Uploaded by User13818

TGS makalah hadis ahkam

advertisement
MAKALAH
HADIS TENTANG HAK ASASI MANUSIA,
HAK-HAK BERIBADAH DAN HAK-HAK UNTUK HIDUP
Disusun Oleh:
Wahyu Maulana (180104041)
Dosen Pegampu:
Saifuddin M.Ag
PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
BANDA ACEH
2020-2021
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanya bagi Allah Swt, Rabb semesta alam. Tidak
ada daya dan upaya selain dari Nya. Semoga kita selalu dilimpahkan rahmat dan
karunia Nya dalam mengarungi kehidupan ini.
Salawat dan salam selalu dilimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw.
Beserta keluarga, sahabat dan orang-orang yang mengikutinya sampai akhir
zaman di manapun mereka berada.
Alhamdulillah dengan izin dan kehendak dari Nyalah, sehingga makalah
ini dapat saya selesaikan. Makalah ini saya ambil judul “ hadis tentang hak asasi
manusia; hak-hak beribadah dan hak untuk hidup”.
Medan,
Januari 2021
Wahyu Maulana
(180104041)
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................
DAFTAR ISI ...................................................................................................
i
ii
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................
1.1. Latar Belakang Masalah ....................................................................
1.2. Rumus Masalah .................................................................................
1.3. Tujuan Masalah .................................................................................
1
1
2
2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................
2.1. Pengertian Hak Asasi Manusia ..........................................................
2.2. Hak-Hak Beribadah/ beragama .........................................................
2.3. Hak untuk hidup ................................................................................
3
3
5
7
BAB III PENUTUP ........................................................................................
3.1. Kesimpulan ........................................................................................
11
11
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Manusia merupakan makhluk yang telah dimuliakan oleh Allah swt dan
diciptakan dalam bentuk yang paling sempurna dengan komponen yang lengkap
berupa jasad, ruh dan akal. Berkat potensi akal yang diberikan oleh Allah,
manusia
dapat
menciptakan
berbagai
karya
yang
dapat
mendukung
keberlangsungan hidupnya. Manusia juga yang dipasrahi oleh Allah untuk
menjadi pemimpin makhluk di bumi ini. Atas dasar kemulian manusia ini maka
Islam sangat menekankan sekali perlindungan terhadap manusia dalam berbagai
aspek. Islam juga sangat memperhatikan kebutuhan-kebutuhan manusia baik yang
bersifat primer (utama), sekunder (pendukung) ataupun tersier (pelengkap).
Berbagai aturan yang terdapat di dalam Al-Qur’an dan Hadis banyak
memberikan arahan kepada manusia untuk bagaimana menjaga kemaslahatan
hidup mereka baik dalam hubungannya dengan pemenuhan kebutuhan pribadi
ataupun kebutuhan orang lain. Pemahaman dan pelaksanaan ajaran-ajaran Islam
yang benar akan dapat mengantarkan manusia pada kehidupan yang tentram dan
penuh dengan kedamaian.
Realitas kehidupan di masyarakat terkadang justru menampilkan fenomena
yang bertentangan dengan misi ajaran Islam yang penuh dengan kedamaian dan
membawa rahmat bagi alam semesta. Banyaknya pelanggaran terhadap hak asasi
manusia semakin memperburuk keadaan dan dapat merugikan banyak pihak.
Kasus pelanggaran terhadap perlindungan nyawa manusia yang diwujudkan
dalam bentuk kekerasan, perkelahian bahkan sampai pada tingkat pembunuhan
menunjukkan kurangnya kesadaran manusia terhadap ajaran-ajaran agama yang
sangat menekankankan sekali penjagaan nyawa manusia. Begitu juga adanya
kasus pencurian, pembegalan dan perampokkan menandakan adanya pelanggaran
terhadap hak orang lain dalam masalah harta benda. Kasus penelantaran terhadap
anak yang dilahirkan ataupun kasus aborsi sebagai dampak dari pergaulan bebas
turut memperburuk keadaan manusia baik secara sosial ataupun agama.
1
1.2.
Rumus Masalah
1. Apa hadis hak-hak beribadah ?
2. Apa hadis hak untuk hidup ?
1.3.
Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui hadis hak beribadah
2. Untuk mengetahui hadis hak untuk hidup
2
BAB II
PEMBAHASA
2.1.
Pengertian Hak Asasi Manusia
Hak asasi manusia (HAM) secara etimologis, merupakan terjemahan
langsung dari human rights dalam bahasa Inggris, “droits de l’home” dalam
bahasa Perancis, dan menselijke rechten dalam bahasa Belanda. Namun ada juga
yang menggunakan istilah HAM sebaga terjemahan dari basic raights dan
fundamental rights dalam bahasa Inggris, serta grondrechten dan fundamental
rechten dalam bahasa Belanda.1
Secara terminologis, istilah hak asasi manusia sering dinamakan dengan
hak-hak yang melekat pada diri manusia sejak lahir.2 Miriam Budiardjo
mengatakan bahwa hak asasi adalah hak yang dimiliki manusia yang diperoleh
dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran atau kehadirannya di dalam
kehidupan masyarakat.3 Sedangkan menurut Jan Meterson dari Komisi HAM
PBB bahwa hak asasi manusia adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia,
yang tanpa hak tersebut manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.
Selanjutnya ia mengungkapkan bahwa hak tersebut adalah hak yang dibawa sejak
lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa bukan pemberian manusia atau
penguasa. Hak ini sifatnya sangat mendasar bagi hidup dan kehidupan manusia
yang bersifat kodrati, yakni ia tidak dapat terlepas dari dan dalam kehidupan
manusia.
Pokok-pokok yang menjadi hak bagi seluruh manusia sebagaimana
dirumuskan dalam UDHR (Universal Declaration of Human Right) adalah:
1. Hak untuk memiliki martabat, tidak dihina dan tidak diperlakukan sebagai
budak seperi yang tercantum pada pasal 1, pasal 4 dan pasal 5.
1
Marbangun Hardjowirogo, HAM dalam Mekanisme-mekanisme Perintis Nasional, Regional dan
Internasional, (Bandung: Patma, 1977), h.10, dalam Habib Shulton Asnawi, “Hak Asasi Manusia Islam dan
Barat: Studi Kritik Hukum Pidana Islam dan Hukuman Mati,” Jurnal Supremasi Hukum, Vol. 1, No. 1, Juni
2012, h.28.
2
Eggi Sudjana, HAM dalam Perspektif Islam, Mencari Universalitas HAM bagi Tatanan Modersitas yang
Hakiki, (Jakarta: Nuansa Madani, 2000), h.3.
3
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Umum, 2000), h.120.
3
2. Hak untuk hidup, merdeka, dan selamat seperti pada pasal 3.
3. Hak untuk mendapatkan keadilan, perlindungan hukum, tidak ditangkap tanpa
bukti yang nyata dan untuk mengeluarkan pendapat (bebas dalam bicara) dan
berserikat (berkumpul membentuk organisasi) seperti pada pasal 7, 8,
9,10,11,19 dan 20.
4. Hak untuk bebas mengurus diri dan keluarganya sendiri tanpa intervensi pihak
atau instansi lain seperti pada pasal 12.
5. Hak untuk mendapatkan tempat tinggal atau hidup ditempat yang ia sukai
seperti yang terdapat pada pasal 13.
6. Hak untuk lari dan mencari perlindungan ke segala penjuru dunia selama dia
tidak melanggar hukum-hukum dasar PBB seperti pada pasal 14.
7. Hak untuk mendapatkan pengakuan sebagai warga negara dari negara yang
dimiliki seperti pada pasal 15.
8. Hak untuk mencari dan mendapatkan jodoh secara bebas tanpa dibatasi
kebangsaan, warga negara, dan agama seperti pada pasal 16.
9. Hak untuk memiliki harta (pasal 17).
10. Hak bebas untuk berpikir, mengganti agama dan beribadah (Pasal 18).
11. Berhak berdaulat dan ikut serta (berpartisipasi) dalam urusan negerinya sendiri
seperti menduduki jabatan pemerintahan. (Pasal 21).
12. Berhak tehadap jaminan sosial, berusaha, dan bekerja sesuai dengan
keinginannya,
mendapat
upah
dari
pekerjaannya
dan
perlindungan
kepentingan baik secara moral dan material seperti Pasal 22, 23 dan 27 ayat
(2).
