Islam di Papua - wayansumendra

advertisement
ISLAM DI PAPUA
Dari sumber-sumber Barat diperoleh catatan bahwa pada abad ke XVI sejumlah
daerah di Papua bagian barat, yakni wilayah-wilayah Waigeo, Missool, Waigama,
dan Salawati tunduk kepada kekuasaan Sultan Bacan di Maluku. Berdasarkan
cerita populer dari masyarakat Islam Sorong dan Fakfak, agama Islam masuk di
Papua sekitar abad ke 15 yang dilalui oleh pedagang–pedagang muslim.
Perdagangan antara lain dilakukan oleh para pedagang–pedagang suku Bugis
melalui Banda (Maluku Tengah) dan oleh para pedagang Arab dari Ambon yang
melalui Seram Timur.
Selain melalui jalur perdagangan, di daerah Merauke Islam dikenal melalui
perantara orang-orang buangan yang beragama Islam, yang berasal dari
Sumatera, Kalimantan, Maluku dan Jawa. Terdapat istilah yang populer di
Merauke, yaitu "Jamer" (dari kata Jawa-Merauke), untuk menyebut orang-orang
keturunan Jawa baik yang merupakan keturunan orang-orang yang dipindahkan
pada zaman penjajahan Belanda ataupun keturunan penduduk program
transmigrasi pada masa setelah kemerdekaan Indonesia.
Proses Awal Islamisasi Di Papua
Mengenai kedatangan Islam di Nusantara, terdapat diskusi dan perdebatan yang
panjang di antara para ahli mengenai tiga masalah pokok yaitu mengenai tempat
asal kedatangan Islam, para pembawanya, dan waktu kedatangannya.
Tanah Papua secara geografis terletak pada daerah pinggiran Islam di
Nusantara, sehingga Islam di Papua luput dari kajian para sejarahwan lokal
maupun asing, kedatangan Islam di tanah Papua juga masih terjadi silang
pendapat di antara pemerhati, peneliti maupun para keturunan raja-raja di Raja
Ampat-Sorong, fak-fak, kaimana dan teluk Bintuni-Manokwari, di antara mereka
saling mengklaim bahwa Islam lebih awal dating kedaerahnya yang hanya di
buktikan dengan tradisi lisan tanpa didukung dengan bukti-bukti tertulis maupun
bukti-bukti arkelogis.
Penelusuran sejarah awal Islamisasi di tanah Papua, setidaknya dapat digali
dengan melihat beberapa versi mengenai kedatangan Islam di tanah Papua,
terdapat 7 versi yaitu:

Teori Papua
Teori ini merupakan pandangan adat dan legenda yang melekat di sebagaian
rakyat asli Papua, khususnya yang berdiam di wilayah fakfak, kaimana,
manokwari dan raja ampat (sorong). Teori ini memandang Islam bukanlah berasal
dari luar Papua dan bukan di bawa dan disebarkan oleh kerejaan ternate dan
tidore atau pedagang muslim dan da’I dari Arab, Sumatera, Jawa, maupun
Sulawesi. Namun Islam berasal dari Papua itu sendiri sejak pulau Papua
diciptakan oleh Allah Swt. mereka juga mengatak bahwa agama Islam telah
terdapat di Papua bersamaan dengan adanya pulau Papua sendiri, dan mereka
Islam di Papua
1
meyakini kisah bahwa dahulu tempat turunya nabi adam dan hawa berada di
daratan Papua.

Teori Aceh
Studi sejarah masukanya Islam di Fakfak yang dibentuk oleh pemerintah
kabupaten Fakfak pada tahun 2006, menyimpulkan bahwa Islam datang pada
tanggal 8 Agustus 1360 M, yang ditandai dengan hadirnya mubaligh Abdul Ghafar
asal Aceh di Fatagar Lama, kampong Rumbati Fakfak. Penetapan tanggal awal
masuknya Islam tersebut berdasarkan tradisi lisan yang disampaikan oleh putra
bungsu Raja Rumbati XVI (Muhamad Sidik Bauw) dan Raja Rumbati XVII (H.
Ismail Samali Bauw), mubaligh Abdul Ghafar berdakwah selama 14 tahun (13601374 M) di Rumbati dan sekitarnya, kemudian ia wafat dan di makamkan di
belakang masjid kampong Rumbati pada tahun 1374 M.

Teori Arab
Menurut sejarah lisan Fakfak, bahwa agama Islam mulai diperkenalkan di tanah
Papua, yaitu pertamakali di Wilayah jazirah onin (Patimunin-Fakfak) oleh
seorang sufi bernama Syarif Muaz al-Qathan dengan gelar Syekh Jubah Biru dari
negeri Arab, yang di perkirakan terjadi pada abad pertengahan abad XVI, sesuai
bukti adanya Masjid Tunasgain yang berumur sekitat 400 tahun atau di bangun
sekitar tahun 1587. Selain dari sejarah lisan tadi, dilihat dalam catatan hasil
Rumusan Seminar Sejarah Masuknya Islam dan Perkembanganya di Papua, yang
dilaksanakan di Fakfak tanggal 23 Juni 1997, dirumuskan bahwa:
1. Islam dibawa oleh sultan abdul qadir pada sekitar tahun 1500-an (abad XVI),
dan diterima oleh masyarakat di pesisir pantai selatan Papua (Fakfak, Sorong dan
sekitarnya)
2. Agama Islam datang ke Papua dibawa oleh orang Arab (Mekkah).

Teori Jawa
Berdasarkan catatan keluarga Abdullah Arfan pada tanggal 15 Juni 1946,
menceritakan bahwa orang Papua yang pertama masuk Islam adalah Kalawen
yang kemudian menikah dengan siti hawa farouk yakni seorang mublighat asal
Cirebon. Kalawen setelah masuk Islam berganti nama menjadi Bayajid,
diperkirakan peristiwa tersebut terjadi pada tahun 1600. Jika dilihat dari silsilah
keluarga tersebut, maka Kalawen merupakan nenek moyang dari keluarga Arfan
yang pertama masuk Islam.

Teori Banda
Menurut Halwany Michrob bahwa Islamisasi di Papua, khusunya di Fakfak
dikembagkan oleh pedagang-pedagang Bugis melalui banda yang diteruskan ke
fakfak melalui seram timur oleh seorang pedagang dari Arab bernama haweten
attamimi yang telah lama menetap di ambon. Microb juga mengatakan bahwa
cara atau proses Islamisasi yang pernah dilakuka oleh dua orang mubaligh dari
Islam di Papua
2
banda yang bernama salahuddin dan jainun, yaitu proses pengIslamanya
dilakukan dengan cara khitanan, tetapi dibawah ancaman penduduk setempat
yaitu jika orang yang disunat mati, kedua mubaligh tadi akan dibunuh, namun
akhirnya mereka berhasil dalam khitanan tersebut kemudian penduduk setempat
berduyun-duyun masuk agama Islam.

Teori Bacan
Kesultanan bacan dimasa sultan mohammad al-bakir lewat piagam kesiratan
yang dicanangkan oleh peletak dasar mamlakatul mulukiyah atau moloku kie raha
(empat kerajaan Maluku: ternate, tidore, bacan, dan jailolo) lewat walinya ja’far
as-shadiq (1250 M), melalui keturunannya keseluruh penjuru negeri
menyebarkan syiar Islam ke Sulawesi, philipina, Kalimantan, nusa tenggara, Jawa
dan Papua.
Menurut Arnold, raja bacan yang pertama masuk Islam bernama zainal abiding
yang memerintah tahun 1521 M, telah menguasai suku-suku di Papua serta
pulau-pulau disebelah barat lautnya, seperti waigeo, misool, waigama dan
salawati. Kemudian sultan bacan meluaskan kekuasaannya sampai ke
semenanjung onin fakfak, di barat laut Papua pada tahun 1606 M, melalui
pengaruhnya dan para pedagang muslim maka para pemuka masyarakat pulau –
pulau tadi memeluk agama Islam. Meskipun masyarakat pedalaman masih tetap
menganut animisme, tetapi rakyat pesisir menganut agama Islam.
Dari sumber – sumber tertulis maupun lisan serta bukti – bukti peninggalan nama
– nama tempat dan keturunan raja bacan yang menjadi raja – raja Islam di
kepulauan raja ampat. Maka diduga kuat bahwa yang pertama menyebarkan Islam
di Papua adalah kesultanan bacan sekitar pertengahan abad XV. Dan kemudian
pada abad XVI barulah terbentuk kerajaan – kerajaan kecil di kepulauan raja
ampat itu.

Teori Maluku Utara (Ternate-Tidore)
Dalam sebuah catatan sejarah kesultanan Tidore yang menyebutkan bahwa pada
tahun 1443 M Sultan Ibnu Mansur ( Sultan Tidore X atau sultan Papua I )
memimpin ekspedisi ke daratan tanah besar ( Papua ). Setelah tiba di wilayah
pulau Misool, raja ampat, maka sultan ibnu Mansur mengangkat Kaicil Patrawar
putra sultan Bacan dengan gelar Komalo Gurabesi ( Kapita Gurabesi ). Kapita
Gurabesi kemudian di kawinkan dengan putri sultan Ibnu Mansur bernama Boki
Tayyibah. Kemudian berdiri empat kerajaan dikepulauan Raja Ampat tersebut
adalah kerajaan Salawati, kerajaan Misool/kerajaan Sailolof, kerajaan Batanta
dan kerajaan Waigeo. Dari Arab, Aceh, Jawa, Bugis, Makasar, Buton, Banda,
Seram, Goram, dan lain – lain.
Di peluknya Islam oleh masyarakat Papua terutama didaerah pesisir barat pada
abad pertengahan XV tidak lepas dari pengaruh kerajaan – kerajaan Islam di
Maluku ( Bacan, Ternate dan Tidore ) yang semakin kuat dan sekaligus kawasan
tersebut merupakan jalur perdagangan rempah – rempah ( silk road ) di dunia.
Sebagaimana ditulis sumber – sumber barat, Tomé Pires yang pernah
Islam di Papua
3
mengunjungi nusantara antara tahun 1512-1515 M. dan Antonio Pegafetta yang
tiba di tidore pada tahun 1521 M. mengatakan bahwa Islam telah berada di
Maluku dan raja yang pertama masuk Islam 50 tahun yang lalu, berarti antara
tahun 1460-1465. Berita tersebut sejalan pula dengan berita Antonio Galvao
yang pernah menjadi kepala orang – orang Portugis di Ternate (1540-1545 M).
mengatakan bahwa Islam telah masuk di daerah Maluku dimulai 80 atau 90 tahun
yang lalu.
proses masuknya Islam ke Indonesia tidak dilakukan dengan kekerasan atau
kekuatan militer. Penyebaran Islam tersebut dilakukan secara damai dan
berangsur-angsur melalui beberapa jalur, diantaranya jalur perdagangan,
perkawinan, pendirian lembaga pendidikan pesantren dan lain sebagainya, akan
tetapi jalur yang paling utama dalam proses Islamisasi di nusantara ini melalui
jalur perdagangan, dan pada akhirnya melalui jalur damai perdagangan itulah,
Islam kemudian semakin dikenal di tengah masyarakat Papua. Kala itu
penyebaran Islam masih relatif terbatas hanya di sekitar kota-kota pelabuhan.
Para pedagang dan ulama menjadi guru-guru yang sangat besar pengaruhnya di
tempat-tempat baru itu.
Bukti-bukti peninggalan sejarah mengenai agama Islam yang ada di pulau Papua
ini, sebagai berikut:
1. terdapat living monument yang berupa makanan Islam yang dikenal dimasa
lampau yang masih bertahan sampai hari ini di daerah Papua kuno di desa
Saonek, Lapintol, dan Beo di distrik Waigeo.
2. tradisi lisan masih tetap terjaga sampai hari ini yang berupa cerita dari mulut
ke mulut tentang kehadiran Islam di Bumi Cendrawasih.
3. Naskah-naskah dari masa Raja Ampat dan teks kuno lainnya yang berada di
beberapa masjid kuno.
4. Di Fakfak, Papua Barat dapat ditemukan delapan manuskrip kuno brhuruf
Arab. Lima manuskrip berbentuk kitab dengan ukuran yang berbeda-beda,
yang terbesar berukuran kurang lebih 50 x 40 cm, yang berupa mushaf Al
Quran yang ditulis dengan tulisan tangan di atas kulit kayu dan dirangkai
menjadi kitab. Sedangkan keempat kitab lainnya, yang salah satunya
bersampul kulit rusa, merupakan kitab hadits, ilmu tauhid, dan kumpulan doa.
Kelima kitab tersebut diyakini masuk pada tahun 1214 dibawa oleh Syekh
Iskandarsyah dari kerajaan Samudra Pasai yang datang menyertai ekspedisi
kerajaannya ke wilayah timur. Mereka masuk melalui Mes, ibukota Teluk
Patipi saat itu. Sedangkan ketiga kitab lainnya ditulis di atas daun koba-koba,
Pohon khas Papua yang mulai langka saat ini. Tulisan tersebut kemudian
dimasukkan ke dalam tabung yang terbuat dari bambu. Sekilas bentuknya
mirip dengan manuskrip yang ditulis di atas daun lontar yang banyak dijumpai
di wilayah Indonesia Timur.
Islam di Papua
4
5. Masjid Patimburak yang didirikan di tepi teluk Kokas, distrik Kokas, Fakfak
yang dibangun oleh Raja Wertuer I yang memiliki nama kecil Semempe.
Pengaruh Islam
Pengaruh Islam terhadap penduduk Papua dalam hal kehidupan sosial budaya
memperoleh warna baru, Islam mengisi suatu aspek cultural mereka, karena
sasaran pertama Islam hanya tertuju kepada soal keimanan dan kebenaran tauhid
saja, oleh karena itu pada masa dahulu perkembangan Islam sangatlah lamban
selain dikarnakan pada saat itu tidak generasi penerus untuk terus mengeksiskan
Islam di pulau Papua, dan merekapun tiadak memiliki wadah yang bias
menampungnya.
Namun perkembangan Islam di Papua mulai berjalan marak dan dinamis sejak
irian jaya berintegrasi ke Indonesia, pada saat ini mulai muncul pergerakan
dakwah Islam, berbagai institusi atau individu-individu penduduk Papua sendiri
atau yang berasal dari luar Papua yang telah mendorong proses penyebaran
Islam yang cepat di seluruh kota-kota di Papua. Hadir pula organisasi
keagamaan Islam di Papua, seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, LDII, dan
pesantren-pesantren dengan tradisi ahlussunah waljama'ah.
ISLAMISASI DI PAPUA
LATAR BELAKANG Di peluknya Islam oleh masyarakat Papua terutama di
daerah pesisir barat pada abad pertengahan XV tidak lepas dari pengaruh
kerajaan – kerajaan Islam di Maluku ( Bacan, Ternate dan Tidore ) yang semakin
kuat dan sekaligus kawasan tersebut merupakan jalur perdagangan rempah –
rempah ( silk road ) di dunia. Sebagaimana ditulis sumber – sumber barat, Tome
pires yang pernah mengunjungi nusantara antara tahun 1512-1515 M. dan
Antonio Pegafetta yang tiba di tidore pada tahun 1521 M. mengatakan bahwa
Islam telah berada di Maluku dan raja yang pertama masuk Islam 50 tahun yang
lalu, berarti antara tahun 1460-1465. Berita tersebut sejalan pula dengan berita
Antonio Galvao yang pernah menjadi kepala orang – orang Portugis di Ternate
(1540-1545 M). mengatakan bahwa “Islam telah masuk di daerah Maluku dimulai
80 atau 90 tahun yang lalu.”
