BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Massa Komunikasi massa adalah suatu proses pembentukan, penyampaian, pengolahan, dan penerimaan yang terjadi pada diri seseorang dan, atau diantara dua atau lebih dengan tujuan tertentu.1 Menurut Defleur dan Denis dalam bukunya “Understanding Mass Communication” yaitu komunikasi massa merupakan proses dimana komunikator menggunakan media untuk menyebarkan pesan secara luas dan terus menerus yang bisa memepengaruhi khalayak yang besar melalui berbagai cara.2 Komunikasi massa merupakan bentuk komunikasi yang menggunakan salura dalam menghubungkan komunikator dan komunikan secara massal, berjumlah banyak, terpencar, heterogen, dan harus memberikan efek tertentu.3 2.1.1 Karakterisitik Komunikasi Massa Karakteristik komunikasi massa dibatasi pada lima jenis media massa yang dikenal sebagai the big five of mass media, yakni koran, majalah, radio, televisi, dan film. Berikut adalah penjelasan konsepsional dari karakterisitik komunikasi massa :4 1 Sasa Djuarsa. Pengantar Ilmu Komunikasi. Universitas Terbuka: Jakarta. 2003. hal.11 Ibid. hal. 25 3 Elvinaro Ardianto. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Simbiosa Media: Jakarta. 2005. hal.18 4 Dedy Mulyana. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Remaja Rosdakarya: Bandung. 2007. hal.26 2 18 1. Komunikasi melalui media massa menerpa khalayak yang luas, heterogen, anonim, tersebar, serta tidak mengenal batas geografis dan kultural. 2. Bentuk kegiatan komunikasinya bersifat umum, buka perorangan atau pribadi. 3. Jangkauan pesan sangat cepat, tidak terbatas geografis. 4. Penyampaian pesan melalui media massa cenderung satu arah. 2.1.2 Tujuan dan Fungsi Komunikasi Massa Fungsi komunikasi massa secara garis besar ada dua, fungsi terhadap masyarakat dan fungsi terhadap individu. A. Fungsi terhadap Masyarakat Menurut Lasswell dan Wright, terdapat empat fungsi komunikasi massa, yaitu:5 Pertama, pengawasan lingkungan berfungsi sebagai pengawasan lingkungan merujuk pada upaya penyebaran informasi mengenai berbagai peristiwa yang terjadi di dalam atau di luar lingkungan masyarakat. Kedua, sosialisasi atau pewarisan nilai-nilai, merujuk pada upaya transmisi dan pendidikan nilai serta norma dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Ketiga, hiburan, merujuk pada upaya komunikatif yang bertujuan memberi hiburan kepada khalayak luas. B. Fungsi Terhadap Individu Pengawasan atau pencarian informasi, dimana segala informasi yang menyangkut kehidupan manusia selalu dilaporkan melalui media massa. Dengan 5 Hafied Cangara. Pengantar Ilmu Komunikasi. Raja Grafindo Persada: Jakarta. 2000 hal.134 19 mengetahui segala informasi yang ada, dapat membantu seseorang dalam berbuat sesuatu, mengambil keputusan, dan memiliki kepercayaan pada perilakunya.6 Pertama, mengembangkan diri, setiap individu akan mencari informasi yang berhubungan dengan pekerjaannya. Semakin berkembangnya media massa, baik cetak maupun elektonik, setiap orang dengan mudah mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Media massa menbantu mengembangkan konsep setiap orang. Kedua, fasilitas dalam hubungan sosial yang membantu manusia dalam hubungan sosial, karena media massa selalu menyiapkan topik yang dapat menjadi bahan obrolan yang hangat. Ketiga, sarana pelarian, dalam menghadapi pekerjaan dan aktivitas sering kali membuat seseorang menjadi stres bahkan merasa terasing dengan lingkungan sekitar. Dengan membaca koran, mendengarkan radio, atau menonton televisi, seseorang akan dapat melupakan segala ketegangan dan keterasingan. 2.2 Media Massa Media massa adalah alat yang digunakan dalam penyampaian pesan-pesan dari sumber kepada khalayak (menerima) dengan menggunakan alat-alat komunikasi mekanis seperti televisi, surat kabar, film, radio. Media massa adalah faktor lingkungan yang mengubah perilaku khalayak melalui proses pelaziman klasik, pelaziman operan atau proses imitasi (belajar sosial). Dua fungsi dari 6 Ibid. hal.136 20 media massa adalah media massa memenuhi kebutuhan akan fantasi dan informasi.7 Dalam teori demokrasi, media massa baik cetak maupun elektronik, baik harian maupun mingguan merupakan „wilayah demokrasi‟ keempat disamping eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Media massa pada dasarnya menjadi pilar domokrasi disamping ketiga pilar demokrasi lainnya.8 Peran media informasi pada media massa dalam sistem demokrasi bisa menjadi watch dog, guard dog, atau lap dog. Watch dog (anjing pengawas), media massa yang menjadi musuh berat pemerintah dan korporasi besar, sekaligus berpihak pada masyarakat khususnya mereka yang tuna kuasa. Guard dog (anjing penjaga), media massa mendukung partai politik dominan, kelompok ekonomi yang penting, dan nilai-nilai yang diterima masyarakat luas. Media massa jenis ini hanya melestarikan statusquo dan kemapanan. Sedangkan lap dog (anjing pangkuan), yakni anjing kecil jinak dan sering disayang pemiliknya, tidak berbahaya asal diberi makan dan minum. Media massa yang membuat berita untuk kepentingan elit politik dan elit ekonomi dan membiarkan kaum miskin sengsara.9 Media massa menyebarluaskan nilai-nilai budaya seperti fashion, gaya hidup, masakan, yang semuanya memiliki signifikasi dengan identitas budaya. Dampak media massa dalam konteks politik sangat melekat dengan fungsi media massa. Dalam konteks politik modern, media massa menjadi saluran komunikasi 7 Rachmat Jalaludin. Psikologi Komunikasi. Remaja Rosda Karya: Bandung. hal.56 Amien Rais. Selamatkan Indonesia. PPSK Press: Yogyakarta. 2008. hal. 115 9 Ibid. hal.126 8 21 politik yang banyak digunakan untuk mengangkut pesan secara masif dan menjangkau khalayak luas.10 2.2.1 Televisi sebagai Saluran Media Massa Televisi merupakan salah satu sarana komunikasi massa dimana terjadi komunikasi antara komunikator dan komunikan. Televisi saat ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan oleh masyarakat. Televisi mampu menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk gambar dan suara secara umum, baik terbuka ataupun tertutup, berupa program yang berkesinambungan.11 Pada awal kemunculan televisi ditanggapi biasa saja oleh masyarakat. Harga pesawat televisi saat itu masih mahal, dan program yang disajikan pun belum beragam. Namun, seiring perkembangan zaman, televisi dapat berkembang pesat terbukti sejak pemerintah mendirikan stasiun televisi pertama, yakni TVRI (Televisi Republik Indonesia) oada 24 Agustus 1962, dan setelah itu bermunculan stasiun-stasiun televisi swasta yang ikut meramaikan industri televisi.12 Sejak televisi swasta bermumculan, apalagi dengan adanya reformasi 1998, perkembangan industri televisi menjadi pesat, kebutuhan informasi juga semakin bertambah. Tahun 2000, secara serentak lima televisi swasta berdiri yakni MetroTV, TransTV, Lativi, TV7, dan GlobalTV. Televisi lokal juga 10 Pawito. Komunikasi Politik: Media Massa dan Kampanye Pemilu. Jalasutra: Yogyakarta. 