DAMPAK PENINGKATAN EKONOMI INDONESIA

advertisement
DAMPAK PENINGKATAN EKONOMI INDONESIA
MELALUI DEKLARASI KEMITRAAN STRATEGIS DENGAN CINA
TAHUN 2005-2011
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh :
Michella Desri Viollita
208083000006
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
rTll
l
t4
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, Pembirnbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa
Nama
'
:
:
Michella Desri Viollita
NIM
:208083000006
Program Shrdi
: Flubungan Internasioaal
Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengmr judut
:
DAMPAK PENINGKATAN EKONOMI INDONESTA MELALUI DEKLARASI KEMITRAAN
STRATEGIS DENGAN CINA TAHUN 2OO5.2OI I
Dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji.
Jakarta, 18 NoVember 2013
Menyetujui,
Pembimbing Skripsi,
ii
€
I
II
3
't
1
I
q
'I
-t
M. Adian Fimas, M.Si
{
,.
-i
I
'!
:l
111
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
SKRIPSI
DAMPAK PENINGKATAN EKONOMI INDONESIA MELAUI DEKLARASI KEMITRAAN
STRATEGIS DENGAN CINA
TAHLIN 2OO5.2OII
Oleh
MICHELLA DESRI VIOLLITA
NrM. 208083000006
Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 13 Desember 2013. Skripsi ini
telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program
Studi Hubungan Internasional.
4
Ketua,
Sekretaris,
Agrls Nilmada Azmi.M. Si
N IP: I 97 808042009121002
Penguji I,
Azus Nilmada Azmi.M.Si
NIP: 1 97808042009121002
Penguji II,
6lt/u,
--t"
Febri Dirgantara Hasibuan. M.M
Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 13 Desember 2013.
Ketua Program Studi Hubungan Internasional
Kikv Rizky. M.Si
NIP: 19730321200801 1002
l
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang be{udul
:
DAMPAK PENINGKATAN EKONOMI INDONESIA
MELALUI DEKLARASI KEMITRAAN STRATEGIS DENGAN CINA
TAHUN 200s-201t
;
1. Merupakan
hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan
memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negn
ruf$
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan
ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negrr
Syarif Hidayatullah Jakarta.
ini telah
(Uf$
saya cantumkan sesuai dengan
Syarif Hidayatullah Jakarta.
a
J. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau merup.akan hasil
jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas
Islam Negn
ruf$
Syarif Hidayatullah Jakarta.
November 2013
Michella Desri Viollita
ABSTRAK
Penelitian ini menganalisa mengenai dampak peningkatan ekonomi Indonesia melalui
deklarasi kemitraan strategis dengan Cina pada tahun tahun 2005-2011. Penelitain ini bertujuan
untuk mengetahui upaya apa saja yang dilakukan Indonesia dalam meningkatkan perekonomiannya
yang dilakukan dengan menjalin kerjasama dengan Cina dalam sektor penanaman investasi asing,
minyak dan gas. Dari penelitian ini ditemukan bahwa pengaruh serta dampak dari kerjasama dagang
yang dilakukan Indonesia dengan China melalui kesepakatan hubungan bilateral Indonesia-Cina
telah meningkatkan perekonomian masing-masing negara. Selain itu, kebijakan tersebut juga
memiliki arti khusus dalam memperbaiki hubungan diplomasi kedua negara, yang terjadi pasca
pembekuan hubungan diplomatik di era orde lama. Kemudian, konsep yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kepentingan nasional, dari konsep ini didapatkan kesimpulan bahwa Indonesia
memiliki kepentingan nasional untuk mendapatkan dukungan negara dengan ekonomi stabil seperti
China. Sementara berdasarkan persepektif liberal mengenai ekonomi politik internasional terlihat
bahwa Indonesia berusaha untuk melakukan pertukaran antara individu dalam ekonomi domestik dan
internasional dengan tujuan untuk menciptakan kondisi ekonomi yang bebas dan tidak dibatasi.
Dengan menggunakan konsep-konsep tersebut, hasil yang diperoleh dalam penelitian ini ialah bahwa
dampak dari peningkatan hubungan kerjasama dengan Cina dapat membawa pengaruh yang
menguntungkan bagi Indonesia di sektor ekonomi-perdagangan. Selain itu, kedua negara juga
mendapatkan kemudahan-kemudahan serta privilege yang dapat mengembangkan perekonomian
dimasing-masing negara. Pemilihan periodesasi 2005-2011, dilakukan karena pada tahun 2005
merupakan momentum awal pengembangan dan peresmian kerjasama Indonesia-Cina secara lebih
terbuka di depan publik. Kemudian, setelah terjadinya peresmian kerjasama kedua negara tersebut
terjadi peningkatan perekonomian di Indonesia dengan pesat. Setelah itu, dari tahun 2008 sampai
tahun 2011 Indonesia mulai mengalami peningkatan ekonomi yang didapat dari kerjasama kedua
negara melalui deklarasi kemitraan strategis. Sementara setelah tahun 2011 dampak yang
menguntungkan bagi Indonesia semakin menurun yang disebabkan adanya konflik internal terkait
dengan adanya perjanjian tersebut.
V
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan hanya bagi Allah S.W.T , pemelihara seluruh alam
semesta, yang atas limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya. Shalawat serta salam, semoga selalu
tersampaikan kepada nabi Muhammad SAW, yang selalu menjadi tauladan sejati di dunia ini.
Dengan demikian, penulis mampu memnyelesaikan skripsi yang berjudul “Dampak Peningkatan
Ekonomi Indonesia melalui Deklarasi Kemitraan Strategis dengan Cina tahun 2005-2011”.
Tugas akhir ini, penulis selesaikan demi memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Program
Studi Hubungan Internasional. Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini bukanlah tujuan akhir dari
belajar, karena menekuni sebuah ilmu adalah sesuatu kajian yang tidak terbatas. Selesainya skripsi
ini, pastilah tidak terlepas dari dorongan semangat dan bantuan dari banyak pihak. Dengan demikian,
penulis ingin mengungkapkan rasa terima kasih serta penghargaan kepada :
1. Bapak M. Adian Firnas, M.Si., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan
waktu serta pendapat-pendapat yang sangat membantu penulis dalam mengembangkan isi
dari penelitian skirpsi ini.
2. Kedua orang tua dari penulis yaitu, Ibu Hj. Dewi Susilawati M.Pd dan Bapak Ir. Jasari
Majasir (Alm) serta segenap keluarga besar Bapak H. Sumardi Syarif, merupakan beloved
family dari penulis yang telah memberikan banyak dukungan moral, dan mental dan doa yang
tulus untuk penulis dalam menyelesaikan tahap-tahap penyelesaian skripsi ini.
3. Bapak Harya K. Sidharta, selaku Kepala Bagian Asia Pasifik, BPPK Kemlu bagian
ASPASAF, dan Bapak Mangantar yang juga dibagian ASPASAF, yang sudah mengizinkan
penulis untuk mendapatkan data-data akurat mengenai Deklarasi Kemitraan Strategis
Indonesia-Cina.
4. Bapak Gudadi B. Sasongko, KASUBDIT EKUBANG II, Direktorat Asia Timur dan Pasifik,
sangat berterima kasih atas waktu serta bantuannya untuk memberikan bantuan dalam
wawancara dengan penulis mengenai opini dan wawasan beliau terhadap upaya Indonesia
untuk meningkatkan kerjasama ekonomi dengan Cina melalui DKS Indonesia-Cina pada
tahun 2005-2011.
vi
5. Bapak Armein Daulay M,Si., selaku dosen dan juga orang tua kedua penulis di kampus, yang
telah banyak membantu penulis untuk mengumpulkan bahan dan data-data yang akurat
mengenai skripsi ini.
6. Penguji skripsi, Bapak Teguh Santosa M.A dan Bapak Febri Dirgantara Hasibuan M.M
7. Bapak Kiky Rizky, M.Si, selaku Ketua Prodi Hubungan Internasional, dan Bapak Agus
Nilmada Azmi, M.Si, selaku Sekretaris prodi Hubungan Internasional.
8. Bapak/Ibu Dosen Prodi Hubungan Internasional diantaranya Bapak Nazaruddin Nasution,
SH, M.A., Bapak M. Adian Firnas, M.Si., Ibu Mutiara Pertiwi, M.A., Ibu Friane Aurora
M.Si., dan juga seluruh staf Dosen di Prodi Hubungan Internasional FISIP UIN Syarif
Hidayatullah, yang selama masa pendidikan sudah banyak mengajarkan dan mengarahkan
penulis dalam bidang keilmuan Hubungan Internasional.
9. Mi Chico, Mark Mishin, mucho te quiero mi amor mio, y muchos gracias por su apoyo,
siempre me, y espiritu cuando me estoy poniendo en mi diario, apoyan cuando estoy
consiguiendo dares por vencido, dan su amor todos los dias.. ma armastand sind, Kallis.
10. Sahabat terdekat penulis yakni, Sabrina K. Wardhani, Kak Fayza Hasan, Angel Sam Putri,
Puspita Lestari, Hanimal Indol Macumbal, Oleg Kopilov, Anthony Quimbo Esguerra, Sehar
Sarwar Rajput, Martina Cervenkova, Pacha Wilmer, dan Kak Lia Herlina, yang telah banyak
memberikan dorongan semangat, kasih sayang, perhatian, dan pesan-pesan filosofi dalam
menyelesaikan penulisan skripsi ini.
11. Teman-teman Prodi Hubungan Internasional, khususnya kelas C angkatan 2008, selaku
teman sekelas penulis yang sama-sama berjuang dalam penulisan skripsi.
Semoga Allah SWT membalas kebaikan dan ketulusan semua pihak yang sudah banyak
membantu peulis dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Dengan limpahan rahmat serta
berkah-Nya, semoga karya penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca baik kalangan
pelajar maupun yang lainnya.
Jakarta,
Penulis
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL
LEMBAR PERNYATAAN
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRAK ……………………………………………………………………………………v
KATA PENGANTAR …………………………………………………………………….....vi
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………….....x
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………………………xi
DAFTAR GRAFIK ……………………………………………………………………….....xii
DAFTAR PETA ……………………………………………………………………………..xiii
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………………………...xiv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah …………………………………………………..1
B. Pertanyaan Penelitian ……………………………………………………..7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……………………………………………7
D. Tinjauan Pustaka ……………………………………………………….....9
E. Kerangka Teori …………………………………………………………..11
F. Metode Penelitian ………………………………………………………..20
G. Sistematika Penulisan ……………………………………………………22
BAB II
HUBUNGAN
EKONOMI
KEMITRAAN STRATEGIS
INDONESIA-CINA
PRA-DEKLARASI
A. Pola Perkembangan Hubungan Kerjasama Ekonomi Indonesia-Cina pada era Orde
Lama …………………………………………………………24
B. Dinamika Hubungan Kerjasama Ekonomi Indonesia-Cina pada Era Orde Baru
hingga Masa Normalisasi Hubungan Diplomatik ………………..30
C. Langkah-langkah yang dilakukan Indonesia dalam Mempererat Kerjasama
Ekonomi dengan Cina Pasca Masa Normalisasi Hubungan Diplomatik 37
BAB III
ANALISIS
DAMPAK
PENINGKATAN
KERJASAMA
EKONOMI
INDONESIA-CINA MELALUI DEKLARASI KEMITRAAN STRATEGIS
TAHUN 2005-2011
A. Faktor eksternal dan Internal yang mempengaruhi peningkatan kerjasama
ekonomi bilateral Indonesia-Cina tahun 2005-2011 …………………….44
B. Dampak-dampak yang didapatkan Indonesia melalui meningkatkan hubungan
kemitraan perdagangan dengan Cina dalam Deklarasi Kemitraan Strategis tahun
2005-2011 …………………………………………………………………58
BAB
IV
PENUTUP
Kesimpulan ………………………………………………………………….67
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………xv
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Total Nilai Perdagangan Indonesia dengan Negara Mitra Strategis ………….5
Tabel 2
Neraca Perdagangan Indonesia-Cina ………………………………………..32
Tabel 3
Harga Tarif Pajak Perdangan Bilateral Indonesia-Cina ……………………..40
Tabel 4
Investasi Cina di Indonesia pada tahun 2006-2010 …………………………42
Tabel 5
Ekspor-Impor Indonesia ke Negara Lain di ASEAN ……………………….49
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1
Ekspor Non-Migas Indonesia Menurut Negara Tujuan di Asia Pasifik ……..63
Grafik 2
Perdagangan Bilateral Indonesia-Cina tahun 2004-2008 ……………….......40
DAFTAR PETA
Peta 1
Rantai Perdagangan Minyak Dunia …………………………………………56
Peta 2
Jalur Perdagangan Asia Pasifik ……………………………………………..32
Peta 3
Jalur Perdagangan Dunia melalui Lintas Laut ………………………………47
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Press Release, makalah Dubes Sudrajat, Duta Besar LBBP-RI untuk RRT : Mengisi
Kemitraan Strategis RI-RRT dengan Partisipasi Pemangku Kepentingan yang Lebih
Luas ………………………………………………………………………………xxi
Lampiran 2
Surat
Edaran
Menteri
Keuangan
RI
Mengenai
Pelaksanaan
EHP
………………………………………………………………………………………xxii
Lampiran 3
Arsip Kementrian Luar Negeri Indonesia, BPPK ASPASAF, MoU Deklarasi Bersama
antara Republik Indonesia dan Republik Rakyat Cina mengenai Kemitraan Strategis,
Dalam
tiga
bahasa
:
Indonesia,
Hanyu
Piyi
(mandarin),
Inggris
…………………………………………………………………………………….xxiii
Lampiran 4
Arsip Kementrian Luar Negeri Indonesia, BPPK ASPASAF, MoU Plan of Action for
The Implimentation of The Joint Declaration on Strategic Partenership Between The
Government of Republic of Indonesia and The Government of The People’s Republic
of China …………………………………………………………………………..xxiv
Lampiran 5
Transkip Wawancara Penulis dengan Gudadi B. Sasongko, Kasubdit Ekubang II
Direktoran Asia Timur dan Pasifik ……………………………………………….xxv
Lampiran 6
Kerangka Kesepakatan Tentang Kerjasama Ekonomi Menyeluruh antara ASEAN dan
RRC ………………………………………………………………………………xxvi
Lampiran 7
Kerangka Kesepakatan Kerjasama Ekonomi ASEAN dan RRC …………….xxvii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hubungan bilateral Indonesia-Cina mengalami dinamika yang cukup panjang. Selama lebih
dari 60 tahun, Indonesia-Cina saling mengenal satu sama lain. Hubungan kedua negara ini resmi
dibuka pada tanggal 28 Maret 1950, yaitu kurang lebih setahun setelah Cina memproklamasikan
kemerdekaannya1. Bertepatan pada tanggal 19 April 1950, Indonesia-Cina menjalin hubungan
diplomatik. Kemudian lima tahun setelah itu, dibentuk Perhimpunan Persahabatan IndonesiaCina pada tahun 1955. Peristiwa tersebut merupakan awal dari kerjasama antar kedua negara2.
Namun, hubungan dua negara ini sempat terputus yang disebabkan oleh Cina yang dipandang
terlalu mencampuri masalah internal negara di Indonesia terkait dengan peristiwa Gerakan 30
September oleh Partai Komunis Indonesia atau yang lebih di kenal sebagai G 30 S/PKI ,
sehingga secara resmi pada tahun 1966 kabinet Ampera di era Orde Baru menutup Perhimpunan
Persahabatan Indonesia-Cina dan mulai berlaku kembali pada tahun berikutnya yakni pada tahun
1967. Selama kurang lebih dua puluh tahun hingga era 1970-an kedua negara tidak melakukan
hubungan diplomasi di semua sektor pemerintahan.
Namun, pada era 1980-an hubungan bilateral yang sempat terputus tersebut menunjukkan
perbaikan3. Hal ini ditunjukkan pada tanggal 29 Januari 1984, yakni di awali dengan kunjungan
bilateral yang dilakukan oleh Kamar Dagang Indonesia (KADIN) dibawah pimpinan Sukamdi
Sahid Gitosadjono mengadakan pertemuan dengan Menteri Luar Negeri (Menlu) Cina di
1
1 oktober 1949 merupakan hari kemerdekaan Republik Rakyat China (RRC)
Kompas. Jum‟at 30 April 2010
3
Kompas. Jum‟at 30 April 2010
2
1
Singapura untuk membahas hubungan dagang kedua negara. Peristiwa tersebut menjadi awal
dari sejarah perbaikan hubungan diplomatik antara Indonesia-Cina. Dengan pertemuan tersebut
maka, menjadi tolak ukur kedua negara untuk lebih memperjelas hubungan kerjasama di bidang
perdagangan yang ditujukkan untuk meningkatkan volume perekonomian pada masing-masing
negara dan kemudian pada tanggal 5 Juli 1985 di Hotel Shangri-La Singapore maka disetujui
kesepakatan hubungan dagang Indonesia-Cina.
Selain itu, China memiliki pandangan bahwa Indonesia merupakan sebuah negara yang
berperan besar dalam tatanan perdamaian negara-negara berkembang di kawasan Asia Tenggara.
Maka, dalam pernyataan mantan Mentri Luar Negri (MenLu) Cina, Qian Qichen bahwa
sesungguhnya perdamaian dan stabilitas di Asia Tenggara sangat bergantung pada
perkembangan kerjasama antara Indonesia dan Cina. Selain itu, semenjak Cina melakukan
perubahan kebijakan yakni Reformasi Pintu Terbuka (gaige kaifang4) merupakan pembangunan
kembali hubungan diplomatic Cina dengan dunia internasional. Kemudian, terkait dengan hal
tersebut Cina juga membutuhkan lingkungan internasional yang baru pasca pembekuan
hubungan diplomatik dengan negara-negara lainnya. Selain itu, Cina juga sedang
mengembangkan “charm diplomacy” yakni sebuah model diplomasi untuk menepis persepsi
ancaman dengan mengembangkan soft power yang tertuang melalui sikap yang bersahabat dan
menghargai persepsi negara-negara di seluruh dunia, terutama di Asia, Afrika, dan Amerika
Latin5.
Di era tahun 2000-an, Menteri Luar Negeri Indonesia Alwi Shihab melakukan kunjungan
ke Beijing untuk menemui Meteri Luar Negeri Cina Tang Jiaxuan dalam rangka menandatangani
4
Qian Qichen, Ten Episodes in China‟s Diplomacy (New York : Harper Collins,2005), hal.89. Dalam tulisan : Tuty
Enoch, Merangkul Cina : Hubungan RI-Cina, Secara Historis, Dinamis!. 2009. Hal 35
5
Dalam tulisan : Tuty Enoch, Merangkul Cina : Hubungan RI-Cina, Secara Historis, Dinamis!. 2009. hal. 42 : Lih.
Joshua Kurtlantzick, Charm Offensive: How China’s Soft Power is Transforming the World (New Haven : Yale
University Press, 2007).
2
pernyataan bersama tentang pengarahan kerja sama bilateral pada masa mendatang. Kemudian,
berlanjut oleh PM Cina Wen Jiabao yang menghadiri Konfrensi Tingkat Tinggi (KTT)
Tiongkok-ASEAN ke-7 di Bali pada tahun 20036. Dalam konfrensi tersebut, Wen Jiabao
menyatakan bahwa Cina secara resmi bergabung dalam Perjanjian Persahabatan dan Kerja Sama
Asia Tenggara. Selain itu tercetus gagasan untuk membentuk Deklarasi Bersama Kemitraan
Strategis Indonesia-Cina yang berfokus dalam bentuk kerja sama di sektor Politik-Keamanan,
Ekonomi-Pembangunan dan Sosial-Budaya dari kedua negara.