TEORI MASUKNYA ISLAM
1. Teori Papua Teori ini merupakan pandangan adat dan legenda yang melekat di
sebagaian rakyat asli Papua, khususnya yang berdiam di wilayah fakfak,
kaimana, manokwari dan raja ampat (sorong). Teori ini memandang Islam
bukanlah berasal dari luar Papua dan bukan di bawa dan disebarkan oleh
kerajaan ternate dan tidore atau pedagang muslim dan da’i dari Arab, Sumatera,
Jawa, maupun Sulawesi. Namun Islam berasal dari Papua itu sendiri sejak pulau
Papua diciptakan oleh Allah Swt. mereka juga mengatak bahwa agama Islam
telah terdapat di Papua bersamaan dengan adanya pulau Papua sendiri, dan
Islam di Papua
5
mereka meyakini kisah bahwa dahulu tempat turunya nabi adam dan hawa
berada di daratan Papua.
2. Teori Aceh Studi sejarah masukanya Islam di Fakfak yang dibentuk oleh
pemerintah kabupaten Fakfak pada tahun 2006, menyimpulkan bahwa Islam
datang pada tanggal 8 Agustus 1360 M, yang ditandai dengan hadirnya mubaligh
Syekh Abdul Ghafar asal Aceh di Fatagar Lama, kampong Rumbati Fakfak.
Penetapan tanggal awal masuknya Islam tersebut berdasarkan tradisi lisan yang
disampaikan oleh putra bungsu Raja Rumbati XVI (Muhamad Sidik Bauw) dan
Raja Rumbati XVII (H. Ismail Samali Bauw), mubaligh Abdul Ghafar berdakwah
selama 14 tahun (1360-1374 M) di Rumbati dan sekitarnya, kemudian ia wafat
dan di makamkan di belakang masjid kampung Rumbati pada tahun 1374 M.
3. Teori Arab Menurut sejarah lisan Fakfak, bahwa agama Islam mulai
diperkenalkan di tanah Papua, yaitu pertama kali di Wilayah jazirah onin
(Patimunin-Fakfak) oleh seorang sufi bernama Syarif Muaz al-Qathan dengan
gelar Syekh Jubah Biru dari negeri Arab, yang di perkirakan terjadi pada abad
pertengahan abad XVI, sesuai bukti adanya Masjid Tunasgain yang berumur
sekitat 400 tahun atau di bangun sekitar tahun 1587. Selain dari sejarah lisan
tadi, dilihat dalam catatan hasil Rumusan Seminar Sejarah Masuknya Islam dan
Perkembanganya di Papua, yang dilaksanakan di Fakfak tanggal 23 Juni 1997,
dirumuskan bahwa: 1) Islam dibawa oleh sultan abdul qadir pada sekitar tahun
1500-an (abad XVI), dan diterima oleh masyarakat di pesisir pantai selatan
Papua (Fakfak, Sorong dan sekitarnya) 2) Agama Islam datang ke Papua dibawa
oleh orang Arab (Mekkah).
4. Teori Jawa Berdasarkan catatan keluarga Abdullah Arfan pada tanggal 15 Juni
1946, menceritakan bahwa orang Papua yang pertama masuk Islam adalah
Kalawen yang kemudian menikah dengan Siti Hawa Farouk yakni seorang
Mublighat asal Cirebon. Kalawen setelah masuk Islam berganti nama menjadi
Bayazid, diperkirakan peristiwa tersebut terjadi pada tahun 1600. Jika dilihat dari
silsilah keluarga tersebut, maka Kalawen merupakan nenek moyang dari
keluarga Arfan yang pertama masuk Islam.
5. Teori Banda Menurut Halwany Michrob bahwa Islamisasi di Papua, khusunya
di Fakfak dikembangkan oleh pedagang-pedagang Bugis melalui banda yang
diteruskan ke fakfak melalui seram timur oleh seorang pedagang dari Arab
bernama haweten attamimi yang telah lama menetap di ambon. Microb juga
mengatakan bahwa cara atau proses Islamisasi yang pernah dilakuka oleh dua
orang mubaligh dari banda yang bernama salahuddin dan jainun, yaitu proses
pengIslamanya dilakukan dengan cara khitanan, tetapi dibawah ancaman
penduduk setempat yaitu jika orang yang disunat mati, kedua mubaligh tadi akan
dibunuh, namun akhirnya mereka berhasil dalam khitanan tersebut kemudian
penduduk setempat berduyun-duyun masuk agama Islam.
6. Teori Bacan Kesultanan bacan dimasa Sultan Muhammad Al-bakir lewat
piagam kesiratan yang dicanangkan oleh peletak dasar mamlakatul mulukiyah
atau Moloku kie raha (empat kerajaan Maluku: ternate, tidore, bacan, dan jailolo)
Islam di Papua
6
lewat walinya ja’far as-shadiq (1250 M), melalui keturunannya keseluruh penjuru
negeri menyebarkan syiar Islam ke Sulawesi, philipina, Kalimantan, Nusa
Tenggara, Jawa dan Papua. Menurut Arnold, Raja Bacan yang pertama masuk
Islam bernama zainal abidin yang memerintah tahun 1521 M, telah menguasai
suku-suku di Papua serta pulau-pulau disebelah barat lautnya, seperti waigeo,
misool, waigama dan salawati. Kemudian sultan bacan meluaskan kekuasaannya
sampai ke semenanjung onin fakfak, di barat laut Papua pada tahun 1606 M,
melalui pengaruhnya dan para pedagang muslim maka para pemuka masyarakat
pulau – pulau tadi memeluk agama Islam. Meskipun masyarakat pedalaman masih
menganut animisme, tetapi rakyat pesisir menganut agama Islam. Dari sumber –
sumber tertulis maupun lisan serta bukti – bukti peninggalan nama – nama tempat
dan keturunan raja bacan yang menjadi raja – raja Islam di kepulauan raja ampat.
Maka diduga kuat bahwa yang pertama menyebarkan Islam di Papua adalah
kesultanan bacan sekitar pertengahan abad XV. Dan kemudian pada abad XVI
barulah terbentuk kerajaan – kerajaan kecil di kepulauan raja ampat itu.
7. Teori Maluku Utara (Ternate-Tidore) Dalam sebuah catatan sejarah
kesultanan Tidore yang menyebutkan bahwa pada tahun 1443 M Sultan Ibnu
Mansur ( Sultan Tidore X atau Sultan Papua I ) memimpin ekspedisi ke daratan
tanah besar ( Papua ). Setelah tiba di wilayah pulau Misool, Raja ampat, maka
Sultan Ibnu Mansur mengangkat Kaicil Patrawar putra sultan Bacan dengan gelar
Komalo Gurabesi ( Kapita Gurabesi ). Kapita Gurabesi kemudian di kawinkan
dengan putri sultan Ibnu Mansur bernama Boki Tayyibah. Kemudian berdiri
empat kerajaan di Kepulauan Raja Ampat tersebut adalah kerajaan Salawati,
kerajaan Misool/kerajaan Sailolof, kerajaan Batanta dan kerajaan Waigeo. Dari
Arab, Aceh, Jawa, Bugis, Makasar, Buton, Banda, Seram, Goram, dll. Masa antara
abad XIV-XV memiliki arti penting dalam sejarah kebudayaan Nusantara, di mana
pada saat itu ditandai hegemoni Majapahit sebagai Kerajaan Hindu-Budha mulai
pudar. Sejak zaman itu muncul zaman baru yang ditandai penyebaran Islam
melalui jalar perdagangan Nusantara. Melalui jalur damai perdagangan itulah,
Islam kemudian semakin dikenal di tengah masyarakat Papua. Kala itu
penyebaran Islam masih relatif terbatas di kota-kota pelabuhan. Para pedagang
dan ulama menjadi guru-guru yang sangat besar pengaruhnya di tempat-tempat
baru.
Pendapat lain mengemukakan bahwa Perkembangan agama Islam di daerah
Fakfak dikembangkan oleh pedagang-pedagang suku Bugis melalui Banda yang
diteruskan ke Fakfak melalui Seram Timur oleh seorang pedagang dari Arab
bernama Haweten Attamimi yang telah lama menetap di Ambon. Proses
Islamisasi di wilayah Fakfak dilakukan melalui jalur Perdagangan, pendidikan non
formal dan politik, yang dimaksud dengan penyebaran dakwah melalui saluran
politik ialah bahwa atas jasa dan upaya para raja dan pertuanan dan keluargakeluarganya maka agama Islam turut disebarkan. Pengaruh masuknya Islam di
kabupaten Fakfak dapat diketahui dengan adanya ditemukan masjid-masjid
kuno peninggalan kerajaan Islam yang pernah berkuasa di wilayah tersebut
diantaranya gong, bedug mesjid, rebana yang digunakan pada saat upacara
maulid, songkok raja, tongkat cis, tanda raja dan adanya silsilah kerajaan dari
kerajaan Ati-ati. Mesjid-mesjid kuno yang ditemukan tersebut tersebar di
Islam di Papua
7
beberapa tempat diantaranya mesjid Patimburak, mesjid Werpigan dan masjid
Merapi. Di Kabupaten Fakfak pada masa awal masuknya agama Islam ada empat
raja yang berkuasa diantaranya Raja Ati-ati, Ugar, Kapiar dan Namatota
(sekarang masuk dalam wilayah kabupaten Kaimana). Masing- masing raja
tersebut mendirikan mesjid dan mesjid tersebut yang digunakan sebagai sarana
untuk menyebarkan agama Islam. Akan tetapi mesjid yang didirikan oleh raja
Ati-ati pada saat itu pada umumnya terbuat dari kayu sehingga tidak bisa lagi
ditemukan wujud maupun sisa-sisanya. Satu-satunya mesjid yang ditunjukkan
oleh keturunan Raja Ati-ati adalah mesjid Werpigan yang dibangun pada tahun
1931 oleh Raja ke-9.
PETA PERSEBARAN WILAYAH Dari gambar di atas, dapat dijelaskan bahwa
Islam pertama kali masuk ke Papua melalui wilayah Fakfak (semenanjung Onin)
dan Raja Ampat dari kerajaan Ternate dan Tidore, lalu diteruskan ke Timur ke
wilayah Sorong dan Manokwari, lalu ke pulau Biak. Dan berakhr di Jayapura dan
Merauke.
SISTEM PEMERINTAHAN • Kerajaan Islam di Papua: Kerajaan Waigeo (Tunduk
kepada Bacan) Kerajaan Misool/Lilinta (marga Dekamboe) Kerajaan Salawati
(marga Arfan) Kerajaan Sailolof/Waigama (marga Tafalas) Kerajaan Fatagar
(marga Uswanas) Kerajaan Rumbati (marga Bauw) • Kerajaan Atiati (marga
Kerewaindżai) Kerajaan Sekar (marga Rumgesan) Kerajaan Patipi Kerajaan
Arguni Kerajaan Wertuar (marga Heremba) Kerajaan Kowiai/kerajaan Namatota
Kerajaan Aiduma Kerajaan Kaimana
tradisional, masing-masing adalah kerajaan Waigeo, dengan pusat kekuasaannya
di Wewayai, pulau Waigeo; kerajaan Salawati, dengan pusat kekuasaan di
Samate, pulau Salawati Utara; kerajaan Sailolof dengan pusat kekuasaan di
Sailolof, pulau Salawati Selatan, dan kerajaan Misool, dengan pusat kekuasaan di
Lilinta, pulau Misol. Penguasa Kerajaan Lilinta/Misol (sejak abad ke-16 bawahan
kerajaan Bacan)
RADJA AMPAT
GEOGRAFI MISOOL • Penguasa Kerajaan Lilinta/Misol (sejak abad ke-16
bawahan kesultanan Bacan): Abd al-Majid (1872-1904) Jamal ad-Din (19041945) Bahar ad-Din Dekamboe (1945 - ) • Lebih dari 70 persen jenis
Terumbu Karang Perairan Raja Ampat, Papua Barat, tersebar di Misool. • Raja
Ampat yang terkenal dengan kemolekan keanekaragaman hayatinya ini tentu saja
jadi incaran pra pelancong dari berbagai belahan dunia. Misool Timur Selatan
adalah Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) yang memiliki luas 366.000
hektare. Menurut data dari The Nature Conservancy Indonesia, dari seluruh jenis
terumbu karang di perairan Raja Ampat yang jumlahnya 553 jenis, 387 jenis di
antaranya bisa ditemukan di sini. • Pulau Misool yang terletak di arah utara Pulau
Yapale sendiri bertetangga dengan pulau besar lain di sekitarnya, yaitu Salawati,
Batanta, juga Kepulauan Kofiau. Penduduk Misool yang terdiri dari sekitar 5.000
jiwa menyebut Pulau Misool dengan nama Batanme. Di pulau ini dan sekitarnya,
terdapat 13 kampung termasuk Harapan Jaya, yang tergabung dalam tiga distrik
Islam di Papua
8
setingkat kecamatan yaitu Distrik Misool Timur, Misool Selatan, serta Misool
Barat. • Letak geografis Misool yang berbatasan dengan Laut Seram membuat
kawasan ini dipenuhi oleh ragam budaya. Karena selain dari Papua sendiri,
penduduk berasal dari Maluku juga Sulawesi.
KERAJAAN SAILOLOF
Kerajaan Sailolof bertempat di desa Sailolof, selatan Salawati dan satiu dari
empat kerajaan di Pulau Raja Ampat, Papua. I. Wilayah Wilayah Sailolof berada di
kawasan Kepala Burung (Pulau Katimin, sepanjang Sele Strain, Seget, Gisim,
Kalabar), Pulau Salawati, di barat Pulau Batanta, Pulau Meoskapal dan pulau
Kofiau. Saat ini, bekas wilayah Sailolof dipenuhi oleh distrik Seget, di selatan
Sorong, Misol dan Berau. II. Struktur Pemerintahan • Pemerintahan Pusat o Fun
Kalana: gelar tradisional yang digunakan monarki Sailolof. Dalam tugasnya,
Kalana dibantu beberapa staf istana, yaitu Sawoi (punggawa raja), Kapitin
(kepala bidang logistik), Punta (asisten khusus di bidang komunikasi). o Rat adat:
lembaga yang memiliki otoritas untuk memutuskan dan mengawasi pelaksanaan
kebijakan istana, membentuk peraturan, memberi arahan pada Kolano dan
mengurusi hal-hal keagamaan. Lembaga ini dipimpin oleh Kolano dan tersusun
atas petugas kerajaan sebagai berikut: - Jojou: pembantu Kalana yang
bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan kerajaan dengan koordinasi dari
istana. - Ukum: petugas kerajaan untuk urusan peraturan. - Dumlaha: petugas
istana untuk mengatur perayaan adat tradisi. - Mirino: petugas kerajaan untuk
mengumpulkan pajak. - Sudasmoro: petugas kerajaan untuk mengubah beberapa
kewajiban khusus terkait hal-hal supranatural.
• Pemerintah daerah Kepala pemerintah daerah adalah Marinpnu sebagai kepala
desa dan Ulison sebagai kepala klan.
KERAJAAN FATAGAR • Keterangan yang diperoleh dari Raja Fatagar, Arpobi
Uswanas 1997, menceritakan bahwa Fatagar I yaitu Tewal, diperkirakan hidup
pada tahun 1724-1814. Raja Tewal bertahta di daerah Tubir Seram, yang hijrah
dari Rumbati (daerah Was). Pada saat kerajaan Fatagar masih di Rumbati, disana
Islam sudah ada dan berkembang dengan ditemukannya puing-puing bekas
reruntuhan masjid. Itu berarti Islam sudah masuk di daerah Rumbati sebelum
tahun 1724. Sementara itu, berdasarkan keterangan Raja Rumbati ke 16, H.
Ibrahim Bauw 1986, bahwa Islam masuk di Was pada tahun 1506 melalui perang
besar antara Armada Kesultanan Tidore yang dipimpin Arfan dengan Kerajaan
Rumbati. Silsilah keluarga muslim terpandang di Papua, yakni dari keluarga H.
Ibrahim Bauw dibawah ini bisa pula menjadi pijakan sejak kapan Islam masuk ke
tanah Papua. • Patmogari—Nawarissa—Ismail—Samali—Abu Bakar—Ismail
Samali Bauw (lahir tahun 1938 wafat 2002) Abu Bakar Bauw, Raja Rumbati gugur
dalam Perang Dunia II di Kokas, Fakfak pada tahun 1944 dalam usia 52 tahun.