2009. hal. 120 11 Morrisan. Jurnalistik Televisi Mutakhir. Prakarsa: Jakarta. 2006. hal.19 12 Askurifai Baksin. Jurnalistik Televisi. Bandung. 2006. hal. 16 22 mencapai puluhan dan televisi berlangganan yang menyajikan program dari dalam dan luar negeri.13 2.2.2 Program Siaran Televisi Program siaran televisi di Indonesia pada umumnya diproduksi oleh stasiun televisi yang bersangkutan. Di Amerika, stasiun TV tidak memproduksi programnya sendiri, melainkan membeli kepada production house.14 Namun, saat ini pola fungsi production company (memprouksi acara sendiri) dan broadcasting company (menayangkan acara sendiri) yang dulu dianut TVRI tidak lagi berlaku di Indonesia. Saat ini, di Indonesia kecenderungan televisi mengarah kepada sistem Amerika. Ini dimulai dengan adanya garapan sinetron, kuis, reality show, dan acara hiburan lainnya. Sebab jika fungsi production company dan broadcasting company merangkap, maka tidak adanya kontrol dalam penyiaran. Sebab jika ia memproduksi dan menayangkan acaranya, ia harus puas dengan hasil karyanya dan tidak menutup kemungkinan ia tidak mau mendengar kritik dari pihak lain.15 Program acara di televisi dianalogikan sebagai barang yang hendak dijual kepada pihak lain, yakni pemasang iklan dan audiens. Jika program menarik audiens dan sesuai dengan kebutuhan pemasang iklan, maka stasiun TV akan mendapat pemasukan dari iklan yang dipromosikan. Maka dari itu, stasiun TV berlomba-lomba menyajikan program yang bervariasi agar selalu menarik perhatian pemirsa. 13 Morissan. Manajemen Media Penyiaran. Kencana: Jakarta. 2008. hal. 10 Deddy Iskandar Muda, Jurnalistik Televisi. Rosda: Bandung. 2005. hal.7 15 Ibid. hal. 8 14 23 Pengelola stasiun TV dituntut keras dalam memiliki kreativitas untuk menghasilkan program yang menarik. Berbagai jenis program acara itu dibagi dua bagian besar yakni, program informasi dan program hiburan. Program Informasi menyangkut segala jenis siaran yang memberi banyak informasi untuk memenuhi rasa ingin tahu penonton.16 Program Informasi dibagi menjadi dua, yaitu berita keras (hard news) dan berita lunak (soft news). Hard news adalah segala informasi penting yang sifatnya harus segera ditayangkan agar audiens tahu secepatnya.. Sedangkan soft news adalah program yang tidak harus segera ditayangkan namun dalam penyajiannnya ia lebih lengkap dan mendalam. Feature, dokumenter, talk show, magazine, dan current affair merupakan kategori yang masuk pada soft news. Program Hiburan merupakan bentuk siaran yang bertujuan menghibur penonton, hal ini bisa masuk ke dalam bentuk musik, cerita, permainan, dan pertunjukkan.17 Program hiburan adalah jenis prigram program yang paling banyak banyak diproduksi dan hampir mendominasi stasiun televisi, kecuali stasiun televisi berita 2.3 Komunikasi Politik Berbicara mengenai komunikasi politik, tentu tidak lepas dari makna komunikasi dan politik yang berkembang menjadi kajian ilmiah yang bersifat lintas disiplin. Seperti yang dijelaskan di atas bahwa komunikasi adalah proses berbagi makna melalui perilaku verbal dan nonverbal. 16 17 Morissan. Strategi Mengelola Radio dan Televisi. Kencana: Jakarta. 2008. hal.209 Ibid. hal.212 24 Dalam komunikasi yang berhubungan dengan masalah politik, pesan dalam komunikasi bisa dibedakan menjadi dua jenis, yakni informasional dan promosional. Jenis isi pesan yang bersifat informasional akan mencoba mengubah kepercayaan dan harapan, bukan suka atau tidak suka, preferensi atau nilai yang tujuannya mengubah tingkat informasi masyarakat tentang suatu masalah. Namun, tidak berarti partai yang bertujuan kampanye informasi tiu tidak persuasif. Setiap kampanye yang ditujukan mengubah kepercayaan nilai. Sedangkan isi pesan yang bersifat promosional berupaya mengubah nilai dan mempromosikan kandidat, isu, dan partai politik.18 Semua makna komunikasi yang ada tentunya memberi perhatian utama kepada kontrol sosial atau upaya untuk mempengaruhi sesuatu. Bahkan Shacter dalam Fisher dengan tegas menulis bahwa komunikasi adalah mekanisme untuk melaksanakan kekuasaan.19 Dalam kehidupan sehari-hari istilah politik sudah bukan menjadi hal tabu untuk dibicarakan. Segala sesuatu yang dilakukan atas dasar kepentingan kelompok atau kekuasaan pasti diatasnamakan dengan label politik. Dalam Roget‟s Trusty Thesaurus, politik dicitrakan sebagai perbuatan yang tidak jujur, curang, tega, kotor, dan menipu. Dengan kata lain, politik diartikan penyimpangan perilaku dari tatanan kehidupan normal. 20 Citra politik sangat jeleknya di mata masyarakat sehingga membawa dampak rendahnya mahasiswa yang belajar tentang politik.21 18 Dan Nimmo. Komunikasi Politik Khalayak dan Efek. Rosda: Bandung. 2006. hal. 145 Anwar Ibrahim. Komunikasi Politik. Graha Ilmu: Yogyakarta. 2009. hal.7 20 Hafied Cangara. Komunikasi Politik. Rajawali Pers: Jakarta. 2009. hal.25 21 Ibid. hal.25 19 25 Kaspar Bluntchli mendefinisikan, politics is the science which is concerned with the state, which endeavors to understand and comprehend the state in its developement. Laswell juga merumuskan politik sebagai ilmu tentang kekuasaan, “when we speak of science of politics, it means the science of power”.22 Dari definisi „komunikasi‟ dan „politik‟ diatas tentu antara komunikasi dan politik saling berkaitan dan saling mencakupi satu sama lain. Komunikasi dan politik menjadi komunikasi politik pada hakikatnya bertemu pada dua titik, yakni 1) pembicaraan dan 2) pengaruh atau mempengaruhi. Politik adalah komunikasi karena sebagian besar kegiatan politik dilakukan dengan pembicaraan sebagai salah satu bentuk komunikasi. Sebaliknya komunikasi adalah politik, karena tujuan orang berkomunikasi adalah mempengaruhi, sebagai salah satu dimensi politik. Jadi, komunikasi politik itu “pembicaraan yang bertujuan mempengaruhi kehidupan bernegara”. 