Kajian Pengetahuan Gizi, Pola Konsumsi, Status Gizi, Denyut Nadi

advertisement
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 6 Pandeglang terletak di Jl.
Pendidikan No. 2 Ciekek Pandeglang. Sekolah ini didirikan pada tanggal 8
Oktober 2001. Sekolah yang dipimpin oleh Drs. H. Suherman, M.Pd ini memiliki
visi : Unggul dalam prestasi, teladan dalam imtaq. Misi dari sekolah ini adalah :
a). Manajemen partisipasi dalam melibatkan semua warga
sekolah, komite,
guna meningkatkan budaya kerja, disiplin, dan tertib administrasi dalam
pengelolaan sekolah dengan bernuansa Ahklakul Karimah. B). Melaksanakan
pembelajaran yang efektif dan efisien, untuk meningkatkan mutu yang mampu
bersaing dengan dilandasi iman yang kuat. C). Menumbuhkan aktivitas warga
sekolah dalam kegiatan ekstrakurikuler, baik akademik maupun non akademik
sehingga
menghasilkan
prestasi
terbaik
dibidangnya.
D).
Meningkatkan
kerjasama melalui jaringan teknologi informasi dan komunikasi dengan
menerapkan sekolah dan masyarakat yang bernuansa islami. E). Meningkatkan
sarana perpustakaan dan laboratorium untuk menumbuhkan budaya membaca
dan sikap ilmiah sebagai upaya peningkatan mutu sumber daya manusia
madani. F). Menciptakan lingkungan yang BERKAH (Bersih, Elok, Ramah, Kuat,
Aman,dan Hidup) sehingga terbentuk suasana belajar yang kondusif.
SMA Negeri 6 Pandeglang memiliki luas tanah sebesar 6.850 m² dengan
luas bangunan 2.032 m². Bangunan SMA terdiri dari 24 kelas, 3 laboratorium.
Selain itu, sekolah ini dilengkapi dengan ruang kepala sekolah, ruang tata usaha,
ruang guru, ruang perpustakaan, ruang kesenian, ruang koperasi siswa, ruang
osis, ruang BK/BP, musholla, lapangan basket, lapangan futsal, lapangan voli,
pos satpam, dan ruang PDS.
Sekolah ini telah terakreditasi A, serta telah menerapkan kurikulum KTSP
sejak tahun 2008. Jumlah guru di sekolah ini adalah 60 orang, yang terdiri dari 48
guru tetap (PNS), 1 orang guru kontrak, 6 orang guru tidak tetap (GKK), serta 5
orang guru Tenaga Kerja Kontrak (TKK). Jumlah staf Tata Usaha (TU) berjumlah
18 orang. Untuk jumlah siswa sekolah ini berjumlah 1009 siswa, yang terdiri dari
400 siswa kelas X, 309 siswa kelas XI, dan 300 siswa kelas XII. Rekapitulasi
siswa SMA Negeri 6 Pandeglang dapat dilihat pada Tabel 4.
27
Tabel 4 Rekapitulasi siswa SMA Negeri 6 Pandeglang (2011/2012)
Jenis Kelamin
Kelas
Laki-laki
Perempuan
n
%
n
%
X
174
39.5
219
38.9
XI
147
33.3
196
34.9
XII
120
27.2
147
26.2
Total
441
100
562
100
Karakteristik Siswa
Karakteristik siswa merupakan gambaran mengenai siswa yang meliputi
ciri fisik (antropometri). Karakteristik ini diperlukan sebagai gambaran yang jelas
mengenai siswa yang dijadikan contoh dalam penelitian. Hal ini dimaksudkan
sebagai penjelasan dalam memahami karakter siswa. Karakteristik siswa meliputi
usia, berat badan, tinggi badan, dan persentase lemak tubuh.
Usia
Siswa yang digunakan dalam penelitian ini adalah Siswa SMA Negeri 6
Pandeglang Kelas XI IPA 1 dan XI IPA 2 berjumlah 70 orang sehingga seluruh
populasi digunakan sebagai contoh dalam penelitian dengan metode purposive
sampling, namun dalam perjalanan pengambilan data dua orang mengalami drop
out karena sedang sakit ataupun ketidaklengkapan data. Dengan demikian,
jumlah siswa yang dijadikan contoh dan dianalisis adalah 68 orang, yang terdiri
dari 46 siswa perempuan dan 22 siswa laki-laki. Usia siswa dapat dilihat pada
tabel 5.
Tabel 5 Sebaran siswa menurut usia dan jenis kelamin
Jenis Kelamin
Laki-Laki
Perempuan
Usia (tahun)
n
%
n
%
16
20
90.9
45
97.8
17
2
9.1
1
2.2
Total
22
100
46
100
Rata-rata
16.1 ± 0.3
16.0 ± 0.1
Seluruh populasi siswa berada pada usia 16 dan 17 tahun. Berdasarkan
tabel 5 di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa perempuan (97,8%)
berusia 16 tahun. Sebanyak 90.9% siswa laki-laki berada pada kelompok usia 16
tahun. Sebanyak 9,1% siswa laki-laki berada pada kelompok usia 17 tahun dan
2,2% siswa perempuan berusia 17 tahun. Usia semua siswa yang diteliti
tergolong ke dalam usia remaja yaitu antara 10-18 tahun (Hardinsyah &
Tambunan 2004)
28
Karakteristik Antropometri
Metode
antropometri
merupakan
pengukuran
ukuran
tubuh
dan
komposisi tubuh secara kasar. Pengukuran ini dipengaruhi oleh faktor usia,
selain itu jenis kelaminpun mempengaruhi. Antropometri merupakan salah satu
metode yang digunakan dalam melakukan penilaian status gizi secara langsung.
Pengukuran antropometri mempunyai keuntungan dalam menyediakan informasi
status gizi masa lampau yang tidak dapat diperoleh dengan teknik penilaian yang
lain (Gibson 2005). Menurut Roedjito (1988) ukuran fisik seseorang berhubungan
dengan status gizi. Oleh karena itu, ukuran antropometri diakui sebagai indeks
yang paling baik dan dapat diandalkan dalam penentuan status gizi.
Berat Badan. Siswa yang diteliti dilakukan pengukuran antropometri
meliputi tinggi badan, berat badan, dan persentase lemak tubuh. Berat badan
siswa diukur menggunakan timbangan injak bathscale. Berat badan siswa dapat
dilihat pada tabel 6.
Tabel 6 Sebaran siswa menurut berat badan dan jenis kelamin
Jenis Kelamin
Berat Badan
Laki-Laki
Perempuan
(Kg)
n
%
n
%
35-49
1
4.5
37
80.4
50-65
19
86.4
7
15.2
> 65
2
9.1
2
4.3
Total
22
100
46
100
Rata-rata
55.5 ± 7.5
45.9 ± 6.1
Tabel 6 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa perempuan (80,4%)
memiliki berat badan antara 35-49 kg. Sebanyak 86,4% siswa laki-laki memiliki
berat badan antara 50-65 kg. Secara keseluruhan berat badan siswa laki-laki
lebih berat daripada berat badan siswa perempuan. Rata-rata berat badan siswa
laki-laki adalah 55,5 kg dan siswa perempuan adalah 45,9 kg. Hasil ini sudah
memenuhi berat badan standar untuk remaja sesuai dengan Widya Karya
Pangan dan Gizi (WKNPG) tahun 2004 yaitu laki-laki 48-80 kg dan perempuan
36-65 kg (Hardinsyah & Tambunan 2004).
Tinggi Badan. Tinggi atau panjang badan merupakan indikator umum
ukuran tubuh dan panjang tubuh yang menggambarkan pertumbuhan skeletal
(Supariasa et al 2002). Pengukuran ini dengan menggunakan microtoise yang
ditempel di dinding. Menurut Arisman (2004) tinggi badan diukur dalam keadaan
berdiri tegak lurus, tanpa alas kaki, kedua tangan merapat ke badan, punggung
29
dan bokong menempel pada dinding, dan pandangan diarahkan ke depan. Tinggi
badan siswa dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7 Sebaran siswa menurut tinggi badan dan jenis kelamin
Jenis Kelamin
Tinggi Badan
Laki-Laki
Perempuan
(cm)
n
%
n
%
≤140
0
0
4
8.7
141-150
0
0
21
45.7
151-160
6
27.3
19
41.3
≥161
16
72.7
2
4.3
Total
22
100
46
100
Rata-rata
161.1 ± 6.5
149.1 ± 5.8
Tabel 7 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa perempuan (45,7%)
memiliki tinggi badan antara 141-150 cm. Sebagian besar siswa laki-laki memiliki
tinggi badan lebih dari 161 cm yaitu sebanyak 72,7%. Sebanyak 41,3% siswa
perempuan memiliki tinggi badan antara 151-160 cm dan 27,3% siswa laki-laki
memiliki tinggi badan 151-160 cm. Secara keseluruhan tinggi badan siswa lakilaki lebih tinggi dibandingkan siswa perempuan. Rata-rata tinggi badan siswa
laki-laki adalah 161,1 cm dan siswa perempuan adalah 149,1 cm. Tinggi badan
siswa ini belum memenuhi tinggi badan standar untuk usia 16-18 tahun sesuai
dengan tabel Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2004 bagi orang Indonesia yaitu
untuk laki-laki adalah 165 cm dan untuk perempuan adalah 156 cm.
