HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 6 Pandeglang terletak di Jl. Pendidikan No. 2 Ciekek Pandeglang. Sekolah ini didirikan pada tanggal 8 Oktober 2001. Sekolah yang dipimpin oleh Drs. H. Suherman, M.Pd ini memiliki visi : Unggul dalam prestasi, teladan dalam imtaq. Misi dari sekolah ini adalah : a). Manajemen partisipasi dalam melibatkan semua warga sekolah, komite, guna meningkatkan budaya kerja, disiplin, dan tertib administrasi dalam pengelolaan sekolah dengan bernuansa Ahklakul Karimah. B). Melaksanakan pembelajaran yang efektif dan efisien, untuk meningkatkan mutu yang mampu bersaing dengan dilandasi iman yang kuat. C). Menumbuhkan aktivitas warga sekolah dalam kegiatan ekstrakurikuler, baik akademik maupun non akademik sehingga menghasilkan prestasi terbaik dibidangnya. D). Meningkatkan kerjasama melalui jaringan teknologi informasi dan komunikasi dengan menerapkan sekolah dan masyarakat yang bernuansa islami. E). Meningkatkan sarana perpustakaan dan laboratorium untuk menumbuhkan budaya membaca dan sikap ilmiah sebagai upaya peningkatan mutu sumber daya manusia madani. F). Menciptakan lingkungan yang BERKAH (Bersih, Elok, Ramah, Kuat, Aman,dan Hidup) sehingga terbentuk suasana belajar yang kondusif. SMA Negeri 6 Pandeglang memiliki luas tanah sebesar 6.850 m² dengan luas bangunan 2.032 m². Bangunan SMA terdiri dari 24 kelas, 3 laboratorium. Selain itu, sekolah ini dilengkapi dengan ruang kepala sekolah, ruang tata usaha, ruang guru, ruang perpustakaan, ruang kesenian, ruang koperasi siswa, ruang osis, ruang BK/BP, musholla, lapangan basket, lapangan futsal, lapangan voli, pos satpam, dan ruang PDS. Sekolah ini telah terakreditasi A, serta telah menerapkan kurikulum KTSP sejak tahun 2008. Jumlah guru di sekolah ini adalah 60 orang, yang terdiri dari 48 guru tetap (PNS), 1 orang guru kontrak, 6 orang guru tidak tetap (GKK), serta 5 orang guru Tenaga Kerja Kontrak (TKK). Jumlah staf Tata Usaha (TU) berjumlah 18 orang. Untuk jumlah siswa sekolah ini berjumlah 1009 siswa, yang terdiri dari 400 siswa kelas X, 309 siswa kelas XI, dan 300 siswa kelas XII. Rekapitulasi siswa SMA Negeri 6 Pandeglang dapat dilihat pada Tabel 4. 27 Tabel 4 Rekapitulasi siswa SMA Negeri 6 Pandeglang (2011/2012) Jenis Kelamin Kelas Laki-laki Perempuan n % n % X 174 39.5 219 38.9 XI 147 33.3 196 34.9 XII 120 27.2 147 26.2 Total 441 100 562 100 Karakteristik Siswa Karakteristik siswa merupakan gambaran mengenai siswa yang meliputi ciri fisik (antropometri). Karakteristik ini diperlukan sebagai gambaran yang jelas mengenai siswa yang dijadikan contoh dalam penelitian. Hal ini dimaksudkan sebagai penjelasan dalam memahami karakter siswa. Karakteristik siswa meliputi usia, berat badan, tinggi badan, dan persentase lemak tubuh. Usia Siswa yang digunakan dalam penelitian ini adalah Siswa SMA Negeri 6 Pandeglang Kelas XI IPA 1 dan XI IPA 2 berjumlah 70 orang sehingga seluruh populasi digunakan sebagai contoh dalam penelitian dengan metode purposive sampling, namun dalam perjalanan pengambilan data dua orang mengalami drop out karena sedang sakit ataupun ketidaklengkapan data. Dengan demikian, jumlah siswa yang dijadikan contoh dan dianalisis adalah 68 orang, yang terdiri dari 46 siswa perempuan dan 22 siswa laki-laki. Usia siswa dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5 Sebaran siswa menurut usia dan jenis kelamin Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Usia (tahun) n % n % 16 20 90.9 45 97.8 17 2 9.1 1 2.2 Total 22 100 46 100 Rata-rata 16.1 ± 0.3 16.0 ± 0.1 Seluruh populasi siswa berada pada usia 16 dan 17 tahun. Berdasarkan tabel 5 di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa perempuan (97,8%) berusia 16 tahun. Sebanyak 90.9% siswa laki-laki berada pada kelompok usia 16 tahun. Sebanyak 9,1% siswa laki-laki berada pada kelompok usia 17 tahun dan 2,2% siswa perempuan berusia 17 tahun. Usia semua siswa yang diteliti tergolong ke dalam usia remaja yaitu antara 10-18 tahun (Hardinsyah & Tambunan 2004) 28 Karakteristik Antropometri Metode antropometri merupakan pengukuran ukuran tubuh dan komposisi tubuh secara kasar. Pengukuran ini dipengaruhi oleh faktor usia, selain itu jenis kelaminpun mempengaruhi. Antropometri merupakan salah satu metode yang digunakan dalam melakukan penilaian status gizi secara langsung. Pengukuran antropometri mempunyai keuntungan dalam menyediakan informasi status gizi masa lampau yang tidak dapat diperoleh dengan teknik penilaian yang lain (Gibson 2005). Menurut Roedjito (1988) ukuran fisik seseorang berhubungan dengan status gizi. Oleh karena itu, ukuran antropometri diakui sebagai indeks yang paling baik dan dapat diandalkan dalam penentuan status gizi. Berat Badan. Siswa yang diteliti dilakukan pengukuran antropometri meliputi tinggi badan, berat badan, dan persentase lemak tubuh. Berat badan siswa diukur menggunakan timbangan injak bathscale. Berat badan siswa dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6 Sebaran siswa menurut berat badan dan jenis kelamin Jenis Kelamin Berat Badan Laki-Laki Perempuan (Kg) n % n % 35-49 1 4.5 37 80.4 50-65 19 86.4 7 15.2 > 65 2 9.1 2 4.3 Total 22 100 46 100 Rata-rata 55.5 ± 7.5 45.9 ± 6.1 Tabel 6 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa perempuan (80,4%) memiliki berat badan antara 35-49 kg. Sebanyak 86,4% siswa laki-laki memiliki berat badan antara 50-65 kg. Secara keseluruhan berat badan siswa laki-laki lebih berat daripada berat badan siswa perempuan. Rata-rata berat badan siswa laki-laki adalah 55,5 kg dan siswa perempuan adalah 45,9 kg. Hasil ini sudah memenuhi berat badan standar untuk remaja sesuai dengan Widya Karya Pangan dan Gizi (WKNPG) tahun 2004 yaitu laki-laki 48-80 kg dan perempuan 36-65 kg (Hardinsyah & Tambunan 2004). Tinggi Badan. Tinggi atau panjang badan merupakan indikator umum ukuran tubuh dan panjang tubuh yang menggambarkan pertumbuhan skeletal (Supariasa et al 2002). Pengukuran ini dengan menggunakan microtoise yang ditempel di dinding. Menurut Arisman (2004) tinggi badan diukur dalam keadaan berdiri tegak lurus, tanpa alas kaki, kedua tangan merapat ke badan, punggung 29 dan bokong menempel pada dinding, dan pandangan diarahkan ke depan. Tinggi badan siswa dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7 Sebaran siswa menurut tinggi badan dan jenis kelamin Jenis Kelamin Tinggi Badan Laki-Laki Perempuan (cm) n % n % ≤140 0 0 4 8.7 141-150 0 0 21 45.7 151-160 6 27.3 19 41.3 ≥161 16 72.7 2 4.3 Total 22 100 46 100 Rata-rata 161.1 ± 6.5 149.1 ± 5.8 Tabel 7 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa perempuan (45,7%) memiliki tinggi badan antara 141-150 cm. Sebagian besar siswa laki-laki memiliki tinggi badan lebih dari 161 cm yaitu sebanyak 72,7%. Sebanyak 41,3% siswa perempuan memiliki tinggi badan antara 151-160 cm dan 27,3% siswa laki-laki