23 Komunikasi politik diartikan sebagai komunikasi yang terjadi dalam sistem politik, dan antara sistem dan lingkungannya. Komunikasi politik dianngap memiliki fungsi istimewa karena dapat meletakkan basis untuk menganalisis permasalahan yang muncul dan berkembang dalam proses politik bangsa.24 Komunikasi politik sudah ada sejak manusia berpolitik dan 22 Ibid. hal.27 Anwar Ibrahim. op.cit. hal.8 24 Lely Ariani. Komunikasi Politik, Politisi dan Pencitraan di Panggung Politik. Widya Pajajaran: Bandung. 2010. hal.15 23 26 berkomunikasi, perkembangannya sebagai sebuah subdisiplin terlihat dari studi pendapat umum, propaganda, serta berkembangnya teori media kritis. 25 Bentuk-bentuk komunikasi politik secara umum yang dilakukan politikus dan aktivis antara lain retorika politik, agitasi politik atau penggerakan politik, propaganda politik, public relation politik, kampanye politik, dan lobi politik.26 Dalam bentuk komunikasi politik tersebut, selalu ada pertukaran pesan oleh politisi yang berperan sebagai komunikator politik. Politisi memainkan peran dalam membentuk opini publik, yang pastinya mewakili kepentingan kelompok, sehingga ia mencari pengaruh lewat komunikasi.27 Komunikasi politik mencakup kajian tentang kebebasan informasi dan kebebasan pers. Ruang lingkup komunikasi sangat berkaitan dengan berbagai dimensi baik ideologi, sistem politik, budaya politik, partai politik, dan demokrasi yang nantinya akan menentukan kebijakan sebuah negara.28 Semua unsur demikian bisa berjalan dengan komunikasi politik. Ideologi politik berkaitan dengan sistem politik, sistem politik berkaitan dengan komunikasi politik seperti hubungan media massa dengan negara, media massa dengan masyarakat, termasuk dengan partai politik,29 25 Anwar Ibrahim. Komunikasi Politik. Balai Pustaka: Jakarta. 2009. hal.8 Ibid. hal.65 27 Lely Ariani. Komunikasi Politik, Politisi dan Pencitraan di Panggung Politik. Widya Pajajaran: Bandung. 2010. hal.17 28 Anwar Ibrahim. Op.cit. hal.15 29 Dan Nimmo. Komunikasi Politik Khalayak dan Efek. Rosda: Bandung. 2006. hal.31 26 27 2.3.1 Unsur Komunikasi Politik Komunikasi politik seperti body of knowledge memiliki unsur yakni, komunikator (sumber), pesan, media atau saluran, penerima, dan efek. Komunikator Politik, tidak hanya berhubungan dengan partai politik, tapi juga lembaga pemerintahan legislatif dan eksekutif. Sumber atau komunikator politik yakni mereka yang dapat memberi informasi mengenai makna dan bobot politik, misalnya presidem, anggota DPR, gubernur, walikota dan lainnya yang bisa mempengaruhi jalannya pemerintahan.30 Pesan politik yakni pernyataan yang disampaikan baik secara tertulis maupun tidak, tersembunyi atau terang-terangan, dan sadar atau tidak sadar. Media Politik, sarana yang digunakan media dalam menyampaikan pesan politiknya, misalnya surat kabar, televisi, radio, film, atau media interet. Target Politik, anggota masyarakat yang memnberi dukungan dalam bentuk memberikan suara kepada partai atau kandidat. Serta, Pengaruh Politik, yang diharapkan terciptanya pemahaman terhadap sistem pemerintahan atau partai politik dimana nuansanya akan bermuara pada pemberian suara.31 2.4 Partai Politik Dalam konteks negara modern, orang sangat sulit membicarakan politik tanpa melibatkan partai. Dimana ada praktik dan proses politk, maka di sana terdapat partai politik. Pada umumnya partai politik didefinisikan sebagai organisasi artikulatif yang terdiri atas pelaku politik yang aktif dalam masyarakat, 30 31 Hafied Cangara. Komunikasi Politik. Rajawali Press: Jakarta. 2007. hal. 37 Ibid. hal. 39 28 mereka memusatkan perhatian pada pengendalian kekuasaan pemerintah dan bersaing memperoleh dukungan rakyat.32 Alan Ware mendefinisikan partai politik sebagai institusi yang membawa rakyat secara bersama mencapai kekuasaan di dalam negara. Sekelompok orang dalam partai tersebut memiliki kesamaan ideologi, nilai, dan perilaku yang mencari perwakilan kepentingan di dalam masyarakat.33 Agar lebih sistematis, di bawah ini akan diuraikan fungsi partai politik antara lain:34 1. Pembuka partisipasi politik, partai politik merupakan ajang masyarakat untuk aktif dan hidup berpolitik. Hal ini memberi peluang beredarnya pandangan pendapat serta kepentingan masyarakat. Partai politik merupakan barometer demokratis sistem politik dalam sebuah negara. 2. Sosialisasi politik. Fungsi ini sebagai alat penyebar ide-ide. Partai politik akan mensistematir informasi yang berkaitan dengan keberadaan pemerintah dan kepentingan masyarakat. Sehingga masyarakat tahu apa yang dilakukan pemerintah sebagai public service. 3. Artikulasi kepentingan. Partai politik bertanggung jawab terhadap pemilihnya dan harus menyesuaikan dan menyampaikan tuntutan kepada pemerintah. 4. Rekrutmen. Partai politik menyeleksi wakil yang dikendaki serta mengajukan calon jabatan publik untuk dipilih rakyat sehingga dapat mengontrol pemerintah. 32 Malik Haramin. Mengawal Transisi. JAMPPI dengan UNDP: Jakarta. 2000. hal. 127 Syamsul Zakaria. Konvensi Nasional Pemilihan Presiden. Adicipta: Yogyakarta. 2004. hal.74 34 Malik Haramin. op.cit. hal. 130 33 29 Dalam Undang Undang Republik Indonesia No.2 tahun 1999 tentang Partai Politik ditegaskan bahwa fungsi partai antara lain. Pertama, melakasanakan pendidikan politik dan mengembangkan kesadaran atas hak dan kewajiban politik rakyat dalam berbangsa dan bernegara. Kedua, memperjuangkan kepentingan masyarakat dalam pembuatan kebijakan negara melalui mekanisme badan perwakilan rakyat. Ketiga, mempersiapkan anggota masyarakat mengisi jabatan politik sesuai dengan demokrasi. Dalam perjalanan demokrasi Indonesia, partai politik ada pertama kali ketika pemilu 1950, yang hanya ada 4 partai besar yakni Partai Nasional Indonesia (PNI). Masyumi, Nahdlatul Ulama (NU), dan Partai Komunis Indonesia (PKI). Sistem kepartaian di Indonesia menganut aliran ideologis, karena partai politik (parpol) di Indonesia berpijak pada lima aliran besar yang melingkupi nasionalisme radikal, tradisionalisme, aliran Islam, sosial demokrat, dan komunisme. Namun, dari masa ke masa, ideologi partai di Indonesia berbedabeda. Sistem kepartaian pada orde lama sebagian besar bersandar pada ideologi nasionalisme, misalnya Partai Nasional Indonesia (PNI) yang menjadi partai yang mendominasi