BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja identik dengan masa pubertas, di masa ini terjadi perubahan fisik di semua bagian tubuh baik ekternal maupun internal yang juga mempengaruhi psikologis remaja (Hurlock, 2003). Di dalam masa remaja juga terdapat tahapan perkembangan yang salah satunya adalah tahapan psikososial yang menurut Erikson (dalam Myers, 2014) didefinisikan sebagai masa pencarian identitas sebagai konsepsi koheren diri yang terdiri dari tujuan, nilai, dan keyakinan yang dipercayai sepenuhnya oleh orang yang bersangkutan. Pada masa ini, remaja lebih banyak menghabiskan waktu bersama dengan teman sebaya dibandingkan dengan keluarga, oleh karena itu remaja menganggap teman sebaya sebagai tokoh panutan, teman, dan kedekatan yang mana hal ini didukung oleh pernyataan dari Czikzentmihalyi (dalam Prawira, 2014). Teman sebaya merupakan tempat untuk membina hubungan dekat yang berfungsi sebagai tempat berlatih untuk hubungan yang akan dibina pada saat dewasa (Buhrmester, 1996). Masa remaja dibagib menjadi 3 bagian yaitu masa remaja awal, remaja madya, dan remaja akhir (Gunarsa & Gunarsa, 2012). Masa remaja awal dan remaja madya merupakan masa yang paling kuat untuk mendapat pengaruh dari teman sebaya dan akan menurun pada masa remaja pertengahan seiring dengan mendekatnya kembali hubungan remaja dengan orangtua (Myers, 2014). Remaja madya merupakan remaja yang memiliki rentang umur dari 13-18 tahun (Gunarsa & Gunarsa, 2012). Pada usia 13-18 dikatakan sebagai usia yang rentan terhadap 1 2 tindak agresivitas terkait dengan emosi remaja yang sedang fluktuatif. Remaja di dalam tahapan perkembangan psikososial akan banyak melakukan interaksi dengan individu, masyarakat maupun organisasi lain, oleh karena itu remaja akan mendapat pengaruh dari individu maupun masyarakat yang diajak melakukan interaksi. Pengaruh tersebut dapat berdampak ke tingkah laku yang disebut dengan konformitas (Yuliana, 2013). Konformitas akan terjadi apabila seseorang melakukan interaksi dengan orang lain dan menampilkan perilaku karena orang lain menampilkan perilaku tersebut (Sears, 2002). Adapun alasan mengapa seseorang melakukan konformitas adalah keinginan agar diterima secara sosial atau yang disebut dengan pengaruh normatif. Pengaruh normatif akan terjadi ketika kita mengubah perilaku kita untuk menyesuaikan diri dengan norma kelompok atau standar kelompok agar kita diterima secara sosial, selain itu adanya pengaruh informasi juga mendorong seseorang untuk melakukan konformitas terkait dengan tendensi seseorang untuk menyesuaikan diri agar diterima oleh lingkungan sekitar (Taylor, Peplau, & Sears, 2009). Pengaruh normatif dapat memberikan dampak positif maupun negatif, seperti individu yang mampu mengikuti aturan-aturan yang berlaku di masyarakat dengan baik, namun di sisi lain individu juga dapat terpengaruh dengan lingkungan sosial untuk melakukan perilaku yang negatif yang terkait dengan konformitas yaitu tawuran (Yuliana, 2013). Salah satu kasus tawuran yang baru-baru ini terjadi adalah tawuran antara remaja yang bersekolah di SMA 109 Jakarta dengan SMA 60 Jakarta yang mengakibatkan tewasnya salah satu siswa SMA 109 Jakarta, korban tewas akibat luka tusukan dan pukulan. Pelaku merupakan siswa SMA 60 yang telah drop out dan saat ini sedang buron. Tawuran ini terjadi karena kedua sekolah tersebut saling mengejek di media sosial dan memicu emosi dari kedua belah pihak siswa di sekolah tersebut (Kompas, November 2014). 