memiliki tinggi badan 151-160 cm. Secara keseluruhan tinggi badan siswa lakilaki lebih tinggi dibandingkan siswa perempuan. Rata-rata tinggi badan siswa laki-laki adalah 161,1 cm dan siswa perempuan adalah 149,1 cm. Tinggi badan siswa ini belum memenuhi tinggi badan standar untuk usia 16-18 tahun sesuai dengan tabel Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2004 bagi orang Indonesia yaitu untuk laki-laki adalah 165 cm dan untuk perempuan adalah 156 cm. Persentase Lemak Tubuh. Lemak sangat dibutuhkan tubuh untuk cadangan zat gizi dan mengubahnya ke dalam bentuk energi. Selain itu, lemak juga berfungsi sebagai penyekat panas, penyerap guncangan, dan fungsi lainnya (Macmillan 1993). Persentase lemak tubuh adalah proporsi jumlah lemak di dalam tubuh berdasar total berat seseorang, termasuk lemak esensial dan lemak simpanan. Lemak esensial yaitu jumlah lemak tubuh minimal yang dibutuhkan untuk fungsi fisiologis normal (pada pria sekitar 3% dari total berat dan pada perempuan sekitar 12%). Lemak simpanan yaitu bagian lemak tubuh yang lebih dan disimpan dalam jaringan adiposa (Hoeger & Hoeger 2005). Persentase lemak tubuh diukur dengan menggunakan body fat monitor. Persentase lemak tubuh siswa dapat dilihat pada tabel 8. 30 Tabel 8 Sebaran siswa menurut persentase lemak tubuh dan jenis kelamin Frekuensi Persentase Lemak Tubuh n % Laki-Laki - Normal (14-18%) 2 9.1 - Agak Tinggi (18-25%) 17 77.3 - Tinggi (> 25%) 3 13.6 Total 22 100 Rata-rata 21.8 ± 4.0 Perempuan - Rendah (< 21%) 2 4.3 - Normal (21-25%) 12 26.1 - Agak Tinggi (> 25%) 20 43.5 - Tinggi (> 30%) 12 26.1 Total 46 100 Rata-rata 27.2 ± 4.0 Tabel 8 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa laki-laki (77,3%) memiliki persentase lemak tubuh agak tinggi yaitu 18-25% lemak dari berat badan total, bahkan (13,6%) siswa laki-laki memiliki peresentase lemak tubuh yang termasuk tinggi yaitu melebihi 25%, sebanyak 13,6% siswa laki-laki tersebut memiliki rata-rata tingkat kecukupan energi sebesar 92,3%. Sebagian besar siswa perempuan (43,5%) memiliki persentase lemak tubuh agak tinggi yaitu >25% lemak dari berat badan total, bahkan (26,1%) siswa perempuan memiliki persentase lemak tubuh yang termasuk tinggi yaitu melebihi 30%, sebanyak 26,1% siswa perempuan tersebut meiliki rata-rata tingkat kecukupan energi sebesar 112,8% . Rata-rata persentase lemak tubuh siswa laki-laki adalah 21,8% dan siswa perempuan adalah 27,2%. Hal ini menunjukkan bahwa persentase lemak tubuh siswa laki-laki lebih tinggi dibandingkan siswa perempuan. Hasil uji t test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan atara jenis kelamin dengan persentase lemak tubuh siswa (p<0,01). Komposisi tubuh dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti umur, jenis kelamin, diet, dan aktivitas. Perempuan memiliki lemak tubuh lebih tinggi dibandingkan dengan lakilaki karena keperluan reproduksi (Williams 1995). Lemak dalam tubuh harus terdapat dalam keadaan normal, sebab jika melebihi kadar normal, dapat terjadi kelainan-kelainan dalam tubuh, seperti kegemukan, arterosklerosis, dan tekanan darah tinggi. 31 Pengetahuan Gizi Pengetahuan gizi sangat erat hubungannya dengan kualitas gizi dan makanan yang dikonsumsi. Dengan pengetahuan yang tepat dan benar mengenai gizi, seseorang akan mengetahui dan berupaya mengatur pola makanannya sedemikian rupa sehingga seimbang dan cukup jumlahnya. Pendidikan gizi bagi siswa penting untuk memberikan pengetahuan dalam hal memilih makanan yang akan dikonsumsi untuk status gizi optimal. Siswa dinilai pengetahuan gizinya dengan cara diberikan soal pengetahuan gizi sebanyak 20 soal yang berhubungan dengan pengetahuan gizi secara umum. Penilaian akan dibuat dalam bentuk persentase dan akan dibandingkan dengan standar skor tingkat pengetahuan gizi yaitu kurang (<60%), cukup (60-80%), dan baik (>80%) (Khomsan 2000). Pengetahuan gizi siswa dapat dilihat pada tabel 9. Tabel 9 Sebaran siswa menurut pengetahuan gizi dan jenis kelamin Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Nilai Pengetahuan Gizi n % n % Rendah (< 60%) 1 4.5 2 4.3 Sedang (60-80%) 12 54.5 29 63.0 Baik (> 80%) 9 40.9 15 32.6 Total 22 100 46 100 Rata-rata 77.7 ± 10.2 76.5 ± 10.9 Tabel 9 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa laki-laki memiliki pengetahuan gizi yang termasuk dalam kategori sedang (54,5%). Sebanyak (63,0%) siswa perempuan memiliki pengetahuan gizi yang sedang. Sebanyak 40,9% siswa laki-laki memiliki pengetahuan gizi yang baik. Sebanyak 32,6% siswa perempuan memiliki pengetahuan gizi yang baik. Soal pengetahuan gizi yang banyak salah dijawab adalah mengenai pangan sumber protein nabati dan jenis vitamin yang larut dalam air. Hal ini menunjukkan bahwa kebanyakan siswa memahami pengetahuan gizi secara umum, tetapi kurang mendalam. Kurangnya pengetahuan gizi siswa dikarenakan siswa kurang mendapat materi mengenai gizi. Pengetahuan gizi mengenai pengaturan makanan sangat bermanfaat antara lain memberikan pengetahuan tentang makanan yang dapat mempertahankan kondisi tubuh selama beraktivitas, dan informasi mengenai makanan yang dapat menyediakan energi yang diperlukan untuk melakukan aktivitas fisik. Oleh sebab itu, siswa sebaiknya memiliki pengetahuan gizi yang baik untuk mengetahui pentingnya gizi dalam kehidupan sehari-hari. 32 Status Gizi Riyadi (2003) mendefinisikan status gizi sebagai keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi. Beberapa cara yang digunakan untuk menilai status gizi seperti antropometri, konsumsi pangan, biokimia, dan klinis. Penilaian status gizi siswa berdasarkan indeks massa tubuh dan dirujuk menurut umur (IMT/U), yakni dapat menaksir cadangan energi dalam tubuh dengan asumsi bahwa semakin kurus seseorang, semakin sedikit adanya cadangan energi dalam tubuh. Status gizi (IMT/U) diperoleh dari hasil pengukuran berat badan (kg) dan tinggi badan (meter). IMT/U direkomendasikan sebagai indikator terbaik yang dapat digunakan untuk remaja (Riyadi 2003). Status gizi siswa dapat dilihat pada tabel 10. Tabel 10 Sebaran siswa menurut status gizi siswa (IMT/U) dan jenis kelamin Jenis Kelamin Status Gizi IMT/U Laki-Laki Perempuan n % n % Kurus 0 0 1 2.2 Normal 19 86.4 42 91.3 Gemuk 3 13.6 3 6.5 Total 22 100 46 100 Rata-rata 20.6 ± 2.9 20.7 ± 2.5 Tabel 10 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa laki-laki memiliki status gizi yang termasuk normal yaitu sebanyak 86,4%. Sebanyak 91,3% siswa perempuan memiliki status gizi yang termasuk dalam kategori normal, sedangkan sebanyak 13,6% siswa laki-laki dan 6,5% siswa perempuan memiliki status gizi yang termasuk dalam kategori gemuk. Rata-rata status gizi siswa perempuan yaitu sebesar 20,7 kg/m cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan siswa laki-laki yaitu sebesar 20,6 kg/m. Status gizi yang baik sangat penting bagi siswa untuk