perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pengetahuan a. Definisi Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba (Notoatmodjo, 2007a). b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Mubarak (2007) berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah : 1) Pendidikan Tingkat pendidikan remaja mempengaruhi bagaimana seorang remaja itu menyikapi keadaan dirinya, termasuk dalam menghadapi perubahan kondisi tubuhnya memasuki masa kematangan reproduksi. Semakin tinggi pendidikan maka ia akan mudah menerima hal- hal baru dan mudah menyesuaikan dengan hal yang baru tersebut (Notoatmodjo, 2007b). 2) Informasi Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan mempunyai banyak akal dan mempunyai pengetahuan yang lebih luas. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 3) Budaya Lingkungan yanga ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi (Wawan, 2010). 4) Pengalaman Dalam hal ini, umur dan pendidikan merupakan wujud dari pengalaman yang nantinya akan menambah wawasan pengetahuan menjadi lebih banyak. Semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja (Wawan, 2010). 5) Sosial ekonomi Tingkat kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup berbeda- beda. Tingkat sosial ekonomi yang rendah menyebabkan keterbatasan biaya untuk menempuh pendidikan, sehingga pengetahuannya pun rendah. Sebaliknya bila ekonominya baik sehingga pendidikannya tinggi, tingkat pengetahuan akan tinggi juga (Notoatmodjo, 2007a) c. Tingkat Pengetahuan dalam Domain Kognitif Yaumi (2013) membagi pengetahuan dalam beberapa tingkatan, sesuai dengan tingkatan pada taksonomi Bloom, sebagai berikut: 1) Mengingat (Remember) Tingkatan ini merupakan tingkatan yang paling rendah. Seseorang dapat dikatakan berada dalam tingkatan ini, bila commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id orang tersebut mampu mengingat data atau informasi dari ingatan jangka panjang. 2) Memahami (Umderstand) Seseorang dikatakan mampu memahano sesuatu apabila ia mampu mengkonstruksi pemahaman dari pesanpesan pembelajaran yang bersifat lisan, tulisan, gambar. 3) Mengaplikasi (Apply) Tingkatan aplikasi dicirikan dengan seseorang mampu menyelesaikan atau menggunakan prosedur untuk menyelesaikan suatu pekerjaan 4) Menganalisis (Analyze) Menganalisis adalah memisahkan materi atau konsep menjadi bagian-bagian dan menentukan bagaimana bagianbagian tersebut saling berhubungan satu sama lain sehingga menjadi satu struktur atau tujuan. 5) Mengevaluasi (Evaluate) Mengevaluasi adalah mampu membuat keputusan berdasarkan kriteria dan standar-standar. 6) Menciptakan (Create) Tingkatan ini merupakan tingkatan tertinggi dalam domain kognitif, dimana seseorang mampu meletakkan berbagai elemen ke dalam suatu bentuk yang koheren atau commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id fungsional, atau menyusun elemen-elemen ke dalam satu bentuk atau struktur baru. d. Penilaian pengetahuan Dalam hal ini pengetahuan yang dimaksud ditekankan pada aspek kognitif. Pengukuran aspek kignitif menggunakan tes, khusunya tes yang mengukur performansi maksimal. Stimulus yang disajikan harus jelas struktur dan tujuannya sehingga subjek tahu betul arah jawaban yang dikehendaki (Azwar, 2013). Menurut Nursalam (2003), penilaian pengetahuan dapat dilihat dari setiap item pertanyaan yang akan diberikan peneliti kepada responden. Kategori pengetahuan dapat ditentukan dengan kriteria : 1) Baik : pertanyaan dijawab dengan benar 76-100%. 2) Cukup : pertanyaan dijawab dengan benar 56-75%. 3) Kurang : pertanyaan dijawab dengan benar < 56%. 2. Seksualitas a. Definisi Seks adalah perbedaan sifat pada kebanyakan species hewan dan tumbuhan, berdasarkan tipe gamet yang dihasilkan oleh gonad, ova (mikrogamet) yang khas pada betina, dan sperma (mikrogamet) pada jantan, atau kategori dimana individu ditempatkan berdasarkan sifat tersebut. Seks adalah menentukan jenis kelamin, yaitu ciri khas unsur commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id reproduktif jantan dan betina, keadaan jasmani individu dalam kaitannya dengan sikap atau aktivitas seksual (Nuswantari, 2003). Menurut Yuliadi (2010), seksualitas memiliki arti yang lebih luas karena meliputi bagaimana seseorang merasakan tentang diri mereka dan bagaimana mereka mengkomunikasikan perasaan tersebut terhadap orang lain melalui tindakan yang dilakukannya seperti sentuhan, ciuman, pelukan, senggama, atau melalui perilaku yang lebih halus seperti isyarat gerak tubuh, etiket, berpakaian dan perbendaharaan kata. b. Nilai seksual pada pria dan wanita Menurut Sarwono (2011) remaja pria lebih awal melakukan berbagai perilaku seksual dari pada remaja putri. Namun di berbagai kebudayaan termasuk Indonesia sendiri, sikap pria memang pada umumnya lebih permisif dari pada wanita, yang pada hakikatnya mencerminkan perbedaan nilai seksual antara remaja pria dan wanita yaitu : 1) Laki- laki lebih cenderung terbuka daripada wanita untuk menyatakan bahwa mereka sudah berhubungan seks dan sudah aktif berperilaku seksual. 2) Remaja putri menghubungkan seks dengan cinta. Alasan mereka untuk berhubungan seks adalah cinta, sementara itu pada remaja pria kecenderungan ini jauh lebih kecil. