BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan faktor utama dalam membentuk pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik buruknya pribadi manusia menurut ukuran normatif. Menyadari akan hal tersebut pemerintah sangat serius menangani bidang pendidikan, sebab dengan sistem pendidikan yang baik diharapkan muncul generasi penerus bangsa yang berkualitas dan mampu menyesuaikan diri untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Guru adalah salah satu unsur manusia dalam proses pendidikan. Dalam proses pendidikan di sekolah, guru memegang tugas ganda yaitu sebagai pengajar dan pendidik. Sebagai pengajar guru bertugas menuangkan sejumlah bahan pelajaran ke dalam otak anak didik, sedangkan sebagai pendidik guru bertugas membimbing dan membina anak didik agar menjadi manusia susila yang cakap, aktif, kreatif dan mandiri. Mulyasa (2015:36) berpendapat bahwa guru harus mampu memaknai pembelajaran, serta menjadikan pembelajaran sebagai ajang pembentukan kompetensi dan perbaikan kualitas pribadi peserta didik. Oleh sebab itu, tugas berat sebagai seorang guru pada dasarnya hanya dapat dilaksanakan oleh guru yang memiliki kompetensi profesional yang tinggi. Guru memegang peranan sentral dalam proses belajar mengajar, sehingga mutu pendidikan di sekolah sangat ditentukan oleh kemampuan yang dimiliki guru dalam menjalankan tugasnya. Kunandar (2010:40) menjelaskan bahwa guru adalah faktor penentu bagi keberhasilan pendidikan di sekolah, gurulah yang berada di garda terdepan dalam menciptakan kualitas sumber daya manusia. Guru berhadapan langsung dengan para peserta didik di kelas melalui proses belajar megajar. Di tangan gurulah akan dihasilkan peserta didik yang berkualitas, baik secara akademis, skill (keahlian), kematangan emosional, moral, dan spiritual. Oleh karena itu, diperlukan sosok guru yang mempunyai kualifikasi, kompetensi, dan dedikasi yang tinggi dalam menjalankan tugas profesionalnya. Dalam menciptakan kualitas sumber daya manusia, sangat diperlukan guru (pendidik) 1 dalam standar mutu kompetensi dan profesionalisme yang terjamin. Untuk mencapai jumlah guru profesional yang dapat menggerakan dinamika kemajuan pendidikan nasional diperlukan suatu proses pembinaan berkesinambungan, tepat sasaran dan efektif. Proses 1 menuju guru profesional ini perlu didukung oleh semua unsur yang terkait dengan guru. Unsur-unsur tersebut dapat dipadukan untuk menghasilkan suatu sistem yang dapat dengan sendirinya bekerja menuju pembentukan guru-guru yang profesional dalam kualitas maupun kuantitas yang mencukupi. Sejalan dengan kebijakan pemerintah, melalui UU No.14 Tahun 2005 pasal 7 mengamanatkan bahwa pemberdayaan profesi guru diselenggarakan melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak deskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak azasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi. Di samping itu menurut pasal 20, dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Mengingat berat dan kompleksnya membangun pendidikan, adalah sangat penting untuk melakukan upaya-upaya guna mendorong dan memberdayakan tenaga pendidik untuk semakin profesional. Hal ini tidak lain dimaksudkan untuk menjadikan upaya membangun pendidikan kokoh, serta mampu untuk terus menerus melakukan perbaikan ke arah yang lebih berkualitas. Profesionalisme guru merupakan sebuah kebutuhan yang tidak dapat ditunda-tunda lagi, seiring dengan semakin meningkatnya persaingan yang semakin ketat dalam era globalisasi seperti sekarang ini. Diperlukan orang-orang yang memang benar-benar ahli dibidangnya, sesuai dengan kapasitas yang dimilikinya agar semua orang dapat berperan secara maksimal, termasuk guru sebagai sebuah profesi yang menuntut kecakapan dan keahlian tersendiri. Profesionalisme tidak hanya karena faktor tuntutan dari perkembangan zaman, tetapi pada dasarnya juga merupakan suatu keharusan bagi setiap individu dalam kerangka perbaikan kualitas hidup manusia. Profesionalisme menuntut keseriusan dalam kompetensi yang memadai, sehingga seseorang dianggap layak untuk melaksanakan sebuah tugas (Daryanto, 2013:5). Guru profesional adalah guru yang mengedepankan mutu dan kualitas layanan dan produknya, layanan guru harus memenuhi standarisasi