DAMPAK PENINGKATAN EKONOMI INDONESIA MELALUI DEKLARASI KEMITRAAN STRATEGIS DENGAN CINA TAHUN 2005-2011 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Oleh : Michella Desri Viollita 208083000006 PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013 rTll l t4 PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI Dengan ini, Pembirnbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa Nama ' : : Michella Desri Viollita NIM :208083000006 Program Shrdi : Flubungan Internasioaal Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengmr judut : DAMPAK PENINGKATAN EKONOMI INDONESTA MELALUI DEKLARASI KEMITRAAN STRATEGIS DENGAN CINA TAHUN 2OO5.2OI I Dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji. Jakarta, 18 NoVember 2013 Menyetujui, Pembimbing Skripsi, ii € I II 3 't 1 I q 'I -t M. Adian Fimas, M.Si { ,. -i I '! :l 111 PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI SKRIPSI DAMPAK PENINGKATAN EKONOMI INDONESIA MELAUI DEKLARASI KEMITRAAN STRATEGIS DENGAN CINA TAHLIN 2OO5.2OII Oleh MICHELLA DESRI VIOLLITA NrM. 208083000006 Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 13 Desember 2013. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Hubungan Internasional. 4 Ketua, Sekretaris, Agrls Nilmada Azmi.M. Si N IP: I 97 808042009121002 Penguji I, Azus Nilmada Azmi.M.Si NIP: 1 97808042009121002 Penguji II, 6lt/u, --t" Febri Dirgantara Hasibuan. M.M Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 13 Desember 2013. Ketua Program Studi Hubungan Internasional Kikv Rizky. M.Si NIP: 19730321200801 1002 l PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME Skripsi yang be{udul : DAMPAK PENINGKATAN EKONOMI INDONESIA MELALUI DEKLARASI KEMITRAAN STRATEGIS DENGAN CINA TAHUN 200s-201t ; 1. Merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negn ruf$ 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negrr Syarif Hidayatullah Jakarta. ini telah (Uf$ saya cantumkan sesuai dengan Syarif Hidayatullah Jakarta. a J. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau merup.akan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negn ruf$ Syarif Hidayatullah Jakarta. November 2013 Michella Desri Viollita ABSTRAK Penelitian ini menganalisa mengenai dampak peningkatan ekonomi Indonesia melalui deklarasi kemitraan strategis dengan Cina pada tahun tahun 2005-2011. Penelitain ini bertujuan untuk mengetahui upaya apa saja yang dilakukan Indonesia dalam meningkatkan perekonomiannya yang dilakukan dengan menjalin kerjasama dengan Cina dalam sektor penanaman investasi asing, minyak dan gas. Dari penelitian ini ditemukan bahwa pengaruh serta dampak dari kerjasama dagang yang dilakukan Indonesia dengan China melalui kesepakatan hubungan bilateral Indonesia-Cina telah meningkatkan perekonomian masing-masing negara. Selain itu, kebijakan tersebut juga memiliki arti khusus dalam memperbaiki hubungan diplomasi kedua negara, yang terjadi pasca pembekuan hubungan diplomatik di era orde lama. Kemudian, konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah kepentingan nasional, dari konsep ini didapatkan kesimpulan bahwa Indonesia memiliki kepentingan nasional untuk mendapatkan dukungan negara dengan ekonomi stabil seperti China. Sementara berdasarkan persepektif liberal mengenai ekonomi politik internasional terlihat bahwa Indonesia berusaha untuk melakukan pertukaran antara individu dalam ekonomi domestik dan internasional dengan tujuan untuk menciptakan kondisi ekonomi yang bebas dan tidak dibatasi. Dengan menggunakan konsep-konsep tersebut, hasil yang diperoleh dalam penelitian ini ialah bahwa dampak dari peningkatan hubungan kerjasama dengan Cina dapat membawa pengaruh yang menguntungkan bagi Indonesia di sektor ekonomi-perdagangan. Selain itu, kedua negara juga mendapatkan kemudahan-kemudahan serta privilege yang dapat mengembangkan perekonomian dimasing-masing negara. Pemilihan periodesasi 2005-2011, dilakukan karena pada tahun 2005 merupakan momentum awal pengembangan dan peresmian kerjasama Indonesia-Cina secara lebih terbuka di depan publik. Kemudian, setelah terjadinya peresmian kerjasama kedua negara tersebut terjadi peningkatan perekonomian di Indonesia dengan pesat. Setelah itu, dari tahun 2008 sampai tahun 2011 Indonesia mulai mengalami peningkatan ekonomi yang didapat dari kerjasama kedua negara melalui deklarasi kemitraan strategis. Sementara setelah tahun 2011 dampak yang menguntungkan bagi Indonesia semakin menurun yang disebabkan adanya konflik internal terkait dengan adanya perjanjian tersebut. V KATA PENGANTAR Segala puji syukur penulis panjatkan hanya bagi Allah S.W.T , pemelihara seluruh alam semesta, yang atas limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya. Shalawat serta salam, semoga selalu tersampaikan kepada nabi Muhammad SAW, yang selalu menjadi tauladan sejati di dunia ini. Dengan demikian, penulis mampu memnyelesaikan skripsi yang berjudul “Dampak Peningkatan Ekonomi Indonesia melalui Deklarasi Kemitraan Strategis dengan Cina tahun 2005-2011”. Tugas akhir ini, penulis selesaikan demi memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Program Studi Hubungan Internasional. Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini bukanlah tujuan akhir dari belajar, karena menekuni sebuah ilmu adalah sesuatu kajian yang tidak terbatas. Selesainya skripsi ini, pastilah tidak terlepas dari dorongan semangat dan bantuan dari banyak pihak. Dengan demikian, penulis ingin mengungkapkan rasa terima kasih serta penghargaan kepada : 1. Bapak M. Adian Firnas, M.Si., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu serta pendapat-pendapat yang sangat membantu penulis dalam mengembangkan isi dari penelitian skirpsi ini. 2. Kedua orang tua dari penulis yaitu, Ibu Hj. Dewi Susilawati M.Pd dan Bapak Ir. Jasari Majasir (Alm) serta segenap keluarga besar Bapak H. Sumardi Syarif, merupakan beloved family dari penulis yang telah memberikan banyak dukungan moral, dan mental dan doa yang tulus untuk penulis dalam menyelesaikan tahap-tahap penyelesaian skripsi ini. 3. Bapak Harya K. Sidharta, selaku Kepala Bagian Asia Pasifik, BPPK Kemlu bagian ASPASAF, dan Bapak Mangantar yang juga dibagian ASPASAF, yang sudah mengizinkan penulis untuk mendapatkan data-data akurat mengenai Deklarasi Kemitraan Strategis Indonesia-Cina. 4. Bapak Gudadi B. Sasongko, KASUBDIT EKUBANG II, Direktorat Asia Timur dan Pasifik, sangat berterima kasih atas waktu serta bantuannya untuk memberikan bantuan dalam wawancara dengan penulis mengenai opini dan wawasan beliau terhadap upaya Indonesia untuk meningkatkan kerjasama ekonomi dengan Cina melalui DKS Indonesia-Cina pada tahun 2005-2011. vi 5. Bapak Armein Daulay M,Si., selaku dosen dan juga orang tua kedua penulis di kampus, yang telah banyak membantu penulis untuk mengumpulkan bahan dan data-data yang akurat mengenai skripsi ini. 6. Penguji skripsi, Bapak Teguh Santosa M.A dan Bapak Febri Dirgantara Hasibuan M.M 7. Bapak Kiky Rizky, M.Si, selaku Ketua Prodi Hubungan Internasional, dan Bapak Agus Nilmada Azmi, M.Si, selaku Sekretaris prodi Hubungan Internasional. 8. Bapak/Ibu Dosen Prodi Hubungan Internasional diantaranya Bapak Nazaruddin Nasution, SH, M.A., Bapak M. Adian Firnas, M.Si., Ibu Mutiara Pertiwi, M.A., Ibu Friane Aurora M.Si., dan juga seluruh staf Dosen di Prodi Hubungan Internasional FISIP UIN Syarif Hidayatullah, yang selama masa pendidikan sudah banyak mengajarkan dan mengarahkan penulis dalam bidang keilmuan Hubungan Internasional. 9. Mi Chico, Mark Mishin, mucho te quiero mi amor mio, y muchos gracias por su apoyo, siempre me, y espiritu cuando me estoy poniendo en mi diario, apoyan cuando estoy consiguiendo dares por vencido, dan su amor todos los dias.. ma armastand sind, Kallis. 10. Sahabat terdekat penulis yakni, Sabrina K. Wardhani, Kak Fayza Hasan, Angel Sam Putri, Puspita Lestari, Hanimal Indol Macumbal, Oleg Kopilov, Anthony Quimbo Esguerra, Sehar Sarwar Rajput, Martina Cervenkova, Pacha Wilmer, dan Kak Lia Herlina, yang telah banyak memberikan dorongan semangat, kasih sayang, perhatian, dan pesan-pesan filosofi dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. 11. Teman-teman Prodi Hubungan Internasional, khususnya kelas C angkatan 2008, selaku teman sekelas penulis yang sama-sama berjuang dalam penulisan skripsi. Semoga Allah SWT membalas kebaikan dan ketulusan semua pihak yang sudah banyak membantu peulis dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Dengan limpahan rahmat serta berkah-Nya, semoga karya penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca baik kalangan pelajar maupun yang lainnya. Jakarta, Penulis vii DAFTAR ISI LEMBAR JUDUL LEMBAR PERNYATAAN LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK ……………………………………………………………………………………v KATA PENGANTAR …………………………………………………………………….....vi DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………….....x DAFTAR TABEL ……………………………………………………………………………xi DAFTAR GRAFIK ……………………………………………………………………….....xii DAFTAR PETA ……………………………………………………………………………..xiii DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………………………...xiv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah …………………………………………………..1 B. Pertanyaan Penelitian ……………………………………………………..7 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……………………………………………7 D. Tinjauan Pustaka ……………………………………………………….....9 E. Kerangka Teori …………………………………………………………..11 F. Metode Penelitian ………………………………………………………..20 G. Sistematika Penulisan ……………………………………………………22 BAB II HUBUNGAN EKONOMI KEMITRAAN STRATEGIS INDONESIA-CINA PRA-DEKLARASI A. Pola Perkembangan Hubungan Kerjasama Ekonomi Indonesia-Cina pada era Orde Lama …………………………………………………………24 B. Dinamika Hubungan Kerjasama Ekonomi Indonesia-Cina pada Era Orde Baru hingga Masa Normalisasi Hubungan Diplomatik ………………..30 C. Langkah-langkah yang dilakukan Indonesia dalam Mempererat Kerjasama Ekonomi dengan Cina Pasca Masa Normalisasi Hubungan Diplomatik 37 BAB III ANALISIS DAMPAK PENINGKATAN KERJASAMA EKONOMI INDONESIA-CINA MELALUI DEKLARASI KEMITRAAN STRATEGIS TAHUN 2005-2011 A. Faktor eksternal dan Internal yang mempengaruhi peningkatan kerjasama ekonomi bilateral Indonesia-Cina tahun 2005-2011 …………………….44 B. Dampak-dampak yang didapatkan Indonesia melalui meningkatkan hubungan kemitraan perdagangan dengan Cina dalam Deklarasi Kemitraan Strategis tahun 2005-2011 …………………………………………………………………58 BAB IV PENUTUP Kesimpulan ………………………………………………………………….67 DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………xv LAMPIRAN DAFTAR TABEL Tabel 1 Total Nilai Perdagangan Indonesia dengan Negara Mitra Strategis ………….5 Tabel 2 Neraca Perdagangan Indonesia-Cina ………………………………………..32 Tabel 3 Harga Tarif Pajak Perdangan Bilateral Indonesia-Cina ……………………..40 Tabel 4 Investasi Cina di Indonesia pada tahun 2006-2010 …………………………42 Tabel 5 Ekspor-Impor Indonesia ke Negara Lain di ASEAN ……………………….49 DAFTAR GRAFIK Grafik 1 Ekspor Non-Migas Indonesia Menurut Negara Tujuan di Asia Pasifik ……..63 Grafik 2 Perdagangan Bilateral Indonesia-Cina tahun 2004-2008 ……………….......40 DAFTAR PETA Peta 1 Rantai Perdagangan Minyak Dunia …………………………………………56 Peta 2 Jalur Perdagangan Asia Pasifik ……………………………………………..32 Peta 3 Jalur Perdagangan Dunia melalui Lintas Laut ………………………………47 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Press Release, makalah Dubes Sudrajat, Duta Besar LBBP-RI untuk RRT : Mengisi Kemitraan Strategis RI-RRT dengan Partisipasi Pemangku Kepentingan yang Lebih Luas ………………………………………………………………………………xxi Lampiran 2 Surat Edaran Menteri Keuangan RI Mengenai Pelaksanaan EHP ………………………………………………………………………………………xxii Lampiran 3 Arsip Kementrian Luar Negeri Indonesia, BPPK ASPASAF, MoU Deklarasi Bersama antara Republik Indonesia dan Republik Rakyat Cina mengenai Kemitraan Strategis, Dalam tiga bahasa : Indonesia, Hanyu Piyi (mandarin), Inggris …………………………………………………………………………………….xxiii Lampiran 4 Arsip Kementrian Luar Negeri Indonesia, BPPK ASPASAF, MoU Plan of Action for The Implimentation of The Joint Declaration on Strategic Partenership Between The Government of Republic of Indonesia and The Government of The People’s Republic of China …………………………………………………………………………..xxiv Lampiran 5 Transkip Wawancara Penulis dengan Gudadi B. Sasongko, Kasubdit Ekubang II Direktoran Asia Timur dan Pasifik ……………………………………………….xxv Lampiran 6 Kerangka Kesepakatan Tentang Kerjasama Ekonomi Menyeluruh antara ASEAN dan RRC ………………………………………………………………………………xxvi Lampiran 7 Kerangka Kesepakatan Kerjasama Ekonomi ASEAN dan RRC …………….xxvii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hubungan bilateral Indonesia-Cina mengalami dinamika yang cukup panjang. Selama lebih dari 60 tahun, Indonesia-Cina saling mengenal satu sama lain. Hubungan kedua negara ini resmi dibuka pada tanggal 28 Maret 1950, yaitu kurang lebih setahun setelah Cina memproklamasikan kemerdekaannya1. Bertepatan pada tanggal 19 April 1950, Indonesia-Cina menjalin hubungan diplomatik. Kemudian lima tahun setelah itu, dibentuk Perhimpunan Persahabatan IndonesiaCina pada tahun 1955. Peristiwa tersebut merupakan awal dari kerjasama antar kedua negara2. Namun, hubungan dua negara ini sempat terputus yang disebabkan oleh Cina yang dipandang terlalu mencampuri masalah internal negara di Indonesia terkait dengan peristiwa Gerakan 30 September oleh Partai Komunis Indonesia atau yang lebih di kenal sebagai G 30 S/PKI , sehingga secara resmi pada tahun 1966 kabinet Ampera di era Orde Baru menutup Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Cina dan mulai berlaku kembali pada tahun berikutnya yakni pada tahun 1967. Selama kurang lebih dua puluh tahun hingga era 1970-an kedua negara tidak melakukan hubungan diplomasi di semua sektor pemerintahan. Namun, pada era 1980-an hubungan bilateral yang sempat terputus tersebut menunjukkan perbaikan3. Hal ini ditunjukkan pada tanggal 29 Januari 1984, yakni di awali dengan kunjungan bilateral yang dilakukan oleh Kamar Dagang Indonesia (KADIN) dibawah pimpinan Sukamdi Sahid Gitosadjono mengadakan pertemuan dengan Menteri Luar Negeri (Menlu) Cina di 1 1 oktober 1949 merupakan hari kemerdekaan Republik Rakyat China (RRC) Kompas. Jum‟at 30 April 2010 3 Kompas. Jum‟at 30 April 2010 2 1 Singapura untuk membahas hubungan dagang kedua negara. Peristiwa tersebut menjadi awal dari sejarah perbaikan hubungan diplomatik antara Indonesia-Cina. Dengan pertemuan tersebut maka, menjadi tolak ukur kedua negara untuk lebih memperjelas hubungan kerjasama di bidang perdagangan yang ditujukkan untuk meningkatkan volume perekonomian pada masing-masing negara dan kemudian pada tanggal 5 Juli 1985 di Hotel Shangri-La Singapore maka disetujui kesepakatan hubungan dagang Indonesia-Cina. Selain itu, China memiliki pandangan bahwa Indonesia merupakan sebuah negara yang berperan besar dalam tatanan perdamaian negara-negara berkembang di kawasan Asia Tenggara. Maka, dalam pernyataan mantan Mentri Luar Negri (MenLu) Cina, Qian Qichen bahwa sesungguhnya perdamaian dan stabilitas di Asia Tenggara sangat bergantung pada perkembangan kerjasama antara Indonesia dan Cina. Selain itu, semenjak Cina melakukan perubahan kebijakan yakni Reformasi Pintu Terbuka (gaige kaifang4) merupakan pembangunan kembali hubungan diplomatic Cina dengan dunia internasional. Kemudian, terkait dengan hal tersebut Cina juga membutuhkan lingkungan internasional yang baru pasca pembekuan hubungan diplomatik dengan negara-negara lainnya. Selain itu, Cina juga sedang mengembangkan “charm diplomacy” yakni sebuah model diplomasi untuk menepis persepsi ancaman dengan mengembangkan soft power yang tertuang melalui sikap yang bersahabat dan menghargai persepsi negara-negara di seluruh dunia, terutama di Asia, Afrika, dan Amerika Latin5. Di era tahun 2000-an, Menteri Luar Negeri Indonesia Alwi Shihab melakukan kunjungan ke Beijing untuk menemui Meteri Luar Negeri Cina Tang Jiaxuan dalam rangka menandatangani 4 Qian Qichen, Ten Episodes in China‟s Diplomacy (New York : Harper Collins,2005), hal.89. Dalam tulisan : Tuty Enoch, Merangkul Cina : Hubungan RI-Cina, Secara Historis, Dinamis!. 2009. Hal 35 5 Dalam tulisan : Tuty Enoch, Merangkul Cina : Hubungan RI-Cina, Secara Historis, Dinamis!. 2009. hal. 42 : Lih. Joshua Kurtlantzick, Charm Offensive: How China’s Soft Power is Transforming the World (New Haven : Yale University Press, 2007). 