Maka, dari deklarasi tersebut menjadi awal kerjasama yang lebih kuat mengenai hubungan
kemitraan di sektor ekonomi antar kedua negara. Pada tanggal 25 April 2005 Indonesia yang
diwakili langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Cina diwakili oleh Presiden
Hu Jintao menandatangani MoU pertama Deklarasi Kemitraan Strategis antara kedua negara.
Dalam kesepakatan tersebut disepakati 3 aspek pemerintahan yang ingin ditingkatkan yaitu
ekonomi, keamanan dan pembangunan. Kemitraan Strategis itu sendiri ditujukan dalam
mewujudkan hubungan yang tidak memihak dan tidak tertutup. Sejak saat itu, hubungan kedua
negara semakin erat. Dalam bidang kerja sama ekonomi, menurut data dari kementrian
Perdagangan Cina, volume perdagangan RI-Cina pada tahun 2007 naik 31,2% dibanding tahun
2006, nilai ekspor ke Cina sebesar AS$12,61 miliar dan impor AS$12,4 miliar. Pada tahun 2004,
volume perdagangan bilateral baru mencapai AS$13,46 miliar, naik mencapai AS$16,8 miliar
dan AS$19,06 miliar pada tahun 2005 dan 2006. Target AS$20 miliar yang ditetapkan untuk
tahun 2008 sudah tercapai setahun lebih awal ketika volume perdagangan mencapai AS$24,9
6
Akbar, Tuang. Dalam Skripsi berjudul : Perkembangan Investasi Cina di Luar Negri-Studi Kasus: Investasi Cinadi
Indonesia tahun 2001-2007.
3
miliar pada tahun 20077. Dari data tersebut, menunjukkan bahwa hubungan kerjasama IndonesiaCina ini diharapkan dapat mempromosikan perdamaian, stabilitas dan kemakmuran rakyatnya
dalam bernegara dan bekerja sama bagi negara-negara lainnya8.
Selanjutnya, pangsa pasar Indonesia yang ada di Cina juga terjadi peningkatan sejak tahun
2005 yakni 1,2% dari tahun sebelumnya hanya mencapai 0,8% dan terus meningkat di tahun
2006 menjadi 1,4%. Hal ini terbukti bahwa dampak perjanjian dari Deklarasi Kemitran Strategis
tersebut, menujukkan surplus bagi kedua negara yang cukup signifikan. Dari tahun 2004, total
perdagangan yang dihasilnya mencapai US$8.70 milyar, hingga 4 tahun setelahnya meningkat
melebihi 100% dari angka sebelumnya menjadi US$26.88 milyar. Peristiwa ini meyakinkan Cina
untuk terus mengembangkan serta meningkatkan penanaman modalnya di Indonesia. Dengan
demikian, Cina juga dapat sekaligus memperbaiki citra di hadapan Indonesia pasca pembekuan
hubungan diplomatik kedua negara tersebut9.
Berdasarkan oleh dampak positif yang ditunjukkan bagi kedua negara dari deklarasi
pertama di tahun 2005, maka pada tanggal 21 Januari 2010, deklarasi Kemitraan Strategis
Indonesia-Cina yang kedua sebagai bentuk perpanjangan periode hingga tahun 2015 yang akan
datang, dengan fokus kerjasama yang lebih luas dan signifikan serta tahap peninjauan ulang
untuk terus memperbaiki dan meningkatkan hubungan bilateral kedua negara. Kemudian, dari
kesepakatan tersebut juga diharapkan agar hubungan Indonesia-Cina tidak lagi dipengaruhi oleh
sejarah sentimen ras, dan ideologi masing-masing negara, tetapi lebih berfokus dan konsisten
pada kerj sama yang dapat saling menguntungkan di berbagai bidang khususnya perekonomian
negara dan pangsa pasar Indonesia-Cina maupun sebaliknya. Keuntungan dari kesepakatn ini
7
Sudrajat, “China RelationsAlmost in Honeymoon State: Indonesia, “Jakarta Post, (14 April 2008). Dalam tulisan:
Zainuddin Djafar, (2009) ,“ Hubungan Perdagangan Indonesia-Cina: Diperlukan Redesigning yang Baru”,(
Merangkul Cina)
8
Arsip Kementrian Luar Negri RI di Beijing, tahun 2012
9
Kompas, 28 April 2011 : Wen Jiabao
4
dilandasi oleh peningkatan yang terjadi pada volume perdagangan Indonesia ke Cina dalam
jangka tiga tahun, yaitu tepatnya meningkat dari US$15 milyar pada tahun 2005 menjadi US$20
milyar pada 200810.
Tercatat pada kurun waktu Januari-September 2010, nilai perdagangan Indonesia-Cina
telah mencapai US$30,237 milyar dan sudah melampaui volume perdagangan tahun 2009
sebesar US$28,3 milyar11. Dengan demikian diharapkan nilai perdagangan kedua negara tersebut
dapat terus meningkat. Disamping itu pemerintah Cina juga telah memberikan bantuan keuangan
kepada Indonesia sebanyak US$1,8 milyar untuk proyek infrastruktur sebagai bentuk rasa
kepedulian Cina dalam membantu serta bekerja sama pada sektor pembangunan di Indonesia12.
TABEL 1
Total Nilai Perdagangan Indonesia dengan Negara Mitra Strategis
Total Nilai Perdagangan (milyar US$)
No
Negara
Jan-Agu
Jan-Agu
Perubahan
2010
2011
(%)
1
Afrika Selatan
0.8
1.4
75.9
2
Amerika Serikat
15.6
18.1
16.3
3
Australia
5.0
6.7
33.2
4
Brazil
1.8
2.2
24.3
5
Cina
22.5
30.6
36.1
10
Akbar, Tuang. Dalam Skripsi berjudul : Perkembangan Investasi Cina di Luar Negri-Studi Kasus: Investasi Cinadi
Indonesia tahun 2001-2007.
11
Sumber data statistic Kementrian Perdagangan RI tahun 2011
12
Mengenai penyelesaian proyek pembangunan Jembatan Suramadu (Surabaya-Madura) : Arsip Kedutaan Besar RI
di Beijing
5
6
India
8.2
12.1
46.9
7
Jepang
27.0
35.1
29.9
8
Perancis
1.5
2.0
30.9
9
Republik Korea
12.8
18.5
44.8
10
Rusia
1.1
1.6
41.9
11
Turki
0.9
1.3
50.9
Sumber Data : Arsip Kementrian Luar Negri RI Badan Pengembangan dan Pengkajian Kebijakan (BPPK) di
kawasan Asia Pasifik dan Afrika (ASPASAF) tahun 2012
Dari data diatas, menunjukkan bahwa arus perdagangan Indonesia dengan negara
kemitraan strategis kian meningkat. Dari peningkatan angka yang di raih Indonesia terhadap
Cina merupakan bentuk pencapaian maximal. Dibandingkan dengan negara-negara lainnya
selain Cina, Indonesia tidak memiliki latar belakang masalah diplomatik seperti yang terjadi
pada Indonesia-Cina di era Orde Baru. Maka mengingat bahwa Indonesia-Cina pernah
mengalami dinamika permasalah hubungan diplomatik di masa lalu, maka dengan peningkatan
arus perdagangan tersebut adalah bukti bahwa kedua negara berhasil memperbaiki hubungan
bilateral Indonesia-Cina melalui jalur perdagangan. Selain itu, dari data diatas tersebut juga
menunjukkan netralisasi pasca pembekuan hubungan diplomatik kedua negara tersebut berjalan
dengan cukup baik. Hal ini terlihat melalui kerjasama antara Indonesia-Cina pada sektor
ekonomi, yakni arus perdagangan kedua negara tersebut mencapai 36,1% dalam jangka waktu
satu tahun.
Dengan demikian, poros hubungan kerjasama antara kedua negara ini semakin yakin untuk
mengembangakan potensi peningkatan volume perdagangan bilateral Indonesia-Cina. Dengan
terjadinya surplus yang dirasakan Indonesia dengan bermitra dengan Cina dan maupun
6
sebaliknya, mempertegas bahwa kedua negara memang saling membutuhkan dalam memajukan
total volume perdagangan pada masing-masing negara. Indonesia yang memiliki kepentingan
untuk mengembangkan potensial-potensial yang ada didalam negri untuk terus melakukan
peningkatan produktifitas yang lebih baik. Kemudian, begitupun dengan Cina yang memang
melihat Indonesia sebagai negara yang berpotensi besar serta berperan penting di kawasan Asia
Tenggara karena letak geografis yang strategis dan banyaknya kepulauan di Indonesia yang
menyimpan beragam potensi pasar yang akan membantu Cina untuk meningkatkan produktifitas
pasar di negaranya.
B. Pertanyaan Penelitian
1. Apa dampak yang didapatkan Indonesia pada peningkatan ekonomi negara melalui
deklarasi kemitraan strategis dengan Cina ditahun 2005-2011?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Pada penulisan ini, bertujuan untuk menganalisis bagaimana dua negara yang memiliki
dinamika sejarah yang panjang dan tidak selalu berjalan baik, menjadi mitra strategis bagi kedua
negara untuk melakukan hubungan bilateral yang kuat tanpa menyinggung kendala serta konflik
yang dihadapi di masa lalu. Yakni, Indonesia dengan Cina memiliki sejarah konflik mengenai
hubungan diplomatik yang sempat terputus terkait gerakan kelompok pemberontak pada
pemerintahan Indonesia dengan tuntutan untuk menjadikan negara tersebut menganut faham
komunis, yang pada saat itu Cina memiliki faham yang sama. Maka dalam kasus tersebut
membangkitkan rasa persaudaraan komunisme timbul antara kelompok yang ada di Indonesia
dan Cina. Seperti yang telah sedikit dijelaskan diatas, penulis ingin mengkaji bagaimana upaya
7
Indonesia dalam memperbaiki ketegangan diplomatik dengan Cina dapat berubah menjadi
hubungan yang erat dalam tujuan yang sama yakni untuk memajukan masing-masing negara
dengan saling menguntungkan dan dapat mensejahterakan rakyat dengan tidak memiliki musush
dengan negara tetangga.
Selain itu, apa dampak yang dapat dibawa Indonesia dengan menjalin kerjasama
kemitraan dengan Cina pada sektor pengembangan ekonomi negara. Karena, dapat dilihat bahwa
negara tersebut, merupakan negara yang mampu bertahan pada krisis global yang melanda dunia
dengan menurunnya sumber kas negara. Namun, Cina tetap konsisten pada tingkat ekonomi yang
stabil bahkan melebihi dari standarisasi ekonomi yang berimbang13. Maka, diperlukan analisis
yang lebih mengenai bagaimana Indonesia dapat meyakinkan Cina untuk mempertahankan
hubungan kerjasama yang lebih dekat serta turut mengembangkan peningkatan ekonomi bagi
kedua negara.
Dengan demikian, penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik dalam
tataran teoritis serta tataran praktis. Serta dapat berguna tidak hanya bagi ilmu ekonomi (Basic
Research) saja tetapi juga dapat memberikan sumbangan terhadap pemikir praktisi (Applied
Research). Bagi basic research, penulisan ini dapat memberikan penambahan teori serta
pemikiran bagi kalangan pelajar ilmu ekonomi politik internasional khususnya dibidang
perdagangan bebas dan perjanjian ekonomi dalam hubungan bilateral. Kemudian, bagi applied
research, diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran serta pendapat bagi Kementrian,
Departemen, maupun Institusi yang membutuhkan banyak pendapapendapat tentang bagaimana
Indonesia mengupayakan mengembangan ekonomi dengan bekerjasama dengan Cina pada jalur
13
Toto Pribadi. Dalam Press Rrelease “ The Briefing Duta Besar pada kasus perdagangan bebas: ACFTA” April
2009
8
bilateral melalui perjajian-perjanjian internasional yang terkait peningkatan perdagangan ekspor,
impor dan investasi.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam buku I. Wibowo dan Syamsul Hadi yang berjudul “Merangkul Cina: Hubungan
Indonesia-Cina Pasca Soeharto” yang menuliskan beberapa kutipan dari banyak pandangan
tokoh politik juga ekonomi yang menjabarkan tentang tantangan serta peluang yang dapat
diambil oleh Indonesia dalam menjalin kerjasama ekonomi dengan Cina melalui Deklarasi
Kemitraan Strategis tersebut. Di buku ini, penulis menceritakan bagaimana langkah-langkah
yang dilakukan Indonesia untuk mendekatkan diri dengan Cina, agar dapat terjalin kembali
kemitraan ekonomi serta politik agar dapat memperlancar kegiatan kenegaraan kedua negara.
Berlandaskan pada hal tersebut, penulis juga menjabarkan dinamika perkembangan ekonomi
yang dicapai Indonesia setelah kembali bersahabt dengan Cina, dimulai dari era Orde Lama
hingga pasca Orde Baru 14. Dalam buku ini, terangkum beragam perspektif yang di pakai dalam
menjabarkan sejarah serta proses perbaikan hubungan diplomatik antara Indonesia-Cina. Seperti
contohnya, beberapa memakai pandangan liberalis yang mendukung adanya perdagangan bebas
di Asia khususnya poros bilateral bagi Indonesia dengan Cina melalui deklarasi kemitraan
strategis tersebut, namun ada pula beberapa tokoh yang memakai pandangan merkantilis dengan
menghitung serta menganalisis untung-rugi yang akan dialami oleh Indonesia jika melakukan
hubungan kerjasama regional secara bilateral dengan Cina. Dengan perbedaan cara pandang
yang terangkum pada konteks serupa inilah yang membuat buku “Merangkul Cina: Hubungan
Indonesia-Cina Pasca Soeharto” ini menjadi bahan dalam mempertimbangkan masalah
14
I. Wibowo dan Syamsul Hadi, “Merangkul Cina: Hubungan Indonesia-Cina Pasca Soeharto”. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2009
9
Indonesia yang berkeinginan menjalin hubungan baik dengan Cina melalui kerjasama kemitraan
strategis kedua negara demi satu tujuan yang sama yakni memajukan perekonomian di negara
masing-masing.
Kemudian, adapun buku yang ditulis oleh Daniel Pambudi dan Alexander C. Chandra,
yang berjudul Garuda Terbelit Naga : Dampak Kesepakatan Perdagangan Bebas Bilateral
ASEAN-China terhadap Perekonomian Indonesia. Pada buku ini, di terangkan bagaimana
dampak yang didapat oleh Indonesia baik positif maupun negatif. Dari sisi positif, Indonesia
menjadi lebih kompetitif dalam memproduksi serta menjual produk-produk dalam negri untuk
dipasarkan ke negara-negara lain, kemudian dari sisi negatif, Cina menguasai kelemahan
Indonesia yakni produk-produk mentah (rare good) yang tidak dapat dimanfaatkan secara
maksimal untuk diolah menjadi produk-produk jadi (well good), karena Cina membeli hampir
seluruh bahan mentah yang dimiliki Indonesia dengan tarif yang dua kali lipat lebih tinggi
15
.
Dengan demikian, buku ini memberikan pengarahan yang lebih spesifik, khususnya bagaimana
menyikapi kemajuan Cina di bidang ekonomi dengan berbagai pertimbangan tantangan dan
potensi yang dapat di gunakan oleh Indonesia agar dapat juga memajukan strandarisasi produk
dalam negeri ke tingkat yang lebih baik. Serta dapat menjadikan Cina sebagai acuan agar
Indonesia belajar untuk bangkit dari negara berkembang menjadi negara maju untuk masa yang
akan datang, bukan menjadi negara yang terus bergantung dengan negara maju lainnya.
Lalu, makalah yang ditulis oleh Duta Besar Indonesia untuk Cina Sudrajat16,
menyatakan bahwa kerjasama yang dilakukan Indonesia dengan Cina, khususnya di bidang
15
Pambudi, Daniel dan Alexander C. Chandra, “ Garuda Terbelit Naga: Dampak Kesepakatan Perdagangan Bebas
Bilateral ASEAN-China terhadap Perekonomian Indonesia. Menteng, Jakarta Pusat : Institute for Global Justice.
2006
16
Press release : seminar “Kemitraan RI-RRT dalam Bingkai Kepentingan Nasional dan Regional Suatu Telaah
Strategis” yang diselenggarakan oleh KBRI Beijing bekerjasama dengan BPPK Kementrian Luar Negri RI di
Jakarta pada tanggal 19 Mei 2009.
10
peningkatan infrastruktur ekonomi negara ialah untuk mengisi dan mengembangkan kemitraan
strategis dalam hubungan kerja bilateral yang saling menguntungkan. Terlebih dalam kondisi
krisis global saat ini, Indonesia dan Cina termasuk negara yang memiliki ketahanan dan
pertumbuhan ekonomi yang kuat. Besarnya potensi kawasaan kedua negara ini, akan dapat
memengaruhi kontinuitas pertumbuhan ekonomi, baik bagi Indonesia maupun Cina. Akses pasar,
bahan baku, jumlah populasi, dan kedekatan geografis, merupakan fakor yang menjadikan
kerjasama kemitraan strategis di bidang ekonomi bagi kedua negara ini dapat mengambil
keuntungan besar serta dapat mewujudkan hubungan bilateral yang baik17.
Kemudian, dari ketiga sumber diatas dapat dilihat perbedaannya dengan penulisan skripsi
ini. Pada skripsi ini, penulis hanya memakai perspektif liberalisme dalam memandang
penignkatan ekonomi politik suatu negara secara lebih liberal. Kemudian, turut mendukung
adanya perdagangan bebas yang ada di kawasan ASEAN khususnya Indonesia-Cina. Namun,
bentuk dukungan ini pun bukan berarti penulis tidak mempertimbangkan resiko yang akan
mengancam sektor perekonomian domestic dalam bersaing dengan negara-negara mitra
strategisnya dalam melakukan perdagangan bebas tersebut. Dalam pondasi penulisan ini, penulis
berpandangan bahwa Indonesia membutuhkan Cina untuk dapat meningkatkan volume
perdagangan yang ada di dalam negri agar dapat menembus pasar internasional, dan begitupun
sebaliknya. Dengan adanya bantuan dari Cina sebagai aktor pendukung, seperti dikatakan oleh
K.J Holsti yang tertulis pada kerangka teori dalam skripsi ini, yakni dengan adanya bantuan
17
Makalah yang ditulis oleh Duta Besar Sudrajat (Duta Besar LBBP-RI untuk RRC). Jakarta : Kementrian Luar
Negri, Gd. Nusantara. 2011
11
negara maju sebagai pendukung penuh suatu negara yang meminta bantuan untuk turut
mempromosikan kepentingan suatu negara kepada negara tujuan lainnya18.
Selain itu, penulis juga menjelaskan upaya-upaya yang di lakukan Indonesia demi
mendekatkan diri dengan Cina tanpa menyinggung rasa sentimen yang sempat terjadi pada kedua
negara saat pembekuan hubungan diplomatik di era Orde Baru hingga era netralisasi, sampai
pada saat di berlakukannya deklarasi kemitraan strategis yang membuat Indonesia-Cina
meyakinkan langkahnya untuk melanjutkan hubungan kerjasama bilateralnya lebih erat lagi.
Kemudian, faktor-faktor yang mempengaruhi Indonesia dalam menegasakan hubungan
kerjasama ini dengan dibuatnya MoU tentang kesepakan kerjasama di bidang ekonomi untuk
memajukan infrastruktur dalam negri khususnya jalur perekonomian yang ada di dalam negri
untuk dapat lebih kompetitif.
E. Kerangka Teori
Berdasarkan pertanyaan penelitian diatas, penulis menggunakan konsep Kepentingan
Nasional, dan Perspektif Liberal mengenai Ekonomi Politik Internasional dalam membantu
penulis untuk menjawab pertanyaan penelitian tersebut.
