BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pendidikan a. Definisi Pendidikan Menurut Suparlan Suhartono dalam Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang, pendidikan merupakan sistem proses menuju pendewasaan, pencerdasan, dan pematangan diri. Mengutip pendapat Ki Hadjar Dewantara bahwa pendidikan berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek) dan tubuh anak (Tim Pengembangan MKDK IKIP semarang, 1991). Menurut GBHN tahun 1973 menyebutkan bahwa pada hakekatnya pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. (Suhartono 2006, Ihsan 2001, dan Notoatmodjo 2003). b. Ruang Lingkup Pendidikan Ruang lingkup pendidikan terdiri dari pendidikan informal, formal dan nonformal. Pendidikan informal adalah pendidikan yang diperoleh seseorang di rumah dalam lingkungan keluarga. Pendidikan ini berlangsung tanpa organisasi, yakni tanpa orang tertentu yang diangkat atau ditunjuk sebagai pendidik, tanpa suatu program yang harus diselesaikan dalam jangka waktu tertentu, tanpa evaluasi yang formal berbentuk ujian. Pendidikan formal ialah pendidikan yang mempunyai bentuk atau organisasi tertentu, seperti yang terdapat di sekolah atau universitas. Sedang pendidikan nonformal adalah meliputi berbagai usaha khusus yang diselenggarakan secara terorganisasi agar terutama generasi muda dan juga orang dewasa yang tidak dapat sepenuhnya atau sama sekali tidak berkesempatan mengikuti pendidikan sekolah dapat memiliki pengetahuan praktik dan ketrampilan dasar yang mereka perlukan sebagai warga masyarakat yang produktif (Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang 1991). c. Jenjang Pendidikan Formal Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang pendidikan, jenjang pendidikan formal terdiri atas : 1) Pendidikan Dasar Yaitu jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Contohnya : SD, MI, SMP dan MTs atau bentuk lain yang sederajat. 2) Pendidikan Menengah Yaitu lanjutan pendidikan dasar yang terdiri dari pendidikan menengah kejuruan. Contohnya : SMA, MA, SMK dan MAK atau bentuk lain yang sederajat. 3) Pendidikan Tinggi Merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister dan doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi. Pendidikan tinggi dapat berbentuk akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut atau universitas. (Tim Redaksi Nuansa Aulia 2008) d. Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pendidikan 1) Umur Umur merupakan indikator kedewasaan seseorang, semakin bertambah umur, pendidikan yang didapat akan semakin bertambah pula. Baik itu pendidikan formal maupun pendidikan nonformal, perubahan kemampuan, yang diinginkan penampilan adalah atau terjadi perilakunya. Selanjutnya perubahan perilaku didasari adanya perubahan atau penambahan pengetahuan, sikap atau ketrampilannya (Notoatmodjo, 2003). 2) Tingkat Sosial Ekonomi Tingkat sosial ekonomi sangat mempengaruhi perbaikan pendidikan dan perbaikan pelayanan kesehatan yang diinginkan oleh masyarakat. Rata-rata keluarga dengan sosial ekonomi yang cukup baik akan memilih tingkat pendidikan dan sarana kesehatan yang bagus dan bermutu (Effendi, 1998 dan Notoatmodjo, 2003). 2. Keluarga Berencana a. Pengertian 1) Kontrasepsi Kontrasepsi adalah upaya mencegah kehamilan yang bersifat sementara ataupun menetap. Kontrasepsi dapat dilakukan tanpa menggunakan alat, secara mekanis, menggunakan obat/alat, atau dengan operasi (Mansjoer 2001). 2) Keluarga Berencana Keluarga Berencana menurut UU No. 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga kesil, bahagia dan sejahtera (Arum dan Sujiyatini, 2009). 3) Kontrasepsi Suntikan DMPA (Depo Medroxy Progresterone Acetat) Adalah alat kontrasepsi berupa cairan yang mengandung 150 mg DMPA, yang diberikan setiap 3 bulan dengan cara disuntik intramuscular (didaerah bokong). (Syaifuddin, 2006). b. Keuntungan dan Kerugian Keuntungannya antara lain: a) Sangat efektif b) Pencegahan kehamilan jangka panjang c) Tidak berpengaruh pada hubungan suami - istri. d) Tidak mengandung estrogen sehingga tidak berdampak serius terhadap penyakit jantung dan gangguan pembekuan darah. e) Tidak memiliki pengaruh terhadap ASI, sehingga bisa digunakan oleh ibu menyusui. f) Sedikit efek samping. g) Klien tidak perlu menyimpan obat