Persentase Lemak Tubuh. Lemak sangat dibutuhkan tubuh untuk
cadangan zat gizi dan mengubahnya ke dalam bentuk energi. Selain itu, lemak
juga berfungsi sebagai penyekat panas, penyerap guncangan, dan fungsi lainnya
(Macmillan 1993). Persentase lemak tubuh adalah proporsi jumlah lemak di
dalam tubuh berdasar total berat seseorang, termasuk lemak esensial dan lemak
simpanan. Lemak esensial yaitu jumlah lemak tubuh minimal yang dibutuhkan
untuk fungsi fisiologis normal (pada pria sekitar 3% dari total berat dan pada
perempuan sekitar 12%). Lemak simpanan yaitu bagian lemak tubuh yang lebih
dan disimpan dalam jaringan adiposa (Hoeger & Hoeger 2005). Persentase
lemak tubuh diukur dengan menggunakan body fat monitor. Persentase lemak
tubuh siswa dapat dilihat pada tabel 8.
30
Tabel 8 Sebaran siswa menurut persentase lemak tubuh
dan jenis kelamin
Frekuensi
Persentase Lemak Tubuh
n
%
Laki-Laki
- Normal (14-18%)
2
9.1
- Agak Tinggi (18-25%)
17
77.3
- Tinggi (> 25%)
3
13.6
Total
22
100
Rata-rata
21.8 ± 4.0
Perempuan
- Rendah (< 21%)
2
4.3
- Normal (21-25%)
12
26.1
- Agak Tinggi (> 25%)
20
43.5
- Tinggi (> 30%)
12
26.1
Total
46
100
Rata-rata
27.2 ± 4.0
Tabel 8 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa laki-laki (77,3%)
memiliki persentase lemak tubuh agak tinggi yaitu 18-25% lemak dari berat
badan total, bahkan (13,6%) siswa laki-laki memiliki peresentase lemak tubuh
yang termasuk tinggi yaitu melebihi 25%, sebanyak 13,6% siswa laki-laki
tersebut memiliki rata-rata tingkat kecukupan energi sebesar 92,3%. Sebagian
besar siswa perempuan (43,5%) memiliki persentase lemak tubuh agak tinggi
yaitu >25% lemak dari berat badan total, bahkan (26,1%) siswa perempuan
memiliki persentase lemak tubuh yang termasuk tinggi yaitu melebihi 30%,
sebanyak 26,1% siswa perempuan tersebut meiliki rata-rata tingkat kecukupan
energi sebesar 112,8% . Rata-rata persentase lemak tubuh siswa laki-laki adalah
21,8% dan siswa perempuan adalah 27,2%. Hal ini menunjukkan bahwa
persentase lemak tubuh siswa laki-laki lebih tinggi dibandingkan siswa
perempuan.
Hasil uji t test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
atara jenis kelamin dengan persentase lemak tubuh siswa (p<0,01). Komposisi
tubuh dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti umur, jenis kelamin, diet, dan
aktivitas. Perempuan memiliki lemak tubuh lebih tinggi dibandingkan dengan lakilaki karena keperluan reproduksi (Williams 1995). Lemak dalam tubuh harus
terdapat dalam keadaan normal, sebab jika melebihi kadar normal, dapat terjadi
kelainan-kelainan dalam tubuh, seperti kegemukan, arterosklerosis, dan tekanan
darah tinggi.
31
Pengetahuan Gizi
Pengetahuan gizi sangat erat hubungannya dengan kualitas gizi dan
makanan yang dikonsumsi. Dengan pengetahuan yang tepat dan benar
mengenai gizi, seseorang akan mengetahui dan berupaya mengatur pola
makanannya sedemikian rupa sehingga seimbang dan cukup jumlahnya.
Pendidikan gizi bagi siswa penting untuk memberikan pengetahuan dalam hal
memilih makanan yang akan dikonsumsi untuk status gizi optimal. Siswa dinilai
pengetahuan gizinya dengan cara diberikan soal pengetahuan gizi sebanyak 20
soal yang berhubungan dengan pengetahuan gizi secara umum. Penilaian akan
dibuat dalam bentuk persentase dan akan dibandingkan dengan standar skor
tingkat pengetahuan gizi yaitu kurang (<60%), cukup (60-80%), dan baik (>80%)
(Khomsan 2000). Pengetahuan gizi siswa dapat dilihat pada tabel 9.
Tabel 9 Sebaran siswa menurut pengetahuan gizi dan jenis kelamin
Jenis Kelamin
Laki-Laki
Perempuan
Nilai Pengetahuan
Gizi
n
%
n
%
Rendah (< 60%)
1
4.5
2
4.3
Sedang (60-80%)
12
54.5
29
63.0
Baik (> 80%)
9
40.9
15
32.6
Total
22
100
46
100
Rata-rata
77.7 ± 10.2
76.5 ± 10.9
Tabel 9 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa laki-laki memiliki
pengetahuan gizi yang termasuk dalam kategori sedang (54,5%). Sebanyak
(63,0%) siswa perempuan memiliki pengetahuan gizi yang sedang. Sebanyak
40,9% siswa laki-laki memiliki pengetahuan gizi yang baik. Sebanyak 32,6%
siswa perempuan memiliki pengetahuan gizi yang baik. Soal pengetahuan gizi
yang banyak salah dijawab adalah mengenai pangan sumber protein nabati dan
jenis vitamin yang larut dalam air. Hal ini menunjukkan bahwa kebanyakan siswa
memahami pengetahuan gizi secara umum, tetapi kurang mendalam. Kurangnya
pengetahuan gizi siswa dikarenakan siswa kurang mendapat materi mengenai
gizi. Pengetahuan gizi mengenai pengaturan makanan sangat bermanfaat antara
lain memberikan pengetahuan tentang makanan yang dapat mempertahankan
kondisi tubuh selama beraktivitas, dan informasi mengenai makanan yang dapat
menyediakan energi yang diperlukan untuk melakukan aktivitas fisik. Oleh sebab
itu, siswa sebaiknya memiliki pengetahuan gizi yang baik untuk mengetahui
pentingnya gizi dalam kehidupan sehari-hari.
32
Status Gizi
Riyadi (2003) mendefinisikan status gizi sebagai keadaan kesehatan
tubuh
seseorang
atau
sekelompok
orang
yang
diakibatkan
konsumsi,
penyerapan, dan penggunaan zat gizi. Beberapa cara yang digunakan untuk
menilai status gizi seperti antropometri, konsumsi pangan, biokimia, dan klinis.
Penilaian status gizi siswa berdasarkan indeks massa tubuh dan dirujuk menurut
umur (IMT/U), yakni dapat menaksir cadangan energi dalam tubuh dengan
asumsi bahwa semakin kurus seseorang, semakin sedikit adanya cadangan
energi dalam tubuh. Status gizi (IMT/U) diperoleh dari hasil pengukuran berat
badan (kg) dan tinggi badan (meter). IMT/U direkomendasikan sebagai indikator
terbaik yang dapat digunakan untuk remaja (Riyadi 2003). Status gizi siswa
dapat dilihat pada tabel 10.
Tabel 10 Sebaran siswa menurut status gizi siswa (IMT/U)
dan jenis kelamin
Jenis Kelamin
Status Gizi IMT/U
Laki-Laki
Perempuan
n
%
n
%
Kurus
0
0
1
2.2
Normal
19
86.4
42
91.3
Gemuk
3
13.6
3
6.5
Total
22
100
46
100
Rata-rata
20.6 ± 2.9
20.7 ± 2.5
Tabel 10 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa laki-laki memiliki
status gizi yang termasuk normal yaitu sebanyak 86,4%. Sebanyak 91,3% siswa
perempuan memiliki status gizi yang termasuk dalam kategori normal,
sedangkan sebanyak 13,6% siswa laki-laki dan 6,5% siswa perempuan memiliki
status gizi yang termasuk dalam kategori gemuk. Rata-rata status gizi siswa
perempuan yaitu sebesar 20,7 kg/m cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan
siswa laki-laki yaitu sebesar 20,6 kg/m. Status gizi yang baik sangat penting bagi
siswa untuk meningkatkan prestasinya dengan baik. Menurut Moelek (1995),
seseorang yang mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang secara
terencana akan berada pada status gizi baik dan mampu mempertahankan
kondisi fisik yang baik. Penghitungan indeks massa tubuh melibatkan berat
badan dan tinggi badan seseorang, namun kurang dapat menggambarkan
komposisi
tubuh
orang
tersebut.
