HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN INTERAKSI SOSIAL PADA

advertisement
HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN INTERAKSI SOSIAL PADA
PASIEN KUSTA DI RSUD KELET PROVINSI JAWA TENGAH BIDANG
PELAYANAN KHUSUS
Baiq Susilawati Rukmana*, Gipta Galih Widodo, S.Kp.,M.Kep.,Sp.KMB**
*
Mahasiswa Keperawatan
**
Dosen Pembimbing
Program Studi Ilmu Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo Ungaran
ABSTRAK
Kusta merupakan masalah kesehatan msyarakat karena cacatnya. Cacat
kusta terjadi akibat gangguan fungsi saraf pada mata, tangan , kaki. Sayangnya
orang – orang yang cacat akibat kusta “dicap” seumur hidup sebagai “penderita
kusta” walaupun sudah sembuh dari penyakit. Perubahan fisik dalam tubuh
menyebabkan perubahan citra tubuh, dimana identitas dan harga diri juga dapat di
pengaruhi. Keberadaan penderita penyakit kusta pada umumnya masih ditakuti
dan dikucilkan oleh masyarakat sekitar. Perlakuan yang tidak adil tersebut
menimbulkan masalah sosial yang akhirnya akan mempengaruhi interaksi sosial
khususnya bagi penderita kusta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
hubungan antara Konsep Diri dengan Interaksi Sosisl pada penderita kusta
Jenis desai penelitian dalam penelitian ini berbentuk desain deskriptif
korelasi. Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien kusta rawat inap di RSUD
Kelet Provinsi Jawa Tengah Bidang Pelayanan Khusus dengan sampel yang
diteliti 47 responden, menggunakan teknik total sampling serta alat pengambilan
data menggunakan kuesioner. Uji analisis data menggunakan analisa kendall tau.
Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara konsep diri dengan
interaksi sosial pada pasien kusta di RSUD kelet Provinsi Jawa Tengah Bidang
Pelayanan Khusus, dengan korelasi kendall tau sebesar 0,000 dan p Value sebesar
0,611.
Hendaknya dengan penelitian ini Rumah Sakit maupun Dinas Kesehatan
dapat menangani dengan lebih baik para penderita kusta yang terkait mengenai
perlunya penerimaan masyarakat yang memberi dukungan psikis penderita kusta
terhadap konsep diri dan interaksi social penderita kusta, agar bisa diterima
keberadaannya di masyarakat
Kata Kunci : Konsep Diri, Interaksi sosial, Kusta
Kepustakaan : 25 ( 2003 – 2012 )
PENDAHULUAN
Kusta
merupakan
masalah
kesehatan
msyarakat
karena
cacatnya. Cacat kusta terjadi akibat
gangguan fungsi saraf pada mata,
tangan , kaki. Sayangnya orang –
orang yang cacat akibat kusta
“dicap” seumur hidup sebagai
“penderita kusta” walaupun sudah
sembuh dari penyakit (Dinas
Kesehatan Propinsi Jawa Tengah,
2012).
Penyakit kusta bukan hanya
penyakit yang menyerang fisik
seseorang tetapi merupakan masalah
bagi kejiwaan, mental, sosial dan
ekonomi bagi penderitanya dan
sebagian besar penderita kusta
mengalami perubahan gambaran diri
setelah
mengalami
kecacatan
sehingga mekanisme koping yang
digunakan penderita kusta bisa saja
menjadi
maladaptif.
Adaptasi
terhadap kejadian di atas termasuk
mengintegrasikan perubahan tubuh
ke dalam konsep fisik diri, yaitu citra
tubuh. Penyakit kronis dapat
mempengaruhi kemampuan untuk
memberikan dukungan financial,
oleh karenanya juga mempengaruhi
nilai diri dan peran di dalam
keluarga. Perubahan ini dapat
mengganggu konsep diri (Perry &
Potter, 2005)
Konsep diri adalah citra subjektif
dari diri dan pencampuran yang
kompleks dari perasaan, sikap dan
persepsi bawah sadar maupun sadar.