pemerintahan dan militer. Pada Orde Baru, tidak dapat dikategorrikan menganut ideologi apapun karena terdapat perbedaan gap ideologi, seperti antara Nasionalis dan Komunis, Islam dengan Sekuler, dan Islam dengan Komunis. Pada era reformasi, terdapat dua kutub ideologi yakni Nasionalis dan 30 Agama. Representasi aliran tersebut sudah ada sejak Pemilu 1955 hingga Pemilu 2004.35 Mengenai sistem kepartaian, terdapat beberapa sistem. Yang pertama ada sistem satu partai (one system party). Dalam satu negara hanya ada satu partai politik seperti yang ada di China dan Rusia. Yang kedua, sistem dwi partai, yang dimaksud hanya ada dua partai. Biasanya yang menang pada pemilu adalah yang akan menduduki pemerintahan, sebaliknya yang kalah akan menjadi oposisi.36 Yang ketiga adalah sistem banyak partai (multiparty system) yakni dalam satu negara terdapat beberapa partai, tidak terpengaruh berapa jumlah partai dan partai mana yang berkuasa. Italia, Perancis, termasuk Indonesiamenganggap model multipartai yang paling cocok.37 Indonesia yang merupakan negara yang majemuk, cenderung memakai sistem multipartai. Dimana terdapat perbedaan sosial, seperti ras, suku, agama. Maka masyarakat lebioh cenderung menyalurkan loyalitas ke organisasi sesuai dengan ikatan primodialnya. Maka dari itu, pola multipartai dianggap cocok ketimbang pola satu partai atau dwipartai.38 2.4.1 Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) adalah badan yang menangani fungsi pemenangan yang mencakup kegiatan analisa, perencanaan, pengkoordinasian dan pemantauan terhadap keseluruhan proses pencapaian target partai politik. Bapilu 35 Syamsul Zakaria. Konvensi Nasional Pemilihan Presiden. Adicipta: Yogyakarta. 2004. hal.83 Malik Haramin. Mengawal Transisi. Jaringan Masyarakat Pemantau Pemilu: Jakarta. 2000. hal.134 37 Ibid. hal.135 38 Maswadi Rauf. Indonesia dan Komunikasi Politik. Gramedia Pustaka: Jakarta. 1993. hal.214 36 31 Partai NasDem tingkat pusat sendiri berada di Kantor Pusat DPP Partai NasDem di Gondangdia Jakarta Pusat. Bapilu tingkat pusat menyelenggarakan kegiatan koordinatif tingkat nasional dalam rangka menyelaraskan target politik di seluruh daerah di Indonesia. Dalam melaksanakan tugasnya, Bapilu diawasi oleh Ketua Bidang Pemenangan Pemilu di setiap tingkat keperngurusan partai, dan Ketua Badan Pemenangan Pemilu bertanggung jawab kepada Ketua Partai. Adapun tugas pokok Bapilu menurut program umum yang direncanakan Partai NasDem agar kemenangan Partai NasDem terwujud maka diperlukan usaha antara lain sebagai berikut: 1. Pemenuhan syarat-syarat untuk lolos verifikasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan masuk sebagai peserta pemilu 2014. 2. Perekrutan keanggotaan partai untuk setiap kabupaten, kecamatan, dan desa. 3. Pembentukan Bapilu Provinsi dan Kabupaten/Kota. 4. Perumusan strategi pemenangan pemilu. 5. Penciptaan situsai dan kondisi guna menarik minat atau simpati masyarakat agar memberikan suaranya pada Partai NasDem. 6. Perumusan strategi sosialisasi politik dan kampanye pemenangan pemilu. 7. Penggalangan generasi muda dan membina pendayaan pemuka masyarakat untuk mendukung Partai NasDem pada pemilu 2014. 32 Bapilu sendiri mulai bekerja ketika hasil pengumuman KPU yang menyatakan Partai NasDem lolos verifikasi peserta pemilu 2014. Ketika penulis mendatangi Bapilu di kantor pusat DPP Partai NasDem, pengurus-pengurus dalam struktur badan Bapilu belum terbentuk. Ketika ditanya pengurus akan dibentuk saat KPU mengumumkan kelolosan verifikasi. Saat ini masih dalam tahap perumusan tugas-tugas Bapilu yang akan direalisasikan pada November 2012 hingga menjelang pemilihan umum 2014. Perumusan tugas Bapilu sendiri disusun pada saat RAPIM oleh Dewan Pakar Partai NasDem. 2.5 Strategi Strategi pada hakekatnya adalah perencanaan atau (planning) dalam manajemen untuk mencapai suatu tujuan, namun untuk mencapai tujuan tersebut strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukan arah saja, melainkan harus mampu menunjukan bagaimana taktik operasionalnya. Strategi ini harus mampu menunjukan arah bagaimana operasionalnya secara secara praktis dilakukan, dalam arti bahwa pendekatan (approach) bisa berbeda sewaktuwaktu bergantung pada situasi dan kondisi.39 Istilah strategi berasal dari bahasa Yunani yang berarti Kepemimpinan dalam ketentaraan. Strategi adalah hal menetapkan arah kepada “manajemen” dalam arti orang tentang sumber daya di dalam bisnis dan tentang bagaimana mengidentifikasikan kondisi yang memberikan keuntungan terbaik untuk 39 Onong Uchjana. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti. 2002. hal 32 33 membantu memenangkan persaingan di dalam pasar.40 Strategi juga merupakan sekumpulan pilihan kritis untuk perencanaan dan penerapan serangkaian rencana tindakan dan alokasi sumber daya yang penting dalam mencapai tujuan dasar dan sasaran, dengan memperhatikan keunggulan kompetitif, komparatif dan sinergis yang ideal berkelanjutan, sebagai arah, cakupan, dan perspektif jangka panjang keseluruhan yang ideal dari individu atau organisasi.41 Ada beberapa tahapan dalam penyusunan strategi, antara lain : 1. Seleksi yang mendasar dan kritis terhadap permasalahan 2. Menetapkan tujuan dasar dan sasaran strategi 3. Menyusun perencanaan tindakan (action plan) 4. Menyusun rencana penyumberdayaan 5. Mempertimbangkan keunggulan 6. Mempertimbangkan keberlanjutan42 Tujuan dan sasaran strategi merupakan unsur strategi yang sangat vital karena pencapaian tujuan dasar dan sasaran strategis ini merupakan acuan yang menjadi dasar pengukuran berhasil atau tidaknya suatu strategi. Apabila salah menentukan tujuan dasar dan sasaran strategis, maka akan salah pula pemilihan alat ukur keberhasilan pencapaian suatu strategi.43 Terdapat dua alasan mengapa kegiatan komunikasi yang kita lakukan memerlukan strategi, pertama kita tidak hanya berurusan dengan bagaimana pesan komunikasi diterima oleh komunikan dalam pengertian received, tetapi juga 40 Crown Dirgantoro. Manajemen Stratejik Konsep, Kasus, Dan Implementasi. Jakarta : Grasindo 2007. hal 5 41 Triton PB. Manajemen Startegi. Yogyakarta: Tugu Publisher Nyutran MG II 2007. hal 17 42 Ibid.hal 18 43 Teguh Santoso. Marketing Strategic. Jakarta: PT. Suka Buku 2011. hal 21 34 accepted, yang kedua agar kita bisa mendapatkan respon atau tanggapan yang kita harapkan dari khalayak. Terdapat beberapa tahap di dalam hal pemograman, antara lain pemograman jangka menengah dan jangka pendek.44 Pemograman jangka menengah adalah proses dimana semua rencana fungsional khusus dikaitkan untuk sejumlah tahun tertentu guna menunjukan bagaimana cara strategi dilaksanakan untuk mencapai sasaran jangka panjang perusahaan. Sedangkan, rencana jangka pendek merupakan tahap yang paling penting karena, dalam tahap ini rencana dan kebijakan strategi diungkapkan menjadi keputusan – keputusan konkret dan menjadi tahap yang mendasar dalam upaya lebih menjamin pelaksanaan kebijakan atau strategi tetap pada arah pencapaian tujuan pokok perusahaan. 