E.1 Kepentingan Nasional
Kepentingan Nasional (National Interest) adalah tujuan-tujuan yang ingin dicapai
sehubungan dengan kebutuhan bangsa/negara atau sehubungan dengan hal yang dicita-citakan.
Dalam hal ini kepentingan nasional yang relatif tetap dan sama diantara semua negara/bangsa
18
T. May Rudy (2002). Study Strategis dalam transformasistem internasional pasca Perang Dingin, Refika Aditama,
Bandung, hal. 16
12
adalah keamanan (mencakup kelangsungan hidup rakyatnya dan kebutuhan wilayah) serta
kesejahteraan. Kedua hal pokok ini yaitu keamanan (Security) dari kesejahteraan (Prosperity).
Kepentingan nasional diidentikkan dengan dengan “tujuan nasional”. Contohnya kepentingan
pembangunan ekonomi, kepentingan pengembangan dan peningkatan kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM) atau kepentingan mengundang investasi asing untuk mempercepat laju
industrialisasi19. Kemudian, kepentingan nasional juga merupakan istilah esensial yang wajib
dikaji dalam fenomena-fenomena hubungan internasional oleh kalangan pemikir hubungan
internasional secara luas. Selain itu, kepentingan nasional dapat digunakan untuk
menggambarkan dan mendukung kebijakan-kebijakan tertentu20.
Menurut Charles dan Abdul Said, mendefisikan bahwa kepentingan nasional merupakan
suatu tindakan yang diaplikasikan dari perencanaan jangka panjang dan dilakukan oleh setiap
negara dengan memperlakukan setiap mitra kerjasamanya secara berlanjut. Hal ini, di tunjang
dengan terus mengupayakan hubungan tersebut tetap berjalan baik dalam jangka waktu yang
lama dan dapat meyakinkan negara mitra untuk mempertahankan kerjasama tersebut dapat
menguntungkan masing-masing kepentingan setiap negara menuju target yang diinginkan21.
K.J Holsti mengidentifikasikan kepentingan nasional dalam tiga klasifikasi yaitu core
values, middle-range objective, dan long-range goals22. Core Values adalah suatu hal yang
bersifat sangat vital dari suatu negara yang biasanya berhubungan dengan kedaulatan dan
keamanan. Kepentingan ini dibuat agar negara bisa tetap survive dan menjaga existensi
negara. Hal-hal yang menyangkut pada kegiatan ini, ialah:
19
Dikutip dari : Riffiths Martin, dan Terry O‟Callaghan. 2002. International Relations: The Key Concepts,
(Routledge: New York & London hal 203.
20
Ibid
21
Vandana, „Theory of International Politics”, Christ Church College : Kampur University. Hal 131
22
Riffith Martin. Ibid
13
i) Keamanan Nasional
Merupakan tujuan utama dari kebijakan luar negri suatu negara yakni hal ini menyangkut
pada ideologi serta kepercayaan yang ada pada masyarakat negaranya untuk dapat menyetujui
suatu kebijakan keamanan negara, tanpa timbulnya silang pendapat maupun perbedaan keinginan
yang akan di tetapkan oleh aktor pemerintah dengan tujuan yang diinginkan dari masyarakat
negara tersebut23.
ii) Pembangunan Ekonomi
Menurut Holsti, pembangunan ekonomi merupakan tindakan untuk menaikkan
ketertarikan negara lain pada kegiatan ekonomi negara tersebut agar dapat menjalin kerjasama
baik dalam jalur bilateral maupun multilateral dalam bidang perekonomian negara. Hal ini selalu
di fokuskan untuk menyamakan standar ekonomi negara tersebut pada level standar
internasional. Dalam hal kepentingan ini, bidang ekonomi lebih di utamakan daripada
memasukkan politik ekonomi suatu negara pada tahap pembangunan perekonomian negara24.
A. Middle-Range Objective itu biasanya menyangkut perbaikan perekonomian pada suatu
negara. Pada klasifikasi ini, juga termasuk juga :
a) Ketertarikan Kelompok Penekan
Keberadaan kelompok ini, merupakan fenomena baru dalam dunia politik dalam
mencapai kepentingan politik negaranya. Kelompok ini, dapat mempengaruhi kebijakan politik
luar negri negara lain untuk dapat menyetujui dan bersedia menjalin kerjasama dengan negara
tersebut. Negara yang daapt menjadi kelompok penekan ini, haruslah negara yang telah diakui
kekuatannya dan dampak yang dapat ditimbulkan negara tersebut kepada dunia internasional.
Hal ini terwujud dari penghormatan negara lain atas keberhasilan negaranya. Selain itu,
23
24
ibid
ibid
14
kelompok ini dapat menjadi pendukung penuh suatu negara yang meminta bantuannya untuk
turut mempromosikan kepentingan negaranya tersebut kepada negara tujuan lainnya.
b) Kerjasama Non-Politik
Pada kenyataanya, dalam dunia hubungan internasional memiliki kerjasama dengan
lembaga maupun institusi non-politik ternyata lebih diperlukan sekarang ini. Sasaran utama
dalam kebijakan luar negri ini ialah untuk mencapai kepentingan nasional dalam bidang
ekonomi, budaya, dan sosial. Kegiatan tersebut, terwujud daalm bantuan pembangunan
perekonomian negara dari menarik pelajar luar negri untuk belajar di negara tersebut dan mereka
akan diberikan pelayan dengan standar yang tinggi agar dapat mengejar cita-cita mereka di
negara tersebut dengan tujuan untuk menunjukkan citra negara yang peduli akan pendidikan dan
pelajar pertukaran negara agar tercipta perdamaian serta kestabilan antar negara yang
bersangkutan.
c) Promosi Monumen Kenegaraan
Hal ini ditujukan untuk memperkenalkan lambang suatu negara kepada dunia
internasional yang bertujuan untuk menunjukkan citra bangsa tersebut dari setiap arti pada
bentuk pada monument tersebut. Dengan adanya monument pada suatu negara, dapat menaikkan
simpati negara lain untuk tertarik untuk mejalin kerjasama dengan negara yang bersangkutan.
Tidak hanya pada monument kebangsaan, tetapi juga monument ini menyangkut bentuk bela
sungkawa untuk makam massal, ataupun bangunan yang dihormati atas peristiwa yang
bersejarah. Kegiatan ini dilakukan demi mencapai kepentingan nasional melalui diplomasi
kebudayaan.
15
d) Ekspansi Kenegaraan
Merupakan kebijakan pemerintah untuk mencapai kepentingan negaranya demi
melindungi kawasan negara bangsa tersebut. Hal ini, menyangkut harga diri bangsa agar dapat
terlepas dari segala bentuk penjajahan dari negara lain yang mana dapat mengancam kestabilan
perekonomian dan perpolitikan negara tersebut.
B. Long-Range Goals yang mana kepentingan ini bersifat ideal, seperti mewujudkan
Perdamaian dan ketertiban dunia25. Selain itu, hal ini juga difokuskan kepada pembangunan
kembali sistem intrenasional suatu negarauntuk mengarah kearah yang lebih baik dan dapat
mengembangkan potesial-potensial yang ada agar dapat dipergunakan secara maksimal dengan
tujuan untuk dapat menyeimbangkan perekonomian dan sistem pemerintahan negara tersebut
demi mencapai negara maju.
Kemudian, kepentingan nasional sering dijadikan tolak ukur atau kriteria pokok bagi para
pengambil keputusan (decision makers) masing-masing negara sebelum merumuskan dan
menetapkan sikap atau tindakan. Bahkan setiap langkah kebijakan luar negeri (Foreign Policy)
perlu dilandaskan kepada kepentingan nasional dan diarahkan untuk mencapai serta melindungi
apa yang dikategorikan atau ditetapkan sebagai ”Kepentingan Nasional”26.
Menurut Morgenthau, ”Kepentingan nasional adalah kemampuan minimum negara untuk
melindungi, dan mempertahankan identitas fisik, politik, dan kultur dari gangguan negara lain.
Dari tinjauan ini para pemimpin negara menurunkan kebijakan spesifik terhadap negara lain
yang sifatnya kerjasama atau konflik”27.
25
Holsti, Kalevi Jaako. 2004. Internationa Relations. GOEL Publishing. Meerut. hal 12.
T.May Rudy,(2002) Study Strategis dalam transformasi sistem Internasional Pasca Perang dingin, Refika
Aditama, Bandung, hal 116
27
Ibid
26
16
E. 2 Perspektif Liberal mengenai Ekonomi Politik Internasional
Kemunculan perspektif ini pada awalnya sebagai alternatif yang diajukan oleh pengkritik
merkantilisme, yang dipelopori oleh Adam Smith dan David Ricardo dengan menentang
pengendalian ekonomi domestik dan internasional yang berlebihan. Perpektif liberal ini
mengajukan argumen bahwa cara yang paling tepat untuk meningkatkan kekayaan nasional
adalah justru dengan membiarkan pertukaran antara individu dalam ekonomi domestik dan
internasional berjalan secara bebas dan tidak dibatasi. Konsep ini didasarkan pada gagasan
kedaulatan pasar dalam proses ekonomi dan mengasumsi adanya keselarasan kepentingan
alamiah dia antara manusia dan bangsa dimana individu adalah aktor utama yang berperilaku
rasional dalam usaha memaksimalkan perolehan keuntungan. Selain itu, kaum liberal juga yakin
bahwa demi memenuhi kepentingan nasional setiap bangsa harus bersikap terbuka dan
koorperatif dalam hubungan ekonomi dengan negara lain28.
Sangat penting untuk difahami, bahwa apa yang disebut dengan politik internasional
secara kontemporer banyak menimbulkan pertentangan pendapat di antara kalangan para ahlinya
sendiri.
Dalam pandangan Edward J Harpham dan Alan Stone dalam buku mereka yang
berjudul Political Economy of Public Policy (1982), misalnya menyebutkan beberapa hal yang
menyangkut pertentangan tersebut sebagai bagian dari usaha untuk menarik perhatian dari pakarpakar ilmu politik yang memiliki orientasi beberbeda, yang memberi dasar dan pengetahuanpengetahuan pada pelopor-pelopor Ekonomi Politik. Namun dengan demikian, dari manapun
28
Jackson, Robert & Sorensen, Georg. 2009. “Ekonomi Politik Internasional” dalam Pengantar Studi Hubungan
Internasional [terj.]. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm. 227-277.
17
asal-usul aliran dan kelompoknnya, pada sdasarnya memeiliki suatu pondasi yang sama yakni
untuk melahirkan sebuah pemikiran baru demi memajukan kesejahteraan di setiap negara29.
Selain itu, menurut Adam Smith yang merupakan pelopor paham liberalisme dalam isi
bukunya yaitu Wealth of Nations (1776). Di dalam Wealth of Nations, Smith menjelaskan bahwa
adanya Invisble Hand di dalam pasar. Dalam lingkup Ekonomi Politik Internasional, liberalisme
adalah ideologi yang menganggap bahwa pasar dan mekanisme independennya merupakan
elemen yang paling efektif untuk mengatur hubungan ekonomi, baik dalam negeri maupun
internasional untuk mencapai pertumbuhan ekonomi, efisiensi maksimum, dan kesejahteraan
individual maupun sosial30. Liberalisme menolak intervensi negara dalam masalah perekonomian
hal itu dianggap sebagai intervensi terhadap kebebasan individu ataupun perusahaan-perusahaan
privat sebagai aktor sentral yang berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan. Perekonomian yang bebas, progresif, interdependen, kooperatif positivesum game tersebut dengan demikian akan berperan besar bagi maksimalisasi kesejahteraan
global31.
Menurut Morgenthau, dalam Politics Among Nations menyebutkan bahwa ekonomi
adalah salah satu unsur penting dari national power, gagasan utama pespektif ini ialah
subordinasi aktivitas ekonomi ke dalam pencapaian kepentingan politik dan pembangunan
negara32. Senada dengan Morgenthau, Robert Gilpin juga berpendapat dalam the Political
29
Ikbar, Yanuar, 2007, Ekonomi Politik Internasional-Konsep dan Teori (bab.2). Bandung: PT Refika Aditama.
Hal. 63
30
Gilpin, Robert. 1987. “The Political Economy of International Relations.” New Jersey: Priceton University Press.
Di unduh tanggal 10 april 2013
(http://books.google.co.id/books?id=mblpQgAACAAJ&dq=Robert+Gilpin&hl=id&sa=X&ei=NHn3UamVFcTW
rQf7v4HYDQ&ved=0CDMQ6AEwAQ)
31
Burchill, Scott and Linklater, Andrew. 1996. “Theories of International Relations”. New York : ST Martin‟s Press.
32
Morgenthau, Hans J. 1987. “Politics Among Nations : The Struggle for Power and Peace”. New York : Alfred A.
Knopf.
18
Economy of International Relations menjelaskan bahwa nasionalisme adalah perspektif yang
meyakini bahwa aktivitas-aktivitas ekonomi seharusnya bertujuan untuk pembangunan den
keuntungan negara33. Dengan kata lain, perspektif ini menciptakan sistem perdagangan baru
yakni, perdagangan pasar bebas yang memberikan keleluasaan jalur perdagangan antar negara,
baik secara individu-individu, individu-perusahaan, maupun perusahaan-perusahaan34.
Perdagangan bebas adalah sebuah konsep ekonomi yang mengacu kepada Harmonized
Commodity Description and Coding System (HS) dengan ketentuan dari World Customs
Organization yang berpusat di Brussels, Belgium. Penjualan produk antar negara tanpa pajak
ekspor-impor atau hambatan perdagangan lainnya. Selain itu, Perdagangan bebas dapat juga
didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah)
dalam perdagangan antar individual-individual dan perusahaan-perusahaan yang berada di
negara yang berbeda35.
Dengan demikian, sistem ekonomi politik muncul sebagai tatanan
kepentingan nasional yang menggabungkan dari kepentingan ekonomi dan politik suatu negara.
Dalam penggunaannya secara tradisional, istilah ekonomi politik dipakai sebagai sinonim atau
nama lain dari istilah ilmu ekonomi. Fokus dari studi ekonomi politik adalah fenomenafenomena ekonomi secara umum, yang bergulir serta dikaji menjadi lebih spesifik , yaitu
menyoroti interaksi antara faktor-faktor ekonomi dan faktor-faktor politik. Namun, dalam
perkembangan yang berikutnya, istilah ekonomi politik selalu mengacu pada adanya interaksi
antara aspek ekonomi dan aspek politik. Adanya kelemahan instrumental ini menyebabkan
banyak kalangan ilmuwan dari kedua belah pihak-berusaha untuk mempertemukan titik
33
Gilpin, Robert. 1987. “Three Ideologies of Political Economy”, dalam the Political Economy of International
Relations, Princeton: Princeton University Press, hal. 25-64
34
Ibid
35
Ikbar, Yanuar. 2006. Ekonomi Politik Internasional – Konsep dan Teori (Jilid I). Bandung: PT Refika Aditama..
Dalam makalah : Alrista Ayu Candra Sari. (2012). “Dampak Perdagangan Bebas (Globalisasi) terhadap politik
ekonomi di Indonesia serta Antisipasinya” . Universitas Jember : Fisip
19
temunya, sehingga para ilmuwan ini berusaha untuk mencoba mengkaji hal ini dengan
menggunakan pendekatan-pendekatan dalam ekonomi politik36.
Dalam upaya memaksimalkan studi mengenai ekonomi politik, juga tidak boleh terlepas
dari sistem ekonomi di negara yang bersangkutan. Terkait dengan hal tersebut, setidaknya dalam
berbagai jenis yang ada, terdapat dua sistem ekonomi besar dunia yang dibagi menjadi dua
kategori pokok, yakni sistem ekonomi yang berorentasi pasar (ekonomi liberal) dengan sistem
ekonomi terencana atau yang lebih dikenal sebagai sistem ekonomi terpusat (sosialis)37.
F. Metode Penelitian
Penulis melakukan penelitian dengan kualitatif, yakni suatu penelitian yang dilakukan
dengan metode historis, studi kasus, dalam penyajian data-data yang lebih akurat untuk diteliti.
Metode kualitatif didefinisikan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data berupa katakata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati38. Metode ini memiliki
tujuan untuk menggambarkan suatu fenomena tertentu atau untuk menentukan ada tidaknya
keterkaitan antara suatu gejala dengan gejala lainnya yang relevan dengan permasalahan yang
ada di dalam penelitian.Penulis menggunakan data primer dan data sekunder.Teknik
pengumpulan data yang dilakukan adalah studi kepustakaan (library research). Studi
kepustakaan ini dilakukan di perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah, Perpustakaan UI, dan
Perpustakaan Badan Pengkaji dan Pelaksanaan Kebijakan Kemlu, Selain itu, digunakan pula
berbagai buku sebagai rujukan, dan beberapa dokumen, serta bulletin pada surat kabar, atau
36
Ikbar, Yanuar.( 2007). Ekonomi Politik Internasional 2- Implementasi Konsep dan Teori.Bandung: PT Refika .
Dalam makalah : Alrista Ayu Candra Sari. (2012). “Dampak Perdagangan Bebas (Globalisasi) terhadap politik
ekonomi di Indonesia serta Antisipasinya” . Universitas Jember : Fisip
37
Ibid
38
Moleong, Metode Penelitian, 2004, Bab III. Metode Kualitatif
20
jurnal. Lalu, penulis juga memanfaatkan situs internet resmi sebagai salah satu data yang
digunakan dalam penelitian ini.
Kemudian, untuk mengumpulkan data juga melakukan wawancara kepada pihak
Indonesia yakni dari Kementrian Luar Negeri Indonesia di bagian BPPK (Badan Pengkaji dan
Pelaksaan Kebijakan) ASPASAF (Asia Pasifik dan Afrika) serta dari pihak Cina yakni dari
Delegasi Kedutaan Republik Rakyat Cina di Indonesia bagian Diplomasi Ekonomi RRC-RI.
21
Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Pertanyaan Penelitian
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
D. Tinjauan Pustaka
E. Kerangka Teori
E.1 Kepentingan Nasional
E.2 Perspektif Liberalis mengenai Ekonomi Politik Internasional
F. Metode Penelitian
G. Sistematika Penulisan
Daftar Pustaka
BAB II
HUBUNGAN
EKONOMI
INDONESIA-CINA
PRA-DEKLARASI
KEMITRAAN STRATEGIS
A. Pola perkembangan hubungan kerjasama ekonomi Indonesia-Cina pada era Orde Lama
B. Dinamika hubungan kerjasama ekonomi Indonesia-Cina pada era Orde Baru hingga masa
normalisasi hubungan diplomatik
C. Langkah-langkah yang dilakukan Indonesia dalam mempererat kerjasama ekonomi
dengan Cina pasca masa normalisasi hubungan diplomatik
BAB III ANALISIS DAMPAK PENINGKATAN EKONOMI INDONESIA MELALUI
DEKLARASI KEMITRAAN STRATEGIS DENGAN CINA TAHUN 2005-2011
A. Faktor eksternal dan Internal yang mempengaruhi peningkatan kerjasama ekonomi
bilateral Indonesia-Cina tahun 2005-2011
I. Faktor-faktor Dalam Negeri Indonesia
a. Geografis
b. Politik Ekonomi Dalam Negeri Indonesia
22
II. Faktor-faktor Luar Negeri Indonesia
a. Dukungan dari ASEAN
b. Hubungan ASEAN dan Cina
c. Politik Ekonomi Cina
B. Dampak-dampak yang didapatkan Indonesia melalui meningkatkan hubungan kemitraan
perdagangan dengan Cina dalam Deklarasi Kemitraan Strategis tahun 2005-2011
a. Deklarasi Kemitraan Strategis 2005-2010
b. Deklarasi Kemitraan Strategis 2010-2015
BAB
IV
KESIMPULAN
23
BAB II
HUBUNGAN EKONOMI INDONESIA-CINA
PRA-DEKLARASI KEMITRAAN STRATEGIS
A. Pola Perkembangan Hubungan Kerjasama Ekonomi Indonesia-Cina pada era Orde
Lama
Pada era Orde Lama sistem pemerintahannya lebih dikenal dengan sebutan masa
pemerintahan Presiden Soekarno di Indonesia (1945-1965). Dimasa ini, Indonesia menggunakan
dua pola yang dipakai untuk menjalankan perekonomian negara yakni, sistem ekonomi liberal
dan komando39. Pada sistem ekonomi liberal, Indonesia menggunakan prinsip-prinsip kebebasan
dan netral dalam perekonomian negara. Hal ini, di tujukan agar Indonesia dapat mengembangkan
diri menjadi masyarakat yang dinamis, kompetitif serta layak untuk merdeka. Dalam memilih
negara yang tepat untuk menjalin kerjasama perdangan ini, Soekarno memandang Cina sebagai
negara yang strategis untuk mengawali kerjasama dalam bidang ekonomi bagi negara Indonesia.