Konsep diri dan persepsi tentang
kesehatan sangat berkaitan erat satu
sama lain. Klien yang mempunyai
keyakinan tentang kesehatan yang
baik akan dapat meningkatkan
konsep diri. Setiap perubahan dalam
kesehatan dapat menjadi stressor
yang mempengaruhi konsep diri.
Perubahan fisik dalam tubuh
menyebabkan perubahan citra tubuh,
dimana identitas dan harga diri juga
dapat di pengaruhi. Penyakit kronis
sering mengganggu peran, yang
dapat mengganggu identitas dan
harga diri seseorang (Perry & Potter,
2005).
Gambaran tubuh merupakan
salah satu segi dari gambaran diri.
Oleh karena itu gambaran tubuh
membawa pengaruh pada harga diri.
Orang yang puas dengan keadaan
dan penampilannya fisiknya, pada
umumnya memiliki kepercayaan diri
yang lebih tinggi daripada yang tidak
(Paul J, 2012)
Penyakit kusta sering dipercaya
bahwa penularannya disebabkan oleh
kontak antara orang yang terinfeksi
dan orang yang sehat. Dengan
berbagai macam resiko mengalami
kecacatan dan berbagai resiko
penularan yang tinggi pada penyakit
kusta maka akan membuat para
penderita harus diisolasi untuk
mendapatkan
kesembuhan
dan
mencegah penularan. Berada dalam
kondisi pernah menjalani kehidupan
normal namun harus mengalami
suatu
penyakit
yang
besar
kemungkinan
menimbulkan
kecacatan dan dapat menular pada
orang orang lain adalah suatu
keadaan yang sangat berat bagi
penderita dan dapat menimbulkan
stress (Nugraha, 2009).
Pasien kusta akan mengalami
beberapa masalah baik secara fisik,
ini biasanya timbul akibat pasien
kusta tidak ingin berobat dan
terlambat berobat dan menimbulkan
cacat yang menetap dan mengerikan,
sehingga ideal diri yang tidak
realistis
mendasari
terjadinya
penurunan harga diri rendah terhadap
penderita kusta. Ideal diri akan
mewujudkan
cita-cita
atau
penghargaan diri berdasarkan normanorma sosial di masyarakat tempat
individu
tersebut
melahirkan
penyesuaian diri (Suliswati, dkk.
2005).
Dalam kehidupan bermasyarakat,
dampak
dari
penyakit
kusta
sangatlah komplek, baik dari segi
sosial maupun ekonomi. Sebagai
contoh dari segi sosial dantaranya
penderita kusta umumnya kehilangan
peran dalam masyarakat, merasa
rendah diri, tertekan batin, takut
terhadap keluarga dan masyarakat.
Kehilangan peran yang dialami
penderita kusta diantaranya adalah
kemampuan
kinerja
menurun,
keikutsertaan
dalam
organisasi
kemasyarakatan
berkurang
dan
cenderung mengurangi aktivitas
pergaulan
dengan
masyarakat
sekitar. Peran mencakup harapan
atau standar perilaku yang telah
diterima oleh keluarga, komunitas
dan kultur. Perilaku didasarkan pada
pola
yang
dciptakan
melaui
sosialisasi (Potter & Perry, 2005 )
Sebagian
besar
masyarakat
mengucilkan mereka yang terserang
kusta, sehingga orang menderita
kusta sulit melakukan aktifitas
layaknya orang normal karena
stigma yang ada di masyarakat.
Meskipun sembuh dari penyakit
kusta,
msyarakat masih tetap
mengagap orang tersebut penderita
kusta. Sehingga identitas sebagai
penderita kusta akan tetap melekat
pada orang yang pernah menederita
kusta. Identitas diri adalah kesadaran
tentang diri sendiri yang dapat
diperoleh individu dari observasi dan
penilaian
terhadap
dirinya,
menyadari individu bahwa dirinya
berbeda dengan orang lain (Mubarak
dan Chayati, 2008).