2.5.1 Strategi Sosialisasi Pengertian dari strategi sosialisasi hampir sama dengan perngertian strategi itu sendiri, yaitu paduan perencanaan komunikasi dengan manajemen komunikasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.45 Melalui penjelasan mengenai langkah-langkah strategi sosialisasi politik, peneliti menyimpulkan strategi sosialisasi politik merupakan bagian dari komunikasi politik yang bertujuan untuk menerapkan pesan-pesan yang bercirikan 44 45 Miner B. John. Kebijakan dan Strategi Manajemen. Jakarta: Erlangga. hal 95 Onong Ucahyana Effendi. Ilmu Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2005. hal.32 35 politik oleh aktor-aktor politik. Menurut Anwar Arifin ada 3 langkah dalam membentuk strategi sosialisasi politik yaitu:46 1. Ketokohan dan kelembagaan Langkah pertama dalam strategi sosialisasi politik adalah merawat ketokohan dan memantapkan kelembagaan. Hal ini berarti dengan ketokohan seorang politikus dan kemantapan lembaga politiknya, masyarakat akan memiliki pengaruh tersendiri dalam berkomunikasi. 2. Menciptakan kebersamaan Yaitu menciptakan kebersamaan antara politikus dengan khalayak dengan menggelar dan menyusun pesan yang homofili ke khalayak untuk mendapat empati khalayak. 3. Membangun konsesus baik antara politikus dlam satu partai maupun partai lain. Sebab dalam paradigma interaksonal tersebut, semua pihak yang berinteraksi memiliki posisi yang sederajat sehingga tercipta suasana dialogis. 46 Anwar Arifin. Pencitraan dalam Politik – Strategi Pemenangan Pemilu Dalam Partai Politik. Jakarta: Pustaka Indonesia. 2006. hal. 100-101 36 2.6 Sosialisasi Politik Dalam komunikasi politik, komunikasi sebagai unsur dinamis dapat membentuk sikap dan perilaku politik yang berintergrasi ke dalam sistem politik yang sedang berlangsung sekaligus upaya melestarikan sistem nilai yang mendasarinya. salah satu upaya pelestarian dilakukan unsur dinamis lainnya yaitu kegiatan sosialisasi politik.47 Sosialisasi politik adalah proses oleh pengaruh mana seorang individu bisa mengenali sistem politik yang kemudian menentukan persepsi serta reaksinya terhadap gejala-gejala politik. Sistem politik dapat berupa input politik, output politik, maupun orang-orang yang menjalankan pemerintahan.48 Konsep sosialisasi politik sebagaimana dikemukakan oleh Atkin, seorang ahli politik dapat dimaknai sebagai „a developmental process by which children and adolescent acquire cognition, attitudes, values, and partipaticion patterns relating to their political environment‟ atau suatu proses perkembangan dengan atau di dalam mana anak-anak dan para remaja memiliki atau mengukuhi polapola kognisi, sikap, nilai, serta pola-pola partisipasi sehubungan dengan lingkungan politik yang ada. Menurut pandangan ini, hakikat sosialisasi politik adalah proses pembelajaran, penumbuhan, pewarisan nila-nilai, keyakinan, atau prinsip yang memiliki signifikasi dengan politik dari waktu ke waktu, dari generasi ke generasi. Sosialisasi politik merupakan proses pembentukan sikap dan orientasi politik para anggota masyarakat dalam menjalani kehidupan politik. Proses ini 47 48 Soemrno. Komunikasi Politik. Pusat Penerbitan Universitas Terbuka: Jakarta. 2004. hal. 53 Pawito. Komunikasi Politik. Jalasutra: Yogyakarta. 2009. hal.303 37 berlangsung tanpa mengenal batas waktu, tidak seperti kampanye yang diatur kapan mulai dan berakhirnya. Sosialisasi politik dapat diperoleh secara sengaja melalui pendidikan formal, nonformal, dan informal maupun secara tidak sengaja melalui media massa dan kehidupan masyarakat.49 Saat ini media massa lebih menyajikan sumber utama informasi yang relevan dengan politik bagi masyarakat. Proses sosialisasi politik berlangsung dengan melibatkan berbagai unsur (agen) dengan atau melalui nilai-nilai yang disampaikan. Upaya identifikasi unsur sosial politik menjadi penting. Setidaknya ada lima unsur sosialisasi politik yang berperan penting dalam masyarakat: 1) keluarga; 2) sekolah; 3) berbagai bentuk kelompok; 4) organisasi ; 5) media massa.50 Gambar 1 – Agen Sosialisasi Politik Pada unsur sarana sosialisasi politik dalam keluarga, hal ini sangat menojol karena anak-anak dan remaja diasuh dan dibersarkan di lingkungan keluarga masing-masing. Dalam lingkungan keluarga, perbincangan juga lazim 49 50 Dan Nimmo. Komunikasi Politik. Bamdung: Rosadakarya. 2006. hal.118 Pawito. op.cit. hal.305 38 mengenai persoalan politik di antara sanak famili. Keyakinan-keyakinan mengenai berbagai hal dapat ditumbuhkan termasuk yang memiliki kaitan dengan politik.51 Sekolah. Unsur ini tidak kalah penting dengan keluarga. Remaja yang menjadi pemilih muda pada pemilu menuntut ilmu di sekolah, mereka belajar mengenai berbagai hal seperti hak dan kewajiban sebagai warganegara, keadilan, dan kemakmuran.52 Unsur kelompok ini sering menenukan persoalan yang lebih spesifik. Keikutsertaan remaja dan mahasiswa dalam berbagai aktivitas demonstrasi dapat dipengaruhi oleh peran-peran kelompok. Kelompok sebagai suatu bentuk kolektivitas sosial juga dapat memberikan referensi pada anggotanya mengenai informasi, keyakinan, bahkan pengambilan keputusan bersama.53 Media massa, ini merupakan unsur signifikasi kuat tidak hanya dalam periode kampanye, akan tetapi juga dalam periode apapun ketika pesan-pesan (informasi dan citra) disampaikan secara berulang-ulang. Penggunaan media massa sangat besar kontribusinya terhadap demokrasi di Indonesia. Kehadiran media massa, terutama televisi dalam proses komunikasi politik menimbulkan aplikasi komunikasi politik seperti propaganda, retorika, agitasi, manajemen komunikasi seperti sosialisasi politik, dan kampanye. Semua itu tidak seara langsung menimbulkan perilaku tertentu, tapi membentuk citra politik dan opini 51 Dan Nimmo. Komunikasi Politik. Bamdung: Rosadakarya. 