Jika diambil rata-rata generasi berselisih 40 tahun, maka moyang dari keluarga
Bauw telah masuk Islam sekitar 1600, dan sudah barang tentu sebelum itu, Islam
telah tumbuh disana. H. Ibrahim Bauw, Raja Rumbati yang meninggal pada
tanggal 24 Agustus 1994 dalam usia 80 tahun. Dalam catatan pribadinya
menjelaskan bahwa agama Islam telah masuk ke Semenanjung Onin Fakfak pada
tahun 1502. Dalam catatan tersebut, H. Ibrahim Bauw juga menjelaskan bahwa
selain Imam Abd. Ghafar yang datang dan tinggal, menetap dan meninggal dunia
Islam di Papua
9
di Rumbati, sekitar 100 tahun sebelumnya datang seorang mubalighah dari
Bandanaria bernama Siti Mashita. Beliau datang ke kampung Patipi, menetap dan
menetap dan meninggal dunia di kampung tersebut. Beberapa naskah serah
terima kontrolir menyebutkan bahwa berdasarkan pemberitaan pelaut bernama
Louis Vaes de Torres tahun 1606, ketika itu singgah di pesisir daerah Onin
(daerah Kaimana sampai Namatota) telah melihat beberapa pedagang Islam yang
bermukim disana. Dari pernyataan tersebut terlihat bahwa waktu masuknya Lauis
Vaes De Torres, Islam sudah ada dan berkembang di daerah Fakfak.
KERAJAAN WAIGEO DAN WAIGAMA
Penguasa Kerajaan Waigama (sejak abad ke-16 bawahan kesultanan Bacan): •
Abd ar-Rahman (1872-1891) • Hasan (1891/1900-1916) • Syams ad-Din Tafalas
(1916-1953) Penguasa Kerajaan Waigeo (sejak abad ke-16 bawahan Kesultanan
Ternate): • Gandżun (1900-1918)
KERAJAAN RUMBATI
• Salah satu raja mantan raja dari kerajaan Rumbati adalah Patipi. Beliau sudah
memerintah sejak lama. Beliau dikenal karena keinginannya memperkenalkan dan
membawa Islam kepada orang-orang disekitarnya. Keberadaan dinasti raja ini
adalah dinasti kedua yang mana pernah memerintah di Patipi. • Raja pertama
masih dalam pemerintahan di abad ke-20 bahkan sempat diperintah olehnya
selama dua kali periode raja pada wakktu itu, ketika dinasti kedua memerintah.
Raja yang memerintah kini adalah sebatas wilayah Raja Bupati, yaitu Raja Patipi
ketika Raja Bupati, Ahmad Iba dianggap sebagai penguasa ke 16 kerajaan Patipi.
• Ketika saudara kandungnya Raja Usman Iba meninggal, ia menjadi bupati
karena anak raja mewariskannya sebagai penerus atau ahli waris (putra raja
almarhum) disaat ia masih mempelajari yaitu Raja Muda Atarai Iba. Hal ini tidak
diketahui, ketika ahli waris tahta akan dinobatkan sebagai raja baru. Bupati
adalah pensiunan pegawai dari departemen perikanan kabupaten Fak Fak.
KERAJAAN WERTUAR
• Menurut keterangan Raja Wetuar ke X yakni Musa Haremba, bahwa Raja
pertama Wertuar adalah Vijao. Penduduk meyakini bahwa asal muasal Raja Vijao
ini dari cahaya, sedang Raja kedua bernama Ukir. Selanjutnya Raja ketiga
bernama Winey yang beristrikan Boko Kopao dari Namatoria. Dari susunan Rajaraja Wertuar, yang dilantik Sultan Tidore adalah Raja ketujuh yakni Lakate pada
tahun 1886. Namun pendapat lain mengatakan bahwa yang dilantik adalah Raja
Wertuar keenam, yakni Sanempe. Hubungan Lakate dengan Sanempe adalah
hubungan saudara dan bukan hubungan bapak anak, yang berarti mereka hidup
dalam satu zaman. • Terlepas dari siapa yang dilantik dari kedua raja tersebut,
kedua sumber tadi menjelaskan bahwa Raja Wertuar tersebut dilantik oleh Sultan
Tidore yang bernama Muhammamd taher Alting pada tahun 1886 di Karek, Sekar
Lama. Turut hadir dalam peristiwa pelantikan adalah Raja Rumbati, Abdul Jalil,
dan Raja Misool Abdul Majid. Dari keterangan diatas menunjukkan bahwa Raja
Rumbati adalah Raja Misool telah lebih dahulu masuk Islam. • Disebutkan juga
bahwa kedua masa pemerintahan Raja Wertuar keenam dan ketujuh untuk
pertama kalinya dibangun Masjid pertama Wertuar terletak di Patimburak pada
tahun 1870. Tapi sebelum masjid itu dibangun sudah ada lebih dahulu bangunan
Islam di Papua
10
musholla sebagai tempat ibadah mereka ditempat yang berbeda. Disisi lain,
dilihat dari data silsilah menunjukkan bahwa raja Wertuar ketiga, Waney, yang
bertahta di daerah Kramamongga dimana dia beristrikan putri Namatota yakni
Boki Kopiyai. Mereka diperkirakan hidup pada tahun 1576-1643. • Dari sini
dapat disimpulkan bahwa kedua kerajaan ini (Kerajaan Wertukar dan kerajaan
Namatota) sudah terjalin kerja sama sejak abad XIV, atau bahkan jauh
sebelumnya sekitar tahun 1506-1576, dimana raja Wertuar kedua hidup. Kerja
sama keduanya kemudian disepakati mempertemukan anak mereka dalam wadah
perkawinan.
KERAJAAN SALAWATI
• Penguasa Kerajaan Salawati (sejak abad ke-16 bawahan Kesultanan Ternate): •
Abd al-Kasim (1873-1890) • Muhammad Amin (1900-1918) • Bahar ad-Din
Arfan (1918-1935) • Abu’l-Kasim Arfan (1935-?)
KERAJAAN KOWIAI (NAMATOTTA)
• Dari silsilah Raja Namatota diketahui bahwa Raja Namatota pertama yakni Ulan
Tua, telah memeluk Islam hingga sekarang diketahui merupakan generasi kelima.
Lamarora merupakan raja kedua kerajaan Namatota diperkirakan hidup pada
tahun 1778-1884. Raja Lamarora selanjutnya datang ke daerah Kokas dan disana
beliau telah menyebarkan agama Islam dan kawin dengan perempuan bernama
Kofiah Batta, selanjutnya pasangan ini merupakan cikal-bakal Raja-raja Wertuar.
Salah seorang Raja Wertual (Kokas) bernama M. Rumandeng al-Amin Umar
Sekar 1934, dengan gigih pernah menentang pemerintah Belanda dengan tidak
mau menyetor uang tambang minyak kepada mereka. Akibatnya dia dipenjara di
Hollandia (Jayapura) sebelum kemudian dibebaskan.
KERAJAAN SRAN EMAN MUUN
• Kerajaan Sran Eman Muun diperkirakan berdiri sekitar awal abad ke-12. Sejak
berdiri, kerajaan ini sudah tiga kali berpindah pusat pemerintahan dari
Weri/Tunas Gain di wilayah Kabupaten Fak-Fak, kemudian berpindah ke
Borombouw di Pulau Adi perairan laut Arafuru wilayah Kabupaten Kaimana. Pada
periode tahun 1498 hingga 1808, terjadi Perang Hongi dan perpecahan dalam
keluarga kerajaan sehingga Nduvin, Raja Sran Kaimana IV pada tahun 1808,
kemudian memindahkan ibu kota ke daerah yang sekarang menjadi Kampung
Sran, Kaimana. Kerajaan Sran Eman Muun inilah yang kemudian terpecah
menjadi sejumlah kerajaan kecil di Kaimana hingga Fak- Fak, misalnya, melalui
perkawinan keluarga kerajaan seperti pada Kerajaan Namatota di Pulau
Namatota Kaimana. Kaimana pusat penyebaran Islam di Papua • Masuknya Islam
pertama kali dibawa oleh Imam Dzikir di Borombouw pada tahun 1405.
Penyebaran agama Islam masuk melalui interaksi perdagangan dengan pedagang
dari luar Papua seperti dari Sumatera, Sulawesi, dan Maluku. Imam Dzikir
kemudian menetap di Pulau Adi dan mengajarkan Islam yang kemudian diterima
oleh keluarga kerajaan.
KERAJAAN SRAN EMAN MUUN
• Pada tahun 1898, perkembangan Islam semakin membesar ketika Naro’E,
menggantikan Nduvin, ayahnya menjadi Raja Sran Kaimana V. Pada saat itu,
Islam di Papua
11
Naro’E menikah dengan anak kepala suku di Kaimana. Strategi ini untuk
memperbesar kerajaan sekaligus untuk bertahan dari pengaruh Belanda yang
sudah mulai masuk ke wilayah Papua. Perkembangan Islam di Kaimana banyak
dipengaruhi oleh budaya Islam Sumatera, khususnya Aceh dan Maluku (Ternate
hingga Tidore di Maluku Tengah). Alasannya karena seni budaya Islam yang
berkembang di Kaimana lebih banyak menggunakan rebana dan tifa. Selain itu,
peninggalan Islam yang terbesar di daratan Papua adalah bahasa Melayu (bahasa
Indonesia) sehingga bahasa ini menjadi bahasa pemersatu bahasa berbagai suku
di Papua. Meski Islam sudah ada sejak abad XVI, tidak ada perkembangan berarti
hingga akhir parus pertama abad XX. Kerajaan yang ada di Kaimana dan Fak-Fak
bersifat longgar dan rajanya mendapat legitimasi dari kerajaan yang lebih besar
di daerah tersebut, yakni Kesultanan Tidore. Pada dasarnya yang disebut raja itu
adalah makelar atau perantara sekaligus pedagang (penjual dan pengumpul).
KERAJAAN KAIMANA
• Kaimana adalah salah satu dari 9 kerajaan seperti daerah wilayah semenanjung
Bomberai Papua. Awalnya Kaimana adalah bagian dari Namatota (Namatotte),
namun perlahan tapi pasti menjadi efektif suatu daerah pada itu sendiri. Kaimana
awalnya berdiri selama 5 abad sebuah area kecil. Lalu mereka bergabung dengan
Namatota. Namatota memiliki raja yang lebih kecil di bawah kekuasaan itu.
Kaimana masih daerah independen, kemudian mereka pergi ke daerah yang tepat
dan menyebut dirinya Kaimana Lamora. Pada akhir abad ke-19 Raja terakhir dari
Adi (suksesor raja dari Kaimana Lamora) telah meninggal. • Pada tahun 1.898
Naro E. Dmengklaim, bahwa ia sebenarnya keturunan dari penguasa, yang selalu
memerintah Kaimana. Penguasa semacam itu sebenarnya disebut Raja Komisi,
tetapi secara lokal mereka memanggilnya Rat Umis. Rat Umis terakhir dalam
waktu kolonial Belanda adalah Rat Umis Achmad Muhammad Aituarauw. Awalnya
ia tinggal di kota kaimana, lalu ia membuat tempat tinggal baru di pulau Kilimala
di suatu tempat di tahun 1930. • Sumber: http://kerajaanindonesia.blogspot.com/2009_05_10_archive.html Rat Umis
KERAJAAN KAIMANA (KOMISI)
• Seorang Putera Mahkota Raja Komisi bernama Hakim Achmad Aituararauw
.menyebutkan bahwa kerajaan Islam pertama didirikan di Pulau Adi pada tahun
1626 dengan nama Eraam Moon, yang diambil dari bahasa Adi Jaya yang artinya
“Tanah Haram”. Raja pertamanya bernama Woran. Namun jauh sebelumnya pada
abad ke XV (1460-1541) penguasa pertama di pulau Adi, Ade Aria Way, telah
menerima Islam yang dibawa oleh Syarif Muaz yang mendapat gelar Syekh Jubah
Biru, yang menyebarkan Islam di utara dan kawasan itu. Namun sambutan positif
lebih banyak diterima di pulau Adi dalam hal ini di daerah kekuasaan Ade Aria
Way. Setelah masuk Islam Ade Aria Way berganti nama menjadi Samai.
Kemudian Samai mencatat bahwa pada tahun 1760 Ndovin yang merupakan
generasi kelima dari Samai mendirikan kerajaan Kaimana dan bertahta di sana
dengan gelar Rat Umis As Tuararauw yang kemudian dikenal dengan nama Raja
Komisi.
SISTEM EKONOMI DAN SOSIAL • Di dalam proses penyampaian agama islam
oleh Sultan, selalu di awali oleh kesenian Tifa dan semacam terompet dari
Islam di Papua
12
kerang yang di tiup oleh seorang pemuka agama pada saat itu yang bernama raja
Tagate dan Tanobe. Karena pada saat itu pembunuhan dimana-mana hingga
menyebabkan korban berjatuhan. Sehingga sebelum sultan masuk di suatu
kampung di haruskan meniup suatu trompet dan di ikuti kesenian tradisional Tifa.
Yang menyebabkan alat ini berfungsi sampai sekarang, karena pada jaman nenek
moyang kami dipergunakan untuk mengamankan perlawanan antara musuh yang
satu dengan yang lain. • Selain yang sudah tertulis di atas, maka ada tradisi
nenek moyang yang masih di miliki oleh suku Kokoda tersebut yang masih
mengeterkaitkan antara budaya mereka dengan budaya islam, yaitudi antaranya
adalah melakukan ritual mandi safar dan bacaan pantun-pantun pada bulan
puasa, dan juga hal ini di lakukan pada saat malam hari dari awal bulan puasa dan
sampai akhir bulan puasa hingga di lakukan silaturahmi antara oranf islam dan
NAS. Dalam proses ritual mandi safar ini serta bacaan pantun-patun para suku
asli Kokoda Papua melakukannya bukan hanya dengan bercorak kebudayaan
islam saja, tetapi juga bercorak kebudayaan asli Kokoda Papua. Corak
kebudayaan asli Kokoda Papua ini seperti penampilan tambur atau tifa yang
terbuat dari kayu yang sudah berlubang bagian tengahnya dan di pasang kulit
hewan. Bahkan sekarang bisa kita jumpai dimana-mana tiap kesenian papua, tifa
tak pernah tersingkirkan dan selalu di pergunakan. Yang menyebabkan alat ini
berfungsi sampai sekarang, karena pada jaman nenek moyang mereka
dipergunakan untuk mengamankan perlawanan dengan pihak lain
SISTEM EKONOMI DAN SOSIAL • Di tinjau dari sistem sosial, pada umumnya
masyarakat papua sangat menjunjung tinggi hidup bersosial, di karenakan nenek
moyang mereka dahulu selalu hidup bersosial. Bahkan hingga sekarang
masyarakatnya-pun demikian. Contohnya yang sering muncul di khalayak yaitu
di dalam acara keagamaan biasanya antara agama Islam dan Kristen mereka
mengerjakan secara bersama-sama, dan tidak membedakan antara agama islam
dan NAS. Sehingga sistem sosial ini sangat erat di dalam kaitannya terhadap
masyarakat papua sendiri. Sedangkan untuk Sistem sosial Kerajaan Islam di
Papua menganut sistem hukum islam, dimana peradilannya harus sesuai syariat
Islam • Sistem Ekonomi kerajaan islam di papua didominasi oleh Perdagangan.
Karena daerah papua memiliki Kekayaan Tambang dan Rempah sehingga daerah
ini menjadi incaran para pedagang. Sementara itu, Ternate Tidore memiliki
Mineral dan Bahan Pangan yang banyak. Sehingga terjadilah hubungan politik
dan perdagangan antara kepulauan Raja Ampat dan Fakfak dengan pusat
kerajaan Ternate dan Tidore. Untuk daerah pesisir, sistem perekonomiannya
lebih didominasi oleh nelayan.