3 Peneliti memutuskan untuk memfokuskan penelitian di salah satu SMA Negeri di Denpasar dengan alasan jumlah murid yang lebih banyak dan kasus-kasus kekerasan yang lebih banyak terjadi di SMA Negeri di Denpasar. Peneliti melakukan wawancara dengan salah satu guru di SMA Negeri Denpasar mengenai remaja, beliau mengatakan bahwa banyak hal-hal yang dapat terjadi pada masa remaja seperti yang akhir-akhir ini digemari oleh remaja yaitu internet, remaja sekarang menggunakan internet khususnya media sosial untuk mencurahkan isi hati dan emosi. Remaja yang tidak mampu mengelola emosinya cenderung mudah tersinggung dan mudah marah. Salah satu masalah yang terjadi adalah remaja berkelahi hanya karena masalah status di media sosial, menurut Guru tersebut sekarang ini bukan hanya remaja laki-laki yang berkelahi bahkan dari beberapa kasus lebih banyak remaja perempuan yang berkelahi. Guru di SMAN 7 mengatakan hal tersebut terkait dengan kecerdasan emosional remaja yang rendah karena belum memahami dan mengenali emosi diri sendiri maupun orang lain. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di SMAN 7 Denpasar melalui wawancara dengan beberapa murid, peneliti mendapatkan beberapa fakta yang terkait dengan penelitian yaitu bahwa di luar organisasi yang dibentuk oleh pihak sekolah, murid-murid membentuk organisasi lain atau yang biasa disebut dengan geng. Muridmurid membentuk geng berdasarkan tahun angkatan pada awal bersekolah di SMAN 7 Denpasar. Menurut sumber yang telah diwawancara, pertengkaran antar geng terjadi pada saat semua murid sedang berkumpul di lapangan sekolah. Salah satunya adalah pada saat ulang tahun sekolah geng dari angkatan 23 dan 24 bertengkar hanya karena saling ejek ketika berlangsungnya lomba untuk memperingati ulang tahun sekolah. Pertengkaran terjadi karena diawali oleh aksi saling ejek antar geng, namun pertengkaran tersebut hanya sebatas adu mulut karena pihak sekolah segera melerai pertengkaran tersebut. Fakta lain 4 yang ditemukan oleh peneliti adalah kebiasaan bolos siswa, salah satu murid mengatakan bahwa setiap harinya ada saja yang beberapa siswa yang bolos. Para murid yang bolos sekolah akan pergi dari sekolah sendiri-sendiri dan akan mencari tempat untuk berkumpul bersama. Berdasarkan hasil studi pendahuluan diatas dapat dikatakan bahwa masa remaja merupakan usia bermasalah yang terkait dengan kemampuan remaja untuk menyelesaikan masalah-masalah di dalam hidupnya (Hurlock, 2003). Hal tersebut akan menjadi masalah apabila penyelesaian masalahnya tidak sesuai dengan harapan remaja tersebut. Jika remaja tidak berhasil menyelesaikan masalahnya, akan muncul ketegangan dari dalam dirinya. Apabila seorang remaja memiliki masalah dan menganggu kehidupannya, maka remaja tersebut akan berusaha mencari jalan keluar untuk menghentikan masalah tersebut (Hurlock, 2003). Hal tersebut biasanya dilakukan dengan melampiaskan perasaan yang ada di dalam diri remaja tersebut seperti mengeluarkan amarah, melempar barang, bahkan sampai memukul orang dan perilaku lainnya yang merujuk ke tindak agresivitas. Oleh karena perilaku-perilaku tersebut, remaja akan merasa frustasi dan bingung akan perbuatannya. Masalah akan semakin bertambah apabila lingkungan yang diharapkan bisa membantu permasalahan justru menambah permasalahan yang ada. Lingkungan di sekitar remaja turut berperan serta dalam proses perkembangan pada remaja, lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat (Anjari, 2012). Remaja lebih banyak menghabiskan waktunya di sekolah daripada di rumah, hal ini diakibatkan karena pada masa-masa inilah remaja sangat senang jika dapat menghabiskan waktunya dengan teman-temannya terkait dengan masa perkembangannya yang ingin mencari jati diri dan ingin diterima oleh kelompok teman sebayanya menurut Erikson (dalam Myers, 2014). Remaja banyak melakukan interaksi dengan teman sebaya 5 di sekolah. Teman sebaya dianggap memengaruhi perkembangan kepribadian seseorang. Apabila individu tidak memiliki kontrol terhadap dirinya dan tidak mampu memilah-milah perbuatan mana yang harus ditiru, remaja tersebut akan mudah mengimitasi perilakuperilaku buruk yang ada (Yusuf, 2011). Perilaku buruk tersebut seperti melanggar peraturan sekolah dan merujuk pada kekerasan. Kekerasan adalah suatu hal yang tidak jarang lagi kita temui. Beberapa media pun banyak memaparkan kasus agresivitas terutama pada remaja seperti media massa, media elektronik sampai media cetak. Bentuk-bentuk dari kekerasan yang dilakukan