kebutuhan masyarakat, bangsa, dan pengguna serta memaksimalkan kemampuan peserta didik berdasar potensi dan kecakapan yang dimiliki masing-masing individu. Untuk menjadi guru yang profesional harus memiliki beberapa kompetensi. Dalam undang-undang Guru dan Dosen No.14/2005 dan Peraturan Pemerintah No.19/2005 dinyatakan bahwa kompetensi guru meliputi kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi profesional dan kompetensi sosial. Semua kompetensi tersebut harus dimiliki oleh seorang guru dalam melakukan kegiatan mengajar di sekolah. Guru yang bermutu adalah guru yang profesional dalam pekerjaannya karena guru yang profesional senantiasa dapat meningkatkan kualitasnya. Oleh karena itu seorang guru harus mampu menguasai kompetensi tersebut sehingga peserta didik dapat dengan mudah menyerap ilmu yang didapat. Dewasa ini pendidikan di Indonesia berkembang dengan pesat, dengan kondisi seperti ini guru dituntut memiliki wawasan yang luas dalam perkembangan pendidikan. Peran dari seorang guru dipandang dari sisi tugas dan tanggung jawabnya tidaklah ringan. Untuk itu seorang guru selayaknya mendapatkan perhatian yang ideal. Kinerja seorang guru dikatakan baik jika guru telah melakukan unsur-unsur yang terdiri dari kesetiaan dan komitmen yang tinggi pada tugas mengajar, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran, kedisiplinan dalam mengajar dan tugas lainnya, kreativitas dalam pelaksanaan pengajaran, kerjasama dengan semua warga sekolah, kepemimpinan yang menjadi panutan siswa, kepribadian yang baik, jujur, dan objektif dalam membimbing siswa, serta tanggung jawab terhadap tugasnya. Membahas masalah kualitas dari kinerja guru tidak terlepas dari pencapaian hasil belajar. Hal ini karena kinerja guru sangat menentukan keberhasilan proses belajar yang efektif dan efisien sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai dan terwujud dari hasil belajar siswa yang baik yang pada akhirnya dapat mencetak lulusan yang berkualitas. Menurut Bacal (2005:3) kinerja adalah proses komunikasi yang berlangsung terus menerus, yang dilaksanakan kemitraan, antara seorang guru dan siswa dengan terjadinya proses komunikasi yang baik antar kepala sekolah dengan guru, dan guru dengan siswa dalam proses pembelajaran dapat mempercepat pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan oleh guru, dan ini merupakan suatu sistem kinerja yang memberi nilai tambah bagi sekolah dalam rangka meningkatkan kualitas siswa dalam belajar. Kinerja sebagai suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugastugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu (Hasibuan, 2003:34). Selain itu, kinerja juga dapat diartikan sebagai suatu hasil dalam usaha seseorang guru yang dicapai dengan adanya kemampuan dan perbuatan dalam situasi tertentu. Peningkatan kinerja guru yang lebih baik tidak hanya dituntut bagi mereka yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) melainkan juga bagi mereka yang berstatus guru honorer. Selama ini guru yang bekerja diberbagai sekolah negeri maupun sekolah swasta seringkali masyarakat mengira bahwa para guru tersebut berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS). Padahal tidak semua guru yang bekerja di sekolah-sekolah tersebut berstatus PNS tetapi ada juga yang berstatus guru honorer, guru bantu, dan juga guru kontrak. Menurut arsip data kepegawaian Kabupaten Bima Tahun 2014-2015 yang ditetapkan dari Dinas Pendidikan Kabupaten Bima tentang Guru Honorer yang bertugas diberbagai SMA negeri dan swasta se-Kabupaten Bima yang berjumlah 1130 orang dengan rincian sebagai berikut: guru honorer di SMA Negeri berjumlah 612 orang sedangkan di SMA swasta berjumlah 518 orang. Beberapa data guru honorer yang sementara ini penulis peroleh antara lain: Guru Honorer di SMAN 1 Madapangga 77 orang, SMAN 1 Woha 25 orang, SMAN 2 Woha 21 orang, SMKN 2 Bima 25 orang, SMAN 1 Bolo 36 orang, SMAN 2 Bolo 49 orang, SMAN 1 Palibelo 39 Orang. Sedangkan di SMA Swasta antara lain: SMA Muhammadiyah Woha 44 orang, SMA PGRI Woha 21 orang, dan SMK Yahya Kalampa 29 orang. (Dikutip dari data Kepegawaian Kabupaten Bima Tahun 2014-2015). Kinerja yang optimal merupakan harapan semua pihak, namun kenyataan dilapangan menunjukkan masih ada beberapa guru