BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepentingan Nasional Dalam

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kepentingan Nasional
Dalam kepentingan nasional peran ‘negara’ sebagai aktor yang
mengambil keputusan dan memerankan peranan penting dalam pergaulan
internasional berpengaruh bagi masyarakat dalam negerinya. Demikian
pentingnya karena ini yang akan menjadi kemaslahatan bagi masyarakat yang
berkehidupan
di
wilayah
tersebut.
Seorang
ahli,
Thomas
Hobbes
menyimpulkan bahwa negara dipandang sebagai pelindung wilayah,
penduduk, dan cara hidup yang khas dan berharga. Demikian karena negara
merupakan sesuatu yang esensial bagi kehidupan warga negaranya. Tanpa
negara dalam menjamin alat-alat maupun kondisi-kondisi keamanan ataupun
dalam memajukan kesejahteraan, kehidupan masyarakat jadi terbatasi.1
Sehingga ruang gerak yang dimiliki oleh suatu bangsa menjadi kontrol dari
sebuah negara.
Kepentingan
nasional
tercipta
dari
kebutuhan
suatu
negara.
Kepentingan ini dapat dilihat dari kondisi internalnya, baik dari kondisi
politik-ekonomi, militer, dan sosial-budaya. Kepentingan juga didasari akan
suatu ‘power’ yang ingin diciptakan sehingga negara dapat memberikan
dampak langsung bagi pertimbangan negara agar dapat pengakuan dunia.
Peran suatu negara dalam memberikan bahan sebagai dasar dari kepentingan
1
Robert Jackson dan Georg Sorensen. 2009. Pengantar Studi Hubungan Internasional.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 89
1
nasional tidak dipungkiri akan menjadi kacamata masyarakat internasional
sebagai negara yang menjalin hubungan yang terlampir dari kebijakan luar
negerinya. Dengan demikian, kepentingan nasional secara konseptual
dipergunakan untuk menjelaskan perilaku politik luar negeri dari suatu
negara.2 Seperti yang dipaparkan oleh Kindleberger mengenai kepentingan
nasional;
“…hubungan antara negara tercipta karena adanya
perbedaan keunggulan yang dimiliki tiap negara dalam
berproduksi. Keunggulan komparatif (comparative
advantage) tersebut membuka kesempatan pada spesialisasi
yang dipilih tiap negara untuk menunjang pembangunan
nasional sesuai kepentingan nasional…”3
Pengertian tersebut menjelaskan bahwa keberagaman tiap-tiap negara
yang ada di seluruh dunia memiliki kapasitas yang berbeda. Demikian tercipta
dapat terpengaruh dari domografi, karekter, budaya, bahkan history yang
dimiliki negara tersebut. Sehingga negara saat ingin melakukan kerjasama
dapat melihat kondisi dari keunggulan-keungulan yang dapat menjadi
pertimbangan. Pelaksanaan kepentingan nasional yang mana dapat berupa
kerjasama bilateral maupun multilateral kesemua itu kembali pada kebutuhan
negara. Hal ini didukung oleh suatu kebijakan yang sama halnya dengan yang
dinyatakan oleh Hans J. Morgenthau bahwa kepentingan nasional merupakan;
Kemampuan minimum negara-negara untuk melindungi
dan mempertahankan identitas fisik, politik, dan kultural
dari gangguan negara-negara lain. Dari tinjauan itu, para
pemimpin suatu negara dapat menurunkan suatu kebijakan
2
3
P.Anthonius Sitepu. 2011. Studi Hubungan Internasional. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal.163
Charles. P. Kindlerberger. Op.Cit,. hal.21
2
spesifik terhadap negara lain bersifat kerjasama maupun
konflik.4
Adanya kepentingan nasional memberikan gambaran bahwa terdapat
aspek-aspek yang menjadi identitas dari negara. Hal tersebut dapat dilihat dari
sejauh mana fokus negara dalam memenuhi target pencapaian demi
kelangsungan bangsanya. Dari identitas yang diciptakan dapat dirumuskan apa
yang menjadi target dalam waktu dekat, bersifat sementara ataupun juga demi
kelangsungan jangka panjang. Hal demikian juga seiring dengan seberapa
penting identitas tersebut apakah sangat penting maupun sebagai hal yang
tidak terlalu penting.