meningkatkan prestasinya dengan baik. Menurut Moelek (1995), seseorang yang mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang secara terencana akan berada pada status gizi baik dan mampu mempertahankan kondisi fisik yang baik. Penghitungan indeks massa tubuh melibatkan berat badan dan tinggi badan seseorang, namun kurang dapat menggambarkan komposisi tubuh orang tersebut. Penelitian Wijaya (2010) Status gizi berhubungan dengan jumlah lemak dalam tubuh, sehingga akan menghambat kemampuan tubuh untuk melakukan aktivitas yang pada akhirnya akan menurunkan daya tahan jantung, sehingga semakin tinggi nilai IMT seseorang 33 maka semakin rendah tingkat kebugaran jasmaninya. Konsumsi Pangan Konsumsi pangan adalah jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang dengan tujuan tertentu. Tujuan mengkonsumsi pangan dari aspek gizi adalah untuk memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan tubuh. Penilaian konsumsi pangan dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Metode Food Recall 24 jam adalah salah satu metode dalam melakukan penilaian konsumsi pangan dengan tujuan untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan pangan dan zat gizi pada tiap kelompok, rumah tangga, dan individu serta faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan. Prinsip dari metode ini adalah melakukan pencatatan jenis dan jumlah bahan pangan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Pengukuran konsumsi energi dan zat gizi lainnya dilakukan berdasarkan recall dua hari (2x24 jam) yaitu satu hari saat siswa sekolah dan hari libur (Arisman 2004). Komposisi menu seimbang yang dianjurkan bagi siswa remaja harus mengandung sekitar 60-70% karbohidrat, 10-15% protein, dan lemak 20-25% dari total kebutuhan energi (Depkes 2002). Frekuensi Makan. Frekuensi makan bisa menjadi kecukupan konsumsi gizi, artinya semakin tinggi frekuensi makan peluang untuk mencukupi kebutuhan gizi akan semakin besar (Khomsan 2002). Frekuensi makan dapat diukur dalam satuan kali per hari, kali per minggu, dan kali per bulan. Frekuensi makan yang diukur dalam penelitian ini adalah dalam satuan kali per hari. Frekuensi makan siswa dapat dilihat pada tabel 11. Tabel 11 Sebaran siswa menurut frekuensi makan dan jenis kelamin Jenis Kelamin Frekuensi Makan Sehari Laki-Laki Perempuan n % n % 2 kali 1 4.5 17 37.0 3 kali 21 95.5 26 56.5 >3 kali 0 0 3 6.5 Total 22 100 46 100 Rata-rata 2.9 ± 0.2 2.7 ± 0.6 Tabel 11 menunjukkan bahwa sebanyak (95,5%) siswa laki-laki memiliki frekuensi makan sebanyak 3 kali dalam seharinya. Sebanyak (56,5%) siswa perempuan memiliki frekuensi makan sebanyak 3 kali dalam sehari, sedangkan (37,0%) siswa perempuan memiliki kebiasaan makan 2 kali dalam seharinya. Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa frekuensi makan siswa dapat 34 dikatakan cukup baik. Hal ini dikarenakan sebagian besar siswa memiliki frekuensi makan lengkap sebanyak 3 kali dalam sehari. Secara kuantitas dan kualitas rasanya sangat sulit untuk memenuhi kebutuhan zat gizi apabila hanya makan satu atau dua kali dalam sehari. Keterbatasan volume lambung menyebabkan kita tidak dapat makan sekaligus dalam jumlah banyak. Itulah sebabnya makan dilakukan secara frekuentif yakni tiga kali dalam sehari termasuk sarapan (Khomsan 2002). Kebiasaan Sarapan. Khomsan (2002) menyatakan bahwa makan pagi adalah suatu kegiatan yang penting sebelum melakukan aktifitas fisik pada hari itu. Manfaat yang bisa diambil jika kita melakukan sarapan adalah dapat menyediakan karbohidrat yang siap digunakan untuk meningkatkan gula darah, dengan kadar gula darah yang normal, maka konsentrasi dalam beraktifitas bisa lebih baik sehingga berdampak positif untuk meningkatkan produktivitas. Selain itu, sarapan pagi akan memberikan konstribusi penting akan beberapa zat gizi yang diperlukan oleh tubuh seperti protein, lemak, vitamin, dan mineral. Ketersediaan zat gizi ini sangat bermanfaat untuk berfungsinya proses fisiologi dalam tubuh. Sarapan pagi dapat menyumbang sekitar 25% zat gizi. Sisa kebutuhan zat gizi lainnya dapat dipenuhi pada saat makan siang, makan malam, dan makan selingan diantara waktu makan (Khomsan 2002). Kebiasaan sarapan siswa dapat dilihat pada tabel 12. Tabel 12 Sebaran siswa menurut kebiasaan sarapan dan jenis kelamin Jenis Kelamin Kebiasaan Sarapan Laki-Laki Perempuan n % n % Selalu 13 59.1 11 23.9 Kadang-kadang 9 40.9 19 41.3 Jarang 0 0 13 28.3 Tidak Pernah 0 0 3 6.5 Total 22 100 46 100 Tabel 12 menunjukkan bahwa sebanyak (59,1%) siswa laki-laki selalu melakukan sarapan pagi. Sebanyak (41,3%) siswa perempuan kadang-kadang melakukan sarapan pagi. Alasan siswa yang kadang-kadang atau tidak sarapan adalah tidak cukup waktu karena terlambat bangun pagi ataupun kurang terbiasa dengan sarapan setiap hari. Menu sarapan siswa setiap harinya tidak selalu sama, namun sebagian besar menu siswa yang dikonsumsi sehari-hari dapat dilihat pada tabel 13. 35 Tabel 13 Sebaran siswa menurut menu sarapan dan jenis kelamin Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Menu Sarapan n % n % Nasi + Lauk pauk 14 63.6 25 54.3 Mie 0 0 2 4.3 Roti 5 22.7 6 13.0 Nasi Goreng 3 13.6 13 28.3 Total 22 100 46 100 Tabel 13 menunjukkan bahwa siswa tidak selalu mengkonsumsi sarapan yang sama setiap harinya. Namun sebanyak (63,6%) siswa laki-laki mengkonsumsi nasi dan lauk pauk untuk menu sarapan. Sebanyak (54,3%) siswa perempuan juga mengkonsumsi nasi dan lauk pauk sebagai menu sarapan. Konsumsi Jajanan. Kontribusi makanan jajanan terhadap konsumsi remaja perkotaan menyumbang 21% energi dan 16% protein. Sementara itu kontribusi makanan jajanan terhadap usia anak sekolah menyumbang 5,5% energi dan 4,2% protein (Cahanar & Suhanda 2006). Oleh karena itu, peran makanan jajajan sebagai penunjang gizi dalam menu sehari-hari remaja tidak dapat dikesampingkan. Namun, tidak semua jajajanan dapat memberikan kontribusi gizi yang baik. Makanan ringan yang biasanya dipilih berdasarkan kemudahan untuk mendapatkannya daripada kandungan nutrisinya yang bermanfaat, semakin menjadi bagian dari kebiasaan pola makan selama remaja (Wong et al 2002). Frekuensi jajan siswa dapat dilihat pada tabel 14. Tabel 14 Sebaran siswa menurut frekuensi jajan dan jenis kelamin Jenis Kelamin Frekuensi Jajan Laki-Laki Perempuan Sehari n % n % 1 kali 0 0 6 13.0 2 kali 12 54.5 13 28.3 3 kali 10 45.5 10 21.7 >3 kali 0 0 17 37.0 Total 22 100 46 100 Rata-rata 2.5 ± 0.5 2.8 ± 1.1 Tabel 14 menunjukkan bahwa sebanyak (54,5%) siswa laki-laki memiliki frekuensi jajan sebanyak 2 kali dalam sehari. Sebanyak (37,0%) siswa perempuan memiliki frekuensi jajan lebih dari 3 kali dalam sehari, sedangkan sebanyak (45,5%) siswa laki-laki memiliki frekuensi jajan sebanyak 3 kali dalam sehari, dan (21,7%) siswa perempuan memiliki frekuensi jajan sebanyak 3 kali dalam sehari. 