ISSN : 2540-9492 PENGARUH PAPARAN TIMBAL (Pb)

advertisement
JIMVET. 01(4):742-748 (2017)
ISSN : 2540-9492
PENGARUH PAPARAN TIMBAL (Pb) TERHADAP HISTOPATOLOGIS HATI
IKAN NILA (Oreochromis nilloticus)
The effect of lead (Pb) exposure to the histopathology of Nile tilapia (Oreochromis nilloticus) liver
Rauzatul Jannah1,Rosmaidar2, Nazaruddin3, Winaruddin4, Ummu Balqis3, T. Armansyah2
1
Program Studi Pendidikan Dokter Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
2
Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
3
Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
4
Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala
[email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh paparan timbal
terhadap
histopatologis hati ikan nila (Oreochromis nilloticus).Penelitian ini menggunakan ikan nila
sebanyak 12 ekor dengan kriteria: sehat; bobot badan 10 – 20 gram; umur ± 2 bulan; jenis
kelamin jantan.Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola
searah dengan 4 kelompok perlakuan dan 3 ulangan. Semua kelompok diberikan pakan pelet
yang diberikan setiap hari. Kelompok P0 sebagai kontrol, ikan hanya diberi pakan pelet, P1
diberikan paparan timbal 6,26 mg/l, P2 diberikan paparan timbal 12,53 mg/l dan P3
diberikan paparan timbal 25,06 mg/l.Perlakuan dilakukan selama 30 hari dan ikan dietanasi
pada hari ke-31. Hasil menunjukan rata-rata (± SD) jumlah sel-sel hepatosit hati pada ikan
yang mengalami degenerasi P0 (0,93 ± 0,61); P1 (18,73 ± 4,95); P2 (22,33 ± 4,57);dan P3
(44,80 ± 5,20); dan nekrosis P0 (0,73 ± 0,50); P1 (8,53 ± 2,50); P2 (8,93 ± 0,83); dan P3
(16,73 ± 2,00). Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa paparan timbal dengan dosis
25,06 mg/l menyebabkan kerusakan degenerasi dan nekrosis yang berat secara
histopatologis pada sel hepatosit hati ikan nila (Oreochromis nilloticus).
Kata kunci: Timbal, degenerasi parenkimateus, nekrosis, ikan nila.
ABSTRACT
The aims of this research was to find out to determine the level of lead (Pb)
concentration that affect the rate of growth tilapia fish (Oreochromis nilloticus). This study
used twelve tilapia fish with criteria: healthy; body weight 10-20 gram; age ± 2 month; male
sex. The research was designedby a completely randomized design (CRD) with 4
unidirectional patterngroup treatments and three reins. All groups are given pellet feed
given daily. GroupP0 as control, fish fed only pellets, P1 is given lead exposure 6,26 mg/l,
P2 is given lead exposure 12,53 mg/l and P3 is given lead exposure 25,06 mg/l. Treatment
carried out for 30 days andfish were euthanized on day 31. The statistical analysis showed
that the average (± SD) number of hepatocyte liver cells in fish with degeneration wereP0
(0.93 ± 0.61), P1 (18.73 ± 4.95), P2 (22.33 ± 4.57), and P3 (44.80 ± 5.20), and necrosis
were P0 (0.73 ± 0.50), P1 (8.53 ± 2.50), P2 (8.93 ± 0.83), and P3 (16.73 ± 2.00). From the
results of the study can be concluded lead exposure with dose 25,06 mg/l cause damage
degeneration and necrosis which is heavily histopatological in hepatocytes cell of Nile
tilapia (Oreochromis nilloticus) liver.
Key Word :Lead, degeneration of parenkimateus, necrosis, nile tilapia.
PENDAHULUAN
Timbal merupakan logam berat dengan lambang Pb yang berasal dari bahasa latin yaitu
plumbum. Timbal merupakan logam nonesensial yang terdapat di alam akibat proses alamiah
742
JIMVET. 01(4):742-748 (2017)
ISSN : 2540-9492
dan kegiatan manusia seperti pertambangan, pembakaran batu bara, pabrik semen dan
digunakan di dalam bensin (Panna, 2009).
