PERLINDUNGAN TERHADAP HAK-HAK PENDIDIKAN PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Oleh : Drs. Eddy Basuki, M.Si. Gunawan, M.Pd.I Abstrak Meski secara normatif maupun secara yuridis formal pendidikan adalah hak setiap orang baik laki-laki maupun perempuan, namun dalam tataran empiris tidak tereprentasikan secara optimal. Terbukti, perempuan cenderung memiliki kesempatan pendidikan lebih kecil dibanding laki-laki. Semakin tinggi jenjang pendidikan semakin lebar kesenjangannya. Akar masalah kesenjangan pendidikan bagi perempuan berawal dari bias jender dalam pendidikan keluarga oleh orang tua di rumah. Bias jender ini kemudian dilanjutkan oleh pranata pendidikan persekolahan. Komponen-komponen pendidikan di sekolah seperti kurikulum dan proses belajar mengajar, buku teks, ikut serta menciptakan ketidakadilan pendidikan bagi perempuan. Oleh karena itu masyarakat dan juga guru sebagai pengajar dan pendidik perlu memiliki pemahaman dan kesadaran jender sehingga tidak terjadi diskriminasi di dalam pendidikan. Pendidikan yang berkeadilan jender tidak membeda-bedakan akses dan peluang bagi laki-laki maupun perempuan. Islam memberikan peluang untuk berprestasi bagi semua orang baik laki-laki maupun perempuan. Ayat-ayat Al-Qur’an telah mengisyaratkan konsep kesetaraan jender yang ideal dan memberikan ketegasan bahwa prestasi individual, baik dalam bidang spiritual maupun urusan karier profesional, tidak mesti dimonopoli oleh salah satu jenis kelamin saja. Laki-laki dan perempuan memperoleh kesempatan yang sama meraih prestasi optimal. Kata Kunci: Konsep Jender, Perempuan dalam Perspektif Hukum Islam Abstract Although both normatively and judicially education is the right for everyone both of men and women, but at the empirical level it is not represented optimally.That is, women tend to have less educational opportunities than men. In fact, it is more evident as seen at the higher educational level. The problem of this educational gap between women and men has its roots from gender bias dated back to the family education by parents at home. Gender bias is then followed by the educational institution at school. Many components of education at schools such as curriculum, teaching and learning, textbooks also impose inequality for women. Therefore, both the community and the teachers who act as the educators need to have an understanding and awareness of gender equality so that there will be no discrimination in educational practices. The best educational practice is the one which does not promote any discrimination to both the access and opportunities for men and women. Islam gives the opportunity to perform best for everyone, both for men and women. The verses in the Qur'an has revealed the ideal gender equality concepts and affirmed that any individual achievements, both in the spiritual and professional realisation should not be monopolized by one particular sex. Both men and women must have equal opportunities to achieve optimal performance. Keywords: Concept of Gender, Women in Islamic Law Perspective 91 pendidikan I. PENDAHULUAN Secara normatif setiap orang semakin lebar kesenjangannya. harus mempunyai kesempatan yang Lely Zailani, ketua Federasi sama untuk memperoleh pendidikan, Serikat dengan tanpa membedakan status mengungkapkan sosial ekonomi dan jenis kelamin. “Mengapa dalam pendidikan dan Deklarasi mengerjakan dunia manusia hak-hak menyatakan asasi Perempuan Merdeka kegundahannya, tugas sehari-hari bahwa dirumah, saya selalu dibedakan dari pendidikan adalah hak setiap orang kakak lelaki. Beban kerja yang saya (United Nation, 1948). Demikian pikul lebih berat dan saya tidak juga didalam konstitusi nasional, diizinkan memilih pendidikan yang yakni UUD 1945 pasal 31 ayat 1 saya dinyatakan bahwa “Tiap-tiap warga Diperlakukan seperti itu, Lely yang negara berhak mendapat pengajaran ditinggal merantau oleh ayahnya