10 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Perspektif

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Perspektif Perkembangan
Manusia adalah makhluk hidup yang selalu mengalami perubahan dari
waktu ke waktu baik secara fisik, gerak, pikir, emosi dan sosial.
Komponen-kompenen tersebut tumbuh dan berkembang sejalan dengan
pertumbuhan dan perkembangan fungsi-fungsi organ yang ada dalam
tubuh, yang mendukung pelaksanaan aktivitas dalam hidupnya.
Perubahan yang terjadi sepanjang hidup mula-mula bersifat meningkat,
tetapi setelah mencapai puncak peningkatan dalam beberapa lama
kemudian akan mengalami penurunan. Dalam studi perkembangan
dijelaskan beberapa istilah urutannya adalah sebagai berikut:
a. Pertumbuhan, adalah proses peningkatan yang ada pada diri seseorang
yang bersifat kuantitatif, atau peningkatan dalam hal ukuran, misalnya
pertumbuhan fisik mulai dari tinggi badan, berat badan, dan lingkar
tubuh
b. Perkembangan, adalah proses perubahan kapasitas fungsional atau
kemampuan kerja organ-organ tubuh ke arah keadaan yang makin
terorganisasi dan terspesialisasi yaitu organ-organ tubuh makin bisa
dikendalikan sesuai dengan kemauan dan semakin bisa berfungsi
sesuai dengan fungsinya masing-masing
c. Kematangan, adalah kemajuan yang bersifat kualitatif dalam
perkembangan biologis berkenaan dengan kemajuan seluler, organ,
dan sistem dalam komposisi biokimia ke arah matang
d. Penuaan,
adalah
proses
penurunan
kualitas
organik
karena
bertambahnya usia, di mana perubahan yang terjadi setelah mencapai
puncak kematangan atau puncak perkembangan
10
11
Perubahan-perubahan tersebut didasarkan pada usia dan merupakan
fase-fase dalam perkembangan. Menurut Gallahue dan Ozmun (1988: 13)
klasifikasi perkembangan usia adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Klasifikasi Kronologis Usia (Gallahue dan Ozmun, 1988: 13)
No
1
Zygote
Embrio
Fetal (Janin)
Bayi
Neonatal
Bayi awal
Bayi akhir
Perkiraan usia rata-rata
Pembuahan hingga lahir ke
dunia
Pembuahan-1 minggu
2 minggu-8 minggu
8 minggu-lahir
Lahir hingga usia 24 bulan
Lahir-1 bulan
1 bulan-12 bulan
12 bulan-24 bulan
3
Kanak-kanak
Anak baru belajar berjalan
Masa kanak-kanak awal
Masa kanak-kanak akhir
2 tahun hingga 10 tahun
24 bulan-36 bulan
3 tahun-5 tahun
6 tahun-10 tahun
4
Remaja
Remaja awal
10 tahun hingga 20 tahun
10 tahun-12 tahun (wanita)
11 tahun-13 tahun (pria)
12 tahun-20 tahun (wanita)
14 tahun-20 tahun (pria)
2
Periode
Pranatal
Remaja akhir
5
6
7
Dewasa muda
Baru
memasuki
masa
dewasa
Masa kematangan
Dewasa madya
Masa transisi dalam hidup
Setengah baya
Dewasa tua
Awal memasuki dewasa tua
Dewasa tua menengah
Dewasa tahap akhir
20 tahun hingga 40 tahun
20 tahun-30 tahun
30 tahun-40 tahun
40 tahun hingga 60 tahun
40 tahun-45 tahun
45 tahun-60 tahun
60 tahun ke atas
60 tahun-70 tahun
70 tahun-80 tahun
80 tahun ke atas
2. Manusia Dewasa
a. Pengertian Dewasa
Masa dewasa merupakan periode di mana tidak terjadi lagi
perubahan karena faktor pertumbuhan setelah masa adolesensi yang
12
mengalami pertumbuhan cepat. Bertambahnya umur seseorang pada
usia
dewasa
diikuti
perusakan
jaringan-jaringan
tubuh
yang
menyebabkan turunnya kemampuan otot dan fungsi organ yang lain.