13. Hak untuk istirahat, liburan, menikmati seni dan berbudaya, memporoleh
kesehatan dan tingkat kehidupan yang layak bagi diri dan keluarganya seperti
Pasal 24, 25, dan 27 ayat (1).
14. Hak untuk mendapatkan pendidikan dan mendidik anak (Pasal 26).4
4
Muhammad faisal hamdani, “Hukum keluarga islam dalam perspektif Ham universal (udhr) dan ham
islam (uidhr),” Jurnal Ahkam, Vol. xvi, No. 1, Januari 2016, h.25.
4
2.2.
Hak-Hak Beribadah/ beragama
Dalam Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia (DUHAM),
kebebasan beragama telah termaktub dan menjadi peraturan Internasional.
Kebebasan beragama diatur dalam pasal 18 yang berbunyi “Everyone has the right
to freedom of thought, conscience and religions…” yang mana menjelaskan
bahwa setiap manusia memilki hak untuk beragama dan hak-hak kebebasan
lain. Secara umum, DUHAM dapat diterima oleh negara-negara Islam. Piagam
HAM universal ini memunculkan kebebasan beragama, pun kebebasan bergantiganti agama.
Kebebasan dalam makna yang luas atau universal memunculkan banyak
kebebasan-kebebasan lain, selain daripada memeluk agama. Dalam makna bebas,
arti dari pasal 18 deklarasi HAM tersebut adalah “setiap orang berhak atas
kebebasan berpikir, hati nurani dan beragama; hak ini termasuk kebebasan untuk
mengubah agamanya atau kepercayaannya, dan kebebasan, baik sendiri atau di
masyarakat dengan orang lain dan di depan umum atau swasta, untuk
mewujudkan agamanya atau kepercayaannya dalam mengajar, berlatih, beribadah
dan taat.” Dengan kata lain, orang yang mau memeluk dan mengamalkan jenis
agama apa saja harus dhormati dan diberi kebebasan.
1. Kebebasan Menurut Agama Islam
Sejak sebelum lahir kedunia, manusia sudah memiliki kecenderungan untuk
meyakini adanya Tuhan yang menciptakan dirinya. Manusia sudah memiliki
perasaan atau sifat mempercayai adanya wujud pencipta-Nya sejak dari awal ia
terlahir ke dunia. Perjanjian primordial antara Tuhan dan manusia sebelum
ditiupkan kepada rahim seorang ibu dilaksanakan. Dalam surah al-A’raf dapat
dilihat mengenai perjanjian primordial tersebut. Maksud dari ayat ini adalah,
setiap manusia yang lahir, memiliki hati yang fitrah atau bersih. Didalam hati
yang bersih tersebut, terdapat pengakuan bahwa pastilah ada pencipta seluruh
alam semesta ini. Manusia yang mana kehidupannya bersumber dari salah satu
bagian tulang punggung ini, telah ditanyakan oleh Allah bahwa memang Allah
satu-satunya Tuhannya dan hal ini diakui pula oleh manusia. Dengan kata lain,
5
manusia bukan hanya mengakui, akan tetapi menyaksikan bagaimana hal itu
terjadi sebelum kita tercipta dan terlahir ke dunia ini.
Di dalam Tafsir Ibnu Katsir, Q.S. Al-A’raf menjelaskan bahwa manusia
berasal dari tulang sulbi mereka, dan manusia menyaksikan dengan sendirinya
bahwa Allah-lah tuhan mereka. Allah menguasai manusia dan tidak ada tuhan
melainkan Dia. Hanya Allah-lah yang membuat fitrah mereka seperti itu adanya.
Dapat dilihat bahwa, manusia tidak dapat mengelak bahwa Allah-lah Tuhannya
jika ia meninggal nanti, meskipun ia tidak dalam keadaan beragama Islam.
Manusia telah menyaksikan Tuhan-Nya sebelum mereka lahir ke Dunia.