Penelitian
Wijaya
(2010)
Status
gizi
berhubungan dengan jumlah lemak dalam tubuh, sehingga akan menghambat
kemampuan tubuh untuk melakukan aktivitas yang pada akhirnya akan
menurunkan daya tahan jantung, sehingga semakin tinggi nilai IMT seseorang
33
maka semakin rendah tingkat kebugaran jasmaninya.
Konsumsi Pangan
Konsumsi pangan adalah jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang
atau kelompok orang dengan tujuan tertentu. Tujuan mengkonsumsi pangan dari
aspek gizi adalah untuk memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan tubuh.
Penilaian konsumsi pangan dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai
jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada
waktu tertentu. Metode Food Recall 24 jam adalah salah satu metode dalam
melakukan penilaian konsumsi pangan dengan tujuan untuk mengetahui
kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan pangan dan zat gizi
pada tiap kelompok, rumah tangga, dan individu serta faktor-faktor yang
mempengaruhi konsumsi pangan. Prinsip dari metode ini adalah melakukan
pencatatan jenis dan jumlah bahan pangan yang dikonsumsi pada periode 24
jam yang lalu. Pengukuran konsumsi energi dan zat gizi lainnya dilakukan
berdasarkan recall dua hari (2x24 jam) yaitu satu hari saat siswa sekolah dan
hari libur (Arisman 2004). Komposisi menu seimbang yang dianjurkan bagi siswa
remaja harus mengandung sekitar 60-70% karbohidrat, 10-15% protein, dan
lemak 20-25% dari total kebutuhan energi (Depkes 2002).
Frekuensi Makan. Frekuensi makan bisa menjadi kecukupan konsumsi
gizi, artinya semakin tinggi frekuensi makan peluang untuk mencukupi kebutuhan
gizi akan semakin besar (Khomsan 2002). Frekuensi makan dapat diukur dalam
satuan kali per hari, kali per minggu, dan kali per bulan. Frekuensi makan yang
diukur dalam penelitian ini adalah dalam satuan kali per hari.
Frekuensi makan
siswa dapat dilihat pada tabel 11.
Tabel 11 Sebaran siswa menurut frekuensi makan dan jenis kelamin
Jenis Kelamin
Frekuensi Makan
Sehari
Laki-Laki
Perempuan
n
%
n
%
2 kali
1
4.5
17
37.0
3 kali
21
95.5
26
56.5
>3 kali
0
0
3
6.5
Total
22
100
46
100
Rata-rata
2.9 ± 0.2
2.7 ± 0.6
Tabel 11 menunjukkan bahwa sebanyak (95,5%) siswa laki-laki memiliki
frekuensi makan sebanyak 3 kali dalam seharinya. Sebanyak (56,5%) siswa
perempuan memiliki frekuensi makan sebanyak 3 kali dalam sehari, sedangkan
(37,0%) siswa perempuan memiliki kebiasaan makan 2 kali dalam seharinya.
Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa frekuensi makan siswa dapat
34
dikatakan cukup baik. Hal ini dikarenakan sebagian besar siswa memiliki
frekuensi makan lengkap sebanyak 3 kali dalam sehari. Secara kuantitas dan
kualitas rasanya sangat sulit untuk memenuhi kebutuhan zat gizi apabila hanya
makan satu atau dua kali dalam sehari. Keterbatasan volume lambung
menyebabkan kita tidak dapat makan sekaligus dalam jumlah banyak. Itulah
sebabnya makan dilakukan secara frekuentif yakni tiga kali dalam sehari
termasuk sarapan (Khomsan 2002).
Kebiasaan Sarapan. Khomsan (2002) menyatakan bahwa makan pagi
adalah suatu kegiatan yang penting sebelum melakukan aktifitas fisik pada hari
itu. Manfaat yang bisa diambil jika kita melakukan sarapan adalah dapat
menyediakan karbohidrat yang siap digunakan untuk meningkatkan gula darah,
dengan kadar gula darah yang normal, maka konsentrasi dalam beraktifitas bisa
lebih baik sehingga berdampak positif untuk meningkatkan produktivitas. Selain
itu, sarapan pagi akan memberikan konstribusi penting akan beberapa zat gizi
yang diperlukan oleh tubuh seperti protein, lemak, vitamin, dan mineral.
Ketersediaan zat gizi ini sangat bermanfaat untuk berfungsinya proses fisiologi
dalam tubuh. Sarapan pagi dapat menyumbang sekitar 25% zat gizi. Sisa
kebutuhan zat gizi lainnya dapat dipenuhi pada saat makan siang, makan malam,
dan makan selingan diantara waktu makan (Khomsan 2002). Kebiasaan sarapan
siswa dapat dilihat pada tabel 12.
Tabel 12 Sebaran siswa menurut kebiasaan sarapan dan jenis kelamin
Jenis Kelamin
Kebiasaan Sarapan
Laki-Laki
Perempuan
n
%
n
%
Selalu
13
59.1
11
23.9
Kadang-kadang
9
40.9
19
41.3
Jarang
0
0
13
28.3
Tidak Pernah
0
0
3
6.5
Total
22
100
46
100
Tabel 12 menunjukkan bahwa sebanyak (59,1%) siswa laki-laki selalu
melakukan sarapan pagi. Sebanyak (41,3%) siswa perempuan kadang-kadang
melakukan sarapan pagi. Alasan siswa yang kadang-kadang atau tidak sarapan
adalah tidak cukup waktu karena terlambat bangun pagi ataupun kurang terbiasa
dengan sarapan setiap hari.
Menu sarapan siswa setiap harinya tidak selalu sama, namun sebagian
besar menu siswa yang dikonsumsi sehari-hari dapat dilihat pada tabel 13.
35
Tabel 13 Sebaran siswa menurut menu sarapan dan jenis kelamin
Jenis Kelamin
Laki-Laki
Perempuan
Menu Sarapan
n
%
n
%
Nasi + Lauk pauk
14
63.6
25
54.3
Mie
0
0
2
4.3
Roti
5
22.7
6
13.0
Nasi Goreng
3
13.6
13
28.3
Total
22
100
46
100
Tabel 13 menunjukkan bahwa siswa tidak selalu mengkonsumsi sarapan
yang
sama
setiap
harinya.
Namun
sebanyak
(63,6%)
siswa
laki-laki
mengkonsumsi nasi dan lauk pauk untuk menu sarapan. Sebanyak (54,3%)
siswa perempuan juga mengkonsumsi nasi dan lauk pauk sebagai menu
sarapan.
Konsumsi Jajanan. Kontribusi makanan jajanan terhadap konsumsi
remaja perkotaan menyumbang 21% energi dan 16% protein. Sementara itu
kontribusi makanan jajanan terhadap usia anak sekolah menyumbang 5,5%
energi dan 4,2% protein (Cahanar & Suhanda 2006). Oleh karena itu, peran
makanan jajajan sebagai penunjang gizi dalam menu sehari-hari remaja tidak
dapat dikesampingkan. Namun, tidak semua jajajanan dapat memberikan
kontribusi gizi yang baik.
Makanan ringan yang biasanya dipilih berdasarkan
kemudahan untuk mendapatkannya daripada kandungan nutrisinya yang
bermanfaat, semakin menjadi bagian dari kebiasaan pola makan selama remaja
(Wong et al 2002). Frekuensi jajan siswa dapat dilihat pada tabel 14.
Tabel 14 Sebaran siswa menurut frekuensi jajan dan jenis kelamin
Jenis Kelamin
Frekuensi Jajan
Laki-Laki
Perempuan
Sehari
n
%
n
%
1 kali
0
0
6
13.0
2 kali
12
54.5
13
28.3
3 kali
10
45.5
10
21.7
>3 kali
0
0
17
37.0
Total
22
100
46
100
Rata-rata
2.5 ± 0.5
2.8 ± 1.1
Tabel 14 menunjukkan bahwa sebanyak (54,5%) siswa laki-laki memiliki
frekuensi jajan sebanyak 2 kali dalam sehari. Sebanyak (37,0%) siswa
perempuan memiliki frekuensi jajan lebih dari 3 kali dalam sehari, sedangkan
sebanyak (45,5%) siswa laki-laki memiliki frekuensi jajan sebanyak 3 kali dalam
sehari, dan (21,7%) siswa perempuan memiliki frekuensi jajan sebanyak 3 kali
dalam sehari.