Konsep kepentingan nasional bagi Hans J. Morgenthau memuat artian
berbagai macam hal yang secara logika, kesamaan dengan isinya, konsep ini
ditentukan oleh tradisi politik dan konteks kultural dalam politik luar negeri
kemudian diputuskan oleh negara yang bersangkutan.5 Hal ini dapat
menjelaskan bahwa kepentingan nasional sebuah negara bergantung dari
sistem pemerintahan yang dimiliki, negara-negara yang menjadi partner
dalam hubungan diplomatik, hingga sejarah yang menjadikan negara tersebut
menjadi seperti saat ini, merupakan tradisi politik. Sedangkan tradisi dalam
konteks kultural dapat dilihat dari cara pandang bangsanya yang tercipta dari
karakter manusianya sehingga menghasilkan kebiasaan-kebiasaan yang dapat
menjadi tolak ukur negara sebelum memutuskan menjalankan kerjasama.
4
Theodore A. Coulumbis dan James H. Walfe. Op.Cit. Hal.115
P.Anthonius Sitepu. 2011. Op,Cit. Hal. 165
5
3
Dalam bukunya Mohtar Mas’oed menjelaskan konsep ini sama dengan
menjalankan kelangsungan hidup. Dalam hal ini dimaksudkan bahwa
kelangsungan hidup tercipta dari adanya kemampuan minimum. Kemampuan
minimum tersebut dapat dilihat dari kepentingan suatu negara yang
dihubungkan dengan negara lain. Hal tersebut menjelaskan bagaimana sebuah
kepentingan dapat menghasilkan kemampuan akan menilai kebutuhan maupun
keinginan pribadi yang sejalan dengan itu berusaha menyeimbangkan akan
kebutuhan maupun keinginan dilain pihak. Konsep ini juga menjelaskan
seberapa luas cakupan dan seberapa jauh sebuah kepentingan nasional suatu
negara harus sesuai dengan kemampuannya.6 Kemampuan disini menjadi
batasan yang didukung dari Sumber Daya Manusia (SDM) maupun Sumber
Daya Alam (SDA).
Kepentingan-kepentingan suatu negara dalam menjelaskan identitas
mereka, memiliki kegunaan-kegunaan. Hal ini dalam penjelasan kepentingan
nasional itu sendiri digambarkan oleh penjabaran James N. Rosenau yang
mana kegunanaan pertama, sebagai istilah analitis untuk menggambarkan,
menjelaskan atau mengevaluasi politik luar negeri dan yang berikutnya yaitu
sebagai alat tindakan politik yaitu sebagai sarana guna mengecam,
membenarkan ataupun mengusulkan suatu kebijakan.7 Dari demikian negara
yang menjalin kerjasama tidak akan menyesal suatu saat nanti. Kondisi ini
memperjelas akan tindakan langsung maupun tidak langsung yang dapat
6
Ibid, hal.166
Mochtar Mas’oed. 1994. Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi. Jakarta: PT.
Pustaka LP3ES. Hal. 34
7
4
menjadi bahan rujukan bagi pihak-pihak yang berencana melakukan
kerjasama. Ini juga dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran dan
pengamatan akan kondisi internal negara yang akan menjadi partner
kerjasama.
Dalam kepentingan nasional, terdapat pembedaan yang mendasar
yakni; kepentingan nasional yang bersifat vital atau esensial juga kepentingan
nasional yang bersifat non-vital atau sekunder. Kepentingan nasional yang
bersifat vital biasanya berkaitan dengan kelangungan hidup negara tersebut
serta nilai-nilai inti (core values) yang menjadi identitas kebijakan luar
negerinya. Sedangkan kepentingan nasional non-vital atau sekunder tidak
berhubungan secara langsung dengan eksistensi negara itu namun tetap
diperjuangkan melalui kebijakan luar negeri.8 Kepentingan vital menjelaskan
seberapa jauh kepentingan tersebut ada dan digunakan, dimana lebih kepada
keadaan darurat suatu negara sehingga harus segera diputuskan. Berbeda
dengan kepentingan non-vital yang digunakan karena prosesnya berlangsung
lama namun hasilnya dan fungsinya dapat dirasakan lebih baik dikemudian
hari dengan jangka waktu yang lama.