remaja sangatlah beragam, hal ini dapat dilihat dari meningkatnya kasus kekerasan yang dilakukan oleh remaja secara individual maupun kelompok (Taylor, Peplau, & Sears, 2009). Agresivitas yang semakin meningkat di kalangan remaja pasti akan meresahkan lingkungan sekitar seperti di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Hal tersebut terjadi karena sesama individu pasti akan berinteraksi satu sama lain. Tidak semua interaksi yang dilakukan bersifat positif, melainkan ada juga yang negatif seperti perkelahian, tawuran dan lain sebagainya. Perilaku negatif tersebut dapat dilakukan secara sukarela oleh individu karena orang lain atau teman sebaya melakukan hal yang sama, perilaku tersebut dapat dikatakan sebagai konformitas (Taylor, Peplau, & Sears, 2009). Salah satu fenomena yang sempat meresahkan warga di Denpasar adalah tindak kekerasan yang dilakukan oleh remaja yang berusia 15-17 tahun yang sedang menduduki bangku Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN). Pada tahun 2012 Tempo mengamati perkelahian antar remaja yang pada waktu itu sangat marak terjadi di Bali yaitu di Denpasar. Lima gadis remaja yang menjadi tersangka kekerasan terhadap gadis remaja lainnya, kejadian tersebut bermula dengan cekcok yang terjadi antara korban dan salah satu pelaku, namun tidak lama kemudian beberapa teman pelaku juga ikut menganiaya korban. Video kekerasan tersebut tersebar luas di internet dan jejaring sosial lainnya (Tempo, 6 Februari 2012), kasus diatas merupakan salah satu dari tindak kekerasan yang terjadi karena konformitas, karena suatu kelompok mampu memberikan pengaruh yang besar pada individu seperti perilaku agresif yang termasuk pada agresivitas remaja. Bentuk-bentuk agresivitas dapat diarahkan ke dalam maupun luar diri individu yang merupakan perilaku agresif seperti berkelahi, melukai orang, melanggar peraturan, dan berkata-kata kasar (Kurniawati, 2010). Masalah remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi oleh anak laki-laki maupun perempuan, hal tersebut dikarenakan oleh ketidakmampuan remaja untuk mengatasi sendiri masalahnya menurut cara yang diyakini oleh setiap remaja (Hurlock, 2003). Munculnya agresivitas pada remaja dipengaruhi oleh banyak faktor seperti faktor keluarga, sekolah dan lingkungan sekitar (Kurniawati, 2010). Tindak agresivitas yang dilakukan oleh remaja berkaitan dengan emosi remaja yang dapat dikatakan fluktuatif (naik-turun) berkaitan dengan hormon dan meningkatnya emosiemosi negatif, oleh karena itu pada masa-masa inilah remaja sulit mengontrol emosinya (Hurlock, 2003). Faktor lain yang menjadi penyebab dari pergolakan emosi yang dialami oleh remaja, yaitu lingkungan sosial, lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat (Dewi, 2012). Remaja yang melakukan tindak agresivitas dikarenakan remaja yang tidak mampu mengelola emosi diri dengan baik, sehingga ketika emosi memuncak dan tidak mampu dibendung lagi, emosi tersebut akan meluap-luap dan remaja akan melakukan tindakan yang tidak akan disadari seperti tindak agresivitas (Kurnia, Hardjajani, & Nugroho, 2012). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2012) dikatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan diantara kecerdasan emosional dengan agresivitas. Remaja yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi cenderung mampu untuk mengelola emosi dan mengenali perasaan dengan baik. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dikemukakan oleh Kurnia, Hardjajani, & Nugroho (2012) bahwa adanya hubungan negatif antara kecerdasan emosi dengan agresivitas pada remaja awal yang dapat dikatakan bahwa 7 semakin tinggi kecerdasan emosi, semakin rendah agresivitasnya dan sebaliknya semakin rendah kecerdasan emosi, semakin tinggi agresivitas. Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri, mampu bertahan pada saat mengalami frustasi dan menjaga keselarasan emosi dengan cara pengendalian diri, mengontrol dorongan (impulse), empati, dan keterampilan sosial (Goleman, 1995). Seorang remaja yang memiliki sikap dan perilaku yang positif adalah seorang remaja yang memiliki kemampuan untuk mengendalikan diri dengan baik, mampu memahami perasaan diri sendiri dan orang lain, dan mampu membina hubungan yang baik dengan orang lain, dengan demikian remaja tersebut dapat dikatakan sebagai remaja yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi (Indrayana & Hendrati, 2013). Berdasarkan paparan diatas, peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara konformitas dan kecerdasan emosional terhadap agresivitas pada remaja di SMAN 7 Denpasar, selain itu dari beberapa kasus dan hasil penelitian yang telah dipaparkan peneliti diatas memiliki persamaan yaitu tindak kekerasan yang dilakukan oleh remaja secara berkelompok dan persepsi bahwa adanya hubungan antara konformitas dan kecerdasan emosional terhadap agresivitas inilah yang membuat peneliti ingin mengambil judul penelitian ini. B. Rumusan Masalah Berdasarkan paparan diatas peneliti ingin mengetahui apakah terdapat hubungan konformitas dan kecerdasan emosional terhadap agresivitas pada remaja madya di SMAN 7 Denpasar. 8 C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan konformitas dan kecerdasan emosional terhadap agresivitas pada remaja madya di SMAN 7 Denpasar. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian yang terdapat di penelitian ini terdiri dari dua jenis manfaat, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis sebagai berikut. 1. Manfaat Teoretis Data dari penelitian tersebut diharapkan mampu memberikan manfaat bagi perkembangan disiplin ilmu psikologi sosial dan psikologi perkembangan. Hasil dari penelitian ini diharapkan bisa menjadi acuan untuk pengembangan penelitian selanjutnya mengenai agresivitas, konformitas, dan kecerdasan emosional khususnya pada remaja. 2. Manfaat Praktis a. Pihak sekolah Pihak sekolah mampu memahami dan menjelaskan mengenai agresivitas, konformitas dan kecerdasan emosional pada remaja di SMAN 7 Denpasar. b. Orang tua Orang tua mampu memahami tentang perubahan-perubahan yang dialami oleh remaja sesuai dengan tahap perkembangannya c. Siswa Siswa mampu membedakan perilaku mana yang pantas untuk ditiru dan tidak ditiru, serta lebih memahami tentang emosi diri dan orang lain. 9 yaitu dengan cara lebih memberikan konseling pada murid-murid yang dirasa membutuhkan bantuan. E. Keaslian Penelitian Penelitian-penelitian di bawah ini merupakan penelitian yang telah dijabarkan peneliti untuk melihat persamaan dan perbedaan yang dilihat dari segi subjek penelitian, metode penelitian, analisis penelitian dan tempat diadakannya penelitian. Tata cara penulisan pernyataan, pendapat dan teori sudah disesuaikan dengan ketentuan yang telah berlaku dan telah disertakan di daftar pustaka. Penelitian ini berjudul “Hubungan Konformitas dan Kecerdasan Emosional terhadap Agresivitas Pada Remaja Madya di SMAN 7 Denpasar”. Pada penelitian lain terdapat variabel yang serupa dengan variabel yang ada di penelitian ini. Terdapat 9 penelitian yang dijadikan pembanding oleh peneliti. Penelitianpenelitian tersebut adalah Prihayanti (2009) meneliti tentang pengaruh agresivitas dan aktivitas belajar siswa terhadap prestasi belajar matematika siswa kelas VII semester 2 SMP Negeri 1 Baki Sukoharjo Tahun Pelajaran 2005/2006, Praptiani (2013) meneliti tentang pengaruh kontrol diri terhadap agresivitas remaja dalam menghadapi konflik sebaya dalam pemaknaan gender, Nurdin (2009) pengaruh kecerdasan emosional terhadap penyesuaian sosial siswa di sekolah, Soliha (2010) hubungan antara persepsi terhadap penerimaan teman sebaya dengan tendensi agresivitas relasional pada remaja putri di SMPN 27 Semarang, Kusumo (2007) meneliti tentang agresivitas remaja ditinjau dari perilaku minum minuman keras. Penelitian lainnya adalah Yuliana (2013) hubungan antara konformitas negatif dengan perilaku agresif siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Bancak kabupaten Semarang tahun pelajaran 