36 Tabel 15 Sebaran siswa menurut jenis jajanan dan jenis kelamin Jenis Kelamin Jenis Jajanan Laki-Laki Perempuan n % n % Siomay 8 36.4 1 2.2 Gorengan 4 18.2 12 26.1 Batagor 2 9.1 6 13.0 Baso 5 22.7 17 36.9 Mie Ayam 3 13.6 10 21.8 Total 22 100 46 100 Tabel 15 menunjukkan bahwa sebanyak (36,4%) siswa laki-laki memilih jenis jajanan seperti siomay. Sebanyak (36,9%) siswa perempuan memilih jenis jajanan seperti bakso. Sisanya yaitu sebanyak (18,2%) siswa laki-laki memilih jenis jajanan gorengan seperti bakwan, tempe goreng tepung, dan tahu goreng tepung, sedangkan sebanyak (13,0%) siswa perempuan memilih jenis jajanan batagor. Konsumsi Air. Sebagian besar tubuh manusia terdiri dari air, jumlahnya sebesar 50-70% dari berat badan remaja (Santoso et al 2011). Keseimbangan air akan terjadi apabila volume asupan air sama dengan volume keluaran air. Konsumsi air yang cukup pada remaja usia 16-18 tahun adalah sebanyak 2,2 L untuk laki-laki, dan 2,1 L untuk perempuan. Volume asupan air tambahan disesuaikan dengan keadaan, misalnya demam, latihan fisik, dan suhu lingkungan yang tinggi. Semakin banyak dan berat kegiatan, semakin banyak diperlukan energi dari makanan dan semakin banyak pula air yang terkuras dari tubuh, sehingga semakin banyak asupan air yang diperlukan oleh tubuh (Santoso et al 2011). Konsumsi air siswa dapat dilihat pada tabel 16. Tabel 16 Sebaran siswa menurut konsumsi air dan jenis kelamin Jenis Kelamin Konsumsi Air Sehari Laki-Laki Perempuan n % n % >8 gelas 0 0 8 17.4 7 gelas 16 72.7 8 17.4 5 gelas 6 27.3 15 32.6 <5 gelas 0 0 15 32.6 Total 22 100 46 100 Rata-rata (gelas) 2.3 ± 0.5 2.8 ± 1.1 Tabel 16 menunjukkan bahwa sebanyak (72,7%) siswa laki-laki mengkonsumsi air sebanyak 7 gelas dalam sehari. Sebanyak (32,6%) siswa perempuan mengkonsumsi air sebanyak 5 gelas dalam sehari, dan kurang dari 5 gelas dalam sehari. sedangkan sisanya yaitu sebanyak (27,3%) siswa laki-laki 37 mengkonsumsi air 5 gelas dalam sehari, dan (17,4%) siswa perempuan mengkonsumsi air lebih dari 8 gelas dalam sehari. Konsumsi dan Kecukupan Gizi Konsumsi zat gizi yang optimal merupakan keadaan saat penyediaan zatzat gizi yang dibutuhkan mencukupi untuk pemeliharaan jaringan, perbaikan dan pertumbuhan tanpa menimbulkan kelebihan konsumsi energi. Konsumsi energi dan zat gizi yang kurang ataupun melebihi kebutuhan umumnya akan memberikan efek yang kurang baik terhadap fungsi biologis tubuh. Kebutuhan energi dan zat-zat gizi lainnya bersifat individual tergantung pada usia, jenis kelamin, berat dan tinggi badan serta tingkat aktivitas sehari-hari. Energi dan zat gizi lainnya diperoleh dari metabolisme bahan makanan yang dikonsumsi setiap hari. Rata-rata konsumsi, kecukupan, dan tingkat kecukupan zat gizi siswa dapat dilihat pada tabel 17. Tabel 17 Rata-rata konsumsi, kecukupan, dan tingkat kecukupan zat gizi siswa Laki-laki Perempuan Total Jenis Zat Gizi Rata-rata Rata-rata Rata-rata Energi Konsumsi (Kal) 1652 1602 1627 Kecukupan (Kal) 2183 1688 2024 Tingkat Kecukupan (%) 75.7 94,9 80.4 Protein Konsumsi (g) 42.1 40.9 41.5 Kecukupan (g) 52.1 42.9 47.5 Tingkat Kecukupan (%) 80.8 95.3 87.4 Lemak Konsumsi (g) 49.6 51.7 50.7 Kecukupan (g 66.3 56.7 61.5 Tingkat Kecukupan (%) 74.8 91.2 82.4 Kalsium Konsumsi (mg) 302.8 315.7 309.3 Kecukupan (mg) 597.5 550.4 573.9 Tingkat Kecukupan (%) 50.7 57.4 53.9 Besi Konsumsi (mg) 10.3 12.3 11.3 Kecukupan (mg) 23.0 22.9 22.9 Tingkat Kecukupan (%) 44.8 53.7 49.3 Vitamin A Konsumsi (RE) 897.1 917.3 907.2 Kecukupan (RE) 687.5 458.7 573.1 Tingkat Kecukupan (%) 130.5 199.9 158.3 Vitamin C Konsumsi (mg) 26.0 24.3 25.2 Kecukupan (mg) 59.8 55.0 57.4 Tingkat Kecukupan (%) 43.5 44.2 43.8 38 Tabel 17 menunjukkan bahwa siswa yang diteliti memiliki rata-rata tingkat kecukupan energi dan protein yang tergolong kurang. Rata-rata tingkat kecukupan lemak dan tingkat kecukupan vitamin A siswa laki-laki maupun perempuan tergolong normal. Rata-rata tingkat kecukupan kalsium, besi, dan vitamin C siswa masih tergolong kurang. Berdasarkan gambaran pola di atas, konsumsi siswa yang diteliti kurang energi, protein, dan mineral, namun tinggi lemak. Hal ini dapat dilihat dari jenis makanan yang dikonsumsi siswa yaitu sebagian besar berasal dari pangan sumber lemak dan sumber pangan hewani. Pengaturan makanan harus dapat mencukupi kebutuhan zat gizi esensial yang bertujuan untuk meningkatkan performa fisik dan mengganti zat-zat gizi yang berkurang akibat digunakan untuk aktivitas sehari-hari. Energi Makanan seorang siswa harus memenuhi semua zat gizi yang dibutuhkan untuk mengganti zat-zat gizi dalam tubuh yang berkurang akibat aktivitas seharihari. Menu seseorang harus mengandung semua zat gizi yang diperlukan yaitu karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air. Kebutuhan energi seseorang berbeda-beda dipengaruhi oleh jenis kelamin, ukuran tubuh dan tingkat aktivitas. Nilai konsumsi energi dan zat gizi lain diperoleh berdasarkan recall 2x24 jam yaitu satu hari saat siswa sekolah dan satu hari saat siswa libur sekolah. Tujuannya untuk dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar tentang intik harian individu (Arisman 2004). Menurut Kusharto dan Sa’diyyah (2003), metode recall konsumsi yang digunakan dalam penelitian memiliki kekurangan yaitu data yang dihasilkan kurang akurat karena mengandalkan keterbatasan daya ingat seseorang dan tergantung dari keahlian tenaga pencatat dalam mengkonversi ukuran rumah tangga (urt) kedalam satuan berat, Hasil dari perhitungan dibandingkan dengan angka kecukupan energi dan zat gizi lainnya. Angka kecukupan energi diperoleh dari WKNPG tahun 2004 karena sudah disesuaikan dengan kondisi tubuh orang Indonesia. Tingkat kecukupan energi siswa dapat dilihat pada tabel 18. 39 Tabel 18 Sebaran siswa menurut tingkat kecukupan energi dan jenis kelamin Jenis Kelamin Tingkat Kecukupan Energi Laki-Laki Perempuan n % n % Defisit tingkat berat (<70%) 7 31.8 1 2.2 Defisit tingkat sedang (70-79%) 6 27.3 2 4.3 Defisit tingkat ringan (80-89%) 8 36.4 17 37.0 Normal (90-119%) 1 4.5 24 52.2 Kelebihan (>120%) 0 0 2 4.3 Total 22 100 46 100 Rata-rata 76.0 ± 11.8 96.2 ± 14.1 Tabel 18 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa laki-laki memiliki tingkat kecukupan energi yang tergolong defisit ringan yaitu sebesar (36,4%). Siswa perempuan memilki tingkat kecukupan energi yang tergolong normal yaitu sebesar (52,2%). Rata-rata konsumsi energi siswa adalah 1627 Kal, dengan rata-rata konsumsi energi siswa laki-laki 1652 Kal dan perempuan 1602 Kal. Hasil uji t test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara jenis kelamin dengan tingkat kecukupan energi siswa (p<0,01). Konsumsi energi yang berlebih ataupun yang kurang tidak baik bagi siswa, karena dapat mengganggu aktivitas siswa sehari-hari. Sumber bahan pangan energi yang dikonsumsi siswa setiap harinya dapat dilihat pada tabel 19. Tabel 19 