dan .” Dalam UU No.2 tahun 1989 memiliki delapan saudara kandung tentang Sistem Pendidikan Nasional tidak kuat menanggungnya sendiri. pasal Ia 7 disebutkan bahwa senangi”(Kompas, mengutarakan kesempatan pendidikan pada setiap dirasakannya suatu sepergaulan satuan pendidikan tidak apa kepada dan juga 2001). yang teman ibu-ibu membedakan jenis kelamin, agama, tetangga karena ibu kandungnya suku, ras, kedudukan sosial dan sendiri telah tiada. Ternyata seperti tingkat kemampuan ekonomi, dan gayung bersambut, mengalir pula tetap kekhususan kisah serupa dari para remaja putri yang dan ibu-ibu tetangga yang bertempat bersangkutan. Namun dalam jaminan tinggal di Desa Sukasari, Kabupaten normatif diatas, tidak serta merta Deli Serdang, Sumatera Utara, satu terepresentasikan desa dengan Lely. mengindahkan satuan empiris. cenderung pendidikan dalam tataran Terbukti, perempuan memiliki kesempatan Ilustrasi menggambarkan diatas, realitas pendidikan sosial pendidikan lebih kecil dibanding kesenjangan menurut laki-laki. Semakin tinggi jenjang jender. Bukan tidak mungkin masih 92 banyak Lely-Lely yang lain, yang temuan Susenas menyatakan bahwa mengalami nasib serupa, di bumi Angka Partisipasi Sekolah (APS) Indonesia ini. Anak laki-laki lebih perempuan usia sekolah dasar (7-12 banyak memiliki privilege daripada tahun) sedikit lebih tinggi, namun anak perempuan, terutama dalam ada kecenderungan semakin tinggi bidang pendidikan. Nasehat yang kelompok senantiasa diberikan pada anak laki- kesenjangan menurut jender. laki adalah : “Kamu anak laki-laki usia, semakin lebar Sejumlah gejala harus sekolah setinggi mungkin, menunjukkan, proses pembelajaran karena nantinya kamu adalah kepala kurang sensitif jender dan bias laki- keluarga.” Sebaliknya pada anak laki (bias toward male) laki-laki perempuan : “Untuk cenderung ditempatkan pada posisi perempuan sekolah apa anak tinggi-tinggi kalau pada akhirnya ke dapur juga.” yang lebih memegang peranan, misalnya dalam memimpin kelas, Data pendidikan di Indonesia memimpin organisasi menunjukkan bahwa ketidaksetaraan memimpin diskusi jender dibidang pendidikan terjadi mengajukan antara lain dalam bentuk perbedaan mengemukakan akses dan peluang antara laki-laki sebagainya. Gejala ini kemudian dan perempuan dalam memperoleh memberikan pendidikan. Suryadi (2002) merujuk pemilihan jurusan atau program studi pada (2000) keterampilan atau keahlian pada menunjukkan penduduk perempuan bidang-bidang kejuruan, teknologi berusia dan industri. Sementara, perempuan data 16 Susenas tahun keatas yang siswa, kelompok, pertanyaan, atau pendapat, dan pengaruh menamatkan SLTP baru mencapai cenderung 29,1%, sementara penduduk laki-laki mempelajari keahlian mencapai 32,5%. keterampilan dalam bidang perempuan yang perawat kesehatan Penduduk menamatkan sekolah menengah atau lebih tinggi ketatausahaan, banyak yang atau dan teknologi kerumahtanggaan. mencapai 33,7% sedangkan laki-laki sudah mencapai 46%. Lebih lanjut lebih pada Pada tenaga lembaga kependidikan pendidikan (LPTK) 93 perempuan lebih dominan pada dan kesempatan yang program persiapan guru SLTP dan menguntungkan, semata-mata karena PGSD. Perempuan lebih banyak mereka perempuan. Perempuan tidak yang dipersiapkan untuk menjadi memperoleh penghargaan yang sama guru dan atas prestasi yang sama, bahkan yang menengah, dari setiap 100 guru SD, melebihi prestasi laki-laki sekalipun. 