2006. hal. 121 Ibid. hal.122 53 Ibid. hal. 122 52 39 publik. Media massa menjadi medium untuk menyampaikan peristiwa politik yang aktual.54 Pesan-pesan media massa ditandai oleh sifat massif dan serentak disampaikan kepada publik atau khalayak yang berjumlah besar, luas terpisah, dan heterogen. Berbagai nilai yang bersifat fungsional maupun disfungsional untuk pembangunan bangsa termasuk yang terkait dengan upaya penumbuhan jiwa kepemimpinan. Pada kenyataannya banyak diamplikasi oleh media massa.55 Media masa menyiarkan lewat program berita dan talkshow tentang suatu partai atau tokoh politik tentunya dengan sederet aktivitas yang diperbuat untuk kepentingan bersama. Media massa juga dapat mengamlifikasi ketidakberesan para pemimpin atau elit politik dalam menangani masalah tertentu sehingga terjadi aksi protes yang meluas. Aksi protes ini diyakini masyarakat sebagai cara yang efektif untuk mengemukakan tuntutan dan aspirasi. Dengan bertolak dari pandangan dan penelitian Sears, ia menyarankan adanya pendekatan sosialisasi politik: pendekatan mikro lebih memberikan penekanan pada fenomena psikologis dalam proses pembelajaran dan pengukuhan nilai dan sikap yang kemudian mengimpikasi pada sosialisasi politik sebagai variabel output dalam sistem politik. Pendekatan makro dalam hal ini lebih memandang sosialisasi politik sebagai cara atau proses yang terus berkembang serta merupakan cara untuk memperoleh output dengan banyak aspek dalam sistem politik, termasuk pada partai politik baru yang sedang mengenalkan diri seperti Partai NasDem. 54 55 Pawito. Komunikasi Politik. Jalasutra: Yogyakarta. 2009. hal.306 Ibid. hal. 307 40 Sosialisasi politik merupakan konsep strategis yang mendasar karena berkaitan dengan kelangsungan hidup negara dan seluruh aspek yang terkandung didalamnya. Dalam studi perencanaan komunikasi, ada beberapa langkah yang haris ditempuh dalam pelaksanaan sosialisasi politik. Assifi dan French (1982) menyusun delapan langkah yakni (1) menganalisis masalah; (2) menganalisis khalayak; (3) merumuskan tujuan; (4) memilih media; (5) mengembangkan pesan; (6) merencanakan produksi media; (7) merencanakan manajemen; (8) monitoring dan evaluasi.56 Dalam hal ini, sosialisasi politik dapat dianggap sebagai langkah awal sebelum melakukan kampanye politik. Masyarakat tentunya akan merasa heran dan terkejut jika tiba-tiba suatu partai politik yang langsung berkampanye meminta dukungan suara pada pemilihan umum jika tidak mengenalkan diri terlebih dahulu.57 Sosialisasi politik dan kampanye politik jelas berbeda, walaupun keduanya adalah sama-sama bentuk dari komunikasi politik. Namun diantara keduanya saling berkaitan satu sama lain. Kampanye politik dilakukan menjelang pemilihan umum, yakni khusus pada peride kampanye. Pada umumnya kampanye politik diatur dengan peraturan tersendiri seperti waktunya, tata cara, pengawasam, sanksi-sanksi jika terjadi pelanggaran. Di Indonesia, lembaga yang 56 57 Maswadi Rauf. Indonesia dan Komunikasi Politik. Gramedia Pustaka: Jakarta. 1993. hal. 287 Ibid. hal. 288 41 membuat peraturan semacam itu adalah Komisi Pemilihan Umum. Selain itu, kampanye politik bersifat formal dalam sebuah perebutan jabatan tertentu.58 Sedangkan sosialisasi politik merupakan langkah awal sebelum melaksananakan kampanye politik. Sosialisasi politik pada kenyataannya dilakukan secara berkelanjutan dan tanpa batas waktu, baik sebelum masa kampanye maupun di luar masa kampanye.59 Hal ini sama dengan kasus penelitian yang akan dibahas, Partai NasDem sebagai pendatang baru dalam dunia perpolitikan Indonesia dan baru akan mengikuti pemilu 2014 mendatang, pastinya mengenalkan diri terlebih dahulu dengan sosialisasi politik melalui media massa, khususnya MetroTV. Ketika suatu partai politik baru muncul dan belum diperbolehkan berkampanye, maka cara untuk mengenalkan dirinya adalah melalui sosialisasi politik. Partai NasDem yang belum genap berusia setahun ini sering mempromosikan diri agar masyarakat lebih mengenalnya dan dengan harapan dalam pemilu 2014 dapat mendukung partai tersebut memperoleh suara tinggi. 2.6.1 Tujuan Sosialisasi Politik Dalam kehidupan bernegara, sosialisasi politik tidak lagi dalam jangkauan kelompok, organisasi, partai politik, wilayah etnis kultur, namun telah berada pada jangkauan negara yang berorientasi pada kepentingan bangsa.60 58 Anwar Arifin. Komunikasi Politik. Jakarta: Balai Pustaka. 2003. hal.84 Pawito. Komunikasi Politik: Media Massa dan Kampanye. Yogyakarta: Jalasutra. 2009. hal. 209 60 Soemarno. Komunikasi Politik. Pusat Penerbitan Universitas Terbuka: Jakarta. hal. 57 59 42 Sosialisasi politik yang diselanggarakan negara mentransformasi nilai menjadi pola keyakinan yang membawa bangsa ke arah kebesarannya, karena itu sosialisasi politik dapat dilihat dari beberapa dimensi, yaitu: 1. dimensi psikologis 2. dimensi ideologis 3. dimensi normatif Ketiga dimensi ini memberi dampak yang saling berkaitan yang bersifat sasaran dalam arti sasaran akhir adalah lestarinya sistem politik. Dimensi pertama, sosialisasi politik terarah pada pembentukan sikap politik, perilaku politik, dan kepribadian politik yang merupakan faktor-faktor kejiwaan. Hal ini berlangsung bertahap dari tingkat pemahaman tentant politik, kemudian meningkat kepada pedalaman politik yang merambah sikap afektif. Dimensi kedua, dimensi ideologis. Ini merupakan proses penerimaan terhadap ideologi sebagai pola keyakinan. Simbol politik telah diinterpretasi dan ideologi ini menjadi nilai yang mempedomani sikap kehidupan bernegara. Dimensi ketiga, dimensi normatif. Hal ini menujukkan kondisi terintegrasinya sikap mental dan pola pikir ke dalam sistem norma yang berlaku. Apabila ketiga dimensi tersebut dapat diwujudkan, maka sasaran antara tujuan sosialisasi politik berhasil dan upaya pelestarian sistem politik dan sistem nilai dapat diwujudkan.61 61 Soemarno. Komunikasi Politik. Pusat Penerbitan Universitas Terbuka: Jakarta. hal. 57 43 2.7 Citra Politik Salah satu tujuan komunikasi politik adalah pembentukan citra politik yang baik pada khalayak. Citra politik terbentuk melalui media massa yang bekerja menyampaikan pesan politik yang umum dan aktual. Citra politik adalah efek dari komunikasi politik.62 