HASIL BUDAYA DAN PENINGGALAN • Pengaruh masuknya Islam di kabupaten
Fakfak dapat dilihat dengan adanya temuan mesjid kuno dibeberapa tempat yaitu
mesjid Merapi, Werpigan, Patimburak, gong, rebana, tongkat cis, songkok raja.
Islam juga menancapkan pengaruhnya didaerah Kokas, Fakfak salah satu
buktinya adalah keberadaan sebuah Masjid Tua yaitu Masjid Patimburak.
1. Terdapat living monument yang berupa makanan Islam yang dikenal dimasa
lampau yang masih bertahan sampai hari ini di daerah Papua kuno di desa
Saonek, Lapintol, dan Beo di distrik Waigeo.
Islam di Papua
13
2. Tradisi lisan masih tetap terjaga sampai hari ini yang berupa cerita dari mulut
ke mulut tentang kehadiran Islam di Bumi Cendrawasih.
3. Naskah-naskah dari masa Raja Ampat dan teks kuno lainnya yang berada di
beberapa masjid kuno.
4. Di Fakfak, Papua Barat dapat ditemukan delapan manuskrip kuno berhuruf
Arab. Lima manuskrip berbentuk kitab dengan ukuran yang berbeda yang
terbesar berukuran kurang lebih 50 x 40 cm, yang berupa mushaf Al-Quran yang
ditulis dengan tulisan tangan di atas kulit kayu dan dirangkai menjadi kitab.
Sedangkan keempat kitab lainnya, yang salah satunya bersampul kulit rusa,
merupakan kitab hadits, ilmu tauhid, dan kumpulan doa. Kelima kitab tersebut
diyakini masuk pada tahun 1214 dibawa oleh Syekh Iskandarsyah dari kerajaan
Samudra Pasai yang datang menyertai ekspedisi kerajaannya ke wilayah timur.
Mereka masuk melalui Mes, ibukota Teluk Patipi saat itu. Sedangkan ketiga kitab
lainnya ditulis di atas daun koba-koba, Pohon khas Papua yang mulai langka saat
ini. Tulisan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tabung yang terbuat dari
bambu. Sekilas bentuknya mirip dengan manuskrip yang ditulis di atas daun
lontar yang banyak dijumpai di wilayah Indonesia Timur.
5. Masjid Patimburak yang didirikan di tepi teluk Kokas, distrik Kokas, Fakfak
yang dibangun oleh Raja Wertuer I yang memiliki nama kecil Semempe.
Merupakan Salah satu bukti otentik keberadaan Islam di tanah papua yang masih
terpelihara rapi adalah Masjid Patimburak. Masyarakat setempat mengenal
masjid ini sebagai Masjid Tua Patimburak. Menurut catatan sejarah, masjid ini
telah berdiri lebih dari 200 tahun yang lalu, bahkan merupakan masjid tertua di
Kabupaten Fakfak. Bangunan yang masih berdiri kokoh dan berfungsi hingga saat
ini dibangun pada tahun 1870, seorang imam bernama Abuhari Kilian.
Masjid Patimburak
KERUNTUHAN DAN PENYEBABNYA
Setelah Belanda masuk pada abad 17-an, Belanda sangat menginginkan Wilayah
Papua, terutama Papua Barat. Bahkan, Sejarah mencatat Papua Barat baru dapat
diselesaikan setelah peristiwa Trikora, dengan mengirimkan Kapal Perang
Tercanggih Uni Soviet serta puluhan kapal tempur lainnya untuk mengusir
Belanda dari Wilayah Indonesia Merdeka. • Pada zaman nenek moyang agama
islam terlebih dahulu masuk ke tanah Papua, tetapi di karenakan pembunuhan di
mana-mana Terpaksa mereka mengikuti ajaran agama NAS, meskipun para
pemuka islam perlahan masuk untuk menyebar luaskan agama islam di tanah
papua khususnya di daerah pesisir pantai. • Masuknya faham Misionaris dari
Katolik dan Protestan ke Wilayah Papua. • Adat yang berlaku seringkali
bertentangan dengan Ajaran Murni Agama Islam itu sendiri, seperti yang
berkaitan dengan Babi.
Islam di Papua
14
ISLAM DI MALUKU
Sejarah Gowa tentu tidak dapat dipisahkan dengan Islam. Daerah ini menjadi
salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan yang kini berpenduduk tidak kurang
dari 600 ribu jiwa yang mayoritasnya adalah Muslim. Setelah Kerajaan GowaTallo memeluk Islam, penyebaran Islam di Sulawesi dan bagian timur Indonesia
sangat pesat. Kerajaan Gowa-Tallo berhasil menorehkan tinta emas sejarah
peletakan dasar dan penyebaran Islam di bagian timur negeri ini. Kerajaan ini
juga adalah kerajaan yang menerapkan syariah Islam. Karena itu, wajar kalau
Gowa ini dikenal sebagai “Serambi Madinah”. Tulisan ini berupaya menyegarkan
ingatan kita kembali tentang sejarah gemilang ini.
Awal Masuknya Islam
Penyebaran Islam di Nusantara pada awalnya tidak bisa dilepaskan dari aktivitas
perdagangan. Demikian halnya dengan kedatangan Islam di Gowa. Penyebaran
Islam yang dilakukan oleh para pedagang dimungkinkan karena di dalam ajaran
Islam tidak dibedakan antara tugas keagamaan seorang Muslim, sebagai
penyebar nilai-nilai kebenaran, dan profesinya sebagai pedagang. Setiap Muslim,
apapun profesinya, dituntut untuk menyampaikan ajaran Islam sekalipun satu
ayat.
Sekalipun para pedagang Muslim sudah berada di Sulawesi Selatan sejak akhir
Abad XV, tidak diperoleh keterangan secara pasti, baik dari sumber lokal
maupun sumber dari luar, tentang terjadinya konversi ke dalam Islam oleh salah
seorang raja setempat pada masa itu, sebagaimana yang terjadi pada agama
Katolik.
Agaknya inilah yang menjadi faktor pendorong para pedagang melayu
mengundang tiga orang mubalig dari Koto Tangah (Kota Tengah1) Minangkabau
ke Makassar untuk mengislamkan elit Kerajaan Gowa-Tallo. Inisiatif untuk
mendatangkan mubalig khusus ke Makassar sudah ada sejak Anakkodah Bonang
(Nahkodah Bonang2). Ia adalah seorang ulama dari Minangkabau sekaligus
pedagang yang berada di Gowa pada pertengahan Abad XVI (1525).
Keberhasilan penyebaran Islam terjadi setelah memasuki awal Abad XVII dengan
kehadiran tiga orang mubalig yang bergelar datuk dari Minangkabau.3 Lontara
Wajo menyebutkan bahwa ketiga datuk itu datang pada permulaan Abad XVII
dari Koto Tangah, Minangkabau. Mereka dikenal dengan nama Datuk Tellue
(Bugis) atau Datuk Tallua (Makassar), yaitu:
(1) Abdul Makmur, Khatib Tunggal, yang lebih populer dengan nama Datuk ri
Bandang;
(2) Sulaiman, Khatib Sulung, yang lebih populer dengan nama Datuk Patimang;
(3) Abdul Jawad, Khatib Bungsu, yang lebih dikenal dengan nama Datuk ri Tiro.
Ketiga ulama tersebut yang berasal dari Kota Tengah Minangkabau, diutus
secara khusus oleh Sultan Aceh dan Sultan Johor untuk mengembangkan dan
menyiarkan agama Islam di Sulawesi Selatan. Mereka terlebih dulu mempelajari
Islam di Papua
15
kebudayaan orang Bugis-Makassar, di Riau dan Johor, tempat orang-orang
Bugis-Makassar berdiam. Sesampainya di Gowa, mereka memperoleh
keterangan dari orang-orang Melayu yang banyak tinggal di Gowa, bahwa raja
yang paling dimuliakan dan dihormati adalah Datuk Luwu’, sedangkan yang paling
kuat dan berpengaruh ialah Raja Tallok dan Raja Gowa.4
Graaf dan Pigeaud mengemukakan bahwa Datuk ri Bandang sebelum ke
Makassar lebih dulu belajar di Giri. Datuk ri Bandang dan temannya yang lain,
ketika tiba di Makassar, tidak langsung melaksanakan misinya, tetapi lebih dulu
menyusun strategi dakwah. Mereka menanyakan kepada orang-orang Melayu
yang sudah lama bermukim di Makassar tentang raja yang paling dihormati.
Setelah mendapat penjelasan, mereka berangkat ke Luwu untuk menemui Datuk
Luwu’, La Patiware Daeng Parabu. Datuk Luwu adalah raja yang paling dihormati,
karena kerajaanya dianggap kerajaan tertua dan tempat asal nenek moyang rajaraja Sulawesi Selatan. Kedatangan Datuk Tellue mendapat sambutan hangat dari
Datuk Luwu’, La Patiware Daeng Parabu.5
Ekspedisi Islam oleh Kerajaan Gowa-Tallo’
Sejak agama Islam menjadi agama resmi di Gowa-Tallo’, Raja Gowa Sultan
Alauddin makin kuat kedudukannya. Sebab, beliau juga diakui sebagai Amirul
Mukminin (kepala agama Islam) dan kekuasaan Bate Salapanga diimbangi oleh
qadhi, yang menjadi wakil raja untuk urusan keagamaan bahkan oleh orangorang Makassar, Bugis dan Mandar yang telah lebih dulu memeluk agama Islam
pada abad XVI. Sultan Alauddin dipandang sebagai pemimpin Islan di Sulawesi
Selatan.
Cara pendekatan yang dilakukan oleh Sultan Alauddin dan Pembesar Kerajaan
Gowa adalah mengingatkan perjanjian persaudaraan lama antara Gowa dan
negeri atau kerajaan yang takluk atau bersahabat yang berbunyi antara lain:
barangsiapa di antara kita (Gowa dan sekutunya atau daerah taklukannya)
melihat suatu jalan kebajikan, maka salah satu dari mereka yang melihat itu
harus menyampaikan kepada pihak lainnya.
Karena itu, dengan dalih bahwa Gowa sekarang sudah melihat jalan kebajikan,
yaitu agama Islam, Kerajaan Gowa meminta kepada kerajaan-kerajaan
taklukannya agar turut memeluk agama Islam. [Gus Uwik]
Sejarah Masuknya Islam di kepulauan Papua
Sejarah Masuknya Islam di kepulauan Papua sama halnya dengan sejarah
masuknya islam di kota-kota yang ada di Nusantara, dan rata-rata melalui jalur
perdagangan. Karena letak Papua yang strategis menjadikan wilayah ini pada
masa lampau menjadi perhatian dunia Barat, maupun para pedagang lokal
Indonesia sendiri. Daerah ini kaya akan barang galian atau tambang yang tak
ternilai harganya dan kekayaan rempah-rempah sehingga daerah ini menjadi
Islam di Papua
16
incaran para pedagang. Karena kandungan mineral dan kekayaan rempahrempah maka terjadi hubungan politik dan perdagangan antara kepulauan Raja
Ampat dan Fakfak dengan pusat kerajaan Ternate dan Tidore, sehingga banyak
pedagang datang untuk memburu dagangan di daerah tersebut.
Tanah Papua secara geografis terletak pada daerah pinggiran Islam di
Nusantara, sehingga Islam di Papua luput dari kajian para sejarahwan lokal
maupun asing, kedatangan Islam di tanah Papua juga masih terjadi silang
pendapat di antara pemerhati, peneliti maupun para keturunan raja-raja di Raja
Ampat-Sorong, fak-fak, kaimana dan teluk Bintuni-Manokwari, diantara mereka
saling mengklaim bahwa Islam lebih awal datang kedaerahnya yang hanya di
buktikan dengan tradisi lisan tanpa didukung dengan bukti-bukti tertulis maupun
bukti-bukti arkelogis.
Masuknya islam di papua diyakini telah ada sebelum agama Nasrani masuk.
Namun hingga saat ini belum ditentukan secara persis kapan hal itu terjadi. Saksi
bisu sejarah itu adalah Masjid Patimburak di Distrik Kokas, Fakfak. Masjid ini
dibangun oleh Raja Wertuer I bernama kecil Semempe. Sejumlah seminar yang
pernah digelar seperti di Aceh pada tahun 1994, termasuk yang dilangsungkan di
ibukota provinsi Kabupaten Fakfak dan di Jayapura pada tahun 1997, belum
menemukan kesepakatan itu.
Dalam sejarah islamisasi di papua terdapat 7 teori yang membahas kedatangan
islam, yaitu :
Teori Papua
Teori ini merupakan pandangan adat dan legenda yang melekat di sebagaian
rakyat asli Papua, khususnya yang berdiam di wilayah fakfak, kaimana,
manokwari dan raja ampat (sorong). Teori ini memandang Islam bukanlah berasal
dari luar Papua dan bukan di bawa dan disebarkan oleh kerejaan ternate dan
tidore atau pedagang muslim dan da’I dari Arab, Sumatera, Jawa, maupun
Sulawesi. Namun Islam berasal dari Papua itu sendiri sejak pulau Papua
diciptakan oleh Allah Swt. mereka juga mengatak bahwa agama Islam telah
terdapat di Papua bersamaan dengan adanya pulau Papua sendiri, dan mereka
meyakini kisah bahwa dahulu tempat turunya nabi adam dan hawa berada di
daratan Papua.
Teori Aceh
Studi sejarah masukanya Islam di Fakfak yang dibentuk oleh pemerintah
kabupaten Fakfak pada tahun 2006, menyimpulkan bahwa Islam datang pada
tanggal 8 Agustus 1360 M, yang ditandai dengan hadirnya mubaligh Abdul Ghafar
asal Aceh di Fatagar Lama, kampong Rumbati Fakfak. Penetapan tanggal awal
masuknya Islam tersebut berdasarkan tradisi lisan yang disampaikan oleh putra
bungsu Raja Rumbati XVI (Muhamad Sidik Bauw) dan Raja Rumbati XVII (H.
Ismail Samali Bauw), mubaligh Abdul Ghafar berdakwah selama 14 tahun (13601374 M) di Rumbati dan sekitarnya, kemudian ia wafat dan di makamkan di
belakang masjid kampong Rumbati pada tahun 1374 M.
Islam di Papua
17
Sejarah Perkembangan Islam di Jayapura. Tidak begitu banyak sumber yang
membahas mengenai sejarah masuknya islam di jayapura. Sehingga sangat sulit
untuk menemukan jejak-jejak sejarah perkembangan islam disana. Namun
menurut beberapa sumber awal masuknya islam di jayapura tidak lepas dari
peran kesultanan tidore.
Di Jayapura terdapat 5 makam wali yang pernah menyebarkan islam. Dari kelima
ulama tersebut hanya 2 ulama yang baru diketahui. Mereka adalah :
1. Habib Muhammad kecil (Asghar)
2. Syeh Ahmadi beliau berasal dari yaman yang di minta untuk membantu
syiar dakwah Habib Muhammad kecil di jayapura
Dari kedua Ulama tersebut hanya Habib Muhammad Kecil yang masih terdapat
kisah dakwahnya namun itupun sangat sedikit. Sedangkan kisah Syeh Ahmadi
dalam penyebaran islam di Jayapura tidak ada kisah sejarahnya yang tertinggal.
Habib Muhammad Kecil (Asghar)
Beliau merupakan ulama yang berasal dari Bagdad yang di utus oleh kesultanan
Turki yang di minta kesediaaannya untuk menyiarkan ajaran islam di jayapura.
Ini adalah atas permintaan kesultanan Tidore. Karena pada waktu itu dijayapura
sudah ada umat islam yang membutuhkan bimbingan dakwa untuk mempelajari
islam lebih dalam lagi. Informasi ini berasal dari salah satu kolano di sarmi
kepada sultan tidore.
Beliau masuk ke jayapura pada tahun 1867 setelah berada di tidore selama
kurang lebih setahun. Habib muhammad kecil membangun madrasah dan
mushollah pertama di kota jayapura yang mana murid2 beliau ataupun santri
bukan hanya terbatas dari kota Jayapura tapi juga berasal dari Serui dan Sarmi
akan tetapi setelah beliau meninggal pada tahun 1908 dengan di sebabkan sakit
kolera selama kurang lebih 1 bulan. madrasah beliau terbengkalai tidak ada yang
mengurusnya lagi sampai dengan tahun 1909.