54% adalah perempuan, dan dari 100 Kalaupun perempuan memperoleh orang guru sekolah menengah, 38 posisi dan kesempatan, dia bagaikan diantaranya mendapat pendidikan dasar (38%) adalah “lampu sorot”, segala perempuan. Sementara itu tenaga gerak gerik senantiasa mendapat dosen lebih dominan laki-laki, dari sorotan. Seakan ada kekhawatiran setiap 100 dosen perguruan tinggi, dari hanya 29 orang diantaranya yang kedudukannya berjenis perempuan. kelamin perempuan (Suryadi, 2002). Disatu Didunia kerja, termasuk di lembaga laki-laki pendidikan, mayoritas akan tergeser oleh kaum sisi, Islam dalam memberikan peluang untuk meraih prestasi maksimum, ada laki-laki dan perempuan masih sering terhempas pembedaan kepinggiran, utamanya dalam jalur perempuan. Hal ini telah secara kepemimpinan, khusus ditegaskan dalam ayat-ayat organisasi, dalam pengambil struktur keputusan, Al-Qur’an. antara tidak Ayat-ayat tersebut maupun dalam peluang memperoleh mengisyaratkan konsep kesetaraan kesempatan karir. jender yang ideal dan memberikan Laki-laki yang memperoleh posisi ketegasan bahwa prestasi individual, dan yang baik dalam bidang spiritual maupun bukan urusan karier profesional, tidak mesti semata karena mereka (mungkin?) dimonopoli oleh salah satu jenis berprestasi, tetapi karena mereka kelamin laki-laki. Sebaliknya, perempuan perempuan memperoleh kesempatan meskipun mereka berprestasi, yang sama meraih prestasi optimal. pengembangan kesempatan menguntungkan, kadang seringkali tidak memperoleh posisi Namun, saja. dalam Laki-laki dan kenyataan 94 masyarakat, konsep membutuhkan ideal tahapan ini jender adalah suatu konsep kultural dan yang berupaya membuat pembedaan sosialisasi, karena masih terdapat (distinction) sejumlah kendala. perilaku, mentalitas dan karakteristik Untuk mendapatkan emosional dalam antara hal laki-laki peran, dan gambaran yang lebih jelas mengenai perempuan yang berkembang dalam hak-hak masyarakat. pendidikan perempuan dalam perspektif Islam maka tulisan Konsep jender akan lebih sederhana ini akan dimulai dengan mudah dipahami jika disandingkan memaparkan jender, dengan konsep seks (jenis kelamin), kemudian pembahasan dilanjutkan yang secara mendasar keduanya dengan menganalisis tentang (2) berbeda. Menurut Mosse (1993), faktor-faktor seks (jenis kelamin) mengacu pada (1) yang kesenjangan diawali konsep menyebabkan pendidikan, dengan yang ketidakadilan di konstruksi anatomis-biologis yang membedakan manusia laki-laki dan rumah dan bias jender di sekolah, (3) perempuan. Perbedaan itu pendidikan yang berkeadilan jender dilihat dengan jelas pada organ tubuh serta diakhiri dengan uraian tentang terutama pada organ reproduksi, (4) seperti laki-laki memiliki penis dan hak pendidikan perempuan perspektif Islam. buah II. PEMBAHASAN sperma. Selain itu apabila telah Konsep Jender dewasa, pada laki-laki tumbuh kumis Kata menghasilkan dan jakun. Sementara itu, perempuan bahasa Inggris, gender, berarti “jenis memiliki vagina, rahim dan sel telur. kelamin”. Dalam Webster’s New Berbeda dari seks yang alami, Word Dictionary, jender diartikan jender mengacu pada aspek-aspek sebagai non fisiologis dari jenis kelamin, perbedaan laki-laki berasal serta dari antara jender zakar, dapat yang tampak dan perempuan yang merupakan pengharapan dari dilihat dari segi nilai dan tingkah suatu kebudayaan tentang feminitas laku. Di dalam Women’s Studies dan Ensiclopedia Crawford, 1992). Semua ketetapan dijelaskan bahwa maskulinitas (Unger dan 95 masyarakat seseorang perihal sebagai penentuan ada yang lemah lembut, atau emoisional dan sebagainya. Dengan perempuan adalah komponen/bidang demikian dapat dikatakan bahwa kajian jender sebagaimana pendapat jender adalah hasil konstruksi sosial Linda L. Lindsey yang dirujuk oleh atau Nasaruddin Umar (1999). membuat Selanjutnya Umar (1999) antara laki-laki dan perempuan, yang menyatakan bahwa studi jender lebih membedakan peran dan kedudukan menekankan perkembangan aspek laki-laki dan perempuan berdasarkan maskulinitas (Masculinity/Rujuliyah) kepantasan yang berlaku dalam suatu atau feminitas (feminity/nisa’iyyah) sistem masyarakat, dan bukan atas seseorang. Berbeda dengan studi dasar seks merupakan produk budaya buatan yang laki-laki pun lebih menekankan rekayasa masyarakat untuk perbedaan-perbedaan kemampuan. manusia komposisi kimia dalam tubuh laki- artinya laki perubahan ke arah perbaikan posisi