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id c. Orientasi seksual Seksualitas memiliki beberapa komponen, salah satunya adalah orientasi seksual. Orientasi seksual adalah ketertarikan yang bersifat abadi (enduring) secara emosional, romantis, dan afeksional kepada manusia lain (Majid, 2007). Terdapat 3 jenis orientasi seksual, yaitu : 1) Heteroseksual Heteroseksual ditujukan untuk seseorang yang tertarik secara seksual hanya kepada lawan jenis. Laki- laki tertarik pada perempuan, sebaliknya perempuan tertarik pada laki-laki. Sebagian besar orang digolongkan kategori ini. Orientasi heteroseksual adalah yang dianggap paling normal dan paling diterima (Majid, 2007). 2) Biseksual Istilah untuk perempuan maupun laki-laki yang tertarik secara seksual baik kepada perempuan dan laki-laki sekaligus. Perempuan tertarik pada perempuan dan laki-laki. Sebaliknya lakilaki juga tertarik secara seksual pada perempuan dan laki-laki sekaligus. Dalam kondisi ini, laki-laki tetap merasa dirinya sebagai laki-laki. Perempuan tetap merasa dirinya sebagai perempuan (Majid, 2007). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 3) Homoseksual Istilah untuk seseorang yang tertarik seksual pada sesama jenis. Istilah homoseksualitas dipakai untuk hubungan seksual antara dua orang pria. Dalam arti yang luas istilah ini berlaku pula bagi pasangan wanita-wanita yang lazim disebut lesbianisme (Wiknjosastro, 2005). 3. Penerapan Norma Sosial a. Definisi Norma merupakan aplikasi atau perwujudan dari nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat. Norma menjadi panduan, tatanan, dan pengendali tingkah laku warga. Norma juga menjadi kriteria bagi masyarakat untuk mendukung atau menolak perilaku seseorang. Oleh karena itu, setiap pola kelakuan yang telah sesuai dengan norma selalu mengandung unsur pembenaran. Artinya, tindakan yang dilakukan dengan cara seperti disebutkan dalam norma itu dapat dibenarkan atau diterima oleh banyak orang; diluar itu dinilai sebagai kesalahan atau tindakan yang kurang baik (Maryati, 2007). Perbedaan nilai dan norma adalah, secara umum norma mengandung sanksi yang lebih tegas terhadap pelanggarnya. Norma lebih banyak penekanannya sebagai peraturan-peraturan yng selalu disertai oleh sanksi-sanksi yang merupakan faktor pendorong bagi individu ataupun kelompok masyarakat untuk mencapai ukuran nilaicommit to user perpustakaan.uns.ac.id nilai digilib.uns.ac.id sosial tertentu yang dianggap baik untuk dilakukan (Muzdalisihaq, 2005). Norma sosial dimasukkan kedalam teori yang dikaji dengan cara sebagai berikut: norma sosial menentukan tindakan apa saja yang dianggap tepat atau benar, atau tidak tepat, atau tidak benar, oleh sekelompok orang. Norma-norma sosial diciptakan secara sengaja, dalam pengertian bahwa orang-orang yang memprakarsai atau ikut mempertahankan suatu norma merasa diuntungkan oleh kepatuhannya pada norma dan merugi karena melanggar norma. Norma biasanya ditegakkan melalui sanksi, yang berupa imbalan karena melakukan tindakan-tindakan yang dipandang benar atau hukuman karena melakukan tindakan-tindakan yang tidak benar. Orang-orang yang berpegang pada sebuah norma, menyatakan haknya untuk menerapkan sanksi dan mengakui hak orang lain yang berpegang pada norma tersebut untuk menerapkan sanksi. Orang-orang yang tindakannya berpegang pada norma tentunya mempertimbangkan norma-norma tersebut dalam setiap perilakunya, dan imbalan ataupun hukuman potensial yang menyertainya, bukan sebagai faktor penentu mutlak tindakannya, tetapi sebagai elemen yang mempengaruhi keputusannya tentang tindakan apa saja yang akan dilakukan demi kepentingannya (Coleman, 2008). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id b. Sifat Norma 1) Norma formal Bersumber dari lembaga masyarakat (institusi) yang formal atau resmi. Norma ini biasanya tertulis. Contoh: aturan-aturan yang berasal atau bersumber dari negara, seperti konstitusi, surat keputusan, dan peraturan daerah. 2) Norma non formal Biasanya tidak tertulis dan jumlahnya lebih banyak dari norma formal. Contoh: kaidah atau aturan yang terdapat di masyrakat, seperti pantangan-pantangan aturan dalam keluarga, dan adat istiadat. (Maryati, 2007) c. Tingkatan Norma Dilihat dari kekuatan mengikat terhadap anggota masyarakat, norma dibedakan menjadi beberapa tingkatan, yaitu: 1) Cara (Usage) Norma yang disebut „cara‟ hanya mempunyai kekuatan yang dapat diaktakan sangat lemah dibandingkan norma yang lainnya. Cara lebih banyak terjadi pada hubungan-hubungannya antarindividu dengan individu dalam kehidupan bermasyarakat. Jika terjadi pelanggaran terhadapnya (norma), seseorang hanya mendapatkan sanksi-sanksi yang ringan, seperti berupa cemoohan atau celaan dari individu Perbuatan seseorang yang melanggar commitlain. to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id norma (dalam tingkat cara) tersebut dianggap orang lain sebagai perbuatan yang tidak sopan, misalnya makan berdecak, makan sambil berdiri, dan sebagainya (Muzdalisihaq, 2005). 2) Kebiasaan (Folkways) Kebiasaan diartikan sebagai suatu aturan dengan kekuatan mengikat yang lebih kuat daripada usage karena kebiasaan merupakan perbuatan yang dilakukan berulang-ulang sehingga menjadi bukti bahwa orang yang melakukannya menyukai dan menyadari perbuatannya. Kebiasaan ini apabila dilakukan oleh sebagian besar anggota masyarakat disebut dengan tradisi dan menjadi identitas atau ciri masyarakat yang bersangkutan. Contohnya, kebiasaan menghormati dan mematuhi orang yang lebih tua, kebiasaan menggunakan tangan kanan apabila hendak memberikan sesuatu kepada orang lain (Maryati, 2007). 