36
Tabel 15 Sebaran siswa menurut jenis jajanan dan jenis kelamin
Jenis Kelamin
Jenis Jajanan
Laki-Laki
Perempuan
n
%
n
%
Siomay
8
36.4
1
2.2
Gorengan
4
18.2
12
26.1
Batagor
2
9.1
6
13.0
Baso
5
22.7
17
36.9
Mie Ayam
3
13.6
10
21.8
Total
22
100
46
100
Tabel 15 menunjukkan bahwa sebanyak (36,4%) siswa laki-laki memilih
jenis jajanan seperti siomay. Sebanyak (36,9%) siswa perempuan memilih jenis
jajanan seperti bakso. Sisanya yaitu sebanyak (18,2%) siswa laki-laki memilih
jenis jajanan gorengan seperti bakwan, tempe goreng tepung, dan tahu goreng
tepung, sedangkan sebanyak (13,0%) siswa perempuan memilih jenis jajanan
batagor.
Konsumsi Air. Sebagian besar tubuh manusia terdiri dari air, jumlahnya
sebesar 50-70% dari berat badan remaja (Santoso et al 2011). Keseimbangan air
akan terjadi apabila volume asupan air sama dengan volume keluaran air.
Konsumsi air yang cukup pada remaja usia 16-18 tahun adalah sebanyak 2,2 L
untuk laki-laki, dan 2,1 L untuk perempuan. Volume asupan air tambahan
disesuaikan dengan keadaan, misalnya demam, latihan fisik, dan suhu
lingkungan yang tinggi. Semakin banyak dan berat kegiatan, semakin banyak
diperlukan energi dari makanan dan semakin banyak pula air yang terkuras dari
tubuh, sehingga semakin banyak asupan air yang diperlukan oleh tubuh
(Santoso et al 2011). Konsumsi air siswa dapat dilihat pada tabel 16.
Tabel 16 Sebaran siswa menurut konsumsi air dan jenis kelamin
Jenis Kelamin
Konsumsi Air Sehari
Laki-Laki
Perempuan
n
%
n
%
>8 gelas
0
0
8
17.4
7 gelas
16
72.7
8
17.4
5 gelas
6
27.3
15
32.6
<5 gelas
0
0
15
32.6
Total
22
100
46
100
Rata-rata (gelas)
2.3 ± 0.5
2.8 ± 1.1
Tabel 16 menunjukkan bahwa sebanyak (72,7%) siswa laki-laki
mengkonsumsi air sebanyak 7 gelas dalam sehari. Sebanyak (32,6%) siswa
perempuan mengkonsumsi air sebanyak 5 gelas dalam sehari, dan kurang dari 5
gelas dalam sehari. sedangkan sisanya yaitu sebanyak (27,3%) siswa laki-laki
37
mengkonsumsi air 5 gelas dalam sehari, dan (17,4%) siswa perempuan
mengkonsumsi air lebih dari 8 gelas dalam sehari.
Konsumsi dan Kecukupan Gizi
Konsumsi zat gizi yang optimal merupakan keadaan saat penyediaan zatzat gizi yang dibutuhkan mencukupi untuk pemeliharaan jaringan, perbaikan dan
pertumbuhan tanpa menimbulkan kelebihan konsumsi energi. Konsumsi energi
dan zat gizi yang kurang ataupun melebihi kebutuhan umumnya akan
memberikan efek yang kurang baik terhadap fungsi biologis tubuh.
Kebutuhan energi dan zat-zat gizi lainnya bersifat individual tergantung
pada usia, jenis kelamin, berat dan tinggi badan serta tingkat aktivitas sehari-hari.
Energi dan zat gizi lainnya diperoleh dari metabolisme bahan makanan yang
dikonsumsi setiap hari. Rata-rata konsumsi, kecukupan, dan tingkat kecukupan
zat gizi siswa dapat dilihat pada tabel 17.
Tabel 17 Rata-rata konsumsi, kecukupan, dan tingkat kecukupan zat gizi siswa
Laki-laki
Perempuan
Total
Jenis Zat Gizi
Rata-rata
Rata-rata
Rata-rata
Energi
Konsumsi (Kal)
1652
1602
1627
Kecukupan (Kal)
2183
1688
2024
Tingkat Kecukupan (%)
75.7
94,9
80.4
Protein
Konsumsi (g)
42.1
40.9
41.5
Kecukupan (g)
52.1
42.9
47.5
Tingkat Kecukupan (%)
80.8
95.3
87.4
Lemak
Konsumsi (g)
49.6
51.7
50.7
Kecukupan (g
66.3
56.7
61.5
Tingkat Kecukupan (%)
74.8
91.2
82.4
Kalsium
Konsumsi (mg)
302.8
315.7
309.3
Kecukupan (mg)
597.5
550.4
573.9
Tingkat Kecukupan (%)
50.7
57.4
53.9
Besi
Konsumsi (mg)
10.3
12.3
11.3
Kecukupan (mg)
23.0
22.9
22.9
Tingkat Kecukupan (%)
44.8
53.7
49.3
Vitamin A
Konsumsi (RE)
897.1
917.3
907.2
Kecukupan (RE)
687.5
458.7
573.1
Tingkat Kecukupan (%)
130.5
199.9
158.3
Vitamin C
Konsumsi (mg)
26.0
24.3
25.2
Kecukupan (mg)
59.8
55.0
57.4
Tingkat Kecukupan (%)
43.5
44.2
43.8
38
Tabel 17 menunjukkan bahwa siswa yang diteliti memiliki rata-rata tingkat
kecukupan energi dan protein yang tergolong kurang. Rata-rata tingkat
kecukupan lemak dan tingkat kecukupan vitamin A siswa laki-laki maupun
perempuan tergolong normal. Rata-rata tingkat kecukupan kalsium, besi, dan
vitamin C siswa masih tergolong kurang. Berdasarkan gambaran pola di atas,
konsumsi siswa yang diteliti kurang energi, protein, dan mineral, namun tinggi
lemak. Hal ini dapat dilihat dari jenis makanan yang dikonsumsi siswa yaitu
sebagian besar berasal dari pangan sumber lemak dan sumber pangan hewani.
Pengaturan makanan harus dapat mencukupi kebutuhan zat gizi esensial yang
bertujuan untuk meningkatkan performa fisik dan mengganti zat-zat gizi yang
berkurang akibat digunakan untuk aktivitas sehari-hari.
Energi
Makanan seorang siswa harus memenuhi semua zat gizi yang dibutuhkan
untuk mengganti zat-zat gizi dalam tubuh yang berkurang akibat aktivitas seharihari. Menu seseorang harus mengandung semua zat gizi yang diperlukan yaitu
karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air. Kebutuhan energi
seseorang berbeda-beda dipengaruhi oleh jenis kelamin, ukuran tubuh dan
tingkat aktivitas.
Nilai konsumsi energi dan zat gizi lain diperoleh berdasarkan recall 2x24
jam yaitu satu hari saat siswa sekolah dan satu hari saat siswa libur sekolah.
Tujuannya untuk dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi lebih optimal
dan memberikan variasi yang lebih besar tentang intik harian individu (Arisman
2004). Menurut Kusharto dan Sa’diyyah (2003), metode recall konsumsi yang
digunakan dalam penelitian memiliki kekurangan yaitu data yang dihasilkan
kurang akurat karena mengandalkan keterbatasan daya ingat seseorang dan
tergantung dari keahlian tenaga pencatat dalam mengkonversi ukuran rumah
tangga (urt) kedalam satuan berat, Hasil dari perhitungan dibandingkan dengan
angka kecukupan energi dan zat gizi lainnya. Angka kecukupan energi diperoleh
dari WKNPG tahun 2004 karena sudah disesuaikan dengan kondisi tubuh orang
Indonesia. Tingkat kecukupan energi siswa dapat dilihat pada tabel 18.
39
Tabel 18 Sebaran siswa menurut tingkat kecukupan energi dan jenis kelamin
Jenis Kelamin
Tingkat Kecukupan Energi
Laki-Laki
Perempuan
n
%
n
%
Defisit tingkat berat (<70%)
7
31.8
1
2.2
Defisit tingkat sedang (70-79%)
6
27.3
2
4.3
Defisit tingkat ringan (80-89%)
8
36.4
17
37.0
Normal (90-119%)
1
4.5
24
52.2
Kelebihan (>120%)
0
0
2
4.3
Total
22
100
46
100
Rata-rata
76.0 ± 11.8
96.2 ± 14.1
Tabel 18 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa laki-laki memiliki
tingkat kecukupan energi yang tergolong defisit ringan yaitu sebesar (36,4%).