2 pernyataan bersama tentang pengarahan kerja sama bilateral pada masa mendatang. Kemudian, berlanjut oleh PM Cina Wen Jiabao yang menghadiri Konfrensi Tingkat Tinggi (KTT) Tiongkok-ASEAN ke-7 di Bali pada tahun 20036. Dalam konfrensi tersebut, Wen Jiabao menyatakan bahwa Cina secara resmi bergabung dalam Perjanjian Persahabatan dan Kerja Sama Asia Tenggara. Selain itu tercetus gagasan untuk membentuk Deklarasi Bersama Kemitraan Strategis Indonesia-Cina yang berfokus dalam bentuk kerja sama di sektor Politik-Keamanan, Ekonomi-Pembangunan dan Sosial-Budaya dari kedua negara. Maka, dari deklarasi tersebut menjadi awal kerjasama yang lebih kuat mengenai hubungan kemitraan di sektor ekonomi antar kedua negara. Pada tanggal 25 April 2005 Indonesia yang diwakili langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Cina diwakili oleh Presiden Hu Jintao menandatangani MoU pertama Deklarasi Kemitraan Strategis antara kedua negara. Dalam kesepakatan tersebut disepakati 3 aspek pemerintahan yang ingin ditingkatkan yaitu ekonomi, keamanan dan pembangunan. Kemitraan Strategis itu sendiri ditujukan dalam mewujudkan hubungan yang tidak memihak dan tidak tertutup. Sejak saat itu, hubungan kedua negara semakin erat. Dalam bidang kerja sama ekonomi, menurut data dari kementrian Perdagangan Cina, volume perdagangan RI-Cina pada tahun 2007 naik 31,2% dibanding tahun 2006, nilai ekspor ke Cina sebesar AS$12,61 miliar dan impor AS$12,4 miliar. Pada tahun 2004, volume perdagangan bilateral baru mencapai AS$13,46 miliar, naik mencapai AS$16,8 miliar dan AS$19,06 miliar pada tahun 2005 dan 2006. Target AS$20 miliar yang ditetapkan untuk tahun 2008 sudah tercapai setahun lebih awal ketika volume perdagangan mencapai AS$24,9 6 Akbar, Tuang. Dalam Skripsi berjudul : Perkembangan Investasi Cina di Luar Negri-Studi Kasus: Investasi Cinadi Indonesia tahun 2001-2007. 3 miliar pada tahun 20077. Dari data tersebut, menunjukkan bahwa hubungan kerjasama IndonesiaCina ini diharapkan dapat mempromosikan perdamaian, stabilitas dan kemakmuran rakyatnya dalam bernegara dan bekerja sama bagi negara-negara lainnya8. Selanjutnya, pangsa pasar Indonesia yang ada di Cina juga terjadi peningkatan sejak tahun 2005 yakni 1,2% dari tahun sebelumnya hanya mencapai 0,8% dan terus meningkat di tahun 2006 menjadi 1,4%. Hal ini terbukti bahwa dampak perjanjian dari Deklarasi Kemitran Strategis tersebut, menujukkan surplus bagi kedua negara yang cukup signifikan. Dari tahun 2004, total perdagangan yang dihasilnya mencapai US$8.70 milyar, hingga 4 tahun setelahnya meningkat melebihi 100% dari angka sebelumnya menjadi US$26.88 milyar. Peristiwa ini meyakinkan Cina untuk terus mengembangkan serta meningkatkan penanaman modalnya di Indonesia. Dengan demikian, Cina juga dapat sekaligus memperbaiki citra di hadapan Indonesia pasca pembekuan hubungan diplomatik kedua negara tersebut9. Berdasarkan oleh dampak positif yang ditunjukkan bagi kedua negara dari deklarasi pertama di tahun 2005, maka pada tanggal 21 Januari 2010, deklarasi Kemitraan Strategis Indonesia-Cina yang kedua sebagai bentuk perpanjangan periode hingga tahun 2015 yang akan datang, dengan fokus kerjasama yang lebih luas dan signifikan serta tahap peninjauan ulang untuk terus memperbaiki dan meningkatkan hubungan bilateral kedua negara. Kemudian, dari kesepakatan tersebut juga diharapkan agar hubungan Indonesia-Cina tidak lagi dipengaruhi oleh sejarah sentimen ras, dan ideologi masing-masing negara, tetapi lebih berfokus dan konsisten pada kerj sama yang dapat saling menguntungkan di berbagai bidang khususnya perekonomian negara dan pangsa pasar Indonesia-Cina maupun sebaliknya. Keuntungan dari kesepakatn ini 7 Sudrajat, “China RelationsAlmost in Honeymoon State: Indonesia, “Jakarta Post, (14 April 2008). Dalam tulisan: Zainuddin Djafar, (2009) ,“ Hubungan Perdagangan Indonesia-Cina: Diperlukan Redesigning yang Baru”,( Merangkul Cina) 8 Arsip Kementrian Luar Negri RI di Beijing, tahun 2012 9 Kompas, 28 April 2011 : Wen Jiabao 4 dilandasi oleh peningkatan yang terjadi pada volume perdagangan Indonesia ke Cina dalam jangka tiga tahun, yaitu tepatnya meningkat dari US$15 milyar pada tahun 2005 menjadi US$20 milyar pada 200810. Tercatat pada kurun waktu Januari-September 2010, nilai perdagangan Indonesia-Cina telah mencapai US$30,237 milyar dan sudah melampaui volume perdagangan tahun 2009 sebesar US$28,3 milyar11. Dengan demikian diharapkan nilai perdagangan kedua negara tersebut dapat terus meningkat. Disamping itu pemerintah Cina juga telah memberikan bantuan keuangan kepada Indonesia sebanyak US$1,8 milyar untuk proyek infrastruktur sebagai bentuk rasa kepedulian Cina dalam membantu serta bekerja sama pada sektor pembangunan di Indonesia12. TABEL 1 Total Nilai Perdagangan Indonesia dengan Negara Mitra Strategis Total Nilai Perdagangan (milyar US$) No Negara Jan-Agu Jan-Agu Perubahan 2010 2011 (%) 1 Afrika Selatan 0.8 1.4 75.9 2 Amerika Serikat 15.6 18.1 16.3 3 Australia 5.0 6.7 33.2 4 Brazil 1.8 2.2 24.3 5 Cina 22.5 30.6 36.1 10 Akbar, Tuang. Dalam Skripsi berjudul : Perkembangan Investasi Cina di Luar Negri-Studi Kasus: Investasi Cinadi Indonesia tahun 2001-2007. 11 Sumber data statistic Kementrian Perdagangan RI tahun 2011 12 Mengenai penyelesaian proyek pembangunan Jembatan Suramadu (Surabaya-Madura) : Arsip Kedutaan Besar RI di Beijing 5 6 India 8.2 12.1 46.9 7 Jepang 27.0 35.1 29.9 8 Perancis 1.5 2.0 30.9 9 Republik Korea 12.8 18.5 44.8 10 Rusia 1.1 1.6 41.9 11 Turki 0.9 1.3 50.9 Sumber Data : Arsip Kementrian Luar Negri RI Badan Pengembangan dan Pengkajian Kebijakan (BPPK) di kawasan Asia Pasifik dan Afrika (ASPASAF) tahun 2012 Dari data diatas, menunjukkan bahwa arus perdagangan Indonesia dengan negara kemitraan strategis kian meningkat. Dari peningkatan angka yang di raih Indonesia terhadap Cina merupakan bentuk pencapaian maximal. Dibandingkan dengan negara-negara lainnya selain Cina, Indonesia tidak memiliki latar belakang masalah diplomatik seperti yang terjadi pada Indonesia-Cina di era Orde Baru. Maka mengingat bahwa Indonesia-Cina pernah mengalami dinamika permasalah hubungan diplomatik di masa lalu, maka dengan peningkatan arus perdagangan tersebut adalah bukti bahwa kedua negara berhasil memperbaiki hubungan bilateral Indonesia-Cina melalui jalur perdagangan. Selain itu, dari data diatas tersebut juga menunjukkan netralisasi pasca pembekuan hubungan diplomatik kedua negara tersebut berjalan dengan cukup baik. Hal ini terlihat melalui kerjasama antara Indonesia-Cina pada sektor ekonomi, yakni arus perdagangan kedua negara tersebut mencapai 36,1% dalam jangka waktu satu tahun. Dengan demikian, poros hubungan kerjasama antara kedua negara ini semakin yakin untuk mengembangakan potensi peningkatan volume perdagangan bilateral Indonesia-Cina. Dengan terjadinya surplus yang dirasakan Indonesia dengan bermitra dengan Cina dan maupun 6 sebaliknya, mempertegas bahwa kedua negara memang saling membutuhkan dalam memajukan total volume perdagangan pada masing-masing negara. Indonesia yang memiliki kepentingan untuk mengembangkan potensial-potensial yang ada didalam negri untuk terus melakukan peningkatan produktifitas yang lebih baik. Kemudian, begitupun dengan Cina yang memang melihat Indonesia sebagai negara yang berpotensi besar serta berperan penting di kawasan Asia Tenggara karena letak geografis yang strategis dan banyaknya kepulauan di Indonesia yang menyimpan beragam potensi pasar yang akan membantu Cina untuk meningkatkan produktifitas pasar di negaranya. B. Pertanyaan Penelitian 1. Apa dampak yang didapatkan Indonesia pada peningkatan ekonomi negara melalui deklarasi kemitraan strategis dengan Cina ditahun 2005-2011? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Pada penulisan ini, bertujuan untuk menganalisis bagaimana dua negara yang memiliki dinamika sejarah yang panjang dan tidak selalu berjalan baik, menjadi mitra strategis bagi kedua negara untuk melakukan hubungan bilateral yang kuat tanpa menyinggung kendala serta konflik yang dihadapi di masa lalu. Yakni, Indonesia dengan Cina memiliki sejarah konflik mengenai hubungan diplomatik yang sempat terputus terkait gerakan kelompok pemberontak pada pemerintahan Indonesia dengan tuntutan untuk menjadikan negara tersebut menganut faham komunis, yang pada saat itu Cina memiliki faham yang sama. Maka dalam kasus tersebut membangkitkan rasa persaudaraan komunisme timbul antara kelompok yang ada di Indonesia dan Cina. Seperti yang telah sedikit dijelaskan diatas, penulis ingin mengkaji bagaimana upaya 7 Indonesia dalam memperbaiki ketegangan diplomatik dengan Cina dapat berubah menjadi hubungan yang erat dalam tujuan yang sama yakni untuk memajukan masing-masing negara dengan saling menguntungkan dan dapat mensejahterakan rakyat dengan tidak memiliki musush dengan negara tetangga. Selain itu, apa dampak yang dapat dibawa Indonesia dengan menjalin kerjasama kemitraan dengan Cina pada sektor pengembangan ekonomi negara. Karena, dapat dilihat bahwa negara tersebut, merupakan negara yang mampu bertahan pada krisis global yang melanda dunia dengan menurunnya sumber kas negara. Namun, Cina tetap konsisten pada tingkat ekonomi yang stabil bahkan melebihi dari standarisasi ekonomi yang berimbang13. Maka, diperlukan analisis yang lebih mengenai bagaimana Indonesia dapat meyakinkan Cina untuk mempertahankan hubungan kerjasama yang lebih dekat serta turut mengembangkan peningkatan ekonomi bagi kedua negara. Dengan demikian, penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik dalam tataran teoritis serta tataran praktis. Serta dapat berguna tidak hanya bagi ilmu ekonomi (Basic Research) saja tetapi juga dapat memberikan sumbangan terhadap pemikir praktisi (Applied Research). Bagi basic research, penulisan ini dapat memberikan penambahan teori serta pemikiran bagi kalangan pelajar ilmu ekonomi politik internasional khususnya dibidang perdagangan bebas dan perjanjian ekonomi dalam hubungan bilateral. Kemudian, bagi applied research, diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran serta pendapat bagi Kementrian, Departemen, maupun Institusi yang membutuhkan banyak pendapapendapat tentang bagaimana Indonesia mengupayakan mengembangan ekonomi dengan bekerjasama dengan Cina pada jalur 13 Toto Pribadi. Dalam Press Rrelease “ The Briefing Duta Besar pada kasus perdagangan bebas: ACFTA” April 2009 8 bilateral melalui perjajian-perjanjian internasional yang terkait peningkatan perdagangan ekspor, impor dan investasi. D. Tinjauan Pustaka Dalam buku I. Wibowo dan Syamsul Hadi yang berjudul “Merangkul Cina: Hubungan Indonesia-Cina Pasca Soeharto” yang menuliskan beberapa kutipan dari banyak pandangan tokoh politik juga ekonomi yang menjabarkan tentang tantangan serta peluang yang dapat diambil oleh Indonesia dalam menjalin kerjasama ekonomi dengan Cina melalui Deklarasi Kemitraan Strategis tersebut. Di buku ini, penulis menceritakan bagaimana langkah-langkah yang dilakukan Indonesia untuk mendekatkan diri dengan Cina, agar dapat terjalin kembali kemitraan ekonomi serta politik agar dapat memperlancar kegiatan kenegaraan kedua negara. Berlandaskan pada hal tersebut, penulis juga menjabarkan dinamika perkembangan ekonomi yang dicapai Indonesia setelah kembali bersahabt dengan Cina, dimulai dari era Orde Lama hingga pasca Orde Baru 14. Dalam buku ini, terangkum beragam perspektif yang di pakai dalam menjabarkan sejarah serta proses perbaikan hubungan diplomatik antara Indonesia-Cina. Seperti contohnya, beberapa memakai pandangan liberalis yang mendukung adanya perdagangan bebas di Asia khususnya poros bilateral bagi Indonesia dengan Cina melalui deklarasi kemitraan strategis tersebut, namun ada pula beberapa tokoh yang memakai pandangan merkantilis dengan menghitung serta menganalisis untung-rugi yang akan dialami oleh Indonesia jika melakukan hubungan kerjasama regional secara bilateral dengan Cina. Dengan perbedaan cara pandang yang terangkum pada konteks serupa inilah yang membuat buku “Merangkul Cina: Hubungan Indonesia-Cina Pasca Soeharto” ini menjadi bahan dalam mempertimbangkan masalah 14 I. Wibowo dan Syamsul Hadi, “Merangkul Cina: Hubungan Indonesia-Cina Pasca Soeharto”. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009 9 Indonesia yang berkeinginan menjalin hubungan baik dengan Cina melalui kerjasama kemitraan strategis kedua negara demi satu tujuan yang sama yakni memajukan perekonomian di negara masing-masing. Kemudian, adapun buku yang ditulis oleh Daniel Pambudi dan Alexander C. Chandra, yang berjudul Garuda Terbelit Naga : Dampak Kesepakatan Perdagangan Bebas Bilateral ASEAN-China terhadap Perekonomian Indonesia. Pada buku ini, di terangkan bagaimana dampak yang didapat oleh Indonesia baik positif maupun negatif. Dari sisi positif, Indonesia menjadi lebih kompetitif dalam memproduksi serta menjual produk-produk dalam negri untuk dipasarkan ke negara-negara lain, kemudian dari sisi negatif, Cina menguasai kelemahan Indonesia yakni produk-produk mentah (rare good) yang tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk diolah menjadi produk-produk jadi (well good), karena Cina membeli hampir seluruh bahan mentah yang dimiliki Indonesia dengan tarif yang dua kali lipat lebih tinggi 15 . Dengan demikian, buku ini memberikan pengarahan yang lebih spesifik, khususnya bagaimana menyikapi kemajuan Cina di bidang ekonomi dengan berbagai pertimbangan tantangan dan potensi yang dapat di gunakan oleh Indonesia agar dapat juga memajukan strandarisasi produk dalam negeri ke tingkat yang lebih baik. Serta dapat menjadikan Cina sebagai acuan agar Indonesia belajar untuk bangkit dari negara berkembang menjadi negara maju untuk masa yang akan datang, bukan menjadi negara yang terus bergantung dengan negara maju lainnya. Lalu, makalah yang ditulis oleh Duta Besar Indonesia untuk Cina Sudrajat16, menyatakan bahwa kerjasama yang dilakukan Indonesia dengan Cina, khususnya di bidang 15 Pambudi, Daniel dan Alexander C. Chandra, “ Garuda Terbelit Naga: Dampak Kesepakatan Perdagangan Bebas Bilateral ASEAN-China terhadap Perekonomian Indonesia. Menteng, Jakarta Pusat : Institute for Global Justice. 2006 16 Press release : seminar “Kemitraan RI-RRT dalam Bingkai Kepentingan Nasional dan Regional Suatu Telaah Strategis” yang diselenggarakan oleh KBRI Beijing bekerjasama dengan BPPK Kementrian Luar Negri RI di Jakarta pada tanggal 19 Mei 2009. 10 peningkatan infrastruktur ekonomi negara ialah untuk mengisi dan mengembangkan kemitraan strategis dalam hubungan kerja bilateral yang saling menguntungkan. Terlebih dalam kondisi krisis global saat ini, Indonesia dan Cina termasuk negara yang memiliki ketahanan dan pertumbuhan ekonomi yang kuat. Besarnya potensi kawasaan kedua negara ini, akan dapat memengaruhi kontinuitas pertumbuhan ekonomi, baik bagi Indonesia maupun Cina. Akses pasar, bahan baku, jumlah populasi, dan kedekatan geografis, merupakan fakor yang menjadikan kerjasama kemitraan strategis di bidang ekonomi bagi kedua negara ini dapat mengambil keuntungan besar serta dapat mewujudkan hubungan bilateral yang baik17. Kemudian, dari ketiga sumber diatas dapat dilihat perbedaannya dengan penulisan skripsi ini. Pada skripsi ini, penulis hanya memakai perspektif liberalisme dalam memandang penignkatan ekonomi politik suatu negara secara lebih liberal. Kemudian, turut mendukung adanya perdagangan bebas yang ada di kawasan ASEAN khususnya Indonesia-Cina. Namun, bentuk dukungan ini pun bukan berarti penulis tidak mempertimbangkan resiko yang akan mengancam sektor perekonomian domestic dalam bersaing dengan negara-negara mitra strategisnya dalam melakukan perdagangan bebas tersebut. Dalam pondasi penulisan ini, penulis berpandangan bahwa Indonesia membutuhkan Cina untuk dapat meningkatkan volume perdagangan yang ada di dalam negri agar dapat menembus pasar internasional, dan begitupun sebaliknya. Dengan adanya bantuan dari Cina sebagai aktor pendukung, seperti dikatakan oleh K.J Holsti yang tertulis pada kerangka teori dalam skripsi ini, yakni dengan adanya bantuan 17 Makalah yang ditulis oleh Duta Besar Sudrajat (Duta Besar LBBP-RI untuk RRC). Jakarta : Kementrian Luar Negri, Gd. Nusantara. 