RINGKASAN DIANA FITHRIAH. Perubahan Penggunaan Lahan

advertisement
RINGKASAN
DIANA FITHRIAH. Perubahan Penggunaan Lahan dan Pengaruhnya Terhadap
Daya Dukung Lahan Untuk Mendukung Perencanaan Penataan Ruang (Studi
Kasus di Kota Bima Provinsi Nusa Tenggara Barat). Dibimbing oleh
KHURSATUL MUNIBAH dan WIDIATMAKA.
Kecenderungan perubahan penggunaan lahan mempunyai pola yang dinamis dan
kecepatan perubahan yang berbeda-beda di setiap tempat dan lokasi, bergantung
pada faktor-faktor yang dominan menjadi penyebab terjadinya perubahan
penggunaan lahan di suatu wilayah. Beberapa faktor penyebab perubahan
penggunaan lahan diantaranya adalah faktor biofisik wilayah, faktor sosial
ekonomi dan faktor kelembagaan. Perubahan penggunaan lahan akan dipengaruhi
dan berpengaruh terhadap perubahan daya dukung lingkungan. Berdasarkan
faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan penggunaan lahan dapat diketahui
pusat-pusat terjadinya perubahan penggunaan lahan.
Berbagai bentuk kerusakan dan bencana lingkungan seringkali merupakan
permasalahan lingkungan yang timbul akibat ketidaksesuaian antara pemanfaatan
dengan daya dukung lingkungan hidup. Hal ini umumnya timbul akibat
pertumbuhan penduduk atau perkembangan aktifitas manusia yang melampaui
kemampuan lingkungan yang mendukungnya. Banjir di Kota Bima yang terjadi
setiap tahun sejak tahun 2003 merupakan salah satu indikator yang mengarah
kepada ketidaksesuaian antara pemanfaatan dengan daya dukung lingkungan
hidup. Ada beberapa aspek terkait kondisi ini, misalnya aspek potensi lahan dan
penggunaan lahan. Untuk menjawab permasalahan-permasalahan tersebut, maka
tujuan penelitian ini adalah: (1) Mengidentifikasi kemampuan lahan Kota Bima;
(2) Menganalisis perubahan penggunaan lahan Kota Bima periode tahun 2005 2010 dan faktor fisik lahan yang mempengaruhinya; (3) Menganalisis kesesuaian
antara penggunaan lahan dengan kemampuan lahan Kota Bima; (4) Menganalisis
daya dukung lahan Kota Bima pada tahun 2005 dan tahun 2010. Daya dukung
lahan yang dimaksud adalah daya dukung lahan berbasis produktivitas, yaitu
kemampuan lahan dalam penyediaan kebutuhan pangan bagi masyarakat. Metode
perhitungan daya dukung mengacu kepada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
Nomor 17 Tahun 2009.; dan (5) Membuat arahan penggunaan lahan sesuai
kemampuan lahan. Metode analisis yang digunakan terdiri atas: operasi atribut
dan pengolahan peta-peta tematik menggunakan ArcGIS 9.3, analisis Location
Quotient, dan analisis regresi dengan model binomial logit.
Dari hasil identifikasi diketahui bahwa di Kota Bima tidak terdapat lahan kelas I.
Kelas kemampuan lahan terdiri atas 6 kelas, yaitu kelas II, III, IV, VI, VII, dan
VIII. Selanjutnya masing-masing kelas kemampuan lahan tersebut dibagi lagi
berdasarkan faktor penghambat sehingga menghasilkan 14 sub kelas kemampuan
lahan. Luas yang terbesar adalah sub kelas IV (l, e), dengan luasan 6.223 hektar
atau 28,46% dari total wilayah, dan secara spasial tersebar di bagian utara, timur,
dan tenggara Kota Bima.