Setelah sepeninggalan Habib Muhammad Kecil, dan ketika Belanda masuk ke
kota jayapura. Belanda banyak membunuh dan memaksa murtad para santri2
Habib muhammad kecil kemudian madrasah beliau dan musholah beliau yang
berada di situ di bakar hinggá tidak ada lagi sisa-sisa peninggalan Islam di kota
jayapura yang ada hanya kuburan beliau beserta keluarga beliau.
Letak makam Habib Muhammad kecil atau Habib Muhammad Asghar di Jalan Sam
Ratulangi tepatnya di belakang bekas Kantor asuransi di APO. Disana hanya
dijumpai makam Beliau dan beberapa makam lainnya tanpa nama, yang dipercaya
sebagai keluarga dan pengikut Habib Muhammad kecil atau Habib Muhammad
Asghar.
Islam di Papua
18
Teori Arab
Menurut sejarah lisan Fakfak, bahwa agama Islam mulai diperkenalkan di tanah
Papua, yaitu pertama kali di Wilayah jazirah onin (Patimunin-Fakfak) oleh
seorang sufi bernama Syarif Muaz al-Qathan dengan gelar Syekh Jubah Biru dari
negeri Arab, yang di perkirakan terjadi pada abad pertengahan abad XVI, sesuai
bukti adanya Masjid Tunasgain yang berumur sekitat 400 tahun atau di bangun
sekitar tahun 1587. Selain dari sejarah lisan tadi, dilihat dalam catatan hasil
Rumusan Seminar Sejarah Masuknya Islam dan Perkembanganya di Papua, yang
dilaksanakan di Fakfak tanggal 23 Juni 1997, dirumuskan bahwa:
1. Islam dibawa oleh sultan abdul qadir pada sekitar tahun 1500-an (abad XVI),
dan diterima oleh masyarakat di pesisir pantai selatan Papua (Fakfak, Sorong
dan sekitarnya)
2. Agama Islam datang ke Papua dibawa oleh orang Arab (Mekkah).
Teori Jawa
Berdasarkan catatan keluarga Abdullah Arfan pada tanggal 15 Juni 1946,
menceritakan bahwa orang Papua yang pertama masuk Islam adalah Kalawen
yang kemudian menikah dengan siti hawa farouk yakni seorang mublighat asal
Cirebon. Kalawen setelah masuk Islam berganti nama menjadi Bayajid,
diperkirakan peristiwa tersebut terjadi pada tahun 1600. Jika dilihat dari silsilah
keluarga tersebut, maka Kalawen merupakan nenek moyang dari keluarga Arfan
yang pertama masuk Islam.
Teori Banda
Menurut Halwany Michrob bahwa Islamisasi di Papua, khusunya di Fakfak
dikembagkan oleh pedagang-pedagang Bugis melalui banda yang diteruskan ke
fakfak melalui seram timur oleh seorang pedagang dari Arab bernama haweten
attamimi yang telah lama menetap di ambon. Microb juga mengatakan bahwa
cara atau proses Islamisasi yang pernah dilakuka oleh dua orang mubaligh dari
banda yang bernama salahuddin dan jainun, yaitu proses pengIslamanya
dilakukan dengan cara khitanan, tetapi dibawah ancaman penduduk setempat
yaitu jika orang yang disunat mati, kedua mubaligh tadi akan dibunuh, namun
akhirnya mereka berhasil dalam khitanan tersebut kemudian penduduk setempat
berduyun-duyun masuk agama Islam.
Teori Bacan
Kesultanan bacan dimasa sultan mohammad al-bakir lewat piagam kesiratan
yang dicanangkan oleh peletak dasar mamlakatul mulukiyah atau moloku kie raha
(empat kerajaan Maluku: ternate, tidore, bacan, dan jailolo) lewat walinya ja’far
as-shadiq (1250 M), melalui keturunannya keseluruh penjuru negeri
menyebarkan syiar Islam ke Sulawesi, philipina, Kalimantan, nusa tenggara, Jawa
dan Papua.
Menurut Arnold, raja bacan yang pertama masuk Islam bernama zainal abiding
yang memerintah tahun 1521 M, telah menguasai suku-suku di Papua serta
pulau-pulau disebelah barat lautnya, seperti waigeo, misool, waigama dan
salawati. Kemudian sultan bacan meluaskan kekuasaannya sampai ke
semenanjung onin fakfak, di barat laut Papua pada tahun 1606 M, melalui
pengaruhnya dan para pedagang muslim maka para pemuka masyarakat pulau –
Islam di Papua
19
pulau tadi memeluk agama Islam. Meskipun masyarakat pedalaman masih tetap
menganut animisme, tetapi rakyat pesisir menganut agama Islam.
Dari sumber – sumber tertulis maupun lisan serta bukti – bukti peninggalan nama
– nama tempat dan keturunan raja bacan yang menjadi raja – raja Islam di
kepulauan raja ampat. Maka diduga kuat bahwa yang pertama menyebarkan Islam
di Papua adalah kesultanan bacan sekitar pertengahan abad XV. Dan kemudian
pada abad XVI barulah terbentuk kerajaan – kerajaan kecil di kepulauan raja
ampat itu.
Teori Maluku Utara (Ternate-Tidore)
Dalam sebuah catatan sejarah kesultanan Tidore yang menyebutkan bahwa pada
tahun 1443 M Sultan Ibnu Mansur ( Sultan Tidore X atau sultan Papua I )
memimpin ekspedisi ke daratan tanah besar ( Papua ). Setelah tiba di wilayah
pulau Misool, raja ampat, maka sultan ibnu Mansur mengangkat Kaicil Patrawar
putra sultan Bacan dengan gelar Komalo Gurabesi ( Kapita Gurabesi ). Kapita
Gurabesi kemudian di kawinkan dengan putri sultan Ibnu Mansur bernama Boki
Tayyibah. Kemudian berdiri empat kerajaan dikepulauan Raja Ampat tersebut
adalah kerajaan Salawati, kerajaan Misool/kerajaan Sailolof, kerajaan Batanta
dan kerajaan Waigeo. Dari Arab, Aceh, Jawa, Bugis, Makasar, Buton, Banda,
Seram, Goram, dan lain – lain.
Masa antara abad XIV-XV memiliki arti penting dalam sejarah kebudayaan
Nusantara, di mana pada saat itu ditandai hegemoni Majapahit sebagai Kerajaan
Hindu-Budha mulai pudar. Sejak zaman itu muncul zaman baru yang ditandai
penyebaran Islam melalui jalar perdagangan Nusantara. Melalui jalur damai
perdagangan itulah, Islam kemudian semakin dikenal di tengah masyarakat
Papua. Kala itu penyebaran Islam masih relatif terbatas di kota-kota pelabuhan.
Para pedagang dan ulama menjadi guru-guru yang sangat besar pengaruhnya di
tempat-tempat baru.
Pendapat lain mengemukakan bahwa Perkembangan agama Islam di daerah
Fakfak dikembangkan oleh pedagang-pedagang suku Bugis melalui Banda yang
diteruskan ke Fakfak melalui Seram Timur oleh seorang pedagang dari Arab
bernama Haweten Attamimi yang telah lama menetap di Ambon.
Proses Islamisasi di wilayah Fakfak dilakukan melalui jalur Perdagangan,
pendidikan non formal dan politik, yang dimaksud dengan penyebaran dakwah
melalui saluran politik ialah bahwa atas jasa dan upaya para raja dan pertuanan
dan keluarga-keluarganya maka agama Islam turut disebarkan (Onim, 2006;102105).
Pengaruh masuknya Islam di kabupaten Fakfak dapat diketahui dengan adanya
ditemukan mesjid-mesjid kuno peninggalan kerajaan Islam yang pernah berkuasa
di wilayah tersebut diantaranya gong, bedug mesjid, rebana yang digunakan pada
saat upacara maulid, songkok raja, tongkat cis, tanda raja dan adanya silsilah
kerajaan dari kerajaan Ati-ati. Mesjid-mesjid kuno yang ditemukan tersebut
tersebar di beberapa tempat diantaranya mesjid Patimburak, mesjid Werpigan
dan mesjid Merapi.
Islam di Papua
20
Di Kabupaten Fakfak pada masa awal masuknya agama Islam ada empat raja
yang berkuasa diantaranya Raja Ati-ati, Ugar, Kapiar dan Namatota (sekarang
masuk dalam wilayah kabupaten Kaimana). Masing-masing raja tersebut
mendirikan mesjid dan mesjid tersebut yang digunakan sebagai sarana untuk
menyebarkan agama Islam. Akan tetapi mesjid yang didirikan oleh raja Ati-ati
pada saat itu pada umumnya terbuat dari kayu sehingga tidak bisa lagi ditemukan
wujud maupun sisa-sisanya. Satu-satunya mesjid yang ditunjukkan oleh
keturunan Raja Ati-ati adalah mesjid Werpigan yang dibangun pada tahun 1931
oleh Raja ke-9. Mesjid tersebut telah mengalami renovasi, sehingga konstruksi
aslinya telah hilang yang nampak adalah mesjid yang baru ( Tim peneliti, 1999).
Selanjutnya adalah mesjid yang didirikan oleh Raja Fatagar yaitu mesjid Merapi
terletak di kampung Merapi, dalam mesjid terdapat bedug yang terbuat dari
batang kayu kelapa. Di dekat mesjid terdapat makam Raja Fatagar I dan II,
makam terdiri atas dua kelompok yaitu kelompok yang berada di dalam pagar
dan kelompok yang berada di luar pagar. Selain itu bukti pengaruh masuknya
Islam yaitu ditemukan rebana yang digunakan pada saat upacara maulid, gong,
tanda raja, tongkat cis, songkok raja dan adanya silsilah raja-raja yang pernah
berkuasa di wilayah tersebut. Diantara mesjid tua yang masih bertahan hingga
saat ini adalah mesjid Patimburak yang ada di distrik Kokas, menurut informasi
mesjid tersebut didirikan pada tahun 1870.
Dari beberapa sumber disimpulkan bahwa Islam masuk ke kabupaten Fakfak
menurut beberapa sumber sekitar pertengahan abad ke-15. Proses masuknya
yaitu melalui jalur perdagangan, perkawinan, pendidikan non formal dan politik.
Islam masuk ke wilayah ini tidak terlepas dari pengaruh kesultanan Ternate dan
Tidore sebagai basis Islamisasi di Indonesia bagian timur.
Pengaruh masuknya Islam di kabupaten Fakfak dapat dilihat dengan adanya
temuan mesjid kuno dibeberapa tempat yaitu mesjid Merapi, Werpigan,
Patimburak, gong, rebana, tongkat cis, songkok raja.
Islam juga menancapkan pengaruhnya didaerah Kokas, Fakfak salah satu
buktinya adalah keberadaan sebuah Masjid Tua yaitu Masjid Patimburak.
Masjid Patimburak
Salah satu bukti otentik keberadaan Islam di tanah papua yang masih terpelihara
rapi adalah Masjid Patimburak. Masyarakat setempat mengenal masjid ini sebagai
Masjid Tua Patimburak. Menurut catatan sejarah, masjid ini telah berdiri lebih
dari 200 tahun yang lalu, bahkan merupakan masjid tertua di Kabupaten Fakfak.
Bangunan yang masih berdiri kokoh dan berfungsi hingga saat ini dibangun pada
tahun 1870, seorang imam bernama Abuhari Kilian.
Pada masa penjajahan, masjid ini bahkan pernah diterjang bom tentara
Jepang. Hingga kini, kejadian tersebut menyisakan lubang bekas peluru di pilar
masjid. Menurut Musa Heremba, penyebaran Islam di kokas tak lepas dari
pengaruh Kekuasaan Sultan Tidore di wilayah Papua. Pada abad XV, kesultanan
Tidore mulai mengenal Islam. Sultan Ciliaci adalah sultan pertama yang memeluk
Islam di Papua
21
agama Islam. Sejak itulah sedikit demi sedikit agama islammulai berkembang di
daerah kekuasaan Kesultanan Tidore termasuk kokas.
Di peluknya Islam oleh masyarakat Papua terutama didaerah pesisir barat pada
abad pertengahan XV tidak lepas dari pengaruh kerajaan – kerajaan Islam di
Maluku ( Bacan, Ternate dan Tidore ) yang semakin kuat dan sekaligus kawasan
tersebut merupakan jalur perdagangan rempah – rempah ( silk road ) di dunia.
Sebagaimana ditulis sumber – sumber barat, Tome pires yang pernah
mengunjungi nusantara antara tahun 1512-1515 M. dan Antonio Pegafetta yang
tiba di tidore pada tahun 1521 M. mengatakan bahwa Islam telah berada di
Maluku dan raja yang pertama masuk Islam 50 tahun yang lalu, berarti antara
tahun 1460-1465. Berita tersebut sejalan pula dengan berita Antonio Galvao
yang pernah menjadi kepala orang – orang Portugis di Ternate (1540-1545 M).
mengatakan bahwa Islam telah masuk di daerah Maluku dimulai 80 atau 90 tahun
yang lalu.
Sebagai kerajaan tangguh masa itu, kekuasaan Kerajaan Majapahit meliputi
seluruh wilayah Nusantara, termasuk Papua. Beberapa daerah di kawasan
tersebut bahkan disebut-sebut dalam kitab Negarakertagama, sebagai wilayah
Yurisdiksinya. Keterangan mengenai hal itu antara disebutkan sebagai berikut:
"Muwah tang i Gurun sanusanusa mangaram ri Lombok Mirah lawan tikang i
Saksakadi nikalun kahaiyan kabeh nuwati tanah i bantayan pramuka Bantayan len
luwuk teken Udamakatrayadhi nikang sanusapupul".
"Ikang sakasanusasanusa Makasar Butun Banggawai Kuni Ggaliyao mwang i [ng]
Salaya Sumba Solot Muar muwah tigang i Wandan Ambwan Athawa maloko
Ewanin ri Sran ini Timur ning angeka nusatutur".
Dari keterangan yang diperoleh dalam kitab klasik itu, menurut sejumlah ahli
bahasa yang dimaksud "Ewanin" adalah nama lain untuk daerah "Onin" dan "Sran"
adalah nama lain untuk "Kowiai". Semua tempat itu berada di Kaimana, Fak-Fak.
Dari data tersebut menjelaskan bahwa pada zaman Kerajaan Majapahit sejumlah
daerah di Papua sudah termasuk wilayah kekuasaan Majapahit.
Diperkirakan sejak awal berdirinya kerajaan Ternate masyarakat Ternate telah
mengenal Islam mengingat banyaknya pedagang Arab yang telah bermukim di
Ternate kala itu. Beberapa raja awal Ternate sudah menggunakan nama
bernuansa Islam namun kepastian mereka maupun keluarga kerajaan memeluk
Islam masih diperdebatkan. Hanya dapat dipastikan bahwa keluarga kerajaan
Ternate resmi memeluk Islam pertengahan abad ke-15.
Penduduk lokal Kampung Wawane, Provinsi Maluku, merupakan penganut
animisme. Lalu seabad kemudian, hal tersebut mulai berubah seiring dengan
kedatangan pedagang Jawa ke provinsi ini. Pedagang-pedagang Jawa ini tidak
hanya berdagang, namun juga menyebarkan ajaran Islam. Mereka mencoba
mengenalkan Islam kepada masyarakat lokal di Maluku, dan kepercayaan
Islam di Papua
22
animisme sedikit demi sedikit mulai memudar di Kampung ini.
Kedatangan Empat Perdana merupakan awal datangnya manusia di Tanah Hitu
sebagai penduduk asli Pulau Ambon. Empat Perdana Hitu juga merupakan bagian
dari penyiar Islam di Maluku. Kedatangan Empat Perdana merupakan bukti
sejarah syiar Islam di Maluku yang di tulis oleh penulis sejarah pribumi tua
maupun Belanda dalam berbagai versi seperti Imam Ridjali, Imam Lamhitu, Imam
Kulaba, Holeman, Rumphius dan Valentijn.