Dalam analisis kepentingan nasional, peran aktor dalam hal ini negara,
akan mengejar apapun yang dapat membentuk dan mempertahankan,
pengendalian suatu negara atas
negara lain. Pengendalian tersebut
berhubungan dengan kekuasaan yang tercipta melalui teknik-teknik paksaan
8
Aleksius Jemadu. 2008. Politik Global dalam Teori dan Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal.
67-69
5
ataupun kerjasama.9 Tindakan demikian tergantung dari seberapa besar
‘power’ yang dimiliki negara tersebut. Sejalan dengan itu jika telah menemui
poinnya, maka negara akan merubah alur yang tadinya hanya demi
kepentingan awal namun dapat menjadi kepentingan baru. Kepentingan baru
ini dilakukan dengan tetap menjalankan kepentingan awal atau betul-betul
merubah kepentingannya tanpa menggunakan dasar dari kepentingan yang
ingin dicapai sebelumnya. Hal ini diperjelas ketika melihat suatu negara dalam
kepentingan nasionalnya dimana kepentingan A dari negara X terhadap negara
Y menjadi awal dari hubungan bilateral tercipta kemudian muncul
kepentingan B dari negara X yang mana dapat timbul sebelum dilakukan
kerjasama ataupun selama melakukan kerjasama.
Kepentingan yang demikian itu merupakan strategi dalam menjalankan
sebuah kerjasama demi memenuhi kepentingan satu, dua, tiga dan seterusnya.
Negara menggunakan strategi untuk mewujudkan kepentingan nasionalnya.
Dimana strategi dilakukan untuk memperkirakan seberapa jauh hasil yang
akan dicapai nantinya. Selain itu negara sebagai aktor utama dalam percaturan
internasional harus memiliki nilai yang menjual dalam arti ada kemampuan
yang dimilikinya, sehingga ia disegani oleh lawannya yang menjadi bahan
pertimbangan kerjasama. Seperti yang digambarkan oleh Jon C. Pevehouse
dalam bukunya yang berjudul International Relations:
Actors use strategy to pursue good outcomes in bargaining
with one or more other actors. States deploy power
capabilities as leverage to influence each other’s actions.
9
Ibid, hal. 68
6
Bargaining is interactive, and requires an actor to take
account of other actor’s interests even while pursuing its
own.10
Dalam rana internasional, kerjasama juga merupakan tindakan yang
dipandang sebagai panggung atau arena dalam tuntutan-tuntutan yang mana
membahas mengenai kepentingan akan aktor-aktor yang disebabkan karena
keterbatasan yang melekat dalam diri negara yang menjalin kerjasama.
Sehingga dalam hal ini negara berusaha menggunakan kepentingan nasional
sebagai komponen yang dirumuskan dan kemudian diperjuangkan dalam
sebuah ‘relation’.
B. Hubungan Bilateral
Di zona globalisasi saat ini, negara-negara bersaing dalam menentukan
kekuatan atau power menjadi keunggulan suatu negara sehingga menempuh
kekuasaan yang menjadi incaran. Kekuatan suatu negara dalam pembuktian
tersebut, bukan lagi dari ‘doktrin’ sebuah negara sebagai peringkat politik
dan militer, dimana sepanjang sejarah negara berupaya mencari kekuasaan
dengan alat-alat kekuatan militer dan perluasan wilayah. Hal itu bukan
menjadi fokus negara saat ini. Negara lebih melirik pada bagaimana
membentuk tata pembangunan ekonomi yang baik dengan melakukan
kerjasama berupa perdagangan luar negeri. Hal demikian dapat mencapai
keunggulan dan kesejahteraan yang lebih mencukupi. Seperti pada penjelasan
10
Joshua S. Goldstein dan Jon C. Pevehouse. 2010. International Relations. Longman: New York.
Hal.71
7
Rosecrance, dimana kondisi yang terjadi saat ini adalah karakter yang
berubah dan dasar dari produksi ekonomi, yang terkait pada modernisasi.