2011 11 negara maju sebagai pendukung penuh suatu negara yang meminta bantuan untuk turut mempromosikan kepentingan suatu negara kepada negara tujuan lainnya18. Selain itu, penulis juga menjelaskan upaya-upaya yang di lakukan Indonesia demi mendekatkan diri dengan Cina tanpa menyinggung rasa sentimen yang sempat terjadi pada kedua negara saat pembekuan hubungan diplomatik di era Orde Baru hingga era netralisasi, sampai pada saat di berlakukannya deklarasi kemitraan strategis yang membuat Indonesia-Cina meyakinkan langkahnya untuk melanjutkan hubungan kerjasama bilateralnya lebih erat lagi. Kemudian, faktor-faktor yang mempengaruhi Indonesia dalam menegasakan hubungan kerjasama ini dengan dibuatnya MoU tentang kesepakan kerjasama di bidang ekonomi untuk memajukan infrastruktur dalam negri khususnya jalur perekonomian yang ada di dalam negri untuk dapat lebih kompetitif. E. Kerangka Teori Berdasarkan pertanyaan penelitian diatas, penulis menggunakan konsep Kepentingan Nasional, dan Perspektif Liberal mengenai Ekonomi Politik Internasional dalam membantu penulis untuk menjawab pertanyaan penelitian tersebut. E.1 Kepentingan Nasional Kepentingan Nasional (National Interest) adalah tujuan-tujuan yang ingin dicapai sehubungan dengan kebutuhan bangsa/negara atau sehubungan dengan hal yang dicita-citakan. Dalam hal ini kepentingan nasional yang relatif tetap dan sama diantara semua negara/bangsa 18 T. May Rudy (2002). Study Strategis dalam transformasistem internasional pasca Perang Dingin, Refika Aditama, Bandung, hal. 16 12 adalah keamanan (mencakup kelangsungan hidup rakyatnya dan kebutuhan wilayah) serta kesejahteraan. Kedua hal pokok ini yaitu keamanan (Security) dari kesejahteraan (Prosperity). Kepentingan nasional diidentikkan dengan dengan “tujuan nasional”. Contohnya kepentingan pembangunan ekonomi, kepentingan pengembangan dan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) atau kepentingan mengundang investasi asing untuk mempercepat laju industrialisasi19. Kemudian, kepentingan nasional juga merupakan istilah esensial yang wajib dikaji dalam fenomena-fenomena hubungan internasional oleh kalangan pemikir hubungan internasional secara luas. Selain itu, kepentingan nasional dapat digunakan untuk menggambarkan dan mendukung kebijakan-kebijakan tertentu20. Menurut Charles dan Abdul Said, mendefisikan bahwa kepentingan nasional merupakan suatu tindakan yang diaplikasikan dari perencanaan jangka panjang dan dilakukan oleh setiap negara dengan memperlakukan setiap mitra kerjasamanya secara berlanjut. Hal ini, di tunjang dengan terus mengupayakan hubungan tersebut tetap berjalan baik dalam jangka waktu yang lama dan dapat meyakinkan negara mitra untuk mempertahankan kerjasama tersebut dapat menguntungkan masing-masing kepentingan setiap negara menuju target yang diinginkan21. K.J Holsti mengidentifikasikan kepentingan nasional dalam tiga klasifikasi yaitu core values, middle-range objective, dan long-range goals22. Core Values adalah suatu hal yang bersifat sangat vital dari suatu negara yang biasanya berhubungan dengan kedaulatan dan keamanan. Kepentingan ini dibuat agar negara bisa tetap survive dan menjaga existensi negara. Hal-hal yang menyangkut pada kegiatan ini, ialah: 19 Dikutip dari : Riffiths Martin, dan Terry O‟Callaghan. 2002. International Relations: The Key Concepts, (Routledge: New York & London hal 203. 20 Ibid 21 Vandana, „Theory of International Politics”, Christ Church College : Kampur University. Hal 131 22 Riffith Martin. Ibid 13 i) Keamanan Nasional Merupakan tujuan utama dari kebijakan luar negri suatu negara yakni hal ini menyangkut pada ideologi serta kepercayaan yang ada pada masyarakat negaranya untuk dapat menyetujui suatu kebijakan keamanan negara, tanpa timbulnya silang pendapat maupun perbedaan keinginan yang akan di tetapkan oleh aktor pemerintah dengan tujuan yang diinginkan dari masyarakat negara tersebut23. ii) Pembangunan Ekonomi Menurut Holsti, pembangunan ekonomi merupakan tindakan untuk menaikkan ketertarikan negara lain pada kegiatan ekonomi negara tersebut agar dapat menjalin kerjasama baik dalam jalur bilateral maupun multilateral dalam bidang perekonomian negara. Hal ini selalu di fokuskan untuk menyamakan standar ekonomi negara tersebut pada level standar internasional. Dalam hal kepentingan ini, bidang ekonomi lebih di utamakan daripada memasukkan politik ekonomi suatu negara pada tahap pembangunan perekonomian negara24. A. Middle-Range Objective itu biasanya menyangkut perbaikan perekonomian pada suatu negara. Pada klasifikasi ini, juga termasuk juga : a) Ketertarikan Kelompok Penekan Keberadaan kelompok ini, merupakan fenomena baru dalam dunia politik dalam mencapai kepentingan politik negaranya. Kelompok ini, dapat mempengaruhi kebijakan politik luar negri negara lain untuk dapat menyetujui dan bersedia menjalin kerjasama dengan negara tersebut. Negara yang daapt menjadi kelompok penekan ini, haruslah negara yang telah diakui kekuatannya dan dampak yang dapat ditimbulkan negara tersebut kepada dunia internasional. Hal ini terwujud dari penghormatan negara lain atas keberhasilan negaranya. Selain itu, 23 24 ibid ibid 14 kelompok ini dapat menjadi pendukung penuh suatu negara yang meminta bantuannya untuk turut mempromosikan kepentingan negaranya tersebut kepada negara tujuan lainnya. b) Kerjasama Non-Politik Pada kenyataanya, dalam dunia hubungan internasional memiliki kerjasama dengan lembaga maupun institusi non-politik ternyata lebih diperlukan sekarang ini. Sasaran utama dalam kebijakan luar negri ini ialah untuk mencapai kepentingan nasional dalam bidang ekonomi, budaya, dan sosial. Kegiatan tersebut, terwujud daalm bantuan pembangunan perekonomian negara dari menarik pelajar luar negri untuk belajar di negara tersebut dan mereka akan diberikan pelayan dengan standar yang tinggi agar dapat mengejar cita-cita mereka di negara tersebut dengan tujuan untuk menunjukkan citra negara yang peduli akan pendidikan dan pelajar pertukaran negara agar tercipta perdamaian serta kestabilan antar negara yang bersangkutan. c) Promosi Monumen Kenegaraan Hal ini ditujukan untuk memperkenalkan lambang suatu negara kepada dunia internasional yang bertujuan untuk menunjukkan citra bangsa tersebut dari setiap arti pada bentuk pada monument tersebut. Dengan adanya monument pada suatu negara, dapat menaikkan simpati negara lain untuk tertarik untuk mejalin kerjasama dengan negara yang bersangkutan. Tidak hanya pada monument kebangsaan, tetapi juga monument ini menyangkut bentuk bela sungkawa untuk makam massal, ataupun bangunan yang dihormati atas peristiwa yang bersejarah. Kegiatan ini dilakukan demi mencapai kepentingan nasional melalui diplomasi kebudayaan. 15 d) Ekspansi Kenegaraan Merupakan kebijakan pemerintah untuk mencapai kepentingan negaranya demi melindungi kawasan negara bangsa tersebut. Hal ini, menyangkut harga diri bangsa agar dapat terlepas dari segala bentuk penjajahan dari negara lain yang mana dapat mengancam kestabilan perekonomian dan perpolitikan negara tersebut. B. Long-Range Goals yang mana kepentingan ini bersifat ideal, seperti mewujudkan Perdamaian dan ketertiban dunia25. Selain itu, hal ini juga difokuskan kepada pembangunan kembali sistem intrenasional suatu negarauntuk mengarah kearah yang lebih baik dan dapat mengembangkan potesial-potensial yang ada agar dapat dipergunakan secara maksimal dengan tujuan untuk dapat menyeimbangkan perekonomian dan sistem pemerintahan negara tersebut demi mencapai negara maju. Kemudian, kepentingan nasional sering dijadikan tolak ukur atau kriteria pokok bagi para pengambil keputusan (decision makers) masing-masing negara sebelum merumuskan dan menetapkan sikap atau tindakan. Bahkan setiap langkah kebijakan luar negeri (Foreign Policy) perlu dilandaskan kepada kepentingan nasional dan diarahkan untuk mencapai serta melindungi apa yang dikategorikan atau ditetapkan sebagai ”Kepentingan Nasional”26. Menurut Morgenthau, ”Kepentingan nasional adalah kemampuan minimum negara untuk melindungi, dan mempertahankan identitas fisik, politik, dan kultur dari gangguan negara lain. Dari tinjauan ini para pemimpin negara menurunkan kebijakan spesifik terhadap negara lain yang sifatnya kerjasama atau konflik”27. 25 Holsti, Kalevi Jaako. 2004. Internationa Relations. GOEL Publishing. Meerut. hal 12. T.May Rudy,(2002) Study Strategis dalam transformasi sistem Internasional Pasca Perang dingin, Refika Aditama, Bandung, hal 116 27 Ibid 26 16 E. 2 Perspektif Liberal mengenai Ekonomi Politik Internasional Kemunculan perspektif ini pada awalnya sebagai alternatif yang diajukan oleh pengkritik merkantilisme, yang dipelopori oleh Adam Smith dan David Ricardo dengan menentang pengendalian ekonomi domestik dan internasional yang berlebihan. Perpektif liberal ini mengajukan argumen bahwa cara yang paling tepat untuk meningkatkan kekayaan nasional adalah justru dengan membiarkan pertukaran antara individu dalam ekonomi domestik dan internasional berjalan secara bebas dan tidak dibatasi. Konsep ini didasarkan pada gagasan kedaulatan pasar dalam proses ekonomi dan mengasumsi adanya keselarasan kepentingan alamiah dia antara manusia dan bangsa dimana individu adalah aktor utama yang berperilaku rasional dalam usaha memaksimalkan perolehan keuntungan. Selain itu, kaum liberal juga yakin bahwa demi memenuhi kepentingan nasional setiap bangsa harus bersikap terbuka dan koorperatif dalam hubungan ekonomi dengan negara lain28. Sangat penting untuk difahami, bahwa apa yang disebut dengan politik internasional secara kontemporer banyak menimbulkan pertentangan pendapat di antara kalangan para ahlinya sendiri. Dalam pandangan Edward J Harpham dan Alan Stone dalam buku mereka yang berjudul Political Economy of Public Policy (1982), misalnya menyebutkan beberapa hal yang menyangkut pertentangan tersebut sebagai bagian dari usaha untuk menarik perhatian dari pakarpakar ilmu politik yang memiliki orientasi beberbeda, yang memberi dasar dan pengetahuanpengetahuan pada pelopor-pelopor Ekonomi Politik. Namun dengan demikian, dari manapun 28 Jackson, Robert & Sorensen, Georg. 2009. “Ekonomi Politik Internasional” dalam Pengantar Studi Hubungan Internasional [terj.]. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm. 227-277. 17 asal-usul aliran dan kelompoknnya, pada sdasarnya memeiliki suatu pondasi yang sama yakni untuk melahirkan sebuah pemikiran baru demi memajukan kesejahteraan di setiap negara29. Selain itu, menurut Adam Smith yang merupakan pelopor paham liberalisme dalam isi bukunya yaitu Wealth of Nations (1776). Di dalam Wealth of Nations, Smith menjelaskan bahwa adanya Invisble Hand di dalam pasar. Dalam lingkup Ekonomi Politik Internasional, liberalisme adalah ideologi yang menganggap bahwa pasar dan mekanisme independennya merupakan elemen yang paling efektif untuk mengatur hubungan ekonomi, baik dalam negeri maupun internasional untuk mencapai pertumbuhan ekonomi, efisiensi maksimum, dan kesejahteraan individual maupun sosial30. Liberalisme menolak intervensi negara dalam masalah perekonomian hal itu dianggap sebagai intervensi terhadap kebebasan individu ataupun perusahaan-perusahaan privat sebagai aktor sentral yang berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan. Perekonomian yang bebas, progresif, interdependen, kooperatif positivesum game tersebut dengan demikian akan berperan besar bagi maksimalisasi kesejahteraan global31. Menurut Morgenthau, dalam Politics Among Nations menyebutkan bahwa ekonomi adalah salah satu unsur penting dari national power, gagasan utama pespektif ini ialah subordinasi aktivitas ekonomi ke dalam pencapaian kepentingan politik dan pembangunan negara32. Senada dengan Morgenthau, Robert Gilpin juga berpendapat dalam the Political 29 Ikbar, Yanuar, 2007, Ekonomi Politik Internasional-Konsep dan Teori (bab.2). Bandung: PT Refika Aditama. Hal. 63 30 Gilpin, Robert. 1987. “The Political Economy of International Relations.” New Jersey: Priceton University Press. Di unduh tanggal 10 april 2013 (http://books.google.co.id/books?id=mblpQgAACAAJ&dq=Robert+Gilpin&hl=id&sa=X&ei=NHn3UamVFcTW rQf7v4HYDQ&ved=0CDMQ6AEwAQ) 31 Burchill, Scott and Linklater, Andrew. 1996. “Theories of International Relations”. New York : ST Martin‟s Press. 32 Morgenthau, Hans J. 1987. “Politics Among Nations : The Struggle for Power and Peace”. New York : Alfred A. Knopf. 18 Economy of International Relations menjelaskan bahwa nasionalisme adalah perspektif yang meyakini bahwa aktivitas-aktivitas ekonomi seharusnya bertujuan untuk pembangunan den keuntungan negara33. Dengan kata lain, perspektif ini menciptakan sistem perdagangan baru yakni, perdagangan pasar bebas yang memberikan keleluasaan jalur perdagangan antar negara, baik secara individu-individu, individu-perusahaan, maupun perusahaan-perusahaan34. Perdagangan bebas adalah sebuah konsep ekonomi yang mengacu kepada Harmonized Commodity Description and Coding System (HS) dengan ketentuan dari World Customs Organization yang berpusat di Brussels, Belgium. Penjualan produk antar negara tanpa pajak ekspor-impor atau hambatan perdagangan lainnya. Selain itu, Perdagangan bebas dapat juga didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah) dalam perdagangan antar individual-individual dan perusahaan-perusahaan yang berada di negara yang berbeda35. Dengan demikian, sistem ekonomi politik muncul sebagai tatanan kepentingan nasional yang menggabungkan dari kepentingan ekonomi dan politik suatu negara. Dalam penggunaannya secara tradisional, istilah ekonomi politik dipakai sebagai sinonim atau nama lain dari istilah ilmu ekonomi. Fokus dari studi ekonomi politik adalah fenomenafenomena ekonomi secara umum, yang bergulir serta dikaji menjadi lebih spesifik , yaitu menyoroti interaksi antara faktor-faktor ekonomi dan faktor-faktor politik. Namun, dalam perkembangan yang berikutnya, istilah ekonomi politik selalu mengacu pada adanya interaksi antara aspek ekonomi dan aspek politik. Adanya kelemahan instrumental ini menyebabkan banyak kalangan ilmuwan dari kedua belah pihak-berusaha untuk mempertemukan titik 33 Gilpin, Robert. 1987. “Three Ideologies of Political Economy”, dalam the Political Economy of International Relations, Princeton: Princeton University Press, hal. 25-64 34 Ibid 35 Ikbar, Yanuar. 2006. Ekonomi Politik Internasional – Konsep dan Teori (Jilid I). Bandung: PT Refika Aditama.. Dalam makalah : Alrista Ayu Candra Sari. (2012). “Dampak Perdagangan Bebas (Globalisasi) terhadap politik ekonomi di Indonesia serta Antisipasinya” . Universitas Jember : Fisip 19 temunya, sehingga para ilmuwan ini berusaha untuk mencoba mengkaji hal ini dengan menggunakan pendekatan-pendekatan dalam ekonomi politik36. Dalam upaya memaksimalkan studi mengenai ekonomi politik, juga tidak boleh terlepas dari sistem ekonomi di negara yang bersangkutan. Terkait dengan hal tersebut, setidaknya dalam berbagai jenis yang ada, terdapat dua sistem ekonomi besar dunia yang dibagi menjadi dua kategori pokok, yakni sistem ekonomi yang berorentasi pasar (ekonomi liberal) dengan sistem ekonomi terencana atau yang lebih dikenal sebagai sistem ekonomi terpusat (sosialis)37. F. Metode Penelitian Penulis melakukan penelitian dengan kualitatif, yakni suatu penelitian yang dilakukan dengan metode historis, studi kasus, dalam penyajian data-data yang lebih akurat untuk diteliti. Metode kualitatif didefinisikan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data berupa katakata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati38. Metode ini memiliki tujuan untuk menggambarkan suatu fenomena tertentu atau untuk menentukan ada tidaknya keterkaitan antara suatu gejala dengan gejala lainnya yang relevan dengan permasalahan yang ada di dalam penelitian.Penulis menggunakan data primer dan data sekunder.Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah studi kepustakaan (library research). Studi kepustakaan ini dilakukan di perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah, Perpustakaan UI, dan Perpustakaan Badan Pengkaji dan Pelaksanaan Kebijakan Kemlu, Selain itu, digunakan pula berbagai buku sebagai rujukan, dan beberapa dokumen, serta bulletin pada surat kabar, atau 36 Ikbar, Yanuar.