28 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2010 sampai dengan bulan September 2011, berlokasi di hutan rakyat sengon (Paraserienthes falcataria L. Nielsen) di Kecamatan Cikalong, Daerah Tingkat II Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat. Gambar 2 Peta wilayah lokasi penelitian 3.2 Alat dan data Alat yang digunakan saat pengambilan data diantaranya alat pengukur jarak (meteran), alat pengukur keliling batang pohon (meteran), alat pengukur tinggi pohon (haga hypsometer), alat pengukur posisi koordinat GPS (Global Positioning System) Garmin 60 CSx, pencatat data tegakan (tally sheet), pencatat data sosial ekonomi (kuesioner), dan alat tulis. Pada saat pengolahan data, perangkat keras (hardware) digunakan yaitu laptop dan perangkat lunak (software) meliputi, ArcGIS 9.3, Garmin MapSources, dan SPSS 17. 29 Data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di lapangan, sedangkan data sekunder diperoleh atau dikumpulkan dari sumber-sumber yang sudah ada (Hasan 2002). Tabel 1 dirinci jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini yang berupa data primer dan sekunder. Tabel 1 Jenis data yang dikumpulkan Jenis data Data primer Tegakan hutan rakyat Data yang dikumpulkan /input a. Potensi lahan (luas dan penggunaan lahan berdasarkan peta Rupa Bumi Indonesia Kecamatan Cikalong skala 1:25.000),Tahun 2009 Karakteristik internal petani Karakteristik eksternal petani Motivasi petani dalam usaha HR Sistem pengelolaan Data sekunder Kondisi umum lokasi penelitian b. Dimensi tegakan (diameter setinggi dada (Dbh), tinggi bebas cabang (Tbc), jumlah) a. Umur produktif (sampai saat diwawancara) b. Pendidikan formal/non formal c. Pengalaman usaha di bidang HR d. Status sosial petani e. Sistem kosmopolit f. Kebutuhan rumah tangga per bulan g. Persepsi (thdp manfaat HR) a. luas lahan b. c. d. e. f. g. a. b. c. a. b. Status lahan Pendapatan Kemudahan pemasaran Jumlah tanggungan keluarga Peluang kerja diluar HR Jarak lahan Motivasi ekonomi Motivasi ekologi Motivasi sosial Sejarah HR Karakteristik Tegakan HR(luas,status lahan, jenis tanaman,pola tanam, sediaan volume dan jumlah batang, pola pengelolaan (penanaman,pemeliharaan, perlindungan,pemanenan, pemasaran) c. Permasalahan Letak, luas, kondisi fisik (topografi, tanah, iklim), dan kondisi sosial ekonomi (umur, mata pencaharian, pendidikan, agama, dan budaya). Metode Analisis spasial Inventarisasi Wawancara Wawancara Wawancara Wawancara Wawancara, pengamatan, inventarisasi Studi pustaka 30 3.3 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data primer dilakukan melalui kegiatan inventarisasi, observasi, dan wawancara. Inventarisasi hutan merupakan suatu tindakan untuk mengumpulkan informasi tentang potensi kayu dari suatu areal hutan (Departemen Kehutanan 1992). Dalam penelitian ini, inventarisasi dilakukan untuk mendapatkan data dimensi tegakan sengon diantaranya diameter setinggi dada (Dbh), tinggi bebas cabang (Tbc), jenis tanaman, dan jumlahnya yang terdapat di dalam lahan, selanjutnya akan digunakan untuk mengetahui sediaan tegakan sebagai bahan dasar pengaturan hasil tegakan sengon. Teknik pengambilan contoh dilakukan berdasarkan Metode Simple Random Sampling (Simon 1987) kemudian dipilih 10 plot ukur dan 10 petani responden untuk setiap dusun secara purpossive, jumlah tersebut didasarkan pada ratio kelas kepemilikan lahan yaitu < 0,25 ha; 0,25 ha - 0,50 ha; > 0,50 ha yaitu 5:3:2. Adapun jumlah dusun dari tiga desa contoh adalah 21 dusun, sehingga total jumlah sampel adalah sebanyak 210 plot ukur dan 210 responden petani. Data sosial, ekonomi, dan karakteristik sistem pengelolaan hutan rakyat dikumpulkan melalui kegiatan observasi dan wawancara dengan petani pemilik lahan serta pihak-pihak terkait seperti aparat desa, aparat kecamatan, dan industri penggergajian. Data ekonomi diperlukan untuk menggambarkan nilai ekonomi bagi petani hutan rakyat, sedangkan data sosial untuk menggambarkan motivasi petani terhadap usaha hutan rakyat sengon. Data sekunder dilakukan melalui studi pustaka yang dilakukan di beberapa lembaga atau instansi terkait diantaranya Perpustakaan Nasional, Perpustakaan Kementrian Kehutanan Manggala Wanabakti, Perpustakaan Litbang Kehutanan, Perpustakaan Badan Pusat Statistik Jakarta, Perpustakaan LSI IPB, Perpustakaan Fakultas Kehutanan IPB, Perpustakaan Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB, dan Balai Penelitian Tanah. 31 3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data 3.4.1 Pendugaan Potensi Pendugaan potensi berdasarkan volume dan jumlah menggunakan metode statistik sederhana. Pendugaan potensi tegakan hutan rakyat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 1. Volume tegakan = Keterangan: Vtegakan : volume tegakan pada suatu areal (m3) Vi : volume pohon ke-i (m3) n : banyaknya pohon dalam tegakan 2. Volume tegakan per hektar ∑ /ℎ Keterangan: Vtegakan/hektar Vi = : volume tegakan per hektar (m3) : volume pohon ke-I (m3) 3. Rata-rata/nilai tengah potensi tegakan ( ) )/ = (∑ 4. Ragam rata-rata potensi tegakan ( ∑ = 1 − dimana = ) (∑ ) / 5. Selang kepercayaan (1-α) x100% bagi rata-rata potensi tegakan hutan: = ± ( ) 6. Ragam dugaan bagi total populasi ( = Dimana 1 − =1− ) disebut factor koreksi populasi 7. Selang kepercayaan (1-α)100% bagi total populasi = ± ( ) 8. Atau dapat dihitung dari selang kepercayaan bagi rata-rata sebagai berikut = ± / ( ) 9. Kesalahan penarikan contoh (sampling error, SE) Catatan: = / ( ) 100% : ragam peubah y yang diukur (misal volume tegakan) 32 / ( / ( ) : nilai table t-student, dimana untuk kepraktisan biasanya digunakan nilai =) 2 Selanjutnya untuk mengetahui struktur tegakan sengon dari tiga desa lokasi dilakukan pendekatan melalui persamaan distribusi eksponensial negatif (negative exponential distribution) dari Meyer 1952 (Davis at all 2001), yang didasarkan pada perbandingan pengurangan jumlah pohon yang tetap sejalan dengan pertambahan diameter yang merupakan ukuran standar kenormalan pada tegakan tidak seumur, rumus tersebut adalah sebagai berikut: N = ke-Da Keterangan : N = Jumlah pohon per hektar per kelas diameter D = Diameter pohon setinggi dada e = angka dasar logaritma (2,7183) k = konstanta yang menunjukkan ciri kerapatan pohon per hektar a = nilai yang mencirikan slope dari kurva, yaitu garis yang menggambarkan laju penurunan jumlah batang seiring bertambahnya kelas diameter. k dan a = nilai