Dalam kampanye pemilihan, citra adalah bayangan, kesan, atau gambaran tentang suatu objek, terutama partai politik, kandidat, elite politik, dan pemerintah. Citra, sejauh ada kebebasan yang memadai, dapat menentukan cara berpikir dan cara berperilaku seseorang termasukdalam mengambil keputusan dalam pemilihan. Citra politik berkaitan dengan pembentukan opini publik, karena pada dasarnya opini publik lahir melalui citra politik. Sedangkan citra politik ada sebagai konsekuensi kognisi dari komunikasi politik.63 Citra politik yang baik akan membimbing publik kepada upaya, perasaan, harapan suatu partai politik bukan kepada prestasi mereka. Namun, citra politik selalu berubah seiring pengalaman, karena citra adalah kecenderungan yang tersusun dari kognisi, afeksi, dan konasi. Jika ada satu hal yang berubah pada masyarakat seperti pengharapan yang tidak terjadi, maka citra politik yang baik sudah tidak berfungsi.64 Citra memiliki empat fase. Baudrillard menyebutkan keempat fase itu adalah (1) representasi dimana citra merupakan suatu realitas; (2) ideologi dimana citra menyembunyikan dan memberi gambaran yang salah akan aktivitas; (3) citra menyembunyikan bahwa tidak ada realitas; (4) citra tidak memiliki sama sekali 62 Ibid. hal.177 Ibid. hal.178 64 Dan Nimmo. Komunikasi Politik: Khalayak dan Efek. Rosda: Bandung. hal.4 63 44 hubungan dengan realitas apapun. Citra politik terjalin melalui pikiran, perasaan, dan subjektifitas yang memberi kepuasan bagi diri seseorang.65 Citra positif diyakini sebagai bagian terpenting dari tumbuhnya preferensi calon pemilih terhadap partai atau kandidat. Misalnya, jiika seseorang memiliki citra positif dari partai politik, maka orang yang bersangkutan akan memberi suara kepada partai politik atau kandidat bersangkutan asal tidak ada persoalan yang membebani. Namun, pada kenyataannya, seseorang tidak sama sekali terbebas dari beban atau ikatan sehingga suara tadi tidak diberikan pada partai/ kandidat. Beban disini maksudnya seperti ideologisme, etnik, organisasi, ikatan keluarga, dan lain-lain.66 Upaya menumbuhkan citra positif di mata khalayak sangat penting dalam sosialisasi politik dan kampanye. Citra terbentuk oleh paduan antara informasi dengan pengalaman. Orang yang mengalami pengalaman buruk terhadap suatu partai atau kandidat biasanya akan sangat sulit untuk dapat memiliki persepsi positif terhadap partai betapapun informasi yang bernuansa positif menerpanya.67 Jika banyaknya partai politik yang memiliki citra jelek, pastinya akan membuat masyarakat apatis dengan keadaan politik di Indonesia. Seperti kutipan Akbar Tandjung, mantan ketua DPR RI, “citra partai politik yang semakin memburuk karena perilaku elit politiknya yang tidak menjalankan amanat rakyat dan korupsi. Para elit partai politik harus mengubah paradigma bahwa berpartai 65 Anwar Ibrahim. Komunikasi Politik. Graha Ilmu: Yogyakarta. 2009. hal. 179 Hafied Cangara. Komunikasi Politik. Rajawali Press: Jakarta. 2007. hal.264 67 Ibid. hal.265 66 45 bukan semata-mata berorientasi pada kekuasaan, melainkan juga mengakomodasi aspirasi rakyat”.68 Gambar 2 – Skema Membangun Reputasi Partai Politik Gambar diatas merupakan langkah strategi pencitraan yang tidak bisa dilakukan secara instan, melainkan memerlukan waktu yang lama karena publik ingin mengetahui kesesuaian dirinya dengan ideologi, visi, misi serta kinerja dan reputasi suatu parpol dan tokohnya. Publik juga ingin mengetahui kredibilitas kandidatnya, integritas, dan konsistensi parpol, jika ada yang kurang maka citra yang terekam di benak publik menjadi tidak utuh bahkan menjadi buruk.69 Menjaga citra suatu partai atau kandidat penting di mata publik. Maksudnya adalah sejauh mana partai saat ini mendapat citra baik di mata pendukungnya, sehingga ketika figur uatama partai hilang, maka nama baik partai akan selalu diingat masyarakat. Dalam kaitan ini, sebelum figur mengundurkan diri dari kancah politik, manajemen partai harus menyiapkan strategi dalam membangun citra lewat tokoh panutan partai. Baru setelah itu dilaksanakan, 68 Republika. edisi 23 Februari 2012, http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/12/02/23/lzukcd-akbar-citra-parpol-memburukbuat-masyarakat-apatis. Diakses pada 13 Maret 2012 pukul 23.50 WIB. 69 Anwar Arifin. Komunikasi Politik. Graha Ilmu: Yogyakarta. 2009. hal.180 46 strategi pembangunan citra diarahkan ke dalam lingkungan dan luar lingkungan partai. 70 Secara esensial, citra politik memerlukan strategipencitraan yang tepat melalui komunikasi yang dilakukan terus menerus.Hal ini tentu berkaitan dengan sosialisasi politik. Sosialisasi politik merupakan proses bagaimana memperkenalkan sistem parpol. Sosialisasi partai politik dilakukan parpol dengan memanfaatkan public relation politik atau „pemasaran politik‟ sebagai komunikasi politik yang terorganisir dan profesional untuk membangun citra politik. Pentingnya pemasaran politik karena ia merupakan serangkaian aktivitas untuk menanamkan image politik di benak masyarakat.71 2.8 Teori Pencitraan Politik Teori pencitraan didukung kalangan khususnya teoritisi komunikasi politik dan umumnya politisi meyakini penggunaan teori pencitraan terhadap Parpol dapat memiliki peran atau memberi kontribusi di dalam menentukan proses demokratisasi. Dalam perkembangannya, teori pencitraan diperkuat dengan kemunculan teori pemasaran politik (political marketing) didukung kalangan khususnya teoritisi manajemen pemasaran dan umumnya ilmu ekonomi. 