3) Tata kelakuan (Mores) Tata kelakuan adalah suatu kebiasaan yang diakui oleh masyarakat sebagai norma pengatur dalam setiap berperilaku. Tata kelakuan lebih menunjukkan fungsi sebagai pengawas kelakuan oleh kelompok terhadap anggota-anggotanya. Tata kelakuan mempunyai kekuatan pemaksa untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu; jika terjaid pelanggaran, maka dapat mengakibatkan jatuhnya sanksi, berupa pemaksaan terhadap pelanggarnya untuk kembali menyesuaikan diri dengan commit to user tata kelakuan umum perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id sebagaimana telah digariskan. Bentuk hukumannya biasanya dikucilkan oleh masyarakat dari pergaulan, bahkan mungkin terjadi pengusiran dari tempat tinggalnya (Muzdalisihaq, 2005). Contoh norma pada tingkat tata kelakuan adalah larangan berzina (Maryati, 2007). 4) Adat-Istiadat (Custom) Adat istiadat adalah tata kelakuan yang berupa aturanaturan yang mempunyai sanksi lebih keras. Anggota masyarakat yang melanggar norma adat akan mendapatkan sanksi hukum, baik formal maupun informal. Sanksi hukum formal biasanya melibatkan alat negara berdasarkan undang-undang yang berlaku dalam memaksa pelanggarnya untuk menerima sanksi hukum, misalnya pemerkosaan, menjual kehormatan orang lain dengan dalih usaha mencari kerja, dan sebagainya. Sedangkan sanksi hukum informal biasanya diterapkan dengan kurang atau bahkan tidak rasional, yaitu lebih ditekankan pada kepentingan masyarakat (Muzdalisihaq, 2005). d. Macam-Macam Norma Sosial Norma yang berlaku di masyarakat dapat diklasifikasikan dalam 5 jenis, yaitu norma agama, kesusilaan, kesopanan, kebiasaan dan hukum. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 1) Norma Agama Norma agama adalah suatu norma yang berdasarkan ajaran atau kaidah suatu agama. Norma ini bersifat mutlak dan mengharuskan ketaatan bagi para pemeluk atau penganutnya. Pemeluk yang taat akan diberikan keselamatan di akhirat, sedangkan yang melanggar akan mendapat hukuman di akhirat. Norma agama mampu membentuk masyarakat yang hidup penuh keseimbangan jasmani dan rohani (Maryati, 2007). Norma agama tergolong norma descriptive yaitu norma yang menginformasikan perilaku melalui contoh (Cialdini, et al, 2006). 2) Norma Kesusilaan Norma ini didasarkan pada hati nurani dan akhlak manusia. Norma kesusilaan bersifat universal. Artinya, setiap orang di dunia ini memilikinya, hanya bentuk dan perwujudannya saja yang berbeda. Misalnya, perilaku yang menyangkut nilai kemanusiaan seperti pembunuhan, pemerkosaan, dan pengkhianatan, pada umumnya ditolak oleh masyarakat manapun (Maryati, 2007). Norma kesusilaan tergolong dalam norma injunctives, yaitu norma yang umumnya disetujui atau ditolak oleh masyarakat. Norma kesusilaan bersandar pada suatu nilai kebudayaan. Pelanggaran terhadap norma ini berakibat sanksi pengucilan secara fisik (diusir) ataupun batin (dijauhi) (Cialdini, et al, 2006). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 3) Norma Kesopanan Norma kesopanan mengarah pada tingkah laku yang dianggap wajar dalam kehidupan bermasyarakat. Contoh norma kesopanan ialah mengucapkan salam saat memasuki rumah orang lain, menyapa kenalan yang kita temui di jalan, atau makan dengan menggunakan tangan kanan. Pelanggaran terhadap norma ini akan dikenai celaan, kritik, dan lain-lain. Norma kesopanan tergolong norma injunctives, yang dalam penerapannya melalui sanksi sosial (Sukardi, 2009; Cialdini, et al, 2006). 4) Norma Kebiasaan (habit) Norma kebiasaan merupakan hasil dari perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama sehingga menjadi kebiasaan. Orang yang tidak melakukan norma ini biasanya dianggap aneh oleh lingkungan sekitarnya. Contoh norma kebiasaan adalah kebiasaan melakukan „selamatan‟ atau doa bagi anak yang baru dilahirkan. Norma kebiasaan tergolong dalam norma descriptive (Maryati, 2007; Cialdini, et al, 2006). 5) Norma Hukum Norma hukum berupa rangkaian aturan yang berisi perintah dan larangan yang dibuat oleh lembaga formal, seperti pemerintah. Contohnya, perintah memakai helm standar bagi pengendara motor. Pelanggaran terhadap norma hukum akan dikenai denda, commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id penjara, bahkan hukuman mati. Norma hukum tergolong dalam norma injunctives (Sukardi, 2009; Cialdini, et al, 2006). e. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerapan Norma Sosial Berikut ini faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penerapan norma sosial: 1) Sanksi sosial 2) Aturan dari lembaga formal atau pemerintah 3) Kebiasaan 4) Adat istiadat 5) Kaidah agama 6) Hati nurani dan akhlak 7) Perilaku masyarakat (Coleman, 2008; Muzdalisihaq, 2005; Maryati, 2007; Sukardi, 2009). f. Pengukuran Penerapan Norma Sosial Penerapan norma sosial merupakan suatu bentuk sikap. Pengukuran kecenderungan perilaku dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat dan pernyataan responden terhadap suatu obyek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis kemudian dinyatakan pendapat responden melalui kuesioner (Notoatmodjo, 2007a). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 4. Paparan Pornografi a. Definisi Pornografi Menurut asal katanya, pornografi berasal dari kata porno yang berasal dari kata porne berarti cabul. Sedangkan kata pornografi berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan atau tulisan untuk membangkitkan nasfu birahi (Alwi, 2003). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008 mendefinisikan pornografi sebagai gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Adapun definisi pornografi menurut ahli adalah materi yang secara eksplisit dirancang untuk membangkitkan gairah. Didalamnya dapat berupa gambaran orang-orang yang sedang melakukan hubungan seksual, baik berwujud gambar maupun suara, ataupun tindakan yang melibatkan alat kelamin (misalnya vagina atau anal, oral sex dan masturbasi), sehingga memunculkan perasaan atau pikiran seksual. Banyak orang tua yang yakin bahwa pornografi tidak pantas bagi remaja (Miron, 2006; Courville dan Rojas, 2009; Reid, 2011). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Berdasarkan beberapa pengertian diatas, pornografi dapat didefinisikan sebagai gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang mencerminkan adanya perilaku seksual dan dapat menimbulkan perasaan atau pikiran seksual bagi yang melihatnya. b. Paparan Pornografi Banyak penelitain tentang berfokus pada televisi, tetapi minat yang muncul melibatkan internet. Kita tahu bahwa internet mampu menyediakan berbagai pengalaman (Escobar-Chaves, 2005). Sebagian remaja menggunakan komputer dan internet sebagai dua sarana, yaitu sebagai sarana mencari nformasi (mengerjakan tugas) dan sebagai sarana hiburan (Borzekowski, 2006). Remaja konsisten mengutip media massa sebagai sumber penting informasi kesehatan seksual. Meskipun media yang dapat memberikan pesan-pesan positif, beberapa materi mungkin terdistorsi dan berpotensi berbahaya, gagal untuk menunjukkan konsekuensikonsekuensi negatif tentang seks (Escobar-Chaves, 2005). Bahkan, ada bukti yang menunjukkan bahwa referensi seksual di televisi dan film dapat menjadi kunci kontributor coitus awal, sikap negatif terhadap kondom dan kontrasepsi, memiliki beberapa mitra seksual, dan kehamilan remaja (Collins, 2004). Sebuah studi commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id longitudinal terbaru oleh Chandra (2008), menemukan bahwa remaja yang mendapat paparan pornografi tinggi memiliki resiko dua kali lipat mengalami kehamilan remaja dibanding dengan remaja dengan paparan pornografi yang rendah. c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Paparan Pornografi pada Remaja 1. Jenis Kelamin Remaja laki-laki cenderung lebih mudah terpapar materi pornografi daripada remaja perempuan. Menurut Stock (2004), hampir 100% remaja laki-laki dan lebih dari 90% remaja perempuan pernah terpapar materi pornografi melalui majalah. 2. Kemajuan Teknologi Pornografi marak beredar dalam berbagai bentuk yang dapat dengan mudah dan murah diperoleh anak-anak dan remaja. seperti dalam bentuk video di telepon selular, pesan singkat (SMS), situssitus porno di internet atau gambar-gambar seronok di koran atau majalah. Belum lagi bila disebutkan VCD-VCD porno atau tayangan televisi yang cenderung mengumbar sensualitas dan seksualitas. 3. Kebutuhan akan Informasi dan Hiburan Dalam upaya pemenuhan kebutuhan informasi dan rekreasi, seringkali remaja menggunakan layanan internet, yang kadangkala tanpa disadari atau tidak mengandung unsur-unsur pornografi. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 4. Kecanduan Pengguna internet yang terlalu sering mengakses website yang bermuatan pornografi dapat menyebabkan kecanduan. Pengguna yang telah mengalami kecanduan akan sulit melepaskan diri dari tidak melihat pornografi di internet. 5. Pengawasan Orang Tua Kurangnya pengawasan yang ketat dari orang tua menyebabkan anak atau remaja mengkonsumsi materi-materi pornografi dengan leluasa. (Barzekowski, 2006; Zakaria, 2011; Stock, 2004; Deliana, 2013) d. Akibat Paparan Pornografi Djubaedah (2003), menyatakan beberapa akibat dari paparan pornografi antara lain: 1) Perzinaan dan Perkosaan 2) Hubungan seksual dengan binatang 3) Hubungan seksual dengan mayat 4) Hubungan sesama jenis (homoseksual, lesbian) e. Pengukuran Paparan Pornografi Guna melihat apakah seseorang terpapar materi pornografi ataupun tidak, perlu diketahui perilaku seseorang tersebut. Pengukuran atau cara mengamati perilaku dapat dilakukan melalui dua cara, secara langsung, yakni dengan pengamatan (obsevasi), yaitu mengamati tindakan dari subyek commit to user dalam rangka memelihara perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id kesehatannya. Sedangkan secara tidak langsung menggunakan metode mengingat kembali (recall). Metode ini dilakukan melalui pertanyaanpertanyaan terhadap subyek tentang apa yang telah dilakukan berhubungan dengan obyek tertentu (Notoatmodjo, 2005). 5. Remaja a. Pengertian Remaja yang dalam bahasa aslinya disebut adolesence, berasal dari bahasa Latin adolescere yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan”(Ali dan Asrori, 2004). Sedangkan dalam bahasa Inggris, adolescence megandung makna “berangsur-angsur”. Yang artinya adalah berangsur-angsur menuju kematangan secara fisik, akal kejiwaan dan sosial serta emosional (Al-Mighwar, 2006). Dalam ilmu kedokteran dan ilmu-ilmu yang terkait (seperti Biologi dan ilmu faal) remaja dikenal sebagai suatu tahap perkembangan fisik ketika alat-alat kelamin manusia mencapai kematangannya. Secara anatomis berarti alat-alat kelamin khususnya dan keadaan tubuh pada umumnya memperoleh bentuk yang sempurna. Secara faali, alat-alat kelamin tersebut sudah berfungsi secara sempurna pula. Pada akhir dari peran perkembangan fisik ini seorang pria berotot dan berkumis/berjanggut dan mampu menghasilkan beberapa ratus juta sel mani (spermatozoa) setiap kali ia berejakulasi (memancarkan air mani). Di lain pihak, seorang wanita commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id berpayudara dan berpinggul besar dan setiap bulannya mengeluarkan sebuah sel telur dari indung telurnya (Sarwono, 2011). b. Tahap Perkembangan Remaja Menurut Yusuf (2004) dalam tumbuh kembangnya menuju dewasa, berdasarkan kematangan psikoseksual dan seksual, semua remaja akan melewati tahapan berikut : 1) Remaja awal : 12-15 tahun. Pada tahap ini, remaja akan mulai berfokus pada pengambilan keputusan, menggunakan cara berpikir logis dan mulai menggunakan istilah-istilahnya sendiri. Perubahan fisik mulai terlihat pada diri remaja, dan mereka mulai mencoba melakukan onani. (Aryani, 2010; Soetjiningsih, 2007). 