Raja ternate pertama yang diketahui memeluk agama islam adalah Raja Kolano
Marhum dan diikuti oleh seluruh kerabat dan pejabat istana. Sepeninggal beliau,
kerajaan ternate dipimpin oleh putranya Zainal Abidin (1486-1500) yang
memakai gelar sultan. Sejak kepemimpinan Sultan Zainal Abidin agama islam
diakui sebagai agama resmi kerajaan dan diberlakukannya syariat islam.
Kemudian beliau membentuk lembaga kerajaan sesuai hokum islam dengan
melibatkan para ulama. Langkah-langkahnya ini kemudian diikuti kerajaan lain di
Maluku secara total, hampir tanpa perubahan. Ia juga mendirikan madrasah yang
pertama di Ternate. Sultan Zainal Abidin pernah memperdalam ajaran Islam
dengan berguru pada Sunan Giri di pulau Jawa, disana beliau dikenal sebagai
"Sultan Bualawa" (Sultan Cengkih).
Terkenal dengan daerahnya yang subur dan merupakan penghasil rempahrempah terbesar, kepulauan Maluku banyak didatangi pedagang-pedagang,
diantaranya pedagang-pedagang islam. Kedatangan para pedagang islam di
Maluku, secara tidak langsung membuat agama islam tersebar melalui jalur
perdagangan yang selanjutnya disebarkan oleh para mubaligh atau ulama yang
salah satunya berasal dari pulau jawa.
Perkembangan Islam di Maluku selanjutnya ditandai dengan dibangunnya Masjid
Wapaue pada 1414 yang merupakan masjid tertua yang ada di Indonesia. Mesjid
tua Wapauwe ini terletak dekat dengan Benteng Amsterdam di desa Kaitetu,
Kabupaten Hila, Provinsi Maluku. Terletak di kampung Wawane, dan menurut
sejarah setempat mesjid ini dibangun saudagar-saudagar kaya yang bernama
Perdana Jamillu dan Alahulu.
Masjid ini dinamakan Masjid Wapaue karena terletak di bawah pohon mangga.
Dalam bahasa setempat, "wapa" berarti "bawah" dan "uwe" berarti mangga.
Keseluruhan bangunan masjid ini terbuat dari kayu sagu yang dilekatkan satu
sama lain tanpa menggunakan paku. Sampai saat ini Masjid Wapaue ini masih
terawat dan digunakan juga sebagai galeri museum yang berisi koleksi-koleksi
antik peninggalan kebudayaan muslim maluku kuno antara lain Bedug yang
berumur seratus tahun, Al-Quran antik yang ditulis tangan, sebuah kaligrafi
tulisan arab yang ditaruh di sebuah lempengan metal dan sebuah timbangan kayu
yang digunakan untuk menimbang zakat.
Islam di Papua
23
Kerajaan-kerajaan Islam yang Terdapat di Maluku
a. Kerajaan Gapi (Kesultanan Ternate)
Kerajaan Gapi atau yang kemudian lebih dikenal sebagai Kesultanan
Ternate (mengikuti nama ibukotanya) adalah salah satu dari 4 kerajaan Islam di
Maluku dan merupakan salah satu kerajaan Islam tertua di Nusantara. Didirikan
oleh Baab Mashur Malamo pada 1257. Kesultanan Ternate memiliki peran
penting di kawasan timur Nusantara antara abad ke-13 hingga abad ke-17.
Kesultanan Ternate menikmati kegemilangan di paruh abad ke -16 berkat
perdagangan rempah-rempah dan kekuatan militernya. Di masa jaya
kekuasaannya membentang mencakup wilayah Maluku, Sulawesi utara, timur dan
tengah, bagian selatan kepulauan Filipina hingga sejauh Kepulauan Marshall di
pasifik.
Pulau Gapi (kini Ternate) mulai ramai di awal abad ke-13, penduduk Ternate
awal merupakan warga eksodus dari Halmahera. Awalnya di Ternate terdapat 4
kampung yang masing – masing dikepalai oleh seorang momole (kepala marga),
merekalah yang pertama – tama mengadakan hubungan dengan para pedagang
yang datang dari segala penjuru mencari rempah – rempah. Penduduk Ternate
semakin heterogen dengan bermukimnya pedagang Arab, Jawa, Melayu dan
Tionghoa. Oleh karena aktivitas perdagangan yang semakin ramai ditambah
ancaman yang sering datang dari para perompak maka atas prakarsa momole
Guna pemimpin Tobona diadakan musyawarah untuk membentuk suatu organisasi
yang lebih kuat dan mengangkat seorang pemimpin tunggal sebagai raja.
Tahun 1257 momole Ciko pemimpin Sampalu terpilih dan diangkat sebagai
Kolano (raja) pertama dengan gelar Baab Mashur Malamo (1257-1272). Kerajaan
Gapi berpusat di kampung Ternate, yang dalam perkembangan selanjutnya
semakin besar dan ramai sehingga oleh penduduk disebut juga sebagai “Gam
Lamo” atau kampung besar (belakangan orang menyebut Gam Lamo dengan
Gamalama). Semakin besar dan populernya Kota Ternate, sehingga kemudian
orang lebih suka mengatakan kerajaan Ternate daripada kerajaan Gapi. Di bawah
pimpinan beberapa generasi penguasa berikutnya, Ternate berkembang dari
sebuah kerajaan yang hanya berwilayahkan sebuah pulau kecil menjadi kerajaan
yang berpengaruh dan terbesar di bagian timur Indonesia khususnya Maluku.
Di masa – masa awal suku Ternate dipimpin oleh para momole. Setelah
membentuk kerajaan jabatan pimpinan dipegang seorang raja yang disebut
Kolano. Mulai pertengahan abad ke-15, Islam diadopsi secara total oleh kerajaan
dan penerapan syariat Islam diberlakukan. Sultan Zainal Abidin meninggalkan
Islam di Papua
24
gelar Kolano dan menggantinya dengan gelar Sultan. Para ulama menjadi figur
penting dalam kerajaan.
Setelah Sultan sebagai pemimpin tertinggi, ada jabatan Jogugu (perdana menteri)
dan Fala Raha sebagai para penasihat. Fala Raha atau Empat Rumah adalah
empat klan bangsawan yang menjadi tulang punggung kesultanan sebagai
representasi para momole di masa lalu, masing – masing dikepalai seorang
Kimalaha. Mereka antara lain ; Marasaoli, Tomagola, Tomaito dan Tamadi.
Pejabat – pejabat tinggi kesultanan umumnya berasal dari klan – klan ini. Bila
seorang sultan tak memiliki pewaris maka penerusnya dipilih dari salah satu
klan. Selanjutnya ada jabatan – jabatan lain Bobato Nyagimoi se Tufkange
(Dewan 18), Sabua Raha, Kapita Lau, Salahakan, Sangaji dll. Untuk lebih jelasnya
lihat Struktur organisasi kesultanan Ternate.
b. Kesultanan Tidore
Kesultanan Tidore adalah kerajaan Islam yang berpusat di wilayah Kota
Tidore, Maluku Utara, Indonesia sekarang. Pada masa kejayaannya (sekitar abad
ke-16 sampai abad ke-18), kerajaan ini menguasai sebagian
besar Halmahera selatan, Pulau Buru, Ambon, dan banyak pulau-pulau di
pesisir Papua barat.
Pada tahun 1521, Sultan Mansur dari Tidore menerima Spanyol sebagai sekutu
untuk mengimbangi kekuatan Kesultanan Ternate saingannya yang bersekutu
dengan Portugis. Setelah mundurnya Spanyol dari wilayah tersebut pada
tahun 1663 karena protes dari pihak Portugis sebagai pelanggaran
terhadap Perjanjian Tordesillas 1494, Tidore menjadi salah kerajaan paling
independen di wilayah Maluku. Terutama di bawah kepemimpinan Sultan
Saifuddin (memerintah1657-1689), Tidore berhasil menolak
pengusaan VOC terhadap wilayahnya dan tetap menjadi daerah merdeka hingga
akhir abad ke-18.
c. Kesultanan Bacan
Kesultanan Bacan adalah suatu kerajaan yang berpusat di Pulau
Bacan, Kepulauan Maluku. Raja Bacan pertama yang memeluk Islam adalah Raja
Zainulabidin yang bersyahadatpada tahun 1521. Meski berada di Maluku,
wilayahnya cukup luas hingga ke wilayah Papua. Banyak kepala suku di
wilayah Waigeo, Misool dan beberapa daerah lain yang berada di bawah
administrasi pemerintahan kerajaan Bacan.
d. Kerajaan Tanah Hitu
Kerajaan Tanah Hitu adalah sebuah kerajaan Islam yang terletak di Pulau
Ambon,Maluku. Kerajaan ini memiliki masa kejayaan antara 1470-1682 dengan
raja pertama yang bergelar Upu Latu Sitania (raja tanya) karena Kerajaan ini
didirikan oleh Empat Perdana yang ingin mencari tahu faedah baik dan tidak
adanya Raja. Kerajaan Tanah Hitu pernah menjadi pusat perdagangan rempahrempah dan memainkan peran yang sangat penting di Maluku, disamping
melahirkan intelektual dan para pahlawan pada zamannya. Beberapa di antara
mereka misalnya adalah Imam Ridjali, Talukabessy, Kakiali dan lainnya yang
Islam di Papua
25
tidak tertulis di dalam Sejarah Maluku sekarang, yang beribu Kota Negeri Hitu.
Kerajaan ini berdiri sebelum kedatangan imprialisme barat ke wilayah Nusantara.
Kerajaan Tidore, Jailolo, Bacan, Obi dan Loloda merupakan saingan Ternate
memperebutkan hegemoni di Maluku. Berkat perdagangan rempah Ternate
menikmati pertumbuhan ekonomi yang mengesankan, dan untuk memperkuat
hegemoninya di Maluku Ternate mulai melakukan ekspansi. Hal ini menimbulkan
antipati dan memperbesar kecemburuan kerajaan lain di Maluku, mereka
memandang Ternate sebagai musuh bersama hingga memicu terjadinya perang.
Demi menghentikan konflik yang berlarut – larut, raja Ternate ke-7 Kolano Cili
Aiya atau disebut juga Kolano Sida Arif Malamo (1322-1331) mengundang raja –
raja Maluku yang lain untuk berdamai dan bermusyawarah membentuk
persekutuan. Persekutuan ini kemudian dikenal sebagai Persekutan Moti atau
Motir Verbond. Butir penting dari pertemuan ini selain terjalinnya persekutuan
adalah penyeragaman bentuk kelembagaan kerajaan di Maluku. Oleh karena
pertemuan ini dihadiri 4 raja Maluku yang terkuat maka disebut juga sebagai
persekutuan Moloku Kie Raha (Empat Gunung Maluku).
Kedatangan Portugal dan Perang Saudara
Di masa pemerintahan Sultan Bayanullah (1500-1521), Ternate semakin
berkembang, rakyatnya diwajibkan berpakaian secara islami, teknik pembuatan
perahu dan senjata yang diperoleh dari orang Arab dan Turki digunakan untuk
memperkuat pasukan Ternate. Di masa ini pula datang orang Eropa pertama di
Maluku, Loedwijk de Bartomo (Ludovico Varthema) tahun 1506. Tahun
1512 Portugal untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di Ternate dibawah
pimpinan Fransisco Serrao, atas persetujuan Sultan, Portugal diizinkan
mendirikan pos dagang di Ternate. Portugal datang bukan semata – mata untuk
berdagang melainkan untuk menguasai perdagangan rempah – rempah Pala dan
Cengkih di Maluku. Untuk itu terlebih dulu mereka harus menaklukkan Ternate.
Sultan Bayanullah wafat meninggalkan pewaris – pewaris yang masih sangat
belia. Janda sultan, permaisuri Nukila dan Pangeran Taruwese, adik almarhum
sultan bertindak sebagai wali. Permaisuri Nukila yang asal Tidore bermaksud
menyatukan Ternate dan Tidore dibawah satu mahkota yakni salah satu dari
kedua puteranya, pangeran Hidayat (kelak Sultan Dayalu) dan pangeran Abu
Hayat (kelak Sultan Abu Hayat II). Sementara pangeran Tarruwese menginginkan
tahta bagi dirinya sendiri. Portugal memanfaatkan kesempatan ini dan mengadu
domba keduanya hingga pecah perang saudara. Kubu permaisuri Nukila didukung
Tidore sedangkan pangeran Taruwese didukung Portugal. Setelah meraih
kemenangan pangeran Taruwese justru dikhianati dan dibunuh Portugal.
Gubernur Portugal bertindak sebagai penasihat kerajaan dan dengan pengaruh
yang dimiliki berhasil membujuk dewan kerajaan untuk mengangkat pangeran
Tabariji sebagai sultan. Tetapi ketika Sultan Tabariji mulai menunjukkan sikap
bermusuhan, ia difitnah dan dibuang ke Goa – India. Disana ia dipaksa Portugal
untuk menandatangani perjanjian menjadikan Ternate sebagai kerajaan Kristen
dan vasal kerajaan Portugal, namun perjanjian itu ditolak mentah-mentah Sultan
Khairun (1534-1570).
Islam di Papua
26
Pengusiran Portugal
Perlakuan Portugal terhadap saudara – saudaranya membuat Sultan Khairun
geram dan bertekad mengusir Portugal dari Maluku. Tindak – tanduk bangsa
barat yang satu ini juga menimbulkan kemarahan rakyat yang akhirnya berdiri di
belakang sultan Khairun. Sejak masa sultan Bayanullah, Ternate telah menjadi
salah satu dari tiga kesultanan terkuat dan pusat Islam utama di Nusantara abad
ke-16 selain Aceh dan Demak setelah kejatuhan kesultanan Malaka tahun 1511.
Ketiganya membentuk Aliansi Tiga untuk membendung sepak terjang Portugal di
Nusantara.
Tak ingin menjadi Malaka kedua, sultan Khairun mengobarkan perang pengusiran
Portugal. Kedudukan Portugal kala itu sudah sangat kuat, selain memiliki benteng
dan kantong kekuatan di seluruh Maluku mereka juga memiliki sekutu – sekutu
suku pribumi yang bisa dikerahkan untuk menghadang Ternate. Dengan adanya
Aceh dan Demak yang terus mengancam kedudukan Portugal di Malaka, Portugal
di Maluku kesulitan mendapat bala bantuan hingga terpaksa memohon damai
kepada sultan Khairun. Secara licik Gubernur Portugal, Lopez de Mesquita
mengundang Sultan Khairun ke meja perundingan dan akhirnya dengan kejam
membunuh Sultan yang datang tanpa pengawalnya. Pembunuhan Sultan Khairun
semakin mendorong rakyat Ternate untuk menyingkirkan Portugal, bahkan
seluruh Maluku kini mendukung kepemimpinan dan perjuangan Sultan Baabullah
(1570-1583), pos-pos Portugal di seluruh Maluku dan wilayah timur Indonesia
digempur, setelah peperangan selama 5 tahun, akhirnya Portugal meninggalkan
Maluku untuk selamanya tahun 1575. Kemenangan rakyat Ternate ini merupakan
kemenangan pertama putera-putera nusantara atas kekuatan barat. Dibawah
pimpinan Sultan Baabullah, Ternate mencapai puncak kejayaan, wilayah
membentang dari Sulawesi Utara dan Tengah di bagian barat hingga kepulauan
Marshall dibagian timur, dari Philipina (Selatan) dibagian utara hingga kepulauan
Nusa Tenggara dibagian selatan. Sultan Baabullah dijuluki “penguasa 72
pulau” yang semuanya berpenghuni (sejarawan Belanda,Valentijn menuturkan
secara rinci nama-nama ke-72 pulau tersebut) hingga
menjadikan kesultanan Ternate sebagai kerajaan islam terbesar di Indonesia
timur, disamping Aceh dan Demak yang menguasai wilayah barat dan tengah
nusantara kala itu. Periode keemasaan tiga kesultanan ini selama abad 14 dan 15
entah sengaja atau tidak dikesampingkan dalam sejarah bangsa ini padahal
mereka adalah pilar pertama yang membendung kolonialisme barat.