yang menunjukkan karaktertistik model dari hutan tidak seumur. Untuk mengetahui perbedaan dari ketiga kurva persamaan distribusi eksponensial negatif dari ketiga desa contoh digunakan uji estimasi kurva eksponensial (curve estimation), sedangkan untuk mengetahui perbedaan struktur tegakan hutan rakyat antar desa contoh dari segi jumlah batang per kelas diameter, digunakan uji anova satu arah, dengan hipotesa sebagai berikut: Ho: Tidak ada perbedaan signifikan antara ketiga desa dari segi jumlah batang H1: Ada perbedaan signifikan antara ketiga desa dari segi jumlah batang, Dengan kriteria uji : Tolak Ho jika Sig < Terima Ho jika Sig ≥ = 0,05 = 0,05 3.4.2 Pengaturan Hasil Konsep pengaturan hasil dalam penelitian ini mengacu kepada konsep pengaturan hasil lestari yang diterapkan pada Rencana Pengelolaan Hutan Jati Masyarakat Koperasi Hutan Jaya Lestari (KHJL) Tahun 2009–2013, Desa Lambakara, Kecamatan Laeya, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara. Pendekatan konsep kelestarian ini mirip dengan Metode Brandis (The 33 Brandis Method 1856) (Osmaston 1968) dan di dalam perhitungannya metode ini membutuhkan informasi sebagai berikut: 1. Penentuan kelas-kelas diameter berdasarkan hasil inventarisasi 2. Perhitungan jumlah pohon untuk tiap kelas diameter 3. Perhitungan apa yang dinamakan jangka waktu lewat (the time of passage), yaitu waktu yang diperlukan oleh sebuah pohon untuk mencapai diameter limit setelah melewati berbagai kelas diameter. 4. Penentuan apa yang dinamakan The causalty per cent utuk setiap kelas diameter, yaitu persen jumlah pohon per kelas diameter yang mati, roboh karena angin atau ditebang sebelum mencapai umur tebang Di dalam penelitian ini dalam menerapkan cara pengaturan hasil diatas memerlukan beberapa penyesuaian serta asumsi-asumsi yang disesuaikan dengan kondisi tegakan yang ada di ketiga desa penelitian. Tegakan sengon dari hasil inventarisasi dikelompokkan ke dalam enam kelas diameter dengan interval masing-masing kelas diameter 5 cm, dimana pohon-pohon dengan diameter lebih besar dari 30cm masuk kedalam kelas diameter satu dan pohon-pohon dengan diameter kurang dari 10 cm termasuk kelas diameter lima dan enam. Dari enam kelas diameter tersebut tegakan dikelompokkan lagi menjadi tiga bagian yaitu kelompok pohon yang mempunyai diameter dibawah 10 cm; kelompok pohon yang mempunyai diameter (10 – 30) cm sebagai tegakan persediaan dan kelompok pohon yang memiliki diameter 30 cm up sebagai pohon layak tebang. Jatah tebang tahunan ditentukan berdasarkan banyaknya jumlah batang yang siap dipanen, yaitu pohon-pohon yang telah mencapai ukuran diameter 30 cm atau lebih dibagi jangka waktu lewat (The time of passage) sebesar 4 tahun yang ditentukan berdasarkan asumsi rata-rata riap diameter per tahun adalah 5 cm yang artinya pohon-pohon yang berdiameter 10 cm akan mencapai kelas diameter 30 cm dalam waktu 4 tahun. Selanjutnya sisa tebangan digabung dengan jumlah pohon-pohon yang tumbuh mencapai ukuran diameter layak tebang yang berasal dari kelompok tegakan persediaan dan merupakan jumlah pohon yang akan ditebang pada tahun berikutnya. Jatah tebang tahun berikutnya juga dibagi jangka waktu lewat, demikian