Meningkatkan Kemampuan Menulis Cerpen dengan Pendekatan Pembelajaran Terpadu (Studi pada Siswa Kelas XII IPA-3 SMA N 1 Mojolaban) Tukiman SMA Negeri 1 Mojolaban Sukoharjo Jl. Batara Surya No. 10 Wirun, Mojolaban, Sukoharjo Abstract: The goal of this research is to improve short story writing skills in the Indonesian language learning using integrated learning approach fo students in grade XII SMA Negeri 1 Mojoplaban, Sukoharjo . This research was conducted in August, September, and Nofember 2006. The method used in the research was Classroom Action Research (CAR) . This research was done in four stages: planning, conducting, observing, and reflecting. These four stages formed a cycle. The research was a collaborative research by involving the Indonesian language peer teachers and students to plan the program, cary out the research was analyzed by critical descriptive analysis techniqe by describing the data and comparing them with the observed performance indicator. Based on the action observed in the reseacrh, it was concluded that the application of integrated learning strategy was able to enhance the short story writing skills of the students in the twelfth grade science program -3 SMA Negeri 1 Mojolaban. The average result of the short story writing test in the pre-condition was 57, in cycle -1 was 62, in was 65,74 and 71,85 in cycle -3. Kata kunci: menulis cerpen, pembelajaran bahasa indonesia, pendekatan pembelajaran terpadu. Salah satu faktor yang menentukan kualitas pendidikan dan pengajaran di suatu sekolah adalah hasil belajar. Elias dalam Dede (2004) berpendapat hasil belajar atau keberhasilan proses pendidikan sangat dipengaruhi oleh proses belajar mengajar. Hasil belajar yang telah dicapai oleh suatu sekolah, tinggi rendahnya atau baik-buruknya sangat bergantung pada proses belajar, yakni pengalaman belajar apa saja yang telah dihayati oleh siswa. Proses belajar mengajar yang berlangsung dengan baik dan berkualitas, dengan sendirinya akan mencetak hasil belajar yang baik; sebaliknya proses belaj ar mengajar 151 152 JURNAL PENDIDIKAN, JILID 16, NOMOR 2, JULI 2007 yang berjalan tidak baik akan menghasilkan pula hasil belajar yang tidak baik. Ber-kaitan dengan kualitas proses belajar mengajar tersebut, Soedijarto (1993) mengemukakan bahwa ada tiga komponen yang mempengaruhi kualitas proses belajar mengajar, yaitu (1) tingkat partisipasi dan jenis kegiatan belajar yang dihayati oleh siswa; (2) peran guru dalam proses belajar mengajar; dan (3) suasana proses belajar mengajar. Semakin intensif partisipasi siswa dalam kegiatan belajar mengajar, semakin tinggi kualitas proses belajar itu. Tingkat partisipasi yang tinggi yang diperlihatkan oleh siswa pada waktu mengikuti kegiatan belajar mengajar dapat dicapai apabila mereka memiliki kesempatan untuk secara langsung (1) melakukan berbagai bentuk pengkajian untuk memperoleh pengetahuan dan pemahaman, (2) berlatih berbagai keterampilan kognitif, personal sosial, dan psikomotorik, baik yang berbentuk efek langsung pengajaran maupun sebagai dampak pengiring pelaksanaan berbagai kegiatan belajar mengajar yang memiliki s asaran pembentukan utama lain, dan (3) menghayati berbagai peristiwa sarat nilai, baik secara pasif dalam bentuk pengamatan dan peng -kajian maupun secara aktif melalui keterlibatan langsung di dalam berba-gai kegiatan (Raka Joni, 1993: 27). Dalam pembelajaran sastra di Sekolah Menengah Atas, komponen materi menunjukkan hal yang tidak seimbang. Sebagaimana dikemukakan Sarwadi (1991: 97), pada pembahasan materi pelajaran prosa, arah pembicaraan cenderung berpusat pada karya sastra jenis novel yang mencakup pe ngertian, jenis, sejarah perkembangan, dan ulasan telaahnya, sedangkan cerpen kurang memperoleh perhatian secara seimbang. Oleh karena itu, diperlukan keseimbangan pembelajaran antara bahasa dan sastra sehingga diperoleh porsi yang sama. Namun, kenyataan d i lapangan menunjukkan bahwa pembelajaran sastra cenderung terabaikan khususnya dalam hal proses kreatif sastra bagi siswa, padahal kemampuan siswa dalam berproses kreatif sastra sangat mendukung keberhasilan pembelajaran. Gugatan terhadap pengajaran sastr a di sekolah telah berlangsung dalam kurun waktu yang panjang. Ismail (1998:13) menganggap bahwa pengajaran sastra Indonesia mengalami kemunduran sejak 47 tahun silam dibandingkan dengan masa Hindia Belanda. Penyebabnya adalah (1) pengajaran sastra hanya ditumpangkan pada pelajaran tata bahasa; (2) sastra diajarkan sangat sedikit ; (3) tidak