EKONOMI SUMBER DAYA HUTAN OLEH IMAN KUNCORO Hs PENDAHULUAN a. Mengapa perlu mempelajari ekonomi sumber daya hutan secara khusus Ilmu ekonomi ialah ilmu yang mempelajari bagaimana usaha manusia untuk memuaskan kebutuhannya dimana kebutuhan manusia itu tidak terbatas sedangkan alat pemuas kebutuhan itu terbatas. Jadi disini dapat dikatakan bahwa timbulnya ekonomi karena adanya kelangkaan barang dan jasa sebagai alat pemuas kebutuhan manusia tersebut, sehingga manusia harus memilih satu alternatif dari berbagai alternatif yang ada. Ada juga yang mendefinisikan ilmu ekonomi sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang alokasi sumber daya yang terbatas jumlahnya secara efisien dan efektif untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak terbatas. Ilmu ekonomi disebut juga ilmu memilih, dalam arti mempelajari tentang pilihan yang harus dibuat dari berbagai alternatif tujuan yang bersaingan. Disini apabila telah dipilih satu alternatif maka ini berarti mengorbankan pilihan yang lainnya, dalam memilih alternatif ini maka dipilih alternatif yang baik bagi pencapaian tujuan. Ilmu ekonomi dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu: 1) Ilmu ekonomi deskriptif, dimana dikumpulkan semua kenyataan yang penting tentang pokok pembicaraan (topik) tertentu, misalnya system pertanian di India atau industri sarung di Samarinda seberang. 2) Ilmu ekonomi teori atau teori ekonomi atau analisis ekonomi, disini dijelaskan tentang cara kerja suatu system ekoomi dan cirri-ciri yang penting dalam ekonomi, dikenal dalam hal ini adanya ekonomi mikro, ekonomi makro. 3) Ilmu ekonomi terapan, dalam hal ini dengan menggunakan kerangka dasar umum dari analisis ekonomi yang ada dari teori untuk memecahkan masalah-masalah ekonomi seperti dalam : ekonomi koperasi, ekonomi pertanian, ekonomi perikanan, ekonomi produksi, ekonomi peternakan, ekonomi sumber daya alam, dan yang akan menjadi bahasan dalam diktat ini ekonomi sumber daya hutan. Ilmu ekonomi sumber daya hutan yang dalam istilah terdahulu sering disebut dengan ekonomi kehutanan. Ekonomi sumber daya hutan merupakan cabang ilmu ekonomi yang mencoba mengetrapkan teori ekonomi dalam pengelolaan hutan untuk memenuhi kebutuhan manusia akan hasil hutan secara optimal dan lestari. Mengapa ilmu ekonomi sumber daya hutan perlu dipelajari secara khusus? Apakah tidak cukup mempelajari ekonomi umum atau ekonomi sumber daya alam dan memperdalam bahasannya dengan bidang kehutanan? Untuk menjawab pertanyaan ini maka Henry Vaux seorang professor dari UCLA berpendapat bahwa kehutanan memiliki tiga cirri yang membedakan dengan bidang lain yaitu: a. Jangka produksi yang lama dalam menumbuhkan pohon b. Kayu sebagai produk hutan pada waktu yang sama juga merupakan mmodal dan hasil akhir c. Banyak nilai hutan yang tidak dapat diukur dengan harga pasar Lebih lanjut dikatakan bahwa mempelajari ekonomi sumber daya hutan bagi rimbawan akan membantu dua hal yaitu yang pertama akan membuat mereka lebih mengerti dan menyadari serta mengemukakan apa yang terjadi disekelilingnya, yaitu akan menjadi saksi yang pintar pada kegiatan kehutanan. Kedua akan dapat memberi rekomendasi dan keputusan yang baik: menjadi pelaksana yang baik dalam kegiatan kehutanan. Kegiatan kehutanan apabila diperinci akan meliputi bidang-bidang: a. Penanaman b. Pemeliharaan c. Penebangan d. Pengangkutan e. Pengolahan f. Pemasaran hasil hutan Dimana didalam setiap bidang kegiatan didahului dengan kegiatan perencanaan. Maksud mempelajari