Sebaran siswa menurut bahan pangan sumber energi Konsumsi perhari (gram) Bahan Pangan Sumber Energi Laki-laki Perempuan Beras 350 370.7 Mie 10.5 2.7 Bubur 16.1 17.4 Roti 13.5 12.2 Donat 23,8 15.4 Biskuit 1.8 1.8 Tabel 19 menunjukkan bahan pangan sumber energi yang banyak dikonsumsi adalah beras, mie, bubur, roti, donat, dan biskuit. Hal ini dapat menunjukkan bahwa siswa masih belum mencukupi konsumsi bahan pangan sumber energi, sehingga menyebabkan konsumsi energi masih kurang. Peranan energi dalam kegiatan sehari-hari penting diperhatikan, misalnya kelelahan dapat terjadi akibat tidak cukupnya ketersediaan energi yang diperlukan dari glikogen otot atau glukosa darah. Konsumsi energi yang rendah (mengalami defisit) sangat tidak baik bagi siswa. Hal ini disebabkan dapat mengganggu kegiatan aktivitas sehari-hari. Oleh karena itu, konsumsi makanan secara baik dan optimal mampu memelihara ketersediaan kemampuan kerja yang baik. yang cukup sehingga menghasilkan 40 Protein Protein adalah zat gizi utama yang berfungsi untuk pertumbuhan, pembangun, memperbaiki jaringan yang rusak, dan pembentuk enzim. Protein adalah sumber yang miskin untuk penyediaan energi dalam periode yang cepat, karena energi masih dapat terpenuhi dari karbohidrat dan lemak. Protein bagi usia remaja sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan pembentuk tubuh guna mencapai tinggi badan yang optimal. Sumber protein dapat berasal dari hewani dan nabati. Protein asal hewani seperti daging (dianjurkan daging yang tidak berlemak), ayam, ikan, telur dan susu. Sumber protein nabati yang dianjurkan adalah tahu, tempe, dan kacang-kacangan (kacang tanah, kedelai dan kacang hijau). Kebutuhan protein dari makanan sekitar 10-15% dari total kebutuhan energi. Tingkat kecukupan protein dapat dilihat pada tabel 20. Tabel 20 Sebaran siswa menurut tingkat kecukupan protein dan jenis kelamin Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Tingkat Kecukupan Protein n % n % Defisit tingkat berat (<70%) 6 27.3 3 6.5 Defisit tingkat sedang (70-79%) 5 22.7 7 15.2 Defisit tingkat ringan (80-89%) 4 18.2 8 17.4 Normal (90-119%) 7 31.8 19 41.3 Kelebihan (>120%) 0 0 9 19.6 Total 22 100 46 100 Rata-rata 77.2 ± 18.9 98.5 ± 21.1 Tabel 20 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa laki-laki memiliki tingkat kecukupan protein yang tergolong normal yaitu sebesar (31,8%). Siswa perempuan memilki tingkat kecukupan protein yang tergolong normal yaitu sebesar (41,3%). Rata-rata konsumsi protein siswa adalah 41,5 gram, dengan rata-rata konsumsi protein siswa laki-laki 42,1 gram dan perempuan 40,9 gram. Hasil uji t test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara jenis kelamin dengan tingkat kecukupan protein siswa (p<0,01). Hal ini dikarenakan kebutuhan protein siswa perempuan sebenarnya lebih rendah dibandingkan siswa laki-laki, tetapi konsumsi proteinnya tinggi. Konsumsi protein yang tinggi dikarenakan siswa senang mengkonsumsi pangan sumber protein dan siswa yang diteliti tidak memiliki alergi terhadap jenis pangan tertentu. Asupan protein yang berlebih dapat menimbulkan efek negatif bagi hati dan ginjal karena organ-organ ini harus bekerja merombak dan mengeluarkan kelebihan protein tersebut. Sumber bahan pangan protein yang dikonsumsi siswa setiap harinya dapat dilihat pada tabel 21. 41 Tabel 21 Sebaran siswa menurut bahan pangan sumber protein Konsumsi perhari (gram) Bahan Pangan Sumber Protein Laki-laki Perempuan Daging 17.9 3.3 Hati ayam 0 1.5 Telur 14.2 12.8 Ikan 13.7 13.5 Tahu 8.3 9.4 Tempe 10.9 25.3 Tabel 21 menunjukkan bahan pangan sumber protein yang banyak dikonsumsi adalah daging, hati ayam, telur, ikan, tahu, dan tempe. Hal ini dapat menunjukkan bahwa siswa masih belum mencukupi konsumsi bahan pangan sumber protein, sehingga menyebabkan konsumsi protein masih kurang. Menurut Husaini (2000) seorang remaja sesungguhnya hanya membutuhkan 50 sampai 80 g protein per hari. Jika protein yang dikonsumsi lebih banyak dari yang dibutuhkan, maka kelebihan protein disimpan dalam bentuk lemak yang pada akhirnya dapat menimbulkan kegemukan. Selain itu, setiap orang yang terlalu banyak mengkonsumsi protein, akan lebih sering buang air kecil karena protein di dalam tubuh dicerna menjadi urea yaitu suatu senyawa dalam bentuk sisa yang harus dibuang melalui urin. Terlalu banyak atau sering buang air kecil akan menjadi beban yang berat bagi ginjal dan meningkatkan resiko terhadap dehidrasi atau kekurangan cairan. Lemak Lemak dalam tubuh berperan sebagai cadangan energi, pelarut vitamin A, D, E, dan K, komponen penyusun membran sel, melindungi organ-organ dalam dan mempertahankan suhu tubuh. Lemak merupakan sumber zat gizi yang ideal untuk tubuh sebab setiap molekul mengandung zat gizi yang besar, mudah diangkut, dan diubah bila diperlukan. Satu gram lemak mengandung 9 kkal, dua kali dari jumlah zat gizi yang dikandung oleh karbohidrat dan protein (Wijaya 2010). Seseorang dianjurkan mengkonsumsi lemak 20-25% kebutuhan zat gizi, terdiri dari lemak jenuh kurang dari 10%, lemak tidak jenuh tunggal 1015%, dan lemak jenuh ganda kurang dari 10% (Macmillan 1993). Tingkat kecukupan lemak siswa dapat dilihat pada tabel 22. 42 Tabel 22 Sebaran siswa menurut tingkat kecukupan lemak dan jenis kelamin Frekuensi Tingkat Kecukupan Lemak (gram) n % Laki-Laki - Kurang (<69.4 gram) 9 40.9 - Normal (≥69.4 gram) 13 59.1 Total 22 100 Rata-rata 74.8 ± 21.7 Perempuan - Kurang (<55.6 gram) 0 0 - Normal (≥ 55.6 gram) 46 100 Total 46 100 Rata-rata 91.2 ± 22.0 Tabel 22 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa laki-laki (59,1%) dan siswa perempuan (100%) memiliki tingkat kecukupan lemak yang normal. Ratarata konsumsi lemak siswa adalah 50,7 gram, dengan konsumsi lemak siswa laki-laki 49.6 gram dan perempuan 51.7 gram. Hasil uji t test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara jenis kelamin dengan tingkat kecukupan lemak siswa (p<0,01). Hal ini disebabkan oleh kebutuhan lemak siswa perempuan lebih rendah dibandingkan siswa laki-laki, namun konsumsinya cukup tinggi pada siswa perempuan. Metabolisme lemak menghabiskan lebih banyak oksigen dibandingkan dengan karbohidrat (Depkes 2002). Selain itu, siswa dianjurkan membatasi konsumsi lemak secara berlebih. Sumber bahan pangan lemak yang dikonsumsi siswa setiap harinya dapat dilihat pada tabel 23. Tabel 23 Sebaran siswa menurut bahan pangan sumber lemak Konsumsi perhari (gram) Bahan Pangan Sumber Lemak Laki-laki Perempuan Daging sapi 4.5 2.9 Telur 14.2 12.8 Ayam berkulit 1.3 2.4 Minyak 6.8 12.1 Tabel 23 menunjukkan bahan pangan sumber lemak yang banyak dikonsumsi adalah daging sapi, telur, ayam berkulit, dan minyak. Hal ini dapat menunjukkan bahwa siswa sudah mencukupi konsumsi bahan pangan sumber lemak, sehingga menyebabkan konsumsi lemak yang normal. Lemak merupakan sumber energi yang