Siswa perempuan memilki tingkat kecukupan energi yang tergolong normal yaitu
sebesar (52,2%). Rata-rata konsumsi energi siswa adalah 1627 Kal, dengan
rata-rata konsumsi energi siswa laki-laki 1652 Kal dan perempuan 1602 Kal.
Hasil uji t test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara
jenis kelamin dengan tingkat kecukupan energi siswa (p<0,01). Konsumsi energi
yang berlebih ataupun yang kurang tidak baik bagi siswa, karena dapat
mengganggu aktivitas siswa sehari-hari. Sumber bahan pangan energi yang
dikonsumsi siswa setiap harinya dapat dilihat pada tabel 19.
Tabel 19 Sebaran siswa menurut bahan pangan sumber energi
Konsumsi perhari (gram)
Bahan Pangan Sumber
Energi
Laki-laki
Perempuan
Beras
350
370.7
Mie
10.5
2.7
Bubur
16.1
17.4
Roti
13.5
12.2
Donat
23,8
15.4
Biskuit
1.8
1.8
Tabel 19 menunjukkan bahan pangan sumber energi yang banyak
dikonsumsi adalah beras, mie, bubur, roti, donat, dan biskuit. Hal ini dapat
menunjukkan bahwa siswa masih belum mencukupi konsumsi bahan pangan
sumber energi, sehingga menyebabkan konsumsi energi masih kurang. Peranan
energi dalam kegiatan sehari-hari penting diperhatikan, misalnya kelelahan dapat
terjadi akibat tidak cukupnya ketersediaan energi yang diperlukan dari glikogen
otot atau glukosa darah. Konsumsi energi yang rendah (mengalami defisit)
sangat tidak baik bagi siswa. Hal ini disebabkan dapat mengganggu kegiatan
aktivitas sehari-hari. Oleh karena itu, konsumsi makanan secara baik dan optimal
mampu
memelihara
ketersediaan
kemampuan kerja yang baik.
yang
cukup
sehingga
menghasilkan
40
Protein
Protein adalah zat gizi utama yang berfungsi untuk pertumbuhan,
pembangun, memperbaiki jaringan yang rusak, dan pembentuk enzim. Protein
adalah sumber yang miskin untuk penyediaan energi dalam periode yang cepat,
karena energi masih dapat terpenuhi dari karbohidrat dan lemak. Protein bagi
usia remaja sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan pembentuk tubuh guna
mencapai tinggi badan yang optimal. Sumber protein dapat berasal dari hewani
dan nabati. Protein asal hewani seperti daging (dianjurkan daging yang tidak
berlemak), ayam, ikan, telur dan susu. Sumber protein nabati yang dianjurkan
adalah tahu, tempe, dan kacang-kacangan (kacang tanah, kedelai dan kacang
hijau). Kebutuhan protein dari makanan sekitar 10-15% dari total kebutuhan
energi. Tingkat kecukupan protein dapat dilihat pada tabel 20.
Tabel 20 Sebaran siswa menurut tingkat kecukupan protein dan jenis kelamin
Jenis Kelamin
Laki-Laki
Perempuan
Tingkat Kecukupan Protein
n
%
n
%
Defisit tingkat berat (<70%)
6
27.3
3
6.5
Defisit tingkat sedang (70-79%)
5
22.7
7
15.2
Defisit tingkat ringan (80-89%)
4
18.2
8
17.4
Normal (90-119%)
7
31.8
19
41.3
Kelebihan (>120%)
0
0
9
19.6
Total
22
100
46
100
Rata-rata
77.2 ± 18.9
98.5 ± 21.1
Tabel 20 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa laki-laki memiliki
tingkat kecukupan protein yang tergolong normal yaitu sebesar (31,8%). Siswa
perempuan memilki tingkat kecukupan protein yang tergolong normal yaitu
sebesar (41,3%). Rata-rata konsumsi protein siswa adalah 41,5 gram, dengan
rata-rata konsumsi protein siswa laki-laki 42,1 gram dan perempuan 40,9 gram.
Hasil uji t test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara
jenis kelamin dengan tingkat kecukupan protein siswa (p<0,01). Hal ini
dikarenakan kebutuhan protein siswa perempuan sebenarnya lebih rendah
dibandingkan siswa laki-laki, tetapi konsumsi proteinnya tinggi. Konsumsi protein
yang tinggi dikarenakan siswa senang mengkonsumsi pangan sumber protein
dan siswa yang diteliti tidak memiliki alergi terhadap jenis pangan tertentu.
Asupan protein yang berlebih dapat menimbulkan efek negatif bagi hati dan ginjal
karena organ-organ ini harus bekerja merombak dan mengeluarkan kelebihan
protein tersebut. Sumber bahan pangan protein yang dikonsumsi siswa setiap
harinya dapat dilihat pada tabel 21.
41
Tabel 21 Sebaran siswa menurut bahan pangan sumber protein
Konsumsi perhari (gram)
Bahan Pangan Sumber
Protein
Laki-laki
Perempuan
Daging
17.9
3.3
Hati ayam
0
1.5
Telur
14.2
12.8
Ikan
13.7
13.5
Tahu
8.3
9.4
Tempe
10.9
25.3
Tabel 21 menunjukkan bahan pangan sumber protein yang banyak
dikonsumsi adalah daging, hati ayam, telur, ikan, tahu, dan tempe. Hal ini dapat
menunjukkan bahwa siswa masih belum mencukupi konsumsi bahan pangan
sumber protein, sehingga menyebabkan konsumsi protein masih kurang.
Menurut Husaini (2000) seorang remaja sesungguhnya hanya membutuhkan 50
sampai 80 g protein per hari. Jika protein yang dikonsumsi lebih banyak dari
yang dibutuhkan, maka kelebihan protein disimpan dalam bentuk lemak yang
pada akhirnya dapat menimbulkan kegemukan. Selain itu, setiap orang yang
terlalu banyak mengkonsumsi protein, akan lebih sering buang air kecil karena
protein di dalam tubuh dicerna menjadi urea yaitu suatu senyawa dalam bentuk
sisa yang harus dibuang melalui urin. Terlalu banyak atau sering buang air kecil
akan menjadi beban yang berat bagi ginjal dan meningkatkan resiko terhadap
dehidrasi atau kekurangan cairan.
Lemak
Lemak dalam tubuh berperan sebagai cadangan energi, pelarut vitamin
A, D, E, dan K, komponen penyusun membran sel, melindungi organ-organ
dalam dan mempertahankan suhu tubuh. Lemak merupakan sumber zat gizi
yang ideal untuk tubuh sebab setiap molekul mengandung zat gizi yang besar,
mudah diangkut, dan diubah bila diperlukan. Satu gram lemak mengandung 9
kkal, dua kali dari jumlah zat gizi yang dikandung oleh karbohidrat dan protein
(Wijaya 2010). Seseorang dianjurkan mengkonsumsi lemak 20-25% kebutuhan
zat gizi, terdiri dari lemak jenuh kurang dari 10%, lemak tidak jenuh tunggal 1015%, dan lemak jenuh ganda kurang dari 10% (Macmillan 1993). Tingkat
kecukupan lemak siswa dapat dilihat pada tabel 22.
42
Tabel 22 Sebaran siswa menurut tingkat kecukupan lemak
dan jenis kelamin
Frekuensi
Tingkat Kecukupan Lemak
(gram)
n
%
Laki-Laki
- Kurang (<69.4 gram)
9
40.9
- Normal (≥69.4 gram)
13
59.1
Total
22
100
Rata-rata
74.8 ± 21.7
Perempuan
- Kurang (<55.6 gram)
0
0
- Normal (≥ 55.6 gram)
46
100
Total
46
100
Rata-rata
91.2 ± 22.0
Tabel 22 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa laki-laki (59,1%) dan
siswa perempuan (100%) memiliki tingkat kecukupan lemak yang normal. Ratarata konsumsi lemak siswa adalah 50,7 gram, dengan konsumsi lemak siswa
laki-laki 49.6 gram dan perempuan 51.7 gram. Hasil uji t test menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara jenis kelamin dengan tingkat
kecukupan lemak siswa (p<0,01). Hal ini disebabkan oleh kebutuhan lemak
siswa perempuan lebih rendah dibandingkan siswa laki-laki, namun konsumsinya
cukup tinggi pada siswa perempuan. Metabolisme lemak menghabiskan lebih
banyak oksigen dibandingkan dengan karbohidrat (Depkes 2002). Selain itu,
siswa dianjurkan membatasi konsumsi lemak secara berlebih. Sumber bahan
pangan lemak yang dikonsumsi siswa setiap harinya dapat dilihat pada tabel 23.