Timbal (Pb) mempunyai arti penting dalam dunia kesehatan bukan karena penggunaan
terapinya, melainkan lebih disebabkan karena sifat toksisitasnya. Absorpsi timbal di dalam
tubuh sangat lambat, sehingga terjadi akumulasi dan menjadi dasar keracunan yang progresif.
Keracunan timbal ini menyebabkan kadar Pb yang tinggi dalam hati (Supriyanto, dkk. 2007).
Secara umum diketahui logam berat merupakan elemen yang berbahaya di permukaan
bumi. Proses alam seperti perubahan siklus alamiah mengakibatkan batu-batuan dan gunung
berapi memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap lingkungan. Disamping itu
masuknya logam berat ke lingkungan berasal dari sumber-sumber lainnya yang meliputi:
pertambangan minyak, emas, batu bara, pembangkit tenaga listrik, pestisida, keramik,
peleburan logam, pabrik-pabrik pupuk dan kegiatan industri lainnya, salah satu logam berat
tersebut adalah timbal (Suhendrayatna, 2001).
Di Indonesia, tahun 2014 kasus keracunan timbal terjadi di Desa Cinangka,
Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Berdasarkan laporan Komite Pembebasan Bensin
Bertimbal (KPBB) bahwa pencemaran di Desa Cinangka berasal dari peleburan aki bekas,
dengan kadar timbal di tanah mencapai 270.000 ppm (part pers million), yang menunjukkan
bahwa kadar timbal telah melampaui nilai ambang batas yang di tetapkan oleh WHO yaitu
400 ppm. Selain itu juga, kadar timbal dalam darah penduduk setempat mencapai rata-rata
36,62 mcg/dl, dengan kadar tertinggi yaitu 65 mcg/dl. Hal ini menunjukkan bahwa kadar
timbal dalam darah penduduk setempat telah melampaui nilai ambang batas yang ditetapkan
WHO yaitu 10 mcg/dl (Almunjiat, dkk. 2016).
Logam berat umumnya bersifat racun terhadap makhluk hidup. walaupun beberapa
diantaranya diperlukan dalam jumlah kecil. Melalui berbagai perantara, seperti udara,
makanan, maupun air yang terkontaminasi oleh logam berat, logam tersebut dapat
terdistribusi ke bagian tubuh manusia dan sebagian akan terakumulasikan. Jika keadaan ini
berlangsung terus menerus, dalam jangka waktu lama dapat mencapai jumlah yang
membahayakan kesehatan manusia (Supriyanto, dkk. 2007).
Ikan sebagai salah satu biota air dapat dijadikan sebagai salah satu indikator tingkat
pencemaran yang terjadi di dalam perairan. Jika di dalam tubuh ikan telah terkandung kadar
logam berat yang tinggi dan melebihi batas normal yang telah ditentukan dapat sebagai
indikator terjadinya suatu pencemaran dalam lingkungan.kandungan logam berat dalam ikan
erat kaitannya dengan pembuangan limbah industri di sekitar tempat hidup ikan tersebut,
seperti sungai, danau, dan laut. Banyaknya logam berat yang terserap dan terdistribusi pada
ikan bergantung pada bentuk senyawa dan konsentrasi polutan, aktivitas mikroorganisme,
tekstur sedimen, serta jenis dan unsur ikan yang hidup di lingkungan tersebut (Darmono,
1995). Public Health Service Amerika Serikat menetapkan bahwa sumber-sumber air untuk
masyarakat tidak boleh mengandung timbal lebih dari 0,05 mg/l, sedangkan WHO
menetapkan batas timbal di dalam air sebesar 0,1 mg/l. Dalam mengkontaminasi sumber air,
hampir semua timbal terdapat dalam sedimen, dan sebagian lagi larut dalam air. Baku mutu
timbal di perairan berdasarkan PP No. 20 tahun 1990 adalah 0,1 mg/l (Naria, 2005).