ada buku sastra yang diwajibkan dibaca oleh siswa sampai tamat dan dibahas tuntas; dan (4) bimbingan mengarang sastra sangat terlantar. Aktif dan pasifnya proses pembelajaran banyak ditentukan seberapa jauh peran guru dalam mengelola kelas. Aktif dan pasifnya siswa sangat bergantung antara lain pada pendekatan atau metode mengajar yang digunakan. Pendekat - Tukiman, Meningkatkan kemampuan menulis cerpen dengan pendekatan pembelajaran 153 an atau metode mengajar yang digunakan akan mempengaruhi terhadap cara penyampaian materi pelajaran. Di samping itu, penerapan suatu metode me nentukan corak pembelajaran yang dihayati siswa. Pada masa lampau pengajaran banyak dilakukan dengan metode cera mah. Guru menjelaskan konsep dan siswa mendengarkan sambil (kalau perlu) mencatat penjelasan guru. Penerapan metode ceramah dalam pengajaran meng hasilkan pembelajaran dengan karakteristik sebagai berikut: guru sangat domi nan dan murid menjadi pasif. Dengan kondisi yang demikian, guru seolah -olah menjadi orang yang pandai di dalam kelas sedangkan siswa dianggap sebagai pihak yang belum tahu apa -apa. Oleh karena itu siswa hanya menerima apa yang diberikan guru tanpa mengetahui bagaimana memperoleh hal itu akibatnya situasi kelas menjadi pasif. Sesuai pendapat Sayuti (2006 : 2) bahwa proses pembelajaran sastra ter lampau bersifat satu arah, kognitif dan eksklusif. Para siswa, bahkan maha siswa hanya dijejali pengetahuan dan dibekali ketrampilan tanpa pemahaman dan penghayatan. Kedudukan guru dan dosen yang selalu dianggap su perior, sementara peserta didik dianggap tidak tau apa -apa dan harus “diisi” sekehen dak hati oleh pengajar dengan materi -materi pembelajaran yang tidak relevan lagi. Potret pembelajaran sastra yang demikian menarik untuk menerapkan strategi pembelajaran terpadu digunakan untuk mengoptimalkan kualitas pem belajaran sastra di SMA. Sehingga berbagai kesulitan dapat diatasi. Pembelajaran sastra dengan menerapkan strategi pembelajaran terpadu diharapkan pula dapat membangkitkan motivasi siswa dalam menulis cerp en. Digunakan strategi pembelajaran terpadu karena metode tersebut menerapkan empat ketrampilan berbahasa secara menyatu dan bersama -sama dalam satu kegiatan belajar mengajar di kelas. Perlunya topik ini dibahas karena mata pelajaran bahasa Indonesia tidak hanya mengajarkan siswa berbahasa Indone sia saja tetapi juga harus pandai dalam bersastra. Kegiatan pembelajaran kesastraan tersebut sangat kompleks, yaitu meliputi pembelajaran praktik drama/teater, membaca puisi, penulisan puisi atau cerpen, dan sebagai nya. Namun, penelitian ini hanya dibatasi pada upaya peningkatan penulisan cerpen. Tujuan pembelajaran penulisan cerpen adalah mengajak siswa berproses kreatif menuangkan ide, gagasan dan emosi jiwa secara imajinatif. Penelitian tindakan kelas ini bertujua n untuk meningkatkan kemampuan siswa menulis cerpen di kelas X II IPA-3 SMA Negeri Mojolaban dengan penerapan strategi pembelajaran terpadu karena dengan terpadu pendekatan 154 JURNAL PENDIDIKAN, JILID 16, NOMOR 2, JULI 2007 terpadu tersebut pembelajaran menulis cerpen akan lebih menarik dan tidak mejemukan siswa. Bagi guru mata pelajaran bahasa Indonesia, manfaat yang dapat dipero leh adalah penggunaan pendekatan pembelajaran terpadu dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia jika diajarkan secara berangsur-angsur maka akan berhasil dengan baik. Selain itu, materi pembelajaran sastra khususn ya praktik menulis cerpen harus sud ah tuntas diajarkan di kelas XII SMA, sehingga siswa memiliki ketrampilan menulis cerpen secara optimal. Bagi kepala sekolah, manfaat yang dapat diperoleh melalui penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai masukan dalam rangka pengefektifkan pembinaan pada guru agar dapat meningkatkan profesionalismenya melalui kegiatan belajar mengajar yang dilakukan dengan jalan melakukan penelitian tindakan kelas. Hakikat Keterampilan Menulis C erpen Widyamartaya (1990: 9) berpendapat bahwa menulis adalah keseluruhan rangkaian kegiatan seseorang dalam mengungkapkan gagasan dan menyampai kannya melalui bahasa tulis kepada pembaca seperti yang dimaksud oleh pengarang. Sementara itu Nugrian to (1988: 271) berpendapat, agar komunikasi lewat lambang tulis dapat tercapai seperti yang diharapkan, penulis hendaklah menuangkan ide atau gagasannya ke dalam bahasa yang tepat, teratur, dan lengkap. Dengan demikian bahasa yang dipergunakan dalam menuli s dapat menggambarkan suasana hati atau pikiran penulis. Sehingga