Namun, sistem ini bahkan membuat keadaan Indonesia yang pada saat itu baru mendapatkan
kemerdekaan di tahun 1945, menjadi semakin memburuk40.
Hal ini disebabkan oleh karena Indonesia belum bisa bersaing dengan Cina dalam
perdagangan bebas yang diterapkan Indonesia pada saat itu. Pengusaha lokal yang dimiliki
Indonesia di era tersebut, masih lemah dan minimnya pengalaman dalam melakukan
perdagangan bebas dengan Cina yang lebih memahami struktur jalur perdagangan bebas, baik
39
40
Tuty Enoch Muas, (2009). Merangkul Cina : Hubungan RI-Cina, Secara Historis, Dinamis!. Hal. 25
Ibid hal. 37
24
secara bilateral maupun multilateral41. Terbukti pada 20 Maret 1950, di Indonesia terjadi
pemotongan nilai mata uang (Sanering) untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar harga
barang menjadi turun. Kemudian, Program Benteng (Kabinet Natsir), yang ditujukan untuk
menumbuhkan wiraswastawan pribumi, serta dapat mendorong importir nasional agar bisa
bersaing dengan perusahaan impor asing. Dengan cara membatasi impor barang tertentu dan
memberikan lisensi impornya hanya pada importir pribumi, serta memberikan kredit pada
perusahaan-perusahaan pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan
ekonomi nasional. Namun usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung
konsumtif dan tak bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi42.
Lalu Sistem ekonomi Ali-Baba dalam kabinet Ali Sastroamijoyo I, yang diprakarsai Mr
Iskak Cokrohadisuryo, untuk penggalangan kerjasama antara pengusaha Cina dan pengusaha
pribumi. Dalam program ini, pengusaha non-pribumi (Cina) diwajibkan memberikan latihanlatihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit serta lisensi bagi usahausaha swasta nasional. Namun, program ini juga tidak berjalan dengan baik, disebabkan
pengusaha pribumi kurang berpengalaman dalam bidang perdagangan, sehingga hanya dijadikan
alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah43. Mengingat bahwa Cina telah lebih
dulu menjalin kerjasama dagang dengan negara barat seperti Amerika Serikat dan Eropa, maka
melakukan persaingan serta kompetisi dengan Cina merupakan suatu hal yang terlalu dini bagi
Indonesia yang pada saat itu baru mendapatkan kemerdekaan dan memulai untuk
mengembangkan
diri
sebagai
bangsa
memproklamasikan kemerdekaannya
yang
merdeka.
Walaupun
Cina
juga
baru
empat tahun setelah Indonesia (1945) yakni pada 1
41
I. Wibowo, (1999) . Retrospeksi dan Rekontekstualisasi Masalah Cina. 205
Zainuddin Djafar. (2009). Merangkul Cina : Hubungan Perdagangan Indonesia : Diperlukan Redesigning yang
Baru. hal. 73
43
Dalam Tuty Enoch. ibid. hal 48
42
25
Oktober 1949, namun pengalaman bekerjasama dengan negara asing telah dilakukan Cina sejak
masa Dinasty Ming44. Berlandasakan dari hal tersebut, di tahun 1955 Indonesia mengalihkan
sistem ekonomi liberal ke sistem ekonomi komando45.
Dengan demikian, Indonesia memiliki peluang untuk belajar lebih memahami pola
perdagangan dengan negara-negara kemitraan dalam melakukan hubungan dagang, baik secara
bilateral maupun multilateral. Bagi Soekarno, Cina merupakan negara mitra yang berpotensi
besar untuk mengawali kemajuan ekonomi negara, dikarenakan letak geografis antar Indonesia
dan Cina memilikii poros jalur perdagangan yang sangat strategis untuk melakukan hubungan
dagang46. Pada sistem ekonomi komando ini, hubungan bilateral kedua negara terlihat semakin
erat. Hal ini terbukti dengan disepakatinya pembukaan hubungan diplomatik secara resmi oleh
Soekarno pada April tahun 1955 di Jakarta, sebagai permulaan untuk menjalin kerjasama
bilateral dengan negara lain. Kemudian, lima tahun setelah dibukanya jalur kerjasama kedua
negara tersebut, Indonesia berpandangan bahwa Cina berpotensi untuk menjadi negara Super
Power yang dapat mendorong perekonomian domestik menjadi lebih berkembang dan meningkat
di masa yang akan datang47. Maka pada tahun 1955, Indonesia membentuk Perhimpunan
Persahabatan Indonesia-Cina sebagai wadah untuk memfokuskan diri dalam mengembangkan
infrastruktur perekonomian dalam negeri hingga dapat menarik investor Cina untuk dapat
menanamkan modalnya di perusahaan Indonesia.
Selain itu, Cina memang menempatkan dirinya untuk menjalin kerjasama perdagangan
hanya dengan kelompok sosialis di kawasana blok timur. Mengingat Indonesia yang dipimpin
44
Dinasty Ming (1368-1644) merupakan era kejayaan bangsa Cina dalam membangun kedaulatannya sebagai
bangsa yang lebih bermatabat, berpendidikan, serta unggul dalam menjalankan sistem pemerintahan. Dalam bidang
perdagangan, Dinasti Ming terkenal dengan wilayah dagang yang telah pasar internasional dengan luas. Dengan
demikian Cina tidak lagi di anggap termasuk dalam bangsa Mongol, bangsa Machu, ataupun suku-suku yang
belum memiliki pemerintahan yang maju dan lebih teratur seperti yang telah berjalan di Cina (Beijing)
45
Dalam I. Wibowo. ibid hal. 205
46
Dalam Tuty Enoch. ibid. hal 37-40
47
Dalam Tuty Enoch . ibid. hal 46
26
oleh Soekarno pada saat itu, menganut paham NASAKOM (Nasional Agama Komunis)
memiliki kesamaan ideologi yang juga di pakai Cina dalam menjalankan sistem
pemerintahannya. Di masa tersebut, Cina di dominasi oleh Partai Komunis Cina (PKC) dan
Indonesia juga memiliki Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai salah satu partai yang kuat di
dalam pemerintahan. Berlandasakan dengan kesaman paham tersebut, Cina meyakinkan diri
untuk terus menguatkan hubungan kemitraan dengan Indonesia sebagai rekan kerjasama
perdagangan. Hal ini, terlihat dari terciptanya poros Jakarta-Peking (Beijing) yang di buat pada
era 1960an48.
Adapun alasan yang diajukan Soekano dalam pemebentukan poros ini, ialah karena posisi
negara Indonesia yang pada saat itu sebagai negara yang baru merdeka, membutuhkan banyak
bantuan modal asing, Namun apabila menggantungkan diri pada negara besar seperti Amerika
Serika (USA) dan Inggris akan semakin mempersulit keuangan dalam negeri, karena besarnya
bunga dan persyaratan yang memberatkan pemerintah. Sehingga Indonesia perlu mencari negara
donor yang mampu memberikan bantuan dengan persyaratan yang mudah yaitu Cina dan
termasuk pula Uni Soviet. Karena kedua negara tersebut, khususnya Cina menawarkan bunga
yang lebih rendah, serta persyaratan yang lebih mudah untuk diambil Indonesia untuk mencari
dana bantuan dari negara asing49. Selain itu, tindakan Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) yang dianggap tidak adil. Sebagai negara yang baru merdeka, anggapan bangsa lain
mengenai suara yang diajukan oleh bangsa Indonesia tidak pernah didengarkan maupun di
pertimbangkan, karena dianggap sebagai negara baru yang belum mengerti dan paham dalam
48
49
Dalam Zainuddin Djafar. Ibid. hal 73-75
Dana bantuan yang diajukan Amerika dapat berbunga hingga 10% dari total jumlah dana yang dipinjamkan dalam
pengembaliannya yang akan di bayarkan Indonesia. Kemudian Inggris dapat mencapai hingga 12% dari total
bunga dana bantuan atau pinjaman yang di ajukan kepada Indonesia yang harus dibayar nantinya. Lalu, Uni
Soviet hanya memberikan bunga sebesar 5%. Sedangkan Cina dapat menawarkan 5-0% bunga yang harus
dibayarkan Indonesia.
27
diskusi ketata negaraan secara global. Dalam status bangsa yang tidak dipandang penuh oleh
PBB menjadikan Indonesia berusaha untuk mendapatkan perhatian Cina serta Uni Soviet sebagai
negara kuat lainnya yang dapat mendukung dan membantu Indonesia agar dapat menaikkan
harga dirinya sebagai bangsa yang berdaulat serta bermartabat di depan negara asing lainnya
serta membuat suara Indonesia juga dapat di dengar dan jadi bahan pertimbangan oleh PBB
dalam diskusi kenegaraan50.
Memasuki tahun 1962, hubungan Indonesia-Cina semakin menunjukkan keharmonisan.
Pada masa itu, Cina masih memakai kebijakan luar negri yang tertutup dan tidak banyak
menjalin kerjasama dengan negara asing. Selain itu, Cina menutup diri untuk tidak bermitra
dengan negara-negara yang ada di blok Barat untuk menjalankan arus pemerintahan dalam dan
luar negrinya, di segala sektor pemerintah. Indonesia yang memiliki kesamaan faham yang
dipakai Soekarno pada saat itu, sejalan dengan ideologi Cina yang komunisme. Dengan
demikian, kedekatan yang diberikan kepada Indonesia menjadikan hal tersebut merupakan
perlakuan istimewa, dengan membuka peluang untuk mempererat jalinan kerjasama ekonomi di
Indonesia. Hal ini ditujukkan dengan dibangunnya proyek Games of the New Emerging Forces
(GANEFO) untuk meningkatkan perekonomian negeri agar dapat memaksimalkan manfaat
sumber daya alam (SDA) serta sumber daya manusia (SDM) yang ada di Indonesia langsung di
bawah komando Presiden Soekarno dan Presiden mao Zedong serta PM Cina Chou Enlai51.
Hubungan baik tersebut terjalin cukup singkat, hingga timbulnya gerakan pemberontakan
yang di pelopori oleh partai komunis di Indonesia pada Oktober 1965, yang melibatkan
pembunuhan massal oleh sebagian besar warga Indonesia yang menginginkan untuk memiliki
pmiliter partai sendiri seperti yang ada di Cina (PKC). Dengan demikian, Gerakan 30 September
50
51
Dalam Zainuddin Djafar . ibid hal 81
Dalam I. Wibowo ibid. 129
28
atau lebih dikenal dengan peristiwa G 30S PKI mempengaruhi fokus Indonesia yang baru akan
membangun negara yang stabil, menjadi bangsa yang terpecah menjadi beberapa kelompok
maupun kesatuan. Dalam kelangsungan peristiwa pemberontakan ini, Cina dianggap membantu
arus perdagangan alat utama sistem senjata (ALUTSISTA) yang di pakai PKI dalam melakukan
pemberontakannya. Selain itu, Cina juga menyokong bantuan militer yang ada pada PKC untuk
turut melaksanakan kegiatan pemberontakan oleh PKI. Hal ini, dilandasi masih dengan alasan
kesamaan faham. Maka tindakan membantu partai komunis di Indonesia, sama dengan
membantu sesama komunis serta memperluas wilayah dengan faham komunisme lainnya bagi
Cina (PKC).
Dengan alasan serta tuduhan yang di tujukan kepada Cina, mengenai turut campur tangan
terhadap masalah dalam negeri yang ada di Indonesia di anggap terlalu mendalam dan bahkan
memperburuk keadaan. Masalah, pemberontakan yang dilakukan PKI pada Indonesia membuat
Cina bertindak terlalu jauh dari batas privasi kenegaraan yang ada bagi bangsa Indonesia. Maka
pada saat orde lama runtuh dan di gantikan dengan orde baru di tahun 1966, Indonesia menutup
Perhimpunan Persahabatan dengan Cina. Keputusan ini, dianggap tepat untuk membatasi serta
memperingatkan PKC akan tindakan mereka yang sudah terlalu dalam ikut campur masalah
dalam negeri bangsa Indonesia. Memasuki pergantian pemerintahan maka orde lama pun di
gantikan dengan orde baru yang di pimpin oleh Jendral Soeharto sebagai pemimpin negara
Indonesia yang baru. Dengan pergantian kepemimpinan ini, maka berubah pula pola hubungan
kerjasama Indonesia-Cina yang dulu di prakarsai oleh Presiden Soekarno, berubah menjadi
pemutusan hubungan diplomatik dengan Cina pada tahun 30 Oktober 1967 52. Dengan
berlandaskan alasan tersebut, Indonesia semakin mempertegas bahwa Cina tidak dapat turut
mengambil alih masalah dalam negeri sebuah negara lain untuk membantu apapun bagi kegiatan
52
I. Wibowo. (2009) , Merangkul Cina : Hubungan Indonesia-Cina, hal. 249
29
apapun yang dilakukan kelompok pemberontakan yang ada di Indonesia khususnya secara lebih
mendalam dan mendominasi.
B. Dinamika Hubungan Kerjasama Ekonomi Indonesia-Cina pada Era Orde Baru
hingga Masa Normalisasi Hubungan Diplomatik
Memasuki era orde baru (1968-1998), Indonesia menfokuskan diri kepada pembangunan
infrastruktur pemerintahan. Dibawah pimpinan Presiden Soeharto, perekonomian negara pun
turut beralih kepada sistem ekonomi pembangunan yang bertujuan untuk menembus pasar
internasional lebih luas. Terkait hubungan dagang Indonesia-Cina yang sempat terputus karena
pemasalahan politik oleh G 30 S/ PKI, belum melunturkan rasa sentimen Soeharto untuk
memperbaiki jalinan kerjasama dengan Cina. Terlebih lagi, pada era ini terjadi deskriminasi
kelompok yang ditujukkan kepada etnis tionghoa (Cina) yang ada di Indonesia. Kelompok
tersebut, dianggap perpanjangan tangan golongan komunis di Cina untuk meluaskan daerah
kekuasaannya demi mencapai kesamaan faham yakni Komunisme53. Hal ini, jelas melanggar
peraturan kenegaraan yang tercantum dalam Dasa Sila Bandung bulir ke empat, lima dan enam,
yakni : 4) Tidak melakukan campur tangan atau intervensi dalam persoalan dalam negeri negara
lain. 5) menghormati hak setiap bangsa untuk mempertahankan diri sendiri secara sendirian
maupun secara kolektif yang sesuai dengan Piagam PBB, lalu 6) a. Tidak menggunakan
peraturan-peratura dan pertahanan kolektif untuk bertindak bagi kepentingan khusus dari salah
satu negara-negara besar, b. Tidak melakukan campur tangan terhadap negara lain54.
Dengan demikian, tindakan yang dilakukan Cina dalam membantu alat-alat militer yang
di pakai PKI untuk melawan Indonesia menuju faham komunisme adalah pelanggaran besar
53
Gitosardjono, Sukamdi Sahid, (2006), Dinamika Hubungan Indonesia-TIongkok di era Kebangkitan Asia, Jakarta
: Lembaga Kerjasama Ekonomi, Sosial, dan Budaya Cina.
54
Terlampir
30
yang meliputi tiga poin dalam norma ketata negaraan suatu bangsa. Dengan terputusnya
hubungan diplomatik kedua negara, maka langkah yang di ambil Indonesia dalam mengalihkan
persoalan tersebut ialah berfokus pada pembangunan infrastruktur negara yang tercipta dalam
rencana kerja Pembangunan Lima Tahun (PELITA) di tahun 1969. Program kerja ini dibagi
menjadi lima tahap, yakni PELITA I (1969-1974) bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar
sandang dan pangan serta infrastruktur dengan penekanan pada bidang pertanian, yang pada saat
itu, Indonesia memang kekurangan bahan pangan yakni beras sebagai makanan pokok yang
dibutuhkan masyarakat. Kemudian, PELITA II (1974-1979) berfokus pada peningkatan
pembangunan pulau-pulau di Jawa, Bali dan Madura melalui transmigrasi. Dimasa masa orde
baru, perpecahan suku-suku merupakan masalah penting yang harus diperbaiki pasca G 30
S/PKI. Tindakan partai komunis tersebut, telah memecah belah masyarakat pribumi menjadi
kelompok-kelompok pemberontak yang menghancurkan infrastruktur negara dengan skala yang
besar55. Maka, dengan melakukan transmigrasi penduduk akan membantu masyarakat pribumi
kembali dapat memulai kehidupan yang baru demi terciptanya masyarakat yang damai dan
beragam sesuai semboyan bangsa Indonesia yakni Bhinneka Tunggan Ika yang artinya walau
berbeda-beda namun tetap satu bangsa.
Berlanjut hingga ke PELITA III (1979-1984) yakni bergulir pada kepentingan negara
dalam menekan peningkatan industry padat karya dan ekspor. Maka, di tahap ini, Indonesia
mulai memikirkan untuk memperbaiki jalinan kerjasama dengan Cina. Mengingat bahwa
kebutuhan ekpor-impor memerlukan dukungan dan kerjasama kepada negara besar, serta
memiliki potensi ekonomi yang cukup kuat. Maka, Indonesia memilih Cina sebagai mitra
strategis dalam melancarkan kegiatan peningkatan perekonomian negeri.
55
Dalam Sokamdi Sahid Gitosardjono. Ibid. hal . 157
31
Walaupun hubungan kedua negara masih terputus, tetapi dalam prakteknya barangbarang asal Cina tetap dapat masuk ke Indonesia. Hal ini, merupakan tindakan dari jasa perantara
negara ketiga. Jenis barang seperti mesin-mesin pertanian, barang-barang elektornik, dan obatobatan, diimpor melalui Singapura, serta Hongkong. Kemudian, jenis bahan kimia atau bahan
baku industri farmasi diimpor melalui negara-negara Eropa Barat56. Dengan perantara negara
ketiga itulah, yang menybabkan perdagangan Indonesia-Cina tetap berlangsung walaupun kedua
pihak membekukan hubungan diplomatik secara bilateral.
Kemudian, dari adanya ketentuan baru dari pemerintah Orde Baru seperti yang tertuang
dalam SK Mendagkop RI tahun 1967, memerintahkan untuk menghentikan ekspor barang
Indonesia ke Cina, sementara impor melalui negara ketiga tetap berjalan. Dengan kebijakan yang
tidak seimbang tersebut, jelas menguntungkan pihak Cina secara ekonomis. Seperti pada tahun
1970-an terlihat kesenjangan neraca perdagangan antara Indonesia-Cina yang dapat dilihat dari
tabel dibawah ini.