Hati merupakan organ penting yang mensekresikan bahan untuk proses pencernaan.
Organ ini umumnya merupakan suatu kelenjar yang kompak, berwarna merah kecoklatan
(Affandi dan Tang, 2002). Sebagian besar toksikan yang masuk ke dalam tubuh setelah
diserap sel epitel usus halus akan dibawa ke hati oleh vena porta hati (Lu (1995) yang
disitasi oleh Tridayani dkk., 2010). Tingginya logam berat atau toksisitas lainnnya yang
masuk hingga ke hati dapat menurunkan kemampuan hati untuk mengeliminasi zat toksik.
Karena itulah organ hati sangat rentan terhadap pengaruh zat kimia dan merupakan organ
tubuh yang sering mengalami kerusakan dan kelainan struktur histologi hati (Pikturalistiik,
2013).
743
JIMVET. 01(4):742-748 (2017)
ISSN : 2540-9492
Pada penelitian yang dilakukan oleh Kusumadewi (2015) pada ikan mujair yang
terpapar Cd, Pb, dan Cr, mengalami kerusakan pada hati sehingga mengakibatkan kelainan
histologis hati seperti pembengkakan sel, nekrosis, fibrosis, dan serosis. Setyowati dkk.
(2013) melaporkan lebih detil nekrosis yang terjadi pada ikan belanak yang dikoleksi dari
lokasi lumpur lapindo sidoarjo yaitu berupa bridjing necrosis dan fokal nekrosis. Selain itu
juga ditemukan perubahan histopat lainnya berupa degenerasi intralobular.
Kontaminasi Pb terhadap hati ikan kerapu bebek dengan konsentrasi 0,05 ppm
memperlihatkan perubahan bentuk, dimana pada sel hati mengalami degenerasi lemak. Sel
hati ikan mempunyai bentuk poligonal dan mempunyai inti sel umumnya mengakumulasi
lemak dan glikogen pada sitoplasma. Degenerasi lemak terjadi karena adanya penumpukan
lemak (lemak netral) dengan kerusakan inti sel dan mengecilnya jaringan sel hati (Panigoro
dkk., 2007). Menurut penelitian Alifia dan Djawad (2000) menyebutkan bahwa ikan bandeng
(Chanos chanos Forskall) yang terpapar logam timbal mengakibatkan hati mengalami
degenerasi lemak. Degenerasi melemak ini ditandai dengan penampakan histologi berupa
vakuola-vakuola (Syarif, 2015). Didukung dengan penelitian Silviany (2004) menyebutkan
bahwa ikan mas yang terpapar logam timbal mengakibatkan hati mengalami degenerasi lemak
sehingga fungsi hati yang kompleks menjadi hilang. Degenerasi hidrofik adalah
pembengkakan sel hati stadium lanjut dimana terlihat adanya ruang-ruang di dalam
sitoplasma dari sel dengan vakuola tampak membesar sehingga mendesak nukleus ke tepi sel.
Berdasarkan uraian di atas maka dilakukan penelitian untuk mengetahui efek paparan timbal
terhadap gambaran histopatologis hati ikan nila.
MATERIAL DAN METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Aquatik. Proses pembuatan sediaan
histopatologi dilakukan di Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Syiah Kuala Banda Aceh. Ikan yang digunakan sebanyak 12 ekor dengan kriteria sehat;
bobot badan 20-30 gram; umur 2 bulan; jenis kelamin jantan, dibagi 4 kelompok perlakuan
yaitu, (P0) sebagai kontrol ikan hanya diberi pakan pelet. Kelompok (P1) diberikan paparan
timbal 6,26 mg/l dan pakan pelet. Kelompok (P2) diberikan paparan timbal 12,53 mg/l dan
pakan pelet. Kelompok (P3) diberikan paparan timbal 25,06 mg/l dan pakan pelet.Perlakuan
dilakukan selama 30 hari dan pengambilan sampel hati ikan dilakukan pada hari ke 31.Pada
hari ke 31 pengambilan hati dilakukan setelah ikan nila dibedah yang sebelumnya telah
dietanasi, kemudian hati dicuci dengan Nacl 0,9% dan dimasukkan ke dalam larutan fiksasi.