dengan bahasa tulis seseorang akan dapat menuangkan isi hati dan pikiran. Martin dan Ellen (1984: 75) mengatakan bahwa konsep menulis terdiri dari: (1) menulis itu membangun suatu konteks ya ng mengantarkan pembaca pada pikiran utama, (2) menulis itu menyediakan focus yang lebih jauh pada isi yang akan diketahui pembaca, dan (3) menulis itu membangun sangat jelas tentang pokok pikiran pada teks untuk mengemukakan ide atau tulisan. Menulis dalam bentuk apapun sebenarnya melatih penulis berpikir secara teratur, tertib dan lugas. Diketahui juga ada hubungan timbal balik antara pikiran dan bahasa. Pikiran sebenarnya dapat dinyatakan sebagai suatu mental bahasa yang terdiri atas lambang -lambang/tanda-tanda yang istimewa. Pendapat lain mengatakan bahwa pikiran dapat disejajarkan dan ditafsirkan sebagai aktivitas jiwa. Oleh karena itu, semakin teratur pikiran seseorang diharapkan semakin teratur pula susunan kalimatnya Tukiman, Meningkatkan kemampuan menulis cerpen dengan pendekatan pembelajaran 155 Pengertian cerpen Cerpen sebagai salah satu genre sastra fiksi sangat menarik untuk ditulis dan dipelajari. Cerpen tergolong dalam cerita rekaan. Waluyo (2001: 1) mengatakan bahwa istilah cerita rekaan terdapat kata ‘cerita’ dan ‘rekaan’ sebenarnya semua cerita mestinya adalah fiksi. Namun akhir-akhir ini banyak juga cerita yang bukan fiksi karena perkataan cerita itu berubah makna meluas yakni mengisahkan juga yang bukan fiksi sehingga timbul cerita nonfiksi. Baik cerita fiksi maupun nonfiksi termasuk jenis prosa. Prosa ini pun sering kali diklasifikasikan menjadi prosa fiksi ( prose fiction) dan prosa nonfiksi (prose nonfiction). Kata fiksi berarti bahwa cerita itu merupakan hasil khayalan atau hasil imajinasi dan bukan cerita yang nyata terjadi. Menurut Suharto (2002: 1), cerita pende k adalah kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata) memberikan kesan tunggal yang dominan dan memusatkan diri pada satu tokoh dalam satu situasi. Ciri -ciri cerpen antara lain: (1) singkat dan padat; (2) sumber cerita kehidupan sehari -hari; (3) tidak melukiskan seluruh kehidupan para pelakunya; (4) habis dibaca sekali duduk; (5) tokoh mengalami konflik yang sekaligus mendapatkan penyelesaian; (6) penggunaan kata-katanya ekkonomis, meninggalkan satu kesan dan efek perasaan pada pembaca, menceritakan satu kejadi an dari awal sampai terjadi perkembangan jiwa, terjadi krisis bagi pelaku tetapi tidak sampai mengalami perubahan nasib, beralur tunggal, perwatakan dan penokohan diuraikan secara singkat. Menurut Nurgiyanto (1995: 10), cerpen sesuai dengan namanya, adalah cerita yang pendek. Akan tetapi, berapa ukuran panjang pendek itu memang tidak ada aturannya, tak ada satu kesepakatan di antara para pengarang dan para ahli. Poe (dalam Jassin, 1961:72), sastrawan ternama dari Amerika mengatakan bahwa cerpen adalah sebua h cerita yang selesai dibaca sekali duduk, kira-kira setengah sampai dua jam, suatu hal yang kiranya tak mungkin dilakukan untuk sebuah novel. Jassin mengatakan bahwa yang disebut cerpen harus memiliki bagian perkenalan, pertikaian dan penyelesaian. Sedang kan menurut The Liang Gie dan Widyamartaya (dalam Kamus Seni Mengarang, 1983: 56) mengatakan bahwa cerpen adalah cerita khayal yang berbentuk prosa yang pendek, biasanya di bawah 10.000 kata, bertujuan menghasilkan kesan kuat dan mengandung unsur-unsur drama. Oleh sebab itu, alurnya pun disebut konflik dramatic. Hamid (dalam Rampan, 1995: 10) mengatakan bahwa yang disebut cerpen itu harus dilihat dari kualitas atau banyaknya perkataan yang dipakai, antara 500 - 20.000 kata, adanya satu plot, adanya satu wa tak, dan adanya satu kesan. 156 JURNAL PENDIDIKAN, JILID 16, NOMOR 2, JULI 2007 Beberapa buku dan uraian yang layak dijadikan pedoman, tampaknya pendapat para pakar cerita pendek dunia, Edgar Allan Poe, sangat cocok menjadi panduan. Karena secara teoritis ia memenuhi criteria ilmiah, tetapi secara praktis ia dapat diaplikasikan. Keterampilan menulis cerita pendek Banyak orang beranggapan bahwa menulis cerita pendek (cerpen) sangat sulit. Namun sebenarnya di sisi yang lain jika kita memiliki tekad (kemauan), kemampuan dalam menulis dan kaya ide, maka pekerj aan menulis cerpen menjadi hal yang mudah. Bagaimanakah cara menulis cerpen? Berikut akan disajikan secara berturut tentang pengertian kete -rampilan menulis cerpen, tujuan dan teknik menulisnya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (1993: 1043), penge rtian keterampilan adalah kecakapan