Keberadaan penderita penyakit
kusta pada umumnya masih ditakuti
dan dikucilkan oleh masyarakat
sekitar. Perlakuan yang tidak adil
tersebut menimbulkan masalah sosial
yang akhirnya akan mempengaruhi
interaksi sosial khususnya bagi
penderita kusta. interaksi sosial
adalah suatu hubungan antara
individu atau lebih, dimana kelakuan
individu yang satu mempengaruhi,
mengubah,
atau
memperbaiki
kelakuaan individu yang lain atau
sebaliknya ( Ahmadi, 2009)
Bentuk umum proses sosial
adalah interaksi sosial (yang
dinamakan proses soisal ) karena
intarksi social merupakan syarat
utama terjadinya aktivitas – aktivitas
sosial. Pentingnya kontak dan
komunikasi
bagi
terwujudnya
intraksi sosial dapat diuji terhadap
suatu kehidupan yang terasing
(isolation). Kehidupan terasing yang
sempurna
ditandai
dengan
ketidakmampuan untuk mengadakan
interaksi sosial dengan pihak – pihak
lain. Terasingnya seseorang dapat
pula disebabkan oleh karena cacat
pada salah satu indranya. Dari
beberapa hasil penyelidikan ternyata
bahwa keperibadian orang – orang
demikian
mengalami
banyak
penderitaan sebagai akibat kehidupan
terasing karena cacat indra itu. Orang
– orang cacat tersebut akan
mengalami perasaan rendah diri,
karena kemungkinan – kemungkinan
untuk
mengembangkan
kepribadiannya seolah – olah
terhalang dan bahkan sering kali
tertutup sama sekali (Soekanto,
2012)
Banyaknya
masalah
yang
dihadapi penderita kusta, baik dari
diri
sendiri,
keluarga,
dan
masyarakat, memberi pengaruh pada
aspek psikis penderita kusta seperti
konsep
diri
yang
akan
mempengaruhi
dalam
interaksi
sosial, maka dengan alasan ini
peneliti ingin mengetahui hubungan
konsep diri dengan interaksi sosial
pada penderita kusta di RSUD Kelet
Provinsi Jawa Tengah.
responden (74,5%) dan responden
dengan konsep diri negatif sebanyak
12 responden (25,5%).
METODE
Penelitian
ini
merupakan
penelitian deskriptif korelasi dengan
pendekatan cross sectional. Polpulasi
pada penelitian ini adalah pasian
kusta di RSUD Kelet Provinsi Jawa
Tengah
sebanyak
50 pasien.
Pengambilan sampel pada penelitian
ini dilakukan dengan menggunakan
teknik Total sampel. Jadi sampel
dalam penelitian ini adalah pasien
rawat inap di RSUD Kelet Provinsi
Jawa Tengah sebanyak 47 pasien
Alat pengukuran data adalah
koesioner. Dalam penelitian ini
peneliti mencoba untuk mengolah
data dengan menggunakan program
SPSS. Analisa ini menggunakan
Kendal
Tau
karena
datanya
berbentuk oridinal dengan oridinal
Gambaran Interaksi Sosial Pada
Pasien Kusta Di RSUD Kelet
Provinsi Jawa Tengah
Gambaran Interaksi Sosial
Pada Pasien Kusta Di RSUD Kelet
Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat
pada tebel berikut:
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi
Responden Berdasarkan Interaksi
Sosial pada Pasien Kusta di RSUD
Kelet Provinsi Jawa Tengah Bidang
Pelayanan Khusus
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Konsep Diri Pada
Pasien Kusta Di RSUD Kelet
Provinsi Jawa Tengah
Gambaran Konsep Diri Pada
Pasien Kusta Di RSUD Kelet
Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat
pada tebel berikut:
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi
Responden Berdasarkan Konsep Diri
pada Pasien Kusta di RSUD Kelet
Provinsi Jawa Tengah Bidang
Pelayanan Khusus
Konsep
Diri
Positif
Frekuensi
35
Negatif
12
25,5
Total
47
100,0
Persentase (%)
74,5
Berdasarkan tabel diatas
menunjukkan
bahwa
sebagian
responden mempunyai konsep diri
kategori positif yaitu sebanyak 35
Interaksi
Sosial
Baik
Frekuensi
28
Persentase (%)
59,6
Sedang
19
40,4
Total
47
100,0
Berdasarkan tabel diatas
menunjukkan
bahwa
sebagian
responden mempunyai interaksi
sosial kategori baik yaitu sebanyak
28 responden (59,6%) lebih banyak
dibandingkan responden dengan
interaksi sosial kategori sedang yaitu
sebanyak 19 responden (40,4%).