‫ِافَِنَح‬
َ َْ َِ
ِ ِْ ‫حن‬
‫ت ِر يِهََّا ه‬
ِ‫ت ِرط‬
ِ ‫ِانِ َِ ِهح يِفه‬
‫خ َِ َليَد ِب ِا‬
َ‫ه‬
َ ‫ِ َِق َِن‬
‫َدل َِكَ ِهجِ ِْم ِ َق َأ‬
َ ِّ‫َِني‬
ِ‫حن َ ِ َرث ِ ِر َِ كِِ ََٰ هل َيَِِِِِّّ لأ يِيَِّد لل كََِِج‬
َ ‫ندِ َمنِ لعي ِا يِفه‬
Artinya : Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus pada agama (Allah), (tetaplah
atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada
perubahan atas fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahui.
Makna dari hanif dalam ayat ini adalah agama yang Allah telah
sempurnakan agama ini dengan puncak kesempurnaan. Jika ia mengikuti agama
tersebut, berarti manusia berada pada fitrahnya yang salimah (lurus dan benar).
Sebagaimana ketika Allah ciptakan para makhluk dalam keadaan itu. Allah telah
menciptakan para makhluk dalam keadan mengenal-Nya, mentauhidkan-Nya dan
mengakui tidak ada yang berhak disembah selain Allah”.
Dalam Tafsir al-Azhar, ayat ini menjelaskan bahwa agama yang
ditegakkan oleh Muhammad adalah agama yang Hanif itu. Yang mana artinya,
tetaplah pelihara fitrah manusia itu sendiri, yaitu perasaan murni dalam jiwa setiap
manusia yang belum terpengaruh dari yang lain yaitu mengakui adanya kekuasaan
tertinggi dalam alam ini, Yang Maha Kuasa, Yang Maha Perkasa, dan sifat-sifat
lainnya. Meskipun sudah banyak diselewengkan oleh anak cucunya, baik dari
Bani Israil yang menjadikannya agama Yahudi dan juga kemudian dilanjutkan
6
lagi oleh keturunan Bani Israil yang menjadikan Tuhan itu adalah tiga dalam satu
begitupun sebaliknya.
Agama Islam disebut sebagai agama fitrah, karena semua ajaran Islam
selalu sesuai dengan fitrah manusia dan membawa kebaikan bagi hamba. Jika
Islam melarang terhadap suatu perbuatan, pasti perbuatan tersebut mengandung
sesuatu yang membuat kemudaratan bagi manusia. Jika kita Islam memerintahkan
suatu perbuatan, bisa dipastikan suatu perbuatan tersebut mengandung unsur
manfaat bagi manusia. Fitrah Tauhid dan beragama sejak semula sudag berakar
pada jiwa manusia, tetapi kemudian tertutup karena kelalaian manusia dalam
memelihara
dan
menjaga
kebersihan
fitrahnya
dari
pengaruh-pengaruh
menyesatkan. Jadi, agama Islam disebut sebagai agama fitrah, karena tidak pernah
menyalahi terhadap maslahat manusia tersebut.
َ ‫ َيِ َن‬، ‫ِن ِريوَ َه َ ِ ََ دل ِه ِّ َيوِيوَ َه ِْم ِ َِ ِييأل‬
‫ت ِرَْ ِانِع دليِِي ل ٍِ َيِلي َو لر ُب‬
ِّ َ ‫دلف‬
Artinya: Setiap manusia yang lahir, mereka lahir dalam keadaan fitrah. Orang
tuanya lah yang menjadikannya Yahudi atau Nasrani (HR. Bukhari-Muslim)
Melihat hadis di atas, maka dapat diketahui bahwa seorang anak yang lahir
ke dunia, ia lahir dalam keadaan fithrah, orang tuanyalah yang menjadikan ia
Yahudi ataupun Nasrani. Para ulama dan cendekiawan Muslim berbeda pendapat
dalam memaknai kata fithrah. Secara sederhana, lafazh fithrah berarti suci atau
bersih termasuk bersih dari dosa. Makna inilah yang seringkali disematkan ke
dalam hadis di atas. Padahal sebenarnya, pengertian suci atau bersih seperti ini
mungkin bukanlah yang dimaksudkan oleh konteks hadis di atas.
2.3.
Hak untuk hidup
Hak hidup merupakan hak yang sangat mendasar dan penting untuk
dipertahankan, baik yang menyangkut hidup pribadi ataupun hidup orang lain.