( 2007). Ekonomi Politik Internasional 2- Implementasi Konsep dan Teori.Bandung: PT Refika . Dalam makalah : Alrista Ayu Candra Sari. (2012). “Dampak Perdagangan Bebas (Globalisasi) terhadap politik ekonomi di Indonesia serta Antisipasinya” . Universitas Jember : Fisip 37 Ibid 38 Moleong, Metode Penelitian, 2004, Bab III. Metode Kualitatif 20 jurnal. Lalu, penulis juga memanfaatkan situs internet resmi sebagai salah satu data yang digunakan dalam penelitian ini. Kemudian, untuk mengumpulkan data juga melakukan wawancara kepada pihak Indonesia yakni dari Kementrian Luar Negeri Indonesia di bagian BPPK (Badan Pengkaji dan Pelaksaan Kebijakan) ASPASAF (Asia Pasifik dan Afrika) serta dari pihak Cina yakni dari Delegasi Kedutaan Republik Rakyat Cina di Indonesia bagian Diplomasi Ekonomi RRC-RI. 21 Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Pertanyaan Penelitian C. Tujuan dan Manfaat Penelitian D. Tinjauan Pustaka E. Kerangka Teori E.1 Kepentingan Nasional E.2 Perspektif Liberalis mengenai Ekonomi Politik Internasional F. Metode Penelitian G. Sistematika Penulisan Daftar Pustaka BAB II HUBUNGAN EKONOMI INDONESIA-CINA PRA-DEKLARASI KEMITRAAN STRATEGIS A. Pola perkembangan hubungan kerjasama ekonomi Indonesia-Cina pada era Orde Lama B. Dinamika hubungan kerjasama ekonomi Indonesia-Cina pada era Orde Baru hingga masa normalisasi hubungan diplomatik C. Langkah-langkah yang dilakukan Indonesia dalam mempererat kerjasama ekonomi dengan Cina pasca masa normalisasi hubungan diplomatik BAB III ANALISIS DAMPAK PENINGKATAN EKONOMI INDONESIA MELALUI DEKLARASI KEMITRAAN STRATEGIS DENGAN CINA TAHUN 2005-2011 A. Faktor eksternal dan Internal yang mempengaruhi peningkatan kerjasama ekonomi bilateral Indonesia-Cina tahun 2005-2011 I. Faktor-faktor Dalam Negeri Indonesia a. Geografis b. Politik Ekonomi Dalam Negeri Indonesia 22 II. Faktor-faktor Luar Negeri Indonesia a. Dukungan dari ASEAN b. Hubungan ASEAN dan Cina c. Politik Ekonomi Cina B. Dampak-dampak yang didapatkan Indonesia melalui meningkatkan hubungan kemitraan perdagangan dengan Cina dalam Deklarasi Kemitraan Strategis tahun 2005-2011 a. Deklarasi Kemitraan Strategis 2005-2010 b. Deklarasi Kemitraan Strategis 2010-2015 BAB IV KESIMPULAN 23 BAB II HUBUNGAN EKONOMI INDONESIA-CINA PRA-DEKLARASI KEMITRAAN STRATEGIS A. Pola Perkembangan Hubungan Kerjasama Ekonomi Indonesia-Cina pada era Orde Lama Pada era Orde Lama sistem pemerintahannya lebih dikenal dengan sebutan masa pemerintahan Presiden Soekarno di Indonesia (1945-1965). Dimasa ini, Indonesia menggunakan dua pola yang dipakai untuk menjalankan perekonomian negara yakni, sistem ekonomi liberal dan komando39. Pada sistem ekonomi liberal, Indonesia menggunakan prinsip-prinsip kebebasan dan netral dalam perekonomian negara. Hal ini, di tujukan agar Indonesia dapat mengembangkan diri menjadi masyarakat yang dinamis, kompetitif serta layak untuk merdeka. Dalam memilih negara yang tepat untuk menjalin kerjasama perdangan ini, Soekarno memandang Cina sebagai negara yang strategis untuk mengawali kerjasama dalam bidang ekonomi bagi negara Indonesia. Namun, sistem ini bahkan membuat keadaan Indonesia yang pada saat itu baru mendapatkan kemerdekaan di tahun 1945, menjadi semakin memburuk40. Hal ini disebabkan oleh karena Indonesia belum bisa bersaing dengan Cina dalam perdagangan bebas yang diterapkan Indonesia pada saat itu. Pengusaha lokal yang dimiliki Indonesia di era tersebut, masih lemah dan minimnya pengalaman dalam melakukan perdagangan bebas dengan Cina yang lebih memahami struktur jalur perdagangan bebas, baik 39 40 Tuty Enoch Muas, (2009). Merangkul Cina : Hubungan RI-Cina, Secara Historis, Dinamis!. Hal. 25 Ibid hal. 37 24 secara bilateral maupun multilateral41. Terbukti pada 20 Maret 1950, di Indonesia terjadi pemotongan nilai mata uang (Sanering) untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar harga barang menjadi turun. Kemudian, Program Benteng (Kabinet Natsir), yang ditujukan untuk menumbuhkan wiraswastawan pribumi, serta dapat mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing. Dengan cara membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada importir pribumi, serta memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional. Namun usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif dan tak bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi42. Lalu Sistem ekonomi Ali-Baba dalam kabinet Ali Sastroamijoyo I, yang diprakarsai Mr Iskak Cokrohadisuryo, untuk penggalangan kerjasama antara pengusaha Cina dan pengusaha pribumi. Dalam program ini, pengusaha non-pribumi (Cina) diwajibkan memberikan latihanlatihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit serta lisensi bagi usahausaha swasta nasional. Namun, program ini juga tidak berjalan dengan baik, disebabkan pengusaha pribumi kurang berpengalaman dalam bidang perdagangan, sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah43. Mengingat bahwa Cina telah lebih dulu menjalin kerjasama dagang dengan negara barat seperti Amerika Serikat dan Eropa, maka melakukan persaingan serta kompetisi dengan Cina merupakan suatu hal yang terlalu dini bagi Indonesia yang pada saat itu baru mendapatkan kemerdekaan dan memulai untuk mengembangkan diri sebagai bangsa memproklamasikan kemerdekaannya yang merdeka. Walaupun Cina juga baru empat tahun setelah Indonesia (1945) yakni pada 1 41 I. Wibowo, (1999) . Retrospeksi dan Rekontekstualisasi Masalah Cina. 205 Zainuddin Djafar. (2009). Merangkul Cina : Hubungan Perdagangan Indonesia : Diperlukan Redesigning yang Baru. hal. 73 43 Dalam Tuty Enoch. ibid. hal 48 42 25 Oktober 1949, namun pengalaman bekerjasama dengan negara asing telah dilakukan Cina sejak masa Dinasty Ming44. Berlandasakan dari hal tersebut, di tahun 1955 Indonesia mengalihkan sistem ekonomi liberal ke sistem ekonomi komando45. Dengan demikian, Indonesia memiliki peluang untuk belajar lebih memahami pola perdagangan dengan negara-negara kemitraan dalam melakukan hubungan dagang, baik secara bilateral maupun multilateral. Bagi Soekarno, Cina merupakan negara mitra yang berpotensi besar untuk mengawali kemajuan ekonomi negara, dikarenakan letak geografis antar Indonesia dan Cina memilikii poros jalur perdagangan yang sangat strategis untuk melakukan hubungan dagang46. Pada sistem ekonomi komando ini, hubungan bilateral kedua negara terlihat semakin erat. Hal ini terbukti dengan disepakatinya pembukaan hubungan diplomatik secara resmi oleh Soekarno pada April tahun 1955 di Jakarta, sebagai permulaan untuk menjalin kerjasama bilateral dengan negara lain. Kemudian, lima tahun setelah dibukanya jalur kerjasama kedua negara tersebut, Indonesia berpandangan bahwa Cina berpotensi untuk menjadi negara Super Power yang dapat mendorong perekonomian domestik menjadi lebih berkembang dan meningkat di masa yang akan datang47. Maka pada tahun 1955, Indonesia membentuk Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Cina sebagai wadah untuk memfokuskan diri dalam mengembangkan infrastruktur perekonomian dalam negeri hingga dapat menarik investor Cina untuk dapat menanamkan modalnya di perusahaan Indonesia. Selain itu, Cina memang menempatkan dirinya untuk menjalin kerjasama perdagangan hanya dengan kelompok sosialis di kawasana blok timur. Mengingat Indonesia yang dipimpin 44 Dinasty Ming (1368-1644) merupakan era kejayaan bangsa Cina dalam membangun kedaulatannya sebagai bangsa yang lebih bermatabat, berpendidikan, serta unggul dalam menjalankan sistem pemerintahan. Dalam bidang perdagangan, Dinasti Ming terkenal dengan wilayah dagang yang telah pasar internasional dengan luas. Dengan demikian Cina tidak lagi di anggap termasuk dalam bangsa Mongol, bangsa Machu, ataupun suku-suku yang belum memiliki pemerintahan yang maju dan lebih teratur seperti yang telah berjalan di Cina (Beijing) 45 Dalam I. Wibowo. ibid hal. 205 46 Dalam Tuty Enoch. ibid. hal 37-40 47 Dalam Tuty Enoch . ibid. hal 46 26 oleh Soekarno pada saat itu, menganut paham NASAKOM (Nasional Agama Komunis) memiliki kesamaan ideologi yang juga di pakai Cina dalam menjalankan sistem pemerintahannya. Di masa tersebut, Cina di dominasi oleh Partai Komunis Cina (PKC) dan Indonesia juga memiliki Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai salah satu partai yang kuat di dalam pemerintahan. Berlandasakan dengan kesaman paham tersebut, Cina meyakinkan diri untuk terus menguatkan hubungan kemitraan dengan Indonesia sebagai rekan kerjasama perdagangan. Hal ini, terlihat dari terciptanya poros Jakarta-Peking (Beijing) yang di buat pada era 1960an48. Adapun alasan yang diajukan Soekano dalam pemebentukan poros ini, ialah karena posisi negara Indonesia yang pada saat itu sebagai negara yang baru merdeka, membutuhkan banyak bantuan modal asing, Namun apabila menggantungkan diri pada negara besar seperti Amerika Serika (USA) dan Inggris akan semakin mempersulit keuangan dalam negeri, karena besarnya bunga dan persyaratan yang memberatkan pemerintah. Sehingga Indonesia perlu mencari negara donor yang mampu memberikan bantuan dengan persyaratan yang mudah yaitu Cina dan termasuk pula Uni Soviet. Karena kedua negara tersebut, khususnya Cina menawarkan bunga yang lebih rendah, serta persyaratan yang lebih mudah untuk diambil Indonesia untuk mencari dana bantuan dari negara asing49. Selain itu, tindakan Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang dianggap tidak adil. Sebagai negara yang baru merdeka, anggapan bangsa lain mengenai suara yang diajukan oleh bangsa Indonesia tidak pernah didengarkan maupun di pertimbangkan, karena dianggap sebagai negara baru yang belum mengerti dan paham dalam 48 49 Dalam Zainuddin Djafar. Ibid. hal 73-75 Dana bantuan yang diajukan Amerika dapat berbunga hingga 10% dari total jumlah dana yang dipinjamkan dalam pengembaliannya yang akan di bayarkan Indonesia. Kemudian Inggris dapat mencapai hingga 12% dari total bunga dana bantuan atau pinjaman yang di ajukan kepada Indonesia yang harus dibayar nantinya. Lalu, Uni Soviet hanya memberikan bunga sebesar 5%. Sedangkan Cina dapat menawarkan 5-0% bunga yang harus dibayarkan Indonesia. 27 diskusi ketata negaraan secara global. Dalam status bangsa yang tidak dipandang penuh oleh PBB menjadikan Indonesia berusaha untuk mendapatkan perhatian Cina serta Uni Soviet sebagai negara kuat lainnya yang dapat mendukung dan membantu Indonesia agar dapat menaikkan harga dirinya sebagai bangsa yang berdaulat serta bermartabat di depan negara asing lainnya serta membuat suara Indonesia juga dapat di dengar dan jadi bahan pertimbangan oleh PBB dalam diskusi kenegaraan50. Memasuki tahun 1962, hubungan Indonesia-Cina semakin menunjukkan keharmonisan. Pada masa itu, Cina masih memakai kebijakan luar negri yang tertutup dan tidak banyak menjalin kerjasama dengan negara asing. Selain itu, Cina menutup diri untuk tidak bermitra dengan negara-negara yang ada di blok Barat untuk menjalankan arus pemerintahan dalam dan luar negrinya, di segala sektor pemerintah. Indonesia yang memiliki kesamaan faham yang dipakai Soekarno pada saat itu, sejalan dengan ideologi Cina yang komunisme. Dengan demikian, kedekatan yang diberikan kepada Indonesia menjadikan hal tersebut merupakan perlakuan istimewa, dengan membuka peluang untuk mempererat jalinan kerjasama ekonomi di Indonesia. Hal ini ditujukkan dengan dibangunnya proyek Games of the New Emerging Forces (GANEFO) untuk meningkatkan perekonomian negeri agar dapat memaksimalkan manfaat sumber daya alam (SDA) serta sumber daya manusia (SDM) yang ada di Indonesia langsung di bawah komando Presiden Soekarno dan Presiden mao Zedong serta PM Cina Chou Enlai51. Hubungan baik tersebut terjalin cukup singkat, hingga timbulnya gerakan pemberontakan yang di pelopori oleh partai komunis di Indonesia pada Oktober 1965, yang melibatkan pembunuhan massal oleh sebagian besar warga Indonesia yang menginginkan untuk memiliki pmiliter partai sendiri seperti yang ada di Cina (PKC). Dengan demikian, Gerakan 30 September 50 51 Dalam Zainuddin Djafar . ibid hal 81 Dalam I. Wibowo ibid. 129 28 atau lebih dikenal dengan peristiwa G 30S PKI mempengaruhi fokus Indonesia yang baru akan membangun negara yang stabil, menjadi bangsa yang terpecah menjadi beberapa kelompok maupun kesatuan. Dalam kelangsungan peristiwa pemberontakan ini, Cina dianggap membantu arus perdagangan alat utama sistem senjata (ALUTSISTA) yang di pakai PKI dalam melakukan pemberontakannya. Selain itu, Cina juga menyokong bantuan militer yang ada pada PKC untuk turut melaksanakan kegiatan pemberontakan oleh PKI. Hal ini, dilandasi masih dengan alasan kesamaan faham. Maka tindakan membantu partai komunis di Indonesia, sama dengan membantu sesama komunis serta memperluas wilayah dengan faham komunisme lainnya bagi Cina (PKC). Dengan alasan serta tuduhan yang di tujukan kepada Cina, mengenai turut campur tangan terhadap masalah dalam negeri yang ada di Indonesia di anggap terlalu mendalam dan bahkan memperburuk keadaan. Masalah, pemberontakan yang dilakukan PKI pada Indonesia membuat Cina bertindak terlalu jauh dari batas privasi kenegaraan yang ada bagi bangsa Indonesia. Maka pada saat orde lama runtuh dan di gantikan dengan orde baru di tahun 1966, Indonesia menutup Perhimpunan Persahabatan dengan Cina. Keputusan ini, dianggap tepat untuk membatasi serta memperingatkan PKC akan tindakan mereka yang sudah terlalu dalam ikut campur masalah dalam negeri bangsa Indonesia. Memasuki pergantian pemerintahan maka orde lama pun di gantikan dengan orde baru yang di pimpin oleh Jendral Soeharto sebagai pemimpin negara Indonesia yang baru. Dengan pergantian kepemimpinan ini, maka berubah pula pola hubungan kerjasama Indonesia-Cina yang dulu di prakarsai oleh Presiden Soekarno, berubah menjadi pemutusan hubungan diplomatik dengan Cina pada tahun 30 Oktober 1967 52. Dengan berlandaskan alasan tersebut, Indonesia semakin mempertegas bahwa Cina tidak dapat turut mengambil alih masalah dalam negeri sebuah negara lain untuk membantu apapun bagi kegiatan 52 I. Wibowo. (2009) , Merangkul Cina : Hubungan Indonesia-Cina, hal. 249 29 apapun yang dilakukan kelompok pemberontakan yang ada di Indonesia khususnya secara lebih mendalam dan mendominasi. B. Dinamika Hubungan Kerjasama Ekonomi Indonesia-Cina pada Era Orde Baru hingga Masa Normalisasi Hubungan Diplomatik Memasuki era orde baru (1968-1998), Indonesia menfokuskan diri kepada pembangunan infrastruktur pemerintahan. Dibawah pimpinan Presiden Soeharto, perekonomian negara pun turut beralih kepada sistem ekonomi pembangunan yang bertujuan untuk menembus pasar internasional lebih luas. Terkait hubungan dagang Indonesia-Cina yang sempat terputus karena pemasalahan politik oleh G 30 S/ PKI, belum melunturkan rasa sentimen Soeharto untuk memperbaiki jalinan kerjasama dengan Cina. Terlebih lagi, pada era ini terjadi deskriminasi kelompok yang ditujukkan kepada etnis tionghoa (Cina) yang ada di Indonesia. Kelompok tersebut, dianggap perpanjangan tangan golongan komunis di Cina untuk meluaskan daerah kekuasaannya demi mencapai kesamaan faham yakni Komunisme53. Hal ini, jelas melanggar peraturan kenegaraan yang tercantum dalam Dasa Sila Bandung bulir ke empat, lima dan enam, yakni : 4) Tidak melakukan campur tangan atau intervensi dalam persoalan dalam negeri negara lain. 5) menghormati hak setiap bangsa untuk mempertahankan diri sendiri secara sendirian maupun secara kolektif yang sesuai dengan Piagam PBB, lalu 6) a. Tidak menggunakan peraturan-peratura dan pertahanan kolektif untuk bertindak bagi kepentingan khusus dari salah satu negara-negara besar, b. Tidak melakukan campur tangan terhadap negara lain54. Dengan demikian, tindakan yang dilakukan Cina dalam membantu alat-alat militer yang di pakai PKI untuk melawan Indonesia menuju faham komunisme adalah pelanggaran besar 53 Gitosardjono, Sukamdi Sahid, (2006), Dinamika Hubungan Indonesia-TIongkok di era Kebangkitan Asia, Jakarta : Lembaga Kerjasama Ekonomi, Sosial, dan Budaya Cina. 54 Terlampir 30 yang meliputi tiga poin dalam norma ketata negaraan suatu bangsa. Dengan terputusnya hubungan diplomatik kedua negara, maka langkah yang di ambil Indonesia dalam mengalihkan persoalan tersebut ialah berfokus pada pembangunan infrastruktur negara yang tercipta dalam rencana kerja Pembangunan Lima Tahun (PELITA) di tahun 1969. Program kerja ini dibagi menjadi lima tahap, yakni PELITA I (1969-1974) bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar sandang dan pangan serta infrastruktur dengan penekanan pada bidang pertanian, yang pada saat itu, Indonesia memang kekurangan bahan pangan yakni beras sebagai makanan pokok yang dibutuhkan masyarakat. Kemudian, PELITA II (1974-1979) berfokus pada peningkatan pembangunan pulau-pulau di Jawa, Bali dan Madura melalui transmigrasi. Dimasa masa orde baru, perpecahan suku-suku merupakan masalah penting yang harus diperbaiki pasca G 30 S/PKI. Tindakan partai komunis tersebut, telah memecah belah masyarakat pribumi menjadi kelompok-kelompok pemberontak yang menghancurkan infrastruktur negara dengan skala yang besar55. Maka, dengan melakukan transmigrasi penduduk akan membantu masyarakat pribumi kembali dapat memulai kehidupan yang baru demi terciptanya masyarakat yang damai dan beragam sesuai semboyan bangsa Indonesia yakni Bhinneka Tunggan Ika yang artinya walau berbeda-beda namun tetap satu bangsa. Berlanjut hingga ke PELITA III (1979-1984) yakni bergulir pada kepentingan negara dalam menekan peningkatan industry padat karya dan ekspor. Maka, di tahap ini, Indonesia mulai memikirkan untuk memperbaiki jalinan kerjasama dengan Cina. Mengingat bahwa kebutuhan ekpor-impor memerlukan dukungan dan kerjasama kepada negara besar, serta memiliki potensi ekonomi yang cukup kuat. Maka, Indonesia memilih Cina sebagai mitra strategis dalam melancarkan kegiatan peningkatan perekonomian negeri. 55 Dalam Sokamdi Sahid Gitosardjono. Ibid. hal . 