Analisa Hubungan Konsep Diri
Dengan Interaksi Sosial Pada
Pasien Kusta Di RSUD Kelet
Provinsi Jawa Tengah
Analisa Hubungan Konsep
Diri Dengan Interaksi Sosial Pada
Pasien Kusta Di RSUD Kelet
Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat
pada tebel berikut:
Tabel 5.3
Tabulasi
Silang
Konsep Diri dengan Interaksi Sosial
pada Pasien Kusta di RSUD Kelet
Provinsi Jawa Tengah Bidang
Pelayanan Khusus
Konsep
Diri
Positif
Negatif
Total
Interaksi Sosial
Baik
Sedang
f
%
f
%
27 77,1
8 22,9
1
8,3
11 91,7
28 59,6 19 40,4
Total
F
35
12
47
%
100,0
100,0
100,0
p value = 0,000
=0,614
Berdasarkan tabel diatas
menunjukkan bahwa persentase
responden dengan interaksi sosial
baik dan konsep diri positif
(77,1%)
lebih
besar
dibandingkan dengan persentase
responden dengan interaksi sosial
baik dan konsep diri negatif
(8,3%). Persentase responden
dengan interaksi sosial sedang
dan konsep diri negatif (91,7%)
lebih besar dibandingkan dengan
persentase responden dengan
interaksi sosial sedang dan
konsep diri positif (22,9%).
Uji statistik dengan
Kendall Tau didapatkan p value=0,000≤0,05
sehingga
ada
hubungan yang signifikan antara
konsep diri dengan interaksi
sosial pada pasien kusta di RSUD
Kelet Provinsi Jawa Tengah
Bidang
Pelayanan
Khusus.
Angka Kendall Tau 0,611
menunjukkan korelasi positif
yang berarti semakin positif
konsep diri maka interaksi sosial
akan semakin baik, angka ini
juga menunjukkan kekuatan
hubungan
termasuk
dalam
kategori kuat.
PEMBAHASAN
Gambaran Konsep Diri Pada
Pasien Kusta Di RSUD Kelet
Provinsi Jawa Tengah Bidang
Pelayan Khusus
Hasil penelitian menujukkan
bahwa responden yang mempunyai
Konsep Diri katagori positif yaitu
sebanyak 35 responden (74,5%),
dimana responden yang memiliki
konsep diri positif di tunjukkan
dengan karekteristik yang percaya
diri, menerima keadaan perubahan
tubuh yang telah terjadi dan berpikir
positif.
Hal
ini
dipengaruhi
mekanisme koping individu.
Mekanisme koping adalah
cara yang dilakukan individu dalam
menyelsaikan
masalah,
menyesuaikan diri dengan perubahan
dan respon terhadap situasi yang
mengancam (Kelliat, 2009). Pada
pasien kusta yang konsep diri positif
memiliki mekanisme koping yang
baik. Sehingga pasien kusta dapat
menerima keadaan yang dialminya.
Adapun faktor – faktor yang
mempengaruhi mekanisme koping
yaitu kesehatan fisik, keyakinan atau
pandangan positif, keterampilan
memecahakan masalah, keterampilan
sosial, dukungan sosial dan materi
(Maramis, 2006). Faktor mekanisme
koping yang sangat berpengaruh
dalam konsep diri pasien kusta di
RSUD Kelet Provinsi Jawa Tengah
yaitu keyakinan atau pandangan
positif dan dukungan sosial.
Hasil
penelitian
yang
menunjukkan responden dengan
konsep diri negatif sebanyak 12
responden
(25,5%),
dimana
responden dengan konsep diri negatif
di tunjukkan dengan mengungkapkan
keputusasaan dan berpikir tidak akan
diterima
dilingkungan
akibat
penyakit yang dirasakan. Hal ini
dipengaruhi karena faktor stress.