penting untuk kontraksi otot selama proses aktivitas seharihari (Primana 2000). Walaupun demikian, mengkonsumsi lemak secara berlebihan sering mengakibatkan peningkatan trigliserida, kolesterol total, dan LDL kolesterol sehingga dapat meningkatkan risiko kesehatan. Lemak merupakan zat gizi penghasil energi terbesar, namun siswa tidak dianjurkan 43 mengkonsumsi lemak berlebihan karena lemak merupakan sumber energi yang tidak ekonomis pemakaiannya. Kalsium (Ca) Fungsi utama kalsium dalam tubuh adalah peranannya dalam tulang, gigi, mempertahankan irama kontraksi otot, denyut nadi, dan sistem saraf (Hoeger & Hoeger 2005). Lebih dari 99% kalsium tubuh total terdapat di dalam tulang. Bila kadar kalsium darah rendah akibat asupan kurang, tubuh akan mengambil kalsium dari tulang. Jika tanpa 1% kalsium ini, maka otot akan mengalami gangguan kontraksi, darah sulit membeku, dan transmisi saraf terganggu. Kebutuhan kalsium pada remaja laki-laki dan perempuan dengan usia 16-18 tahun adalah 1000 mg (WKNPG 2004). Tingkat kecukupan kalsium siswa dapat dilihat pada tabel 24. Tabel 24 Sebaran siswa menurut tingkat kecukupan kalsium dan jenis kelamin Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Tingkat Kecukupan Kalsium n % n % Kurang (<77%) 21 95.5 34 73.9 Cukup (≥77%) 1 4.5 12 26.1 Total 22 100 46 100 Rata-rata 50.7 ± 21.1 57.4 ± 41.1 Tabel 24 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa laki-laki (95,5%) dan siswa perempuan (73,9%) memiliki tingkat kecukupan kalsium yang kurang. Rata-rata konsumsi kalsium siswa adalah 309,3 mg, dengan konsumsi kalsium siswa laki-laki 302,8 mg dan perempuan 315,7 mg. Absorpsi kalsium pada lakilaki lebih tinggi dibandingkan perempuan. Beberapa faktor yang meningkatkan absorpsi kalsium seperti tingkat kebutuhan kalsium, vitamin D, asam klorida lambung, dan makanan berlemak. Sedangkan faktor yang menghambat absorspi kalsium seperti kekurangan vitamin D, makanan yang mengandung asam oksalat, dan makanan tinggi serat. Sumber bahan pangan kalsium yang dikonsumsi siswa setiap harinya dapat dilihat pada tabel 25. Tabel 25 Sebaran siswa menurut bahan pangan sumber kalsium Konsumsi perhari (gram) Bahan Pangan Sumber Kalsium Laki-laki Perempuan Susu 2.5 5.3 Ikan 13.7 13.5 Kacang-kacangan 2.1 3.1 Sayuran 5.8 6.3 44 Tabel 25 menunjukkan bahan pangan sumber kalsium yang banyak dikonsumsi adalah susu, ikan, kacang-kacangan, dan sayuran. Siswa yang memiliki tingkat kecukupan kalsium yang kurang disebabkan karena siswa tersebut setiap harinya kurang mengkonsumsi sumber pangan tersebut. Selain itu, kebiasaan makan siswa kurang rajin mengkonsumsi susu sehingga kebiasaan ini dibawa hingga siswa tersebut beranjak remaja. Pangan sumber kalsium adalah sayuran hijau (bayam, brokoli, sawi), ikan teri, udang kering, tahu, kacang-kacangan, salmon, sardine, susu dan hasil olahannya. Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan sehingga tulang kurang kuat, mudah bengkok, dan rapuh (osteoporosis) (Almatsier 2004). Menurut Rumawas (2000), kepadatan tulang yang rendah saat remaja akan mempercepat terjadinya osteoporosis pada saat usia lanjut. Kepadatan tulang pada saat usia lanjut tergantung pada pencapaian puncak pembentukan massa tulang saat pertumbuhan. Pertumbuhan tulang berlangsung lambat saat anak-anak dan menjadi sangat cepat selama remaja dan makin menurun kembali dengan bertambahnya usia. Zat Besi (Fe) Fungsi zat besi (Fe) sangat penting bagi tubuh. Zat besi adalah suatu komponen dari berbagai enzim yang mempengaruhi seluruh reaksi kimia penting di dalam tubuh. Konsumsi Fe yang kurang akan mengalami kekurangan hemoglobin dan hal ini dapat menimbulkan keluhan kurang nafsu makan, kurang darah (anemia), dan kemampuan fisik menurun. Absorpsi besi dapat ditingkatkan bila mengkonsumsinya bersama dengan daging atau makanan yang kaya vitamin C. Bahan pangan mengandung zat besi dalam dua macam bentuk yaitu zat besi heme pada produk hewani dan zat besi non heme pada produk nabati. Zat besi heme diabsorpsi lebih baik daripada non heme. Remaja membutuhkan zat besi (Fe) untuk meningkatkan kemampuan belajar dan prestasi belajarnya. Kecukupan zat besi (Fe) berdasarkan WKNPG tahun 2004 pada remaja dengan usia 16-19 tahun adalah remaja laki-laki sebsar 15 mg, dan remaja perempuan adalah 23 mg. Tingkat kecukupan besi siswa dapat dilihat pada tabel 26. 45 Tabel 26 Sebaran siswa menurut tingkat kecukupan besi dan jenis kelamin Jenis Kelamin Tingkat Kecukupan Besi Laki-Laki Perempuan n % n % Kurang (<77%) 22 100 42 91.3 Cukup (≥77%) 0 0 4 8.7 Total 22 100 46 100 Rata-rata 44.8 ± 12.5 53.7 ± 27.9 Tabel 26 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa laki-laki (100%) dan siswa perempuan (91,3%) memiliki tingkat kecukupan besi yang kurang. Rata- rata konsumsi besi siswa adalah 11,3 mg, dengan konsumsi besi siswa laki-laki 10,3 mg dan perempuan 12,3 mg. Zat besi diperlukan dalam pembentukan Hemoglobin (Hb). Hemoglobin berfungsi mentranspor O2 dari paru-paru ke selsel tubuh dan membawa CO2 dari paru-paru untuk diekskresikan ke udara pernapasan. Menurut llyas (2000) konsumsi Fe yang kurang akan membuat kekurangan hemoglobin sehingga dapat menyebabkan kurang nafsu makan, anemia, dan kemampuan fisik siswa akan menurun bahkan untuk latihan ringan lama sekalipun. Sumber bahan pangan besi yang dikonsumsi siswa setiap harinya dapat dilihat pada tabel 27. Tabel 27 Sebaran siswa menurut bahan pangan sumber besi Konsumsi perhari (gram) Bahan Pangan Sumber Besi Laki-laki Perempuan Daging 17.9 3.3 Ikan 13.7 13.5 Kacang-kacangan 2.1 3.1 Sayuran 5.8 6.3 Tabel 27 menunjukkan bahan pangan sumber besi yang banyak dikonsumsi adalah daging, ikan, kacang-kacangan, dan sayuran. Siswa banyak mengkonsumsi pangan sumber besi, terutama pangan sumber protein hewani dan sayuran hijau. Mineral sangat penting bagi tubuh karena dibutuhkan untuk proses sintesis, aktivator reaksi dalam tubuh, dan juga komponen sistem enzim. Bila asupan mineral besi dan kalsium kurang dan berlangsung lama, maka akan berakibat pada penurunan aktivitas seseorang. Jika kelebihan mineral dalam tubuh juga dapat menyebabkan keracunan. Vitamin A Vitamin A banyak mempunyai fungsi penting dalam fungsi penglihatan, kesehatan tulang, gigi, kulit dan rambut, mencegah infeksi, dan sebagai zat antioksidan (Hoeger & Hoeger 2005). Pada anak-anak dan remaja, vitamin A 46 juga dapat berpengaruh terhadap sintensis protein dalam pertumbuhan sel (Almatsier 2004). Pangan sumber vitamin A yang berasal dari hewani seperti telur, daging, susu, keju, hati, dan minyak ikan. Sumber vitamin A nabati berupa beta karoten seperti wortel, ubi, brokoli, bayam, dan sayuran daun hijau. Sayuran dan buah-buahan sumber beta karoten ini bebas lemak dan kolesterol. Angka kecukupan vitamin A berdasarakan WKNPG tahun 2004 yaitu untuk remaja dengan usia 16-19 tahun yaitu remaja