Tabel 23 Sebaran siswa menurut bahan pangan sumber lemak
Konsumsi perhari (gram)
Bahan Pangan Sumber
Lemak
Laki-laki
Perempuan
Daging sapi
4.5
2.9
Telur
14.2
12.8
Ayam berkulit
1.3
2.4
Minyak
6.8
12.1
Tabel 23 menunjukkan bahan pangan sumber lemak yang banyak
dikonsumsi adalah daging sapi, telur, ayam berkulit, dan minyak. Hal ini dapat
menunjukkan bahwa siswa sudah mencukupi konsumsi bahan pangan sumber
lemak, sehingga menyebabkan konsumsi lemak yang normal. Lemak merupakan
sumber energi yang penting untuk kontraksi otot selama proses aktivitas seharihari (Primana 2000). Walaupun demikian, mengkonsumsi lemak secara
berlebihan sering mengakibatkan peningkatan trigliserida, kolesterol total, dan
LDL kolesterol sehingga dapat meningkatkan risiko kesehatan.
Lemak
merupakan zat gizi penghasil energi terbesar, namun siswa tidak dianjurkan
43
mengkonsumsi lemak berlebihan karena lemak merupakan sumber energi yang
tidak ekonomis pemakaiannya.
Kalsium (Ca)
Fungsi utama kalsium dalam tubuh adalah peranannya dalam tulang, gigi,
mempertahankan irama kontraksi otot, denyut nadi, dan sistem saraf (Hoeger &
Hoeger 2005). Lebih dari 99% kalsium tubuh total terdapat di dalam tulang. Bila
kadar kalsium darah rendah akibat asupan kurang, tubuh akan mengambil
kalsium dari tulang. Jika tanpa 1% kalsium ini, maka otot akan mengalami
gangguan kontraksi, darah sulit membeku, dan transmisi saraf terganggu.
Kebutuhan kalsium pada remaja laki-laki dan perempuan dengan usia 16-18
tahun adalah 1000 mg (WKNPG 2004). Tingkat kecukupan kalsium siswa dapat
dilihat pada tabel 24.
Tabel 24 Sebaran siswa menurut tingkat kecukupan kalsium
dan jenis kelamin
Jenis Kelamin
Laki-Laki
Perempuan
Tingkat Kecukupan
Kalsium
n
%
n
%
Kurang (<77%)
21
95.5
34
73.9
Cukup (≥77%)
1
4.5
12
26.1
Total
22
100
46
100
Rata-rata
50.7 ± 21.1
57.4 ± 41.1
Tabel 24 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa laki-laki (95,5%) dan
siswa perempuan (73,9%) memiliki tingkat kecukupan kalsium yang kurang.
Rata-rata konsumsi kalsium siswa adalah 309,3 mg, dengan konsumsi kalsium
siswa laki-laki 302,8 mg dan perempuan 315,7 mg. Absorpsi kalsium pada lakilaki lebih tinggi dibandingkan perempuan. Beberapa faktor yang meningkatkan
absorpsi kalsium seperti tingkat kebutuhan kalsium, vitamin D, asam klorida
lambung, dan makanan berlemak. Sedangkan faktor yang menghambat absorspi
kalsium seperti kekurangan vitamin D, makanan yang mengandung asam
oksalat, dan makanan tinggi serat. Sumber bahan pangan kalsium yang
dikonsumsi siswa setiap harinya dapat dilihat pada tabel 25.
Tabel 25 Sebaran siswa menurut bahan pangan sumber kalsium
Konsumsi perhari (gram)
Bahan Pangan Sumber
Kalsium
Laki-laki
Perempuan
Susu
2.5
5.3
Ikan
13.7
13.5
Kacang-kacangan
2.1
3.1
Sayuran
5.8
6.3
44
Tabel 25 menunjukkan bahan pangan sumber kalsium yang banyak
dikonsumsi adalah susu, ikan, kacang-kacangan, dan sayuran. Siswa yang
memiliki tingkat kecukupan kalsium yang kurang disebabkan karena siswa
tersebut setiap harinya kurang mengkonsumsi sumber pangan tersebut. Selain
itu, kebiasaan makan siswa kurang rajin mengkonsumsi susu sehingga
kebiasaan ini dibawa hingga siswa tersebut beranjak remaja. Pangan sumber
kalsium adalah sayuran hijau (bayam, brokoli, sawi), ikan teri, udang kering, tahu,
kacang-kacangan, salmon, sardine, susu dan hasil olahannya.
Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan
gangguan pertumbuhan sehingga tulang kurang kuat, mudah bengkok, dan
rapuh (osteoporosis) (Almatsier 2004). Menurut Rumawas (2000), kepadatan
tulang yang rendah saat remaja akan mempercepat terjadinya osteoporosis pada
saat usia lanjut. Kepadatan tulang pada saat usia lanjut tergantung pada
pencapaian
puncak
pembentukan
massa
tulang
saat
pertumbuhan.
Pertumbuhan tulang berlangsung lambat saat anak-anak dan menjadi sangat
cepat selama remaja dan makin menurun kembali dengan bertambahnya usia.
Zat Besi (Fe)
Fungsi zat besi (Fe) sangat penting bagi tubuh. Zat besi adalah suatu
komponen dari berbagai enzim yang mempengaruhi seluruh reaksi kimia penting
di dalam tubuh. Konsumsi Fe yang kurang akan mengalami kekurangan
hemoglobin dan hal ini dapat menimbulkan keluhan kurang nafsu makan, kurang
darah (anemia), dan kemampuan fisik menurun. Absorpsi besi dapat ditingkatkan
bila mengkonsumsinya bersama dengan daging atau makanan yang kaya
vitamin C. Bahan pangan mengandung zat besi dalam dua macam bentuk yaitu
zat besi heme pada produk hewani dan zat besi non heme pada produk nabati.
Zat besi heme diabsorpsi lebih baik daripada non heme. Remaja membutuhkan
zat besi (Fe) untuk meningkatkan kemampuan belajar dan prestasi belajarnya.
Kecukupan zat besi (Fe) berdasarkan WKNPG tahun 2004 pada remaja dengan
usia 16-19 tahun adalah remaja laki-laki sebsar 15 mg, dan remaja perempuan
adalah 23 mg. Tingkat kecukupan besi siswa dapat dilihat pada tabel 26.
45
Tabel 26 Sebaran siswa menurut tingkat kecukupan besi
dan jenis kelamin
Jenis Kelamin
Tingkat Kecukupan
Besi
Laki-Laki
Perempuan
n
%
n
%
Kurang (<77%)
22
100
42
91.3
Cukup (≥77%)
0
0
4
8.7
Total
22
100
46
100
Rata-rata
44.8 ± 12.5
53.7 ± 27.9
Tabel 26 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa laki-laki (100%) dan
siswa perempuan (91,3%) memiliki tingkat kecukupan besi yang kurang.
Rata-
rata konsumsi besi siswa adalah 11,3 mg, dengan konsumsi besi siswa laki-laki
10,3 mg dan perempuan 12,3 mg. Zat besi diperlukan dalam pembentukan
Hemoglobin (Hb). Hemoglobin berfungsi mentranspor O2 dari paru-paru ke selsel tubuh dan membawa CO2 dari paru-paru untuk diekskresikan ke udara
pernapasan. Menurut llyas (2000) konsumsi Fe yang kurang akan membuat
kekurangan hemoglobin sehingga dapat menyebabkan kurang nafsu makan,
anemia, dan kemampuan fisik siswa akan menurun bahkan untuk latihan ringan
lama sekalipun. Sumber bahan pangan besi yang dikonsumsi siswa setiap
harinya dapat dilihat pada tabel 27.
Tabel 27 Sebaran siswa menurut bahan pangan sumber besi
Konsumsi perhari (gram)
Bahan Pangan Sumber Besi
Laki-laki
Perempuan
Daging
17.9
3.3
Ikan
13.7
13.5
Kacang-kacangan
2.1
3.1
Sayuran
5.8
6.3
Tabel 27 menunjukkan bahan pangan sumber besi yang banyak
dikonsumsi adalah daging, ikan, kacang-kacangan, dan sayuran. Siswa banyak
mengkonsumsi pangan sumber besi, terutama pangan sumber protein hewani
dan sayuran hijau. Mineral sangat penting bagi tubuh karena dibutuhkan untuk
proses sintesis, aktivator reaksi dalam tubuh, dan juga komponen sistem enzim.
Bila asupan mineral besi dan kalsium kurang dan berlangsung lama, maka akan
berakibat pada penurunan aktivitas seseorang. Jika kelebihan mineral dalam
tubuh juga dapat menyebabkan keracunan.