seterusnya, dengan catatan setiap menebang harus menanam kembali 34 minimal sama banyak dengan jumlah pohon yang ditebang. Dengan demikian diharapkan melalui pengaturan hasil berdasarkan pendekatan pada cara Metode Brandis tersebut dapat menjamin perkembangan tegakan yang memberikan tersedianya pohon-pohon yang siap untuk ditebang tiap tahunnya. Dalam penelitian ini, digunakan jangka waktu lewat 4 tahun dengan asumsi rata-rata riap diameter 5 cm/tahun. Besaran riap ini selain ditentukan berdasarkan hasil-hasil penelitian sebelumnya juga ditentukan atas hasil pengamatan saat penelitian di lapangan bahwa untuk rata-rata pohon yang berdiameter (25 – 30) cm dicapai dalam jangka daur 5 – 6 tahun. Asumsi tersebut dipertegas melalui hasil penelitian Sumarna (1961) yang menyatakan bahwa rata-rata riap diameter tiap tahun berfluktuasi sampai dengan umur 6 tahun sekitar (4 – 5) cm. Rumus perhitungan pengaturan hasil hutan rakyat dengan pendekatan riap dan sediaan tegakan (standing stock) ini disajikan pada Tabel 2. Guna menyelesaikan perhitungan jatah tebang tahunan disajikan pada Tabel 3, dan digunakan beberapa asumsi sebagai berikut: 1. Riap rata-rata diameter: 5 cm/th 2. Persen kematian untuk mencapai kelas diameter (11-15) cm sebesar 20% Persen kematian untuk mencapai kelas diameter (16-20) cm sebesar 10%. Persen kematian untuk mencapai kelas diameter (21-25) cm sebesar 10% Persen kematian untuk mencapai kelas diameter (21-25) cm sebesar 0% 3. Jangka waktu lewat = 4 tahun 35 Tabel 2 Rumus perhitungan pengaturan hasil Nama Desa/ Dusun X A Periode/ Tahun ke- L I:1 2 dan seterus nya Luas Hutan Rakyat < 10 cm N6/ha N6/ha x L P1 P2 3 P3 4 P4 5 P5 II : 6 7 8 9 10 III : 11 tn P6 P7 P8 P9 P10 P11 Ptn Jumlah batang per kelas diameter 11 – 15 16 – 20 21 – 25 26 – 30 cm cm cm cm N5/ha N4/ha N3/ha N2/ha N5/ha x N4/ha x N3/ha x N2/ha x L L L L N6x0,8 N5x0,9 N4x0,9 N3 P1x0,8 N6x0,7 N5x0,8 N4x0,9 2 1 P2x0,8 P1x0,72 N6x0,6 N5x0,8 5 1 P3x0,8 P2x0,72 P1x0,65 N6x0,6 5 P4x0,8 P3x0,72 P2x0,65 P1x0,65 P6x0,8 P6x0,8 P7x0,8 P8x0,8 P9x0,8 P10x0,8 P (tn-1) x0,8 P4x0,72 P5x0,72 P6x0,72 P7x0,72 P8x0,72 P9x0,72 P(tn-2) x0,72 P3x0,65 P4x0,65 P5x0,65 P6x0,65 P7x0,65 P8x0,65 P(tn-3) x0,65 P2x0,65 P3x0,65 P4x0,65 P5x0,65 P6x0,65 P7x0,65 P (tn-4) x0,65 > 30 cm N1/ha N1/ha x L N2 N3 N4x0,9 N5x0,8 1 N6x0,6 5 P1x0,65 P2x0,65 P3x0,65 P4x0,65 P5x0,65 P6x0,65 P (tn-5) x0,65 Tabel 3 Rumus perhitungan jatah tebang tahunan (JTT) Nama Dusun Tahun ke- A 1 JTT S3 + (N4x0,9 x L) = F4 S4 + (N5x0.81 x L) = F5 S5 + (N6x0,65x L) + (P1x0,65) = F6 S6 + (P2x0,65) = F7 S7 + (P3x0,65) = F8 S8 + (P4x0,65) = F9 S9 + (P5 x0,65) = F10 F1/4 = E1 F2/4 = E2 F3/4 = E3 F4/4 = E4 F5/4 = E5 F6/4 = E6 F7/4 = E7 F8/4 = E8 F9/4 = E9 F10/4 = E10 11 S10 + (P6x0,65) = F11 F11/4 = E11 tn S(tn-1) + P(tn-1) = Ftn Ftn/4 = Etn 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Dan seterusnya Jumlah pohon layak tebang (JPLT) N1 x L = F1 S1 + (N2 x L) = F2 S2 + (N3 x L) = F3 Sisa F1 – E1 = S1 F2 – E2 = S2 F3 – E3 = S3 F4 – E4 = S4 F5 – E5 = S5 F6 – E6 = S6 F7 – E7 = S7 F8 – E8 = S8 F9 – E9 = S9 F10 – E10 = S10 F11 – E11 = S11 Ftn – Etn = Stn Keterangan Penanaman (P1) = penebangan (E1) Penanaman (P2) = penebangan (E2) Penanaman (P3) = penebangan (E3) Penanaman (P4) = penebangan (E4) Penanaman (P5) = penebangan (E5) Penanaman (P6) = penebangan (E6) Penanaman (P7) = penebangan (E7) Penanaman (P8) = penebangan (E8) Penanaman (P9) = penebangan (E9) Penanaman (P10) = penebangan (E10) Penanaman (P11) = penebangan (E11) Penanaman (Ptn) = penebangan (Etn) 36 Keterangan: L = luas hutan rakyat efektif tingkat dusun (ha) Ni = jumlah batang aktual sebelum konsep pengaturan hasil diterapkan (N/hektar x L dusun) pada kelas umur ke-i Ft = jumlah pohon layak tebang (JPLT) pada tahun ke-t Et = jatah tebang tahunan (JTT) pada tahun ke-t Pt = jumlah pohon yang ditanam minimal sama dengan Et St = sisa tebangan pada tahun ke t t = tahun (1, 2, 3, ........... n) 3.4.3 Kontribusi hutan rakyat terhadap pendapatan petani Analisis kontribusi hutan rakyat terhadap pendapatan rumah tangga petani dilakukan dengan membandingkan pendapatan yang diterima dari usaha hutan rakyat dengan pendapatan yang diterima dari usaha non hutan rakyat. Untuk membandingkan kedua pendapatan tersebut perlu diketahui rumus untuk memperoleh pendapatan dari suatu bidang usaha tertentu, yaitu: P Ri Ci Keterangan: P = pendapatan dari suatu bidang usaha R i = jumlah penerimaan suatu jenis kegiatan ke-i pada suatu bidang usaha Ci = jumlah pengeluaran suatu jenis kegiatan ke-i pada suatu bidang usaha Setelah diketahui pendapatan dari seluruh bidang usaha maka dapat diketahui pendapatan total dari rumah tangga dengan menggunakan rumus: Prt Pa Pb Pc ... Pn Keterangan: P rt Pa,Pb,Pc,- -,Pn = pendapatan rumah tangga per tahun = pendapatan dari masing-masing bidang usaha per tahun Untuk mengetahui persentase pendapatan dari suatu bidang usaha terhadap pendapatan total rumah tangga maka dapat menggunakan rumus: Pi % Pi x100 % Pn Keterangan: P,% = Persentase pendapatan dari bidang usaha ke-i P i = Pendapatan yang diperoleh dari bidang usaha ke-i per tahun Prt = Pendapatan total rumah tangga per tahun 3.4.4 Analisis Finansial Analisis finansial dalam penilaian manajemen hutan rakyat lestari skala kecil ini dilakukan berdasarkan analisis Discounted Cash Flow dengan kriteria Net Present Value (NPV). NPV merupakan selisih antara pendapatan dengan 37 biaya yang telah didiskonto. Pada umumnya nilai NPV positif menunjukkan keuntungan, sebaliknya nilai NPV negatif menunjukkan kerugian (Darusman 2001). Kadariah et al. (1999) dalam evaluasi proyek tertentu, dinyatakan oleh nilai NPV ≥ 0. Jika NPV = 0 berarti proyek tersebut mengembalikan persis sebesar “social opportunity cost of capital”. Jika NPV < 0, proyek supaya ditolak, artinya ada penggunaan lain yang lebih menguntungkan untuk sumber-sumber yang diperlukan proyek. Rumus dari pada NPV adalah sebagai berikut: Keterangan : Bt = pendapatan kotor pada tahun ke t Ct = biaya kotor pada tahun ke t n = umur proyek i = tingkat suku bunga yang berlaku t = interval waktu ∑ = ( − =1( 1 + ) ) 3.4.5 Analisis sosial Analisis data sosial dilakukan sebagai berikut: 1. Untuk melihat korelasi antara karakteristik sosial ekonomi petani hutan rakyat dengan motivasi sosial, motivasi ekonomi, dan motivasi ekologi, serta korelasi antara aspek motivasi ekonomi, motivasi ekologi dan motivasi sosial dengan kelestarian hutan, dipergunakan analisis regresi linier berganda dengan metode stepwise (stepwise regression). Analisis data dilakukan untuk mengukur asosiasi atau keeratan hubungan antar variabel, 2. Pengukuran motivasi dilakukan untuk mengetahui keinginan petani yang diwujudkan dalam kegiatan hutan rakyat untuk memperoleh hasil yang maksimal. Motivasi petani diukur dengan menggunakan teknik Skala Likert. 