Dimana perubahan kesehatan
fisik terjadi pada pasien kusta yang
dapat menyababkan stress. Setiap
perubahan dalam kesehatan dapat
menjadi stressor yang mempengaruhi
konsep diri. Stressor konsep diri
adalah segala perubahan nyata atau
yang kerap mengancam identitas,
citra tubuh, harga diri, atau perilaku
peran. Konsep diri dapat berubah
akibat stressor yang mempengaruhi
identitas, citra tubuh, harga diri atau
peran (Perry dan Potter, 2005).
Penyakit
kusta
akan
menyebabkan kecacatan, sehingga
pasien kusta kurang menerima
dirinya sendiri karena perubahan
yang terjadi
pada penampilan
tubuhnya.
Perubahan
dalam
penampilan tubuh seperti amputasi
atau perubahan penampilan wajah
adalah stressor yang sangat jelas
mempengaruhi citra tubuh (Perry dan
Potter,2005). Karena perubahan
tubuh tersebut akan menyebabkan
pasien kusta mengikari keadaan yang
sebenarnya sehingga pasien kusta
memiliki ideal diri yang tinggi.
Sedangkan ideal diri yang tinggi
justru dapat menyebabkan harga diri
rendah (Suliswati,dkk.2005). Pasien
kusta yang merasa kurang percaya
diri dan tidak dicintai atau tidak
diterima dilingkungannya akan harga
diri
rendah
sehingga
akan
menjauhkan diri dari lingkungannya.
Gambaran Interaksi Sosial Pada
Pasien Kusta Di RSUD Kelet
Provinsi Jawa Tengah Bidang
Pelayan Khusus
Hasil penelitian menujukkan
bahwa responden yang mempunyai
interaksi sosial katagori baik yaitu
sebanyak 28 responden (59,6%)
ditunjukana
dengan
responden
berkunjung ke pasien kusta lainnya,
mengobrol dan meminta informasi
kepada dokter ataupun perawat. Hal
ini di pengaruhi oleh motivasi.
Dalam melakukan interaksi
sosial terkadang sesorang akan
melakukan
singgungan
–
singgungan, baik itu secara langsung
maupun tidak langsung. Singgungan
– singgungan tersebut akan membuat
seseorang merasa tertekan, untuk itu
dibutuhkan suatu dorongan agar
seseorang tersebut dapat mengurangi
rasa tertekan tersebut. Oleh karena
itu dibutuhkan motivasi, baik itu dari
keluarga maupun masyarakat, agar
seseorang dapat berinteraksi tanpa
tekanan. Pada pasien kusta, motivasi
dari keluarga dan masyarakat akan
sangat mempengaruhi interaksi sosial
mereka. Dimana motivasi diartikan
sebagai suatu kata-kata, rangsangan,
stimulus, atau dorongan yang
diberikan
seseorang
untuk
membangkitkan semangat individu
lainnya (Soekanto, 2010) Motivasi
dapat berupa sikap, perilaku,
pendapat, dan saran sehingga
nantinya
pasien
kusta
dapat
berinteraksi dengan baik.
Hasil penelitian menujukkan
bahwa responden yang mempunyai
interaksi sosial katagori sedang
sebanyak 19 responden (40,4%)
ditunjukan dengan responden jarang
berkunjung ke pasien kusta lainnya
dan tidak pernah bertukar informasi
tentang penyakitnya dengan pasien
lain yang menderita kusta. Hal ini
dipengaruhi oleh sugesti individu.
Terjadinya interaksi sosial
bermula dari individu melakukan
tindakan sosial terhadap orang lain.
Tindakan
sosial
merupakan
perbuatan-perbuatan
yang
ditunjukkan atau dipengaruhi orang
lain untuk maksud serta tujuan
tertentu. Pada pasien kusta sendiri
dalam
interaksi sosialnya di
pengaruhi sugesti, dimana pasien
kusta beranggapan mereka tidak
akan diterima di masyarakat oleh
karena interaksi sosial pasien kusta
terhambat.