seseorang untuk menyelesaikan tugas. Keterampilan di sini terkait dengan keterampilan menulis cerpen. Terlebih dahulu akan disebutkan beberapa pengertian tentang kegiatan menulis. Kegiatan menulis merupakan suatu keteram pilan produktif dalam pembelajaran berbahasa, karena kegiatan tersebut lebih banyak menekankan pada penuangan ide dan gagasannya dalam bentuk kata -kata, susunan kalimat, dan menjadi satu gugusan alenia untuk menghasilkan suatu karya. Menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang -lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami seseorang sehingga orang lain dapat membaca lambang -lambang grafik tersebut (Tarigan, 1985: 21). Pendapat tersebut menunjukkan bahwa dengan tulisan dapat terjadi komun ikasi antara penulis dan pembaca. Hal ini dapat terjadi apabila penulis dan pembaca memahami lambang-lambang grafik yang digunakan untuk menulis tersebut. Agar karangan siswa dapat memberikan kejelasan kepada pemakainya, penulis harus mampu menyusun kalima t yang serasi. Kalimat-kalimat yang terdapat dalam tulisan tersebut harus disusun secara tepat agar tercipta keserasian hubungan antara unsur -unsurnya dalam sebuah karangan. Hal yang terdapat dalam tulisan siswa dan bagian -bagiannya harus merupakan hubunga n yang logis. Keterampilan menulis adalah ketrampila n yang sangat kompleks (Hastuti, 1992: 9). Di samping itu, menulis mer upakan suatu cara berkomunikasi. Kemajuan suatu bangsa dapat diukur dari maju tidaknya ko munikasi tulis bangsa tersebut. Maju tidakn ya, komunikasi tulis dapat dilihat dan diukur dari kualitas dan kuantitas hasil percetakan yang terdapat di Negara tersebut (Tarigan, 1992: 19). Tukiman, Meningkatkan kemampuan menulis cerpen dengan pendekatan pembelajaran 157 Kemampuan menulis adalah kemampuan seseorang untuk menuangkan buah pikiran, ide, gagasan, dengan mempergunakan rangkaian bahasa tulis yang baik dan benar. Kemampuan menulis seseorang akan menjadi baik apabila dia juga memiliki: (a) kemampuan untuk menemukan masalah yang akan ditulis, (b) kepekaan terhadap kondisi pembaca, (c) kemampuan menyusun perencanaan peneliti an, (d) kemampuan menggunakan bahasa Indonesia, (e) kemampuan memulai menulis, dan (f) kemampuan memeriksa karangan sendiri. Kemampuan tersebut akan berkembang apabila ditunjang dengan kegiatan membaca dan kekayaan kosa kata yang dimilikinya. Pengertian tentang keterampilan menulis cerpen dari berbagai sumber di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian keterampilan menulis cerpen adalah kecakapan seseorang dalam membuahkan karya seni imajinatif yang singkat dan padat melalui tulisan kalimat -kalimat secara produktif dan kreatif. Secara teoritis, cerpen memiliki struktur, atau unsur intrinsik tema, amanat, latar, tokoh dan penokohan, sudut pandang ( point of fiew), alur atau plot, dan style (gaya bahasa). Hakikat pembelajaran terpadu Istilah strategi mula-mula dikenal di kalangan militer antara lain sebagai “ilmu perang”, tetapi kini telah merambah berbagai bidang kehidupan tidak terkecuali bidang pendidikan. Parera (1992: 145) menyebut strategi pembelajaran sebagai prosedur yang digunakan dalam belajar, berpikir dan sebagainya yang menjadi sarana untuk mencapai tujuan. Aminuddin (1997: 138) menyebut strategi pengajaran sebagai pola kegiatan belajar mengajar yang dipilih dan digunakan oleh guru secara kontekstual sesuai dengan karakteristik siswa, sistem persekolahan, konteks sosial masyarakat, dan tujuan khusus pembelajaran yang dirumuskan. Strategi pembelajaran mengarah kepada prosedur kegiatan belajar mengajar sejalan dengan kreativitas yang dikembangkan oleh guru. Hal penting dalam suatu model pembelaj aran sastra terpadu ialah efisiensi dan efektivitas pembelajaran dengan mempertimbangkan hakikat sastra sebagai karya seni dan fungsinya sebagai media komunikasi estetik. Teknik apresiasi sastra harus diarahkan kepada pengembangan imajinasi, keterlibatan kebudayaan, dan kehidupan. Pengembangan itu dilakukan melalui kegiatan membaca berpikir bebas ( freedom reading, thinking activity ) berdasarkan respon dan analisis ( response and analysis ) untuk mengembangkan faktor-faktor yang mampu menumbuhkan kecintaan dan penghargaan pada diri siswa terhadap karya sastra dan nilai -nilai yang 158 JURNAL PENDIDIKAN, JILID 16, NOMOR 2, JULI 2007 dikandungnya (Gani, 1988: 105). Bahkan lebih jauh lagi, dalam pembelajaran sastra hendaknya mendorong agar siswa terbiasa menulis karya sastra sebagai salah satu bentuk varian keteramp ilan