dan perempuan (femaleness/unutsah). dan Dengan adanya perbedaan itu, dikenal karakteristik feminin bersifat ini perkembangan aspek biologis dan (maleness/zhukurah) yang Jender jender dapat kedudukan dinamis, mengalami perempuan atau justru sebaliknya. Jender menentukan akses untuk sifat perempuan, misalnya terhadap pendidikan, kerja, alat-alat perempuan lemah dan sumber daya yang diperlukan lembut, emosional, yang dikenal untuk industri dan keterampilan. dengan dan Yang jelas, jender akan menentukan maskulinitas mengacu pada sifat hubungan dan kemampuan untuk laki-laki yang mempunyai konotasi membuat keputudsan dan bertindak kemandirian, rasionalitas, kekuatan secara otonom. Perbedaan jender otot, bahkan kekerasan. Ciri dan selanjutnya melahirkan peran jender karakter dapat yang sesungguhnya tidak menjadikan ada masalah jika seandainya tidak terjadi perempuan yang mandiri, memiliki ketimpangan yang berakhir pada rasionalitas, dan sebaliknya laki-laki ketidakadilan jender. harus istilah dipertukarkan, sabar, feminitas, tersebut artinya 96 anak yang diwajibkan menjadi Faktor-Faktor yang Menyebabkan tanggungjawab Kesenjangan Pendidikan semasa bayi masih dalam kandungan Pada umumnya diskriminasi praktek baik dan setelah anak dilahirkan. telah Domestikasi perempuan yang menerima banyak berperan di dalam rumah pendidikan pertama oleh keluarga akan direkam dan dilihat oleh anak (orang tua) di rumah, yang kemudian walaupun dilanjutkan secara tidak disadari oleh mengajarkannya. guru dan lingkungan pendidikan lain “percontohan” ini akan berlangsung di sekolah dari dimulai pendidikan perempuan sejak anak tua tidak Peristiwa satu generasi berikutnya apabila ke generasi tidak ada perubahan sistem di dalam keluarga 1. Ketidakadilan Di Rumah Perbedaan orang dan ataupun didalam masyarakat yang perlakuan antara anak perempuan masih menganggap perempuan tidak dan sepenting laki-laki. laki-laki pandangan pada umumnya didasarkan atas kodrat perempuan untuk ataupun di rumah, seorang ibu ataupun mempunyai anak. Dengan sistem seorang bapak,sadar atau tidak, akan reproduksinya, perempuan dianggap mengharapkan dan memposisikan sebagai makhluk yang lemah, yang anak perempuan aktif di dalam wajib dilindungi. Dengan kodrat rumah. yang berbeda dengan laki-laki itu berbagai pekerjaan rumah tangga seakan-akan ada peran yang melekat yang pada perempuan, yaitu peran di perempuan. rumah tangga yang berurusan dengan tugas di rumah, anak perempuan penyediaan makanan, yang berkaitan diajari dengan menjaga kebersihan rumah menyeterika karena kebersihan merupakan salah rumah, dan mengasuh adik. satu mengandung Dalam melakukan pendidikan faktor penentu kesehatan, berkaitan pula dengan pendidikan Hal ini tercermin dibebankan kepada Untuk Didikan anak menjalankan memasak, baju, dari mencuci, membersihkan yang diterapkan pada anak perempuan yang berkaitan 97 dengan tugas-tugas domestik sangat yang jarang diberikan kepada anak laki- demikian tidak hanya faktor budaya laki. Ada kekhawatiran apabila anak atau kebiasaan yang secara turun laki-laki temurun berlaku di masyarakat yang dididik perempuan yang seperti harus anak terampil khas perempuan. mengakibatkan Dengan pembedaan dengan pekerjaan rumah tangga, dan maka ia akan menjadi banci. Anak partisipasi perempuan dan laki-laki, laki-laki lebih banyak diarahkan melainkan pada dikembangkan dan ditegakkan dalam kegiatan yang bersifat kedudukan, juga sistem yang keluarga demikian, diluar rumah anak laki- terkandung unsur pendidikan yang laki akan mempunyai pengalaman menimbulkan ketidakadilan jender yang lebih banyak dan hal tersebut selama ini. akan 2. Bias Jender di Sekolah mereka bermanfaat menjadi ketika dewasa di serta kompetitif diluar rumah. Dengan sangat yang aktivitas peran dalamnya nanti. Ketidak adilan jender yang Pembagian kerja yang diberikan terjadi pada pendidikan persekolahan kepada anak perempuan