suntik. h) Dapat digunakan oleh perempuan usia > 35 tahun sampai menopause. i) Membantu mencegah kanker endometrium dan kehamilan ektopik. j) Menurunkan kejadian penyakit jinak payudara. k) Mencegah beberapa penyebab penyakit radang panggul. l) Menurunkan krisis anemia bulan sabit (sickle cell). (Arum dan Sujiyatini 2009). Kerugiannya antara lain: a) Sering ditemukan gangguan haid, misalnya : siklus haid yang memendek atau memanjang, perdarahan yang banyak atau sedikit, perdarahan yang tidak teratur atau perdarahan bercak/ spotting, tidak haid sarna sekali (amenorhea) b) Klien sangat bergantung pada tempat sarana pelayanan kesehatan (harus kembali untuk suntikan). c) Tidak dapat dihentikan sewaktu-waktu sebelum suntikan berikutnya. d) Permasalahan berat badan merupakan efek-samping tersering e) Tidak menjamin perlindungan terhadap penularan Infeksi menular seksual, Hepatitis B, atau infeksi virus HIV. f) Terlambatnya kembali kesuburan setelah penghentian pemakaian. g) Terlambatnya kembali kesuburan bukan karena terjadinya kerusakan/kelainan pada organ genetalia, melainkan karena belum habisnya pelepasan obat suntikan dari deponya (tempat suntikan). h) Terjadi perubahan lipid serum pada penggunaan jangka panjang. i) Penggunanan jangka panjang dapat sedikit menurunkan kepadatan tulang (densitas). j) Penggunanan jangka panjang dapat menimbulkan kekeringan pada vagina, menurunkan libido, gangguan emosi (jarang), sakit kepala, nervositas, jerawat (Syaifudin 2006). c. Mekanisme Kerja 1) Menekan ovulasi 2) Mengentalkan lendir serviks sehingga menghentikan daya tembus sperma 3) Mengubah endometrium menjadi tidak cocok untuk implantasi 4) Mengurangi fungsi tuba falopi (Everet, Suzanne, 2007). d. Efek Samping/Komplikasi, antara lain : 1) Gangguan haid Pola haid yang normal dapat berubah menjadi : (1) Amenore (2) Perdarahan ireguler (3) Perdarahan bercak (spooting) 2) Berat badan yang bertambah Umumnya pertambahan berat badan tidak terlalu besar, bervariasi antara kurang dari 1 kg sampai 5 kg dalam tahun pertama 3) Sakit kepala Insiden sakit kepala terjadi pada < 1 – 17% akseptor (Hartanto, 2004). e. Indikasi, antara lain : 1) Berada dalam usia reproduksi 2) Nullipara dan yang telah memiliki anak 3) Menghendaki kontrasepsi jangka panjang dan memiliki efektifitas tinggi 4) Ibu menyusui yang membutuhkan kontrasepsi yang aman untuk ibu menyusui 5) Setelah melahirkan (untuk menjarangkan kelahiran) 6) Setelah abortus atau keguguran 7) Telah banyak anak, tetapi belum menghendaki tubektomi 8) Perokok 9) Tidak dapat memakai kontrasepsi yang mengandung estrogen 10) Tekanan darah < 180/110 mmHg dengan masalah gangguan pembekuan darah atau anemia bulan sabit 11) Menggunakan obat untuk epilepsi (fenitoin dan barbiturate) atau obat tuberculosis (rifampisin). 12) Sering lupa menggunakan pil kontrasepsi. 13) Anemia defisiensi besi. 14) Mendekati usia menopause yang tidak mau atau tidak boleh menggunakan pil kontrasepsi kombinasi (Syaifuddin 2006). f. Kontra Indikasi, antara lain : 1) Ibu yang sedang hamil atau dicurigai hamil 2) Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya 3) Tidak dapat menerima terjadinya gangguan haid, terutama amenorea 4) Menderita kanker payudara atau riwayat kanker payudara 5) Diabetes mellitus disertai komplikasi (Syaifuddin 2006). g. Waktu mulai menggunakan DMPA, yaitu : a. Setiap saat selama siklus haid, asal ibu tersebut tidak hamil b. Mulai hari pertama sampai hari ke-7 siklus haid c. Pada ibu yang tidak haid, injeksi pertama dapat diberikan setiap saat, asalkan saja ibu tersebut tidak hamil. Selama 7 hari setelah suntikan tidak boleh melakukan hubungan seksual d. Ibu yang menggunakan kontrasepsi hormonal lain dan ingin mengganti dengan kontrasepsi suntikan. Bila ibu telah menggunakan kontrasepsi hormonal sebelumnya secara benar, dan ibu tersebut tidak hamil, suntikan pertama dapat langsung diberikan. Tidak perlu menunggu sampai haid berikutnya datang e. Bila ibu sedang menggunakan jenis kontrasepsi jenis lain dan ingin menggantinya dengan jenis kontrasepsi suntikan yang lain lagi, kontrasepsi suntikan yang akan diberikan dimulai pada saat jadwal kontrasepsi suntikan sebelumnya f. Ibu yang menggunakan kontrasepsi nonhormonal dan ingin menggantinya dengan kontrasepsi