menulis. Prinsip lain yang perlu diperhatikan guru dalam pembelajaran sastra ialah menciptakan kondisi menyenangkan pada siswa, yang mampu menanamkan kesan bahwa mempelajari atau mengapresiasi sastra merupakan kegiatan yang menyenangkan (Damono, 1998: 17). Sebagai pengelola strategi, guru merupakan faktor yang penting dalam menciptakan pembelajaran yang menarik, agar kinerjanya optimal. Pembelajaran terpadu merupakan penerapan pembelajaran yang di dasarkan pada prinsip bahwa dalam waktu yang sama, sisw a dapat mempelajari berbagai lingkup isi mata pelajaran yang berbeda -beda. Syafi’ie (1994: 89) menegaskan bahwa prinsip pendekatan terpadu pada intinya menekankan pada (1) kebermaknaan konsep bagi siswa dalam kemampuan berpikir kritis dan kreatif, (2) kemampuan bahasa disajikan sebagai suatu kebulatan, tidak terpisahpisah ke dalam ketrampilan -ketrampilan yang terlepas satu dengan yang lain, (3) pelaksanaan pembelajarannya menuntut adanya budaya tulis. Kegiatan pembelajaran yang dipadukan dapat terjadi anta runsur dalam mata pelajaran itu sendiri (internal) dan dapat juga antarmata pelajaran (eksternal atau antarkurikulum). Dengan demikian, pengertian pendekatan terpadu dapat disimpulkan sebagai cara pandang pembelajaran bahsa Indonesia sebagai suatu proses yang meng-optimalkan keseimbangan empat ketrampilan berbahasa dan apresiasi sastra secara utuh ( holistic) dalam mencapai kompetensi komunikatif dan tujuan yang lain. METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas XII IPA-3 SMA Negeri 1 Mojolaban Jalan Batara Surya 10 Wirun, kecamatan Mojolaban, kabupaten Sukoharjo. Waktu penelitian tiga bulan secara berturut–turut mulai Agustus, September dan Nopember 2006 Sumber Data Sumber data penelitian tindakan kelas ini melip uti: (a) informan kunci: guru bahasa Indonesia teman sejawat dan siswa kelas III IPA-3; (b) arsip atau dokumen mengenai pembelajaran bahasa indonesia, khu -susnya silabus, rencana pembelajaran yang mengambil kompetensi dasar keterampilan menulis cerpen, buku referensi mapel bahasa indonesia, dan cerpen karya siswa; dan (c) Tukiman, Meningkatkan kemampuan menulis cerpen dengan pendekatan pembelajaran 159 tempat dan peristiwa, yakni pada saat ber -langsungnya proses belajar mengajar di dalam kelas. Teknik dan Alat Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi: (a) Tekni k pengamatan (observasi) yang dilakukan oleh peneliti adalah pengamatan berperan serta secara pasif sebagaimana disarankan oleh Tikunoff (1985: 91). Pengamatan tersebut dilakukan terhadap pelaksanaan strategi pem -belajaran terpadu oleh guru dan proses kegi atan penulisan cerpen oleh siswa di kelas. Peneliti yang sekaligus sebagai guru mengamati situasi kelas saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Bagaimanakah penerapan empat keterampilan berbahasa tersebut terhadap aktivitas siswa di kelas dalam menyusu n cerpen, akan selalu diamati dari tahap demi tahap. (b) Teknik analisis kritis dilakukan terhadap hasil proses kreatif siswa berupa cerita pendek. Hasil cerpen tersebut dicari titik kelemahan atau kesalahan baik dari segi kebahasaan maupun kesastraannya. Setelah dila-kukan identifikasi terhadap kesalahan tersebut kemudian diserahkan kembali cerpen itu kepada siswa beserta revisi -revisinya yang ditulis di bawah naskah cerpen siswa. (c). Teknik wawancara dilakukan oleh guru sekaligus menjadi peneliti dengan siswa kelas III IPA-3 SMA Negeri Mojolaban Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang berbagai hal yang berkaitan dengan penulisan cerpen. Wawancara dilakukan dengan siswa yang memiliki banyak kesalahan dalam menulis cerpen. Validitas Data Untuk menguji validitas data, digunakan tekni (a) Trianggulasi Sumberdata, misalnya data tentang kesulitan -kesulitan guru dan pembelajaran tidak komunikatif disampaikan kepada siswanya; (b) Trianggulasi metode, misalnya data tentang peningkatan ketrampilan menulis cerpen siswa, selain diperoleh melalui ovservasi langsung (pengamatan), terhadap sikapnya selama pembelajaran juga didapat dari wawancara, angket dan analisis dokumen berupa pekerjaan siswa.