157 31 Walaupun hubungan kedua negara masih terputus, tetapi dalam prakteknya barangbarang asal Cina tetap dapat masuk ke Indonesia. Hal ini, merupakan tindakan dari jasa perantara negara ketiga. Jenis barang seperti mesin-mesin pertanian, barang-barang elektornik, dan obatobatan, diimpor melalui Singapura, serta Hongkong. Kemudian, jenis bahan kimia atau bahan baku industri farmasi diimpor melalui negara-negara Eropa Barat56. Dengan perantara negara ketiga itulah, yang menybabkan perdagangan Indonesia-Cina tetap berlangsung walaupun kedua pihak membekukan hubungan diplomatik secara bilateral. Kemudian, dari adanya ketentuan baru dari pemerintah Orde Baru seperti yang tertuang dalam SK Mendagkop RI tahun 1967, memerintahkan untuk menghentikan ekspor barang Indonesia ke Cina, sementara impor melalui negara ketiga tetap berjalan. Dengan kebijakan yang tidak seimbang tersebut, jelas menguntungkan pihak Cina secara ekonomis. Seperti pada tahun 1970-an terlihat kesenjangan neraca perdagangan antara Indonesia-Cina yang dapat dilihat dari tabel dibawah ini. Tabel Neraca Perdagangan Indonesia-Cina57 (dalam jutaan dollar AS) Tahun Ekspor Impor 1970 - 30,6 1971 - 27,6 1972 - 39,0 1973 - 48,8 56 Murkan, Munawar. (1984). Skripsi : Kemungkinan-kemungkinan Pencairan Hubungan Diplomatik IndonesiaRRC (Suatu Analisa terhadap Sikap Indonesia). Jakarta : Universita Indonesia. Kompas, 27 April 1978 57 Dalam Murkan Munawar, Ibid. Diolah dari Saw Swee Hoek, Economi Problems & Prospect in ASEAN Countries, (Singapore University Press), hal. 159, dan Biro Pusat Statistik dalam Proyek Pembinaan Kerjasama Perdagangan Luar Negri, op-cit., Bagian III 32 1974 - 113,9 1975 - 203,5 1976 - 131,8 1977 - 153,5 Dari tabel diatas, terlihat bahwa dinamika perdagangan Indonesia-Cina mengalami peningkatan-peningkatan yang signifikan. Walau tidak setiap satu tahun mengalami kenaikan angka yang tinggi, tetapi penigkatan yang besar terjadi pada tahun berikutnya. Dengan demikian, impor barang Indonesia dari Cina melalui negara ketiga jelas mengakibatkan harga barang menjadi melonjak. Maka terkait dengan hal tersebut, Indonesia mengambil kesempatan untuk memperbaiki kesenjangan tersebut dari pergantian pemerintahan Mao Zedong ke Deng Xiaoping. Pergantian pemimpin Cina, juga mempengaruhi kebijakan luar negeri bagi negara tersebut. Maka, Indonesia menginginkan pembahasan ulang yang lebih spesifik terhadap Cina mengenai hubungan bilateral kedua negara. Dengan melakukan perdagangan langsung dengan Cina, maka keuntungan yang dapat dicapai oleh Indonesia, yakni58 : Berkurangnya mata rantai perdagangan. Biaya pengapalan yang lebih murah. Dan penghematan devisa sebesar 30-40 %. Dari tindakan untuk mendekatkan diri dengan Cina dan keuntungan yang diperhitungkan untuk dapat dicapai Indonesia dengan perdagangan langsung antar kedua negara ini, merupakan bentuk reformasi baru dalam sejarah bilateral Indonesia-Cina pasca pembekuan hubungan 58 Dalam Murkan Munawar, Ibid. Diolah dari Saw Swee Hoek, Economi Problems & Prospect in ASEAN Countries, (Singapore University Press), hal. 2-3, dan Biro Pusat Statistik dalam Proyek Pembinaan Kerjasama Perdagangan Luar Negri, op-cit., Bagian III 33 diplomatik di awal era orde baru. Terkait dengan pergantian pemimpin Cina setelah Mao Zedong yang menjadikan Cina sebagai negara tertutup dalam melakukan kegiatan perekonomian negerinya. Maka, di era Deng Xiaoping, terjadi refolusi ekonomi pintu terbuka (geige kaifang) dengan membuka kembali jalur perdagangan luar negri dengan negara lainnya. Kebijakan Deng inilah yang melancarkan Indonesia dalam melakukan perbaikan hubungan dagang terhadap Cina, tanpa melihat sejarah dimasa lampau ketika kedua negara membekukan jalinan kerjasama di semua bidang. Tindakan Indonesia mendekatkan diri dengan Cina ini tidak lepas dari tujuan kenegaraan untuk memajukan perekonomian negeri secara global dan luas. Dilatar belakangi oleh kegiatan PELITA yang ketiga ini dan langkah untuk memulai normalisasi hubungan bilateral kedua negara, Indonesia mengirimkan perwakilan dari Kamar Dagang (KADIN) dibawah pimpinan Sukamdi Sahid Gitosardjono pada tanggal 29 Januari 1984, mengadakan pertemuan dengan Mentri Luar Negri (MENLU) Cina di Singapura untuk membahas hubungan dagang kedua negara. Peristiwa ini, merupakan awal mula dari jalinan bilateral yang baik antara Indonesia dengan Cina, khususnya di bidang perekonomian 59. Dari pembahasan tersebut, Cina menyetujui untuk membuka kerjasama dengan Indonesia, walau hubungan diplomatik kedua negara masih dapat dikatakan belum memasuki tahap normalisasi yang lebih signifikan. Namun, bukan rahasia lagi bahwa barang-barang dari Cina tetap membanjiri pasar di Indonesia yang menggunakan jasa perantara negara ketiga untuk mengimpor barang dari Cina ke Indonesia. Dari kegiatan tersebut, jelas merugikan konsumen dalam negri karna harga barang menjadi lebih mahal, dengan demikian pihak negara ketiga diuntungkan dengan pajak beacukai dalam negeri yang terpakai dalam pembiayaan pengiriman barang melalui jalur negara perantara. 59 Dalam Soekamdi Sahid Gitosardjono.ibid. hal. 93 34 Dengan alasan tersebut, Indonesia menginginkan partisipasi serta tanggapan yang lebih dari Cina dalam memajukan perekonomian bagi kedua negara secara bilateral. Potensi peningkatan ekonomi yang dimiliki Indonesia dengan melakukan kerjasama dengan Cina tidak ingin dilewatkan dalam mendorong perekonomian Indonesia ke tingakt yang lebih maju dan stabil. Maka, berlanjut pada 5 Juli 1985 di hotel Shari-La Singapura, dibuatlah kesepakatan hubungan dagang Indonesia-Cina60. Selama kurang lebih lima tahun setelah disepakatinya hubungan dagang kedua negara, Indonesia tetap belum menormalisasikan jalinan diplomatiknya dengan Cina, walau kerjasama dagang tetap dilakukan namun, dalam lingkup bilateral kedua negara belum menunjukkan perbaikan di bidang lainnya. Maka, pada Desember 1989 mengadakan pertemuan untuk membahas teknis-teknis normalisasi hubungan bilateral kedua negara. Kegiatan kerjasama dengan Cina ini, diharapkan untuk dapat lebih meluas ke sektorsektor pemerintahan lainnya, karena melihat bahwa Cina memiliki potensi besar dalam memajukan Indonesia kearah yang lebih baik. Letak strategis yang dimilki antara Indonesia dan Cina sangatlah bagus untuk melakukan hubungan kemitraan di sektor perekonomian. Kemudian, tujuan yang ingin dicapai Indonesia dalam kerjasama ini juga untuk menjadikan kekuatan besar ekonomi di kawasana Asia untuk dapat bersaing dengan Eropa dan Amerika. Langkah selanjutnya untuk mengawali normalisasi hubungan diplomatik dengan kedua negara, ialah Indonesia mengirim Mentri Luar Negeri RI Ali Alatas pada tanggal 3 Juli 1990 untuk mengunjungi Cina untuk memebahas dibangunnya kembali hubungan baik secara bilateral. Masih ditahun yang sama, Indonesia kembali melakukan kegiatan untuk memperjelas dan meyakinkan Cina untuk dapat saling bekerjasama dan menjalin hubunga baik dengan Indonesia. Maka pada tanggal 8 Agustus 1990 Menlu Indonesia dan Perdana Mentri (PM) Cina sepakat untuk menandatangani nota kesepahaman atau yang lebih dikenal sebagai Memorandum 60 Ibid hal 101-122 35 of Understanding (MoU) mengenai terjalinnya kembali hubungan diplomatik antara IndonesiaCina yang dahulu sempat terputus dan tak melakukan kegiatan apapun dalam waktu yang lama61. C. Langkah-langkah yang dilakukan Indonesia dalam Mempererat Kerjasama Ekonomi dengan Cina Pasca Masa Normalisasi Hubungan Diplomatik Semenjak dibukanya kembali hubungan diplomatik Indonesia-Cina, pada masa normalisasi melalui pembahasan tehnis-tehnis yang harus dilakukan kedua negara pada tahun 1989, merupakan tindakan yang dapat menetralisasi rasa sentimen atas sejarah buruk antara kedua negara. Maka, Indonesia tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk memperbaiki hubungan bilateral dengan Cina. Hal ini terbukti pada tahun 1990, kedua negara menyelenggarakan pembukaan hubungan diplomatik secara formal didepan pers dan diliput di setiap media berita pada masing-masing negara. Pada era 1990-an, perkembangan kerjasama kedua negara menunjukkan peningkatan. Di masa kepemimpinan Presiden Abdurahman Wahid, Indonesia melakukan kunjungan kenegaraan ke Cina bersama Presiden Jiang Zemin pada Desember 1999 untuk menentukan tujuan pengembangan hubungan kerjasama yang menyeluruh, stabil, dan bertentangga baik serta saling percaya dalam jangka panjang62. Selain itu, pada kunjungan tersebut, juga di resmikan bahwa Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Cina dihidupkan kembali. Dengan demikian, wadah kedua negara untuk mempererat jalinan kerjasama bilateral dapat berlangsung lebih lancar. Memasuki era 2000-an, hubungan kedua negara menujukkan peningkatan yang pesat. Diawali saat Menlu Cina Tang Jianxuan setuju untuk menandatangani penyataan berasama 61 Selama kurang lebih tiga belas tahun Indonesia-Cina mengalami pembekuan hubungan diplomatik semenjak tahun 1967 yang disebabkan oleh peristiwa G 30 S PKI. Kemudian, kembali menujukkan perbaikan pada tahun 1980-an yang diawali dengan kunjungan KADIN Indonesia ke Cina dalam membahas hubungan dagang kedua negara. 62 Dalam Zainuddin Djafar. Ibid. hal 78 36 tentang pengarahan kerjasama bila teral dalam jangka panjang dengan Menlu Indonesia Alwi Shihab. Dalam penyataan ini, kedua negara sepakat untuk mengembangkan kerjasama dalam sektor perekonomian secara lebih mendalam. Cina mulai yakin bahwa Indonesia merupakan mitra strategis dalam pengembangan perekonomian internasional negara. Maka, dengan berhubungan baik kepada Indonesia, merupakan tindakan yang akan turut menguntungkan Cina dalam peningkatan perekonomian negara. pada era ini, kunjungan pada tingkat Kepala Pemerintahan dilakukan oleh PM Zhu Rongji ke Indonesia, pada tanggal 7-9 November 2001 yang menghasilkan penandatanganan lima persetujuan yaitu, MoU Kerjasama Pertanian, Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B), Persetujuan Kebudayaan, Persetujuan mengenai Pengaturan Kunjungan Wisatawan Indonesia-Cina, dan Persetujuan Pemberian Hibah sebesar 40 juta Yuan63. Langkah selanjutnya, diteruskan oleh Presiden RI Megawati Soekarnoputri pada bulan Maret 2002 dalam melakukan kunjungan balasan ke Cina dan menandatangani Exchange of Notes yang menyangkut hal pembukaan Konsulat Jenderal Indonesia di Cina dan sebaliknya, sepakat untuk menandatangani Nota Kesepahaman yang berkenaan dengan kerjasama ekonomi dan teknik, kemudian MoU pembentukan Forum Energi Indonesia-Cina mengenai kerjasama di sektor energi dan MoU Kerjasama Ekonomi dan Teknik dalam Proyek Jembatan64, Jalan Tol serta proyek infrastuktur lainnya. Dilatar belakangi oleh hal tersebut, maka pada tahun 2002 Indonesia mengambil langkah untuk mendirikan wadah yang dapat mendekatkan hubungan bilateral kedua negara dan ditujukkan agar pengembangan kemitraan dagang dapat berlangsung lebih erat. Dengan demikian, pada 6 Juni 2002 dibuatlah Dewan Bisnis Indonesia-Cina atau lebih dikenal dengan nama Indonesia-China Bussiness Council (ICBC). Wadah ini, diperuntukkan 63 64 Dalam Soekamdi Sahid Gitosardjono. Ibid. bagian 2 Rencana pembuatan Jembatan utama yang menyambungkan Surabaya hingga Madura mulai tercetus. Namun, pembangunan proyek ini dimulai pada tahun 2008. 37 sebagai perantara antara pengusaha Indonesia dan Cina atau Asing dapat saling berbagi ilmu dalam menjalani konsep dagang sebaik-baiknya. Selain itu, dapat menjadikan temapt untuk berkonsultasi dalam pengembangan usaha yang ada di dalam negeri Indonesia maupun sebaliknya. Hal ini, mendorong Cina untuk semakin yakin dalam mempererat hubungan ekonomi dengan Indonesia, sebagai mitra strategis perdagangan bilateral bagi kedua negara. Terhitung dari tahun 2002 hingga memasuki tahun 2003, kerjasama antara kedua negara ini semakin menujukkan peningkatan hubungan kemitraan. Dapat dilihat dari neraca perdagangan antara Cina dan Indonesia selama jangka waktu satu tahun tersebut, mengalami surplus yang cukup signifikan bagi Indonesia, baik untuk perdagangan migas maupun nonmigas, yakni pada tahun 2002 mencapai US$ 1,07 milyar. Kemudian, Surplus selanjutnya juga di alami Indonesia pada bulan Januari-November 2003, yakni mencapai nilai US$ 1,29 milyar. Disisi lain, Surplus perdaganan non-migas juga meningkat dengan mencapai angka nilai US$ 2.050,34 juta. Hal ini menandakan bahwa produk non-migas Indonesia yang masuk pasar Cina tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan produk non-migas Cina yang masuk pasar Indonesia65. Dalam jangka tiga tahun yakni dimulai pada tahun 2000 hingga 2002, membuktikan peningkatan yang pesat. Terlebih dalam hubungan investasi langsung timbal balik Indonesia-Cina. Diawali pada tahun 2000, nilai aktual investasi Indonesia di Cina sebesar US$ 146,94 juta dengan 60 proyek, kemudian berlanjut pada tahun 2001 nilai aktual investasi meningkat menjadi US$ 159,64 juta dengan 82 proyek dan pada tahun 2002 nilai aktual investasi mencapai US$ 14,12 milyar dengan jumlah proyek sebanyak 94 buah. 65 Anjaiah, Veermalla and Ary Hermawan. 2009. “RI, China relations take a new turn”. The Jakarta Post, Oktober 01. 38 Berlandaskan dari hal tersebut, PM Cina Wen Jiabao turut menghadiri Konfrensi Tingkat Tinggi (KTT) antara Tiongkok dan ASEAN yang ketujuh, di Bali (2003). Pada Konfrensi tersebut, Cina secara resmi menyatakan untuk turut berpartisipasi dalam Perjanjian Persahabatan dan Kerjasama di Kawasan Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Hal ini, memperjelas bahwa hubungan kedua negara telah melewati masa normalisasi dan beralih kepada tahap yang lebih baik. Selain itu, terlihat bahwa kedua negara juga telah menghilangkan paradigma yang membangun tembok pemisah antara Indonesia-Cina, terkait peristiwa G 30 S/PKI. Bertolak dari pernyataan Cina tersebut, maka mencetuskan pula rencana untuk membentuk Deklarasi Bersama Kemitraan Strategis Indonesia-Cina yang bertujuan untuk fokus terhadap pembangunan politik serta peningkatan ekonomi di setiap negara. Dengan semakin membaiknya hubungan kedua tersebut, maka Indonesia memiliki kesempatan yang lebih besar untuk mengembangkan potensi perekonomian negara dengan mempererat hubungan dagang langsung dengan Cina. Pada tahun 2004, tercetus untuk mendirikan Think Tank yang khusus dibentuk untuk melancarkan kegiatan perdagangan antara Indonesia-Cina secara bilateral. Maka, pada 1 Juli 2004, Kadin Indonesia Komite Tiongkok66 (KIKT) dibentuk, dibawah Kadin Indonesia Bidang Kerjasama Perdagangan internasional yang dipimpin oleh John A. Prasetyo dan dan diketuai Kiki Barki sebagai ketuan KIKT untuk periode 2004-2009 . Dari pembentukan komite tersebut, menghasilkan kesepakatan untuk penurunan modalitas tarif program panen awal atau Early Harvest Programme (EHP). Tercatat dari tahun 2004 hingga 2006, tarif yang di ajukan dari jalur perdagangan kedua negara mengalami penurunan yang signifikan. Dapat dilihat dari tabel dibawah ini. 66 Sebelumnya bernama Komite Indonesia-Cina, namun beberapa kalangan pengusaha China merasa keberatan dengan sebutan Cina dan memilih nama Tiongkok, sehingga dibentuk KIKT. 39 Kategori Produk Tingkat rata-rata MFN yang berlaku 1 Jan 2004 Tingkat rata-rata tariff 1 Jan 2005 1 Jan 2006 10% 5% 0% 5% 0% 0% 0% 0% 0% 1 2 3 5% < X < 15% X < 5% Ketetapan penurunan tarif tersebut tercantum dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 355/KMK.01/2004 mengenai Ketentuan Tarif Impor atas EHP-ACFTA, dan Keputusan Menteri Keuangan No. 356/KMK.01/2004 yang diresmikan pada 21 Juli 200467. EHP bilateral dengan Cina ini, menyatakan kesepakatan perdagangan bebas tidak hanya akan dilaksanakan dalam lingkup Indonesia-Cina, tetapi kedua pihak juga sepakat untuk meliberalisasikan tarif terhadap produk-produk tertentu guna mempercepat proses liberalisasi keseluruhan kedua negara68. Selain itu, adapun data yang keluarkan oleh badan Pusat Statistik (BPS), terlihat peningkatan yang dialami Indonesia dengan terjalinnya hubungan dagang bilateral kepada Cina dari grafik di bawah ini69. Grafik Perdagangan Bilateral Indonesia-Cina Tahun 2004-2008 (dalam satuan jutaan dollar AS) 30 25 20 Ekspor 15 Impor 10 Total Perdagangan 5 0 2004 2005 2006 2007 67 2008 Pambudi, Daniel dan Alexander C. Candra. (2006). Garuda Terbelit Naga: Dampak Kesepakatan Perdagangan Bebas ASEAN-CHINA terhadap perekonomian di Indonesia. Jakarta : Institute for Global Justice. Hal 58 68 Dalam Daniel Pambudi dan Alexander C. Candra. Ibid hal 58-59 69 Dikutip dari sumber data : Arsip Kementrian Perdagangan RI tahun 2010. 