2) Remaja madya : 15-18 tahun. Pada tahap ini, remaja akan meningkatkan interaksinya terhadap kelompok dan tidak lagi bergantung pada keluarga, sudah terjadi eksplorasi seksual, serta mulai dapat mempertimbangkan kemungkinan masa depan. Pematangan fisik secara penuh dalam diri remaja (laki-laki mengalami mimpi basah, dan perempuan mengalami menarche). Gairah seksual telah mencapai puncak dan cenderung melakukan sentuhan fisik dengan lawan jenis. (Aryani, 2010; Soetjiningsih, 2007). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 3) Remaja akhir : 19-22 tahun. Pada tahap ini, remaja lebih berkonsentrasi pada rencana yang akan datang dan meningkatkan pergaulan. Mereka juga memulai untuk berpikir secara kompleks untuk memfokuskan diri terhadap masalah-masalah idealisme, toleransi, keputusan untuk karier dan pekerjaan. Remaja telah mempunyai perilaku seksual yang lebih banyak dan mulai berpacaran. (Aryani, 2010; Soetjiningsih, 2007). c. Tugas-Tugas Perkembangan Masa Remaja Tugas-tugas perkembangan masa remaja, menurut Hurlock (1991) dalam Ali dan Asrori (2004), adalah berusaha: 1) Mampu menerima keadaan fisiknya 2) Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa 3) Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis 4) Mencapai kemandirian emosional 5) Mencapai kemandirian ekonomi 6) Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat 7) Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 8) Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki dunia dewasa 9) Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan 10) Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga. 6. Perilaku Seksual Pra Nikah a. Definisi Perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual baik yang dilakukan sendiri, dengan lawan jenis maupun sesama jenis tanpa adanya ikatan pernikahan menurut agama (Sarwono, 2011). Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perilaku seksual pada remaja diantaranya adalah karena adanya perubahan hormon pada diri remaja yang dapat meningkatkan libido pada remaja tersebut, media informasi, adanya pergaulan bebas, kurangnya pemahaman remaja mengenai kematangan seksual dan kurangnya informasi tentang seks, baik dari lingkungan keluarga maupun lingkungan sekolah (Sarwono, 2011). Lingkungan pergaulan yang salah, justru kadang memberikan informasi yang salah dan menjerumuskan remaja ke dalam perilaku seks pra nikah. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id b. Tahapan Yuliadi (2010), merinci perilaku seksual dalam beberapa tahapan seperti dibawah ini : 1) Berfantasi Perilaku membayangkan dan mengimajinasikan aktivitas seksual yang menimbulkan perasaan erotisme. 2) Berpegangan tangan Saat berpegangan tangan, tidak terlalu menimbulkan rangsangan seksual yang kuat, namun dapat menimbulkan keinginan untuk mencoba aktivitas seksual yang lain. 3) Cium kering Cium kering berupa sentuhan pipi dengan pipi atau pipi dengan bibir. 4) Cium basah Berupa sentuhan bibir ke bibir. Biasanya dapat menimbulkan rangsangan seksual yang cukup kuat. 5) Meraba Meraba dilakukan pada bagian-bagian sensitif rangsang seksual, seperti leher, payudara, paha, alat kelamin, dan lain-lain. 6) Berpelukan Berpelukan menimbulkan perasaan tenang, aman, nyaman disertai rangsangan seksual (terutama bila mengenai daerah erogen atau sensitif). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 7) Masturbasi Perilaku merangsang organ kelamin untuk mendapatkan kepuasan seksual. 8) Oral seks Aktivitas seksual pada tahap ini adalah dengan cara memasukkan alat kelamin ke dalam mulut lawan jenis. 9) Petting Petting merupakan seluruh aktivitas non intercourse (hingga menempelkan alat kelamin, tetapi masih menggunakan celana dalam). 10) Intercourse (senggama) Intercouse merupakan aktivitas seksual dengan cara memasukkan alat kelamin laki- laki ke dalam alat kelamin wanita. c. Kecenderungan Perilaku Seksual Pra Nikah Kecenderungan perilaku dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif (Azwar, 2011): 1) Positif apabila kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek tertentu. 2) Negatif apabila terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu. d. Pengukuran Kecenderungan Perilaku Seksual Pra Nikah Pengukuran atau cara mengamati perilaku dapat dilakukan melalui dua cara, secara langsung, yakni dengan pengamatan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (obsevasi), yaitu mengamati tindakan dari subyek dalam rangka memelihara kesehatannya. Sedangkan secara tidak langsung menggunakan metode mengingat kembali (recall). Metode ini dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan terhadap subyek tentang apa yang telah dilakukan berhubungan dengan obyek tertentu (Notoatmodjo, 2005). Kuesioner mengacu pada skala Likert dengan bentuk jawaban pertanyaan atau pernyataan terdiri dari jawaban sangat setuju, setuju, agak setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju (Hidayat, 2009). 