2012/2013, Putri (2011) hubungan antara indentitas 10 sosial dan konformitas dengan perilaku agresi pada suporter sepakbola persisam putra samarinda, Rianton (2013) hubungan antara konformitas kelompok teman sebaya dengan gaya hidup hedonis pada mahasiswa kab. Dharmasraya di Yogyakarta, Indrayana & Hendrati (2013) hubungan antara kecerdasan emosional dan konformitas kelompok teman sebaya dengan konsep diri remaja. Perbedaan yang terletak di setiap penelitian yang telah dipaparkan diatas adalah terletak di tempat pelaksanaan penelitian. Seluruh peneltian yang telah dipaparkan diatas melaksanakan peneltian di kota yang berbeda dengan penelitian ini. Penelitian Prihayanti (2009) dilakukan di Sukoharjo, penelitian Praptiani (2013); Indrayana dan Hendrati (2013) dilakukan di kota malang, penelitian Nurdin (2009) dilakukan di Jakarta, penelitian Soliha (2010); Kusumo (2007); Yuliana (2013) dilakukan di kota semarang, penelitian Putri (2011) dilakukan di Samarinda, dan penelitian Rianton (2013) dilakukan di Yogyakarta. Penelitian Perbedaan lain yang ditemukan adalah pada bagian metode penelitian, dari 9 peneltian terdapat 1 penelitian yang menggunakan metode penelitian kuantitatif dan kualitatif yaitu penelitian Praptiani (2009), sedangkan penelitian lainnya menggunakan metode penelitian kuantitatif. Perbedaan terletak juga di subjek penelitian, pada penelitian ini subjek yang digunakan adalah siswa dan siswi SMA. Terdapat 6 penelitian dengan subjek yang berbeda dari penelitian ini yaitu penelitian Prihayanti (2009); Yuliana (2013) menggunakan siswa SMP sebagai subjek penelitian, Soliha (2010); Putri (2011) menggunakan remaja putri sebagai subjek penelitian, Rianton (2013) menggunakan mahasiswa sebagai subjek penelitian, Indrayana dan Hendriati (2013) menggunakan siswa SMK sebagai subjek penelitian. Perbedaan lain yang ditemukan adalah pada analisis yang digunakan, pada penelitian ini analisis statistik yang digunakan adalah analisis regresi dan korelasi parsial. Dari 9 penelitian diatas, 5 diantaranya menggunakan analisis yang berbeda yaitu Prihayanti 11 (2009) menggunakan uji komparasi ganda, penelitisn Kusumo (2007); Rianton (2013); Putri (2011) menggunakan analisis product moment, dan penelitian Yuliana (2013) menggunakan analisis Kendall’s tau b. Persamaan yang terletak di setiap penelitian yang telah dipaparkan diatas adalah terletak pada subjek penelitian. Dari 9 penelitian yang telah dipaparkan diatas, 3 penelitian diantaranya menggunakan subjek yang sama dengan subjek pada penelitian ini yaitu remaja di SMA. Penelitian tersebut antara lain Praptiani (2013); Nurdin (2009); Kusumo (2007). Persamaan lainnya adalah penggunaan variabel bebas, variabel bebas pada penelitian ini adalah konformitas dan kecerdasar emosional. Dari 9 penelitian yang telah dipaparkan diatas, 1 penelitian yaitu penelitian Indrayana dan Hendriati (2013) menggunakan variabel bebas yang sama dengan penelitian ini. Persamaan lainnya yang ditemukan adalah pada analisis yang dilakukan pada penelitian yang telah dipaparkan diatas. Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis regresi dan korelasi parsial. Dari 9 penelitian, terdapat 3 penelitian yaitu Nurdin (2009); Soliha (2010); Indrayana dan Hendrati (2013) menggunakan teknik analisis regresi. Pada penelitian ini metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kuantitatif. Dari 9 penelitian yang telah dipaparkan diatas, 8 diantaranya menggunakan metode penelitian yang sama yaitu penelitian Prihayanti (2009); Nurdin (2009); Soliha (2010); Kusumo (2007); Yuliana (2013); Putri (2011); Rianton (2013); Indrayana dan Hendrati (2013). Penelitian ini merupakan penelitian yang belum pernah dilakukan sebelumnya, hal yang membuat penelitian ini berbeda adalah peneliti menambahkan satu variabel di dalam penelitian ini yaitu kecerdasan emosional dan topik pembahasannya yaitu hubungan konformitas dan kecerdasan emosional terhadap agresivitas pada remaja madya di SMAN 7 Denpasar.