dan anak seringkali tidak disadari oleh para laki-laki akan melahirkan stereotip- pendidik/guru, orangtua dan juga stereotip peran jender laki-laki dan murid sendiri. Pada umumnya para perempuan. tersebut guru telah merasa memperlakukan merupakan awal ketidakadilan yang semua murid, perempuan dan laki- lebih merugikan kaum perempuan laki secara adil. Kondisi dibanding laki-laki. Para guru sebagai seorang Keterkungkungan perempuan pendidik sering tidak menyadari akan stereotip tentang apa yang bahwa yang lebih banyak disuruh pantas dilakukan, apa yang wajib menjawab pertanyaan guru adalah menjadi akan anak yang mengangkat tangan, yang membatasi pengembangan minatnya kebanyakan anak laki-laki. Padahal dan lebih bisa jadi anak yang diam, tidak satu berani mengangkat tangan untuk bidang studi tertentu dan pekerjaan menjawab pertanyaan adalah anak tanggungjawabnya menyebabkan banyak dirinya terkonsentrasi pada 98 yang pandai tetapi malu karena belajar, seperti kurikulum, Garis umumnya mereka anak perempuan Besar Program Pengajaran (GBPP), yang kurang berani menyampaikan materi pelajaran yang mengacu pada pendapat. Ini terjadi karena anak buku pelajaran. Teks di dalam buku perempuan dirumah biasanya dikenai pelajaran seringkali menggambarkan berbagai peraturan yang mengurangi peran-peran kebebasan, harus selalu patuh dengan antara laki-laki perintah Seperti dalam orang tuanya sehingga yang membedakan dan perempuan. pelajaran Bahasa kebiasaan tersebut akan terbawa ke Indonesia misalnya : “Anak laki-laki sekolah, yang berdampak kalau tidak membantu ayah bekerja, sementara disuruh mereka tidak berani untuk anak menampilkan diri. memasak di dapur”. Tidak ada yang perempuan membantu ibu Kesempatan menjadi ketua ssalah dalam penggambaran itu. kelas juga masih sedikit bagi murid Hanya saja buku tersebut sebagai perempuan bahan karena disangsikan sosialisasi formal tidak kemampuannya, dianggap kurang memberikan penjelasan lebih jauh tegas, dalam bahwa Padahal, bukan terlalu mengambil lamban keputusan. tugas melayani hanya domain keluarga anak belum tentu anggapan ini benar, perempuan semata. Anak laki-laki karena ada pula perempuan yang sebagaimana berwibawa, yang tegas dan terampil memiliki tanggung jawab yang sama serta dalam keluarga. bersifat rasional. Ketidak pekaan guru, termasuk juga guru anak Untuk perempuan, menghilangkan perempuan terhadap kemungkinan dampak yang menyebabkan terjadinya ketidak adilan jender di ketimpangan sekolah juga dapat dimengerti karena untuk dapat memberikan penjelasan selama ini tidak ada yang berani secukupnya agar pemahaman anak mendobrak kemapanan yang telah tidak bias jender. Oleh karena itu, berlangsung. selain muatan teks, penjelasan dan jender, guru dituntut Bias jender di sekolah juga improvisasi dari guru pada saat tampak pada komponen-komponen menyajikan materi pelajaran di kelas 99 sangat berpengaruh pembentukan terhadap pengalaman belajar siswa. Jika pengalaman belajar selama ini dianggap pekerjaan laki-laki memperbaiki listrik, pekerjaan ayah, sebagai seperti membantu dan bahkan dapat tertanam dengan baik, biasanya menyampaikan anak, secara sadar atau tidak, akan Sebaliknya, menjadikannya bahan dibiasakan dengan pekerjaan yang referensi dalam berkata, bertindak, bersifat domestik seperti menyapu, dan mencuci, membaca sebagai kenyataan sosial. pendapatnya. anak dan laki-laki memasak. juga Tidak Teks, penjelasan maupun perlakuan adanya pembedaan perlakuan oleh guru yang bias jender hanya akan orang tua kepada anaknya, laki-laki memproduksi ideologi jender dan maupun perempuan, akan membuat sekaligus akan memasung potensi- mereka potensi serta kepada dirinya sendiri dan kepada pengingkaran kenyataan sebenarnya, keluarganya. Anak laki-laki akan karena belum ada satupun hasil menjadi lebih mandiri, artinya dapat penelitian yang menunjukkan bahwa melakukan kecerdasan diperlukan perempuan anak