70 Jurnal Univ.Muhamadiyah Surakarta. Agus Sukyanto. Citra Partai Politk dalam Framing Media. hal.7 http://fki.ums.ac.id/komuniti/2009/10/31/citra-partai-politik-dalam-framing-media/. Diakses pada 14 Maret 2012 pukul 01.00 WIB 71 Ibid. hal.182 47 Pendukung teori pemasaran politik juga meyakini, penggunaan pemasaran politik memiliki kontribusi atau peran di dalam menentukan proses demokratisasi.72 Teori pencitraan pada partai politik pada umumnya menggunakan pendekatan pemasaran politik. Pemasaran politik (political marketing) adalah ilmu baru mencoba menggabungkan teori-teori marketing dalam kehidupan politik. Sebagai cabang ilmu, pemasaran politik masih tergolong baru namun telah menjadi popular dalam ranah politik di negara demokrasi industri maju. Partai politik berlomba-lomba memanfaatkan ilmu ini untuk strategi kampanye baik untuk mendapatkan dukungan politik dalam Pemilu maupun memilihara citra sepanjang saat dalam jeda pemilu.73 Citra atau image adalah salah satu aset terpenting partai politik. Citra partai positif atau baik di mata publik bergantung pada pengetahuan, kepercayaan dan persepsi publik tentang partai politik dan pada gilirannya dapat mendorong publik untuk mendukung dan memberikan suara kepada partai tersebut dalam Pemilu. Untuk menciptakan pengetahuan, kepercayaan dan persepsi publik ini diperlukan komunikasi politik melalui kegiatan seperti pemberitaan dan iklan politik di media massa, pampflet, bulletin, selebaran, press release atau konferensi press di surat kabar, media elektronik, dialog interaktif atau dialogis di radio-radio dan televisi, dll. Teori pencitraan ini memperkuat kesadaran partai politik akan pentingnya fungsi dan strategi secara tepat mampu menjembatani komunikasi politik efektif. Di Indonesia perkembangan politik kepartaian sejak Pemilu tahun 1990-an 72 Toni Andrianus. Mengenal Teori-Teori Politik. Nuansa Cendikia: Bandung. 2006. hal. 204 Little John. Teori Komunikasi (Theories of Human Communication). Salemba: Jakarta. 2009. hal.186 73 48 ditandai dengan kesadaran akan upaya sosialisasi politik tampak tidak hanya terfokus pada kegiatan dengan metode orasi di tengah lapang, namun lebih pada komunikasi politik melalui berbagai media massa. Karena pengaruh pesan disampaikan partai politik melalui media masa memiliki nilai signifikan terhadap keputusan memilih masyarakat, meskipun memang bukan satu-satunya faktor.74 Baik teori pencitraan dalam komunikasi politik maupun pendekatan pemasaran politik percaya, ada hubungan erat antara citra parpol dan perilaku pemilih. Penciptaan dan pembentukan pencitraan positif Parpol digarap dan dikelola sedemikian rupa baik sepanjang maupun pasca kampanye. Untuk menciptakan pengetahuan dan persepsi masyarakat ini diperlukan komunikasi politik. Dalam perkembangannya, teori pencitraan mendorong partai politik untuk melakukan komunikasi politik melalui media massa, terutama radio, televisi dan media cetak karena luas jangkauan jauh lebih luas ketimbang sarana-sarana komunikasi politik lain. Pesan dan informasi politik Parpol lebih mudah menjangkau rumah-rumah pemilih dalam pemilu melalui media massa ini ketimbang melalui komunikasi interpersonal dengan kader-kader partai pada strata masyarakat bawah umumnya di daerah perdesaan (rural areas).75 Penggunaan media massa sangat penting dalam proses kampanye dan sosialisasi politik dalam pemilu. Dalam konteks politik modern, media massa bukan hanya menjadi bagian integral dari politik, tetapi juga memiliki posisi sentral dalam politik. Media massa merupakan saluran komunikasi politik banyak digunakan untuk kepentingan menyebarluaskan informasi, menjadi forum diskusi 74 75 Ibid. hal. 188 SP. Varma. Teori Politik Modern. Grafindo Persada: Jakarta. 1999. hal.167 49 publik dan mengartikulasikan tuntutan masyarakat beragam. Semua itu dikarenakan sifat media massa dapat mengangkut informasi dan citra secara massif dan menjangkau khalayak begitu jauh, beragam dan luas terpencar. Realitas obyektif era reformasi di Indonesia menunjukkan, teori pencitraan digunakan untuk mempengaruhi pemilih agar memberikan suara kepada parpol, bahkan dalam batas-batas tertentu teori pencitraan digunakan untuk menutupnutupi “politik uang” atau “pembelian suara” di tingkat daerah maupun nasional. Teori pencitraan digunakan semata untuk menghindar dari penyingkapan perolehan suara pemilih melalui politik uang. Teori pencitraan semula diyakini dapat berperan dan memberi kontribusi positif, justru menjadi kontra terhadap proses demokratisasi. Maknanya adalah teori pencitraan digunakan untuk memperkuat politik kartel dalam kehidupan kepartaian.76 Saat ini, partai politik tidak hanya memanfaatkan jasa konsultan kehumasan, juga membuat media khusus untuk mengkomunikasikan visi, misi dan program partai. Selain itu, ada Parpol mempunyai website sebagai kelengkapan instrumen kampanye. Semua informasi partai disajikan secara detil di website tersebut. Kedekatan partai dengan konstituen dan massa mengambang tetap terjaga setiap saat. Tercipta pendidikan politik masyarakat dengan menempatkan masyarakat sebagai subyek politik, bukan obyek politik sebagaimana disikapi pada saat sosialisasi dan kampanye pemilu saja. 76 Ramlan Surbakti. Memahami Ilmu Politik. Grasindo: Jakarta. 2007. hal. 225 50 Pendekatan pemasaran politik menggunakan teori-teori mengenai perilaku konsumen. Pendekatan ini digunakan karena saat menggunakan hak pilihnya, pemilih melakukan pengambilan keputusan untuk mempertukarkan hak suaranya dengan pilihan terhadap suatu partai politik tertentu sama seperti perilaku konsumen mempertukarkan uang untuk membeli barang/jasa tertentu. Pendekatan pemasaran politik memperkirakan, individu berperilaku berdasarkan keingingan untuk terikat dengan perilaku tersebut dan faktor apa saja mempengaruhi keinginan untuk memilih partai politik. Penerapan pendekatan pemasaran memungkinkan partai politik mengetahui apa secara siginifikan mempengaruhi keinginan untuk memilih partai politik dan memasarkannys secara tepat demi mendapatkan suara pemilih.77 Pendekatan pemasaran politik juga percaya, keinginan untuk memlih partai politik signifikan dipengaruhi, baik secara langsung maupun tidak langsung, oleh sikap dan norma subyektif interpersonal. Pengaruh sikap terhadap partai politik signifikan karena orang mengidentifikasikan diri terhadap Parpol, bukan terhadap pemimpin. Pengaruh sikap terhadap Parpol secara langsung lebih tinggi dibandingkan pengaruh secara tidak langsung. Pemilih tidak terlalu memperhatikan atribut partai politik seperti visi/misi/program atau isu. Pemilih lebih menekankan pada perasaan simpati.78 Sosialisasi politik sudah berlangsung sejak individu belum mempunyai hak pilih dan juga terjadi pada saat individu bersama keluarga, teman, di tempat kerja, bahkan di kedai kopi. Di samping itu, adanya persaingan politik dan sistem 77 78 Ibid. hal.227 Ibid. hal.228 51 multipartai dianut serta semakin kritis masyarakat dalam memilih partai politik. Partai politik dituntut menjadi lebih kreatif dalam menganalisis permasalahan negara dan rakyat. Partai politik paling bagus menyusun program kerja mempunyai peluang lebih besar memenangkan perolehan suara pemilih dalam Pemilu. 52