Faktor
sugesti
berlangsung
apabila
seseorang
memberi suatu pandangan sikap
yang berasal dari dirinya yang
kemudian diterima oleh pihak lain
(Soekanto, 2010). Sugesti pada
pasien kusta tersebut terjadi dari
pandangan masyarakat sekitar yang
mengucilkan mereka.
Hubungan Konsep Diri Dengan
Interaksi Sosial Pada Pasien Kusta
Di RSUD Kelet Provinsi Jawa
Tengah Bidang Pelayan Khusus
Hasil
analisis hubungan
konsep diri dengan interaksi sosial
pada pasien kusta di RSUD Kelet
Provinsi
Jawa
Tengah
yang
menunjukkan bahwa responden
dengan konsep diri positif dan
interaksi sosial baik (77,1%). Hal ini
ditunjukkan
dengan
responden
merasa percaya diri, memiliki
keyakinan untuk dapat sembuh dan
mau mengobrol dengan pasien
lainnya serta berjabat tangan dengan
orang yang berkunjung.
Responden yang mempunyai
konsep diri positif dengan interaksi
sosial yang baik dipengaruhi oleh
dukungan sosial yang mereka
dapatkan. Dimana jika seseorang
diberi dukungan sosial positif maka
mereka
akan
mengembangkan
konsep diri yang positif, sehingga
berdampak pada kepercyaan diri
yang membuat seseorang dapat
berinteraksi dengan baik. Dukungan
sosial
sangat
membantu
meningkatkan mekanisme koping
individu (Maramis, 2008).
Hasil
analisis hubungan
konsep diri dengan interaksi sosial
pada pasien kusta di RSUD Kelet
Provinsi
Jawa
Tengah
yang
menunjukan
bahwa
responden
dengan konsep diri positif dan
interaksi sosial sedang (22,9%).hal
ini ditunjukkan dengan responden
menerima perubahan tubuh yang
telah terjadi, merasa puas dengan
perannya yang sekarang, dan sering
berkunjung ke pasien lainnya namun
jarang berjabat tangan dengan orang
yang mengunjunginya .
Motivasi yang kurang dari
keluarga
akan
mempengaruhi
interaksi sosial. Pada pasien kusta
sendiri sangat dibutuhkan motivasi
sebagai bentuk kepercayan diri
dalam melakukan interaksi sosial.
Suatu interaksi sosial akan mungkin
terjadi apabila memenuhi dua syarat,
yaitu adanya kontak sosial dan
adanya komunikasi ( Soekanto, 2012
). Jika pasien kusta memiliki
kepercayan diri yang baik maka
pasien kusta sendiri dapat melakukan
kontak sosial dengan keluarga
maupun
masyarakat
untuk
berinteraksi.
Hasil analisis hubungan
konsep diri dengan interaksi sosial
pada pasien kusta di RSUD Kelet
Provinsi
Jawa
Tengah
yang
menunjukan
bahwa
responden
dengan konsep diri negative dan
interaksi sosial baik (8,3%). Hal ini
ditunjukkan dengan mengungkapkan
keinginan
yang
tinggi
untuk
perubahan pada tubuhnya, dan
merasa kurang percaya diri.
Kecemasan seseorang akan
mempengaruhi koping individu.
Pada pasien kusta sendri kecemasan
yang berlebihan akan berdampak
pada koping individu yang tidak
baik. Kecemasan adalah pengalaman
emosi yang tidak menyenangkan,
datang dari dalam dan bersifat
meningkat, menggelisahkan dan
menakutkan
yang dihubungkan
dengan suatu ancaman bahaya yang
tidak diketahui oleh individu
(Prawirohusodo, 2008). Kecemasan
yang dialami pada pasien kusta disini
yatitu persaan takut tidak diterima
oleh keluarga mauapun masyarakat.
Hasil analisis hubungan
konsep diri dengan interaksi sosial
pada pasien kusta di RSUD Kelet
Provinsi
Jawa
Tengah
yang
menunjukan
bahwa
responden
dengan konsep diri negative dan
interaksi sosial sedang (91,7%). Hal
ini ditunjukkan dari mengungkapkan
keputusasaan,
merasa
kurang
bertanggung jawab dan merasa tidak
memiliki keahlian dalam suatu
bidang.