Kedatangan Belanda
Sepeninggal Sultan Baabullah Ternate mulai melemah, Spanyol yang telah
bersatu dengan Portugal tahun 1580 mencoba menguasai kembali Maluku dengan
menyerang Ternate. Dengan kekuatan baru Spanyol memperkuat kedudukannya
di Filipina, Ternate pun menjalin aliansi dengan Mindanao untuk menghalau
Spanyol namun gagal bahkan sultan Said Barakati berhasil ditawan Spanyol dan
dibuang ke Manila. Kekalahan demi kekalahan yang diderita memaksa Ternate
meminta bantuan Belanda tahun 1603. Ternate akhirnya sukses menahan
Islam di Papua
27
Spanyol namun dengan imbalan yang amat mahal. Belanda akhirnya secara
perlahan-lahan menguasai Ternate, tanggal 26 Juni 1607 Sultan Ternate
menandatangani kontrak monopoli VOC di Maluku sebagai imbalan bantuan
Belanda melawan Spanyol. Di tahun 1607 pula Belanda membangun benteng
Oranje di Ternate yang merupakan benteng pertama mereka di nusantara.
Sejak awal hubungan yang tidak sehat dan tidak seimbang antara Belanda dan
Ternate menimbulkan ketidakpuasan para penguasa dan bangsawan Ternate.
Diantaranya adalah pangeran Hidayat (15?? – 1624), Raja muda Ambon yang juga
merupakan mantan wali raja Ternate ini memimpin oposisi yang menentang
kedudukan sultan dan Belanda. Ia mengabaikan perjanjian monopoli dagang
Belanda dengan menjual rempah – rempah kepada pedagang Jawa dan Makassar.
Perlawanan rakyat Maluku dan Kejatuhan Ternate
Semakin lama cengkeraman dan pengaruh Belanda pada sultan – sultan Ternate
semakin kuat, Belanda dengan leluasa mengeluarkan peraturan yang merugikan
rakyat lewat perintah sultan, sikap Belanda yang kurang ajar dan sikap sultan
yang cenderung manut menimbulkan kekecewaan semua kalangan. Sepanjang
abad ke-17, setidaknya ada 4 pemberontakan yang dikobarkan bangsawan
Ternate dan rakyat Maluku.
Tahun 1635, demi memudahkan pengawasan dan mengatrol harga rempah yang
merosot Belanda memutuskan melakukan penebangan besar – besaran pohon
cengkeh dan pala di seluruh Maluku atau yang lebih dikenal sebagai Hongi
Tochten, akibatnya rakyat mengobarkan perlawanan. Tahun 1641, dipimpin oleh
raja muda Ambon Salahakan Luhu, puluhan ribu pasukan gabungan Ternate –
Hitu – Makassar menggempur berbagai kedudukan Belanda di Maluku Tengah.
Salahakan Luhu kemudian berhasil ditangkap dan dieksekusi mati bersama
seluruh keluarganya tanggal 16 Juni 1643. Perjuangan lalu dilanjutkan oleh
saudara ipar Luhu, kapita Hitu Kakiali dan Tolukabessi hingga 1646.
Tahun 1650, para bangsawan Ternate mengobarkan perlawanan di Ternate dan
Ambon, pemberontakan ini dipicu sikap Sultan Mandarsyah (1648-1650,16551675) yang terlampau akrab dan dianggap cenderung menuruti kemauan Belanda.
Para bangsawan berkomplot untuk menurunkan Mandarsyah. Tiga diantara
pemberontak yang utama adalah trio pangeran Saidi, Majira dan Kalumata.
Pangeran Saidi adalah seorang Kapita Laut atau panglima tertinggi pasukan
Ternate, pangeran Majira adalah raja muda Ambon sementara pangeran
Kalumata adalah adik sultan Mandarsyah. Saidi dan Majira memimpin
pemberontakan di Maluku tengah sementara pangeran Kalumata bergabung
dengan raja Gowa sultan Hasanuddin di Makassar. Mereka bahkan sempat
berhasil menurunkan sultan Mandarsyah dari tahta dan mengangkat Sultan
Manilha (1650–1655) namun berkat bantuan Belanda kedudukan Mandarsyah
kembali dipulihkan. Setelah 5 tahun pemberontakan Saidi cs berhasil
dipadamkan. Pangeran Saidi disiksa secara kejam hingga mati sementara
pangeran Majira dan Kalumata menerima pengampunan Sultan dan hidup dalam
pengasingan.
Islam di Papua
28
Sultan Muhammad Nurul Islam atau yang lebih dikenal dengan nama Sultan Sibori
(1675 – 1691) merasa gerah dengan tindak – tanduk Belanda yang semena –
mena. Ia kemudian menjalin persekutuan dengan Datuk Abdulrahman penguasa
Mindanao, namun upayanya untuk menggalang kekuatan kurang maksimal karena
daerah – daerah strategis yang bisa diandalkan untuk basis perlawanan terlanjur
jatuh ke tangan Belanda oleh berbagai perjanjian yang dibuat para pendahulunya.
Ia kalah dan terpaksa menyingkir ke Jailolo. Tanggal 7 Juli 1683 Sultan Sibori
terpaksa menandatangani perjanjian yang intinya menjadikan Ternate sebagai
kerajaan dependen Belanda. Perjanjian ini mengakhiri masa Ternate sebagai
negara berdaulat.
Meski telah kehilangan kekuasaan mereka beberapa Sultan Ternate berikutnya
tetap berjuang mengeluarkan Ternate dari cengkeraman Belanda. Dengan
kemampuan yang terbatas karena selalu diawasi mereka hanya mampu
menyokong perjuangan rakyatnya secara diam – diam. Yang terakhir tahun 1914
Sultan Haji Muhammad Usman Syah (1896-1927) menggerakkan perlawanan
rakyat di wilayah – wilayah kekuasaannya, bermula di wilayah Banggai dibawah
pimpinan Hairuddin Tomagola namun gagal. Di Jailolo rakyat Tudowongi, Tuwada
dan Kao dibawah pimpinan Kapita Banau berhasil menimbulkan kerugian di pihak
Belanda, banyak prajurit Belanda yang tewas termasuk Coentroleur Belanda
Agerbeek, markas mereka diobrak – abrik. Akan tetapi karena keunggulan militer
serta persenjataan yang lebih lengkap dimiliki Belanda perlawanan tersebut
berhasil dipatahkan, kapita Banau ditangkap dan dijatuhi hukuman gantung.
Sultan Haji Muhammad Usman Syah terbukti terlibat dalam pemberontakan ini
oleh karenanya berdasarkan keputusan pemerintah Hindia Belanda, tanggal 23
September 1915 no. 47, sultan Haji Muhammad Usman Syah dicopot dari jabatan
sultan dan seluruh hartanya disita, beliau dibuang ke Bandung tahun 1915 dan
meninggal disana tahun 1927. Pasca penurunan sultan Haji Muhammad Usman
Syah jabatan sultan sempat lowong selama 14 tahun dan pemerintahan adat
dijalankan oleh Jogugu serta dewan kesultanan. Sempat muncul keinginan
pemerintah Hindia Belanda untuk menghapus kesultanan Ternate namun niat itu
urung dilaksanakan karena khawatir akan reaksi keras yang bisa memicu
pemberontakan baru sementara Ternate berada jauh dari pusat pemerintahan
Belanda di Batavia.
Warisan Ternate
Imperium nusantara timur yang dipimpin Ternate memang telah runtuh sejak
pertengahan abad ke-17 namun pengaruh Ternate sebagai kerajaan dengan
sejarah yang panjang masih terus terasa hingga berabad kemudian. Ternate
memiliki andil yang sangat besar dalam kebudayaan nusantara bagian timur
khususnya Sulawesi (utara dan pesisir timur) dan Maluku. Pengaruh itu
mencakup agama, adat istiadat dan bahasa.
Sebagai kerajaan pertama yang memeluk Islam Ternate memiliki peran yang
besar dalam upaya pengislaman dan pengenalan syariat-syariat Islam di wilayah
timur nusantara dan bagian selatan Filipina. Bentuk organisasi kesultanan serta
penerapan syariat Islam yang diperkenalkan pertama kali oleh sultan Zainal
Islam di Papua
29
Abidin menjadi standar yang diikuti semua kerajaan di Maluku hampir tanpa
perubahan yang berarti. Keberhasilan rakyat Ternate dibawah sultan Baabullah
dalam mengusir Portugal tahun 1575 merupakan kemenangan pertama pribumi
nusantara atas kekuatan barat, oleh karenanya almarhum Buya Hamka bahkan
memuji kemenangan rakyat Ternate ini telah menunda penjajahan barat atas
bumi nusantara selama 100 tahun sekaligus memperkokoh kedudukan Islam, dan
sekiranya rakyat Ternate gagal niscaya wilayah timur Indonesia akan menjadi
pusat kristen seperti halnya Filipina.
Kedudukan Ternate sebagai kerajaan yang berpengaruh turut pula mengangkat
derajat Bahasa Ternate sebagai bahasa pergaulan di berbagai wilayah yang
berada dibawah pengaruhnya. Prof E.K.W. Masinambow dalam tulisannya;
“Bahasa Ternate dalam konteks bahasa – bahasa Austronesia dan Non
Austronesia” mengemukakan bahwa bahasa Ternate memiliki dampak terbesar
terhadap bahasa Melayu yang digunakan masyarakat timur Indonesia. Sebanyak
46% kosakata bahasa Melayu di Manado diambil dari bahasa Ternate. Bahasa
Melayu – Ternate ini kini digunakan luas di Indonesia Timur terutama Sulawesi
Utara, pesisir timur Sulawesi Tengah dan Selatan, Maluku dan Papua dengan
dialek yang berbeda – beda. Dua naskah Melayu tertua di dunia adalah naskah
surat sultan Ternate Abu Hayat II kepada Raja Portugal tanggal 27 April dan 8
November 1521 yang saat ini masih tersimpan di museum Lisabon – Portugal.
Menurut Thomas W. Arnold : "The Preaching of Islam”, setelah kerajaan
Majapahit runtuh, dikalahkan oleh kerajaan Islam Demak, pemegang kekuasan
berikutnya adalah Demak Islam. Dapat dikatakan sejak zaman baru itu, pengaruh
kerajaan Islam Demak juga menyebar ke Papua, baik langsung maupun tidak.
Thomas Arnold yang seorang orientalis berkebangsaan Inggris memberi catatan
kaki dalam kaitannya dengan wilayah Islam tersebut: “beberapa suku Papua di
pulau Gebi antara Waigyu dan Halmahera telah diislamkan oleh kaum pendatang
dari Maluku" lebih lanjut Arnold menjelaskan: “Di Irian sendiri, hanya sedikit
penduduk yang memeluk Islam. Agama ini pertama kali dibawa masuk ke pesisir
barat (mungkin semenanjung Onin) oleh para pedagang Muslim yang berusaha
sambil berdakwah di kalangan penduduk, dan itu terjadi sejak tahun 1606. Tetapi
nampaknya kemajuannya berjalan sangat lambat selama berabad-abad
kemudian..."
Bila ditinjau dari laporan Arnold tersebut, maka berarti masuknya Islam ke
daerah Papua terjadi pada awal abad ke XVII, atau dua abad lebih awal dari
masuknya agama Kristen Protestan yang masuk pertama kali di daerah
Manokwari pada tahun 1855, yaitu ketika dua orang missionaris Jerman
bernama C.W. Ottow dan G.J. Geissler mendarat dan kemudian menjadi pelopor
kegiatan missionaris di sana. (Ali Atwa, penulis buku “Islam Atau Kristen Agama
Orang Irian (Papua)
Dari sumber-sumber Barat diperoleh catatan bahwa pada abad ke XVI sejumlah
daerah di Papua bagian barat, yakni wilayah-wilayah Waigeo, Missool, Waigama,
dan Salawati, tunduk kepada kekuasaan Sultan Bacan di Maluku.
Islam di Papua
30
Catatan serupa tertuang dalam sebuah buku yang dikeluarkan oleh Periplus
Edition, di buku “Irian Jaya”, hal 20 sebuah wadah sosial milik misionaris
menyebutkan tentang daerah yang terpengaruh Islam. Dalam kitab
Negarakertagama, di abad ke 14 di sana ditulis tentang kekuasaan kerajaan
Majapahit di Jawa Timur, di mana di sana disebutkan dua wilayah di Irian yakni
Onin dan Seran
Bahkan lebih lanjut dijelaskan: Namun demikian armada-armada perdagangan
yang berdatangan dari Maluku dan barangkali dari pulau Jawa di sebelah barat
kawasan ini, telah memiliki pengaruh jauh sebelumnya.
Pengaruh ras austronesia dapat dilihat dari kepemimpinan raja di antara keempat
suku, yang boleh jadi diadaptasi dari Kesultanan Ternate, Tidore dan Jailolo.
Dengan politik kontrol yang ketat di bidang perdagangan pengaruh kekuasaan
Kesultanan Ternate di temukan di raja Ampat di Sorong dan di seputar Fakfak
dan diwilayah Kaimana
Sumber cerita rakyat mengisahkan bahwa daerah Biak Numfor telah menjadi
bagian dari wilayah kekuasaan Sultan Tidore. Sejak abad ke-XV. Sejumlah
tokoh lokal, bahkan diangkat oleh Sultan Tidore menjadi pemimpin-pemimpin di
Biak. Mereka diberi berbagai macam gelar, yang merupakan jabatan suatu
daerah. Sejumlah nama jabatan itu sekarang ini dapat ditemui dalam bentuk
marga/fam penduduk Biak Numfor.
Berdasarkan keterangan di atas jelaslah bahwa, masuknya Islam ke Papua, tidak
bisa dilepaskan dengan jalur dan hubungan daerah ini dengan daerah lain di
Indonesia. Selain faktor pengaruh kekuasaan Kerajaan Majapahit, masuknya
Islam ke kawasan ini adalah lewat Maluku, di mana pada masa itu terdapat
kerajaan Islam berpengaruh di kawasan Indonesia Timur, yakni kerajaan Bacan.
Sejarah masuknya Islam di wilayah Maluku dan Papua dapat ditelusuri dari
berbagai sumber baik sumber lisan dari masyarakat pribumi maupun sumber
tertulis. Menurut tradisi lisan setempat, pada abad kedua Hijriah atau abad
kedelapan Masehi, telah tiba di kepulauan Maluku (Utara) empat orang Syekh
dari Irak. Kedatangan mereka dikaitkan dengan pergolakan politik di Irak, dimana
golongan Syiah dikejar-kejar oleh penguasa, baik Bani Umayah maupun golongan
Bani Abasyiah. Keempat orang asing membawa faham Syiah. Mereka adalah
Syekh Mansyur, Syekh Yakub, Syekh Amin dan Syekh Umar. Syekh Umar
menyiarkan agama Islam di Ternate dan Halmahera muka. Syekh Yakub
menyiarkan agama Islam di Tidore dan Makian. Ia meninggal dan dikuburkan di
puncak Kie Besi, Makian. Kedua Syekh yang lain, Syekh Amin dan Umar,
menyiarkan agama Islam di Halmahera belakang, Maba, Patani dan sekitarnya.
Keduanya dikabarkan kembali ke Irak.
