Kajian Tanah Menurut Pedologi Dan Etnopedologi

advertisement
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanah memiliki arti yang sangat penting bagi kehidupan manusia, karena di
atas
tanah
manusia
melakukan
berbagai
aktivitas
untuk
melangsungkan
kehidupannya. Selama ini tanah berfungsi sebagai media untuk menyediakan
kebutuhan pokok manusia seperti pangan, sandang, papan dan obat-obatan (Soil
Survey Staff, 1975).
Studi tentang tanah khususnya di bidang klasifikasi, pada umumnya lebih
didasarkan pada pengetahuan pedologis. Secara nasional HITI pada tahun 1987 telah
menetapkan Taksonomi Tanah USDA untuk dipakai di Indonesia. Sistem ini bersifat
komprehensif, sistematis, kuantitatif dan logis. Sistem ini didasarkan pada sifat-sifat
tanah itu sendiri, sehinga memungkinkan semua tanah dapat diklasifikasikan.
Rachim (2003), mengemukakan bahwa pemahaman yang sama terhadap suatu
tanah adalah syarat yang diperlukan dalam menjalin komunikasi yang bermanfaat.
Dikatakan pula bahwa salah satu fungsi dari klasifikasi tanah adalah mempermudah
komunikasi berkenaan dengan hal-hal yang melibatkan tanah baik di kalangan
akademisi maupun kalangan umum. Masyarakat tertentu telah memiliki pengetahuan
secara holistik mengenai tanah di sekitarnya untuk berbagai keperluan hidup mereka,
karena telah bertahun-tahun memanfaatkan tanah pertaniannya secara selektif dan
tepat guna bagi pengembangan komoditas tertentu.
Masyarakat desa Allang, Kecamatan Leihitu, pulau Ambon, merupakan salah
satu masyarakat yang memiliki pengetahuan lokal dan terpelihara berkenaan dengan
tanah dan pengelolaannya di mana tanah yang dimiliki dengan segala keterbatasannya
dikelola secara arif, sehingga menjadi produktif dan lestari dari generasi ke generasi.
Hal ini berpengaruh positif terhadap tanah dan lingkungannya, sehingga terpelihara
kesinambungannya. Dalam kaitan tersebut maka secara umum pengetahuan tanah
dapat dikategorikan atas dua jenis, yaitu pengetahuan sains (science knowledge)
dan pengetahuan lokal (local knowledge).
2
Berdasarkan kenyataan di atas, maka dalam penerapannya mungkin akan
ditemukan kelemahan dan kelebihan masing-masing baik pengetahuan sains maupun
pengetahuan lokal yang selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai masukan dalam
penilaian tanah dan pengembangan program pembangunan pertanian berkelanjutan.
Dari sisi pengetahuan lokal, wilayah-wilayah
spesifik berskala mikro, bisa saja
belum sepenuhnya tersentuh oleh pengetahuan sains karena keunikannya.
Pengetahuan lokal masyarakat desa Allang terhadap tanah telah melahirkan sistem
pengelolaan yang boleh dikatakan “sustainable”, pada sistem usahatani mereka yang
dikenal dengan istilah ”dusung“ atau ”dusong“. Dusung di desa Allang khususnya
dan Kecamatan Leihitu pulau Ambon umumnya merupakan sistem budidaya tanaman
buah-buahan, tanaman kehutanan, tanaman palawija, rempah-rempah dan sayursayuran serta tanaman pertanian lainnya yang dikelola oleh masyarakat setempat
sehingga kebutuhan hidup
dapat terpenuhi, tetapi lingkungan terpelihara dan
terhindar dari degradasi sehingga aspek kelestarian dan konservasi juga terjamin.
Sistem dusung memiliki pola yang unik yang dicirikan oleh penggunaan lahannya,
sesuai jenis tanaman yang dikembangkan berdasarkan pengetahuan masyarakat
tentang lingkungan tanah dan ekosistemnya.
Salah satu kelemahan pengetahuan lokal adalah tidak tertulisnya pengetahuan
tersebut untuk memperkaya pengetahuan sains. Karena itu penelitian ini dilakukan
untuk menggali pengetahuan ini melalui penelitian partisipatif, sebagaimana yang
telah dilaksanakan.
Tujuan Penelitian
a. Mengidentifikasikan karakteristik tanah dan pengelompokkannya secara pedologi
dan etnopedologi pada usahatani pola dusung.
b. Menentukan kesamaan dan perbedaan antara sistem pengelompokkan tanah
berdasarkan etnopedologi dan pedologi.
c. Mengkaji hubungan antara karakteristik tanah dan tingkat kesuburannya di dalam
sistem usahatani pola dusung.
3
Manfaat Penelitian
a. Pengelompokan tanah secara pedologi dan etnopedologi dapat digunakan sebagai
bahan pertimbangan dalam pembangunan pertanian yang berkelanjutan.
b. Pengetahuan masyarakat, bermanfaat untuk menilai hubungan antara karakteristik
tanah dan tingkat kesuburannya, sekaligus tindakan melestarikan alam.
c. Sistem usahatani pola dusung dapat dikembangkan di berbagai wilayah di
Indonesia.
Hipotesis
a. Secara pedologis, setiap perbedaan pola dusung memiliki satuan tanah yang
berbeda pula
b. Pengetahuan dan kearifan lokal tanah dalam usahatani pola dusung berpengaruh
terhadap tingkat kesuburan tanah dan kelestarian alam serta lingkungan sekitar.
c. Pengetahuan lokal mengenai tanah dapat memberi sumbangan yang berarti bagi
pengetahuan sains.