Lahan yang mengalami perubahan penggunaan selama periode tahun 2005-2010
adalah seluas 6.692 hektar atau 30,6% dari luas wilayah Kota Bima, sementara
yang tidak mengalami perubahan adalah seluas 15.171 hektar atau 69,4% dari luas
wilayah Kota Bima. Hutan primer yang pada tahun 2005 masih terdapat seluas
283 hektar, pada tahun 2010 telah hilang sama sekali beralih fungsi menjadi
pertanian lahan kering, padang rumput penggembalaan ternak, sawah dan semak
belukar. Dari hasil analisis LQ, wilayah kecamatan yang menjadi pusat aktifitas
perubahan penggunaan lahan adalah Kecamatan Mpunda dan Raba, yaitu yang
memiliki nilai LQ>1. Dari kelima faktor fisik lahan yang dianalisis, yaitu (1) jenis
tanah; (2) aksesibilitas; (3) penggunaan lahan pada tahun sebelumnya, yaitu
penggunaan lahan tahun 2005; (4) kelas lereng; dan (5) kemampuan lahan, kelima
faktor tersebut berpengaruh nyata sebagai penyebab perubahan penggunaan lahan.
Pada tahun 2005, luas penggunaan lahan yang tidak sesuai kemampuan adalah
sebesar 810 hektar (3,7%). Namun pada tahun 2010 luasan ini meningkat menjadi
1.621 hektar (7,4%). Peningkatan luasan mencapai 100%. Secara spasial,
penggunaan lahan yang tidak sesuai kemampuan lahan terletak di bagian timur
wilayah Kota Bima, pada area yang memiliki kelas lereng >30%. Area ini
sebelumnya merupakan hutan, namun pada tahun 2010 telah beralihfungsi
menjadi pertanian lahan kering dan tanah terbuka/kosong. Mempertimbangkan
lahan permukiman Kota Bima yang terletak di daerah hilir, maka kondisi ini
cukup mengkhawatirkan. Rusak atau berkurangnya daerah tangkapan air di
kawasan hulu mulai dirasakan dampak buruknya, antara lain dengan kejadian
banjir yang terjadi setiap tahun.
Kecederungan perubahan penggunaan lahan yang terjadi adalah hutan menjadi
lahan budidaya serta lahan budidaya menjadi permukiman. Luasan lahan budidaya
mengalami peningkatan secara signifikan, yang berpengaruh pada meningkatnya
nilai produksi. Hal ini menyebabkan berubahnya status daya dukung lahan
berbasis produktivitas, dimana pada tahun 2005 status daya dukung lahan adalah
defisit, namun pada tahun 2010 status daya dukung lahan menjadi surplus.
Penentuan arahan penggunaan lahan sesuai kemampuan lahan dilakukan
berdasarkan prinsip bahwa semakin tinggi kelas kemampuan lahannya, maka
semakin sedikit pilihan penggunaannya. Kemampuan lahan pada kelas I sampai
IV dengan pengelolaan yang baik mampu menghasilkan dan sesuai untuk
berbagai penggunaan, seperti untuk penanaman tanaman pertanian umumnya
(tanaman semusim dan tahunan), rumput untuk makanan ternak, padang rumput,
dan hutan. Tanah pada kelas V, VI, dan VII sesuai untuk padang rumput, tanaman
pohon-pohon atau vegetasi alami. Dalam beberapa hal, tanah kelas V dan VI
dapat menghasilkan dan menguntungkan untuk beberapa jenis tanaman tertentu,
seperti buah-buahan, tanaman hias atau bunga-bungan, dan bahkan jenis sayuran
bernilai tinggi dengan pengelolaan dan tindakan konservasi tanah dan air yang
baik. Tanah dalam kelas VIII sebaiknya dibiarkan dalam keadaan alami.
Berdasarkan kemampuan lahan, terdapat 16.342 hektar atau 74,8% dari wilayah
Kota Bima yang dapat dijadikan sebagai lahan budidaya berupa pertanian intensif,
2.752 hektar (12,5%) sebagai hutan produksi, dan 2.768 hektar (12,7%) yang
perlu dipertahankan sebagai kawasan lindung.
Download