Penurunan kemampuan melakukan aktivitas dan kemampuan kerja
menjadi menurun disebabkan oleh penyusutan jaringan tubuh secara
bertahap. Penurunan fungsi fisiologis, neurologis, dan kemampuan
fisik terjadi sesudah umur antara 30 sampai 40 tahun dengan irama
yang berbeda untuk setiap orang (Sugiyanto, 1998: 218).
b. Teori Penuaan
Aging process atau proses menua adalah proses biologis yang
umum terjadi dan akan dialami oleh semua orang. Menua adalah
hilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan lunak untuk
memperbaiki diri atau mengganti atau memperbaiki struktur dan fungsi
sel dan jaringan secara normal bahkan cenderung ke arah penurunan
(Mubarak dkk, 2009: 110).
Menua adalah suatu proses menghilangnya kemampuan jaringan
secara perlahan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur
dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas
(termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita
(Constantinides, 1994: 55).
Proses penuaan adalah suatu proses natural dan kadang-kadang
tidak tampak menyolok. Proses penuaan akan terjadi pada semua
sistem pada tubuh manusia dan tidak semua sistem akan mengalami
kemunduran pada waktu yang sama. Kebanyakan proses penuaan
dimulai sekitar umur 30 tahun. Para ahli yang mengadakan studi
tentang proses aging
berpendapat
bahwa sangat penting untuk
membedakan secara hati-hati antara normal aging dan pathological
aging (Craig dan Watts, 1987: 210).
Secara umum teori penuaan dibagi menjadi dua kelompok besar
yaitu teori genetik dan non genetik (Pudjiastuti dan Utomo, 2003: 56).
13
1) Teori Genetik
Teori ini menitikberatkan mekanisme penuaan yang terjadi
pada nukleus sel, dengan penjelasan sebagai berikut:
a) Teori Hayflick
Teori ini membahas tentang penuaan yang disebabkan oleh
berbagai faktor, antara lain perubahan fungsi sel, efek
akumulatif dari tidak normalnya sel, kemunduran sel dalam
organ dan jaringan. Semakin cepat suatu organisme hidup maka
semakin cepat pula mereka akan menua.
b) Teori Error Sintesis Protein
Teori menyatakan bahwa kesalahan pembentukan protein
yang mengandung materi genetik. Apabila kesalahan tersebut
terus menerus terjadi dan diturunkan dari generasi berikutnya
maka jumlah molekul abnormal akan semakin banyak. Keadaan
tersebut dapat menyebabkan faal atau fungsi fisiologis
mengalami gangguan, hal ini akan berdampak tergangggunya
faal organ dan berakhir dengan kematian.
2) Teori Non Genetik
Teori ini memfokuskan di luar nukleus sel, seperti organ,
jaringan, dan sistem. Penjelasan teori berdasarkan non genetik
antara lain sebagai berikut:
a) Teori Autoimun
Menurut teori ini proses penuaan diakibatkan oleh antibodi
yang bereaksi terhadap sel normal dan merusaknya. Reaksi itu
terjadi karena tubuh gagal mengenal sel normal dan
memproduksi antibodi yang salah. Teori imunologis berangkat
dari pengamatan bahwa dengan bertambahnya usia maka
terjadi
penurunan
kadar
imunoglobulin,
terutama
Imunoglobulin D, peningkatan natural killer cell, penurunan
faal limfosit T dan resistensi terhadap infeksi, serta peningkatan
kejadian penyakit-penyakit autoimun.
14
b) Teori Radikal Bebas
Radikal bebas adalah atom atau molekul dengan susunan
elektron tak lengkap. Susunan elektron yang tidak lengkap
menyebabkan atom atau molekul sangat berpengaruh oleh
medan magnet. Hal ini mengakibatkan radikal bebas menjadi
bersifat amat reaktif. Tubuh dapat terhindar dari radikal bebas
jika enzim superoksid dismutase, katalase, dan glutation
peroksidase dihasilkan oleh tubuh.
c. Perubahan Manusia Dewasa
Memasuki masa dewasa terjadi berbagai macam perubahan.
Perubahan-perubahan yang terjadi bersifat kompleks dan mengalami
penurunan.
Menurut Fowler (2003: 43), perubahan karakteristik
penuaan terbagi terbagi menjadi tiga yaitu:
1) Fase subklinik (usia 25-35 tahun)
Kebanyakan hormon mulai menurun yaitu testosteron, growth
hormone (GH), dan estrogen. Pembentukan radikal bebas, yang
dapat merusak sel dan DNA mulai mempengaruhi tubuh, seperti
diet yang buruk, stres, polusi, paparan berlebihan radiasi ultraviolet
dari matahari. Kerusakan ini biasanya tidak tampak dari luar.
Individu akan tampak dan merasa normal tanpa tanda dan gejala
dari aging atau penyakit. Bahkan, pada umumnya rentang usia ini
dianggap usia muda dan normal.