laki-laki lebih unggul daripada anak perempuan. lebih bertanggungjawab sendiri untuk hal-hal yang memenuhi kebutuhan dirinya sendiri, misalnya kebutuhan akan makanan, minuman, Pendidikan Berkeadilan Jender pakaian bersih, ruangan yang bersih, Awal ketidakadilan jender dan sebagainya. Apabila anak laki- yang terjadi di dalam keluarga dapat laki berpisah dengan keluarganya, dikurangi apabila setiap keluarga misalnya karena sekolah di daerah menyadari memahami lain, ia tidak akan canggung lagi insan untuk mengurus dirinya sendiri. Juga pembangunan tanpa membedakan kelak bila telah berkeluarga, ia tidak jenis kelaminnya. Dengan demikian canggung anak perempuan juga akan dididik pekerjaan rumah tangga bersama- untuk bertanggungjawab sama dengan isterinya. Di pihak lain, terhadap pekerjaan-pekerjaan yang anak perempuan diberi pengalaman pentingnya dapat dan setiap untuk melakukan 100 untuk menyampaikan pendapat, pendidikan yang berkeadilan jender melakukan pekerjaan yang bersifat tersebut ada yang menonjol dengan teknik, pekerjaan yang berbasis ilmu kelebihan-kelebihan tertentu, maka pengtahuan dan teknologi, sehingga orang lain tidak boleh iri atau ada kesiapan pada diri mereka untuk menjadi dengki karena Allah telah nenti berfirman dalam Al-Qur’an surat Al- berpartisipasi pembangunan. dalam Anak perempuan Nisa ayat 32 yang artinya : juga akan mempunyai kemandirian “Janganlah dan rasa percaya diri yang lebih keistimewaan yang dianugerahkan besar apabila dia tidak hanya diserahi Allah terhadap sebagian kamu atas tanggung jawab pekerjaan yangh sebagian bersifat domestik, pekerjaan yang mempunyai hak atas apa yang bersifat pelayanan. diusahakannya dan perempuan juga Pendidikan berkeadilan jender yang diterapkan dirumah akan memberikan laki-laki dan kesempatan hati yang terhadap lain. Laki-laki mempunyai hak atas apa yang diusahakannya”. Pendidikan persekolahan pun untuk amat berperan dalam pembentukan berkompetisi, siapa yang lebih pintar pendidikan yang berkeadilan jender. memasak, siapa yang lebih bersih Apabila kurikulum, materi pelajaran dalam menyapu, siapa yang lebih serta terampil menyeterika baju, siapa yang bias jender diterapkan pada yang pendidikan lebih negosiasi perempuan kepada iri cocok melakukan dan sebagainya, tanpa kegiatan mengajar, persekolahan, maka perilaku anak pun akan bias jender. memperhatikan apakah jenis kelamin Oleh apakah laki-laki atau perempuan. pendidikan Dengan belajar karena itu, dalam janganlah proses ada keterampilannya pertimbangan mana yang pantas diharapkan anak-anak akan lebih dikerjakan oleh anak perempuan dan dapatikut serta membangun keluarga mana yang pantas dikerjakan oleh dengan anak laki-laki. Keduanya harus diberi baik, sehingga menjadi keluarga yang sehat, sejahtera lahir hak yang sama. dan batin. Apabila dengan model 101 Peningkatan pemahaman jender, 3. Karena itu perempuan harus kesadaran dan sensitivitas jender, senang kerja keras, pandai oleh para penyelenggara pendidikan, mengelola para penulis buku pelajaran serta dapat mendiri. keuangan agar para guru kiranya dapat mengubah 4. Jangan berhenti sekolah (bila persepsi yang lebih adil jender. tidak sangat terpaksa) hanya Dengan melatih guru agar supaya karena ingin menikah. Masa lebih memahami keadilan jender, depan perempuan ada pada kiranya dapat diharapkan bahwa tangan perempuan itu sendiri. guru pun akan memperlakukan 5. Perempuan harus memiliki murid secara adil jender, dan tidak kecerdasan sosial sehingga ada diskriminasi yang merugikan pandai murid perempuan ataupun murid kerjasama laki-laki. yang menyenangkan, punya Untuk menghadapi murid dalam menjalin dalam suasana rasa empati yang tinggi. perempuan yang seringkali kurang percaya diri, pemalu, kurang mandiri, putus sekolah, maka guru Hak Pendidikan Perempuan dalam Perspektif Hukum Islam hendaknya senantiasa memotivasi mereka agar: perempuan agar gegabah bentuk yang