3. Analisis deskriptif menguraikan dan menjelaskan tentang upaya kegiatan pengelolaan hutan rakyat yang menyangkut pola tanam dalam hutan rakyat, tanaman kayu, dan tanaman bukan kayu. Definisi operasional dalam kegiatan penelitian perlu ditetapkan untuk mencegah terjadinya kesalahan arah terhadap konsep yang telah ditetapkan, dengan demikian pengukuran terhadap peubah dapat dilakukan secara jelas dan terukur. Pada Tabel (4) dan Tabel (5) dapat dilihat definisi operasional dan 38 parameter pengukuran karakteristik internal dan eksternal. Pada Tabel (6) disajikan motivasi petani berdasarkan manfaat ekonomi, ekologi, serta sosial. Tabel 4 Definisi operasional dan parameter pengukuran karakteristik internal Nama variable Umur (X1.1) Usia responden Kepala Keluarga Tahun Tingkat pendidikan (X1.2) Lamanya responden menempuh pendidikan formal atau non formal Status sosial petani (X1.3) Kedudukan responden dalam masyarakat berdasarkan jabatan formal dan informal yang dimiliki Tekanan yang menimbulkan dorongan akan sesuatu yang meliputi kebutuhan akan pangan, non pangan yang rutin, sandag, dan pendidikan serta kesehatan keluarganya setiap bulan Besarnya jumlah anggota keluarga yang masih menjadi tanggungan atau beban dari responden Wawasan dan tanggapan petani tentang manfaat kegiatan hutan rakyat a) Tidak sekolah b) SD/sederajat c) SLTP/sederajat d) SLTA/sederajat e) Kursus Diukur dalam 1 tahun a) Kedudukan dalam organisasi sosial b) Kedudukan dalam struktur sosial Rp/bulan Kebutuhan rumah tangga (X1.4) Jumlah tanggungan keluarga (X1.5) Persepsi (X1.6) Definisi operasional Sumber: Nur (2005),dimodifikasi. Ukuran/indicator Jiwa/rumah tangga Penilaian terhadap manfaat hutan rakyat Kategori/skala Rendah (<25 tahun) Sedang (25-55 tahun) Tinggi (>55) Rendah (<SD) Sedang (SMPSMA) Tinggi (Perguruan tinggi) Kecil (buruh tani) Sedang (petani) Tinggi (kepala dusun) Rendah (<6,1 juta) Sedang (6,1juta – 9,0 juta) Tinggi (>9,0 juta) Rendah (< 5 orang) Sedang (5 – 8 orang) Tinggi (> 8 orang) Rendah (tidak mengetahui budidaya hutan rakyat) Sedang (mengetahui budidaya dan manfaat hutan rakyat) Tinggi (mengetahui budidaya, manfaat ekonomi, dan ekologi) 39 Tabel 5 Definisi operasional dan parameter pengukuran karakteristik eksternal Nama variable Kepemilikan (X2.1) Kepemilikan tenaga kerja (X2.2) Luas lahan (X2.3) Pendapatan (X2.4) Peluang kerja di luar hutan rakyat (X2.5) Jarak lahan (X2.6) Definisi operasional Barang-barang atau aset yang dipungut petani untuk mendukung kegiatan hutan rakyat baik dari segi jenis maupun jumlahnya Ukuran/indikator a) Jumlah dan jenis peralatan hutan rakyat b) Jumlah dan jenis pupuk c) Jumlah dan jenis obatobatan d) Jumlah dan jenis bibit Jumlah tenaga kerja baik pria maupun wanita pada berbagai tingkat umur yang