7. Kaitan Pengetahuan tentang Seksualitas, Penerapan Norma Sosial, Paparan Pornografi dan Kecenderungan Perilaku Seks Pra Nikah Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perilaku seksual pada remaja adalah adanya pengaruh media informasi dan kurangnya informasi tentang seks, baik dari lingkungan keluarga maupun lingkungan sekolah (Sarwono, 2011). Banyaknya materi pornografi yang disajikan bebas dalam media informasi, tentu dapat mendorong perilaku seks pra nikah pada remaja (Escobar-Chaves, 2005; Borzekowski, 2006). Selain faktor pendukung, terciptanya perilaku dapat dipengaruhi oleh faktor lain. Komponen perilaku dapat diketahui melalui respons subjek yang berkenaan dengan objek sikap. Respon yang dimaksud dapat berupa tindakan atau perbuatan yang dapat diamati dan dapat berupa intensi atau niat untuk melakukan perbuatan tertentu. Jika orang memiliki commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id pengetahuan yang luas tentang objek tertentu yang disertai dengan perasaan positif mengenai kognisinya, maka ia akan cenderung mendekatinya. Sebaliknya, bila orang memiliki anggapan, pengetahuan, dan keyakinan negatif yang disertai dengan perasaan tidak senang terhadap objek sikap, maka ia cenderung menjauhinya (Sarwono dan Meinarno, 2009). Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa pengetahuan dapat menjadi filter dari perilaku. Selain berdasarkan pengetahuan, manusia bertingkah laku cenderung mengikuti aturan-aturan yang ada dalam lingkungannya. Aturan-aturan yang mengatur tentang bagaimana sebaiknya sebaiknya kita bertingkah laku, disebut norma sosial (social norms). Manusia mencoba menyesuaikan diri dengan lingkungan agar dapat bertahan hidup (Sarwono dan Meinarno, 2009). Hal tersebut menunjukkan bahwa norma sosial juga dapat berperan sebagai filter bagi manusia dalam berperilaku. B. Penelitian yang Relevan 1. Ybarra dan Mitchell. 2005. Exposure to Internet Pornography among Children and Adolescent: A National Survey Tujuan penelitian tersebut untuk mengetahui aksestabilitas pornografi pada anak-anak yang dapat berdampak serius pada perkembangan seksual anak dan remaja. Populasi yang digunakan adalah seluruh warga di kota New Hampshire yang memiliki akses internet (6.594 orang). Besar sampel yang digunakan sebanyak 1.501 sampel commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id (usia 10-17 tahun) beserta walinya yang mengawasi penggunaan internet. Teknik sampling yang digunakan adalah probability sampling. Adapun metode pengumpulan data menggunakan Computer Assisted Telephone Interviewing (CATI). Penelitian yang dilaksanakan pada bulan AgustusOktober tahun1999 dan bulan Maret-Mei 2000 ini menyajikan hasil penelitian dalam analisi univariat dengan memaparkan data secara deskriptif dalam bentuk presentase. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini adalah: secara garis besar, responden digolongkan dalam 3 kelompok yaitu: 1) non-seekers (kelompok yang tidak mencari materi pornografi baik secara online maupun offline), 2) online seekers (mencari materi pornografi dengan sengaja secara online), 3) offline-only seekers (hanya mencari materi pornografi secara offline/tradisional, misal majalah dan sebagainya). Perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian ini adalah bahwa pada penelitian ini hanya bertujuan untuk melihat gambaran paparan pornografi pada remaja. Sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan, dikaitkan dengan faktor lain seperti pengetahuan tentang seksualitas, serta penerapan norma sosial, serta perilaku seks pranikah. 2. Supriati dan Fikawati. 2008. Efek Paparan Pornografi pada Remaja SMP Negeri Kota Pontianak Tahun 2008 Tujuan penelitian tersebut untuk mengetahui jenis paparan pornografi, efek yang terjadi serta faktor-faktor yang dapat mempengaruhi commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id efek paparan pornografi pada remaja. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa SMP di Kota Pontianak, sedangkan sampel yang digunakan sejumlah 395 responden remaja SMP Negeri dari lima kecamatan di Kota Pontianak, dengan teknik sampling multistage proportionate to size sampling. Penelitian dilaksanakan pada Desember 2007-Januari 2008 ini menggunakan analisis data meliputi analisis univariat, uji chi square dan uji regresi logistik ganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 83,3% remaja SMPN di Kota Pontianak telah terpapar pornografi dan 79,5% sudah mengalami efek paparan. Analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor paling dominan yang berhubungan dengan efek paparan adalah frekuensi paparan (sering) dengan Odds Ratio 5,02 (95 % CI: 1,39-18,09). Perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian sebelumnya adalah pada penelitian sebelumnya, difokuskan untuk mengetahui jenis paparan pornografi yang diterima oleh responden, serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi paparan tersebut. Sedangkan dalam penelitian yang akan dilakukan ini akan meneliti apakah paparan pornografi memiliki hubungan terhadap kecenderungan perilaku seks pranikah. Sehingga, karakteristik respondennya pun akan berbeda. Pada penelitian sebelumnya, responden merupakan orang-orang yang telah terpapar materi pornografi, sedangkan responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah orang-orang yang sudah terpapar maupun tidak terpapar materi pornografi. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 3. Mariani dan Bachtiar. 