Tabel Neraca Perdagangan Indonesia-Cina57
(dalam jutaan dollar AS)
Tahun
Ekspor
Impor
1970
-
30,6
1971
-
27,6
1972
-
39,0
1973
-
48,8
56
Murkan, Munawar. (1984). Skripsi : Kemungkinan-kemungkinan Pencairan Hubungan Diplomatik IndonesiaRRC (Suatu Analisa terhadap Sikap Indonesia). Jakarta : Universita Indonesia. Kompas, 27 April 1978
57
Dalam Murkan Munawar, Ibid. Diolah dari Saw Swee Hoek, Economi Problems & Prospect in ASEAN
Countries, (Singapore University Press), hal. 159, dan Biro Pusat Statistik dalam Proyek Pembinaan Kerjasama
Perdagangan Luar Negri, op-cit., Bagian III
32
1974
-
113,9
1975
-
203,5
1976
-
131,8
1977
-
153,5
Dari tabel diatas, terlihat bahwa dinamika perdagangan Indonesia-Cina mengalami
peningkatan-peningkatan yang signifikan. Walau tidak setiap satu tahun mengalami kenaikan
angka yang tinggi, tetapi penigkatan yang besar terjadi pada tahun berikutnya. Dengan demikian,
impor barang Indonesia dari Cina melalui negara ketiga jelas mengakibatkan harga barang
menjadi melonjak. Maka terkait dengan hal tersebut, Indonesia mengambil kesempatan untuk
memperbaiki kesenjangan tersebut dari pergantian pemerintahan Mao Zedong ke Deng
Xiaoping. Pergantian pemimpin Cina, juga mempengaruhi kebijakan luar negeri bagi negara
tersebut. Maka, Indonesia menginginkan pembahasan ulang yang lebih spesifik terhadap Cina
mengenai hubungan bilateral kedua negara. Dengan melakukan perdagangan langsung dengan
Cina, maka keuntungan yang dapat dicapai oleh Indonesia, yakni58 :
Berkurangnya mata rantai perdagangan.
Biaya pengapalan yang lebih murah.
Dan penghematan devisa sebesar 30-40 %.
Dari tindakan untuk mendekatkan diri dengan Cina dan keuntungan yang diperhitungkan
untuk dapat dicapai Indonesia dengan perdagangan langsung antar kedua negara ini, merupakan
bentuk reformasi baru dalam sejarah bilateral Indonesia-Cina pasca pembekuan hubungan
58
Dalam Murkan Munawar, Ibid. Diolah dari Saw Swee Hoek, Economi Problems & Prospect in ASEAN
Countries, (Singapore University Press), hal. 2-3, dan Biro Pusat Statistik dalam Proyek Pembinaan Kerjasama
Perdagangan Luar Negri, op-cit., Bagian III
33
diplomatik di awal era orde baru. Terkait dengan pergantian pemimpin Cina setelah Mao Zedong
yang menjadikan Cina sebagai negara tertutup dalam melakukan kegiatan perekonomian
negerinya. Maka, di era Deng Xiaoping, terjadi refolusi ekonomi pintu terbuka (geige kaifang)
dengan membuka kembali jalur perdagangan luar negri dengan negara lainnya. Kebijakan Deng
inilah yang melancarkan Indonesia dalam melakukan perbaikan hubungan dagang terhadap Cina,
tanpa melihat sejarah dimasa lampau ketika kedua negara membekukan jalinan kerjasama di
semua bidang. Tindakan Indonesia mendekatkan diri dengan Cina ini tidak lepas dari tujuan
kenegaraan untuk memajukan perekonomian negeri secara global dan luas.
Dilatar belakangi oleh kegiatan PELITA yang ketiga ini dan langkah untuk memulai
normalisasi hubungan bilateral kedua negara, Indonesia mengirimkan perwakilan dari Kamar
Dagang (KADIN) dibawah pimpinan Sukamdi Sahid Gitosardjono pada tanggal 29 Januari 1984,
mengadakan pertemuan dengan Mentri Luar Negri (MENLU) Cina di Singapura untuk
membahas hubungan dagang kedua negara. Peristiwa ini, merupakan awal mula dari jalinan
bilateral yang baik antara Indonesia dengan Cina, khususnya di bidang perekonomian 59. Dari
pembahasan tersebut, Cina menyetujui untuk membuka kerjasama dengan Indonesia, walau
hubungan diplomatik kedua negara masih dapat dikatakan belum memasuki tahap normalisasi
yang lebih signifikan. Namun, bukan rahasia lagi bahwa barang-barang dari Cina tetap
membanjiri pasar di Indonesia yang menggunakan jasa perantara negara ketiga untuk mengimpor
barang dari Cina ke Indonesia. Dari kegiatan tersebut, jelas merugikan konsumen dalam negri
karna harga barang menjadi lebih mahal, dengan demikian pihak negara ketiga diuntungkan
dengan pajak beacukai dalam negeri yang terpakai dalam pembiayaan pengiriman barang
melalui jalur negara perantara.
59
Dalam Soekamdi Sahid Gitosardjono.ibid. hal. 93
34
Dengan alasan tersebut, Indonesia menginginkan partisipasi serta tanggapan yang lebih
dari Cina dalam memajukan perekonomian bagi kedua negara secara bilateral. Potensi
peningkatan ekonomi yang dimiliki Indonesia dengan melakukan kerjasama dengan Cina tidak
ingin dilewatkan dalam mendorong perekonomian Indonesia ke tingakt yang lebih maju dan
stabil. Maka, berlanjut pada 5 Juli 1985 di hotel Shari-La Singapura, dibuatlah kesepakatan
hubungan dagang Indonesia-Cina60. Selama kurang lebih lima tahun setelah disepakatinya
hubungan dagang kedua negara, Indonesia tetap belum menormalisasikan jalinan diplomatiknya
dengan Cina, walau kerjasama dagang tetap dilakukan namun, dalam lingkup bilateral kedua
negara belum menunjukkan perbaikan di bidang lainnya. Maka, pada Desember 1989
mengadakan pertemuan untuk membahas teknis-teknis normalisasi hubungan bilateral kedua
negara. Kegiatan kerjasama dengan Cina ini, diharapkan untuk dapat lebih meluas ke sektorsektor pemerintahan lainnya, karena melihat bahwa Cina memiliki potensi besar dalam
memajukan Indonesia kearah yang lebih baik. Letak strategis yang dimilki antara Indonesia dan
Cina sangatlah bagus untuk melakukan hubungan kemitraan di sektor perekonomian.
Kemudian, tujuan yang ingin dicapai Indonesia dalam kerjasama ini juga untuk
menjadikan kekuatan besar ekonomi di kawasana Asia untuk dapat bersaing dengan Eropa dan
Amerika. Langkah selanjutnya untuk mengawali normalisasi hubungan diplomatik dengan kedua
negara, ialah Indonesia mengirim Mentri Luar Negeri RI Ali Alatas pada tanggal 3 Juli 1990
untuk mengunjungi Cina untuk memebahas dibangunnya kembali hubungan baik secara
bilateral. Masih ditahun yang sama, Indonesia kembali melakukan kegiatan untuk memperjelas
dan meyakinkan Cina untuk dapat saling bekerjasama dan menjalin hubunga baik dengan
Indonesia. Maka pada tanggal 8 Agustus 1990 Menlu Indonesia dan Perdana Mentri (PM) Cina
sepakat untuk menandatangani nota kesepahaman atau yang lebih dikenal sebagai Memorandum
60
Ibid hal 101-122
35
of Understanding (MoU) mengenai terjalinnya kembali hubungan diplomatik antara IndonesiaCina yang dahulu sempat terputus dan tak melakukan kegiatan apapun dalam waktu yang lama61.
C. Langkah-langkah yang dilakukan Indonesia dalam Mempererat Kerjasama
Ekonomi dengan Cina Pasca Masa Normalisasi Hubungan Diplomatik
Semenjak dibukanya kembali hubungan diplomatik Indonesia-Cina, pada masa
normalisasi melalui pembahasan tehnis-tehnis yang harus dilakukan kedua negara pada tahun
1989, merupakan tindakan yang dapat menetralisasi rasa sentimen atas sejarah buruk antara
kedua negara. Maka, Indonesia tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk memperbaiki hubungan
bilateral dengan Cina. Hal ini terbukti pada tahun 1990, kedua negara menyelenggarakan
pembukaan hubungan diplomatik secara formal didepan pers dan diliput di setiap media berita
pada masing-masing negara. Pada era 1990-an, perkembangan kerjasama kedua negara
menunjukkan peningkatan. Di masa kepemimpinan Presiden Abdurahman Wahid, Indonesia
melakukan kunjungan kenegaraan ke Cina bersama Presiden Jiang Zemin pada Desember 1999
untuk menentukan tujuan pengembangan hubungan kerjasama yang menyeluruh, stabil, dan
bertentangga baik serta saling percaya dalam jangka panjang62. Selain itu, pada kunjungan
tersebut, juga di resmikan bahwa Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Cina dihidupkan
kembali. Dengan demikian, wadah kedua negara untuk mempererat jalinan kerjasama bilateral
dapat berlangsung lebih lancar.
Memasuki era 2000-an, hubungan kedua negara menujukkan peningkatan yang pesat.
Diawali saat Menlu Cina Tang Jianxuan setuju untuk menandatangani penyataan berasama
61
Selama kurang lebih tiga belas tahun Indonesia-Cina mengalami pembekuan hubungan diplomatik semenjak
tahun 1967 yang disebabkan oleh peristiwa G 30 S PKI. Kemudian, kembali menujukkan perbaikan pada tahun
1980-an yang diawali dengan kunjungan KADIN Indonesia ke Cina dalam membahas hubungan dagang kedua
negara.
62
Dalam Zainuddin Djafar. Ibid. hal 78
36
tentang pengarahan kerjasama bila teral dalam jangka panjang dengan Menlu Indonesia Alwi
Shihab. Dalam penyataan ini, kedua negara sepakat untuk mengembangkan kerjasama dalam
sektor perekonomian secara lebih mendalam. Cina mulai yakin bahwa Indonesia merupakan
mitra strategis dalam pengembangan perekonomian internasional negara. Maka, dengan
berhubungan baik kepada Indonesia, merupakan tindakan yang akan turut menguntungkan Cina
dalam peningkatan perekonomian negara. pada era ini, kunjungan pada tingkat Kepala
Pemerintahan dilakukan oleh PM Zhu Rongji ke Indonesia, pada tanggal 7-9 November 2001
yang menghasilkan penandatanganan lima persetujuan yaitu, MoU Kerjasama Pertanian,
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B), Persetujuan Kebudayaan, Persetujuan
mengenai Pengaturan Kunjungan Wisatawan Indonesia-Cina, dan Persetujuan Pemberian Hibah
sebesar 40 juta Yuan63.
Langkah selanjutnya, diteruskan oleh Presiden RI Megawati Soekarnoputri pada bulan
Maret 2002 dalam melakukan kunjungan balasan ke Cina dan menandatangani Exchange of
Notes yang menyangkut hal pembukaan Konsulat Jenderal Indonesia di Cina dan sebaliknya,
sepakat untuk menandatangani Nota Kesepahaman yang berkenaan dengan kerjasama ekonomi
dan teknik, kemudian MoU pembentukan Forum Energi Indonesia-Cina mengenai kerjasama di
sektor energi dan MoU Kerjasama Ekonomi dan Teknik dalam Proyek Jembatan64, Jalan Tol
serta proyek infrastuktur lainnya. Dilatar belakangi oleh hal tersebut, maka pada tahun 2002
Indonesia mengambil langkah untuk mendirikan wadah yang dapat mendekatkan hubungan
bilateral kedua negara dan ditujukkan agar pengembangan kemitraan dagang dapat berlangsung
lebih erat. Dengan demikian, pada 6 Juni 2002 dibuatlah Dewan Bisnis Indonesia-Cina atau lebih
dikenal dengan nama Indonesia-China Bussiness Council (ICBC). Wadah ini, diperuntukkan
63
64
Dalam Soekamdi Sahid Gitosardjono. Ibid. bagian 2
Rencana pembuatan Jembatan utama yang menyambungkan Surabaya hingga Madura mulai tercetus. Namun,
pembangunan proyek ini dimulai pada tahun 2008.
37
sebagai perantara antara pengusaha Indonesia dan Cina atau Asing dapat saling berbagi ilmu
dalam menjalani konsep dagang sebaik-baiknya. Selain itu, dapat menjadikan temapt untuk
berkonsultasi dalam pengembangan usaha yang ada di dalam negeri Indonesia maupun
sebaliknya. Hal ini, mendorong Cina untuk semakin yakin dalam mempererat hubungan ekonomi
dengan Indonesia, sebagai mitra strategis perdagangan bilateral bagi kedua negara.
Terhitung dari tahun 2002 hingga memasuki tahun 2003, kerjasama antara kedua negara
ini semakin menujukkan peningkatan hubungan kemitraan. Dapat dilihat dari neraca
perdagangan antara Cina dan Indonesia selama jangka waktu satu tahun tersebut, mengalami
surplus yang cukup signifikan bagi Indonesia, baik untuk perdagangan migas maupun nonmigas, yakni pada tahun 2002 mencapai US$ 1,07 milyar. Kemudian, Surplus selanjutnya juga di
alami Indonesia pada bulan Januari-November 2003, yakni mencapai nilai US$ 1,29 milyar.
Disisi lain, Surplus perdaganan non-migas juga meningkat dengan mencapai angka nilai US$
2.050,34 juta. Hal ini menandakan bahwa produk non-migas Indonesia yang masuk pasar Cina
tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan produk non-migas Cina yang masuk pasar Indonesia65.
Dalam jangka tiga tahun yakni dimulai pada tahun 2000 hingga 2002, membuktikan peningkatan
yang pesat. Terlebih dalam hubungan investasi langsung timbal balik Indonesia-Cina. Diawali
pada tahun 2000, nilai aktual investasi Indonesia di Cina sebesar US$ 146,94 juta dengan 60
proyek, kemudian berlanjut pada tahun 2001 nilai aktual investasi meningkat menjadi US$
159,64 juta dengan 82 proyek dan pada tahun 2002 nilai aktual investasi mencapai US$ 14,12
milyar dengan jumlah proyek sebanyak 94 buah.
65
Anjaiah, Veermalla and Ary Hermawan. 2009. “RI, China relations take a new turn”. The Jakarta Post, Oktober
01.
38
Berlandaskan dari hal tersebut, PM Cina Wen Jiabao turut menghadiri Konfrensi Tingkat
Tinggi (KTT) antara Tiongkok dan ASEAN yang ketujuh, di Bali (2003). Pada Konfrensi
tersebut, Cina secara resmi menyatakan untuk turut berpartisipasi dalam Perjanjian Persahabatan
dan Kerjasama di Kawasan Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Hal ini, memperjelas bahwa
hubungan kedua negara telah melewati masa normalisasi dan beralih kepada tahap yang lebih
baik. Selain itu, terlihat bahwa kedua negara juga telah menghilangkan paradigma yang
membangun tembok pemisah antara Indonesia-Cina, terkait peristiwa G 30 S/PKI. Bertolak dari
pernyataan Cina tersebut, maka mencetuskan pula rencana untuk membentuk Deklarasi Bersama
Kemitraan Strategis Indonesia-Cina yang bertujuan untuk fokus terhadap pembangunan politik
serta peningkatan ekonomi di setiap negara.
Dengan semakin membaiknya hubungan kedua tersebut, maka Indonesia memiliki
kesempatan yang lebih besar untuk mengembangkan potensi perekonomian negara dengan
mempererat hubungan dagang langsung dengan Cina. Pada tahun 2004, tercetus untuk
mendirikan Think Tank yang khusus dibentuk untuk melancarkan kegiatan perdagangan antara
Indonesia-Cina secara bilateral. Maka, pada 1 Juli 2004, Kadin Indonesia Komite Tiongkok66
(KIKT) dibentuk, dibawah Kadin Indonesia Bidang Kerjasama Perdagangan internasional yang
dipimpin oleh John A. Prasetyo dan dan diketuai Kiki Barki sebagai ketuan KIKT untuk periode
2004-2009 . Dari pembentukan komite tersebut, menghasilkan kesepakatan untuk penurunan
modalitas tarif program panen awal atau Early Harvest Programme (EHP). Tercatat dari tahun
2004 hingga 2006, tarif yang di ajukan dari jalur perdagangan kedua negara mengalami
penurunan yang signifikan. Dapat dilihat dari tabel dibawah ini.
66
Sebelumnya bernama Komite Indonesia-Cina, namun beberapa kalangan pengusaha China merasa keberatan
dengan sebutan Cina dan memilih nama Tiongkok, sehingga dibentuk KIKT.
39
Kategori
Produk
Tingkat rata-rata MFN
yang berlaku
1 Jan 2004
Tingkat rata-rata tariff
1 Jan 2005
1 Jan 2006
10%
5%
0%
5%
0%
0%
0%
0%
0%
1
2
3
5% < X < 15%
X < 5%
Ketetapan penurunan tarif tersebut tercantum dalam Keputusan Menteri Keuangan No.
355/KMK.01/2004 mengenai Ketentuan Tarif Impor atas EHP-ACFTA, dan Keputusan Menteri
Keuangan No. 356/KMK.01/2004 yang diresmikan pada 21 Juli 200467. EHP bilateral dengan
Cina ini, menyatakan kesepakatan perdagangan bebas tidak hanya akan dilaksanakan dalam
lingkup Indonesia-Cina, tetapi kedua pihak juga sepakat untuk meliberalisasikan tarif terhadap
produk-produk tertentu guna mempercepat proses liberalisasi keseluruhan kedua negara68. Selain
itu, adapun data yang keluarkan oleh badan Pusat Statistik (BPS), terlihat peningkatan yang
dialami Indonesia dengan terjalinnya hubungan dagang bilateral kepada Cina dari grafik di
bawah ini69.
Grafik Perdagangan Bilateral Indonesia-Cina Tahun 2004-2008 (dalam satuan jutaan
dollar AS)
30
25
20
Ekspor
15
Impor
10
Total Perdagangan
5
0
2004
2005
2006
2007
67
2008
Pambudi, Daniel dan Alexander C. Candra. (2006). Garuda Terbelit Naga: Dampak Kesepakatan Perdagangan
Bebas ASEAN-CHINA terhadap perekonomian di Indonesia. Jakarta : Institute for Global Justice. Hal 58
68
Dalam Daniel Pambudi dan Alexander C. Candra. Ibid hal 58-59
69
Dikutip dari sumber data : Arsip Kementrian Perdagangan RI tahun 2010.
40
Dari peningkatan perdagangan bilateral kedua negara tersebut, telihat bahwa langkahlangkah yang diambil Indonesia untuk mengembangkan potensi perekonomian yang ada di
dalam negeri dapat memberikan keuntungan yang signifikan untuk melakukan perdagangan
langsung dengan Cina. Dengan menjalin hubungan baik, maka membuka peluang bagi Indonesia
untuk mengembangkan peluang menembus pasar internasional. Kerjasama kemitraan ini,
menjadikan Indonesia semakin tertantang untuk meneruskan serta meningkatkan hubungan
perekonomian dengan Cina sebagai negara pendorong yang akan membantu Indonesia menjadi
negara yang lebih stabil dari sektor perekonomiannya. Selain itu, Cina juga memandang
Indonesia sebagai negara yang berpotensial untuk mengembangkan serta memajukan
perekonomian di kawasan Asia Tenggara.
Dari MoU yang disepakati dalam Deklarasi Kemitraan Strategis pada tahun 2005 tersebut
menghasilkan peningkatan yang signifikan, walaupun tidak selalu mencapai kenaikan jumlah
investasi yang ditanamkan investor Cina di Indonesia, tetapi kenaikan jumlah proyek dan nilai
yang ditanamkan meningkat lebih dari 100% pada tahun berikutnya. Hal ini, sebagai bentuk
dorongan untuk menstabilkan keadaan fluktuasi yang dialami kedua negara disebabkan oleh
bebrbagai faktor politik juga ekonomi di setiap negara. Terhitung dari tahun 2006, Indonesia
mencapai peningkatan perdagangan hingga tahun 2007. Namun, memasuki tahun 2008, fluktuasi
dalam neraca investasi yang ditanamkan investor Cina ke Indonesia mulai dirasakan kedua
negara. Diawali dari bencana alam di kawasan pegunungan Tibet, Provisnsi Qinghai.