Hak ini harus diberikan kepada orang lain tanpa memperhatikan perbedaanperbedaan yang ada di antara mereka. Ketentuan tentang pemeliharan jiwa dan
kehidupan dapat ditemukan dalam Al-Qur’an surat Al - Isra : 33 berikut ini:
7
َ ‫ل هَ ي َِ يِ هب ل ي َ ِ ي َِ ي ح‬
ِ َ‫ا َِ ه‬
ِ ‫ط َ ِف َن‬
َ ِّ َ ِ
‫ف ي ي ي َ َِن لق ل‬
‫َديِح‬
ِ ‫ُ َ َ َ ِّ َ ََ يَ ِ ِكيِ َا َِِِيَ ي‬
َ َْ َِ ‫ٌ لر َق ِي‬
َ‫ي‬
‫ل‬
‫ُ َ ل‬
َ ‫دف َ َ َ ِْ ِب ي ل‬
‫َي‬
َ ‫َ َ ل َِ ِ نِ ي ل َِ ي َنِ َق َي‬
َ َ ْ
‫ْ ل‬
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barang
siapa dibunuh secara zhalim, Maka Sesungguhnya kami Telah memberi
kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui
batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat
pertolongan.”
Allah melarang pembunuhan terhadap orang lain karena hal ini dapat
menyebabkan hilangnya wujud manusia dan memicu permusuhan yang
berkelanjutan bagi keluarga yang dibunuh serta dapat menimbulkan suasana yang
tidak kondusif di masyarakat. Bahkan ayat ini tidak hanya melarang pembunuhan
terhadap orang lain saja, akan tetapi melarang juga seseorang membunuh dirinya
sendiri (bunuh diri).
Rasulullah
telah
menyatakan
bahwa
pembunuhan
dalam
Islam
diperbolehkan hanya apabila dilakukan dengan cara yang benar dan prosedural
serta disebabkan karena tiga hal yaitu kekafiran setelah iman (murtad), zina bagi
yang sudah menikah dan membunuh orang lain yang terlindungi darahnya dengan
sengaja. Hal ini sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud dan
terdapat dalam kitab Shaĥiĥ al-Bukhârî.7
َِ ‫ُ رِح َِ رِح َِ يِ هب َ ي ََِِّ َي‬
‫ِ يِ هب َ ي َ َِ ل‬
‫ٌ ِ َ َُ هَ ِ ََِِِح ِِِْ َا يِ هب ل ي ِ ع ي‬
َ ٍ‫وُِ ل د ِ َ ل‬
َ ‫نا َ ي ٍَ َر‬
ِ ‫ْ وِ ل‬
َ ِّ ‫َِّن‬
َ َِ
َ َِِِ ‫ف ي ي‬
‫ُ َِ يِ هب ل ي هَ ي َِ َِ َِ ِ ِ هَ ِ َن‬
‫ل ََِْ َِيِة هَ ي َِ يِ هب َ ي َ َِ ل‬
‫ين َ ي يَ َِيِثحدَِّال ِف َن َف ي َْي ِف َن ل‬
َِّ َ‫ي‬
‫ل َِ َِ ِي َََل َا ي ي يِيٌَِّ ي ِ َ ََ لل‬
َ ِْ َ ِ‫ي‬
Telah menceritakan kepada kami Umar bin Hafsh, telah menceritakan kepada
kami bapakku, telah menceritakan kepada kami Al A'masy, dari 'Abdullah bin
Murrah dari Masruq dari Abdullah mengatakan Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "darah seorangmuslim yang telah bersyahadat laa-ilaahaillallah dan mengakui bahwa aku utusan Allah terlarang ditumpahkan selain
8
karena alasan diantara tiga; membunuh, berzina dan dia telah menikah, dan
meninggalkan agama, meninggalkan jamaah muslimin."
Salah satu isu HAM yang paling mendapat sorotan dalam Islam adalah
hak atas hidup. Tradisi jahiliyah seperti mengubur anak perempuan hidup-hidup
karena takut miskin adalah salah satu tradisi yang dikikis dan akhirnya berhasil
dihilangkan oleh Nabi Muhammad
Kemudian, yang diupayakan juga oleh Nabi Muhammad adalah hak untuk
hidup, tapi bukan sekadar hidup, melainkan hidup dan merasa aman. Oleh karena
itu, tegas beliau ‫ ﷺ‬menjelaskan kesakralan dari kehidupan dan darah manusia.