40 Dari peningkatan perdagangan bilateral kedua negara tersebut, telihat bahwa langkahlangkah yang diambil Indonesia untuk mengembangkan potensi perekonomian yang ada di dalam negeri dapat memberikan keuntungan yang signifikan untuk melakukan perdagangan langsung dengan Cina. Dengan menjalin hubungan baik, maka membuka peluang bagi Indonesia untuk mengembangkan peluang menembus pasar internasional. Kerjasama kemitraan ini, menjadikan Indonesia semakin tertantang untuk meneruskan serta meningkatkan hubungan perekonomian dengan Cina sebagai negara pendorong yang akan membantu Indonesia menjadi negara yang lebih stabil dari sektor perekonomiannya. Selain itu, Cina juga memandang Indonesia sebagai negara yang berpotensial untuk mengembangkan serta memajukan perekonomian di kawasan Asia Tenggara. Dari MoU yang disepakati dalam Deklarasi Kemitraan Strategis pada tahun 2005 tersebut menghasilkan peningkatan yang signifikan, walaupun tidak selalu mencapai kenaikan jumlah investasi yang ditanamkan investor Cina di Indonesia, tetapi kenaikan jumlah proyek dan nilai yang ditanamkan meningkat lebih dari 100% pada tahun berikutnya. Hal ini, sebagai bentuk dorongan untuk menstabilkan keadaan fluktuasi yang dialami kedua negara disebabkan oleh bebrbagai faktor politik juga ekonomi di setiap negara. Terhitung dari tahun 2006, Indonesia mencapai peningkatan perdagangan hingga tahun 2007. Namun, memasuki tahun 2008, fluktuasi dalam neraca investasi yang ditanamkan investor Cina ke Indonesia mulai dirasakan kedua negara. Diawali dari bencana alam di kawasan pegunungan Tibet, Provisnsi Qinghai. Menyebabkan krisis ekonomi di Cina dengan penggalangan dana untuk membantu korban bencana tersebut, maka jumlah investasi yang masuk ke Indonesia menurun menjadi 65,5 persen ditahun 2009. Namun, hal tersebut tidak berlangsung lama yakni pada tahun 2010 jumlah nilai investasi meningkat tinggi mencapai 173,6 persen. Angka tersebut sebagai bukti untuk 41 menggantikan penurunan angka yang di dapat Indonesia di tahun sebelumnya. Grafik investasi tersebut dapat dilihat dari tabel di bawah ini70. Investasi Cina di Indonesia Tahun 2006-2010 Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 Nilai Investasi (dalam juta dollar AS) 31,5 28,9 139,6 65,5 173,6 Jumlah Proyek 11 22 27 37 113 Dari neraca tersebut, terbukti bahwa Deklarasi Kemitraan Strategis Indonesia-Cina periode 2005-2010 mengalami kesuksesan. Indonesia mencapai keuntungan dari MoU tersebut dalam pengembangan sektor perekonomian negara. Selain itu, Cina juga sependapat bahwa dengan terjalinnya hubungan bilateral perdagangan langsung Indonesia-Cina akan semakin meningkatkan volume perdagangan internasional di setiap negara. Kegiatan ini, mendorong pengusaha lokal untuk turut membantu dalam memajukan kestabilan ekonomi pemerintahan negara. Kemudian, industry lokal dapat lebih tertantagn untuk berkompetisi dengan negara lainnya agar mampu bersaing pada pasar domestic maupun internasional. Dari keberhasilan yang dicapai melalui Deklarasi periode ini, maka kedua negara sepakat untuk melanjutkan kembali kerjasama perdagangan bilateral kedua negara pada perpanjangan periode menjadi 2010-2015. Dengan kelanjutan deklarasi tersebut, mendorong Indonesia untuk melakukan upayaupaya yang dapat mendorong kemajuan sektor ekonomi negara melalui hubungan dagang 70 Dikutip dari sumber data Arsip Kementrian Perdagangan RI tahun 2011 42 dengan Cina. Maka, adapun faktor-faktor yang mempengaruhi untuk melanjutkan perjanjian tersebut turut berdampak pada kemajuan dan keeratan hubungan bilateral kedua negara pada tingkat yang lebih mendalam. Pada deklarasi kemitraan di periode 2010-2015 ini, Indonesia mengupayakan untuk memajukan infrastruktur negara lebih meluas dan fokus terhadap peningkatan ekonomi Indonesia yang sekarang sedang memasuki tahap pengembangan Investasi Asing yang ditanamkan negara lain, demi mencapai kestabilan ekonomi negara dan terhindar dari pengaruh krisis global saat ini. Dengan demikian, upaya-upaya peningkatan hubungan ekonomi Indonesia-Cina membutuhkan analisa yang lebih mendalam mengenai pengembangan perekonomian dalam dan luar negri bangsa Indonesia, serta faktor-faktor yang mempengaruhi untuk terus menjalin kerjasama dagang dengan Cina melalui Deklarasi kemitraan Strategis di periode selanjutnnya. 43 BAB III ANALISIS DAMPAK PENINGKATAN EKONOMI INDONESIA MELALUI DEKLARASI KEMITRAAN STRATEGIS DENGAN CINA TAHUN 2005-2011 A. Faktor Eksternal dan Internal yang Mempengaruhi Peningkatan Kerjasama Ekonomi Bilateral Indonesia-Cina Tahun 2005-2011 Pentingya hubungan kerjasama ekonomi yang dilakukan Indonesia dengan Cina, merupakan tindakan pemerintah yang berperan penting dalam peningkatan perekonomian dalam negri. Dengan dibukanya jalur diplomasi dengan menggunakan jalur dagang bilateral antar kedua negara, memudahkan akses perdagangan internasional Indonesia untuk dapat lebih meluas. Selain itu, ada tiga alasan mengapa hubungan kerjasama Indonesia-Cina menjadi faktor vital dalam peningkatan perekonomian dalam negeri, yakni : Pertama, pola multilateral yang sudah berkembang di duni internasional untuk penanganan masalah dalam negerinya. Kedua, interpendensi antar sesame negara. lalu yang ketiga adalah pola integrasi yang dapat mempengaruhi struktur perekonomian, politik, sosoal, dan pertahanan yang ada pada suatu negara71. Dari hal diatas, maka menimbulkan tantang baru bagi Indoesia untuk terus mempertahankan keseimbangan pemerintahannya. Dengan demikian, dibutuhkan pula poros baru untuk dapat memenuhi tuntutan masyarakat yang kian beragam. Oleh sebab itu, kerjasama strategis merupakan sebuah kebijakan yang menciptakan perubahan baru untuk menjaga stabilitas pemerintahan di Indonesia. Dipilihnya Cina sebagai salah satu negara yang tepat untuk 71 Dari hasil wawancara dengan Kasubdit Ekubang II Direktorat Asia Timur dan Pasifik, Kementrian Luar Negri RI. Bapak Gudadi. B Sasongko. * terlampir 44 dijadikan sebagai rekan kerjasama yang strategis, ialah salah satu faktor yang meyakinkan Indonesia dalam membuat jalur dagang secara bilateral. Kemudian, berikut ini adalah penjelasan faktor-faktor yang mempengaruhi Indonesia dalam mempertimbangkan Cina sebagai mitra strategis, dan sebaliknya : A.1 Faktor-faktor Dalam Negeri Indonesia Setelah membahas sekilas sejarah hubungan diplomatik dari masa Orde Lama hingga masa Normalisasi mengenai tahap-tahap kerjasama ekonomi kedua negara, serta dinamika kemitraan dagang Indonesia-Cina dengan berbagai masalah yang dihadapinya. Dalam bab ini, akan dilanjutkan dengan pembahasan faktor-faktor yang mempengaruhi kedua negara dalam terus melangsungkan kerjasama bilateral untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya di bidang ekonomi. Faktor-faktor yang mempengaruhi Indonesia-Cina untuk saling membangun hubungan baik khususnya dalam kerjasama dagang, telah dikelompokkan atas faktor eksternal dan faktor internal. Di awali dengan faktor internal yang ada di dalam negeri, Indonesia memiliki alasan tersendiri untuk memilih Cina menjadi mitra strategis dagangnya untuk jalur bilateral. Keinginan Indonesia untuk menjadi pemain utama dalam hal menentukan “the specific design” dari pola perdagangan kedua negara cukup beralasan. Hal tersebut mengingat ketergantungan Cina terhadap impor migas Indonesia cukup besar. Hampir 60% produk Indonesia di kirim ke Cina untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri negara tersebut, seperti minyak kelapa sawit, biji karet, biji besi, rotan, dan beberapa bahan mentah lainnya72. Walau demikian, hal tersebut belum digunakan sebagai leverage atau daya tarik yang dapat mempengaruhi Cina agar dapat 72 Pambudi, Daniel dan Alexander C. Chandra. (2006). Garuda Terbelit Naga : Dampak Kesepakatan Perdagangan Bebas Bilateral ASEAN-Cina Terhadap perekonomian Indonesia. Jakarta : Institute for Global Justice. Hal 177 45 memerhatikan kepentingan Indonesia secara lebih mendalam dibandingkan dengan kepentingan mitra dagangnya yang lain73. Karena tujuan utama yang dibutuhkan Indonesia dalam menjalin kerjasama ini adalah untuk memberikan pencitraan terhadap Cina perkembangan perekonomian yang ada di Indonesia patut diperhitungkan serta di tindak lanjuti lebih specific. Maka, dengan adanya kerjasama bilateral ini, dapat memperjelas fokus yang ingin dituju untuk terus dikembangkan serta di tingkatkan. Di bawah ini merupakan faktor-faktor yang mendorong Indonesia untuk mempererat hubungan dagang secara bilateral dengan Cina, ialah : 1. Geografis Letak Indonesia telah diketahui secara luas oleh dunia karena memiliki letak geografis yang sangat strategis untuk melakukan jalur perdagangan baik dari lintas darat, udara dan lebih sering di gunakan ialah dengan jalur lautnya. Posisi samudra pasifik yang efisien, mempermudah Indonesia untuk tersambung dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya memudahkan jalur perdagangan luar negeri. Selain itu, jalur yang melintasi samudra hindia yang menghubungkan Indonesia dengan kawasan Asia Timur menjadi lebih kondusif. Dengan demikian, rute perdagangan dunia sejak awal telah didominasi oleh jalur laut untuk melakukan transaksi jualbeli antar negara baik luar maupun dalam negeri. Maka dengan demikian, Indonesia merupakan bangsa yang beruntung karena dari 100% rute yang harus dilalui setiap negara, 40% dari jalur dagang tersebut harus melalui pulau Indonesia untuk dapat mencapai negara tujuan yang diinginkan sebuah negara dalam transaksi perdagangannya. Dapat dilihat dari peta perdagangan dunia yang ada dibawah ini. 73 Zainuddin Djafar dalam I.Wibowo. (2009). Merangkul Cina : Hubungan Indonesia-Cina : Diperlukan Redesigning yang baru. Jakarta : P.T Gramedia Pustaka Utama. hal.73 46 Sumber : Data statistik Kementrian Perdagangan RI 2010 ; Peta perdagangan dunia Dari peta di atas, terlihat bahwa jalur dari Los Angeles (Long Beach), New York, Rotherdam, dan Dubai menuju negara kawasan Asia serta Australia harus melewati daerah teritorial Indonesia untuk meneruskan rute perdagangannya. Tujuan utama yang sering menjadi pelabuhan terakhir dari negara-negara Eropa dan Amerika ialah Singapura, Hongkong, Shanghai, Tokyo, Yokohama, serta Sydney dan Melbourn diharuskan melewati pelabuhan Jakarta (Tanjung Priok) dalam rute perdagangannya. Selain itu, jelas terlihat bahwa 90% perdagangan internasional menggunakan jasa pengiriman melalui jalur laut. Maka, Indonesia sangat diuntungkan dengan posisi kawasan yang strategis untuk dilalui berbagai negara sebagai penyambung jalur perdagangan internasional. 47 2. Faktor kesamaan Yang dimaksud dengan kesamaan ini, ialah kedua negara sama-sama memiliki jumlah penduduk yang banyak. Penduduk di Indonesia, sebanyak 250 juta jiwa dan Cina berpenduduk sekitar 1,5 juta jiwa. Kesamaan inilah yang membuat kedua tersebut menjadi dua kekuatan besar di kawasan Asia, dan memiliki pengaruh besar dalam pergerakan pemerintahan bagi negaranegara Asia lainnya. Kemudian, kedua negara juga sama-sama berstatus negara berkembang. Maka, dengan kesamaan status tersebut menjadi suatu alasan kuat dalam mendorong keinginan Indonesia dan Cina untuk terus mengembangkan potensi bagi setiap negara, agar dapat menjadi sebuah negara yang maju. Dengan demikian, besarnya jumlah penduduk, menjadikan modal awal untuk memanfaatkan sumber daya manusia dengan lebih maksimal. Hal ini pula yang membuat Indonesia dan Cina semakin yakin bahwa kerjasama kemitraan ini dapat menciptakan terobosan baru dalam jalur dagang secara bilateral. 3. Politik Ekonomi Dalam Negeri Indonesia Mengingat Indonesia dan Cina telah sepakat dalam penandatanganan MoU kemitraan strategis di tahun 2005 yang berisikan kesepakatan untuk saling bekerjasama pada bidang Ekonomi-Pembangunan, Politik-Keamanan, serta Sosial-Budaya74. Indonesia memiliki perhatian khusus dari Cina untuk melakukan interaksi-interaksi yang berkaitan dengan perbincangan dalam membahas masalah ekonomi kedua negara secara lebih dekat dan bersahabat. Selain itu, alasan mengapa Cina merupakan negara yang strategis untuk mejalankan misi ini ialah, negara tersebut adalah sumber kekuatan dunai yang baru selain Amerika dan Eropa. Lebih dari itu, Cina berada di kawasan Asia. Walaupun masih berstatus negara berkembang, tetapi negara ini sudah menjadi salah satu negara penentu dan memiliki pengaruh yang besar dalam pergerakan infrastruktur 74 Terlampir 48 dunia, khususnya dibidang perekonomian75. Berdasarkan alasan tersebut, pada Oktober 2006, Indonesia melakukan kunjungan ke Guilin, Beijing dalam rangka pembahasan yang lebih menekankan mengenai peningkatan perdagangan Indonesia-Cina untuk dapat saling menguntungkan satu sama lain. Tidak hanya dalam kerangka ASEAN-Cina tetapi dapat menciptakan suatu hubungan dagang antara Indonesia-Cina dalam melakukan kerjasama ekonomi di bidang investasi, ekspor dan impor. Dari kunjungan tersebut, menghasilkan peningkatan neraca perdagangan Indonesia sebesar AS$30 milyar dalam kurun waktu empat tahun hingga Maret 201076. Selain itu, terbukti sejak disetujuinya kesepakatan kerjasama strategis Indonesia-Cina di tahun 2005, neraca perdagangan Indonesia di bidang investasi asing mencapai 12,5M terus meningkat hingga 51,5M pada akhir 201177. Berikut adalah tabel peningkatan yang dialami Indonesia pada neraca perdagangan di sektor ekspor-impor ke negara mitra lainnya. 75 Dalam wawancara denga bapak Gudadi Dalam Zainuddin Djafar. ibid hal. 75-76 77 Dalam wawancara dengan Bapak Gudadi . Ibid 76 49 Dari tabel di atas, total ekspor dan impor dari tahun 2009 hingga 2010 mencapai nilai yang sangat pesat. Walau dilihat secara bilateral Indonesia-Cina, menunjukkan lebih besar impor daripada ekpor. Namun, siklus ekuilibrioum antar kedua negara menghasilkan peningkatan yang paling signifikan dari negara-negara lain. Maka, dengan demikian dapat menaikkan neraca perdagangan Indonesia untuk kestabilan ekonomi dalam negeri. Dari meningkatnya dan lebih signifikan angka yang diberikan Cina terhadap Indonesia, semakin meyakinkan hubungan bilateral kedua negara dapat dijalankan kerjasama di sektor ekonomi dengan lebih luas lagi. Selain itu, faktor lain yang mendorong Indonesia untuk melakukan kerjasama dengan Cina dalam kerangka bilateral, yakni terkait potensi besar pada produk minyak goreng atau Crude Palm Oil (CPO) yang dianggap belum mencapai ekspor yang optimal ke Cina. CPO merupakan bahan utama yang diperlukan Cina dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi negaranya. Potensi inilah yang di gunakan Indonesia untuk dapat menjadi pengekspor utama. Namun, kendala yang dihadapi ialah adanya kompetisi dalam negara sesama anggota ASEAN lainnya yang juga menjadi pengekspor CPO ke Cina, seperti Malaysia dan Thailaind adalah pesaing yang berat untuk dihadapi Indonesia. Maka, dengan adanya jalur bilateral kedua negara akan dapat mempermudah dalam melancarkan kelangsungan perdagangan Indonesia-Cina yang tidak menyangkut pautkan dengan negara-negara pesaing lainnya khususnya di kawasan ASEAN. Kemudian, peningkatan pula terlihat dari jumlah turis yang datang ke Indonesia turut meningkat dari 250 ribu pendatang di tahun 2008, menajdi 750 ribu pada tahun 2011. Dengan terus meningkatnya turis Cina yang berkunjung ke Indonesia, turut meningkatkan devisa negara yang juga berpengaruh dalam sistem perekonomian dalam negeri. Hal ini juga merupakan faktor 50 politik ekonomi yang penting bagi Indonesia untuk terus bekerjasama dengan Cina dalam meningkatkan perekonomian negaranya78. Dengan demikian, hal tersebut menujukkan bahwa bantuan Cina tidak hanya menjadi wacana secara domestik, tetapi juga kedua negara harus mempersiapkan diri dalam menghadapi interaksi perdagangan yang bukan saja mengandalkan satu interkasi yaitu timbal balik, namun dapat beragam dan bersifat intensif dalam pola hubungan dagang tersebut79. Kemudian, alasan lain dalam memperkuat Indonesia untuk lebih meningkatkan potensi ekonomi yang dibawa Cina ke kawasan Asia Tenggara yakni, dengan adanya peristiwa krisis global yang dialami oleh Amerika dan Eropa di tahun 2008 sangat berdampak pada dunia bagian Asia, namun Cina di masa itu mampu bertahan dan bahkan bangkit menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat dan besar. Hal ini, dapat dilihat bahwa Indonesia sebagai potensi yang dapat diambil pelajaran bagi ekonomi dalam negeri untuk dapat tetap bertahan dalam kendala krisis yang akan menimpa perekonomian dunia. Melihat jumlah penduduk yang dimiliki Cina jauh lebih banyak dari Indonesia, maka jelas bahwa pengoptimalan sumber daya manusia dalam hal ini sangat dibutuhkan serta sumber daya alam yang ada pada negara sudah semestinya dibudi dayakan semaksimal mungkin sebagai landasan untuk menjadi negara kuat dengan pertumbuhan ekonomi yang besar. Kemudian, selain alasan tersebut Indonesia juga memiliki negara kuat untuk mendukung kesulitan ekonomi dalam negeri apabila terjadi dampak krisis global tersebut terulang kembali. Maka, dengan adanya hubungan dagang bilateral secara langsung, akan sangat membantu Indonesia untuk tetap bangkit di tengah masalah ekonomi global. Jadi Cina dapat diperuntukkan sebagai negara investor utama 78 79 Dalam wawancara dengan Bapak Gudadi. Dalam Zainuddin Djafar. Ibid . hal 83 51 yang turut membantu peningkatan ekonomi domestik maupun internasional yang ada di Indonesia. A.2 Faktor-faktor Luar Negeri Indonesia Yang dimaksud dengan faktor eksternal merupakan sebab-sebab yang dapat ditimbulkan di luar pihak Indonesia terhadap kelancaran hubungan dagang dengan Cina, sedangkan faktor internal dimaksudkan untuk alasan-alasan yang ada pada Indonesia untuk terus melakukan kemitraan ekonomi dengan Cina walaupun kedua negara sempat mengalami dinamika sejarah yang cukup kuat dalam mempengaruhi kelangsungan hubungan bilateral antara Indonesia dan Cina. a. Dukungan dari ASEAN Selain faktor internal yang di latar belakangi oleh Indonesia dalam menjalin hubungan dengan Cina, terdapat pula faktor eksternal yang muncul dari negara luar dalam mempengaruhi Indonesia untuk meningkatkan hubungan ekonomi kedua negara secara bilateral. Terwujudnya Deklarasi Kemitraan Strategis Indonesia-Cina di tahun 2005-2011 tidak terlepas dari dorongan serta dukungan dari negara anggota ASEAN lainnya, seperti Myanmar, Thailand, dan Vietnam. Dari ketiga negara tersebut, memandang Indonesia sebagai tolak ukur kemajuan Asia Tenggara dalam bidang ekonomi karena letak geografis yang sangat luas serta beragam, membuat Indonesia menjadi salah satu negara besar di dunia dengan daerah kawasan terluas80. Kemudian, dari segi pandang Cina, juga memiliki pencapaian tersendiri dalam terus meningkatkan hubungan dagang bilateral dengan Indonesia. 