Sampel hati dibuat preparat histopatologis dengan pewarnaan hematoksilin dan eosin (HE).
Parameter penelitian yang akan diamati adalah degenerasi dan nekrosis sel hepatosit.Data
hasil pengamatan yaitu degenerasi parenkimateus dan nekrosis dianalisis dengan
menggunakan analisis varian (ANAVA), jika hasil ANAVA menunjukkan perbedaan maka
dilanjutkan dengan menggunakan uji Duncan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengamatan histopatologis terhadap jumlah sel hepatosit hati ikan
nila yang mengalami degenerasi dan nekrosis pada setiap kelompok perlakuan dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Rata- rata (± SD) jumlah sel-sel hepatosit hati ikan nila yang mengalami degenerasi
dan nekrosis akibat paparan timbal dengan dosis yang berbeda
744
JIMVET. 01(4):742-748 (2017)
ISSN : 2540-9492
Perlakuan
Degenerasi
Nekrosis
a
P0
0,93 ± 0,61
0,73 ± 0,50a
b
P1
18,73 ± 4,95
8,53 ± 2,50b
P2
22,33 ± 4,57b
8,93 ± 0,83b
c
P3
44,80 ± 5,20
16,73 ± 2,00c
Superskrip huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata
(P<0,05)
Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa rata-rata jumlah sel hepatosit hati yang
mengalami degenerasi terjadi peningkatan dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hasil
analisis statistik menggunakan (ANAVA) pola satu arah menunjukkan perbedaan yang
nyata (P<0,05) dari pemaparan timbal dengan konsentrasi berbeda terhadap sel-sel hepatosit
yang mengalami perubahan. Hasil uji Duncan menunjukkan jumlah sel-sel hepatosit hati
yang mengalami degenerasi berpengaruh nyata (P<0,05) antara kelompok perlakuan.
Kelompok P0 berpengaruh nyata terhadap P1, P2 dan P3. Kelompok P1 berpengaruh nyata
terhadap P3 namun tidak berpengaruh nyata terhadap P2, dan P2 berpengaruh nyata
terhadap P3.
Respons toksik yang dihasilkan akan semakin besar seiring dengan semakin
tingginya konsentrasi suatu senyawa yang masuk ke tubuh. Degenerasi merupakan suatu
kondisi ketika sel kehilangan struktur normal sel akibat pengaruh dari dalam atau dari luar
sel. Degenerasi sel ditandai dengan adanya gangguan metabolik. Hal ini menimbulkan
penimbunan bahan-bahan secara intraseluler maupun ekstraseluler yang kemudian menuju
kematian sel dan merupakan tanda dimulainya kerusakan sel karena adanya toksin (
Fahrimal dkk., 2016).
Degenerasi merupakan tanda awal kerusakan akibat toksin yang bersifat sementara
(reversibel) dan sel masih dapat pulih atau normal kembali apabila paparan toksin
dihentikan. Degenerasi parenkimatosa merupakaan degenerasi teringan yang ditandai
dengan terjadi sitoplasma membengkak dan sitoplasma bergranula hal ini dikarenakan sel
tidak mampu mengeliminasi air sehingga tertimbun di dalam sel dan organela-organela sel
juga turut menyerap air dan membengkak sehingga mengakibatkan sitoplasma nampak
bergranula (Harada et al. 1999). Degenerasi parenkimatosa memiliki nama lain yaitu
degenerasi bengkak keruh, degenerasi albuminosa, dan cloudy swelling. Tanda khas
degenerasi ini adalah pembengkakan dan kekeruhan sitoplasma akibat protein yang
mengendap. Degenerasi ini terjadi akibat adanya pergeseran air ekstraseluler ke dalam sel
karena benda toksik salah satunya timbal (Sarjadi, 2003). Kerusakan hanya terjadi pada
sebagian kecil struktur sel. Kerusakan ini menyebabkan oksidasi sel terganggu, sehingga
proses eliminasi air pun juga terganggu. Sehingga, terjadi penimbunan air dalam sel
(Istikhomah dan Lisdiana, 2015).