Vitamin A
Vitamin A banyak mempunyai fungsi penting dalam fungsi penglihatan,
kesehatan tulang, gigi, kulit dan rambut, mencegah infeksi, dan sebagai zat
antioksidan (Hoeger & Hoeger 2005). Pada anak-anak dan remaja, vitamin A
46
juga dapat berpengaruh terhadap sintensis protein dalam pertumbuhan sel
(Almatsier 2004). Pangan sumber vitamin A yang berasal dari hewani seperti
telur, daging, susu, keju, hati, dan minyak ikan. Sumber vitamin A nabati berupa
beta karoten seperti wortel, ubi, brokoli, bayam, dan sayuran daun hijau. Sayuran
dan buah-buahan sumber beta karoten ini bebas lemak dan kolesterol. Angka
kecukupan vitamin A berdasarakan WKNPG tahun 2004 yaitu untuk remaja
dengan usia 16-19 tahun yaitu remaja laki-laki sebesar 600 RE dan remaja
perempuan sebesar 500 RE. Tingkat kecukupan vitamin A siswa dapat dilihat
pada tabel 28.
Tabel 28 Sebaran siswa menurut tingkat kecukupan vitamin A
dan jenis kelamin
Jenis Kelamin
Tingkat Kecukupan
Vitamin A
Laki-Laki
Perempuan
n
%
n
%
Kurang (<77%)
5
22.7
4
8.7
Cukup (≥77%)
17
77.3
42
91.3
Total
22
100
46
100
Rata-rata
130.5 ± 61.3
199.9 ± 122.1
Tabel 28 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa laki-laki (77,3%) dan
siswa perempuan (91,3%) memiliki tingkat kecukupan vitamin A yang cukup.
Rata-rata konsumsi vitamin A siswa adalah 907,2 RE, dengan konsumsi vitamin
A siswa laki-laki 897,1 RE dan perempuan 917,3 RE. Kurangnya tingkat
kecukupan vitamin A disebabkan karena beberapa siswa kurang mengkonsumsi
pangan sumber tersebut pada saat dilakukan recall. Sumber bahan pangan
vitamin A yang dikonsumsi siswa setiap harinya dapat dilihat pada tabel 29.
Tabel 29 Sebaran siswa menurut bahan pangan sumber vitamin A
Konsumsi perhari (gram)
Bahan Pangan Sumber
Vitamin A
Laki-laki
Perempuan
Sayuran
5.8
6.3
Buah-buahan
3.8
4.2
Minyak kelapa sawit
6,8
12.1
Tabel 29 menunjukkan bahan pangan sumber vitamin A yang banyak
dikonsumsi adalah sayuran, buah-buahan (semangka, pepaya, melon, dll), dan
minyak kelapa sawit. Kekurangan vitamin A akan menyebabkan tubuh mudah
terkena penyakit dan gangguan penglihatan. Sebaliknya, jika kelebihan vitamin A
juga bersifat toksik bagi tubuh. Bahan pangan sumber vitamin A yang banyak
dikonsumsi siswa berasal dari telur, wortel, bayam, serta sayur dan buah lainnya.
47
Vitamin C
Vitamin C mempunyai banyak fungsi di dalam tubuh seperti sebagai
koenzim atau kofaktor. Vitamin C juga mampu mereduksi besi feri menjadi fero di
dalam usus halus sehingga mudah diabsorspsi, meningkatkan daya tahan tubuh,
pembentukan jaringan kolagen, dan merupakan zat antioksidan yang dapat
mencegah oksidasi radikal bebas. Tujuan dari pemberian antioksidan vitamin dan
mineral adalah untuk mencegah kerusakan struktur biologi sel tubuh dan
memperlambat terjadinya kelelahan selama melakukan aktivitas (Wijaya 2010).
Pangan sumber vitamin C seperti jeruk, melon, pepaya, stroberi, jambu, kiwi,
mangga, brokoli, tomat, kol, dan bayam. Angka kecukupan vitamin C
berdasarkan WKNPG 2004 untuk laki-laki usia 16-18 yaitu 90 mg dan
perempuan usia 16-18 tahun yaitu 75 mg.
Tabel 30 Sebaran siswa menurut tingkat kecukupan vitamin C
dan jenis kelamin
Jenis Kelamin
Tingkat kecukupan
Laki-Laki
Perempuan
vitamin C
n
%
n
%
Kurang (<77%)
19
86.4
40
86.9
Cukup (≥77%)
3
13.6
6
13.1
Total
22
100
46
100
Rata-rata
43.5 ± 27.8
44.2 ± 25.5
Tabel 30 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa laki-laki (86,4%) dan
siswa perempuan (86,9%) memiliki tingkat kecukupan vitamin C yang kurang.
Rata-rata konsumsi vitamin C siswa adalah 25,2 mg, dengan konsumsi vitamin C
siswa laki-laki 26,0 mg dan perempuan 24,3 mg. Kurangnya tingkat kecukupan
vitamin C disebabkan karena sebagian siswa masih kurang mengkonsumsi
pangan sumber vitamin C tersebut. Sumber bahan pangan vitamin C yang
dikonsumsi siswa setiap harinya dapat dilihat pada tabel 31.
Tabel 31 Sebaran siswa menurut bahan pangan sumber vitamin C
Konsumsi perhari (gram)
Bahan Pangan Sumber
Vitamin C
Laki-laki
Perempuan
Sayuran
5.8
6.3
Buah
3.8
4.2
Tabel 31 menunjukkan bahan pangan sumber vitamin C yang banyak
dikonsumsi adalah sayuran, dan buah-buahan (jambu, jeruk, dll). Vitamin C tidak
disimpan dalam tubuh. Pada umumnya kelebihan vitamin C akan dibuang melalui
urin, namun jika kekurangan vitamin C bisa menyebabkan sariawan, gusi
berdarah, kulit menjadi kering, mulut menjadi kering, dan mempengaruhi daya
imunitas seseorang (Almatsier 2004).
48
Tekanan Darah
Tekanan Darah Sistolik
Tekanan darah arterial merupakan kekuatan tekanan darah ke dinding
pembuluh darah yang menampungnya. Tekanan darah sistolik merupakan
tekanan yang dihasilkan otot jantung yang mendorong darah dari bilik kiri jantung
ke aorta (tekanan pada saat jantung berkontraksi) (Pearce 1997). Tinggi
rendahnya tekanan darah dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu curahan
jantung (cardiac output) dan tekanan resistensi pembuluh darah perifer. Tekanan
darah tersebut dapat berubah-ubah tergantung waktu dan keadaan siswa pada
saat pengukuran. Tingginya tekanan sistol berhubungan dengan besarnya curah
jantung, sedangkan tingginya tekanan diastol berhubungan dengan besarnya
resistensi perifer. Tekanan darah normal pada umumnya berkisara pada rata-rata
nilai normal tekanan sistolik sekitar 120 mmHg dan tekanan diastolik 80 mmHg
(National Institutes of Health 2010). Klasifikasi tekanan darah sistolik siswa dibagi
menjadi empat kategori, yaitu normal (<120 mmHg), prehipertensi (120-139
mmHg), hipertensi tk. 1 (140-159 mmHg), dan hipertensi tk. 2 (≥160 mmHg).
Tekanan darah siswa diukur dengan menggunakan Automatic Blood Pressure
Monitor. Tekanan sistolik siswa dapat dilihat pada tabel 32.
Tabel 32 Sebaran siswa menurut tekanan darah sistolik dan jenis kelamin
Jenis Kelamin
Laki-Laki
Perempuan
Tekanan Darah Sistol (mmHg)
n
%
n
%
Normal (<120 mmHg)
10
45.5
27
58.7
Prehipertensi (120-139 mmHg)
12
54.5
19
41.3
Total
22
100
46
100
Rata-rata
119.4 ± 5.9
115.1 ± 11.9
Tabel 32 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa laki-laki memiliki
tekanan darah sistolik yang tergolong prehipertensi yaitu sebesar 54,5%,
sedangkan sebagian besar siswa perempuan memiliki tekanan darah sistolik
yang normal yaitu sebesar 58,7%. Siswa laki-laki yang memiliki tekanan darah
sistolik yang normal sebesar 45,5%, dan siswa perempuan yang memiliki
tekanan darah sistolik yang tergolong prehipertensi sebesar 41,3%. Rata-rata
tekanan sistolik siswa laki-laki 119,4 mmHg cenderung lebih tinggi dibandingkan
dengan siswa perempuan yaitu 115,1 mmHg. Berdasarkan hasil pengukuran
tekanan darah sistolik siswa berkisar antara 94 sampai 137 mmHg. Tekanan
darah pada pria lebih tinggi 5 mmHg sampai 10 mmHg dibandingkan tekanan
darah pada perempuan (Pearce 1997). Banyaknya siswa yang memilii tekanan
darah prehipertensi dapat disebabkan karena siswa laki-laki dan perempuan
49
memiliki persentase lemak tubuh yang termasuk agak tinggi dan tinggi. Hasil uji t
test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara jenis
kelamin dengan tekanan darah sistol siswa (p>0,05). Selain faktor curah antung
dan resistensi perifer, tingginya tekanan darah pada siswa laki-laki dapat
disebakan karena ada beberapa siswa yang memiliki kebiasaan merokok dan
mengkonsumsi kopi.