Penurunan fungsi fisiologis, neurologis, dan kemampuan fisik
terjadi sesudah umur antara 30-40 tahun dengan irama yang
berbeda untuk setiap orang (Sugiyanto, 1998: 218).
2) Fase transisi (usia 35-45 tahun)
Selama tahap ini kadar hormon menurun sampai 25 %.
Kehilangan massa otot yang mengakibatkan kehilangan kekuatan
dan energi serta komposisi lemak tubuh yang meninggi. Keadaan
ini menyebabkan resistensi insulin, meningkatnya resiko penyakit
15
jantung, pembuluh darah, dan obesitas. Pada tahap ini mulai
muncul gejala klinis, seperti penurunan ketajaman penglihatan,
pendengaran, rambut
putih mulai tumbuh, elastisitas dan
pigmentasi kulit menurun, dorongan seksual dan bangkitan seksual
menurun. Tergantung dari gaya hidup, radikal bebas merusak sel
dengan cepat sehingga individu mulai merasa dan tampak tua.
Radikal bebas mulai mempengaruhi ekspresi gen, yang menjadi
penyebab dari banyak penyakit aging, termasuk kanker, arthritis,
kehilangan daya ingat, penyakit arteri koronaria dan diabetes.
3) Fase klinik (usia 45 tahun ke atas)
Orang mengalami penurunan hormon yang berlanjut, termasuk
DHEA (dehydroepiandrosterone), melatonin, GH, testosteron,
estrogen, dan hormon tiroid. Terdapat juga kehilangan kemampuan
penyerapan nutrisi, vitamin, dan mineral sehingga terjadi
penurunan densitas tulang, kehilangan massa otot sekitar 1
kilogram setiap 3 tahun, peningkatan lemak tubuh dan berat badan.
Di antara usia 40 tahun dan 70 tahun, seorang pria
kemungkinan
dapat
kehilangan
20
pon
ototnya,
yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk membakar 800-1.000
kalori per hari. Penyakit kronis menjadi sangat terlihat, akibat
sistem organ yang mengalami kegagalan. Ketidakmampuan
menjadi faktor utama menikmati tahun emas dan seringkali adanya
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sederhana dalam
kehidupan sehari-harinya. Prevalensi penyakit kronis akan
meningkat secara dramatik sebagai akibat peningkatan usia.
Pada usia ini terjadi penurunan kadar hormon sampai 25 %
sehingga kehilangan massa otot yang mengakibatkan kehilangan
kekuatan dan energi serta komposisi lemak tubuh yang tinggi.
Antara usia 30-70 tahun terjadi penurunan massa otot sekitar 30
persen sehingga kekuatan otot menurun (Komi, 1992: 325).
Menurut Skinner dalam Sugiyanto (1998: 224) menyatakan bahwa
16
setelah usia 30 tahun terlihat perubahan pada struktur dan kimiawi
jaringan.
Sedangkan menurut Ismayadi (2004: 21) perubahan-perubahan
yang dialami dewasa tua antara lain:
1) Perubahan Fisik
a) Sistem Muskuloskeletal
Pada usia dewasa akan mengalami beberapa penurunan
fisiologi, salah satunya adalah penurunan pada sistem
muskuloskeletal, adanya perubahan pada tulang, otot, sendi
yang
mengakibatkan
terjadinya
perubahan
penampilan,
kelemahan, dan lambatnya pergerakan (Guccione, 2000: 55).
 Jaringan Penghubung (kolagen dan elastin)
Kolagen sebagai protein pendukung utama pada kulit,
tendon, tulang, kartilago, dan jaringan pengikat mengalami
perubahan menjadi bentangan cross linking yang tidak
teratur. Bentangan yang tidak teratur dan penurunan
hubungan tarikan linier pada jaringan kolagen merupakan
salah satu penyebab menurunnya mobilisasi pada jaringan
tubuh
(Lewis,
1996:
110).
Perubahan
kolagen
menyebabkan turunnya kelenturan pada lansia yang akan
menimbulkan nyeri, penurunan dalam meningkatkan
kekuatan otot, ada kesulitan ketika melakukan gerakan
duduk ke berdiri, jongkok, berjalan, dan aktivitas yang lain.
 Kartilago
Fungsi dari kartilago sebagai peredam kejut dan
pelumas. Pada lansia kartilago menjadi lunak, mengalami
granulasi dan akhirnya permukaan kartilago menjadi rata.
Kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan
degenerasi menjadi lebih progresif. Proteoglikan komponen
dasar matrik berkurang, jaringan fibril pada kolagen
kehilangan kekuatan. Kartilago mengalami kalsifikasi pada
17
beberapa tempat (tulang rusuk, tiroid). Perubahan ini
mengakibatkan sendi mengalami peradangan, kekakuan,
nyeri, keterbatasan gerak hingga akan terjadi gangguan
pada aktivitas sehari-hari (Pudjiastuti dan Utomo, 2003:
65).
 Tulang
Bagian dari penuaan fisiologi adalah berkurangnya
kepadatan tulang. Kepadatan tulang akan menurun, dengan
bertambahnya usia. Penurunan massa tulang terjadi secara
perlahan pada pria dan wanita dimulai pada usia 35 tahun.
Penurunan massa tulang sebesar 0,3-0,5 % per tahunnya.
Proses
berpasangan
(coupling)
penulangan
yaitu
perusakan dan pembentukan tulang melambat, terutama
pembentukannya. Hal ini selain akibat menurunnya
aktivitas tubuh, juga akibat menurunnya hormon estrogen
(wanita), vitamin D, dan beberapa hormon lain (misal
parathormon dan kalsitonin). Tulang-tulang terutama
trabekulae menjadi lebih berongga-rongga, mikro-arsitektur
berubah, mudah rapuh (keropos) dan sering berakibat patah
tulang baik akibat benturan ringan atau spontan (Martono,
2011: 31). Pada wanita setelah menopause mengalami
penurunan massa tulang sebesar 2-4 % per tahun yang
artinya akan kehilangan massa tulang sebesar 25-30 %
dalam masa ini.
 Otot
Perubahan struktur otot pada penuaan, penurunan
jumlah dan serabut otot, peningkatan jaringan penghubung,
dan jaringan lemak pada otot yang akan berefek negatif.
Kerusakan otot terjadi karena penurunan jumlah serabut
otot dan atrofi (Stanley dan Beare, 2007: 98). Penurunan
jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan
18
penghubung, dan jaringan lemak pada otot (Pudjiastuti dan
Utomo, 2003: 77). Kelemahan otot bisa disebabkan karena
peningkatan proporsi otot digantikan oleh jaringan fibrosus
dan lemak. Ermini dalam Espenschade dan Eckert (1980:
245), menganggap hilangnya serat otot secara bertahap
akibat penuaan menjadi penyebab penurunan kekuatan otot,
sedangkan
berkurangnya
kapasitas
kerja
dengan
peningkatan usia merupakan hasil metabolisme energi yang
kurang efisien
Dampak
dari
penurunan
otot
adalah
penurunan
kekuatan, penurunan kelenturan, peningkatan waktu reaksi,
dan
penurunan
kemampuan
fungsional
pada
otot.
Penurunan Lean Body Mass (otot, organ tubuh, tulang) dan
metabolisme dalam sel-sel otot berkurang sesuai dengan
usia. Penurunan kekuatan otot mengakibatkan orang sering
merasa letih dan merasa lemah, daya tahan tubuh menurun
karena terjadi atrofi.
 Sendi
Pada dewasa tua organ di sekitar sendi seperti ligamen,
tendon, dan fascia mengalami penurunan elastisitas.
Ligamen, kartilago, dan jaringan partikular mengalami
penurunan daya lentur dan elastisitas. Terjadi degenerasi,
erosi, kalsifikasi pada kartilago dan kapsul sendi (Border
dan Marilyn, 1994: 180). Komponen-komponen kapsul
sendi pecah dan kolagen yang terdapat pada jaringan
penyambung meningkat secara progresif yang jika tidak
dipakai lagi akan menyebabkan inflamasi, nyeri, penurunan
mobilitas sendi, dan deformitas (Stanley dan Beare, 2007:
89). Pada sendi yang kehilangan fleksibilitas maka akan
berpengaruh pada lingkup gerak sendi yang lebih terbatas.
b) Sel
19
 Lebih sedikit jumlahnya dan tergangguanya mekanisme
perbaikan sel
 Berkurangnya cairan dalam tubuh dan berkurangnya cairan
intraselular
 Menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah dan
hati
 Jumlah sel otak menurun
c) Sistem Respirasi
 Otot-otot pernafasan mengalami penurunan kekuatatan
 Paru-paru kehilangan elastisitas dalam proses inspirasi dan
ekspirasi
 Ukuran alveoli menjadi melebar dan jumlahnya berkurang
d) Sistem Kardiovaskuler
 Elastisitas dinding aorta menurun
 Katup jantung menebal dan menjadi kaku
 Kemampuan jantung memompa darah menurun sehingga
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya
 Kehilangan
elastisitas
pembuluh
darah,
kurangnya
efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenisasi
 Tekanan darah meninggi akibat meningkatnya resistensi
pembuluh darah perifer
2) Perubahan Mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental, antara
lain:
a) Perubahan fisik
b) Kesehatan umum
c) Keturunan (Hereditas)
d) Lingkungan
3) Perubahan Psikososial
Penuruanan aspek sosial karena pensiun dari suatu pekerjaan,
dan mengalami perubahan gaya hidup.