80 Dalam Daniel Pambudi dan Alexander C. Chandra, ibid : Bagian II, hal. 13 52 Sumber : Arsip Kementrian Luar Negri RI tahun 2012 ; Jalur Strategis Perdagangan Internasional ASEAN Dilihat dari peta jalur dagang untuk kawasan Asia Pasifik diatas, menunjukkan bahwa Indonesia menjadi pusat dari jalur perdagangan ke Cina dan begitupun sebaliknya. Selain itu, rute yang dilalui untuk dapat mencapai Myanmar, dan Vietnam harus melewati Indonesia sebagai perantara jalur transaksi perdagangan lintas negara. Maka, negara-negara yang melewati Indonesia untuk dapat melakukan perdangan dengan Cina, mendukung kerjasama bilateral yang dilakukan oleh kedua negara dengan diciptakannya Deklarasi Kemitraan Strategis yang diawali pada tahun 2005. Dari hubungan bilateral tersebut, negara-negara yang menjadi pihak ketiga dari jalur perdangan tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan tarif pajak pengiriman yang lebih murah. Dengan demikian, perkembangan ekonomi di kawasan Asia Tenggara yang masuk dalam negara anggota ASEAN dapat lebih meningkatkan neraca perdagangan masing-masing negara dengan maksimal. 53 b. Hubungan ASEAN dan Cina Kemudian, faktor pendorong terbentuknya kerjasama bilateral kedua negara tersebut yakni adanya keinginan negara-negara ASEAN lainnya untuk mewujudkan serta menaruh kekuatan ekonomi terbesar berasal di kawasan Asia dan siap menyaingi bahkan melawan Amerika dan Eropa pada peningkatan volume perdagangan dunia. Dengan bersatunya Cina dan Indonesia menjadi mitra dagang untuk membantu negara-negara berkembang di dalam anggota ASEAN menjadi negara yang memiliki backup perekonomian yang berpotensi untuk dampak krisis global yang akan melanda dunia khususnya Asia. Maka, dengan dorongan tersebut membuat Indonesia juga berpendapat yang sama untuk menaiki tingkat neraca perdagangan domestik ke jalur global. Dari beberapa faktor pendorong dalam terbentuknya kerjasama bilateral Indonesia-Cina untuk meningkatkan ekonomi bagi masing-masing negara, ASEAN juga dapat diuntungkan dengan jalur bilateral tersebut karena berpendapat bahwa apabila dua negara besar bersatu maka kemungkinan untuk menjadi negara yang kuat dapat di pegang oleh kawasan Asia ke dalam tingkat yang lebih maju. Walau demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa kedua negara juga memiliki agenda masing-masing untuk turut meningkatkan hubungan kerjasama dibidang ekonomi. Baik Indonesia yang menginginkan adanya mitra strategis untuk membantu mengembangkan perekonomian dalam negeri dari bantuan investor asing untuk menanamkan modalnya di perusahaan lokal demi menembus pasar internasional. Kemudian Cina juga tidak jauh berbeda dalam memutuskan kebijakan untuk menjalin kerjasama bilateral, yakni adanya potensi besar yang dimiliki Indonesia baik SDM serta SDA yang tersedia dapat memacu peningkatan ekonomi dalam dan luar negri kedua negara. Maka dengan bantuan Cina serta 54 pelatihan yang dapat diberikan, untuk memberikan pelajaran bagi Indonesia dalam mengatur modal utama yang ada menjadi potensi besar untuk bersaing dalam dunia internasional. c. Politik Ekonomi Cina Selanjutnya, Cina juga memiliki alasan tersendiri untuk menjaga jalur dagang dengan Indonesia melalui kerjasama ekonomi secara bilateral ini. Karena, potensi yang dapat dihasilkan dari jalur khusus terhadap Indonesia dengan Cina, adalah sebuah awal yang dapat menyatukan dua negara besar di kawasan Asia menjadi satu kekuatan yang dapat bersaing dengan kekuatan Amerika dan kawasana Eropa. Dengan terciptanya kerjasama bilateral ini, akan memudahkan kedua negara untuk meningkatkan secara maksimal perkembangan ekonomi setiap negara untuk mencapai kepentingan nasional masing-masing pihak dalam melakukan perdagangan yang akan menguntungkan bagi kedua negara. Maka, tidak hanya Indonesia yang membutuhkan Cina dalam hal ini, tetapi juga sebaliknya bahwa perjanjian kemitraan strategis perdagangan bilateral tersebut ialah sebuah simbiosis mutualisme yang akan saling membutuhkan serta saling menguntungkan bagi setiap pihak. Walau hal tersebut, tidak jauh berbeda dari tujuan dan alasan Indonesia membangun kerjasama bilateral. Tetapi ada perbedaan yang membuat Cina semakin yakin untuk mempertahankan tindakan kerjasama ini. Yakni, Indonesia adalah negara yang paling banyak dilalui dalam rute perdagangan internasional lintas laut. Kawasana teritorial yang dimilikinya, merupakan jalur-jalur strategis dalam pertukarang barang dagang yang juga di tuju oleh Cina untuk mejual produk-produk dalam negeri di skala internasional. Seperti contohnya, rantai perdagangan minyak yang di tempuh Cina untuk menyalurkan dan menerima pasokan minyak untuk kebutuhan dalam negerinya. Tiga titik selat yang dapat menjembatani arus perdagangan antara Cina dan negara di kawasan lainnya, ialah terdapat di 55 Indonesia. Ketiga titik transit perdangannya tersebut, merupakan selat penting bagi arus perdangangan minyak dunia. hal tersebut dapat terlihat dari bukti peta jalur pengiriman internasional dibawah ini : Sumber : Arsip Kementrian Luar Negeri RI ; BPPK ASPASAF 2012 Pada peta tersebut, menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara yang memiiki tract laut dalam rute strategis untuk perdagangan minyak ke Cina. Jalur tersebut ialah titik penting bagi Cina untuk mengembangkan serta memperluas daerah kawasan pemasok minyak bagi dalam negeri agar kebutuhanpun terpenuhi. Dengan demikian, kerjasama bilateral ini, sangat membantu Cina dalam melancarkan transaksi perdagangan lintas negaranya. Tiga selat strategis, jelas terletak di kawasan Indonesia, yakni selat malaka yang menyatukan jalur dagang ke Singapura, lalu selat sunda sebagai jalur khusus lintas samudra hindia untuk menuju rute kawasana Eropa, kemudian selat lombok dipakai untuk persilangan jalur dari Eropa ke Australia 56 maupun sebaliknya serta dapat juga menuju ke kawasan Amerika yang turut dilalui dari selat malaka. Selain itu, Indonesia juga diuntungkan dengan kemudahan tarif pengiriman barang yang lebih ringan. Dengan demikian, kerjasama strategis secara bilaretal merupakan langkah efektif untuk menguntungkan kedua negara demi mencapai kepentingan nasional masing-masing pihak melalui hubungan dagang. Karena dampak dari hubungan tersebut dapat memperlancar rute-rute yang dipakai Indonesia dan Cina untuk memperluas serta mempermudah akses perdagangan internasional kedua negara. Keuntungan jalur inilah yang di pertahankan sebagai latar belakang deklarasi kemitraan strategis dalam meningkatkan perekonomian di Indonesia maupun Cina. Bertolak pada hal tersebut, maka terciptanya MoU yang menyepakati kerjasama pada beberapa aspek pemerintahan, karena kesepakatan tersebut juga bukti resmi kedua belah pihak kepada dunia bahwa hubungan dagang bilateral ini dapat dijadikan contoh bagi negara lain sebagai bentuk diplomasi yang strategis untuk meningkatkan infrastruktur pemerintahan bagi masing-masing negara yang terkait. Kemudian, hal ini juga membuat Cina mempertimbangkan bahwa negara Indonesia layak menjadi mitra dagang yang tepat untuk bekerjasama dalam usaha peningkatan ekonomi dunia. Dilihat bahwa potensi yang di bawa Indonesia dalam menggerakkan pertumbuhan ekonomi dunia cukup besar. Khususnya sebagai negara yang kuat dalam bidang industri bahan mentah (rare good) dan barang jadi (well good). Seperti yang dikatakan oleh Duta Besar (Dubes) Cina Zhang Qiyue, bahwa Indonesia merupakan negara besar dengan jumlah penduduk yang banyak, merupakan modal awal untuk membentuk kestabilan ekonomi global berada ditangan Asia Tenggara, apabila melakukan penanganan serta strategi yang tepat dalam mengadi dayakan sumber-sumber yang dimiliki Indonesia. Maka, dengan alasan tersebut Cina bersedia menjadi mitra strategis untuk Indonesia dalam bekerjasama secara bilateral untuk 57 membangun pertumbuhan ekonomi menjadi lebih baik dan meningkat dengan pesat81. Dengan demikian, terbentuknya jalur perdagangan bilateral Indonesia-Cina merupakan awal dari kemajuan ekonomi di kawasan Asia untuk dapat bersaing dengan negara-negara besar lainnya khususnya kepada Amerika dan Eropa. B. Dampak-dampak yang didapatkan Indonesia melalui meningkatkan hubungan kemitraan perdagangan dengan Cina dalam Deklarasi Kemitraan Strategis tahun 2005-2011 a. Deklarasi Kemitraan Strategis 2005-2010 Dengan berlatar belakang alasan serta faktor yang telah dibahas pada sub-bab sebelumnya, maka Indonesia jelas mengupayakan untuk meneruskan kelangsungan kerjasama bilateral terhadap Cina untuk mencapai ekonomi yang stabil dan menaikkan level ekonomi Indonesia untuk dapat bersaing dengan negara-negara lainnya. Langkah yang di gunakan kedua negara dalam mengembangkan hubungan ekonomi ialah melalui Deklarasi Kemitraan Strategis (DKS) yang telah di sepakati pada 25 April 2005 oleh Pemimpin masing-masing negara. Dengan adanya MoU kesepakatan tersebut, menjadi pendorong yang kuat untuk mempererat hubungan kedua negara, selain itu target perdagangan dari sebesar US$ 14.2 milyar, bahkan telah tercapai di tahun 2008 sebesar US$ 31.5 milyar82. 81 Dalam press release yang diadakan di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta : Maret 2009 pada seminar “ The Rise of China” 82 Dalam makalah Dubes Sudrajat (Dubes LBBP-RI untuk RRT). “Mengisi Kemitraan Strategis RI-RRT dengan Berpartisipasi Pemangku Kepentingan yang Lebih Luas. Jakarta, 19 Mei 2009 58 Kemudian, adapun hasil yang telah dicapai Indonesia setelah disepakatinya DKS tersebut, terkait perkembangan dan peningkatan ekonomi bagi kedua negara yakni83: MoU mengenai kerjasama dalam penanganan bersama mengenai dampak yang diakibatkan oleh bencana alam pada masing-masing negara terkait, pada April 2005 MoU Pembentukan Coorporation Web Site of Indonesia-China Economic and Trade Relation, Oktober 2006 MoU Kerjasama Anti-Money Laundring Monitoring and Analysis, Mei 2007 MoU yang berfokus pada kerjasama dalam Cooperation in the Field of Population and Family Planning Reproductive Health, pada July 2007 MoU Anti-Korupsi, Mei 2007 Kesepakatan ASEAN-China Framework Agreement dalam Food Savety, pada 2008 Terbangunnya kerjasama investasi dengan semakin kuat, dan saling pengertian dalam pembangunan jaringan di antara otoritas investasi, pada sektor swasta, dan dengan terbentuknya iklim ekonomi-sosial-politik serta hokum yang kondusif bagi aliran investasi Asing ke Indonesia, di tahun 2010 Pertukaran study banding antara pelajar Indonesia-Cina melalui kerjasama antar pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan masayrakat umum dalam usaha untuk saling membagi strategis khusus untuk meningkatkan perekonomian masing-masing negara, pada tahun 2011 Dari delapan butir yang terlihat lebih dominan bagi Indonesia, di masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada perode 2004-2009, yang mencetuskan bahwa dalam pengembangan ekonomi negara, difokuskan untuk menaikkan tingkat kerjasama dengan negara83 Terlampir 59 negara mitra dagang khususnya dalam jalur bilateral dan regional. Kemudian, menghilangkan korupsi bagi setiap pejabat pemerintahan untuk lebih berfokus untuk memajukan negara. Selain itu, sikap anti pencucian uang bagi setiap kegiatan pemerintahan khususnya di sektor ekonomi bagi kalangan pengusaha-pengusaha yang ada di Indonesia untuk memiliki satu kepentingan yakni untuk meningkatkan usaha lokal untuk dapat bersaing dalam pasar global. Hal ini adalah bukti bahwa kedua negara tegas dan yakin untuk menguatkan pondasi dasar dari kemajuan setiap negara yang akan berdampak pada perkembangan ekonomi yang ada di Indonesia maupun Cina. Karena, tolak ukur dari kemajuan ekonomi setiap negara ialah dengan menfokuskan pada kecurangan-kecurangan yang bahkan dilakukan oleh bagian dalam dalam struktur pemerintahan negaranya. Oleh sebab itu, ketiga butir dari MoU DKS tersebut merupakan hal yang paling mendasar untuk mengawali transparasi kegiatan perdagangan yang akan dilakukan oleh Indonesia dan Cina dalam jalur bilateral. Berdasarkan penjelasana diatas, terlihat bahwa investasi Cina di Indonesia, selain sektor minyak dan gas, mencapai US$ 139 juta atau meningkat sebanyak 482 persen. Sejalan dengan peningkatan investasi Indonesia di Cina juga meningkat sebanyak US$ 167.25 juta atau naik sebesar 24.34 persen. Secara umum, Indonesia tertarik dalam sektor-sektor energi, perkebunan, otomotif, dan elektronik. Sementara, Cina dominan menanam saham untuk sektor bahan mentah dan setengah jadi seperti, biji karet, nikel, minyak sawit, dan buah-buahan84. Dari hasil yang diraih kedua negara dalam sektor investasi, yang dicapai dua tahun sebelum waktu yang ditargetkan, membuat Indonesia semakin yakin untuk melanjutkan hubungan kemitraan dengan Cina. 84 Sumber data : Arsip Kementrian Perdagangan dan Kementrian Luar Negri RI tahun 2012 60 Selain itu, MoU tersebut dapat membuat Indonesia-Cina menjadi satu kekuatan di kawasan Asia yang maju dan mampu menyaingi Amerika dan Eropa dalam hal memajukan sektor ekonomi, politik, serta tehnologi. Kemudian, MoU tersebut juga bertujuan untuk menunjang kemakmuran masing-masing negara. Hal ini, dimaksudkan agar Indonesia-Cina semakin kompetitif dalam menghasilkan produk-produk dalam negeri yang lebih berkualitas. Inilah yang kemudian menjadi dasar utama dalam meningkatkan hubungan kerjasama antara Indonesia-Cina agar terus mempererat hubungan dagang tersebut. b. Deklarasi Kemitraan Strategis 2010-2015 Pada masa deklarasi kemitraan periode pertama hingga memasuki tahap akhir, kedua negara sepakat untuk melanjutkan hubungan tersebut ke babak berikutnya yakni, dengan lebih memperluas bidang kerjasama yang akan di kerjakan oleh masing-masing pihak. Di dalam kesepakatan di periode selanjutnya tersebut, terdapat konsep baru yang muncul. Jika sebelumnya diperiode 2005-2010 hanya terdapat kesepakatan untuk bekerjasama di bidang PertumbuhanEkonomi, Keamanan-Politk, serta Sosial-Budaya, namun di DKS untuk tahun 2010-2015 ini muncullah konsep Plan of Action yang membahas untuk melanjutkan kerjasama pada bidang Peningkatan-Pengembangan-Ekonomi, Pertahanan-Keamanan-Politik, Sosial-Budaya, serta Pertanian-Maritim dan Pengetahuan dalam Ilmu Tehnologi. Terlebih untuk alasan dalam mengembangkan serta menambah sektor-sektor yang telah dimasukkan dalam kerangka hubungan kerjasama tersebut. Di penghujung tahun 2010, MoU kemitraan strategis ditandatangani kedua negara. Hal tersebut, jelas menunjukkan keyakinan serta keseriusan Indonesia untuk mengupayakan kerjasama bilateral ini untuk tetap terlaksana dan semakin memperluas sektor-sektor yang akan dikerjakan bersama Cina untuk meningkatkan ekonomi negara. Dengan adanya konsep baru yakni PoA dalam MoU untuk 2010-2015, jelas 61 menguatkan dan menunjukkan kerjasama kedua negara dalam jalur bilateral ini dapat berlangsung secara sukses dan turut membuktikan bahwa perjanjian di periode sebelumnya mengahasilkan tindakan-tindakan yang dapat meningkatkan perkembangan ekonomi di Indonesia dan Cina. Terhitung dari dalam jangka waktu satu tahun, terlihat bahwa Cina menjadi tujuan utama ekspor nonmigas Indonesia ke negara-negara Asia Pasifik lainnya. Dapat dilihat dari grafik dibawah ini. Grafik 1.1 Ekspor Nonmigas Indonesia Menurut Negara Tujuan di Asia Pasifik 80 60 40 Jan-Agu 2010 20 Jan-Agu 2011 Perubahan (%) 0 Perubahan (%) Jan-Agu 2010 Sumber : Arsip Kementrian Perdagangan dan Kementrian Luar Negri RI tahun 2012 62 Dari grafik diatas, menunjukkan bahwa total ekspor yang dikirimkan Indonesia ke Cina merupakan negara utama yang dituju, walau Jepang merupakan negara yang paling tinggi tingkat perubahannya dalam kurun satu tahun dari negara-negara lain, tetapi Cina menaiki posisi pertama untuk tingkat jumlah ekspor yang dilakukan kepada Indonesia melalui jalur perdagangan bilateral maupun regional. Hal tersebut, tidak terlepas dari dampak kesepakatan melalui Deklarasi Kemitraan Strategis. Dari MoU tersebut, terbangunlah pondasi-pondasi yang memperkuat Indonesia dalam mengembangkan mitra dagang dalam sektor investasi, ekspor dan impor terhadap Cina. Dari keberhasilan DKS untuk tahun 2005-2010 telah menghasilkan keuntungankeuntungan yang dapat diraih oleh Indonesia dari menjalin kerjasama dengan Cina. Maka melihat dari keberhasilan tersebut, DKS yang selajutnya tercetus untuk dilanjutkan kembali untuk tahun 2010-2015, sebagai bentuk upaya Indonesia dalam meningkatkan kekuatan serta kemajuan ekonomi negara menuju sektor perekonomian yang lebih stabil dan mampu bertahan dalam krisis global yang sedang melanda dunia. Pada DKS kedua ini, tercipta konteks baru dalam memfokuskan diri kepada peningkatan kerjasama bilateral kedua negara pada tingkat yang lebih luas dan signifikan, yakni Plan of Action (POA) atau Rencana Aksi yang mengajukkan kesepakatan untuk turut mempererat hubungan Indonesia-Cina untuk membangun negara kuat dan mampu bersaing dengan dunia internasional. Beberapa bulir kesepakatan yang tercantum pada POA DKS tersebut, untuk meningkatkan perekonomian Indonesia dengan meyepakati kemitraan strategis dengan Cina, yakni85 : 1. Mempromosikan kerjasama yang lebih besar pada tatanan bilateral, regional, dan internasional dalam menopang pertumbuhan ekonomi dengan berdasar pada prinsip 85 Terlampir 63 kesetaraan, saling menguntungkan, saling melengkapi, dan keanekaragaman untuk meningkatkan kemitraan ekonomi dan sekaligus mendirikan kemandirian ekonomi. 