hormonal, suntikan pertama kontrasepsi hormonal yang akan diberikan dapat segera diberikan, asal saja ibu tersebut tidak hamil, dan pemberiannya tidak perlu menunggu haid berikutnya datang. Bila ibu suntik setelah hari ke-7 haid, ibu tersebut selama 7 hari setelah suntikan tidak boleh melakukan hubungan seksual g. Ibu ingin menggantikan AKDR dengan kontrasepsi hormonal. Suntikan pertama dapat diberikan pada hari pertama sampai hari ke-7 siklus haid, asal saja ibu tersebut tidak haid h. Ibu tidak haid atau ibu dengan perdarahan haid tidak teratur. Suntikan pertama dapat diberikan setiap saat, asal saja ibu tersebut tidak hamil, dan selama 7 hari setelah suntikan tidak boleh melakukan hubungan seksual (Saifuddin 2006). 3. Kepatuhan a. Pengertian Menurut Kaplan dkk (1997) dalam Syakirablog 2009, kepatuhan adalah derajat dimana pasien mengikuti anjuran klinis dari dokter yang mengobatinya. Menurut Kasklet (Niven 2000) dalam Syakirablog 2009 kepatuhan adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh professional kesehatan. b. Hal-hal yang mempengaruhi tingkat kepatuhan dan ketidakpatuhan Menurut Suddart dan Brunner (2002) dalam Syakirablog 2009 yang mempengaruhi tingkat kepatuhan adalah : 1) Demografi, seperti usia, jenis kelamin, suku bangsa, status sosial ekonomi dan pendidikan 2) Psikososial, seperti intelegensia, sikap terhadap tenaga kesehatan, penerimaan, atau penyangkalan terhadap penyakit, keyakinan agama atau budaya dan biaya finansial dan lainnya. Niven dalam Syakirablog 2009 menggolongkan faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan menjadi empat bagian, antara lain : 1) Pemahaman tentang instruksi Tak seorangpun dapat mematuhi instruksi jika ia salah paham tentang instruksi yang diberikan kepadanya 2) Kualitas Interaksi Kualitas interaksi antara profesional kesehatan dan pasien merupakan bagian yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan. 3) Isolasi sosial dan keluarga Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta juga dapat menentukan tentang program pengobatan yang dapat mereka terima. 4) Keyakinan, sikap dan kepribadian Becker et al 1979 (Niven 2002) dalam Syakirablog 2009 telah membuat suatu usulan bahwa model keyakinan kesehatan berguna untuk memperkirakan adanya ketidakpatuhan. c. Strategi Untuk Meningkatkan Kepatuhan Menurut Smet (1994) dalam Syakirablog 2009, berbagai strategi telah dicoba untuk meningkatkan kepatuhan adalah : 1) Dukungan profesional kesehatan Dukungan profesional kesehatan sangat diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan, contoh yang paling sederhana dalam hal dukungan tersebut adalah dengan adanya teknik komunikasi. Komunikasi memegang peranan penting karena komunikasi yang baik diberikan oleh profesional kesehatan baik Dokter/ perawat dapat menanamkan ketaatan bagi pasien. 2) Dukungan sosial Dukungan sosial yang dimaksud adalah keluarga. Para profesional kesehatan yang dapat meyakinkan keluarga pasien untuk menunjang peningkatan kesehatan pasien maka ketidakpatuhan dapat dikurangi. 3) Perilaku sehat Modifikasi perilaku sehat sangat diperlukan. Untuk pasien dengan hipertensi diantaranya adalah tentang bagaimana cara untuk menghindari dari komplikasi lebih lanjut apabila sudah menderita hipertensi. Modifikasi gaya hidup dan kontrol secara teratur atau minum obat anti hipertensi sangat perlu bagi pasien hipertensi. 4) Pemberian informasi Pemberian informasi yang jelas pada pasien dan keluarga mengenai penyakit yang dideritanya serta cara pengobatannya (Syakira, Ghana dalam syakirablog.blogspot.com.2009) B. Kerangka Teori Faktor Predisposisi : C. pendidikan D. pengetahuan E. F. sikap ekonomi G. umur H. tradisi dan kepercayaan Kepatuhan jadwal Faktor Pemungkin : penyuntikan ulang akseptor Ketersediaan sarana dan KB suntik DMPA prasarana atau fasilitas kesehatan Faktor Penguat : Perilaku tokoh masyarakat Perilaku petugas kesehatan Perilaku sehat Gambar 2.2 Kerangka Teori Sumber : Modifikasi Lawrence Green dalam Notoatmodjo ( 2003 ) C. Kerangka Konsep Kepatuhan jadwal penyuntikan Tingkat Pendidikan ulang akseptor kontrasepsi suntik DMPA Gambar 1.3 Kerangka konsep D. Hipotesis Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kepatuhan jadwal penyuntikan ulang pada akseptor kontrasepsi suntik DMPA