Pada pasien kusta stress yang
dialami karena perubahan bentuk
tubuh dan rasa takut dikucilkan oleh
masyrakat. Setiap perubahan dalam
kesehatan dapat menjadi stressor
yang mempengaruhi konsep diri.
Pasien kusta sendiri akan mengalami
kecacatan pada tubuhnya sehingga
hal tersebut menjadi sebuah ancaman
bagi dirinya. Ancaman terhadap diri
seseorang dapat membahayakan
identitas, harga diri, dan fungsi sosial
yang terinterogasi dalam diri
seseorang (Stuart, 2006). Karena
ancaman yang dirasakan pada pasien
kusta sehingga pasien kusta malu –
malu untuk berintraksi dengan orang
lain.
Uji statistik dengan kendall
tau didapatkan p value= 0,000<0,05
sehingga ada hubungan yang
signifikan antara konsep diri dengan
interaksi sosial pada pasien kusta di
RSUD Kelet Povinsi Jawa Tengah
Bidang Pelayanan Khusus. Angka
Kendall Tau 0,611 menunjukkan
korelasi positif yang berarti semakin
positif konsep diri maka interaksi
sosial akan semakin baik, angka ini
juga
menunjukkan
kekuatan
hubungan termasuk dalam katagori
kuat.
Menurut
Stuart
(2006),
Konsep
diri
seseorang
tidak
terbentuk dari lahir, tetapi dipelajari
sebagai hasil pengalaman unik
seseorang dalam dirinya sendiri,
dengan orang terdekat, dan dengan
realitas dunia. Konsep diri dipelajari
melalui
kontak
sosial
dan
pengalaman
yang
berhubungan
dengan orang lain. Pandangan
individu tentang dirinya dipengaruhi
oleh
bagaimana
individu
mengartikan pandangan orang lain
tentang dirinya. Sedangkan Suatu
interaksi sosial akan mungkin terjadi
apabila memenuhi dua syarat, yaitu :
adanya kontak sosial dan adanya
komunikasi ( Soekanto, 2012 ).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Konsep diri kategori positif
di RSUD Kelet Provinsi Jawa
Tengah yaitu sebanyak sebanyak 35
responden (74,5%) dan responden
dengan konsep diri negatif sebanyak
12 responden (25,5%).
Interaksi sosial kategori baik
di RSUD Kelet Provinsi Jawa
Tengah yaitu sebanyak 28 responden
(59,6%) lebih banyak dibandingkan
responden dengan interaksi sosial
kategori sedang yaitu sebanyak 19
responden (40,4%).
Interaksi sosial baik dan
konsep diri positif (77,1%) lebih
besar
dibandingkan
dengan
persentase
responden
dengan
interaksi sosial baik dan konsep diri
negatif (8,3%). Persentase responden
dengan interaksi sosial sedang dan
konsep diri negatif (91,7%) lebih
besar
dibandingkan
dengan
persentase
responden
dengan
interaksi sosial sedang dan konsep
diri positif (22,9%).
Dengan Kendall Tau didapatkan
p value=0,000≤0,05 sehingga ada
hubungan yang signifikan antara
konsep diri dengan interaksi sosial
pada pasien kusta di RSUD Kelet
Provinsi Jawa Tengah Bidang
Pelayanan Khusus. Angka Kendall
Tau 0,611 menunjukkan korelasi
positif yang berarti semakin positif
konsep diri maka interaksi sosial
akan semakin baik, angka ini juga
menunjukkan kekuatan hubungan
termasuk dalam kategori kuat.
Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas,
maka saran yang dapat diberikan
antara lain :
Hendaknya Institusi Pendidikan
dapat memanfaatkan hasil penelitian
ini sebagai informasi tambahan
dalam penyajian materi yang terkait
dengan hubungan konsep diri dengan
interaksi social pada penderita kusta.