Menyebabkan krisis ekonomi di Cina dengan penggalangan dana untuk membantu korban
bencana tersebut, maka jumlah investasi yang masuk ke Indonesia menurun menjadi 65,5 persen
ditahun 2009. Namun, hal tersebut tidak berlangsung lama yakni pada tahun 2010 jumlah nilai
investasi meningkat tinggi mencapai 173,6 persen. Angka tersebut sebagai bukti untuk
41
menggantikan penurunan angka yang di dapat Indonesia di tahun sebelumnya. Grafik investasi
tersebut dapat dilihat dari tabel di bawah ini70.
Investasi Cina di Indonesia
Tahun 2006-2010
Tahun
2006
2007
2008
2009
2010
Nilai Investasi
(dalam juta dollar AS)
31,5
28,9
139,6
65,5
173,6
Jumlah Proyek
11
22
27
37
113
Dari neraca tersebut, terbukti bahwa Deklarasi Kemitraan Strategis Indonesia-Cina
periode 2005-2010 mengalami kesuksesan. Indonesia mencapai keuntungan dari MoU tersebut
dalam pengembangan sektor perekonomian negara. Selain itu, Cina juga sependapat bahwa
dengan terjalinnya hubungan bilateral perdagangan langsung Indonesia-Cina akan semakin
meningkatkan volume perdagangan internasional di setiap negara. Kegiatan ini, mendorong
pengusaha lokal untuk turut membantu dalam memajukan kestabilan ekonomi pemerintahan
negara. Kemudian, industry lokal dapat lebih tertantagn untuk berkompetisi dengan negara
lainnya agar mampu bersaing pada pasar domestic maupun internasional. Dari keberhasilan yang
dicapai melalui Deklarasi periode ini, maka kedua negara sepakat untuk melanjutkan kembali
kerjasama perdagangan bilateral kedua negara pada perpanjangan periode menjadi 2010-2015.
Dengan kelanjutan deklarasi tersebut, mendorong Indonesia untuk melakukan upayaupaya yang dapat mendorong kemajuan sektor ekonomi negara melalui hubungan dagang
70
Dikutip dari sumber data Arsip Kementrian Perdagangan RI tahun 2011
42
dengan Cina. Maka, adapun faktor-faktor yang mempengaruhi untuk melanjutkan perjanjian
tersebut turut berdampak pada kemajuan dan keeratan hubungan bilateral kedua negara pada
tingkat yang lebih mendalam. Pada deklarasi kemitraan di periode 2010-2015 ini, Indonesia
mengupayakan untuk memajukan infrastruktur negara lebih meluas dan fokus terhadap
peningkatan ekonomi Indonesia yang sekarang sedang memasuki tahap pengembangan Investasi
Asing yang ditanamkan negara lain, demi mencapai kestabilan ekonomi negara dan terhindar
dari pengaruh krisis global saat ini. Dengan demikian, upaya-upaya peningkatan hubungan
ekonomi Indonesia-Cina membutuhkan analisa yang lebih mendalam mengenai pengembangan
perekonomian dalam dan luar negri bangsa Indonesia, serta faktor-faktor yang mempengaruhi
untuk terus menjalin kerjasama dagang dengan Cina melalui Deklarasi kemitraan Strategis di
periode selanjutnnya.
43
BAB III
ANALISIS DAMPAK PENINGKATAN EKONOMI INDONESIA MELALUI
DEKLARASI KEMITRAAN STRATEGIS DENGAN CINA TAHUN 2005-2011
A. Faktor Eksternal dan Internal yang Mempengaruhi Peningkatan Kerjasama
Ekonomi Bilateral Indonesia-Cina Tahun 2005-2011
Pentingya hubungan kerjasama ekonomi yang dilakukan Indonesia dengan Cina,
merupakan tindakan pemerintah yang berperan penting dalam peningkatan perekonomian dalam
negri. Dengan dibukanya jalur diplomasi dengan menggunakan jalur dagang bilateral antar kedua
negara, memudahkan akses perdagangan internasional Indonesia untuk dapat lebih meluas.
Selain itu, ada tiga alasan mengapa hubungan kerjasama Indonesia-Cina menjadi faktor vital
dalam peningkatan perekonomian dalam negeri, yakni : Pertama, pola multilateral yang sudah
berkembang di duni internasional untuk penanganan masalah dalam negerinya. Kedua,
interpendensi antar sesame negara. lalu yang ketiga adalah pola integrasi yang dapat
mempengaruhi struktur perekonomian, politik, sosoal, dan pertahanan yang ada pada suatu
negara71.
Dari hal diatas, maka menimbulkan tantang baru bagi Indoesia untuk terus
mempertahankan keseimbangan pemerintahannya. Dengan demikian, dibutuhkan pula poros
baru untuk dapat memenuhi tuntutan masyarakat yang kian beragam. Oleh sebab itu, kerjasama
strategis merupakan sebuah kebijakan yang menciptakan perubahan baru untuk menjaga
stabilitas pemerintahan di Indonesia. Dipilihnya Cina sebagai salah satu negara yang tepat untuk
71
Dari hasil wawancara dengan Kasubdit Ekubang II Direktorat Asia Timur dan Pasifik, Kementrian Luar Negri RI.
Bapak Gudadi. B Sasongko.
* terlampir
44
dijadikan sebagai rekan kerjasama yang strategis, ialah salah satu faktor yang meyakinkan
Indonesia dalam membuat jalur dagang secara bilateral. Kemudian, berikut ini adalah penjelasan
faktor-faktor yang mempengaruhi Indonesia dalam mempertimbangkan Cina sebagai mitra
strategis, dan sebaliknya :
A.1 Faktor-faktor Dalam Negeri Indonesia
Setelah membahas sekilas sejarah hubungan diplomatik dari masa Orde Lama hingga
masa Normalisasi mengenai tahap-tahap kerjasama ekonomi kedua negara, serta dinamika
kemitraan dagang Indonesia-Cina dengan berbagai masalah yang dihadapinya. Dalam bab ini,
akan dilanjutkan dengan pembahasan faktor-faktor yang mempengaruhi kedua negara dalam
terus melangsungkan kerjasama bilateral untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya di
bidang ekonomi. Faktor-faktor yang mempengaruhi Indonesia-Cina untuk saling membangun
hubungan baik khususnya dalam kerjasama dagang, telah dikelompokkan atas faktor eksternal
dan faktor internal.
Di awali dengan faktor internal yang ada di dalam negeri, Indonesia memiliki alasan
tersendiri untuk memilih Cina menjadi mitra strategis dagangnya untuk jalur bilateral. Keinginan
Indonesia untuk menjadi pemain utama dalam hal menentukan “the specific design” dari pola
perdagangan kedua negara cukup beralasan. Hal tersebut mengingat ketergantungan Cina
terhadap impor migas Indonesia cukup besar. Hampir 60% produk Indonesia di kirim ke Cina
untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri negara tersebut, seperti minyak kelapa sawit, biji karet,
biji besi, rotan, dan beberapa bahan mentah lainnya72. Walau demikian, hal tersebut belum
digunakan sebagai leverage atau daya tarik yang dapat mempengaruhi Cina agar dapat
72
Pambudi, Daniel dan Alexander C. Chandra. (2006). Garuda Terbelit Naga : Dampak Kesepakatan Perdagangan
Bebas Bilateral ASEAN-Cina Terhadap perekonomian Indonesia. Jakarta : Institute for Global Justice. Hal 177
45
memerhatikan kepentingan Indonesia secara lebih mendalam dibandingkan dengan kepentingan
mitra dagangnya yang lain73. Karena tujuan utama yang dibutuhkan Indonesia dalam menjalin
kerjasama ini adalah untuk memberikan pencitraan terhadap Cina perkembangan perekonomian
yang ada di Indonesia patut diperhitungkan serta di tindak lanjuti lebih specific. Maka, dengan
adanya kerjasama bilateral ini, dapat memperjelas fokus yang ingin dituju untuk terus
dikembangkan serta di tingkatkan. Di bawah ini merupakan faktor-faktor yang mendorong
Indonesia untuk mempererat hubungan dagang secara bilateral dengan Cina, ialah :
1. Geografis
Letak Indonesia telah diketahui secara luas oleh dunia karena memiliki letak geografis
yang sangat strategis untuk melakukan jalur perdagangan baik dari lintas darat, udara dan lebih
sering di gunakan ialah dengan jalur lautnya. Posisi samudra pasifik yang efisien, mempermudah
Indonesia untuk tersambung dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya memudahkan jalur
perdagangan luar negeri. Selain itu, jalur yang melintasi samudra hindia yang menghubungkan
Indonesia dengan kawasan Asia Timur menjadi lebih kondusif. Dengan demikian, rute
perdagangan dunia sejak awal telah didominasi oleh jalur laut untuk melakukan transaksi jualbeli antar negara baik luar maupun dalam negeri. Maka dengan demikian, Indonesia merupakan
bangsa yang beruntung karena dari 100% rute yang harus dilalui setiap negara, 40% dari jalur
dagang tersebut harus melalui pulau Indonesia untuk dapat mencapai negara tujuan yang
diinginkan sebuah negara dalam transaksi perdagangannya. Dapat dilihat dari peta perdagangan
dunia yang ada dibawah ini.
73
Zainuddin Djafar dalam I.Wibowo. (2009). Merangkul Cina : Hubungan Indonesia-Cina : Diperlukan Redesigning
yang baru. Jakarta : P.T Gramedia Pustaka Utama. hal.73
46
Sumber : Data statistik Kementrian Perdagangan RI 2010 ; Peta perdagangan dunia
Dari peta di atas, terlihat bahwa jalur dari Los Angeles (Long Beach), New York,
Rotherdam, dan Dubai menuju negara kawasan Asia serta Australia harus melewati daerah
teritorial Indonesia untuk meneruskan rute perdagangannya. Tujuan utama yang sering menjadi
pelabuhan terakhir dari negara-negara Eropa dan Amerika ialah Singapura, Hongkong, Shanghai,
Tokyo, Yokohama, serta Sydney dan Melbourn diharuskan melewati pelabuhan Jakarta (Tanjung
Priok) dalam rute perdagangannya. Selain itu, jelas terlihat bahwa 90%
perdagangan
internasional menggunakan jasa pengiriman melalui jalur laut. Maka, Indonesia sangat
diuntungkan dengan posisi kawasan yang strategis untuk dilalui berbagai negara sebagai
penyambung jalur perdagangan internasional.
47
2. Faktor kesamaan
Yang dimaksud dengan kesamaan ini, ialah kedua negara sama-sama memiliki jumlah
penduduk yang banyak. Penduduk di Indonesia, sebanyak 250 juta jiwa dan Cina berpenduduk
sekitar 1,5 juta jiwa. Kesamaan inilah yang membuat kedua tersebut menjadi dua kekuatan besar
di kawasan Asia, dan memiliki pengaruh besar dalam pergerakan pemerintahan bagi negaranegara Asia lainnya. Kemudian, kedua negara juga sama-sama berstatus negara berkembang.
Maka, dengan kesamaan status tersebut menjadi suatu alasan kuat dalam mendorong keinginan
Indonesia dan Cina untuk terus mengembangkan potensi bagi setiap negara, agar dapat menjadi
sebuah negara yang maju. Dengan demikian, besarnya jumlah penduduk, menjadikan modal
awal untuk memanfaatkan sumber daya manusia dengan lebih maksimal. Hal ini pula yang
membuat Indonesia dan Cina semakin yakin bahwa kerjasama kemitraan ini dapat menciptakan
terobosan baru dalam jalur dagang secara bilateral.
3. Politik Ekonomi Dalam Negeri Indonesia
Mengingat Indonesia dan Cina telah sepakat dalam penandatanganan MoU kemitraan
strategis di tahun 2005 yang berisikan kesepakatan untuk saling bekerjasama pada bidang
Ekonomi-Pembangunan, Politik-Keamanan, serta Sosial-Budaya74. Indonesia memiliki perhatian
khusus dari Cina untuk melakukan interaksi-interaksi yang berkaitan dengan perbincangan dalam
membahas masalah ekonomi kedua negara secara lebih dekat dan bersahabat. Selain itu, alasan
mengapa Cina merupakan negara yang strategis untuk mejalankan misi ini ialah, negara tersebut
adalah sumber kekuatan dunai yang baru selain Amerika dan Eropa. Lebih dari itu, Cina berada
di kawasan Asia. Walaupun masih berstatus negara berkembang, tetapi negara ini sudah menjadi
salah satu negara penentu dan memiliki pengaruh yang besar dalam pergerakan infrastruktur
74
Terlampir
48
dunia, khususnya dibidang perekonomian75. Berdasarkan alasan tersebut, pada Oktober 2006,
Indonesia melakukan kunjungan ke Guilin, Beijing dalam rangka pembahasan yang lebih
menekankan
mengenai
peningkatan
perdagangan
Indonesia-Cina
untuk
dapat
saling
menguntungkan satu sama lain. Tidak hanya dalam kerangka ASEAN-Cina tetapi dapat
menciptakan suatu hubungan dagang antara Indonesia-Cina dalam melakukan kerjasama
ekonomi di bidang investasi, ekspor dan impor. Dari kunjungan tersebut, menghasilkan
peningkatan neraca perdagangan Indonesia sebesar AS$30 milyar dalam kurun waktu empat
tahun hingga Maret 201076. Selain itu, terbukti sejak disetujuinya kesepakatan kerjasama
strategis Indonesia-Cina di tahun 2005, neraca perdagangan Indonesia di bidang investasi asing
mencapai 12,5M terus meningkat hingga 51,5M pada akhir 201177. Berikut adalah tabel
peningkatan yang dialami Indonesia pada neraca perdagangan di sektor ekspor-impor ke negara
mitra lainnya.
75
Dalam wawancara denga bapak Gudadi
Dalam Zainuddin Djafar. ibid hal. 75-76
77
Dalam wawancara dengan Bapak Gudadi . Ibid
76
49
Dari tabel di atas, total ekspor dan impor dari tahun 2009 hingga 2010 mencapai nilai
yang sangat pesat. Walau dilihat secara bilateral Indonesia-Cina, menunjukkan lebih besar impor
daripada ekpor. Namun, siklus ekuilibrioum antar kedua negara menghasilkan peningkatan yang
paling signifikan dari negara-negara lain. Maka, dengan demikian dapat menaikkan neraca
perdagangan Indonesia untuk kestabilan ekonomi dalam negeri. Dari meningkatnya dan lebih
signifikan angka yang diberikan Cina terhadap Indonesia, semakin meyakinkan hubungan
bilateral kedua negara dapat dijalankan kerjasama di sektor ekonomi dengan lebih luas lagi.
Selain itu, faktor lain yang mendorong Indonesia untuk melakukan kerjasama dengan
Cina dalam kerangka bilateral, yakni terkait potensi besar pada produk minyak goreng atau
Crude Palm Oil (CPO) yang dianggap belum mencapai ekspor yang optimal ke Cina. CPO
merupakan bahan utama yang diperlukan Cina dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi negaranya.
Potensi inilah yang di gunakan Indonesia untuk dapat menjadi pengekspor utama. Namun,
kendala yang dihadapi ialah adanya kompetisi dalam negara sesama anggota ASEAN lainnya
yang juga menjadi pengekspor CPO ke Cina, seperti Malaysia dan Thailaind adalah pesaing yang
berat untuk dihadapi Indonesia. Maka, dengan adanya jalur bilateral kedua negara akan dapat
mempermudah dalam melancarkan kelangsungan perdagangan Indonesia-Cina yang tidak
menyangkut pautkan dengan negara-negara pesaing lainnya khususnya di kawasan ASEAN.
Kemudian, peningkatan pula terlihat dari jumlah turis yang datang ke Indonesia turut
meningkat dari 250 ribu pendatang di tahun 2008, menajdi 750 ribu pada tahun 2011. Dengan
terus meningkatnya turis Cina yang berkunjung ke Indonesia, turut meningkatkan devisa negara
yang juga berpengaruh dalam sistem perekonomian dalam negeri. Hal ini juga merupakan faktor
50
politik ekonomi yang penting bagi Indonesia untuk terus bekerjasama dengan Cina dalam
meningkatkan perekonomian negaranya78.
Dengan demikian, hal tersebut menujukkan bahwa bantuan Cina tidak hanya menjadi
wacana secara domestik, tetapi juga kedua negara harus mempersiapkan diri dalam menghadapi
interaksi perdagangan yang bukan saja mengandalkan satu interkasi yaitu timbal balik, namun
dapat beragam dan bersifat intensif dalam pola hubungan dagang tersebut79. Kemudian, alasan
lain dalam memperkuat Indonesia untuk lebih meningkatkan potensi ekonomi yang dibawa Cina
ke kawasan Asia Tenggara yakni, dengan adanya peristiwa krisis global yang dialami oleh
Amerika dan Eropa di tahun 2008 sangat berdampak pada dunia bagian Asia, namun Cina di
masa itu mampu bertahan dan bahkan bangkit menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi
yang sangat pesat dan besar. Hal ini, dapat dilihat bahwa Indonesia sebagai potensi yang dapat
diambil pelajaran bagi ekonomi dalam negeri untuk dapat tetap bertahan dalam kendala krisis
yang akan menimpa perekonomian dunia.
Melihat jumlah penduduk yang dimiliki Cina jauh lebih banyak dari Indonesia, maka
jelas bahwa pengoptimalan sumber daya manusia dalam hal ini sangat dibutuhkan serta sumber
daya alam yang ada pada negara sudah semestinya dibudi dayakan semaksimal mungkin sebagai
landasan untuk menjadi negara kuat dengan pertumbuhan ekonomi yang besar. Kemudian, selain
alasan tersebut Indonesia juga memiliki negara kuat untuk mendukung kesulitan ekonomi dalam
negeri apabila terjadi dampak krisis global tersebut terulang kembali. Maka, dengan adanya
hubungan dagang bilateral secara langsung, akan sangat membantu Indonesia untuk tetap bangkit
di tengah masalah ekonomi global. Jadi Cina dapat diperuntukkan sebagai negara investor utama
78
79
Dalam wawancara dengan Bapak Gudadi.
Dalam Zainuddin Djafar. Ibid . hal 83
51
yang turut membantu peningkatan ekonomi domestik maupun internasional yang ada di
Indonesia.
A.2 Faktor-faktor Luar Negeri Indonesia
Yang dimaksud dengan faktor eksternal merupakan sebab-sebab yang dapat ditimbulkan
di luar pihak Indonesia terhadap kelancaran hubungan dagang dengan Cina, sedangkan faktor
internal dimaksudkan untuk alasan-alasan yang ada pada Indonesia untuk terus melakukan
kemitraan ekonomi dengan Cina walaupun kedua negara sempat mengalami dinamika sejarah
yang cukup kuat dalam mempengaruhi kelangsungan hubungan bilateral antara Indonesia dan
Cina.
a. Dukungan dari ASEAN
Selain faktor internal yang di latar belakangi oleh Indonesia dalam menjalin hubungan
dengan Cina, terdapat pula faktor eksternal yang muncul dari negara luar dalam mempengaruhi
Indonesia untuk meningkatkan hubungan ekonomi kedua negara secara bilateral. Terwujudnya
Deklarasi Kemitraan Strategis Indonesia-Cina di tahun 2005-2011 tidak terlepas dari dorongan
serta dukungan dari negara anggota ASEAN lainnya, seperti Myanmar, Thailand, dan Vietnam.