2009. Keterpaparan Materi Pornografi dan Perilaku Seksual Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri Tujuannya adalah mendapatkan gambaran secara kuantitatif tentang pemaparan siswa SMP terhadap materi pornografi dan melihat keterkaitannya pada perilaku seksual. Penelitian dilakukan di Kota Mataram dipilih empat sekolah negeri: SMPN 1, SMPN 5, SMPN 6 dan SMPN 7. Pengambilan data dilakukan dalam dua periode, yaitu di SMPN 7 pada bulan November-Desember 2008, dan di tiga sekolah lainnya (SMPN 1, SMPN 5, SMPN 6) pada bulan Maret-April 2009. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa SMP di Kota Mataram. Adapun sampel yang digunakan diambil tiga buah kelas paralel dari masingmasing kelas 7, 8 dan 9. Jumlah sampel penelitian adalah 36 kelas yang meliputi 1415 siswa, terdiri dari 693 siswa laki-laki dan 722 siswa perempuan dengan teknik sampling multi-stage sampling. Analisis data yang digunakan adalah statistik non-parametrik Kruskal-Wallis untuk mendeteksi perbedaan antar sekolah, jenis kelamin, dan kelas. Disamping itu, Chi square analysis (χ2) juga digunakan untuk mendeteksi perbedaan frekuensi pada data usia dan intensitas keterpaparan. Data perilaku seksual, perbedaan proporsi siswa yang menunjukkan suatu perilaku seksual antar kelas dan antar jenis kelamin dilakukan dengan analisis parametric (ANOVA dan uji t) karena data memenuhi. Kesimpulannya tidak ditemukannya keterkaitan antara pronografi dengan perilaku seksual pada siswa SMP di Mataram. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Perbedaan mendasar penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian ini adalah terletak pada jumlah variabelnya. Penelitian yang akan dilakukan, selain mengaitkan keterpaparan pornografi dengan kecenderungan perilaku seks pranikah, juga mengaitkannya dengan pengetahuan mengenai seksualitas dan penerapan norma sosial pada responden. 4. Kohler, et al. 2008. Abstinence-Only and Comprehensive Sex Education and the Initiation of Sexual Activity and Teen Pregnancy. Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan risiko kesehatan seksual remaja yang hanya menerima larangan melakukan aktivitas seksual dengan yang mendapatkan pendidikan seks secara komprehensif untuk remaja yang tidak menerima pendidikan seks secara formal. Penelitian dilakukan di Amerika Serikat, dengan jumlah sampel sebanyak 2.271 yang diambil secara probability sampling. Sampel yang digunakan adalah remaja berusia 15-19 tahun. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan wawancara. Adapun analisis data yang digunakan adalah analisis regresi logistik. Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini adalah: Pengajaran tentang kontrasepsi tidak berhubungan dengan peningkatan risiko remaja dalam melakukan aktivitas seksual ataupun mengalami Penyakit Menular Seksual. Remaja yang menerima pendidikan seks komprehensif memiliki risiko lebih rendah untuk mengalami kehamilan dibandingkan remaja commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id yang hanya mendapat larangan untuk beraktivitas seksual atau tidak mendapat pendidikan seks. Perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian ini adalah penelitian yang akan dilakukan, selain mengaitkan pengetahuan tentang seksualitas dengan kecenderungan perilaku seks pranikah, juga mengaitkannya dengan penerapan norma sosial dan paparan pornografi pada responden. 5. Samino. 2012. Analisis Perilaku Sex Remaja SMAN 14 Bandarlampung 2012. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi remaja, keterpaparan media, status pacaran, sikap menjaga keperawanan, gaya hidup, dan ketaatan beribadah dengan perilaku seksual siwa SMAN 14 Bandarlampung. Penelitian dilakukan di SMAN 14 Bandarlampung pada tahun 2011. Jenis penelitian yang dilakukan adalah analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi terdiri 12 kelas dan sampel 3 kelas dengan jumlah 102 remaja. Cara pengambilan sampel dengan simple random sampling (untuk pemilihan kelas). Analisa data menggunakan uji chi square dan Regresi Logistik. Hasil Uji Chi Square tidak ada hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi (p=1,000), ada hubungan keterpaparan media pornografi (p=0,000), ada hubungan status pacaran (p=0,015), tidak ada hubungan sikap menjaga keperawanan (p=0,485), tidak ada hubungan gaya hidup (p=0,149), ada hubungan pemahaman agama (p=0,000), dengan perilaku commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id sex remaja. Sedangkan keterpaparan media merupakan variabel yang paling dominan (p=0,003 dengan OR=5,523). Tidak terdapat interaksi diantara variabel (p=0,241) setelah dikontrol variabel status pacaran dan pemahaman agama. Kesimpulan, variabel keterpaparan media penyebab utama seorang siswa untuk berperilaku sex pranikah. Perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian ini adalah selain mengetahui hubungan variabel independen dengan variabel dependen secara parsial, dalam penelitian yang akan dilakukan cenderung bertujuan untuk mengetahui hubunagn antara variabel independen dengan variabel dependen secara bersama-sama. 6. Bankole, et al. 2007. Sexual Behavior, Knowledge and Information Sources of Very Young Adolescents in Four Sub-Saharan African Countries Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat gambaran aktivitas seksual remaja, pengetahuan tentang HIV, IMS dan pencegahan kehamilan, dan sumber informasi kesehatan seksual dan reproduksi, termasuk pendidikan seks di sekolah. Penelitian dilakukan di sebagian besar negara di Sub-Sahara Afrika dan dimulai pada tahun2004. Jenis penelitian yang dilakukan adalah survey. Sampel yang digunakan adaah remaja usia 12-19 tahun. survey ini