paling konkrit. Dengan sebelum demikian Islam sebagai ketidakadilan. keadilan, bertahap mengulangi diri dapat dari juga bermakna pembebas, yakni membebaskan manusia dari himpitan pendirian yang kuat secara melepaskan dan hati-hati, mempunyai harus membela menghidupkan spirit keadilan dalam 2. Perempuan harus tegas dalam dan untuk murid melangkah dalam hidupnya. bersikap hadir menyelamatkan, 1. Memotivasi tidak Islam Begitu sehingga ucapan pentingnya Rasul perlu “kata adil” sebanyak tiga kali pada teks hadits ketergantungan baik secara yang artinya: “Berbuatlah adil materi maupun non materi. antara anak-anakmu, di berbuatlah 102 adil di antara anak-anakmu, dan manusiawi. Islam secara berbuatlah adil di antara anak- bertahap anakmu. (H.R. Imam Ahmad dan otonomi perempuan sebagai manusia Ibnu Hibban) merdeka. Ajaran Rasul diatas menjadi mengembalikan Hadits diatas lagi tampaknya jawaban atas struktur masyarakat tidak hanya relevan untuk diteladani Mekkah saat itu yang pekat terbalut pada konteks kehidupan Rasul, tetapi oleh kultur juga tetap aktual untuk menjadi masyarakat anti perempuan. Kala itu bahan refleksi masa kini. Terutama perempuan hak bila dihadapkan pada realita sosial dasarnya sebagai manusia, bahkan banyaknya para orangtua yang tidak sekedar hak untuk mengurusi dirinya bisa berbuat adil pada anak-anaknya. sendiri. Citra dan posisi perempuan Anak laki-laki lebih banyak memiliki tampil tidak sesuai dengan fungsi privilege daripada anak perempuan, dan utuh. terutama dalam bidang pendidikan. ketidakadilan Pendidikan yang berlangsung di struktur sosial tidak dan memiliki martabatnya secara Praktik-praktik terhadap perempuan menyeruak ke keluarga seluruh lingkup kehidupan bangsa, diskriminatif, sehingga anak laki-laki masyarakat keluarga. memiliki kesempatan belajar lebih “Harga” perempuan pada seluruh banyak dan menikmati jenjang lebih aspek tinggi bahkan seperti waris, persaksian, bersifat sangat dibandingkan anak Orangtua selalu kekayaan dan lain-lain di masa pra perempuan. Islam hanya separoh dari “harga” mengusahakan agar anak laki-laki laki-laki. Turunnya ayat-ayat al- dapat Qur’an pernyataan Sementara anak perempuan tidak dipandang perlu berpendidikan formal karena Rasul dan di lahirnya atas dapat belajar setinggi mungkin. sebagai langkah spektakuler dan pendidikan revolusioner. Oleh Islam, pandangan dirasa dan praktik-praktik yang misoginis bekal untuk berperan sebagai isteri dan diskriminatif dan ibu. itu diubah dan melalui pengasuhan cukup dapat memberikan diganti dengan pandangan yang adil 103 Tradisi dan diskriminatif kultur dalam yang bidang akan membantu mengembangkan dua potensi yang dimiliki (fithrah) pendidikan tidak saja membatasi tersebut pengembangan potensi akademik, berkembang secara optimal. Kelak tetapi juga secara dialektik akan modal relijius dan intelektual ini mengakibatkan perempuan tertinggal dapat menunjang kemampuan anak dalam banyak hal dari laki-laki, sehingga ia dapat melaksanakan terutama dalam struktur dunia kerja tugas-tugasnya sebagai khalifah fi al- dan ardli. kontribusinya pengembangan peradaban bagi sehingga anak bisa umat. Pentingnya pendidikan bagi Bahkan, pendidikan yang bersifat manusia dapat disandarkan pada Q.S diskriminatif sangat kontra produktif al-Mujadalah, ayat 11: “Allah akan bagi peradaban karena hanya akan mengangkat semakin menumbuhsuburkan beriman (laki-laki dan perempuan) supremasi dan dominasi laki-laki, di antara kamu dan mereka yang mematikan daya kritis perempuan berilmu (laki-laki dan perempuan) serta beberapa derajat. Kata “diangkat semakin meminggirkan orang-orang derajat” yang perempuan. Pendidikan yang beberapa berlangsung diskriminatif tidak makna terbukanya struktur sosial sejalan dengan semangat hadits: bagi seseorang untuk melakukan Ajarkanlah kebaikan kepada anak- mobilitas anakmu (laki-laki dan perempuan) bersangkutan memiliki persyaratan