ح ِ َا َِ ه ِ ط َ ِف َن َ ِّ َ ِ ف ي ي ي َ َِن لق ل َديِح ِ ُ َ َ َ ِّ َ ََ يَ ِ ِكيِ َا َِِِيَ ي َ َْ َِ ٌ لر َق ِي َي ل ُ َ ل َ دف َ َ َ ِْ ِب ي ل َي َ َ َ ل َِ ِ نِ ي ل َِ ي َنِ َق َي َ َ ْ ْ ل “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barang siapa dibunuh secara zhalim, Maka Sesungguhnya kami Telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.” Allah melarang pembunuhan terhadap orang lain karena hal ini dapat menyebabkan hilangnya wujud manusia dan memicu permusuhan yang berkelanjutan bagi keluarga yang dibunuh serta dapat menimbulkan suasana yang tidak kondusif di masyarakat. Bahkan ayat ini tidak hanya melarang pembunuhan terhadap orang lain saja, akan tetapi melarang juga seseorang membunuh dirinya sendiri (bunuh diri). Rasulullah telah menyatakan bahwa pembunuhan dalam Islam diperbolehkan hanya apabila dilakukan dengan cara yang benar dan prosedural serta disebabkan karena tiga hal yaitu kekafiran setelah iman (murtad), zina bagi yang sudah menikah dan membunuh orang lain yang terlindungi darahnya dengan sengaja. Hal ini sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud dan terdapat dalam kitab Shaĥiĥ al-Bukhârî.7 َِ ُ رِح َِ رِح َِ يِ هب َ ي ََِِّ َي ِ يِ هب َ ي َ َِ ل ٌ ِ َ َُ هَ ِ ََِِِح ِِِْ َا يِ هب ل ي ِ ع ي َ ٍوُِ ل د ِ َ ل َ نا َ ي ٍَ َر ِ ْ وِ ل َ ِّ َِّن َ َِ َ َِِِ ف ي ي ُ َِ يِ هب ل ي هَ ي َِ َِ َِ ِ ِ هَ ِ َن ل ََِْ َِيِة هَ ي َِ يِ هب َ ي َ َِ ل ين َ ي يَ َِيِثحدَِّال ِف َن َف ي َْي ِف َن ل َِّ َي ل َِ َِ ِي َََل َا ي ي يِيٌَِّ ي ِ َ ََ لل َ ِْ َ ِي Telah menceritakan kepada kami Umar bin Hafsh, telah menceritakan kepada kami bapakku, telah menceritakan kepada kami Al A'masy, dari 'Abdullah bin Murrah dari Masruq dari Abdullah mengatakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "darah seorangmuslim yang telah bersyahadat laa-ilaahaillallah dan mengakui bahwa aku utusan Allah terlarang ditumpahkan selain 8 karena alasan diantara tiga; membunuh, berzina dan dia telah menikah, dan meninggalkan agama, meninggalkan jamaah muslimin." Salah satu isu HAM yang paling mendapat sorotan dalam Islam adalah hak atas hidup. Tradisi jahiliyah seperti mengubur anak perempuan hidup-hidup karena takut miskin adalah salah satu tradisi yang dikikis dan akhirnya berhasil dihilangkan oleh Nabi Muhammad Kemudian, yang diupayakan juga oleh Nabi Muhammad adalah hak untuk hidup, tapi bukan sekadar hidup, melainkan hidup dan merasa aman. Oleh karena itu, tegas beliau ﷺmenjelaskan kesakralan dari kehidupan dan darah manusia. Lebih jauh lagi Nabi Muhammad ﷺmengancam siapa-siapa yang menzalimi HAM orang lain, termasuk kepada non-muslim sekalipun. ِ ِنهل َ ِ ََ ِرنهنِهل ِْ َيل ِ َيِ َِِِّح ٍِ َْ ِْمِوِح ِا َِِ لِهل دِ َي ِ َِاِ ٍِ َل ا وِ َن َف ِ لحقََِّ َه َِ ََ َِ َِِِ ٍَ َفهل َ َِ ًََِح ََعِِ ََر َل ِ َُِِِّّنِ ِأ لٍ ِمح َ يَي َ ِ ََ ي َو Ketahuilah, bahwa siapa yangmenzalimi seorang mu’ahad, merendahkannya, membebaninya di atas kemampuannya atau mengambil sesuatu darinya tanpa seizinnya, maka saya adalah lawan bertikainya pada hari kiamat. (HR. Abu Dawud no. 3052). Jika terhadap non-muslim saja Islam menjamin hak hidup mereka, apalagi terhadap sesama umat Islam yang notabene adalah saudara. Allah berfirman: ِل ِانِ َِ َه َِِِمِفِهْ َِيِ ِايه َ ا ِ ِا َ َِْ ِِهْ ِاَِيََح ِا َذ َِ َع ِحَ ٍِ َل ده ََِّّ ل َب لٍََ ٍَفَح ٍَُِّمِ َ ِّعيَي ِْ ِِاِ ْيي ْلأ ِك ِهفه لأ ِِح َِيَي َْ َِ ِهح Dan barangsiapa membunuh seorang yang beriman dengan sengaja, maka balasannya ialah neraka Jahanam, dia kekal di dalamnya. Allah murka kepadanya, dan melaknatnya serta menyediakan azab yang besar baginya (QS. An-Nisa’: 93). Islam jelas menolak dominasi manusia atas manusia yang lain, terlebih dominasi itu sampai harus menghilangkan nyawa individu manusia. Jelas itu tidak sesuai dengan HAM dan juga ajaran luhur Islam. Maka, sungguh memilukan hati dan tidak bisa diterima oleh nalar ketika ada orang tua, misalnya, yang dengan tega membunuh anaknya. Seolah-olah ia 9 ingin kembali ke masa jahiliyah sebelum Nabi Muhammad ﷺdiutus. Dan tentu ini jauh dari prinsip ajaran Islam dan HAM yang sesungguhnya. 10 BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan Hak asasi manusia adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpa hak tersebut manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia. bahwa hak tersebut adalah hak yang dibawa sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa bukan pemberian manusia atau penguasa. Setiap orang berhak atas kebebasan beragama atau berkepercayaan. Konsekwensinya tidak seorang pun boleh dikenakan pemaksaan yang akan mengganggu kebebasannya untuk menganut atau memeluk suatu agama atau kepercayaan pilihannya sendiri. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama/ kepercayaannya. 11 DAFTAR PUSTAKA 1. Muhammad faisal hamdani, “Hukum keluarga islam dalam perspektif Ham universal (udhr) dan ham islam (uidhr),” Jurnal Ahkam, Vol. xvi, No. 1, Januari 2016, 2. Marbangun Hardjowirogo, HAM dalam Mekanisme-mekanisme Perintis Nasional, Regional dan Internasional, (Bandung: Patma, 1977), h.10, dalam Habib Shulton Asnawi, “Hak Asasi Manusia Islam dan Barat: Studi Kritik Hukum Pidana Islam dan Hukuman Mati,” Jurnal Supremasi Hukum, Vol. 1, No. 1, Juni 2012, 3. Eggi Sudjana, HAM dalam Perspektif Islam, Mencari Universalitas HAM bagi Tatanan Modersitas yang Hakiki, (Jakarta: Nuansa Madani, 2000), 12