bekerjasama dengan beberapa universitas, yang kemudian datanya dilengkapi dengan 2605 remaja berusia 12-14 tahun di Burkina Faso, 1903 remaja di Ghana, 1849 remaja di Malawi dan 2480 remaja di Uganda. Hasil penelitian menunjukkan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id bahwa remaja yang masih sangat muda pun telah mulai untuk aktif secara seksual. Mereka percaya bahwa teman-teman mereka pun juga telah aktif melakukan aktivitas seksual. Mereka memiliki tingkat kesadaran yang tinggi mengenai kehamilan dan pencegahan HIV, namun mereka masih memiliki sumber informasi yang sangat terbatas. Mengingat kebutuhan mereka untuk HIV, IMS dan informasi pencegahan kehamilan yang bersifat spesifik dan praktis dan mengingat bahwa sebagian besar bersekolah di sebagian besar negara di Sub-Sahara Afrika, pendidikan seks berbasis sekolah adalah jalan utma yang menjanjikan untuk peningkatan informasi bagi mereka. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan adalah jika penelitian sebelumnya hanya berfokus pada sumber informasi dan pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi, maka penelitian yang akan dilakukan mengaitkannya dengan variabl-variabel lain seperti penerapan norma sosial dan paparan pornografi pada remaja. 7. Young dan Jordan. 2013. The Influence of Social Networking Photos on Social Norms and Sexual Health Behaviors. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh media sosial online terhadap norma-norma sosial, sekaligus untuk melihat perilaku seksual pada remaja. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2013 dengan sampel sebanyak 203 mahasiswa dan dilakukan di Amerika (Universitas California di Los Angeles (UCLA), Universitas California di Barkeley, dan Universitas Stanford). Metode yang digunakan dalam commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id penelitian ini adalah survei. Penelitian ini mendapatkan kesimpulan bahwa jariangan sosial online dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap temannya mengenai perilaku seksual yang beresiko (perilaku seksual yang tidak aman terhadap penyakit menular seksual) dan dapat mempengaruhi niat dari pengguna jaringan sosial online itu sendiri terhadap perilaku seksual beresiko. Penelitian ini menunjukkan potensi kekuatan jaringan sosial online untuk mempengaruhi perilaku hidup sehat untuk menjadi kebiasaan dengan mengubah persepsi norma sebaya. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah bahwa dalam penelitian ini lebih menekakankan pada peran media sosial online sebagai sarana untuk mempengaruhi persepsi, namun dalam penelitian yang akan dilakukan, akan melihat apakah media yang mengandung unsur-unsur pornografi memiliki andil terhadap kecenderungan perilaku seks pranikah pada remaja. 8. Lo dan Wei. 2005. Exposure to Internet Pornography and Taiwanese Adolescents’Sexual Attitudes and Behavior Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi penggunaan internet yang mengandung unsur pornografi oleh remaja Taiwan dan hubungan antara paparan pornografi dengan sikap dan perilaku seksual remaja. Penelitian yang dimulai pada tahun 2001 ini dilakukan di Taipei, Taiwan ini menggunakan sampel sebanyak 2.001 sampel yang diambil dari 67 Sekolah Menengah Atas dan 62 Sekolah Menengah Pertama yang ada di Taipei. Teknik sampling yang digunakan adalah multistage cluster commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id sampling, sedangkan analisis data yang digunakan adalah korelasi Pearson, analisis regresi dan uji Chi-Square. Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa paparan pornografi berkaitan dengan penerimaan yang lebih besar mengenai perilaku seks bebas dan memiliki kemungkinan yang lebih besar pula dalam menarik remaja untuk memiliki kebiasaan melakukan aktivitas seksual. Salah satu hal terpenting dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa paparan pornografi di internet mendukung sikap dan kebiasaan perilaku seks bebas ketika hal tersebut diuji sekaligus dengan paparan pornografi secara tradisional, penggunaan media lain, dan faktor demografi. Perbedaan penelitian ini dan penelitian yang akan dilakukan adalah bahwa dalam penelitian ini hanya mengaitkan paparan pornografi dengan perilaku seks bebas pada remaja, sedangkan dalam penelitian yang akan dilakukan mengaitkannya juga dengan faktor lain seperti pengetahuan tentang pornografi dan penerapan norma sosial. commit to user perpustakaan.uns.ac.id 9. digilib.uns.ac.id Kerangka Pikir sanksi sosial budaya/adat istiadat peraturan pemerintah pendidikan informasi Pengetahuan tentang seksualitas Penerapan norma sosial kebiasaan kaidah agama umur akhlak dan hati nurani jenis kelamin perilaku masyarakat kemajuan teknologi kebutuhan informasi Paparan media pornografi Mekanisme kontrol diri (filter) kecanduan Keterangan : : Diteliti pengawasan orang tua : Tidak diteliti Kecenderungan perilaku seks pranikah perubahan hormon lingkungan pergaulan Gambar 2.1 Kerangka Pikir commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 10. Hipotesis 1. Ada hubungan antara pengetahuan tentang seksualitas dengan kecenderungan perilaku seks pranikah pada remaja. 2. Ada hubungan antara penerapan norma sosial dengan kecenderungan perilaku seks pranikah pada remaja. 3. Ada hubungan antara paparan pornografi dengan kecenderungan perilaku seks pra nikah pada remaja. 4. Ada interaksi antara pengetahuan tentang seksualitas, penerapan norma sosial, dan paparan pornografi dengan perilaku seks pra nikah pada remaja. commit to user