Rumusan Masalah
Praktek pembukaan lahan di pulau Ambon akhir-akhir ini kurang
memperhatikan kemampuan tanah dan lingkungan secara keseluruhan, sehingga
mengakibatkan kerusakan yang tidak dapat terelakkan. Berdasarkan kesimpulan dari
wawancara terstruktur beberapa tokoh masyarakat di daerah ini, antara lain: Prof. Dr.
Ir. J.E. Louhenapessy, Guru Besar Fakultas Pertanian Unpatti (ahli Tanah dan
Evaluasi Lahan), Bapak Dominggus Lodyik Sinanu, penerima Kalpataru tahun
Gambar 1. Tanah rusak, lingkungan rusak
Gambar 2. Sedimentasi, akibat alih guna lahan hutan
menjadi pemukiman di Paso, Ambon.
4
1981 dan Satya Lencana Pembangunan Birakarya Nasional tahun 1995 serta Bapak
R.P. Patty, Tokoh Adat Masyarakat desa Allang dan Ir. J.R. Patty, Msi., pengamat
pembangunan pertanian dan lingkungan hidup dari Fakultas Pertanian Unpatti; bahwa
kerusakan lingkungan yang sangat terasa saat ini adalah akibat dari pola
dusung/dusong, warisan leluhur mulai ditinggalkan oleh generasi sekarang. Dampak
yang menonjol yaitu berkurangnya debit air secara drastis pada beberapa sungai
utama, bahkan ada yang telah mengalami kekeringan jika dibandingkan dengan
kondisi 10-20 tahun lalu. Selain itu pendangkalan daerah pesisir seperti daerah Teluk
Dalam, akibat
pengembangan perumahan oleh developer yang tidak memperha-
tikan daya dukung tanah dan lahan (Gambar 1 dan 2).
Beberapa
permasalahan
mendasar
dalam
mempertahankan
dan
mengembangkan pola dusung oleh masyarakat adalah:
a. Bagaimana cara masyarakat desa Allang mengenal karakteristik tanah di dalam
mengembangkan usahatani pola dusung?
b. Bagaimana mereka mengelola tanah dalam usahatani pola dusung tertentu selama
ini sehingga dapat
menjamin: produktivitas, kelestarian lingkungan, tindakan
konservasi sumber daya tanah dan meningkatkan perekonomian mereka?
c. Bagaimanakah hubungan karakteristik dan tingkat kesuburan tanah dalam suatu
sistem usahatani pola dusung tertentu?
Kerangka Pemikiran
Pemahaman
yang
sama
terhadap
tanah
akan
memudahkan
dalam
pengelolaannya, baik skala besar maupun skala kecil (petani). Pemahaman
masyarakat mengenai tanah yang cocok untuk dikembangkan dalam usahatani pola
dusung tertentu merupakan keunggulan tersendiri dalam mengatasi berbagai
degradasi yang terjadi saat ini. Sebab itu pengetahuan masyarakat akan menjadi
kekuatan yang saling melengkapi, mengisi, membangun dalam memanfaatkan tanah
secara benar, produktif dan lestari, sesuai kemampuannya. Kerangka pemikiran
dalam penelitian ini dibangun atas pendekatan pengetahuan terhadap tanah
5
berdasarkan pengetahuan sains dan pengetahuan lokal yang dapat digambarkan
sebagai dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan (Gambar 3).
Pengetahuan
Lokal
Pengetahuan
Sains
R
E
L
E
V
A
N
S
I
s
i
s
i
s
a
i
n
s
s
i
s
i
Penyederhanaan
Pengetahuan Tanah
l
o
k
a
l
Indikator Lokal Tanah Pada
Usahatani Pola Dusung
Identifikasi Karakteristik
Diagnostik
Identifikasi Indikator
Lokal Tanah
Pengetahuan Tanah Sains-Lokal
T
A
N
A
H
P
E
N
G
U
A
T
A
N
Tanah dan Kesuburannya
Pada Usahatani Pola Dusung
Gambar 3. Pendekatan Pengetahuan (Sains dan Lokal) Tanah Sebagai Dua
Sisi Mata Uang
Tanah merupakan salah obyek yang dapat dimanfaatkan banyak kalangan
dengan fungsi yang berbeda menurut pengguna, dan keberadaannya dapat dipelajari
dari berbagai aspek. Pandangan mengenai tanah baik pengetahuan sains maupun
pengetahuan lokal, keduanya bagaikan dua sisi mata uang yang menjadikan uang itu
bernilai. Masyarakat sains memandang tanah secara sederhana dengan indikator
karakteristik diagnostik akan sangat relevan untuk pemanfaatan yang benar dan
lestari sementara masyarakat lokalpun memahami tanah secara sederhana dengan
6
indikator-indikator lokal untuk aktifitasnya dalam mencapai produksi pertanian yang
maksimum.
Jika kedua pengetahuan tersebut diakomodasi guna perencanaan pembangunan pertanian tampaknya akan lebih baik dalam menunjang produktivitas. Sisi
sains dapat memandang tanah secara benar dan relevan jika dimanfaatkan sesuai
karakteristik dan kemampuan tanah serta sisi lokal, memandang tanah sebagai media
untuk meningkatkan produksi sehingga masyarakat lokal juga mendapat penguatan
dalam pemanfaatan tanah. Tanah tidak lagi menjadi obyek yang lebih dominan
dikuasai pemahamannya oleh kelompok tertentu, tetapi keduanya saling mengisi dan
melengkapi untuk tujuan pengembangan pertanian yang lebih baik dan lestari.
Download