Di masa lalu penguasaan wilayah dan sumber daya alam yang banyak
adalah kunci kejayaan. Namun dalam dunia saat ini, bukan hal demikian
melainkan kekuatan tenaga kerja yang sangat berkualifikasi, akses informasi,
dan modal keuangan yang menjadi kunci keberhasilan. Sehingga demi
membangun negaranya harus dilakukan hubungan bilateral atau kerjasama.
Hubungan bilateral pada dasarnya merupakan hubungan yang terjadi
antara dua pihak. Dalam hal ini terdapat dua aktor yang berperan yang disebut
dengan negara. Aktor disini bukan hanya sebatas pemerintah yang mewakili
negara namun juga dapat berupa instansi atau pihak swasta yang berada dalam
naungan sebuah negara. Hal demikian sejalan dengan kepentingan seperti apa
yang diinginkan negara dalam menjalin kerjasama.
Hubungan bilateral tidak terlepas dari kata ‘cooperation’. Cooperation
atau kerjasama tentu didukung oleh aktor-aktor yang menjalankan kerjasama
dan kepentingan seperti apa yang ingin dicapai. Dalam hal ini aktor dapat
berupa negara ke negara, negara ke organisasi pemerintah, maupun negara ke
organisasi non-pemerintah. Fungsinya tentu kembali pada subjek yang
menjalankan kerjasama. Seperti yang dikemukakan oleh Kusumo Hamidjojo
tentang hubungan bilateral adalah;
Suatu bentuk kerjasama diantara negara baik yang
berdekatan secara geografis ataupun jauh diseberang lautan
dengan sasaran utama menciptakan perdamaian, dengan
8
memperhatikan kesamaan politik, kebudayaan, dan stuktur
ekonomi.11
Hal ini diperjelas bahwa kerjasama dilakukan sesuai dengan kompenenkomponen yang mendukung dilakukannya kerjasama dan kepentingan
nasional dari masing-masing negara. Seperti halnya hubungan bilateral yang
dilakukan antara Indonesia dan Korea Selatan dalam pengiriman tenaga kerja
dimana kedua negara sama-sama melihat kondisi negara masing-masing
bahwa kerjasama yang dilakukan mengarah pada perkembangan ekonomi
mereka masing-masing. Dengan melihat kesamaan struktur ekonomi, kedua
negara ini sama-sama membutuhkan kontribusi lebih.
Bentuk hubungan bilateral dapat berupa kerjasama dalam berbagai
bidang. Kerjasama dalam hubungan diplomatik yang memfokuskan pada
kondisi politik negara yang menjalin kerjasama, kemudian kerjasama ekonomi
yang diciptakan guna memenuhi pembangunan pereknonomian, kerjasama
militer sebagai security of the state dan juga kerjasama sosial-budaya hingga
pendidikan yang kesemua itu menjadi step-step bagi negara-negara yang terus
ingin maju.
Dalam hubungan bilateral, dimana seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, bahwa negara satu dengan negara lain yang menjalin kerjasama
memiliki kepentingan masing-masing. Kepentingan tersebut yang saat ini
membuat negara memiliki sifat saling ketergantungan antara satu sama lain.
11
Budiono Kusumohamidjojo. Op.Cit. Hal.48
9
Seperti yang dijelaskan Teuku May juga berpendapat mengenai hubungan
bilateral bahwa;
Hubungan bilateral adalah saling ketergantungan antara
negara satu dengan negara lain di dunia yang merupakan
realitas yang harus dihadapi oleh semua negara. Untuk
memenuhi kebutuhannya masing-masing, maka terjalinlah
suatu kerjasama diantara negara dalam berbagai bidang
kehidupan.12
Pada umumnya negara menjadikan fokus sebuah negara dari segi
politik maupun ekonomi. Dan dalam hal segi sosial-budaya maupun
pendidikan sebagai faktor pendukung dalam hubungan bilateral. Pendidikan
dalam hal ini bidang keilmuan seperti alih teknologi menjadi kerjasama yang
banyak dilakukan oleh negara-negara. Hal ini terjadi karena kepentingan
negara yang melakukan kerjasama negara yang dituju sebagai alih teknologi
mendapatkan pengaruh besar melihat alih teknologi dapat merubah sebuah
negara.