Dari ketiga negara tersebut, memandang Indonesia sebagai tolak ukur kemajuan Asia Tenggara
dalam bidang ekonomi karena letak geografis yang sangat luas serta beragam, membuat
Indonesia menjadi salah satu negara besar di dunia dengan daerah kawasan terluas80. Kemudian,
dari segi pandang Cina, juga memiliki pencapaian tersendiri dalam terus meningkatkan
hubungan dagang bilateral dengan Indonesia.
80
Dalam Daniel Pambudi dan Alexander C. Chandra, ibid : Bagian II, hal. 13
52
Sumber : Arsip Kementrian Luar Negri RI tahun 2012 ; Jalur Strategis Perdagangan Internasional ASEAN
Dilihat dari peta jalur dagang untuk kawasan Asia Pasifik diatas, menunjukkan bahwa
Indonesia menjadi pusat dari jalur perdagangan ke Cina dan begitupun sebaliknya. Selain itu,
rute yang dilalui untuk dapat mencapai Myanmar, dan Vietnam harus melewati Indonesia
sebagai perantara jalur transaksi perdagangan lintas negara. Maka, negara-negara yang melewati
Indonesia untuk dapat melakukan perdangan dengan Cina, mendukung kerjasama bilateral yang
dilakukan oleh kedua negara dengan diciptakannya Deklarasi Kemitraan Strategis yang diawali
pada tahun 2005. Dari hubungan bilateral tersebut, negara-negara yang menjadi pihak ketiga dari
jalur perdangan tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan tarif pajak pengiriman yang lebih
murah. Dengan demikian, perkembangan ekonomi di kawasan Asia Tenggara yang masuk dalam
negara anggota ASEAN dapat lebih meningkatkan neraca perdagangan masing-masing negara
dengan maksimal.
53
b. Hubungan ASEAN dan Cina
Kemudian, faktor pendorong terbentuknya kerjasama bilateral kedua negara tersebut
yakni adanya keinginan negara-negara ASEAN lainnya untuk mewujudkan serta menaruh
kekuatan ekonomi terbesar berasal di kawasan Asia dan siap menyaingi bahkan melawan
Amerika dan Eropa pada peningkatan volume perdagangan dunia. Dengan bersatunya Cina dan
Indonesia menjadi mitra dagang untuk membantu negara-negara berkembang di dalam anggota
ASEAN menjadi negara yang memiliki backup perekonomian yang berpotensi untuk dampak
krisis global yang akan melanda dunia khususnya Asia. Maka, dengan dorongan tersebut
membuat Indonesia juga berpendapat yang sama untuk menaiki tingkat neraca perdagangan
domestik ke jalur global.
Dari beberapa faktor pendorong dalam terbentuknya kerjasama bilateral Indonesia-Cina
untuk meningkatkan ekonomi bagi masing-masing negara, ASEAN juga dapat diuntungkan
dengan jalur bilateral tersebut karena berpendapat bahwa apabila dua negara besar bersatu maka
kemungkinan untuk menjadi negara yang kuat dapat di pegang oleh kawasan Asia ke dalam
tingkat yang lebih maju. Walau demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa kedua negara juga
memiliki agenda masing-masing untuk turut meningkatkan hubungan kerjasama dibidang
ekonomi. Baik Indonesia yang menginginkan adanya mitra strategis untuk membantu
mengembangkan perekonomian dalam negeri dari bantuan investor asing untuk menanamkan
modalnya di perusahaan lokal demi menembus pasar internasional. Kemudian Cina juga tidak
jauh berbeda dalam memutuskan kebijakan untuk menjalin kerjasama bilateral, yakni adanya
potensi besar yang dimiliki Indonesia baik SDM serta SDA yang tersedia dapat memacu
peningkatan ekonomi dalam dan luar negri kedua negara. Maka dengan bantuan Cina serta
54
pelatihan yang dapat diberikan, untuk memberikan pelajaran bagi Indonesia dalam mengatur
modal utama yang ada menjadi potensi besar untuk bersaing dalam dunia internasional.
c. Politik Ekonomi Cina
Selanjutnya, Cina juga memiliki alasan tersendiri untuk menjaga jalur dagang dengan
Indonesia melalui kerjasama ekonomi secara bilateral ini. Karena, potensi yang dapat dihasilkan
dari jalur khusus terhadap Indonesia dengan Cina, adalah sebuah awal yang dapat menyatukan
dua negara besar di kawasan Asia menjadi satu kekuatan yang dapat bersaing dengan kekuatan
Amerika dan kawasana Eropa. Dengan terciptanya kerjasama bilateral ini, akan memudahkan
kedua negara untuk meningkatkan secara maksimal perkembangan ekonomi setiap negara untuk
mencapai kepentingan nasional masing-masing pihak dalam melakukan perdagangan yang akan
menguntungkan bagi kedua negara. Maka, tidak hanya Indonesia yang membutuhkan Cina
dalam hal ini, tetapi juga sebaliknya bahwa perjanjian kemitraan strategis perdagangan bilateral
tersebut ialah sebuah simbiosis mutualisme yang akan saling membutuhkan serta saling
menguntungkan bagi setiap pihak.
Walau hal tersebut, tidak jauh berbeda dari tujuan dan alasan Indonesia membangun
kerjasama bilateral. Tetapi ada perbedaan yang membuat Cina semakin yakin untuk
mempertahankan tindakan kerjasama ini. Yakni, Indonesia adalah negara yang paling banyak
dilalui dalam rute perdagangan internasional lintas laut. Kawasana teritorial yang dimilikinya,
merupakan jalur-jalur strategis dalam pertukarang barang dagang yang juga di tuju oleh Cina
untuk mejual produk-produk dalam negeri di skala internasional.
Seperti contohnya, rantai perdagangan minyak yang di tempuh Cina untuk menyalurkan
dan menerima pasokan minyak untuk kebutuhan dalam negerinya. Tiga titik selat yang dapat
menjembatani arus perdagangan antara Cina dan negara di kawasan lainnya, ialah terdapat di
55
Indonesia. Ketiga titik transit perdangannya tersebut, merupakan selat penting bagi arus
perdangangan minyak dunia. hal tersebut dapat terlihat dari bukti peta jalur pengiriman
internasional dibawah ini :
Sumber : Arsip Kementrian Luar Negeri RI ; BPPK ASPASAF 2012
Pada peta tersebut, menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara yang memiiki tract
laut dalam rute strategis untuk perdagangan minyak ke Cina. Jalur tersebut ialah titik penting
bagi Cina untuk mengembangkan serta memperluas daerah kawasan pemasok minyak bagi
dalam negeri agar kebutuhanpun terpenuhi. Dengan demikian, kerjasama bilateral ini, sangat
membantu Cina dalam melancarkan transaksi perdagangan lintas negaranya. Tiga selat strategis,
jelas terletak di kawasan Indonesia, yakni selat malaka yang menyatukan jalur dagang ke
Singapura, lalu selat sunda sebagai jalur khusus lintas samudra hindia untuk menuju rute
kawasana Eropa, kemudian selat lombok dipakai untuk persilangan jalur dari Eropa ke Australia
56
maupun sebaliknya serta dapat juga menuju ke kawasan Amerika yang turut dilalui dari selat
malaka. Selain itu, Indonesia juga diuntungkan dengan kemudahan tarif pengiriman barang yang
lebih ringan. Dengan demikian, kerjasama strategis secara bilaretal merupakan langkah efektif
untuk menguntungkan kedua negara demi mencapai kepentingan nasional masing-masing pihak
melalui hubungan dagang. Karena dampak dari hubungan tersebut dapat memperlancar rute-rute
yang dipakai Indonesia dan Cina untuk memperluas serta mempermudah akses perdagangan
internasional kedua negara. Keuntungan jalur inilah yang di pertahankan sebagai latar belakang
deklarasi kemitraan strategis dalam meningkatkan perekonomian di Indonesia maupun Cina.
Bertolak pada hal tersebut, maka terciptanya MoU yang menyepakati kerjasama pada
beberapa aspek pemerintahan, karena kesepakatan tersebut juga bukti resmi kedua belah pihak
kepada dunia bahwa hubungan dagang bilateral ini dapat dijadikan contoh bagi negara lain
sebagai bentuk diplomasi yang strategis untuk meningkatkan infrastruktur pemerintahan bagi
masing-masing negara yang terkait. Kemudian, hal ini juga membuat Cina mempertimbangkan
bahwa negara Indonesia layak menjadi mitra dagang yang tepat untuk bekerjasama dalam usaha
peningkatan ekonomi dunia. Dilihat bahwa potensi yang di bawa Indonesia dalam menggerakkan
pertumbuhan ekonomi dunia cukup besar. Khususnya sebagai negara yang kuat dalam bidang
industri bahan mentah (rare good) dan barang jadi (well good). Seperti yang dikatakan oleh Duta
Besar (Dubes) Cina Zhang Qiyue, bahwa Indonesia merupakan negara besar dengan jumlah
penduduk yang banyak, merupakan modal awal untuk membentuk kestabilan ekonomi global
berada ditangan Asia Tenggara, apabila melakukan penanganan serta strategi yang tepat dalam
mengadi dayakan sumber-sumber yang dimiliki Indonesia. Maka, dengan alasan tersebut Cina
bersedia menjadi mitra strategis untuk Indonesia dalam bekerjasama secara bilateral untuk
57
membangun pertumbuhan ekonomi menjadi lebih baik dan meningkat dengan pesat81. Dengan
demikian, terbentuknya jalur perdagangan bilateral Indonesia-Cina merupakan awal dari
kemajuan ekonomi di kawasan Asia untuk dapat bersaing dengan negara-negara besar lainnya
khususnya kepada Amerika dan Eropa.
B. Dampak-dampak
yang didapatkan Indonesia melalui meningkatkan hubungan
kemitraan perdagangan dengan Cina dalam Deklarasi Kemitraan Strategis tahun
2005-2011
a. Deklarasi Kemitraan Strategis 2005-2010
Dengan berlatar belakang alasan serta faktor yang telah dibahas pada sub-bab
sebelumnya, maka Indonesia jelas mengupayakan untuk meneruskan kelangsungan kerjasama
bilateral terhadap Cina untuk mencapai ekonomi yang stabil dan menaikkan level ekonomi
Indonesia untuk dapat bersaing dengan negara-negara lainnya. Langkah yang di gunakan kedua
negara dalam mengembangkan hubungan ekonomi ialah melalui Deklarasi Kemitraan Strategis
(DKS) yang telah di sepakati pada 25 April 2005 oleh Pemimpin masing-masing negara. Dengan
adanya MoU kesepakatan tersebut, menjadi pendorong yang kuat untuk mempererat hubungan
kedua negara, selain itu target perdagangan dari sebesar US$ 14.2 milyar, bahkan telah tercapai
di tahun 2008 sebesar US$ 31.5 milyar82.
81
Dalam press release yang diadakan di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta : Maret 2009 pada
seminar “ The Rise of China”
82
Dalam makalah Dubes Sudrajat (Dubes LBBP-RI untuk RRT). “Mengisi Kemitraan Strategis RI-RRT dengan
Berpartisipasi Pemangku Kepentingan yang Lebih Luas. Jakarta, 19 Mei 2009
58
Kemudian, adapun hasil yang telah dicapai Indonesia setelah disepakatinya DKS
tersebut, terkait perkembangan dan peningkatan ekonomi bagi kedua negara yakni83:
 MoU mengenai kerjasama dalam penanganan bersama mengenai dampak yang
diakibatkan oleh bencana alam pada masing-masing negara terkait, pada April 2005
 MoU Pembentukan Coorporation Web Site of Indonesia-China Economic and Trade
Relation, Oktober 2006
 MoU Kerjasama Anti-Money Laundring Monitoring and Analysis, Mei 2007
 MoU yang berfokus pada kerjasama dalam Cooperation in the Field of Population and
Family Planning Reproductive Health, pada July 2007
 MoU Anti-Korupsi, Mei 2007
 Kesepakatan ASEAN-China Framework Agreement dalam Food Savety, pada 2008
 Terbangunnya kerjasama investasi dengan semakin kuat, dan saling pengertian dalam
pembangunan jaringan di antara otoritas investasi, pada sektor swasta, dan dengan
terbentuknya iklim ekonomi-sosial-politik serta hokum yang kondusif bagi aliran
investasi Asing ke Indonesia, di tahun 2010
 Pertukaran study banding antara pelajar Indonesia-Cina melalui kerjasama antar
pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan masayrakat umum dalam usaha untuk
saling membagi strategis khusus untuk meningkatkan perekonomian masing-masing
negara, pada tahun 2011
Dari delapan butir yang terlihat lebih dominan bagi Indonesia, di masa kepemimpinan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada perode 2004-2009, yang mencetuskan bahwa dalam
pengembangan ekonomi negara, difokuskan untuk menaikkan tingkat kerjasama dengan negara83
Terlampir
59
negara mitra dagang khususnya dalam jalur bilateral dan regional. Kemudian, menghilangkan
korupsi bagi setiap pejabat pemerintahan untuk lebih berfokus untuk memajukan negara. Selain
itu, sikap anti pencucian uang bagi setiap kegiatan pemerintahan khususnya di sektor ekonomi
bagi kalangan pengusaha-pengusaha yang ada di Indonesia untuk memiliki satu kepentingan
yakni untuk meningkatkan usaha lokal untuk dapat bersaing dalam pasar global. Hal ini adalah
bukti bahwa kedua negara tegas dan yakin untuk menguatkan pondasi dasar dari kemajuan setiap
negara yang akan berdampak pada perkembangan ekonomi yang ada di Indonesia maupun Cina.
Karena, tolak ukur dari kemajuan ekonomi setiap negara ialah dengan menfokuskan pada
kecurangan-kecurangan yang bahkan dilakukan oleh bagian dalam dalam struktur pemerintahan
negaranya. Oleh sebab itu, ketiga butir dari MoU DKS tersebut merupakan hal yang paling
mendasar untuk mengawali transparasi kegiatan perdagangan yang akan dilakukan oleh
Indonesia dan Cina dalam jalur bilateral.
Berdasarkan penjelasana diatas, terlihat bahwa investasi Cina di Indonesia, selain sektor
minyak dan gas, mencapai US$ 139 juta atau meningkat sebanyak 482 persen. Sejalan dengan
peningkatan investasi Indonesia di Cina juga meningkat sebanyak US$ 167.25 juta atau naik
sebesar 24.34 persen. Secara umum, Indonesia tertarik dalam sektor-sektor energi, perkebunan,
otomotif, dan elektronik. Sementara, Cina dominan menanam saham untuk sektor bahan mentah
dan setengah jadi seperti, biji karet, nikel, minyak sawit, dan buah-buahan84. Dari hasil yang
diraih kedua negara dalam sektor investasi, yang dicapai dua tahun sebelum waktu yang
ditargetkan, membuat Indonesia semakin yakin untuk melanjutkan hubungan kemitraan dengan
Cina.
84
Sumber data : Arsip Kementrian Perdagangan dan Kementrian Luar Negri RI tahun 2012
60
Selain itu, MoU tersebut dapat membuat Indonesia-Cina menjadi satu kekuatan di
kawasan Asia yang maju dan mampu menyaingi Amerika dan Eropa dalam hal memajukan
sektor ekonomi, politik, serta tehnologi. Kemudian, MoU tersebut juga bertujuan untuk
menunjang kemakmuran masing-masing negara. Hal ini, dimaksudkan agar Indonesia-Cina
semakin kompetitif dalam menghasilkan produk-produk dalam negeri yang lebih berkualitas.
Inilah yang kemudian menjadi dasar utama dalam meningkatkan hubungan kerjasama antara
Indonesia-Cina agar terus mempererat hubungan dagang tersebut.
b. Deklarasi Kemitraan Strategis 2010-2015
Pada masa deklarasi kemitraan periode pertama hingga memasuki tahap akhir, kedua
negara sepakat untuk melanjutkan hubungan tersebut ke babak berikutnya yakni, dengan lebih
memperluas bidang kerjasama yang akan di kerjakan oleh masing-masing pihak. Di dalam
kesepakatan di periode selanjutnya tersebut, terdapat konsep baru yang muncul. Jika sebelumnya
diperiode 2005-2010 hanya terdapat kesepakatan untuk bekerjasama di bidang PertumbuhanEkonomi, Keamanan-Politk, serta Sosial-Budaya, namun di DKS untuk tahun 2010-2015 ini
muncullah konsep Plan of Action yang membahas untuk melanjutkan kerjasama pada bidang
Peningkatan-Pengembangan-Ekonomi,
Pertahanan-Keamanan-Politik,
Sosial-Budaya,
serta
Pertanian-Maritim dan Pengetahuan dalam Ilmu Tehnologi.
Terlebih untuk alasan dalam mengembangkan serta menambah sektor-sektor yang telah
dimasukkan dalam kerangka hubungan kerjasama tersebut. Di penghujung tahun 2010, MoU
kemitraan strategis ditandatangani kedua negara. Hal tersebut, jelas menunjukkan keyakinan
serta keseriusan Indonesia untuk mengupayakan kerjasama bilateral ini untuk tetap terlaksana
dan semakin memperluas sektor-sektor yang akan dikerjakan bersama Cina untuk meningkatkan
ekonomi negara. Dengan adanya konsep baru yakni PoA dalam MoU untuk 2010-2015, jelas
61
menguatkan dan menunjukkan kerjasama kedua negara dalam jalur bilateral ini dapat
berlangsung secara sukses dan turut membuktikan bahwa perjanjian di periode sebelumnya
mengahasilkan tindakan-tindakan yang dapat meningkatkan perkembangan ekonomi di
Indonesia dan Cina.
Terhitung dari dalam jangka waktu satu tahun, terlihat bahwa Cina menjadi tujuan utama
ekspor nonmigas Indonesia ke negara-negara Asia Pasifik lainnya. Dapat dilihat dari grafik
dibawah ini.
Grafik 1.1
Ekspor Nonmigas Indonesia Menurut Negara Tujuan di Asia Pasifik
80
60
40
Jan-Agu 2010
20
Jan-Agu 2011
Perubahan (%)
0
Perubahan (%)
Jan-Agu 2010
Sumber : Arsip Kementrian Perdagangan dan Kementrian Luar Negri RI tahun 2012
62
Dari grafik diatas, menunjukkan bahwa total ekspor yang dikirimkan Indonesia ke Cina
merupakan negara utama yang dituju, walau Jepang merupakan negara yang paling tinggi tingkat
perubahannya dalam kurun satu tahun dari negara-negara lain, tetapi Cina menaiki posisi
pertama untuk tingkat jumlah ekspor yang dilakukan kepada Indonesia melalui jalur
perdagangan bilateral maupun regional. Hal tersebut, tidak terlepas dari dampak kesepakatan
melalui Deklarasi Kemitraan Strategis. Dari MoU tersebut, terbangunlah pondasi-pondasi yang
memperkuat Indonesia dalam mengembangkan mitra dagang dalam sektor investasi, ekspor dan
impor terhadap Cina.