berasal dari dalam keluarga maupun luar keluarga yang digunakan dalam usaha hutan rakyat Luas areal hutan rakyat Menyetarakan dalam hari kerja (HOK) Jumlah pendapatan yang diperoleh dari hutan rakyat dan dari usaha lain di luar hutan rakyat Pernyataan responden mengenai peluang tersedianya pekerjaan di luar hutan rakyat Rupiah/tahun Jarak tempuh yang dibutuhkan responden dari tempat tinggal ke areal hutan rakyat Nur (2005), dimodifikasi Ha a) Banyaknya peluang kerja b) Rutinnya pekerjaan Km Kategori/ skala Rendah (memiliki bibit, peralatan) Sedang (memiliki bibit, peralatan, pupuk) Tinggi (memiliki bibit, peralatan, pupuk, dan obat) Rendah (tanpa tenaga kerja) Sedang (buruh 1-2 tenaga kerja) Tinggi (buruh >2 tenaga kerja) Rendah (< 0,25 ha) Sedang (0,25 – 0,5 ha) Tinggi (>0,5 ha) Rendah (<3 juta) Sedang (3 juta – 10 juta) Tinggi (> 10 juta) Rendah (sebagai buruh tani) Sedang (sebagai pemilik dan wiraswasta) Tinggi (sebagai pemilik, wiraswasta, aparat desa) Rendah (< 3 km) Sedang (3 – 5 km) Tinggi (> 5 km) 40 Tabel 6 Definisi operasional dan parameter pengukuran motivasi petani Nama variable Motivasi ekonomi (Y1) Motivasi ekologi (Y2) Motivasi sosial budaya (Y3) Definisi operasional Motivasi yang berkaitan erat dengan hasil-hasil yang diperoleh petani dari hutan rakyat berupa hasil tanaman baik tanaman kayu maupun tanaman pertanian sehingga akan meningkatkan pendapatan total petani Dorongan yang timbul dari petani untuk mengusahakan hutan rakyat berdasarkan manfaat ekologi yang diperoleh. Sistem ini akan memberikan keuntungan terhadap pemeliharaan lingkungan Dorongan yang timbul dari petani untuk mengusahakan hutan rakyat Nur (2005), dimodifikasi. Ukuran/indikator Kategori Hutan rakyat memiliki manfaat ekonomi: a) Dapat diambil kayunya b) Meningkatkan pendapatan c) Memenuhi suatu lembaga, pasar, industri kayu d) Mendapat kepuasan pribadi dan kegiatan sampingan e) Memenuhi kebutuhan pangan buah, kayu bangunan dan kayu bakar f) Merupakan lumbung hidup g) Sumber bahan industri rumah tangga h) Sumber energi (kayu bakar) Menggunakan teknik skala likert Tidak setuju (1) Netral (2) Setuju (3) a) Menjaga dan mempertahankan kesuburan tanah b) Menjaga tanah dan tata air agar tidak longsor, erosi, an banjir c) Mempertahankan lingkungan agar sejuk dan indah d) Peneduh tanaman di bawahnya agar berproduksi baik e) Dapat memperbaiki dan mempertahankan sumber-sumber air f) Pemerintah bertanggungjawab dalam pengelolaan dan pelestarian hutan rakyat g) Pemerintah dan masyarakat bertanggungjawab dalam pengelolaan dan pelestarian hutan rakyat h) Hutan rakyat berfungsi sebagai perlindungan dan paru-paru i) Sebagai apotek hijau untuk kesuburan tanah j) Sebagai penyejuk pemandangan a) Anjuran dan dorongan pemerintah b) Kegiatan yang diwariskan oleh nenek moyang c) Dapat membuka lapangan kerja d) Warisan dan tabungan hari tua e) Hutan rakyat merupakan pelestarian nilai budaya f) Tempat pendidikan bagi anak g) Terkait aspek tenurial h) Solusi dalam mengatasi konflik i) Terkait kelembagaan lokal j) Berfungsi sebagai batas lahan Menggunakan teknik skala likert Tidak setuju (1) Netral (2) Setuju (3) Menggunakan teknik skala likert Tidak setuju (1) Netral (2) Setuju (3)