dan keluargamu dan didiklah mereka yang diperlukan yakni etika dan (H.R. Abdur Razzaq dan Said ibn moral dan penguasaan ilmu tanpa Mansur). membedakan sosial mengandung karena laki-laki yang atau Dalam konsep Islam setiap perempuan. Oleh karena itu ayat al- anak terlahir dalam keadaan fithri Qur’an tersebut diatas sangat relevan yakni potensi bawaan (taken for dengan tuntunan Rasul: “Menuntut granted) yang dibawa sejak lahir, ilmu wajib bagi setiap muslim laki- baik menyangkut potensi religius laki dan perempuan”. (H.R. Ibnu maupun rasional. Proses pendidikan Majah dan Baihaqi dari Anas). 104 Peluang prestasi untuk maksimum pembedaan antara meraih baik dalam bidang spiritual maupun tidak ada urusan karier profesional, tidak mesti laki-laki dan dimonopoli oleh salah satu jenis perempuan, ditegaskan secara khusus kelamin di dalam ayat-ayat Al-Qur’an yang perempuan memperoleh kesempatan artinya sebagai berikut : yang sama meraih prestasi optimal. 1. Barang siapa mengerjakan yang amal-amal saja. Namun, Laki-laki dalam masyarakat, dan kenyataan konsep ideal ini saleh, baik laki-laki maupun membutuhkan wanita sedang ia orang yang sosialisasi, karena masih terdapat beriman, maka mereka itu sejumlah kendala, terutama kendala masuk ke dalam surga dan budaya yang sulit diselesaikan. mereka tidak dianiaya walau sedikitpun (Al-Nisa 124). 2. Barang siapa mengerjakan baik amal laki-laki yang saleh, maupun tahapan dan Salah satu obsesi al-Qur’an ialah terwujudnya keadilan di dalam masyarakat. Qur’an Keadilan mencakup kehidupan umat dalam al- segala segi manusia, baik perempuan dalam keadaan sebagai individu maupun sebagai beriman, maka sesungguhnya anggota masyarakat. Karena itu al- akan Qur’an Kami berikan tidak mentolerir segala kepadanya kehidupan yang bentuk penindasan, baik berdasarkan baik dan sesungguhnya akan kelompok etnis, warna kulit, suku Kami beri balasan kepada bangsa, dan kepercayaan, maupun mereka dengan pahala yang yang berdasarkan jenis kelamin. Jika lebih baik dari apa yang terdapat suatu hasil pemahaman atau telah mereka kerjakan (Al- penafsiran yang bersifat menindas Nahl 97) atau Ayat-ayat tersebut diatas menyalahi kemanusiaan, nilai-nilai luhur maka hasil mengisyaratkan konsep kesetaraan pemahaman dan penafsiran tersebut jender yang ideal dan memberikan perlu untuk didiskusikan. ketegasan bahwa prestasi individual, 105 Makalah disajikan dalam Work Shop Rahima. Jakarta. III. KESIMPULAN Peluang prestasi untuk maksimum pembedaan antara meraih tidak ada laki-laki dan perempuan, ditegaskan secara khusus di dalam ayat-ayat Al-Qur’an dalam surat An-Nisa : 124 dan An-Nahl: 97. Ayat-ayat tersebut mengisyaratkan konsep kesetaraan Fakih Mansour. 1996. Analisis Jender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Farida, Anik. 2002. Bias Jender Dalam Teks Buku Pelajaran.. Jakarta: Depag Kompas, 2001. Dari Desa Sukasari Menuju Bentuk Federasi. 12 Nopember, Halaman 40. jender yang ideal dan memberikan ketegasan bahwa prestasi individual, baik dalam bidang spiritual maupun urusan karier profesional, tidak mesti dimonopoli oleh salah satu jenis kelamin saja. Laki-laki dan Mosse, Cleves, Julia. 1993. Gender dan Pembangunan. Yogyakarta. Rifka Annisa. Ratna Megawangi. 1999. Membiarkan Berbeda: Suatu Sudut Baru tentang Relasi Jender. Bandung: Mizan. perempuan memperoleh kesempatan yang sama meraih prestasi optimal. DAFTAR PUSTAKA Ahimsa, Heddy Shri. 2000. Sensitivitas Jender dalam Manajemen. Makalah disajikan dalam Work Shop Jender dan Manajemen. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga. Astuti, Mary. 2000. Berperspektif Yogyakarta: Kanisius. Suryadi, Ace. 2002. Perempuan Indonesia Dalam Peta Pendidikan. Jakarta: Depag Umar, Nasaruddin. 1999. Argumen Kesetaraan Jender: Perspektif Al-Qur’an. Jakarta: Penerbit Paramadina. Pendidikan Jender. Penerbit Diarsi, Myra. 2001. Ideologi Gender di dalam Pendidikan. 106 107