Secara geografis tanah Papua memiliki kedekatan relasi etnik dan kebudayaan
dengan Maluku. Dalam hal ini Fakfak memiliki kedekatan dengan Maluku Tengah,
Tenggara dan Selatan, sedangkan dengan Raja Ampat memiliki kedekatan dengan
Maluku Utara. Oleh karena itu, dalam membahas sejarah masuknya Islam ke
Islam di Papua
31
Fakfak kedua alur komunikasi dan relasi ini perlu ditelusuri mengingat warga
masyarakat baik di Semenanjung Onim Fakfak maupun Raja Ampat di Sorong,
keduanya telah lama menjadi wilayah ajang perebutan pengaruh kekuasaan
antara dua buah kesultanan atau kerajaan besar di Maluku Utara (Kesultanan
Ternate dan Tidore). Nampaknya historiografi Papua memperlihatkan bahwa
yang terakhir inilah (Kesultanan Tidore) yang lebih besar dominasinya di pesisir
pantai kepulauan Raja Ampat dan Semenajung Onim Fakfak. Walaupun demikian
tidak berarti bahwa Ternate tidak ada pengaruhnya, justru yang kedua ini dalam
banyak hal sangat berpengaruh.
Dengan adanya pengaruh kedua kesultanan Islam ini di Raja Ampat, Sorong dan
Fakfak, maka telah dapat diduga (dipastikan) bahwa Islam masuk ke Raja Ampat
dan Semenanjung Onim Fakfak serta sebagian besar wilayah pantai selatan
daerah Kepala Burung pada umumnya termasuk kaimana di dalamnya adalah
wilayah lingkup pengaruh kedua kesultanan itu.
proses masuknya Islam ke Indonesia tidak dilakukan dengan kekerasan atau
kekuatan militer. Penyebaran Islam tersebut dilakukan secara damai dan
berangsur-angsur melalui beberapa jalur, diantaranya jalur perdagangan,
perkawinan, pendirian lembaga pendidikan pesantren dan lain sebagainya, akan
tetapi jalur yang paling utama dalam proses Islamisasi di nusantara ini melalui
jalur perdagangan, dan pada akhirnya melalui jalur damai perdagangan itulah,
Islam kemudian semakin dikenal di tengah masyarakat Papua. Kala itu
penyebaran Islam masih relatif terbatas hanya di sekitar kota-kota pelabuhan.
Para pedagang dan ulama menjadi guru-guru yang sangat besar pengaruhnya di
tempat-tempat baru itu.
Bukti-bukti peninggalan sejarah mengenai agama Islam yang ada di pulau Papua
ini, sebagai berikut:
1. terdapat living monument yang berupa makanan Islam yang dikenal dimasa
lampau yang masih bertahan sampai hari ini di daerah Papua kuno di desa
Saonek, Lapintol, dan Beo di distrik Waigeo.
2. tradisi lisan masih tetap terjaga sampai hari ini yang berupa cerita dari mulut
ke mulut tentang kehadiran Islam di Bumi Cendrawasih.
3. Naskah-naskah dari masa Raja Ampat dan teks kuno lainnya yang berada di
beberapa masjid kuno.
4. Di Fakfak, Papua Barat dapat ditemukan delapan manuskrip kuno brhuruf
Arab. Lima manuskrip berbentuk kitab dengan ukuran yang berbeda-beda,
yang terbesar berukuran kurang lebih 50 x 40 cm, yang berupa mushaf Al
Quran yang ditulis dengan tulisan tangan di atas kulit kayu dan dirangkai
menjadi kitab. Sedangkan keempat kitab lainnya, yang salah satunya
bersampul kulit rusa, merupakan kitab hadits, ilmu tauhid, dan kumpulan doa.
Kelima kitab tersebut diyakini masuk pada tahun 1214 dibawa oleh Syekh
Iskandarsyah dari kerajaan Samudra Pasai yang datang menyertai ekspedisi
kerajaannya ke wilayah timur. Mereka masuk melalui Mes, ibukota Teluk Patipi
saat itu. Sedangkan ketiga kitab lainnya ditulis di atas daun koba-koba, Pohon
khas Papua yang mulai langka saat ini. Tulisan tersebut kemudian dimasukkan ke
Islam di Papua
32
dalam tabung yang terbuat dari bambu. Sekilas bentuknya mirip dengan
manuskrip yang ditulis di atas daun lontar yang banyak dijumpai di wilayah
Indonesia Timur.
5. Masjid Patimburak yang didirikan di tepi teluk Kokas, distrik Kokas, Fakfak
yang dibangun oleh Raja Wertuer I yang memiliki nama kecil Semempe.
Saat itu, tahun 1870, Islam dan Kristen sudah menjadi dua agama yang hidup
berdampingan di Papua. Ketika dua agama ini akhirnya masuk ke wilayahnya,
Wertuer sang raja tak ingin rakyatnya terbelah kepercayaannya.
Maka ia membuat sayembara misionaris Kristen dan imam Muslim ditantang
untuk membuat masjid dan gereja. Masjid didirikan di Patumburak, gereja
didirikan di Bahirkendik. Bila salah satu di antara keduanya bisa menyelesaikan
bangunannya dalam waktu yang ditentukan, maka seluruh rakyat Wertuer akan
memeluk agama itu.
Islam di Bali
Bali merupakan salah satu kepulauan yang ada di Indonesia dan sebagai salah
satu tempat parawisata yang sangat populer. Agama mayoritas yang terdapat di
bali adalah agama hindu dengan kebudayaan yang masih sangat kental. Islam di
bali merupakan agama minoritas dan kali ini akan kita simak bagaimana sejarah
perkembangan islam di bali.
Menurut Yudhis M Burhanuddin (2008), ada tiga fase masuknya Islam di Bali
yaitu :
1. Fase pertama terjadi pada masa-masa Kerajaan Bali misalnya, pada masamasa awal datangnya utusan Majapahit yang terus berlangsung pada masa
pemerintahan Dalem Kresna Kepakisan sampai ke masa pemerintahan Dalem
Waturenggong dan sesudahnya. Selain itu, kontak budaya pada masa-masa
Kerajaan sesudah Kerajaan Klungkung pun masih terus terjadi misalnya, pada
periode Kerajaan Badung.
Islam di Papua
33
2. Fase kedua terjadi pada masa-masa kolonial Belanda.
3. Fase ketiga, terjadi pada masa-masa setelah kemerdekaan sampai boomingnya sektor pariwisata hingga sekarang ini.
Dari ketiga fase tersebut fase pertamalah yang telah saya rangkum dari
beberapa sumber
Sejarah Masuknya Islam di Bali
Masuknya agama Islam ke Bali dimulai sejak jaman kerajaan pada abad XIV
berasal dari sejumlah daerah di Indonesia, tidak merupakan satu-kesatuan yang
utuh atau berkelompok-kelompok. “Sejarah masuknya Islam ke Pulau Dewata
dengan latar belakang sendiri dari masing-masing komunitas Islam yang kini ada
di Bali, Penyebaran agama Islam ke Bali antara lain berasal dari Jawa, Madura,
Lombok dan Bugis. Masuknya Islam pertama kali ke Pulau Dewata lewat pusat
pemerintahan jaman kekuasaan Raja Dalem Waturenggong yang berpusat di
Klungkung pada abad ke XIV.
Raja Dalem Waturenggong yang berkuasa selama kurun waktu 1480-1550,
ketika berkunjung ke Kerajaan Majapahit di Jawa Timur dan sekembalinya beliau
diantar oleh 40 orang pengawal yang beragama Islam. Ke-40 pengawal tersebut
akhirnya diizinkan menetap di Bali, tanpa mendirikan kerajaan tersendiri seperti
halnya kerajaan Islam di pantai utara Pulau Jawa pada masa kejayaan Majapahit.
Para pengawal muslim itu hanya bertindak sebagai abdi dalam kerajaan Gelgel
menempati satu pemukiman dan membangun sebuah masjid yang diberi nama
Masjid Gelgel, yang kini merupakan tempat ibadah umat Islam tertua di Pulau
Dewata.
H. Mulyono, mantan asisten sekretaris daerah Bali itu menambahkan, hal yang
sama juga terjadi pada komunitas muslim yang tersebar di Banjar Saren Jawa di
wilayah Desa Budakeling, Kabupaten Karangasem, Kepaon, kelurahan Serangan
(Kota Denpasar), Pegayaman (Buleleng) dan Loloan (Jembrana). Masing-masing
komunitas itu membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk menjadi satu
kesatuan muslim yang utuh. Demikian pula dalam pembangunan masjid sejak
abad XIV hingga sekarang mengalami akulturasi dengan unsur arsitektur
tradisional Bali atau menyerupai stil wantilan.
Akulturasi dua unsur seni yang diwujudkan dalam pembangunan masjid
menjadikan tempat suci umat Islam di di Bali tampak beda dengan bangunan
masjid di Jawa maupun daerah lainnya di Indonesia. “Akulturasi unsur IslamHindu yang terjadi ratusan tahun silam memunculkan ciri khas tersendiri, unik
dan menarik,” tutur Haji Mulyono.
Tengoklah desa-desa muslim yang ada di Bali, seperti Pegayaman (Buleleng),
Palasari, Loloan dan Yeh Sumbul (Jembrana) dan Nyuling (Karangasem). Atau,
kampung muslim di Kepaon Kota Denpasar.
Islam di Papua
34
Kehidupan di sana tak ubahnya seperti kehidupan di Bali pada umumnya. Yang
membedakan hanya tempat ibadah saja. Bahkan di Desa Pegayaman, karena
letaknya di pegunungan dan tergolong masih agraris, semua simbol-simbol adat
Bali seperti subak, seka, banjar, dipelihara dengan baik. Begitu pula nama-nama
anak mereka, Wayan, Nyoman, Nengah, Ketut tetap diberikan sebagai kata depan
yang khas Bali.
Penduduk kampung ini konon berasal dari para prajurit Jawa atau kawula asal
Sasak dan Bugis beragama Islam yang dibawa oleh para Raja Buleleng, Badung
dan Karangasem pada zaman kerajaan Bali.
Orang-orang muslim di Kepaon adalah keturunan para prajurit asal Bugis.
Kampung yang mereka tempati sekarang merupakan hadiah raja Pemecutan.
Bahkan, hubungan warga muslim Kepaon dengan lingkungan puri (istana) hingga
sekarang masih terjalin baik.
Beberapa gesekan pernah terjadi diantara warga muslim Kepaon dengan warga
asli bali , Raja Pemecutan turun tangan membela mereka. “Mereka cukup
disegani. Bahkan, jika ada masalah-masalah dengan komunitas lain, Raja
Pemecutan membelanya,” ujar Shobib, aktivis Mesjid An Nur.
Di Denpasar, komunitas muslim dapat dijumpai di Kampung Islam Kepaon, Pulau
Serangan dan Kampung Jawa. mayoritas Kampung Kepaon dan Serangan dihuni
warga keturunan Bugis.
Konon, nenek moyang mereka adalah para nelayan yang terdampar di Bali.
Ketika terjadi perang antara Kerajaan Badung dengan Mengwi, mereka dijadikan
prajurit. Setelah mendapat kemenangan, kemudian diberi tanah oleh sang Raja.
Keberadaan ummat islam yang sudah ratusan tahun di bali sedikit banyak
memberikan ciri khas tersendiri, misalnya sebagian warga muslim menambahkan
nama khas Bali pada anak-anak mereka seperti Wayan, Made, Nyoman dan
Ketut, jadi tidaklah sesuatu yang ganjil apabila kita menemukan nama seperti
Wayan Abdullah, atau Ketut Muhammad misalnya. Tetapi ini hanya dalam tataran
budaya. Untuk idiom-idiom yang menyangkut agama, mereka tidak mau
kompromi. mereka tetap menjaga nilai-nilai syari'at islam secara utuh.
Gelombang Muslim yang terjadi saat Belanda (VOC) berhasil menguasai
Makassar pada tahun 1667 M. di bawah tekanan Belanda, penduduk Makassar
banyak melarikan diri meninggalkan pulau Sulawesi. Salah satu tujuan pelarian
adalah pulau Bali. Etnis Bugis tersebut mendarat pertama kali di Air Kuning,
yang saat itu masih jarang penduduknya. Hingga pada akhirnya, atas ijin dari
Penguasa kerajaan Jembrana kala itu I Gusti Ngurah Pancoran, jadilah Air Kuning
sebagai perkampungan Islam pertama di Jembrana. Baru kemudian pada sekitar
abad ke 18 M datang rombongan Muslim melayu pontianak yang dipimpin Syarif
Abdullah bin Yahya Al-Qodary, yang nantinya menjadi cikal bakal keberadaan
kampung Islam Loloan.
Islam di Papua
35
Dalam gelombang selanjutnya, pasca kemerdekaan seiring dengan pesatnya
kemajuan industri pariwisata, banyak penduduk Muslim Jawa, Madura dan
Lombok, yang mengadu nasib ke pulau Bali ini. ini terjadi karena minimnya
lapangan pekerjaan di daerah asal, yang pada tahun-tahun berikutnya sampai
saat ini, terus mengalami peningkatan penduduk pendatang Muslim dari berbagai
daerah di Indonesia.
Dulunya, kontak budaya fase pertama dan fase kedua tidak terlalu menjadi
persoalan. Ini tentu berbagai faktor diantaranya ruang-ruang yang ada, baik
sosial-politik maupun ekonomi masih lapang. Akan tetapi, dalam atmosfir kontak
etnik-kultur dan religi fase ketiga ini persoalan struktural (sosial-politik dan
ekonomi) menjadi penting. Sedikit banyaknya, semua ini memicu reaksi
(sebagian) orang Bali. (Yudhis M Burhanuddin, 2008)
Karantinaisasai
Berbeda dengan perkembangan masuknya Islam di jawa, yang sejak awal motif
kedatangan Islam di jawa memang dakwah untuk Islamisasi, para pendakwahnya
yang dikenal dengan sebutan Walisongo. Walisongo merupakan istilah bagi
perkumpulan Dewan para Ulama terkemuka saat itu, yang dengan perlahan
namun pasti, dapat melakukan Islmisasi dengan rapi dan terorganisir. Sehingga
dalam bentangan waktu yang relatif tidak terlalu lama, pulau Jawa dapat
diIslamkan secara menyeluruh. Cara yang ditempuh para Walisongo dengan dua
cara, gerakan kultural dan gerakan politik.
Di bali, penyebaran Islam tidak terorganisir layaknya di Jawa. Keberadaan Islam
di Bali, para tokoh-tokoh Muslim kala itu tidak pernah melakukan komunikasi
antar daerah. Semisal tokoh Muslim yang ada di Jembrana tidak pernah
melakukan komunikasi dengan Muslim di Buleleng, Badung, Karangasem, dan
kantong-kantong Muslim seluruh Bali. Hal inilah yang mungkin bagi keberadaan
Islam di Bali, yang telah ratusan tahun ada di Bali, tidak mengalami
perkembangan yang signifikan. Salah satu sebabnya karena penyebaran Islam di
Bali hanya menggunakan satu cara, yakni dengan penyebaran Islam secara
kultural.
Para Penguasa di berbagai kerajaan di Bali saat itu menerapkan politik
Karantinaisasi bagi penduduk Islam. Ada beberapa alasan kenapa Raja-Raja
menerapkan politik karantinaisasi, yakni: pertama, mencegah timbulnya konflik
antara orang Islam dan orang Bali yang disebabkan oleh latar belakang
perbedaan Agama dan kebudayaan. Kedua, meminimalisir kemungkinan adanya
Islamisasi yang dilakukan oleh orang Islam terhadap orang Bali. Ketiga,
memberikan rasa aman secara sosiologis, kultural, keagamaan, dan psikologis
sebab dalam perkampungan yang berpola karantinaisasi mereka dapat
mengembangkan identitasnya secara bebas tanpa didominasi maupun dihegomoni
oleh etnik Bali. Keempat, etnik Bali Hindu yang ada di sekitarnya bisa
mempertahankan identitasnya, tanpa ada perasaan dirongrong oleh orang Islam.
(Nengah Bawa Atmajda, 2010)
Islam di Papua
36
Secara tidak langsung, dengan penerapan politik karantinaisasi, benturan konflik
antar agama dapat dihindari, sehingga muncul istilah Nyamaslam, sebutan orang
Hindu Bali kepada penduduk Islam, yang menganggap orang Islam adalah
saudara, bukan musuh
Islam di Papua
37
Download