ekonomi sumber daya hutan dengan sendirinya ialah agar peserta didik mempunyai bekal dalam menganalisis persoalan ekonomi dalam bidang kehutanan yaitu menjadi “Homo Economicus”, sehingga dalam pengambilan keputusan pengelolaan hutan pertimbangan-pertimbangan ekonomi akan menjadi dasar pemikirannya. Disamping juga tidak ketinggalan konsep ekologi yang menjadi dasar dalam pemanfaatan sumber daya hutan. Bagaimana kaitannya ilmu ekonomi dengan ilmu-ilmu kehutanan? Pada ilmu-ilmu yang berhubungan dengan biologi maka yang dipertanyakan ialah “apa yang akan kita kerjakan secara teknis dengan hutan?” Misalnya ilmu ukur hutan atau statistik membantu kita dalam mengukur atau menaksir volume tegakan serta apa yang akan terjadi dengan tegakan tersebut. Pengetahuan tersebut juga mengantar pada suatu pertimbangan dalam melakukan penjarangan apa yang akan didapat dimasa dating dalam hubungannya pertambahan volume. Jadi secara singkat, ilmu-ilmu itu mempertanyakan apa, bagaimana, dan kapan yang ada kaitannya hubungan tknis antara input (masukan) dan output (keluaran) Seorang ahli ekonomi setelah mempertanyakan apa, bagaimana, kapan yang ada kaitannya dengan fungsi produksi maka yang perlu dijawab ialah apakah kita perlu melakukannya?. Dalam kaitan tentang kapan kita perlu mengerjakannya, maka ahli ekonomi akan menghubungkan masalah waktu dalam kaitannya dengan pasar atau kompetisi. Pengetahuan tentang riap tahunan berjalan, Current Annual Increment (CAI) atau riap tahunan rata-rata Mean Annual Increment (MAI) yang dipelajari dalam ilmu ukur hutan oleh ahli ekonomi akan digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam menentukan daur suatu tegakan. Yaitu memutuskan kapan suatu tegakan itu akan dipanen. Penentuan daur tebangan berdasarkan perpotongan kurva riap disebut sebagai penentuan daur berdasarkan “Volume produksi maksimal” atau sering disebut sebagai “daur biologi”, dan ini ditentukan pada waktu MAI maksimum. Pada saat riap tegakan maksimum, maka volumenya juga. Apabila tegakan tersebut ditebang akan diperoleh volume tegakan maksimum dan akhirnya akan diperoleh juga pendapatan yang besar. Seperti terlihat pada persamaan berikut: TR= p x q, dimana: TR = Total Revenue, p = price, q= quantity. Pada saat q maksimum maka akan diperoleh TR yang maksimum juga. b. Paradoks kehutanan Pohon dan hutan berubah secara lambat. Bahkan sampai sekarang kebanyakan prinsip-prinsip dan metoda dalam kehutanan dipelajari dengan mengamati hasil dari perlakuan dimasa lampau yang dilakukan oleh rimbawan terdahulu. Maka sebagai konsekuensinya para rimbawan termasuk dalam golongan konservatif: industri kehutanan orientasinya tradisional, dan profesi maka kelihatannya juga begitu. Suatu paradoks kehutanan ada bahkan mungkin lebih bila dibandingkan dengan profesi yang lain karena adanya suatu kebutuhan untuk bertindak bagi masa dating. Setiap biji/ benih yang ditanam pada hari ini sudah dipercaya bahwa masyarakat akan membutuhkan pohon tersebut ketika pohon tersebut sudah masak tebang dikemudian hari. Ini berarti melihat jauh kedepan benda-benda yang dibutuhkan oleh masyarakat. Kegiatan silvikultur pada hari ini tidak ada pengaruhnya pada kualitas dan kuantitas kayu pada tahun ini, akan tetapi sangat menentukan bentuk hutan 30 tahun, 50 tahun atau 70 tahun yang akan datang. Tipe huatan macam apakah pada waktu itu? Apakah merupakan sumber utama penghasil kayu atau untuk rekreasi? Atau bahkan hutan tersebut mempunyai fungsi utama bagi perlindungan tata air