Jumlah sel hepatosit hati yang mengalami nekrosis juga terjadi peningkatan. Hasil
analisis statistik menggunakan ANOVA pola satu arah menunjukkan ada perbedaan yang
nyata (P<0,05) dari pemaparan timbal dengan dosis berbeda sel-sel hepatosit hati mengalami
perubahan.Hasil uji Duncan yang menunjukkan jumlah sel-sel hepatosit yang mengalami
nekrosis berpengaruh nyata pada beberapa perlakuan. P0 berpengaruh nyata terhadap P1,
P2 dan P3. Kelompok P1 berpengaruh nyata terhadap P3 namun tidak berpengaruh nyata
terhadap P2, dan P2 berpengaruh nyata terhadap P3.
Nekrosis merupakan tahap lanjut dari degenerasi karena terlalu banyak bahan-bahan
yang harus direabsorbsi kembali oleh sel-sel hepatosit sehingga terjadi kematian sel.
nekrosis adalah terjadinya kematian sel hati. Kematian sel terjadi bersama dengan pecahnya
membran plasma. Hal ini disebabkan jika lemak tertimbun dalam jumlah yang banyak
sehingga mengakibatkan kematian sel-sel hati. Nekrosis diawali dengan terjadinya reaksi
peradangan hati berupa pembengkakan hepatosit dan kematian jaringan. Adanya kerusakan
745
JIMVET. 01(4):742-748 (2017)
ISSN : 2540-9492
yang terlihat pada struktur sel hati yang terdapat pada konsentrasi yang berbeda-beda
menunjukkan efek dari toksikan yaitu logam berat timbal (Pb) yang terpapar terus-menerus
pada ikan. Tingkat kerusakan hati dikategorikan menjadi tiga, tingkat ringan yaitu
perlemakan hati yang ditandai dengan pembengkakan sel. Kerusakan tingkat sedang yaitu
kongesti dan hemoragi, sedangkan tingkat berat ditandai dengan nekrosis (Darmono,1995).
Dalam penelitian ini, kerusakan gambaran jaringan hati ikan nila termasuk tingkat kerusakan
sedang dan berat.
Suatu toksikan dalam hati akan dihentikan (nonaktifkan) oleh enzim-enzim dalam
hati, namun apabila toksikan masuk secara terus menerus, besar kemungkinan hati akan
jenuh terhadap toksikan (tidak mampu mendetoksifikasi toksik lagi), sehingga metabolisme
dalam hati akan menurun. Apabila metabolisme terganggu, maka proses detoksifikasi
menjadi kurang efektif dan menyebabkan senyawa metabolit bereaksi dengan unsur sel,
sehingga memicu kematian sel. Fungsi lain dari hati yaitu pembentukan dan ekskresi
empedu, metabolisme gram empedu, metabolisme karbohidrat (glikogenesis, glikogenolisis
dan glukoneogenesis), sintesis protein, metabolisme dan penyimpanan lemak (Damayanti,
2010). Adanya zat toksik dalam hati maka dapat menganggu kerja enzim-enzim biologis,
serta memengaruhi struktur histologi hati. Toksikan mampu berikatan dengan enzim,
ikatan tersebut terbentuk karena logam berat (khususnya) memiliki kemampuan untuk
menggantikan gugusan logam yang berfungsi sebagai ko-faktor enzim (Damayanti, 2010).
Logam berat yang masuk kedalam tubuh akan mengalami detoksifikasi di dalam hati oleh
fungsi hati. Perubahan histologi hati pada ikan adalah terjadinya: cloudy swelling (sel hati
agak keruh, stioplasma keruh dan bergranula).