honorer sejarah yang kinerjanya tidak optimal. Berdasarkan observasi di beberapa SMA Se-Kabupaten Bima, terlihat bahwa kinerja guru honorer dirasakan masih belum memuaskan. Minimnya kesejahteraan guru menyebabkan kosentrasi guru terpecah menjadi beberapa sisi. Disatu sisi guru harus menambah kapasitas akademis pembelajaran dengan terus memperbaharui dan berinovasi dengan media, metode pembelajaran, dan kapasitas dirinya. Disisi lain, sebagai efek dari minimya kesejahteraan, seorang guru honorer dituntut memenuhi kesejahteraannya dengan melakukan usaha atau kegiatan lain seperti, berdagang, bertani, bahkan menjadi tukang ojek. Akhirnya, sisi peningkatan kualitas akademis menjadi tersisihkan. Guru honorer pada jam sekolah lebih banyak menghabiskan waktu di luar sekolah, dan untuk mengisi kekosongan jam mengajarnya guru honorer kerap hanya menitipkan catatan atau tugas kepada muridnya. Peranan guru selain sebagai seorang pengajar, guru juga berperan sebagai seorang pendidik. Pendidik adalah setiap orang yang dengan sengaja mempengaruhi orang lain untuk mencapai tingkat kemanusiaan yang lebih tinggi. Sehingga sebagai pendidik, seorang guru harus memiliki kesadaran atau merasa mempunyai tugas dan kewajiban untuk mendidik. Fakta di lapangan yang sering dijumpai di sekolah yaitu kurang disiplinya guru, terutama kedisiplinan dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Sering sekali kelas ditemukan kosong tanpa guru pengganti apabila guru yang bersangkutan tidak hadir mengisi jadwalnya. Kedisiplinan diartikan sebagai sikap mental yang mengandung kerelaan mematuhi semua ketentuan, peraturan dan norma yang berlaku dalam menunaikan fungsi dan tanggung jawab terhadap pendidikan anak didiknya, karena bagaimanapun seorang guru atau tenaga pendidik merupakan cermin bagi anak didiknya dalam sikap atau teladan. Permasalahan lain yang ditemukan adalah kurang adanya pembinaan profesi seperti pelatihan atau penataran pendidikan, seminar, kursus-kursus atau pendidikan formal yang lebih tinggi yang diperuntukkan bagi guru honorer, hal ini terjadi disebabkan status kepegawaian mereka yang hanya berstatus guru honorer. Padahal dalam upaya mengembangkan mutu pendidikan salah satunya adalah dengan cara meningkatkan mutu tenaga pendidik. Dan peningkatan mutu tenaga pendidik seharusnya bukan hanya diperuntukkan bagi guru yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) melainkan juga bagi guru honorer. Karena tugas dan kewajiban mereka sama, yaitu mencerdaskan anak-anak bangsa. Permasalahan lain yang ditemukan adalah kurangnya motivasi guru honorer dalam meningkatkan kualitas diri karena mereka cenderung tidak diberi kesempatan untuk lebih maju, lebih berkembang seperti halnya guru pegawai negeri sipil, dan lagi-lagi itu sebabkan status kepegawaiannya. Padahal motivasi kerja guru juga merupakan faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi kinerja guru untuk mencapai tujuan pendidikan. Motivasi merupakan kekuatan pendorong bagi seseorang untuk melakukan suatu kegitan yang diwujudkan dalam bentuk perbuatan nyata. Dengan demikian semakin tinggi motivasi seseorang maka semakin tinggi pula kinerjanya begitu pula sebaliknya, semakin rendah motivasi seseorang maka semakin rendah pula kinerjanya. Apabila para guru mempunyai motivasi kerja yang tinggi, mereka akan terdorong dan berusaha meningkatkan kemampuannya dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi kurikulum yang berlaku di sekolah sehingga memperoleh hasil kerja yang maksimal. Guru memilki peran yang sangat besar dalam pendidikan, dipundaknya dibebani suatu tanggung jawab atas mutu pendidikan. Maka dari itu guru harus mengembangakan dirinya dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan dalam pembelajaran. Sekolah sekarang sudah dihadapkan pada persaingan dan teknologi yang tidak bersekala nasional akan tetapi sudah internasional, baik sekolah negeri maupun swata. Maka dari itu profesionalitas seorang guru harus diikuti oleh motivasi kerja guru dalam mengembangkan kurikulum di sekolah akan berguna, apabila guru mempunyai keinginan, bertanggung jawab, minat, penghargaan dan meningkatkan dirinya dalam melaksanakan tugas kegiatan mengajar. Demikian halnya dengan kinerja guru ditentukan oleh tingkat sejauh mana profesionalime guru, motivasi dan kedisiplinan kerjanya. Hal inilah yang menjadi latar belakang penelitian tentang “Pengaruh Profesionalime Guru, Motivasi dan Kedisiplinan Kerja Terhadap Kinerja Guru Honorer Sejarah di SMA se-Kabupeten Bima”. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan observasi di beberapa SMA Se-Kabupaten Bima, terlihat bahwa kinerja guru honorer sejarah dirasakan masih belum memuaskan. Dalam realitas sehari-hari masih diketemukan adanya permasalahan antara lain : 1) Masih banyaknya siswa yang tidak begitu menghargai keberadaan guru honorer. 2) Kesejahteraan guru honorer yang sangat minim, sehingga motivasi kerjanya juga berkurang. Akibatnya untuk mencukupin kehidupan sehari-hari guru honorer melakukan pekerjaan lain untuk menambah penghasilan. 3) Kurangnya kesempatan yang diberikan kepada guru honorer untuk lebih mengembangkan kualitas diri. 4) Kurang adanya pembinaan profesi seperti pelatihan atau penataran pendidikan, seminar, kursus-kursus atau pendidikan formal yang lebih tinggi yang diperuntukkan bagi guru honorer. 5) Masih banyak guru honorer yang mengampu mata pelajaran yang tidak relevan dengan pendidikannya. C. Pembatasan Masalah Pembatasan yang dikaitkan dengan judul di atas sangatlah luas, sehingga tidak mungkin dari lapangan permasalahan-permasalahan itu dapat terjangkau dan terselesaikan semua. Oleh karena itu perlu adanya pembatasan masalah guna menghindari kesalahpahaman sehingga timbul penafsiran yang berbeda-beda yang akan mengakibatkan penyimpangan judul di atas. Dalam hal ini penulis membatasi ruang lingkup dan fokus masalah yang diteliti sebagai berikut : 1. Profesionalisme guru dibatasi pada kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi profesional dan kompetensi sosial 2. Motivasi dibatasi pada kebutuhan akan prestasi, kebutuhan akan pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, dan kebutuhan akan kemajuan/berkembang 3. Kedisiplinan kerja dibatasi pada taat dengan aturan, melaksanakan tugas, bertumpu pada etos kerja, bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan semangat. 4. Kinerja guru dibatasi pada faktor kualitas kerja, kecepatan atau ketepatan dan inisiatif dalam bekerja. D. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang dijadikan pokok masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Adakah pengaruh profesionalisme guru terhadap kinerja guru honorer sejarah SMA seKabupaten Bima? 2. Adakah pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja guru honorer sejarah SMA se- Kabupaten Bima? 3. Adakah pengaruh kedisiplinan kerja terhadap kinerja guru honorer sejarah SMA seKabupaten Bima? 4. Adakah pengaruh profesionalisme guru, motivasi kerja dan kedisiplinan kerja secara bersama-sama terhadap kinerja guru honorer sejarah SMA se-Kabupaten Bima? E. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang dikemukakan di atas maka tujuan yang hendak dicapai antara lain: 1. Untuk mengetahui pengaruh profesionalisme guru terhadap kinerja guru honorer sejarah SMA se-Kabupaten Bima. 2. Untuk mengetahui pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja guru honorer sejarah di SMA se-Kabupaten Bima. 3. Untuk mengetahui pengaruh kedisiplinan kerja terhadap kinerja guru honorer sejarah di SMA se-Kabupaten Bima 4. Untuk mengetahui pengaruh profesionalisme guru, motivasi kerja dan kedisiplinan kerja terhadap kinerja guru honorer sejarah di SMA se-Kabupaten Bima F. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan, maka hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para akademis dan para praktisi pendidikan. 1. Manfaat Teoritis Menambah khasanah ilmu pengetahuan serta memberi masukan dalam rangka penyusunan teori atau konsep-konsep baru terutama untuk pengembangan pemikiran dalam memecahkan permasalahan yang berhubungan dengan kinerja guru bagi para peneliti berikutnya. 2. Manfaat Praktis a. Memberi masukan kepada guru untuk selalu meningkatkan profesionalisme, motivasi kerja, kedisiplinan kerja dan kinerjanya. b. Memberikan masukan kepada sekolah dan diknas sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan yang berhubungan dengan upaya profesionalisme guru, motivasi kerja, kedisiplinan kerja dan kinerja guru peningkatan