2. Mengkonsolidasikan Komisi Bersama Ekonomi, Pedagangan, dan Kerjasama Teknis dengan tujuan untuk mencari konsep, pendeekatan, dan modalitas baru di berbagai bidang kerjasama 3. Meningkatkan kerjasama investasi dengan memperkuat saling pengertian dan pembangunan jaringan di antara otoritas investasi, termasuk sektor swasta, dan dengan membuat iklim ekonomi-sosial-politik dan hokum yang kondusif bagi aliran investasi. 4. Memperkuat kerjasama ilmu pengetahuan dan tehnologi dalam melaksanakan pengembangan sumber daya manusia dan riset bersama dibidang makanan, obatobatan di bidang bioteknologi, energy, transportasi, teknologi informasi dan komunikasi dan teknologi pertahanan. 5. Memajukan perlindungan lingkungan melalui pertukaran dan kerjasama antar pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat umum86. Dari kelima bulir kesepakatan yang menonjol dari kerjasama Indonesia-Cina untuk peningkatan serta pengembangan sektor ekonomi perdagangan tersebut, sejauh tahun 2010 hingga 2011 telah memenuhi tiga kesepakatan yang diajukan dalam DKS periode kedua, yakni bulir 2, 3, dan 4. Pada sistem kinerja yang ditunjukkan Cina dalam kesungguhannya di bidang investasi, tercatat selama satu tahun volume perdagangan bilateral telah melampaui 40 milyar dollar AS, dan tingkat perrrtumbuhannya lebih dari 50 persen. Lebih dari 1.000 perusahaan Tiongkok (Cina) telah berinvestasi dan berbisnis di Indonesia. 86 Arsip dokumentasi Kementrian Luar Negri RI, BPPK Kemlu, Bagian ASPASAF tahun 2012 64 Dari kegiatan tersebut, telah menciptakan banyak peluang kerja yang dapat memajukkan pembangunan infrastruktur bagi penduduk setempat di Indonesia. Kemudian, beberapa investor yang menanamkan modalnya serta menjalankan bisnis terhadap pengusaha lokal yakni, P.T Huawei Techonologies yang menginvestasikan modal sebanyak 1 juta dollar AS bekerjasama dengan Institute negeri Bandung dalam mendirikan sebuah pusat pelatihan yang membina ahli teknologi muda untuk Indonesia. Mulai pada tahun 2011 tersebut, ada pula P.T Sany heavy Industry Co Ltd, yakni perusahaan mesin besar dari Tiongkok (Cina) akan membangun pabrik di jawa Barat87. Nilai investasi yang diberikan oleh perusahaan tersebut kepada perusahaan Indonesia mencapai 200 juta dollar AS. Dari kerjasama organisasi non-pemerintah dan pemerintah tersebut, Cina terus berkeyakinan atas upaya yang dilakukan Indonesia dalam menjalin kerjasama pada sektor perekonomian merupakan potensi yang dapat saling menguntungkan satu sama lain88. Dari hal ini, kedua negara sepakat untuk menjadikan kemitraan strategis sebagai bagian hubungan kerjasama dalam memajukan infrastruktur pembangunan negara baik dalam bidang invetasi maupun ekspor dan impor. Kemudian, beralih pada memperkuat ilmu pengetahuan bagi masing-masing negara. kedua negara mengadakan pertukana pelajar yang tersebar di kota-kota bagian Cina seperti Shanghai, Tiongkok, dan Dalian yang merupakan kota strategis untuk mempelajari konsep dan strategi yang di jalankan Cina untuk turut mempromosikan sumber-sumber daya alam serta mendidik juga mendukung sumber daya manusia setempat, untuk terus berkreasi dalam menciptakan hal-hal baru pada pengembangan ekonomi daerah. Kemudian, Indonesia juga mendukung kegiatan Cina Expo dalam meningkatkan minat investor asing untuk menanamkan 87 Press Release dalam The Briefing Duta Besar RI-Cina pada Introduction of 60thAnnual book China-Indonesia, Kementrian Luar Negari RI bekerjasama dengan Kementrian Perdagangan RI tahun 2011 88 Dalam press release dengan Dubes Cina untuk RI Zhang Qiyue pada Book Launching “60 Tahun Hubungan Pasar Surut Indonesia-Cina :Babak Baru Hubungan RI-RRC” di Kementrian Luar Negeri RI tahun 2011 65 modalnya di Indonesia dan sebaliknya. Perilaku yang saling mendukung inilah yang membuat kedua negara khususnya Indonesia menanggapi kerjasama dengan Cina dapat mengasilkan hal positif dalam membangun kestabilan ekonomi negeri untuk tetap bertahan dan bersaing dari kompetisi global yang akan melibatkan banyak pihak pemerintah dan non pemerintah juga, organisasi pemerintah serta oragnisasi non pemerintah untuk turut menopang fluktuasi dan dinamika perekonomian di era krisis global saat ini. Dari penjelasan tersebut. Terbukti bahwa tindakan Indonesia untuk terus berupaya dalam peningkatan hubungan kerjasama dengan Cina, memang memiliki arti kepentingan yang signifikan dalam memajukan kestabilan ekonomi negara. Selain itu, keberhasilan kerjasama ini turut membantu Indonesia untuk belajar menuju negara yang maju. Ditunjang dengan SDM serta SDA yang berkerja secara maksimal serta keuntungan yang diperoleh kedua negara khususnya bagi Indonesia, dapat menaikkan tingkat pencitraan bagi negara lainnya agar dapat saling bekerjasama untuk membangun perdagangan internasional dunia secara lebih luas dan kompetitif. 66 BAB IV PENUTUP KESIMPULAN Seperti yang telah di bahas pada bab-bab diatas, penulis berkesimpulan bahwa hubungan bilateral antar Indonesia dan Cina di bidang perkembangan serta peningkatan ekonomi bagi kedua pihak, dapat menghasilakn kerjasama yang sangat berpotensi dalam memajukan perekonomian negara. Dalam hal kepentingan nasional di setiap negara, terdapat beberapa poin yang di penuhi dalam perjanjian kerjasama Indonesia-Cina melalui deklarasi kemitraan strategis tahun 2005-2010. Hal yang tercapai bagi peningkatan perekonomian kedua negara, ialah adanya penurunan tarif pajak yang di bebankan oleh masing-masing negara. Tahap penghapusan biaya beacukai tersebut, terbukti pada pembahasana diatas bahwa mengalami perubahan yang konsisten di setiap tahunnya hingga mencapai 0%. Selain itu, keunggulan dari adanya wadah kesepakatan yang hanya di miliki IndonesiaCina secara bilateral, memiliki kedekatan tersendiri dalam memperluas kerjasama lainnya di sektor pemerintahan. Kedua negara sesungguhnya telah tergabung dalam ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA), yang turut diikuti oleh anggota Association Southeast Asian Nations (ASEAN) lainnya, yakni Thailand, Myanmar, Brunei, Singapore, Filipina, Laos, Vietnam, Malaysia, dan Kamboja. Dalam wadah tersebut, kerjasama ekonomi yang dirasa oleh Indonesia terhadap Cina dan sebalikanya membutuhkan serta menginginkan adanya ruang lingkup atau kesepakatan yang lebih specific yang bersifat bilateral. Maka dengan demikian terbentuklah kesepakatan yang di tanda tangani oleh Presiden Indonesia dan Presiden Cina pada deklarasi kemitraan strategis yang pertama pada April 2005. 67 Dengan demikian, Indonesia-Cina dapat lebih leluasa mengutarakan gagasan yang daapt meningkatkan neraca perdagangan masing-masing pihak. Terlihat dari penjelasan yang telah di sebutkan pada bab sebelumnya, bahwa keuntungan yang dimiliki dari kerjasama bilateral tersebut, dapat memajukan lintas ekspor-impor kedua negara dengan lebih mudah dan biaya pajak yang lebih rendah. Dari perolehan keuntungan yang didapat oleh masing-masing pihak, Indonesia masih dapat dikatakan mencapai surplus yang ganda. Selain mendapatkan pencitraan yang kembali membaik pasca pembekuan hubungan diplomatik di era orde baru, Indonesia juga mendapatkan strategis-strategis ilmu yang dibagikan Cina kepada pengusaha lokal dalam pelatihan yang diberikan untuk turut memajukan infrastruktur industry-industri modern. Selain itu, investor asing menjadi semakin yakin untuk menanamkan modalnya pada pengusaha yang ada di Indonesia, melihat Cina sebagai negara yang besar dan berpotensi tinggi tersebut bekerjasama dengan pengusaha lokal. Maka dari pencitraan tersebut, investor asing lainnya pun menjadi percaya bahwa Indonesia merupakan negara yang layak untuk dipertimbangkan dalam perekonomian dunia. Hasil kerjasama ini, sangat diuntungkan dengan adanya keteguhan kedua negara yang turut melanjutkan deklarasi kemitraan tersebut ke periode kedua yakni di tahun 2010, IndonesiaCina menandatangani MoU periode 2010-2015. Dari kerjasama yang konsisten ini, diyaknini dapat membawa dampak yang baik bagi kedua negara untuk melancarkan kepentingan nasional masing-masing pihak untuk terus berkompetisi sekaligus bekerjasama demi memajukan kesejahteraan setiap masyarakatnya. Kemudian, keunggulan yang dapat di rasakan oleh Indonesia dalam wadah bilateral ini, ialah mendapatkan perlakuan yang lebih fokus dari Cina dalam melancarkan kegiatan perdagangan yang dilakukan kedua negara, dibandingkan dari kerjasama bawah wadah multilateral. Maka, ketertarikan akan hubungan kemitraan strategis ini, 68 merupakan momentum yang tepat untuk mencanangkan bahwa hubungan diplomatik antara Indonesia-Cina tidak lagi di pengaruhi oleh sejarah masa lalu dan rasa sentimental dari dampak peristiwa gerakan partai komunis yang ada di Indonesia terhadap partai komunis Cina. Lalu, dari kemajuan yang di hasilkan dari kerjasama ini pula dapat menjadi sumber kekuatan bagi kawasan Asia untuk dapat berkompetisi dengan Amerika dan Eropa yang telah menjadi negara maju terlebih dahulu. Tidak hanya mengambil manfaat yang didapat dari kerjasama tersebut, tetapi juga semakin menguatkan ideologi kerjasama luar negeri Indoensia yakni bebas-aktif dan zero enemy. Maka hal ini adalah sikap Indonesia untuk membuktikan bahwa negara tersebut merupakan suatu kesatuan yang kuat dan berwawasan luas demi memajukan dan meningkatkan stabilitas negaranya dalam menghadapi dinamika masalah kenegaraan terkait perekonomian, perpolitikan, dan lainnya. Bukti dari dampak baik yang dihasilkan dari kerjasama ini pun terlihat semakin jelas pada saat dijelaskan bagaimana tingkat neraca perdagangan Indonesia dan Cina mengalami peningkatan yang cukup signifikan serta konsisten, dibandingkan dengan negara-negara mitra lainnya. Dilihat bahwa kedua negara tersebut memiliki jalan sejarah yang cukup rumit dan berpotensi untuk tetap menutup diri dalam menjalankan kerjasama khususnya secara bilateral. Sependapat dengan yang telah dikatan oleh Vandana dalam bukunya Theory Politic International yang mengatakan bahwa, keberhasilan suatu negara dalam mempertahankan kepentingan nasionalnya pada kerjasama internasional ialah di tunjang dengan terus mengupayakan hubungan tersebut tetap berjalan baik dalam jangka waktu yang lama dan dapat meyakinkan negara mitra untuk mempertahankan kerjasama tersebut dapat menguntungkan masing-masing kepentingan setiap negara menuju target yang diinginkan. Hal ini, terbukti dengan konsistensi Indonesia untuk dapat meyakinkan Cina untuk melanjutkan deklarasi 69 kemitraan tersebut ke periode kedua menjadi tolak ukur bahwa tindakan kerjasama bilateral tersebut berhasil dalam missinya untuk meningkatkan perekonomian negara. Selain itu, Cina juga diuntungkan dengan adanya Indonesia sebagai mitra yang strategis dalam lintas perdagangan. Karena dari setiap faktor geografis yang di lalui Cina dan sebaliknya, Indonesia merupakan pusat lintas dagang internasional. Seperti terlihat di gambar peta perdagangan dunia yang tercantum diatas, jalur yang dipakai melalui Indonesia yakni 40% dari setiap negara dunia untuk melakukan perdagangan lintas negara. Maka, kedua negara jelas diuntungkan dan di berikan fasilitas khusus dengan adanya jalur bilateral yang dimiliki Indonesia-Cina dalam melakukan kerjasama ekonomi yang dapat meluaskan wilayah kekuatan Asia di berbagai sektor pemerintahan. Selain Indonesia dilihat memiliki potensi yang tinggi terhadap tolak ukut kemajuan ekonomi di kawasan Asia Tenggara, Cina juga menganggap Indonesia sebagai mitra yang tepat untuk menjalin kerjasama untuk penanaman modal asing di perusahaan-perusahaan lokal untuk melancarkan promosi produkproduk Cina di wilayah Asia. Kemudian, Indonesia juga diuntungkan dengan adanya negara besar yang dapat mendukung kemajuan ekonomi domestik yang menaiki tahap internasional. Dengan demikian, deklarasi kemitraan strategis dalam peningkatan ekonomi bagi Indonesia dan Cina telah membuktikan bahwa berhasil mencapai tahap surplus bagi masing-masing negara dari dampak dibukanya kembali hubungan diplomatik kedua neraga dengan menghasilkan kesepakatan kerjasama bilateral yang baik, konsisten, spesifik, serta memberikan semangat baru untuk memajukan perekonomian dunia khususnya bagi kawasan Asia Tenggara. 70 DAFTAR PUSTAKA Buku : Bergsten, Fred. C, Charles Freeman, Nicholas R. Lardy and Derek J. Mitchel. (2008). “China’s Rise : Challenges and Opportunities. Washington DC : CSIS Bonavia, David and Dede Oetomo. (1980). “Cina dan Masyarakatnya”. Indonesia : Erlangga Burchill, Scott and Linklater, Andrew. (1996). “Theories of International Relations”. New York : ST Martin’s Press. Derec, Daugall Mc. (1997). “The International Politics of New Asia Pacific”.London : Lynne Rienner Publisher. Gilpin, Robert. (1987). “The Political Economy of International Relations.” New Jersey: Priceton University Press. Griffith, Martin. (2001). “Lima Puluh Pemikir Studi Hubungan Internasional”.Jakarta : PT Raja Grafindo. Harris, Brown. (1982). “China Among The Nations of The Pacifics (southeast asia look at China). USA : Westview Press Inc Hermawan,Yulius.P. (2007). “Tranformasi dalam Studi Hubungan Internasional : Aktor, Isu dan Metodologi”. Yogyakarta : Graha Ilmu Jackson, Robert & Sorensen, Georg. (2009). “Ekonomi Politik Internasional” dalam Pengantar Studi Hubungan Internasional [terj.]. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Morck, Raandall & Zhao Minyuan.(2007). “Perspective on China’s Outward Foreign Direct Investment. New York Universitiy xv Morgenthau, Hans J. (1987). “Politics Among Nations : The Struggle for Power and Peace”. New York : Alfred A. Knopf. Moleong, Lexy J. (2004).“ Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosda Karya. Muas, Tuty Enoch. (2009). “Hubungan Cina-Indonesia : Secara Historis, Dinamis!”. Dalam I. Wibowo (ed), Merangkul Cina: Hubungan Cina-IndonesiaPasca Soeharto. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama Nainggolan,Poltak Partologi. (1995). “Reformasi Ekonomi RRC Era Deng Xiaoping: Pasar Bebas dan Kapitalisme Dihidupkan Lagi”. Jakarta : PT. Sinar Harapan Nolan, Peter. (2001). “China and the Global Economy : National Championships, Industrial Policy and The Big BussinessRevolution. New York : Palgrave Pambudi, Dr. Daniel dan Dr. Alexander C.Candra. (2006). “ Garuda Terbelit Naga: Dampak Kesepakatan Perdagangan Beabs Bilateral ASEAN-China terhadap Perekonomian Indonesia”. Jakarta: Institute for Global Justice Perwita,Anak Agung Banyu. (2005). “Pengantar Ilmu Hubungan Internasional”.Bandung : PT . Remaja Rosdakarya. Qichen, Qian. (2005). “Ten Episodesin China’s Diplomacy”. New York University : Collin Harper Surayadi Bakti, Umar. (1999).“Pengantar Hubungan Internasional”, Jakarta :Jayabaya University Press T.May Rudy. (2002).“Study Strategis dalam transformasi sistem Internasional Pasca Perang dingin”. Bandung. Refika Aditama Warmer,Levi.(1953). Modern China’s Foreign Policy. North Publishing, Co: St. Paul. Wibowo,Ignatius. (1999) “Masalah Cina : Retropeksi dan Rekontektualisasi”. Jakata : PT. Gramedia Pustaka Utama Wibowo, Ignatius dan Syamsul Hadi. (2009) “Merangkul Cina : Hubungan Cina-Indonesia Pasca Soeharto. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. xvi Xuetong, Yan, (2002), “Analysis of China’s National Interests”, Monterey, USA : James Martin Center for Nonproliferation Studies. Tesis, Skripsi, Jurnal dan Makalah : Kurlantzick, Joshua. (2006). “China’s Charm : Implicational of Chinesse Soft Power”. Caneige Endowment Policy Brief. Kustia, A.Agung. (2011). Prologue dalam Seminar : The Rise of China and Indonesia Foreign Policy. Ciputat : UIN Syarif Hidayatullah. Murkan, Munawar. (1984). “Kemungkinan-kemungkinan Pencairan Hubungan Diplomatik Indonesia-RRC : Suatu Analisa terhadap Sikap Indonesia, Jakarta : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik : Universitas Indonesia. Wibowo, Ingnatius. (2009). “China 60 Tahun Kedepan : Tantangan dan Peluang”.Jakarta :Pasca Sarjana Universitas Indonesia Website : Gilpin, Robert. 1987. “The Political Economy of International Relations.” New Jersey: Priceton University Press.Di unduh tanggal 10 april 2013 (http://books.google.co.id/books?id=mblpQgAACAAJ&dq=Robert+Gilpin&hl=id&sa=X&ei=NHn3 UamVFcTWrQf7v4HYDQ&ved=0CDMQ6AEwAQ) xvi