Pola interaksi hubungan internasional tidak dapat dipisahkan dari
segala bentuk interaksi yang berlangsung dalam pergaulan masyarakat
internasional, baik oleh para pelaku negara (state-actor) maupun dari pelaku
bukan negara (non-state actor). Pola hubungan dan interaksi tersebut dapat
berupa kerjasama, persaingan, dan pertentangan. Kerjasama yang terjadi
merupakan bentuk kerjasama yang dijalankan seiring dengan meluasnya
globalisasi. Globalisasi merupakan suatu proses hubungan sosial secara relatif
yang memperlihatkan tidak adanya batasan-batasan secara nyata, dimana
12
T. May Rudy. Loc.Cit.
10
ruang lingkup kehidupan manusia itu semakin bertambah dengan memainkan
peranan yang lebih luas dalam dunia sebagai satu kesatuan tunggal.13 Melalui
proses globalisasi secara tidak langsung masyarakat internasional dalam hal
ini negara-negara mengikuti arus yang menciptakan persaingan antara negaranegara karena tidak adanya sekat yang membatasi. Hal ini demikian
mendukung
ketika
globalisasi
menciptakan
hal-hal
modern
sebagai
metamorfosis perkembangan dari modal teknologi.
Hubungan bilateral terbentuk dilihat dari kondisi diplomatik yang
terjalin antara kedua negara. Korea Selatan dan Indonesia merupakan negara
yang saat ini sudah berumur 46 tahun sejak diresmikannya hubungan tingkat
konsulat. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Didi Krisna, bahwa hubungan
bilateral merupakan keadaan yang menggambarkan adanya hubungan yang
saling mempengaruhi atau adanya hubungan timbal balik diantara kedua belah
pihak atau didalam kedua negara.14 Keuntungan timbal balik yang demikian
jika hasil positif lebih didominasi maka akan terjadi tindakan saling
ketergantungan (interdependensi) yang akan mengakibatkan kerjasama
berlangsung dalam kurun waktu yang lama.
Sejak awal mulanya kerjasama yang menghasilkan kondisi saling
menguntungkan, negara-negara secara tidak langsung mengalami saling
ketergantungan antara satu sama lain. Begitu juga dengan pembagian tenaga
kerja
13
14
yang tinggi
dalam
perekonomian
internasional,
meningkatkan
Ibid, hal.5
Didi Krisna. 1993. Hubungan Bilateral dan Politik Internasional. Jakarta: Gramedia. Hal.18
11
interdependensi antara negara dan hal tersebut menekan dan mengurangi
konflik kekerasan antara negara.15 Meskipun suatu saat nanti bahwa resiko
terhadap negara modern akan masuk kembali pada pilihan militer, yang
berujung pada konfrontasi kekerasan akan minim.
Dengan melakukan hubungan bilateral terlebih dengan waktu yang
cukup lama, maka secara tidak langsung akan terjadi suatu dinamika yang
memiliki keterkaitan antara kedua negara akibat adanya kepentingan nasional
dari masing-masing pihak. Seperti halnya dalam kerjasama yang terjalin
cukup lama dapat memudahkan dilakukan kerjasama-kerjasama baru dalam
bidang lain. Sehingga jika suatu saat dari salah satu pihak akan tidak enggan
dalam memberikan bantuan yang pada dasarnya kembali lagi demi
kepentingan nasionalnya.
Pelaksanaan kerjasama melalui pengiriman tenaga kerja dengan
strategi alih teknologi, secara tidak langsung akan memberikan nilai lebih bagi
perekonomian Indonesia. Disatu sisi Indonesia dengan rencana awal yang
mempekerjakan TKI dengan mengirimkan ke Korea Selatan sebagai devisa
negara namun disisi lain TKI yang digunakan sebagai muliti-fungsi ini dengan
mengharapkan ilmu dan pengetahuan dari modal-modal teknologi yang
dimiliki Korea Selatan agar dapat diserap oleh pekerja. Sehingga terciptanya
penguasaan ilmu dan pengetahuan seperti awal mula harapan dikirimkannya
TKI agar berguna bagi TKI maupun negara.