Hasil pengamatan gambaran histopatologis hati ikan nila yang dipaparkan timbal
diamati dengan pewarnaan hematoksilin dan eosin menggunakan mikroskop cahaya
perbesaran 100x10 tersaji pada Gambar 1. Pada kelompok kontrol yaitu kelompok yang
tidak diberikan paparan timbal terlihat gambaran histologis hati berupa inti sel, sinusoid,
sitoplasma dan hepatosit.
Klp kontrol
Gambar 1. GambaranHistologis hati ikan nila kelompok kontrol: a. hepatosit,
b. sitoplasma, c. inti sel, d) sinusoid (HE, 400x)
746
JIMVET. 01(4):742-748 (2017)
ISSN : 2540-9492
Klp perlakuan
Gambar 2. Gambaran histopatologis hati ikan nila kelompok perlakuan
a. degenerasi parenkimateus, b. nekrosis (HE, 400x)
Pada kelompok perlakuan yang dipapar timbal dengan dosis berbeda, terjadi
perubahan histopatologi meliputi degenerasi dan nekrosis. Pada kelompok 1 (P1) ikan yang
diberikan paparan timbal 6,26 mg/l menunjukan tingkat kerusakan yang ringan, kelompok 2
(P2) yaitu ikan yang diberikan paparan timbal 12,53 mg/l menunjukan tingkat kerusakan
yang sedang, kelompok 3 (P3) yaitu ikan diberikan paparan timbal 25,06 mg/l, sel-sel
hepatosit hati mengalami degenerasi dan nekrosis yang lebih parah dari kelompok perlakuan
1, 2 dan 3 serta sel hepatosit membengkak, hal ini menunjukkan bahwa semakin besar
paparan timbal yang diberikan maka kerusakan yang terjadi juga semakin bertambah.
Hasil yang diperoleh antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan menunjukkan
perbedaan yang nyata yaitu antara kelompok kontrol yang tidak diberi paparan timbal
dengan P1 yang diberi paparan timbal dengan dosis 6,26 mg/L, antara kontrol dengan P2
yang diberi paparan timbal dengan dosis 12,53 mg/Ldan antara kontrol dengan P3 yang
diberi paparan timbal dengan dosis 25,06 mg/L. Hasil ini menunjukkan bahwa diberi
paparan timbal yang digunakan dalam air lima hari sekali selama 30 hari dapat
mempengaruhi gambaran histopatologis hatidibandingkan dengan yang tidak diberi timbal,
dan pemberian timbal berpengaruh nyata terhadap kerusakan sel-sel hepatosit hati pada ikan
nila. Keadaan jaringan yang telah mengalami kerusakan ini disebabkan organ hati telah
terpapar zat toksik (timbal). Jika zat toksik yang masuk ke dalam tubuh relatif kecil atau
sedikit dan fungsi detoksifikasi hati baik, maka tidak akan terjadi kerusakan, namun apabila
zat-zat toksik yang masuk dalam jumlah besar maka fungsi detoksifikasi akan mengalami
kerusakan (Lu, 1995).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa paparan timbal dengan dosis
25,06 mg/l (P3) menyebabkan kerusakan degenerasi dan nekrosis yang berat secara
histopatologis.
DAFTAR PUSTAKA
Alifia, F., dan M. I. Djawad. 2000. “ Kondisi histologi insang dan organ Dalam Juvenil Ikan
Bandeng (Chanos chanos Forskall) yang Tercemar Logam Timbal”. 1(2): 51-58.
Almunjiat, E., Y. Sablu, Dan Ainurafiq. 2016. Analisis Risiko Kesehatan Akibat Pajanan
Timbal (Pb) Melalui Jalur Inhalasi Pada Operator Di Stasiun Pengisian Bahan
Bakar Umum (Spbu) Di Kota Kendari Tahun 2016 (Studi Di Spbu Tipulu, Wua-Wua,
747
JIMVET. 01(4):742-748 (2017)
ISSN : 2540-9492
Anduonohu Dan Spbu Lepo-Lepo). Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Halu
Oleo.