laki-laki sebesar 600 RE dan remaja perempuan sebesar 500 RE. Tingkat kecukupan vitamin A siswa dapat dilihat pada tabel 28. Tabel 28 Sebaran siswa menurut tingkat kecukupan vitamin A dan jenis kelamin Jenis Kelamin Tingkat Kecukupan Vitamin A Laki-Laki Perempuan n % n % Kurang (<77%) 5 22.7 4 8.7 Cukup (≥77%) 17 77.3 42 91.3 Total 22 100 46 100 Rata-rata 130.5 ± 61.3 199.9 ± 122.1 Tabel 28 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa laki-laki (77,3%) dan siswa perempuan (91,3%) memiliki tingkat kecukupan vitamin A yang cukup. Rata-rata konsumsi vitamin A siswa adalah 907,2 RE, dengan konsumsi vitamin A siswa laki-laki 897,1 RE dan perempuan 917,3 RE. Kurangnya tingkat kecukupan vitamin A disebabkan karena beberapa siswa kurang mengkonsumsi pangan sumber tersebut pada saat dilakukan recall. Sumber bahan pangan vitamin A yang dikonsumsi siswa setiap harinya dapat dilihat pada tabel 29. Tabel 29 Sebaran siswa menurut bahan pangan sumber vitamin A Konsumsi perhari (gram) Bahan Pangan Sumber Vitamin A Laki-laki Perempuan Sayuran 5.8 6.3 Buah-buahan 3.8 4.2 Minyak kelapa sawit 6,8 12.1 Tabel 29 menunjukkan bahan pangan sumber vitamin A yang banyak dikonsumsi adalah sayuran, buah-buahan (semangka, pepaya, melon, dll), dan minyak kelapa sawit. Kekurangan vitamin A akan menyebabkan tubuh mudah terkena penyakit dan gangguan penglihatan. Sebaliknya, jika kelebihan vitamin A juga bersifat toksik bagi tubuh. Bahan pangan sumber vitamin A yang banyak dikonsumsi siswa berasal dari telur, wortel, bayam, serta sayur dan buah lainnya. 47 Vitamin C Vitamin C mempunyai banyak fungsi di dalam tubuh seperti sebagai koenzim atau kofaktor. Vitamin C juga mampu mereduksi besi feri menjadi fero di dalam usus halus sehingga mudah diabsorspsi, meningkatkan daya tahan tubuh, pembentukan jaringan kolagen, dan merupakan zat antioksidan yang dapat mencegah oksidasi radikal bebas. Tujuan dari pemberian antioksidan vitamin dan mineral adalah untuk mencegah kerusakan struktur biologi sel tubuh dan memperlambat terjadinya kelelahan selama melakukan aktivitas (Wijaya 2010). Pangan sumber vitamin C seperti jeruk, melon, pepaya, stroberi, jambu, kiwi, mangga, brokoli, tomat, kol, dan bayam. Angka kecukupan vitamin C berdasarkan WKNPG 2004 untuk laki-laki usia 16-18 yaitu 90 mg dan perempuan usia 16-18 tahun yaitu 75 mg. Tabel 30 Sebaran siswa menurut tingkat kecukupan vitamin C dan jenis kelamin Jenis Kelamin Tingkat kecukupan Laki-Laki Perempuan vitamin C n % n % Kurang (<77%) 19 86.4 40 86.9 Cukup (≥77%) 3 13.6 6 13.1 Total 22 100 46 100 Rata-rata 43.5 ± 27.8 44.2 ± 25.5 Tabel 30 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa laki-laki (86,4%) dan siswa perempuan (86,9%) memiliki tingkat kecukupan vitamin C yang kurang. Rata-rata konsumsi vitamin C siswa adalah 25,2 mg, dengan konsumsi vitamin C siswa laki-laki 26,0 mg dan perempuan 24,3 mg. Kurangnya tingkat kecukupan vitamin C disebabkan karena sebagian siswa masih kurang mengkonsumsi pangan sumber vitamin C tersebut. Sumber bahan pangan vitamin C yang dikonsumsi siswa setiap harinya dapat dilihat pada tabel 31. Tabel 31 Sebaran siswa menurut bahan pangan sumber vitamin C Konsumsi perhari (gram) Bahan Pangan Sumber Vitamin C Laki-laki Perempuan Sayuran 5.8 6.3 Buah 3.8 4.2 Tabel 31 menunjukkan bahan pangan sumber vitamin C yang banyak dikonsumsi adalah sayuran, dan buah-buahan (jambu, jeruk, dll). Vitamin C tidak disimpan dalam tubuh. Pada umumnya kelebihan vitamin C akan dibuang melalui urin, namun jika kekurangan vitamin C bisa menyebabkan sariawan, gusi berdarah, kulit menjadi kering, mulut menjadi kering, dan mempengaruhi daya imunitas seseorang (Almatsier 2004). 48 Tekanan Darah Tekanan Darah Sistolik Tekanan darah arterial merupakan kekuatan tekanan darah ke dinding pembuluh darah yang menampungnya. Tekanan darah sistolik merupakan tekanan yang dihasilkan otot jantung yang mendorong darah dari bilik kiri jantung ke aorta (tekanan pada saat jantung berkontraksi) (Pearce 1997). Tinggi rendahnya tekanan darah dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu curahan jantung (cardiac output) dan tekanan resistensi pembuluh darah perifer. Tekanan darah tersebut dapat berubah-ubah tergantung waktu dan keadaan siswa pada saat pengukuran. Tingginya tekanan sistol berhubungan dengan besarnya curah jantung, sedangkan tingginya tekanan diastol berhubungan dengan besarnya resistensi perifer. Tekanan darah normal pada umumnya berkisara pada rata-rata nilai normal tekanan sistolik sekitar 120 mmHg dan tekanan diastolik 80 mmHg (National Institutes of Health 2010). Klasifikasi tekanan darah sistolik siswa dibagi menjadi empat kategori, yaitu normal (<120 mmHg), prehipertensi (120-139 mmHg), hipertensi tk. 1 (140-159 mmHg), dan hipertensi tk. 2 (≥160 mmHg). Tekanan darah siswa diukur dengan menggunakan Automatic Blood Pressure Monitor. Tekanan sistolik siswa dapat dilihat pada tabel 32. Tabel 32 Sebaran siswa menurut tekanan darah sistolik dan jenis kelamin Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Tekanan Darah Sistol (mmHg) n % n % Normal (<120 mmHg) 10 45.5 27 58.7 Prehipertensi (120-139 mmHg) 12 54.5 19 41.3 Total 22 100 46 100 Rata-rata 119.4 ± 5.9 115.1 ± 11.9 Tabel 32 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa laki-laki memiliki tekanan darah sistolik yang tergolong prehipertensi yaitu sebesar 54,5%, sedangkan sebagian besar siswa perempuan memiliki tekanan darah sistolik yang normal yaitu sebesar 58,7%. Siswa laki-laki yang memiliki tekanan darah sistolik yang normal sebesar 45,5%, dan siswa perempuan yang memiliki tekanan darah sistolik yang tergolong prehipertensi sebesar 41,3%. Rata-rata tekanan sistolik siswa laki-laki 119,4 mmHg cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan siswa perempuan yaitu 115,1 mmHg. Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah sistolik siswa berkisar antara 94 sampai 137 mmHg. Tekanan darah pada pria lebih tinggi 5 mmHg sampai 10 mmHg dibandingkan tekanan darah pada perempuan (Pearce 1997). Banyaknya siswa yang memilii tekanan darah prehipertensi dapat disebabkan karena siswa laki-laki dan perempuan 49 memiliki persentase lemak tubuh yang termasuk agak tinggi dan tinggi. Hasil uji t test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara jenis kelamin dengan tekanan darah sistol siswa (p>0,05). Selain faktor curah antung dan resistensi perifer, tingginya tekanan darah pada siswa laki-laki dapat disebakan karena ada beberapa siswa yang memiliki kebiasaan merokok dan mengkonsumsi kopi. Tekanan Darah Diastolik Tekanan darah diastolik merupakan tekanan pada dinding arteri dan pembuluh darah akibat mengendurnya otot jantung (tekanan pada saat jantung berelaksasi) (Pearce 1997). Klasifikasi tekanan darah sistolik siswa dibagi menjadi empat kategori, yaitu normal (<80 mmHg), prehipertensi (80-89 mmHg), hipertensi tk.1 (90-99 mmHg), dan hipertensi tk. 2 (≥100 mmHg). Tekanan diastolik siswa dapat dilihat pada tabel 33. Tabel 33 Sebaran siswa menurut tekanan darah diastolik dan jenis kelamin Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Tekanan Darah Diastol (mmHg) n % n % Normal (<80 mmHg) 14 63.6 25 54.3 Prehipertensi (80-89 mmHg) 8 36.4 21 45.7 Total 22 100 46 100 Rata-rata 77.9 ± 9.8 78.4 ± 7.8 Tabel 33 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa laki-laki memiliki tekanan darah diastolik yang tergolong normal yaitu sebesar 63.6%, sedangkan sebagian besar siswa perempuan memiliki tekanan darah diastolik yang normal yaitu sebesar 54,3%. Rata-rata tekanan diastolik siswa laki-laki 77,9 mmHg cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan siswa perempuan yaitu 78,4 mmHg. Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah diastolik diperoleh hasil tekanan darah diastolik siswa berkisar antara 62 sampai 90 mmHg. Hasil uji t test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara jenis kelamin dengan tekanan darah diastol siswa (p>0,05). Denyut Nadi Darah yang didorong ke aorta selama sistolik tidak hanya bergerak maju dalam pembuluh darah, tetapi juga menimbulkan gelombang bertekanan yang berjalan sepanjang arteri. Gelombang bertekanan meregang didnding arteri sepanjang perjalanannya dan regangan dapat diraba sebagai denyut (Ganong 1998). Pengukuran denyut nadi pada arteri brankhialis dengan menggunakan Automatic Blood Pressure Monitor. Denyut nadi siswa dikategotikan menjadi tiga, 50 yaitu bradikardi (<60 denyut/menit), normal (60-80 denyut/menit), dan takikardi (>80 denyut/menit) ( Pearce 1997). Denyut nadi siswa dapat dilihat pada tabel 34. Tabel 34 Sebaran siswa menurut denyut nadi dan jenis kelamin Jenis Kelamin Denyut Nadi (kali/menit) Laki-Laki Perempuan n % n % Normal (60-80 denyut/menit) 11 50.0 4 8.7 Takikardi (>80denyut/menit) 11 50.0 42 91.3 Total 22 100 46 100 Rata-rata 81.3 ± 6.2 91.1 ± 5.5 Tabel 34 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa laki-laki memiliki denyut nadi yang termasuk normal yaitu sebanyak 50,0%. Sebanyak 91,3% siswa perempuan memiliki denyut nadi yang termasuk dalam kategori takikardi. Denyut nadi normal berkisar antara 60-80 denyut/menit (Pearce 1997). Rata-rata denyut nadi siswa perempuan 91,1 denyut/menit cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan siswa laki-laki yaitu 81,3 denyut/menit. Berdasarkan hasil pengukuran denyut nadi diperoleh hasil denyut nadi siswa berkisar antara 71 sampai 91 denyut/menit. Hasil uji t test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara jenis kelamin dengan denyut nadi siswa (p<0,05). Hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah tingkat konsumsi besi pada siswa laki-laki maupun perempuan masih sangat kurang, sehingga dapat menyebabkan denyut nadi siswa tersebut menjadi takikardi. Selain itu jenis kelamin, umur, suhu, dan tingkat emosi siswa pada saat pengukuruan. Kenaikan suhu pada saat pengukuran akan meningkatkan metabolisme yang selanjutnya akan meningkatkan kecepatan irama jantung. Selain itu, faktor kebiasaan merokok dan mengkonsumsi kopi dapat meningkatkan beban kerja sistem kardiovaskular, sehingga dapat meningkatkan denyut nadi. Uji Korelasi antar Variabel Uji korelasi Rank Spearman digunakan untuk menguji hubungan antara status gizi (IMT/U) dengan berbagai variabel, diantaranya adalah hubungan antara status gizi dengan pengetahuan gizi, status gizi dengan tingkat kecukupan energi, status gizi dengan tingkat kecukupan protein, status gizi dengan tingkat kecukupan lemak, status gizi dengan tingkat kecukupan kalsium, status gizi dengan tingkat kecukupan besi, status gizi dengan denyut nadi, dan status gizi dengan tekanan darah siswa. Uji hubungan antara status gizi (IMT/U) dengan 51 berbagai variabel dapat dilihat pada tabel 35. Tabel 35 Uji korelasi antara status gizi (IMT/U) dengan berbagai variabel Variabel r p Pengetahuan gizi 0.170 0.165 Tingkat kecukupan energi 0.364 0.002 Tingkat kecukupan protein 0.247 0.042 Tingkat kecukupan kalsium 0.146 0.234 Tingkat kecukupan besi -0.037 0.762 Denyut nadi -0.184 0.133 Tekanan darah -0.034 0.781 Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa status gizi (IMT/U) tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan pengetahuan gizi, hal ini menunjukkan semakin tinggi pengetahuan gizinya maka tidak berpengaruh pada status gizinya. Tetapi hal ini tidak sesuai terhadap literatur yang ada, menurut Mariani (2002) bahwa semakin tinggi pengetahuan gizi seseorang diharapkan semakin baik pula keadaan gizinya. Hubungan antara status gizi (IMT/U) tingkat kecukupan energi dan protein menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan, hal ini dapat dikarenakan status gizi merupakan akumulasi asupan zat gizi dan sebagian besar contoh yang memiliki status gizi normal memiliki konsumsi energi dan protein yang cukup. Hubungan antara status gizi (IMT/U) tingkat kecukupan kalsium dan besi menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan, hal ini dapat dikarenakan sebagian besar contoh yang memiliki status gizi normal memiliki konsumsi kalsium dan besi yang rendah pada saat dilakukan wawancara recall. Karena metode recall hanya mengandalakan daya ingat dan kemampuan contoh dalam memperkirakan ukuran makan yang telah dikonsumsi. Hubungan status gizi dengan denyut nadi dan tekanan darah menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan yang signifikan, hal ini dapat dikarenakan denyut nadi dan tekanan darah tidak hanya dipengaruhi oleh status gizi, tetapi dipengaruhi juga oleh jenis kelamin, faktor aktifitas, usia, dan tingkat stress. Hasil uji korelasi Rank Spearman antara persentase lemak tubuh dengan denyut nadi dan tekanan darah dapat dilihat pada Tabel 36. Tabel 36 Uji korelasi antara persentase lemak tubuh dengan berbagai variabel Variabel Denyut Nadi Tekanan Darah r 0.346 -0.095 p 0.004 0.439 Uji korelasi Rank Spearman antara persentase lemak tubuh dengan denyut nadi menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan, hal ini berarti semakin tinggi persentase lemak tubuh berhubungan dengan semakin tingginya denyut nadi. Apabila persentase lemak tubuh seseorang tersebut tinggi 52 dapat berdampak terhadap fungsi biologis dan hormonal, terutama terhadap fungsi kerja jantung yang harus memompa darah lebih cepat, namun pada pembuluh darah terdapat hambatan dari lemak sehingga menyebabkan denyut nadi cepat. Jumlah lemak yang berlebih dalam tubuh dapat menghambat kemampuan tubuh untuk melakukan aktivitas yang akan menurunkan daya tahan jantung paru. Uji korelasi antara persentase lemak tubuh dengan tekanan darah menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan. Hal ini disebabkan karena tekanan darah pada siswa masih tergolong prehipertensi.