15
Robert Jackson. 2009. Op.Cit. Hal.148
12
Dalam kerjasama yang menjadi tujuan adalah bagaimana cara
memelihara, mempertahankan dan meningkatkan kerjasama yang berlangsung
secara adil dan saling menguntungkan, cara mencegah dan menghindari
konflik, serta cara mengubah kondisi-kondisi persaingan dalam hal
pertentangan dengan menjadikannya sebuah kerjasama. Sejalan dengan itu
kerjasama terbentuk lebih kepada kondisi tingkat ekonomi. Kondisi ekonomi
mendukung tercapainya segala bentuk kepentingan dalam keeksistensian
sebuah negara. Melihat kondisi ini kerjasama yang dilakukan antara dua
negara, peran pemerintah meski bukan lagi hal yang utama namun tetap
memegang peranan penting dalam melakukan kerjasama.
C. Migrant Worker
Tuntutan kehidupan dari faktor ekonomi seringkali menjadikan
seseorang untuk bekerja di luar wilayah tempat tinggalnya. Secara umum,
istilah migrant worker atau tenaga kerja migran terbagi dalam dua jenis,
tenaga kerja musiman dan tenaga kerja yang menetap. Di Amerika Serikat
misalnya, tenaga kerja migran merupakan seorang pekerja yang bergerak dari
satu tempat ke tempat lain, dimana sering dikatakan sebagai pekerja musiman
karena pekerjaan disesuaikan dengan musim. Sedangkan disisi lain, tenaga
kerja migran adalah seorang pekerja migran yang bekerja di luar negara asal
mereka dan menetap untuk jangka waktu yang lebih lama. Hal ini juga sesuai
dengan jenis pekerjaan yang akan digeluti dimana mereka ditempatkan.
Tenaga kerja migran seperti halnya di negara-negara besar, seperti Amerika
Serikat yang memiliki banyak tempat, iklim, dan musim, sesuai bagi pekerja
13
musiman sedangkan di negara-negara yang lebih kecil, atau negara-negara
dengan banyak tetangga, lebih banyak orang memilih untuk bekerja di luar
negara asal mereka yang juga dikatakan sebagai tenaga kerja asing.
Tenaga kerja migran yang bekerja sesuai musiman seperti di Amerika
Serikat, berprofesi pada sektor pertanian atau perkebunan sehingga tenaga
kerja migran jenis ini diaggap sebagai tenaga kerja migran berketerampilan
rendah atau low-skill. Namun tidak sedikit pula tenaga kerja migran yang
kemudian bekerja di sektor yang lebih layak di perusahaan-perusahaan yang
mana tentu dibutuhkan tenaga kerja berketerampilan tinggi atau high-skill.
Sesuai yang dikeluarkan oleh Perserikatan Bangsa-bangsa mengenai istilah
‘Tenaga Kerja Migran’ dimana pada pengertiannya disebutkan bahwa “a
migrant worker is someone who works in a place in which they are not a
citizen. There are many reasons that workers may want to work in one country
and have citizenship in another.”16 Dalam ilmu hubungan internasional tenaga
kerja migran kemudian digunakan sebagai konsep dalam meneliti mengenai
para tenaga kerja yang bekerja di luar negeri.
Tenaga kerja migran juga terbagi atas dua sektor yaitu, tenaga kerja
migran pada sektor formal dan tenaga kerja pada sektor informal. Pada
pengertiannya, tenaga kerja migran sektor formal adalah pekerjaan yang
meliputi semua pekerjaan dengan jam normal dan upah regular, dan diakui
sebagai sumber pendapatan dimana adanya pajak yang harus dibayar.
16
United Nations. 1990. "United Nations Convention on the Protection of the Rights of All
Migrant Workers and Members of Their Families".
http://www.un.org/documents/ga/res/45/a45r158.htm. Diakses pada tanggal 17 Juli pada pukul
19.00 Wita.
14
Sedangkan tenaga kerja migran sektor informal adalah orang-orang yang
bekerja dengan tidak ada pengaturan kontrak resmi. Mereka tidak memiliki
upah reguler maupun manfaat. Mereka bisa menjadi freelancer, atau tenaga
kerja sementara.
15
Download