atau untuk keperluan ruang terbuka? Pada situasi masyarakat yang berkembang dengan pesat maka dimasa datang perubahan-perubahan yang terjadipun akan sangat cepat pula. Produk baru, metode baru, jasa yang baru, pada waktu ini berkembang sejalan dengan kemajuan teknologi dan kemajuan tingkat kehidupan manusia. Banyak barang yang sangat berharga pada hari ini dimasa datang mungkin tidak ada harganya lagi. Contoh yang berkaitan dengan hasil hutan yang pada 20 tahun lalu sangat berharga ialah “Getah Perca”. Getah Perca merupakan hasil hutan ikutan dari pohon perca yang pada waktu itu sangat dibutuhkan guna bahan isolasi kabel telepon di laut. Akan tetapi dengan diketemukannya plastik sebagai bahan isolasi kabel maka getah perca tidak lagi menjadi komoditi ekspor. Memang profesi rimbawan selalu berkaitan dengan bagaimana menumbuhkan pohon. Rimbawan dipaksa menjadi “Product-oriented”, apapun yang ditanam pada waktu ini merupakan produk yang diharapkan akan laku untuk dijual dimasa yang akan datang. Untuk itu maka seorang rimbawan harus mempunyai pandangan jauh kedepan yaitu dapat membuat prediksi untuk puluhan tahun kedepan. Karena memang rentang waktu produksi dibidang kehutanan memerlukan tempo yang sangat lama. Misalnya menanam pohon jati sampai masa panennya paling tidak memerlukan 40 tahun bahkan dapat lebih. Pada kondisi pasar yang global sekarang ini maka perlu adanya perubahan orientasi rimbawan yaitu menjadi “Market Oriented”,agar dapat menang dalam persaingan di pasar dunia. Dengan makin langkanya sumber daya hutan meningkatkan suplai hasil hutan perlu dikenalkan jenis “Lesser known species” ke pasaran. c. Definisi ilmu ekonomi sumber daya hutan Menurut Wirakusumah (1994) ekonomi sumber daya hutan adalah ilmu pengetahuan kehutanan yang mempelajari masalah-masalah ekonomi sumber daya hutan yang semakin langka. Ekonomi sumber daya hutan mengkaji perilaku manusia dengan dasar-dasar pikirannya terhadap kebutuhan dan pengadaan benda-benda serta jasa sumber daya hutan pada dasarnya tidak berbeda dengan ilmu-ilmu pengetahuan ekonomi lainnya yang membahas sumber daya ekonomi seperti ekonomi lahan, ekonomi perburuhan, ekonomi lingkungan, dan lain-lain. Akan tetapi karena sumber daya hutan mempunyai ciri dan watak yang khas maka rimbawan memandang ekonomi sumber daya hutan merupakan salah satu ilmu pengetahuan dalam lingkup disiplin ilmu-ilmu kehutanan. Ilmu ekonomi sumber daya hutan merupakan bagian dari ilmu social kehutanan yang bebeda dengan subyek-subyek pengetahuan ilmu kehutanan yang lebih bersifat fisik dan biologik. Ilmu social kehutanan yang telah berkembang lebih dulu ialah Administrasi Kehutanan dan Kebijakan Kehutanan. Sedangkan Worrell (1959) menyatakan dalam bukunya “Economics of American Forestry” bahwa dia lebih senang dengan istilah “Economics of Forestry” dibandingkan dengan istilah “Forest Economics”. Para rimbawan lebih senang dengan menyebutkan “Forest Economics” atau dalam terjemahan bebasnya ekonomi hutan. Menurut Worrell kegiatan kehutanan mempunyai ciri khas yang spesifik di bandingkan dengan aktivitas produksi yang lain. Seperti pertanian, perikanan dan beberapa bidang kegiatan lain. Kehutanan berdasarkan dalam menumbuhkan produk dibandingkan dengan memprosesnya. Kehutanan memerlukan waktu yang lama dalam memproduksi kayu. Banyak produk kehutanan misalnya kayu baru sampai ke konsumen stelah puluhan bahkan sampai ratusan tahun sejak mulai di tanam. Kayu hanya tumbuh dari pohon jadi memproduksi hutan/kayu harus