(c) Terakhir, review informan, teknik ini digunakan cek kembali kepada informan, apakah data yang diperoleh dari hasil wawancara sudah valid atau belum. Teknik Analisis Data Analisis data menggunakan teknik analisis kritis. Teknik tersebut pada dasarnya untuk mengungkap kelemahan dan kelebihan penulisan naskah cerpen yang didasarkan pada kriteria normatif yang mencakup aspek judul, 160 JURNAL PENDIDIKAN, JILID 16, NOMOR 2, JULI 2007 alur, penokohan, tema, diksi dan ejaan. Sementara itu, analisis terhadap wacana hasil pelatihan dimaksudkan untuk melakukan tindakan yang direalisasikan dalam proses belajar mengajar. Sesuai dengan siklus yang ada, siswa diberi tugas menyusun cerpen dari hasil perbaikan cerpen yang pertama sebanyak tiga kali. Dari analisis terhadap cerpen -cerpen itu dapat diketahui peningkatan ketrampilan siswa dalam menyusun naskah cerpen. Akhirnya de ngan membandingkan hasil karangan siswa pada kondisi awal dan pada akhir penelitian dapat diketahui seberapa jauh peningkatan keterampilan siswa dalam menyusun cerpen. Indikator Kinerja Setelah dari siklus-siklus guru menerapkan pendekatan pembelajaran terpadu kondisi akhir yang diharapkan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah ketrampilan menulis cerpan siswa meningkat. Sebelum penelitian ini dilakukan diketahui kondisi awal hasil belajar ketrampilan menulis cerpen siswa rata-rata adalah 58. Sementara itu, sesudah penelitian ini dilakukan diharapkan meningkat minimal 67. Jadi,diharapkan selama tiga siklus ada peningkatan dari rerata 58 menjadi 67 atau lebih. Hal itu mengingat stan dar ketuntasan belajar minimal di SMA Negeri 1 Mojolaban khususnya mat a pelajaran Bahasa Indonesia adalah 67. Aspek yang dinilai dalam ketrampilan menulis cerpen meliputi: (1) siswa mampu menentukan judul cerpen yang relevan dengan isi cerita;(2) siswa mampu menulis cerita dengan alur maju atau alur sorot balik; (3) siswa ma mpu mennyuguhkan karakter tiap tokoh dengan baik; (4) siwa mampu mengguna kan kosa kata yang bervariasi; dan (5) mampu menulis dengan memperhatikan penggunaan ejaan secara benar. Sedangkan untuk indikator pembelajaran yang harus dicapai antara lain: (1) siswa tertarik dalam pembelajaran menulis cerpen; (2) siswa memilki ketrampilan menulis cerpen secara baik, layak dimuat di majalah dinding di sekolah maupun layak dimuat di media masa; (3) kemampuan guru meng gunaakan pendekatan pembelajaran, mengembangkan materi ajar, dan (4) kemampuan guru dalam mengelola kelas. Prosedur Penelitian Penelitihan tindakan kelas ini dilakukan sebanyak tiga siklus. Tiap siklus mencakup tahap-tahap: (a) Merencanakan tindakan yang akan dilakukan; (b) Melaksanakan tindakan yang telah direncanakan; (c) Melakukan observasi atau Tukiman, Meningkatkan kemampuan menulis cerpen dengan pendekatan pembelajaran 161 pengamatan terhadap tindakan atau pelaksanaan pembelajaran dan (d) Membuat refleksi hasil pengamatan. HASIL Strategi pembelajaran terpadu yang dilak sanakan mulai siklus ke-1 sampai dengan siklus ke-3 ternyata memiliki dampak positif sebagai berikut: (1) siswa tertarik dalam pembelajaran cerpen; (2) mampu meningkatkan ketrampilan menulis cerpen siswa; (3) guru memiliki kemampuan menggunakan pendekatan pembelajaran dan mengembangkan materi ajar, dan (4) guru memiliki kemampuan dalam mengelola kelas. Hasil penelitian secara deskriptif dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 menunjukkan bahwa rerata kemampuan menulis cerpen pada kondisi awal adalah 57 dengan nilai terendah 52 dan tertinggi 69. Set elah diberikan tindakan perbaikan dengan pendekatan strategi pembelajaran terpadu dari siklus ke -1 sampai dengan siklus ke-3 ternyata hasil menulis cerpen siswa mengalami peningkatan. Siklus ke-1 meningkat menjadi 62 dengan nilai terendah 59 tertinggi 73 Peningkatan rerata dari 57 menjadi 62 belum mencapai nilai dengan indicator kinerja, yakni 67. Dari segi ketuntasan belajar, baik secara individual maupun secara klasikal. Hasil tersebut belum mencapai tujuan yang diharapkan. Pada siklus ke -2 meningkat dari rerata 62 meningkat menjadi 65,74 dengan nilai terendah 61 dan ter -tinggi 81, siklus ke-3 meningkat dari rerata 65,74 menjadi 71,85 dengan nilai terendah 64 dan tertinggi 83. Secara individual, keseluruhan siswa yang berjumlah 39 orang yang telah mempe roleh nilai lebih besar atau sama dengan 67 atau 92.37%. Sedangkan siswa yang memperoleh nilai kurang dari 67 ada 3 orang atau 7,63%. Tabel 1. Skor Perkembangan Nilai Keterampilan Menulis Cerpen Siswa Kelas XII IPA-3 SMA Negeri 1 Mojolaban Semeste r 1 Tahun Pelajaran 2006/2007 Nilai Pada Kondisi Awal (Sebelum PTK) Siklus ke-1 Siklus ke-2 Siklus ke-3 (Kondisi Akhir) Nilai Terendah 52 Nilai Tertinggi 69 Nilai Rata-rata 57 59 61 64 73 81 83 62 65.74 71,85 162 JURNAL PENDIDIKAN, JILID 16, NOMOR 2, JULI 2007 PEMBAHASAN Melihat hasil penelitian di atas, berarti penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan telah sesuai dengan tujuan yang diharapkan yakni meningkatkan kemampuan menulis cerpen siswa. Deskripsi hasil penelitian di atas mencerminkan keprofesionalan guru dalam menerapkan strategi pembelajaran. Keprofesionalan guru tersebut yang mencolok adalah sebagai berikut: Profesional menerapkan Strategi Pembelajaran Terpadu Sebagai tenaga kependidikan yang profesional, seorang guru ditun -tut bisa menerapkan berbagai pendekatan pemb elajaran. Salah satunya adalah bisa menerapkan strategi pembelajaran terpadu. Sebab pendekatan strategi pembelajaran terpadu dapat meningkatkan ketrampilan menulis cerpen siswa. Dalam pembelajaran terpadu, keempat ketrampilan berbahasa (menyimak, membaca, berbicara dan menulis) diberikan secara bersama -sama dalam setiap pembelajaran dan bervariasi antara siklus ke -1, ke-2 dan ke-3. Penelitian tindakan kelas (PTK) siklus ke -1, langkah yang ditempuh dalam pelaksanaan pembelajaran terpadu di kelas adalah (1) kegiata n menyimak, siswa menyimak contoh cerpen dari tape recorder, (2) kegiatan membaca, siswa juga membaca contoh cerpen layak muat dalam media massa yang telah dibawa dari rumah, (3) kegiatan berbicara, siswa bertanya jawab dengan guru tentang seputar penulisa n cerpen berupa kesulitan yang dihadapi serta pemecahannya, dan (4) kegiatan menulis, setelah siswa memahami tentang langkah-langkah penulisan cerpen, kemudian guru memerintahkan untuk menyusun cerpen hasil karya sendiri. Keempat proses berbahasa tersebut dilakukan bersama-sama dalam suatu KBM. Langkah yang ditempuh dalam pelaksanaan strategi pembelajaran terpadu siklus ke-2 penelitian ini adalah (1) guru menjelaskan konsep menulis cerpen yang terdiri dari pengertian cerpen, unsur -unsur intrinsik, ciri-cirinya, langkah-langkah penulisan cerpen, dan unsur -unsur kebahasaan (ejaan dan tanda baca); (2) siswa disuruh membaca cerpen yang telah diperbaiki oleh gurunya untuk mengetahui letak kekurangan masing -masing cerpen yang disusunnya; (3) siswa menanyakan kemba li hal-hal yang kurang dipahami dari perbaikan cerpennya. Satu per satu mereka bertanya secara bergantian sehingga mereka benar-benar mengerti. Langkah-langkah pembelajaran terpadu di kelas dalam siklus ke -3 adalah (1) kegiatan membaca: siswa membacakan h asil cerpen yang telah diperbaiki pada tahap kedua secara bergantian untuk melihat penataan alur, Tukiman, Meningkatkan kemampuan menulis cerpen dengan pendekatan pembelajaran 163 penggunaan diksi; (2) kegiatan menyimak: siswa yang lain menyimak dengan seksama; (3) kegiatan berbicara: setelah siswa membacakan cerpennya, siswa lain memberikan komentar tentang penataan alur dan penggunaan diksinya; (4) kegiatan menulis: setelah siswa mendapat komentar perbaikan dari teman dan guru, siswa diharapkan dapat memperbaiki sekali lagi cerpennya untuk mendapatkan hasil yang sempurna. Keempat keter ampilan berbahasa tersebut dilakukan secara bersama-sama dan terpadu. Profesional melaksanakan Pembimbingan secara Intensif Pembimbingan secara intensif saat siswa sedang melakukan proses kreatif yaitu menulis cerpen, harus dilakukan secara bertahap di s ekolah. Dengan adanya pengawasan dan bimbingan tersebut diupayakan sampai ditemukan hasil yang memuaskan. Dalam langkah ini, guru sesekali berkeliling ke bangku-bangku untuk memberikan motivasi, mengarahkan, dan merevisi setiap tahap cerpen yang disusun ol eh siswa-siswinya. Setiap ada pertanyaan dari siswa tentang cerpen, guru secepatnya tanggap dan menjawab hal tersebut. Di samping itu, siswa diberi kebebasan menentukan judul dan berkreasi sendiri tanpa harus dituntun terus-menerus dari gurunya. Profesional Melakukan Wawancara Untuk mengevaluasi kesulitan siswa dalam menulis cerpen adalah melakukan wawancara (interview). Wawancara ini dilakukan oleh guru kepada siswa untuk mendeteksi titik kelemahan yang dialami setiap siswa. Sebelum dan sesudah menyusun c erpen, guru berdiskusi dengan siswa tentang kendala yang dialami siswa. Akhirnya, dari situlah guru dapat menentukan langkah untuk memecahkan masalah yang dihadapi siswa dalam menulis cerpen. Melakukan revisi dan evaluasi setiap cerpen siswa serta membe rikan penguatan (reinforcement) Pemberian revisi dan evaluasi pada setiap cerpen siswa serta mem berikan penguatan (reinforcement) sangatlah diperlukan. Setiap hasil cerpen siswa diberikan revisi dan evaluasi guna melihat tingkat kemampuan siswa sampai pada akhir siklus. Di samping i tu, diberikan semacam penguatan atau penghargaan (reinforcement) kepada siswa. Selain guru menunjukkan letak kekurangan cerpen mereka juga menunjukkan kelebihan -kelebihan cerpen yang disusunnya. Setelah cerpen -cerpen tersebut direvisi dan dievaluasi, guru juga memberikan penghargaan kepada siswa yang cerpennya menduduki lima cerpen terbaik yang layak untuk ditampilkan dalam madding atau diusulkan 164 JURNAL PENDIDIKAN, JILID 16, NOMOR 2, JULI 2007 untuk dimuat dalam media massa. Dengan langkah tersebut t ernyata siswa semakin terpacu dalam berkarya untuk membuahkan hasil karya terbaiknya. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Simpulan hasil penelitian ini adalah adanya peningkatan kualitas pembelajaran, baik proses maupun hasil ketrampilan menulis cerpen pada siswa kelas XII IPA-3 SMA Negeri 1 Mojolaban. Peningkatan kualitas pembelajaran tersebut terjadi setelah guru menggunakan pendekatan strategi pembelajaran terpadu secara profesional. Dalam pembelajaran terpadu, keempat keterampilan berbahasa (menyimak, membaca, berbicara, dan menulis) dilaksanakan secara bersamasama dalam setiap pembelajaran mulai siklus ke -1 sampai de-ngan siklus ke-3. Penerapan strategi pembelajaran terpadu tiap siklus meliputi: (1) guru menjelaskan konsep penulisan cerpen yang terdiri dari pengertian cerpen, unsur-unsur intrinsik, ciri-cirinya, langkah-langkah penulisan cerpen, dan unsur-unsur kebahasaan (ejaan dan tanda baca), (2) siswa disuruh menulis cerpen; (3) siswa disuruh membacakan karya cerpennya; (4) s iswa disuruh menyimak dengan seksama terhadap pembacaan cerpen yang dilakukan temannya; (5) siswa mendiskusikan cerpen siswa lain untuk memberikan komentar tentang baik buruknya cerpen tersebut; dan (6 ) setelah mendapat komentar perbaikan dari hasil diskusi dan masukan guru , siswa diharapkan memberbaiki cerpennya untuk mendapatkan hasil yang baik atau layak muat di mading maupun di media masa . Saran Beberapa saran yang dijukan peneliti: (1) guru bahasa indonesia harus lebih profesional dalam memilih strategi pembelajaran; (2) guru Bahasa Indonesia hendaknya mampu meningkatkan kualitas pembelajaran dan dapat menghidari proses pembelajaran yang membosankan; (3) dalam upaya meningkatkan ketrampilan menulis cerpen siswa, guru bahasa indonesia hendaknya menggunakan strategi pembelajaran terpadu sebab strategi pe mbelajaran tersebut terbukti dapat meningkatkan ket erampilan menulis cerpen siwa; (4) di samping itu, guru bahasa indonesia hendaknya selalu mendorong dan membimbing siswa secara maksimal untuk menghasilkan karya cerpen yang terbaik. Tukiman, Meningkatkan kemampuan menulis cerpen dengan pendekatan pembelajaran 165 DAFTAR RUJUKAN Aminuddin. 1997. Isi dan Strategi Pengajaran Bahasa dan Sastra: Pendekatan Terpadu dan Pendekatan Proses. Malang: FPBS IKIP Malang. Depdiknas. 2004: Materi pelatihan Terintegrasi . Jakarta: Depdiknas. Hastuti, S.P.H. 1992. Permasalahan dalam Bahasa Indonesia . Yogyakarta: Intan Ismail, T. 1997. Catatan Kebudayaan: Menyampaikan Sastra ke Sekolah Sekolah Kita. Horison 5/XXXI/Mei. Marjorie, B. 1979. The Anatomy Of the Novel. London: Routledge & Kreagan Paul. Nugiantoro, B. 1988. Penilaian Dalam Pwengajaran Bahasa Da n Sastra . Yogyakarta: BPFE. Parera, J.D. 1993. Leksikon Istilah Pembelajaran Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Rachmanto, B. 1998a. Upaya Meningkatkan Apresiasi Sastra Siswa Lewat Pengajaran Sastra di SMA. Dalam Alwi et al (eds), 1998: 773. Raka, J.T. 1993. Penilaian Hasil Belajar Melalui Pengalaman . Jakarta: Konsorsium Ilmu Pendidikan. Dirjen Dikdasmen Rizanur, G. 1988.Pengajaran Sastra Indonesia Respon an Analisis . Jakarta: Dian Dinamika Pers. Rosyada, D. 2004. Paradigma Pendidikan Demokratis, ”Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggara Pendidikan”. Jakarta: Prenada Media. Sayuti, S.A. 2006. “Sastra Multi Kultural dan Pengajaran Sastra ”. Makalah disajikan dalam seminar Konferensi Nasional Bahasa dan sastra I di UNS, 2 Septeber 2006 Soedjiarto. 1993. Menuju Pendidikan Nasional yang Relevan dan Bermutu . Jakarta: Balai Pustaka. Syafi’ie, I. 1994. Pembelajaran Bahasa Berdasarkan Pandangan Whole Language. Makalah Semlok Pembelajaran Bahasa Secara Holistik. Jakarta, 12 – 14 Desember. Tarigan, H.G. 1995. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa. The Liang Gie.2002. Terampil Mengarang. Yogyakarta: Andi. Waluyo, H.J. 2001. Apresiasi dan Pengkajian Prosa Fiksi . Salatiga: Widya Sari Pers. Wellek, R. & Austin, W. 1989. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia. (Terjemahan Melani Budianto).