Hendaknya dengan penelitian ini
Rumah
Sakit
maupun
Dinas
Kesehatan dapat menangani dengan
lebih baik para penderita kusta yang
terkait
mengenai
perlunya
penerimaan
masyarakat
yang
memberi dukungan psikis penderita
kusta terhadap konsep diri dan
interaksi social penderita kusta, agar
bisa diterima keberadaannya di
masyarakat
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi A. 2009. Psikologi Sosial.
Rineka Cipta, Jakarta
Amiruddin. D.M, (2001). Penyakit
Kusta.
Hasanuddin
Universty
Press:Makasaar
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan
Praktik, Jakarta : Rineka Cipta
Departemen Kesehatan RI. (2007).
Buku
Pedoman
Nasional
Pemberantasan
Penyakit
Kusta. Cetakan XVIII. Depkes
RI:Jakarta.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah. Data Penderita Kusta
Provinsi Jawa Tengah, tahun
2005, 2006, dan 2007.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah. Profil Kesehatan
Provinsi Jawa Tengah, tahun
2012.
Gunarsa D. S., Yulia Singgih D.
Gunarsa.
2012.
Psikologi
Perawatan.
BPK Gunung
Mulia
Khabib, A. (2008), Hubungan
Antara Tingkat Kecacatan
dengan Konsep Diri Pada
Penderita Kusta di Wilayah
Kerja
Puskesmas
Keling
Kabupaten Jepara. Skripsi
Khabib
Andika.
Tidak
dipublikasikan
Kosasih, I., Wisnu, M, I., Daili, S,
E., Menaldi., L, S. (2007)
“Kusta” dalam Djuanda Adhi
(Eds.), Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin (hlm. 73-88). FK.UI:
Jakarta
Latifah, U., Kumboyono, Heni Dwi
Windarwati.
“Hubungan
Gambaran
Diri
Dengan
Mekanisme Koping Penderita
Kusta Di Rumah Sakit Kusta
Kediri” (online) diakses pada
tanggal
10-11-2013
dari
http://old.fk.ub.ac.id/artikel/id/f
iledownload/keperawatan/umi
%20latifah.pdf
Missophie.
(2009).”Kusta-1”
(online) diakses pada tanggal
08-12-2013
dari
http://www.scribd.com/doc/166
97909/kusta-1
Mubarak & Chayatin. 2008. Buku
Ajar
Kebutuhan
Dasar
Manusia, Teori & Aplikasi
dalam Praktik. EGC: Jakarta.
Notoatmodjo,
Soekidjo.
2010).
Model Penelitian Kesehatan.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Notoatmodjo,
Soeidjo.
2012.
Metodologi
Penelitian
Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta
Nugraha. 2009. “Hubungan Antara
Dukungan Sosial dan Stres
pada Penderita Penyakit Kusta
di Rumah Sakit Kusta Kediri”
(online) diakses pada tanggal
10-11-2013.
dari
http://karyailmiah.
um.ac.id/index.php/BKPsikolo
gi/article/view/2689
Nursalam. 2003. Konsep dan
Penerapan
Metodologi
Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Paul J. Centi. 2012. Mengapa
Rendah
Diri?.
Kanisus
Yogyakarta
Perry & Potter. (2005). Fundamental
Keperawatan : Konsep, Proses,
dan Praktik. Editor edisi
bahasa Indonesia: Yulianti, D.
& Ester, M. EGC:Jakarta
Setadi.
2008.
Keperawatan
Keluarga. EGC : Jakarta
Sugiyono. (2008). Statistik untuk
Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Soekanto, S. 2010.Sosiologi Suatu
Pengantar, Rajawali Pers:
Jakarta
Stuart, G.W. (2006). Buku Saku
Keperawatan Jiwa, ed 5. Editor
edisi
bahasa
Indonesia:
Karyuni, E, P. EGC: Jakarta
Suliswati., Maruhawa, J., Sianturi,
Y., Sumijatun., Payapo, A. T.
(2005).
Konsep
Dasar
Keperawatan Kesehatan Jiwa.
EGC: Jakarta
Tarwoto, W. (2006). Kebutuhan
Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan. Edisi 3. Jakarta :
Salemba Medika
Download