Dari keberhasilan DKS untuk tahun 2005-2010 telah menghasilkan keuntungankeuntungan yang dapat diraih oleh Indonesia dari menjalin kerjasama dengan Cina. Maka
melihat dari keberhasilan tersebut, DKS yang selajutnya tercetus untuk dilanjutkan kembali
untuk tahun 2010-2015, sebagai bentuk upaya Indonesia dalam meningkatkan kekuatan serta
kemajuan ekonomi negara menuju sektor perekonomian yang lebih stabil dan mampu bertahan
dalam krisis global yang sedang melanda dunia. Pada DKS kedua ini, tercipta konteks baru
dalam memfokuskan diri kepada peningkatan kerjasama bilateral kedua negara pada tingkat yang
lebih luas dan signifikan, yakni Plan of Action (POA) atau Rencana Aksi yang mengajukkan
kesepakatan untuk turut mempererat hubungan Indonesia-Cina untuk membangun negara kuat
dan mampu bersaing dengan dunia internasional. Beberapa bulir kesepakatan yang tercantum
pada POA DKS tersebut, untuk meningkatkan perekonomian Indonesia dengan meyepakati
kemitraan strategis dengan Cina, yakni85 :
1. Mempromosikan kerjasama yang lebih besar pada tatanan bilateral, regional, dan
internasional dalam menopang pertumbuhan ekonomi dengan berdasar pada prinsip
85
Terlampir
63
kesetaraan, saling menguntungkan, saling melengkapi, dan keanekaragaman untuk
meningkatkan kemitraan ekonomi dan sekaligus mendirikan kemandirian ekonomi.
2. Mengkonsolidasikan Komisi Bersama Ekonomi, Pedagangan, dan Kerjasama Teknis
dengan tujuan untuk mencari konsep, pendeekatan, dan modalitas baru di berbagai
bidang kerjasama
3. Meningkatkan kerjasama investasi dengan memperkuat saling pengertian dan
pembangunan jaringan di antara otoritas investasi, termasuk sektor swasta, dan
dengan membuat iklim ekonomi-sosial-politik dan hokum yang kondusif bagi aliran
investasi.
4. Memperkuat kerjasama ilmu pengetahuan dan tehnologi dalam melaksanakan
pengembangan sumber daya manusia dan riset bersama dibidang makanan, obatobatan di bidang bioteknologi, energy, transportasi, teknologi informasi dan
komunikasi dan teknologi pertahanan.
5. Memajukan perlindungan lingkungan melalui pertukaran dan kerjasama antar
pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat umum86.
Dari kelima bulir kesepakatan yang menonjol dari kerjasama Indonesia-Cina untuk
peningkatan serta pengembangan sektor ekonomi perdagangan tersebut, sejauh tahun 2010
hingga 2011 telah memenuhi tiga kesepakatan yang diajukan dalam DKS periode kedua, yakni
bulir 2, 3, dan 4. Pada sistem kinerja yang ditunjukkan Cina dalam kesungguhannya di bidang
investasi, tercatat selama satu tahun volume perdagangan bilateral telah melampaui 40 milyar
dollar AS, dan tingkat perrrtumbuhannya lebih dari 50 persen. Lebih dari 1.000 perusahaan
Tiongkok (Cina) telah berinvestasi dan berbisnis di Indonesia.
86
Arsip dokumentasi Kementrian Luar Negri RI, BPPK Kemlu, Bagian ASPASAF tahun 2012
64
Dari kegiatan tersebut, telah menciptakan banyak peluang kerja yang dapat memajukkan
pembangunan infrastruktur bagi penduduk setempat di Indonesia. Kemudian, beberapa investor
yang menanamkan modalnya serta menjalankan bisnis terhadap pengusaha lokal yakni, P.T
Huawei Techonologies yang menginvestasikan modal sebanyak 1 juta dollar AS bekerjasama
dengan Institute negeri Bandung dalam mendirikan sebuah pusat pelatihan yang membina ahli
teknologi muda untuk Indonesia. Mulai pada tahun 2011 tersebut, ada pula P.T Sany heavy
Industry Co Ltd, yakni perusahaan mesin besar dari Tiongkok (Cina) akan membangun pabrik di
jawa Barat87. Nilai investasi yang diberikan oleh perusahaan tersebut kepada perusahaan
Indonesia mencapai 200 juta dollar AS. Dari kerjasama organisasi non-pemerintah dan
pemerintah tersebut, Cina terus berkeyakinan atas upaya yang dilakukan Indonesia dalam
menjalin kerjasama pada sektor perekonomian merupakan potensi yang dapat saling
menguntungkan satu sama lain88. Dari hal ini, kedua negara sepakat untuk menjadikan kemitraan
strategis sebagai bagian hubungan kerjasama dalam memajukan infrastruktur pembangunan
negara baik dalam bidang invetasi maupun ekspor dan impor.
Kemudian, beralih pada memperkuat ilmu pengetahuan bagi masing-masing negara.
kedua negara mengadakan pertukana pelajar yang tersebar di kota-kota bagian Cina seperti
Shanghai, Tiongkok, dan Dalian yang merupakan kota strategis untuk mempelajari konsep dan
strategi yang di jalankan Cina untuk turut mempromosikan sumber-sumber daya alam serta
mendidik juga mendukung sumber daya manusia setempat, untuk terus berkreasi dalam
menciptakan hal-hal baru pada pengembangan ekonomi daerah. Kemudian, Indonesia juga
mendukung kegiatan Cina Expo dalam meningkatkan minat investor asing untuk menanamkan
87
Press Release dalam The Briefing Duta Besar RI-Cina pada Introduction of 60thAnnual book China-Indonesia,
Kementrian Luar Negari RI bekerjasama dengan Kementrian Perdagangan RI tahun 2011
88
Dalam press release dengan Dubes Cina untuk RI Zhang Qiyue pada Book Launching “60 Tahun Hubungan Pasar
Surut Indonesia-Cina :Babak Baru Hubungan RI-RRC” di Kementrian Luar Negeri RI tahun 2011
65
modalnya di Indonesia dan sebaliknya. Perilaku yang saling mendukung inilah yang membuat
kedua negara khususnya Indonesia menanggapi kerjasama dengan Cina dapat mengasilkan hal
positif dalam membangun kestabilan ekonomi negeri untuk tetap bertahan dan bersaing dari
kompetisi global yang akan melibatkan banyak pihak pemerintah dan non pemerintah juga,
organisasi pemerintah serta oragnisasi non pemerintah untuk turut menopang fluktuasi dan
dinamika perekonomian di era krisis global saat ini.
Dari penjelasan tersebut. Terbukti bahwa tindakan Indonesia untuk terus berupaya dalam
peningkatan hubungan kerjasama dengan Cina, memang memiliki arti kepentingan yang
signifikan dalam memajukan kestabilan ekonomi negara. Selain itu, keberhasilan kerjasama ini
turut membantu Indonesia untuk belajar menuju negara yang maju. Ditunjang dengan SDM serta
SDA yang berkerja secara maksimal serta keuntungan yang diperoleh kedua negara khususnya
bagi Indonesia, dapat menaikkan tingkat pencitraan bagi negara lainnya agar dapat saling
bekerjasama untuk membangun perdagangan internasional dunia secara lebih luas dan
kompetitif.
66
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Seperti yang telah di bahas pada bab-bab diatas, penulis berkesimpulan bahwa hubungan
bilateral antar Indonesia dan Cina di bidang perkembangan serta peningkatan ekonomi bagi
kedua pihak, dapat menghasilakn kerjasama yang sangat berpotensi dalam memajukan
perekonomian negara. Dalam hal kepentingan nasional di setiap negara, terdapat beberapa poin
yang di penuhi dalam perjanjian kerjasama Indonesia-Cina melalui deklarasi kemitraan strategis
tahun 2005-2010. Hal yang tercapai bagi peningkatan perekonomian kedua negara, ialah adanya
penurunan tarif pajak yang di bebankan oleh masing-masing negara. Tahap penghapusan biaya
beacukai tersebut, terbukti pada pembahasana diatas bahwa mengalami perubahan yang
konsisten di setiap tahunnya hingga mencapai 0%.
Selain itu, keunggulan dari adanya wadah kesepakatan yang hanya di miliki IndonesiaCina secara bilateral, memiliki kedekatan tersendiri dalam memperluas kerjasama lainnya di
sektor pemerintahan. Kedua negara sesungguhnya telah tergabung dalam ASEAN-China Free
Trade Area (ACFTA), yang turut diikuti oleh anggota Association Southeast Asian Nations
(ASEAN) lainnya, yakni Thailand, Myanmar, Brunei, Singapore, Filipina, Laos, Vietnam,
Malaysia, dan Kamboja. Dalam wadah tersebut, kerjasama ekonomi yang dirasa oleh Indonesia
terhadap Cina dan sebalikanya membutuhkan serta menginginkan adanya ruang lingkup atau
kesepakatan yang lebih specific yang bersifat bilateral. Maka dengan demikian terbentuklah
kesepakatan yang di tanda tangani oleh Presiden Indonesia dan Presiden Cina pada deklarasi
kemitraan strategis yang pertama pada April 2005.
67
Dengan demikian, Indonesia-Cina dapat lebih leluasa mengutarakan gagasan yang daapt
meningkatkan neraca perdagangan masing-masing pihak. Terlihat dari penjelasan yang telah di
sebutkan pada bab sebelumnya, bahwa keuntungan yang dimiliki dari kerjasama bilateral
tersebut, dapat memajukan lintas ekspor-impor kedua negara dengan lebih mudah dan biaya
pajak yang lebih rendah. Dari perolehan keuntungan yang didapat oleh masing-masing pihak,
Indonesia masih dapat dikatakan mencapai surplus yang ganda. Selain mendapatkan pencitraan
yang kembali membaik pasca pembekuan hubungan diplomatik di era orde baru, Indonesia juga
mendapatkan strategis-strategis ilmu yang dibagikan Cina kepada pengusaha lokal dalam
pelatihan yang diberikan untuk turut memajukan infrastruktur industry-industri modern. Selain
itu, investor asing menjadi semakin yakin untuk menanamkan modalnya pada pengusaha yang
ada di Indonesia, melihat Cina sebagai negara yang besar dan berpotensi tinggi tersebut
bekerjasama dengan pengusaha lokal. Maka dari pencitraan tersebut, investor asing lainnya pun
menjadi percaya bahwa Indonesia merupakan negara yang layak untuk dipertimbangkan dalam
perekonomian dunia.
Hasil kerjasama ini, sangat diuntungkan dengan adanya keteguhan kedua negara yang
turut melanjutkan deklarasi kemitraan tersebut ke periode kedua yakni di tahun 2010, IndonesiaCina menandatangani MoU periode 2010-2015. Dari kerjasama yang konsisten ini, diyaknini
dapat membawa dampak yang baik bagi kedua negara untuk melancarkan kepentingan nasional
masing-masing pihak untuk terus berkompetisi sekaligus bekerjasama demi memajukan
kesejahteraan setiap masyarakatnya. Kemudian, keunggulan yang dapat di rasakan oleh
Indonesia dalam wadah bilateral ini, ialah mendapatkan perlakuan yang lebih fokus dari Cina
dalam melancarkan kegiatan perdagangan yang dilakukan kedua negara, dibandingkan dari
kerjasama bawah wadah multilateral. Maka, ketertarikan akan hubungan kemitraan strategis ini,
68
merupakan momentum yang tepat untuk mencanangkan bahwa hubungan diplomatik antara
Indonesia-Cina tidak lagi di pengaruhi oleh sejarah masa lalu dan rasa sentimental dari dampak
peristiwa gerakan partai komunis yang ada di Indonesia terhadap partai komunis Cina. Lalu, dari
kemajuan yang di hasilkan dari kerjasama ini pula dapat menjadi sumber kekuatan bagi kawasan
Asia untuk dapat berkompetisi dengan Amerika dan Eropa yang telah menjadi negara maju
terlebih dahulu.
Tidak hanya mengambil manfaat yang didapat dari kerjasama tersebut, tetapi juga
semakin menguatkan ideologi kerjasama luar negeri Indoensia yakni bebas-aktif dan zero enemy.
Maka hal ini adalah sikap Indonesia untuk membuktikan bahwa negara tersebut merupakan suatu
kesatuan yang kuat dan berwawasan luas demi memajukan dan meningkatkan stabilitas
negaranya dalam menghadapi dinamika masalah kenegaraan terkait perekonomian, perpolitikan,
dan lainnya. Bukti dari dampak baik yang dihasilkan dari kerjasama ini pun terlihat semakin
jelas pada saat dijelaskan bagaimana tingkat neraca perdagangan Indonesia dan Cina mengalami
peningkatan yang cukup signifikan serta konsisten, dibandingkan dengan negara-negara mitra
lainnya. Dilihat bahwa kedua negara tersebut memiliki jalan sejarah yang cukup rumit dan
berpotensi untuk tetap menutup diri dalam menjalankan kerjasama khususnya secara bilateral.
Sependapat dengan yang telah dikatan oleh Vandana dalam bukunya Theory Politic
International yang mengatakan bahwa, keberhasilan suatu negara dalam mempertahankan
kepentingan nasionalnya pada kerjasama internasional ialah di tunjang dengan terus
mengupayakan hubungan tersebut tetap berjalan baik dalam jangka waktu yang lama dan dapat
meyakinkan negara mitra untuk mempertahankan kerjasama tersebut dapat menguntungkan
masing-masing kepentingan setiap negara menuju target yang diinginkan. Hal ini, terbukti
dengan konsistensi Indonesia untuk dapat meyakinkan Cina untuk melanjutkan deklarasi
69
kemitraan tersebut ke periode kedua menjadi tolak ukur bahwa tindakan kerjasama bilateral
tersebut berhasil dalam missinya untuk meningkatkan perekonomian negara. Selain itu, Cina
juga diuntungkan dengan adanya Indonesia sebagai mitra yang strategis dalam lintas
perdagangan. Karena dari setiap faktor geografis yang di lalui Cina dan sebaliknya, Indonesia
merupakan pusat lintas dagang internasional. Seperti terlihat di gambar peta perdagangan dunia
yang tercantum diatas, jalur yang dipakai melalui Indonesia yakni 40% dari setiap negara dunia
untuk melakukan perdagangan lintas negara.
Maka, kedua negara jelas diuntungkan dan di berikan fasilitas khusus dengan adanya
jalur bilateral yang dimiliki Indonesia-Cina dalam melakukan kerjasama ekonomi yang dapat
meluaskan wilayah kekuatan Asia di berbagai sektor pemerintahan. Selain Indonesia dilihat
memiliki potensi yang tinggi terhadap tolak ukut kemajuan ekonomi di kawasan Asia Tenggara,
Cina juga menganggap Indonesia sebagai mitra yang tepat untuk menjalin kerjasama untuk
penanaman modal asing di perusahaan-perusahaan lokal untuk melancarkan promosi produkproduk Cina di wilayah Asia. Kemudian, Indonesia juga diuntungkan dengan adanya negara
besar yang dapat mendukung kemajuan ekonomi domestik yang menaiki tahap internasional.
Dengan demikian, deklarasi kemitraan strategis dalam peningkatan ekonomi bagi Indonesia dan
Cina telah membuktikan bahwa berhasil mencapai tahap surplus bagi masing-masing negara dari
dampak dibukanya kembali hubungan diplomatik kedua neraga dengan menghasilkan
kesepakatan kerjasama bilateral yang baik, konsisten, spesifik, serta memberikan semangat baru
untuk memajukan perekonomian dunia khususnya bagi kawasan Asia Tenggara.
70
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Bergsten, Fred. C, Charles Freeman, Nicholas R. Lardy and Derek J. Mitchel. (2008). “China’s Rise
: Challenges and Opportunities. Washington DC : CSIS
Bonavia, David and Dede Oetomo. (1980). “Cina dan Masyarakatnya”. Indonesia : Erlangga
Burchill, Scott and Linklater, Andrew. (1996). “Theories of International Relations”. New York : ST
Martin’s Press.
Derec, Daugall Mc. (1997). “The International Politics of New Asia Pacific”.London : Lynne
Rienner Publisher.
Gilpin, Robert. (1987). “The Political Economy of International Relations.” New Jersey: Priceton
University Press.
Griffith, Martin. (2001). “Lima Puluh Pemikir Studi Hubungan Internasional”.Jakarta : PT Raja
Grafindo.
Harris, Brown. (1982). “China Among The Nations of The Pacifics (southeast asia look at China).
USA : Westview Press Inc
Hermawan,Yulius.P. (2007). “Tranformasi dalam Studi Hubungan Internasional : Aktor, Isu dan
Metodologi”. Yogyakarta : Graha Ilmu
Jackson, Robert & Sorensen, Georg. (2009). “Ekonomi Politik Internasional” dalam Pengantar Studi
Hubungan Internasional [terj.]. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Morck, Raandall & Zhao Minyuan.(2007). “Perspective on China’s Outward Foreign Direct
Investment. New York Universitiy
xv
Morgenthau, Hans J. (1987). “Politics Among Nations : The Struggle for Power and Peace”. New
York : Alfred A. Knopf.
Moleong, Lexy J. (2004).“ Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosda Karya.
Muas, Tuty Enoch. (2009). “Hubungan Cina-Indonesia : Secara Historis, Dinamis!”. Dalam I.
Wibowo (ed), Merangkul Cina: Hubungan Cina-IndonesiaPasca Soeharto. Jakarta : PT. Gramedia
Pustaka Utama
Nainggolan,Poltak Partologi. (1995). “Reformasi Ekonomi RRC Era Deng Xiaoping: Pasar Bebas
dan Kapitalisme Dihidupkan Lagi”. Jakarta : PT. Sinar Harapan
Nolan, Peter. (2001). “China and the Global Economy : National Championships, Industrial Policy
and The Big BussinessRevolution. New York : Palgrave
Pambudi, Dr. Daniel dan Dr. Alexander C.Candra. (2006). “ Garuda Terbelit Naga: Dampak
Kesepakatan Perdagangan Beabs Bilateral ASEAN-China terhadap Perekonomian Indonesia”.
Jakarta: Institute for Global Justice
Perwita,Anak Agung Banyu. (2005). “Pengantar Ilmu Hubungan Internasional”.Bandung : PT .
Remaja Rosdakarya.
Qichen, Qian. (2005). “Ten Episodesin China’s Diplomacy”. New York University : Collin Harper
Surayadi Bakti, Umar. (1999).“Pengantar Hubungan Internasional”, Jakarta :Jayabaya University
Press
T.May Rudy. (2002).“Study Strategis dalam transformasi sistem Internasional Pasca Perang dingin”.
Bandung. Refika Aditama
Warmer,Levi.(1953). Modern China’s Foreign Policy. North Publishing, Co: St. Paul.
Wibowo,Ignatius. (1999) “Masalah Cina : Retropeksi dan Rekontektualisasi”. Jakata : PT. Gramedia
Pustaka Utama
Wibowo, Ignatius dan Syamsul Hadi. (2009) “Merangkul Cina : Hubungan Cina-Indonesia Pasca
Soeharto. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
xvi
Xuetong, Yan, (2002), “Analysis of China’s National Interests”, Monterey, USA : James Martin
Center for Nonproliferation Studies.
Tesis, Skripsi, Jurnal dan Makalah :
Kurlantzick, Joshua. (2006). “China’s Charm : Implicational of Chinesse Soft Power”. Caneige
Endowment Policy Brief.
Kustia, A.Agung. (2011). Prologue dalam Seminar : The Rise of China and Indonesia Foreign
Policy. Ciputat : UIN Syarif Hidayatullah.
Murkan, Munawar. (1984). “Kemungkinan-kemungkinan Pencairan Hubungan Diplomatik
Indonesia-RRC : Suatu Analisa terhadap Sikap Indonesia, Jakarta : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik : Universitas Indonesia.
Wibowo, Ingnatius. (2009). “China 60 Tahun Kedepan : Tantangan dan Peluang”.Jakarta :Pasca
Sarjana Universitas Indonesia
Website :
Gilpin, Robert. 1987. “The Political Economy of International Relations.” New Jersey: Priceton
University Press.Di unduh tanggal 10 april 2013
(http://books.google.co.id/books?id=mblpQgAACAAJ&dq=Robert+Gilpin&hl=id&sa=X&ei=NHn3
UamVFcTWrQf7v4HYDQ&ved=0CDMQ6AEwAQ)
xvi
Download