meliputi berbagai variasi umur, yang kebanyakan tidak dapat dipanen untuk waktu yang lama. Hal ini menunjukan bahwa dalam produksi kayu sebagian kecil yang dapat dipungut hasilnya sedangkan sebagian besar lagi merupakan tandon(stock) yang dalam proses tumbuh. Maka muncul kesulitan untuk mengetahui apakah pohon yang berdiri tersebut merupakan alat produksi atau hasil produksi. Demikian juga bahwa dari hutan tidak hanya dihasilkan barang berupa kayu akan tetapi produk jasa yang lain seperti rekreasi, air, pengaruhnya terhadap iklim mikro. Lebih lanjut Worrell mengemukakan bahwa produk barang dan jasa dari dalam hutan dapat dikategorikan dalam enam kelas yaitu: a. Produk berupa kayu b. Produk vegetatif seperti madu, damar, maple sirup c. Hasil dari binatang seperti kulit, ikan, binatang liar d. Air e. Rekreasi f. Perlindungan dari banjir, angin dan erosi Oleh sebab itu dalam kaitannya dengan permintaan akan hasil hutan dikenal adanya “permintaan langsung” dan “permintaan turunan”. Dikatakan permintaan turunan karena kebanyakan hasil hutan dibutuhkan oleh produsen untuk diproses lagi menjadi barang yang nantinya siap untuk dipakai oleh konsumen akhir. Misalnya kayu dibutuhkan oleh manusia karena manusia membutuhkan rumah untuk tempat tinggal, jadi bila ada kenaikan permintaan akan kayu, dengan kata lain barang yang dihasilkan dari kehutanan umumnya berupa “Producers’ good” bukan “Consumers’ goods”. Pelajaran ekonomi diperlukan bagi para rimbawan bagi para rimbawan karena kegiatan tidak terlepas dari kegiatan kehutanan tidak terlepas dari kegiatan produksi yang meliputi hal-hal sebagai berikut: penanaman, pemeliharaan, penebangan, pengangkutan, pengolahan dan pemasaran hasil. Seperti berikut ini. Soemitro dalam satu tulisannya menguraikan betapa ilmu ekonomi masuk dalam system pengusahaan hutan yang digambarkan dalam suatu diagram berikut ini. Ilmu Penunjang Kegiatan Ilmu Penunjang Sumberdaya Hutan Indonesia Analisis Suplai & Demand Perencanaan Sistem Silvikultur DAS Pengawetan Tanah & Air Pemungutan Hasil Hutan Pembuatan Jalan Investasi Rekayasa Pengolahan Hasil Hutan Suplai Hasil Hutan Ekonomi Mikro Ekonomi Makro Inventarisasi Perlindungan Pemasaran Hasil Hutan Silvika Silvikultur Genetika Hutan Perlindungan Hutan Pembangunan Hutan Ekonomi Produksi Analisis Investai Gambar: Model Sistem Pembinaan Hutan d. Pengertian dan Klasifikasi Sumberdaya Menurut Randall (1981) sumberdaya adalah sesuatu yang bermanfaat dan bernilai pada kondisi dimana ditemukan. Pada kondisi alami sumberdaya tersebut dapat merupakan input suatu proses untuk menghasilkan sesuatu produk yang lebih bermanfaat atau dapat pula berupa sesuatu yang langsung bias dikonsumsi (amenities). Sumberdaya dapat diklasifikasikan sebagai berikut: yaitu sumberdaya alam yang tidak akan habis dan sumberdaya alam yang dapat habis. Yang secara lengkapnya dapat dijabarkan sebagai berikut: Tidak dapat diubah (tidak begitu banyak diubah melalui kegiatan manusia) Tenaga Atom, Tenaga Air, Curah Hujan, Tenaga Pasang Surut Dapat salah Guna (sehingga kualitas menurun) Matahari, Atmosfer, Perairan daur air, Pemandangan alam Tidak akan habis Sumberdaya Alam Dapat dipertahankan Dapat Diperbarui: Flora Fauna Tidak dapat diperbarui: Satwa liar, Ekosistem alam Dapat Habis Tidak dapat dipertahankan Dapat digunakan lagi: segi konsumtif : metal, permata Tidak dapat digunakan lagi segi konsumtif besar: minyak bumi, gas timah Gambar: Diagram Klasifikasi sumberdaya alam Jadi dalam hubungannya dengan…..