Tekanan Darah Diastolik
Tekanan darah diastolik merupakan tekanan pada dinding arteri dan
pembuluh darah akibat mengendurnya otot jantung (tekanan pada saat jantung
berelaksasi) (Pearce 1997). Klasifikasi tekanan darah sistolik siswa dibagi
menjadi empat kategori, yaitu normal (<80 mmHg), prehipertensi (80-89 mmHg),
hipertensi tk.1 (90-99 mmHg), dan hipertensi tk. 2 (≥100 mmHg).
Tekanan
diastolik siswa dapat dilihat pada tabel 33.
Tabel 33 Sebaran siswa menurut tekanan darah diastolik dan jenis kelamin
Jenis Kelamin
Laki-Laki
Perempuan
Tekanan Darah Diastol (mmHg)
n
%
n
%
Normal (<80 mmHg)
14
63.6
25
54.3
Prehipertensi (80-89 mmHg)
8
36.4
21
45.7
Total
22
100
46
100
Rata-rata
77.9 ± 9.8
78.4 ± 7.8
Tabel 33 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa laki-laki memiliki
tekanan darah diastolik yang tergolong normal yaitu sebesar 63.6%, sedangkan
sebagian besar siswa perempuan memiliki tekanan darah diastolik yang normal
yaitu sebesar 54,3%. Rata-rata tekanan diastolik siswa laki-laki 77,9 mmHg
cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan siswa perempuan yaitu 78,4 mmHg.
Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah diastolik diperoleh hasil tekanan
darah diastolik siswa berkisar antara 62 sampai 90 mmHg. Hasil uji t test
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara jenis
kelamin dengan tekanan darah diastol siswa (p>0,05).
Denyut Nadi
Darah yang didorong ke aorta selama sistolik tidak hanya bergerak maju
dalam pembuluh darah, tetapi juga menimbulkan gelombang bertekanan yang
berjalan sepanjang arteri. Gelombang bertekanan meregang didnding arteri
sepanjang perjalanannya dan regangan dapat diraba sebagai denyut (Ganong
1998). Pengukuran denyut nadi pada arteri brankhialis dengan menggunakan
Automatic Blood Pressure Monitor. Denyut nadi siswa dikategotikan menjadi tiga,
50
yaitu bradikardi (<60 denyut/menit), normal (60-80 denyut/menit), dan takikardi
(>80 denyut/menit) ( Pearce 1997). Denyut nadi siswa dapat dilihat pada tabel
34.
Tabel 34 Sebaran siswa menurut denyut nadi dan jenis kelamin
Jenis Kelamin
Denyut Nadi (kali/menit)
Laki-Laki
Perempuan
n
%
n
%
Normal (60-80 denyut/menit)
11
50.0
4
8.7
Takikardi (>80denyut/menit)
11
50.0
42
91.3
Total
22
100
46
100
Rata-rata
81.3 ± 6.2
91.1 ± 5.5
Tabel 34 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa laki-laki memiliki
denyut nadi yang termasuk normal yaitu sebanyak 50,0%. Sebanyak 91,3%
siswa perempuan memiliki denyut nadi yang termasuk dalam kategori takikardi.
Denyut nadi normal berkisar antara 60-80 denyut/menit (Pearce 1997). Rata-rata
denyut nadi siswa perempuan 91,1 denyut/menit cenderung lebih tinggi
dibandingkan dengan siswa laki-laki yaitu 81,3 denyut/menit. Berdasarkan hasil
pengukuran denyut nadi diperoleh hasil denyut nadi siswa berkisar antara 71
sampai 91 denyut/menit. Hasil uji t test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
yang signifikan antara jenis kelamin dengan denyut nadi siswa (p<0,05). Hal
tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah tingkat
konsumsi besi pada siswa laki-laki maupun perempuan masih sangat kurang,
sehingga dapat menyebabkan denyut nadi siswa tersebut menjadi takikardi.
Selain itu jenis kelamin, umur, suhu, dan tingkat emosi siswa pada saat
pengukuruan. Kenaikan suhu pada saat pengukuran akan meningkatkan
metabolisme yang selanjutnya akan meningkatkan kecepatan irama jantung.
Selain
itu,
faktor
kebiasaan
merokok
dan
mengkonsumsi
kopi
dapat
meningkatkan beban kerja sistem kardiovaskular, sehingga dapat meningkatkan
denyut nadi.
Uji Korelasi antar Variabel
Uji korelasi Rank Spearman digunakan untuk menguji hubungan antara
status gizi (IMT/U) dengan berbagai variabel, diantaranya adalah hubungan
antara status gizi dengan pengetahuan gizi, status gizi dengan tingkat kecukupan
energi, status gizi dengan tingkat kecukupan protein, status gizi dengan tingkat
kecukupan lemak, status gizi dengan tingkat kecukupan kalsium, status gizi
dengan tingkat kecukupan besi, status gizi dengan denyut nadi, dan status gizi
dengan tekanan darah siswa. Uji hubungan antara status gizi (IMT/U) dengan
51
berbagai variabel dapat dilihat pada tabel 35.
Tabel 35 Uji korelasi antara status gizi (IMT/U) dengan berbagai variabel
Variabel
r
p
Pengetahuan gizi
0.170
0.165
Tingkat kecukupan energi
0.364
0.002
Tingkat kecukupan protein
0.247
0.042
Tingkat kecukupan kalsium
0.146
0.234
Tingkat kecukupan besi
-0.037
0.762
Denyut nadi
-0.184
0.133
Tekanan darah
-0.034
0.781
Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa status gizi (IMT/U)
tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan pengetahuan gizi, hal ini
menunjukkan semakin tinggi pengetahuan gizinya maka tidak berpengaruh pada
status gizinya. Tetapi hal ini tidak sesuai terhadap literatur yang ada, menurut
Mariani (2002) bahwa semakin tinggi pengetahuan gizi seseorang diharapkan
semakin baik pula keadaan gizinya. Hubungan antara status gizi (IMT/U) tingkat
kecukupan energi dan protein menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan, hal ini dapat dikarenakan status gizi merupakan akumulasi asupan zat
gizi dan sebagian besar contoh yang memiliki status gizi normal memiliki
konsumsi energi dan protein yang cukup. Hubungan antara status gizi (IMT/U)
tingkat kecukupan kalsium dan besi menunjukkan bahwa tidak terdapat
hubungan yang signifikan, hal ini dapat dikarenakan sebagian besar contoh yang
memiliki status gizi normal memiliki konsumsi kalsium dan besi yang rendah
pada
saat
dilakukan
wawancara
recall.
Karena
metode
recall
hanya
mengandalakan daya ingat dan kemampuan contoh dalam memperkirakan
ukuran makan yang telah dikonsumsi. Hubungan status gizi dengan denyut nadi
dan tekanan darah menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan yang signifikan,
hal ini dapat dikarenakan denyut nadi dan tekanan darah tidak hanya dipengaruhi
oleh status gizi, tetapi dipengaruhi juga oleh jenis kelamin, faktor aktifitas, usia,
dan tingkat stress. Hasil uji korelasi Rank Spearman antara persentase lemak
tubuh dengan denyut nadi dan tekanan darah dapat dilihat pada Tabel 36.
Tabel 36 Uji korelasi antara persentase lemak tubuh dengan berbagai variabel
Variabel
Denyut Nadi
Tekanan Darah
r
0.346
-0.095
p
0.004
0.439
Uji korelasi Rank Spearman antara persentase lemak tubuh dengan
denyut nadi menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan, hal ini
berarti semakin tinggi persentase lemak tubuh berhubungan dengan semakin
tingginya denyut nadi. Apabila persentase lemak tubuh seseorang tersebut tinggi
52
dapat berdampak terhadap fungsi biologis dan hormonal, terutama terhadap
fungsi kerja jantung yang harus memompa darah lebih cepat, namun pada
pembuluh darah terdapat hambatan dari lemak sehingga menyebabkan denyut
nadi cepat. Jumlah lemak yang berlebih dalam tubuh dapat menghambat
kemampuan tubuh untuk melakukan aktivitas yang akan menurunkan daya tahan
jantung paru. Uji korelasi antara persentase lemak tubuh dengan tekanan darah
menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan. Hal ini disebabkan
karena tekanan darah pada siswa masih tergolong prehipertensi.
Download