Lebih jauh lagi Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬mengancam siapa-siapa yang menzalimi
HAM orang lain, termasuk kepada non-muslim sekalipun.
ِ ِ‫نهل َ ِ ََ ِرنهنِهل ِْ َيل‬
ِ ‫َيِ َِِِّح ٍِ َْ ِْمِوِح ِا َِِ لِهل دِ َي ِ َِاِ ٍِ َل‬
‫ا وِ َن َف‬
ِ ‫لحقََِّ َه َِ ََ َِ َِِِ ٍَ َفهل‬
َ ِ‫َ ًََِح ََعِِ ََر َل‬
ِ َِِِّّ‫ُنِ ِأ لٍ ِمح َ يَي َ ِ ََ ي َو‬
Ketahuilah, bahwa siapa yangmenzalimi seorang mu’ahad, merendahkannya,
membebaninya di atas kemampuannya atau mengambil sesuatu darinya tanpa
seizinnya, maka saya adalah lawan bertikainya pada hari kiamat. (HR. Abu
Dawud no. 3052).
Jika terhadap non-muslim saja Islam menjamin hak hidup mereka, apalagi
terhadap sesama umat Islam yang notabene adalah saudara. Allah berfirman:
‫ِل ِانِ َِ َه َِِِمِفِهْ َِيِ ِايه‬
َ ‫ا‬
ِ ‫ِا‬
َ َِْ ‫ِِهْ ِاَِيََح ِا َذ َِ َع ِحَ ٍِ َل ده ََِّّ ل َب لٍََ ٍَفَح ٍَُِّمِ َ ِّعيَي ِْ ِِاِ ْيي ْلأ ِك ِهفه لأ ِِح َِيَي َْ َِ ِهح‬
Dan barangsiapa membunuh seorang yang beriman dengan sengaja, maka
balasannya ialah neraka Jahanam, dia kekal di dalamnya. Allah murka
kepadanya, dan melaknatnya serta menyediakan azab yang besar baginya (QS.
An-Nisa’: 93).
Islam jelas menolak dominasi manusia atas manusia yang lain, terlebih
dominasi itu sampai harus menghilangkan nyawa individu manusia. Jelas itu tidak
sesuai dengan HAM dan juga ajaran luhur Islam.
Maka, sungguh memilukan hati dan tidak bisa diterima oleh nalar ketika
ada orang tua, misalnya, yang dengan tega membunuh anaknya. Seolah-olah ia
9
ingin kembali ke masa jahiliyah sebelum Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬diutus. Dan tentu ini
jauh dari prinsip ajaran Islam dan HAM yang sesungguhnya.
10
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Hak asasi manusia adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia,
yang tanpa hak tersebut manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia. bahwa
hak tersebut adalah hak yang dibawa sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang
Maha Esa bukan pemberian manusia atau penguasa.
Setiap
orang
berhak
atas
kebebasan
beragama
atau
berkepercayaan.
Konsekwensinya tidak seorang pun boleh dikenakan pemaksaan yang akan
mengganggu kebebasannya untuk menganut atau memeluk suatu agama atau
kepercayaan pilihannya sendiri. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduk untuk memeluk agama/ kepercayaannya.
11
DAFTAR PUSTAKA
1. Muhammad faisal hamdani, “Hukum keluarga islam dalam perspektif Ham
universal (udhr) dan ham islam (uidhr),” Jurnal Ahkam, Vol. xvi, No. 1,
Januari 2016,
2. Marbangun Hardjowirogo, HAM dalam Mekanisme-mekanisme Perintis
Nasional, Regional dan Internasional, (Bandung: Patma, 1977), h.10, dalam
Habib Shulton Asnawi, “Hak Asasi Manusia Islam dan Barat: Studi Kritik
Hukum Pidana Islam dan Hukuman Mati,” Jurnal Supremasi Hukum, Vol. 1,
No. 1, Juni 2012,
3. Eggi Sudjana, HAM dalam Perspektif Islam, Mencari Universalitas HAM bagi
Tatanan Modersitas yang Hakiki, (Jakarta: Nuansa Madani, 2000),
12
Download