Damayanti, F.N. 2010. Pengaruh Pencemaran Logam Berat terhadap Kondisi Histologi Ikan
Nila (Oreochromis niloticus Linn) dalam Karamba Jaring Apungs Di Blok Jangari
Waduk Cirata. Skripsi. Universitas Padjadjaran. Jatinangor.
Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Mahluk Hidup, Edisi pertama. UI Press,
Jakarta.
Fahrimal, Y., Rahmiwati, D. Aliza. 2016. Gambaran histopatologis ginjal tikus putih (rattus
norvergicus) jantan yang diinfeksikan trypanosoma evansi dan diberi ekstrak daun
sernai (Wedelia biflora). Jurnal Medika Veterinaria. 10(2):2503-1600
Harada T., E.A. Boorman, and R.R. Maronpot. 1999. Liver and Gallbladder. In: Maronpot
RR. Pathology of The Mouse. Reference and Atlas.Edisi 1.Cache River Press.199-136
Istikhomah, dan Lisdiana. 2015. Efek hepatoprotektor ekstrak buah pedada (Sonneratia
caseolaris) pada tikus putih (Rattus norvegicus).Unnes Journal Of Life Science.
4(1):1-8.
Kusumadewi, M.R. 2015. Tingkat Biokonsentrasi Logam Berat Dan Gambaran Histopatologi
Ikan Mujair (Oreochromis Mossambicus) yang Hidup di Perairan Tukad Bandung
Kota Denpasar. Tesis.Ilmu Lingkungan Pasca Sarjana, Universitas Udayana,
Denpasar.
Lu, C.F. 1995. Toksikologi Dasar. Jakarta: niversitas Indonesia.
Naria, E. 2005. Mewaspadai Dampak Bahan Pencemar Timbal (pb) di Lingkungan Terhadap
Kesehatan. Jurnal Komunikasi Penelitian. 17(4): 66-68.
Panna, A. 2009. Pengaruh Pemaparan Logam Berat Pb (Timbal) Terhadap Perubahan Wama
dan Peningkatan Presentase Anakan Jantan Daphnia sp. Fakultas Perikanan dan
Kelautan. Universitas Airlangga.
Pikturalistiik, P.P. 2013. Toksisitas Effluent di Balai Ipal Pup-ESDM D.I.Y terhadap struktur
mikroanatomi hepar ikan mas (Cyprinus carpio. L) di tinjau dari kadar Pb dan Cr.
Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Yogyakarta.
Sarjadi. 2003. Patologi Umum. Ed 2. Badan Penerbit Universitas Diponegoro,Semarang.
Setyowati, A., D. Hidayati., P.D.N. Awik, dan N. Abdulgani. 2013. Studi Histopatologi Hati
Ikan Belanak (Mugil Cephalus) Di Muara Sungai Aloo Sidoarjo. Skripsi.Fakultas
Matematika Ilmu Pengetahuan Alam,Institut Teknologi Surabaya, Surabaya.
Silviany, V. 2004. Pengaruh Timbal terhadap Morfologi dan Histologi Hati Ikan Mas
(Cyprinus Carpio). Skripsi. Jurusan Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Sriwijaya. Palembang
Suhendrayatna. 2001. Biorevormal Logam Berat dengan Menggunakan Microorganisme
Suatu Kajian Kepustakaaan. Institute For Science and Technology Studies
(ISTECS). Japan: Capter.
Supriyanto, C., Samin, Z. Kamal. 2007. Analisis Cemaran Logam Berat Pb, Cu, Dan Cd Pada
Ikan Air Tawar Dengan Metode Spektrometri Nyala Serapan Atom (Ssa). Seminar
Nasional III. 21(22): 147-148.
Syarif, E. J. 2015. Visualisasi deposit logam berat timbel (pb) pada organ hati ikan bandeng
(chanos-chanos) dengan pewarnaan rhodizonate melalui metode histoteknik. Skripsi.
Universitas Hasanuddin. Makassar.
Tridayani, A. E., R. Aryawati, dan G. Diansyah. 2010. Pengaruh logam timbal (pb) terhadap
jaringan hati ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis). Maspari Journal. 01(1): 4247.
748
Download