20
3. Kemampuan Fisik Manusia Dewasa
a. Komponen-komponen Kemampuan Fisik
Peningkatan kemampuan fisik masa dewasa bukan lagi merupakan
peningkatan yang dihasilkan proses oleh pertumbuhan yang menyertai
bertambahnya usia, tetapi merupakan hasil dari pengalaman dan
latihan (Sugiyanto, 1998: 210).
Bertambahnya umur seseorang pada usia dewasa diikuti perusakan
jaringan-jaringan tubuh yang menyebabkan turunnya kemampuan otot
dan fungsi organ yang lain. Penurunan kemampuan melakukan
aktivitas, kemampuan fisik, dan kemampuan kerja menjadi menurun
disebabkan
oleh
penyusutan
jaringan
tubuh
secara
bertahap.
Kemampuan fisik sangat dibutuhkan dalam mendukung kegiatan
keseharian.
Menurut Sugiyanto (1993: 221) kemampuan fisik adalah
kemampuan memfungsikan organ-organ tubuh dalam melakukan
aktivitas fisik. Kemampuan fisik sangat penting untuk mendukung
mengembangkan aktivitas psikomotor. Gerakan yang terampil dapat
dilakukan apabila kemampuan fisiknya memadai. Kemampuan fisik
meliputi 4 kategori besar yaitu:
1) Ketahanan
Kemampuan tubuh untuk memenuhi kebutuhan penggunaan
oksigen sehingga memungkinkan melanjutkan melakukan aktivitas
fisik, termasuk kemampuan untuk membuang bertambahnya
konsentrasi asam laktat. Ketahanan meliputi dua macam yaitu:
a) Ketahanan muskular, yaitu kemampuan otot atau sekelompok
otot untuk bertahan melakukan aktivitas dalam jangka waktu
lama
b) Daya tahan jantung dan paru yaitu daya tahan jantung dan paru
yaitu kapasitas untuk meneruskan aktivitas fisik dalam waktu
lama, yang memerlukan interaksi yang efisien antara aliran
darah, kerja jantung, dan paru-paru (Harsono, 1988: 78). Pada
21
lanjut usia komponen ini sangat penting diperhatikan
mengingat banyaknya penyakit degeneratif mengenai sistem
tersebut
2) Kekuatan Otot
Kekuatan
otot
adalah
kualitas
yang
memungkinkan
pengembangan tegangan otot dalam kontraksi yang maksimal atau
kemampuan menggunakan daya tegang untuk melawan beban dan
hambatan. Kekuatan ditentukan oleh volume otot dan kualitas
kontrol pada otot yang bersangkutan (Bouchard, 1974: 215).
Menurut Wahjoedi (2000: 59) kekuatan otot adalah tenaga,
gaya, atau tegangan yang dapat dihasilkan oleh sekelompok otot
pada suatu kontraksi dengan beban maksimal. Sejalan dengan itu,
FOX dalam Jumadin (1999: 8) juga mengemukakan pendapatnya
bahwa kekuatan otot adalah suatu daya tegangan, satu otot atau sekelompok yang dapat dicapai suatu usaha maksimal.
3) Fleksibilitas
Menurut Annarino (1980: 65) fleksibilitas adalah kualitas yang
memungkinkan suatu segmen tubuh bergerak dengan luas
rentangan sendi semaksimal mungkin. Fleksibilitas ditentukan oleh
mobilitas sendi dan elastisitas otot-otot antagonis.
Menurut pendapat Harsono (1988: 163) bahwa
kelentukan
(flexibility) adalah kemampuan untuk melakukan gerakan dalam
ruang gerak sendi. Kelentukan juga ditentukan oleh elastis tidaknya
otot-otot, ligamen dan tendon. Sedangkan Sajoto (1988: 58)
berpendapat bahwa kelentukan adalah keefektifan seseorang dalam
menyesuaikan dirinya untuk melakukan segala aktivitas tubuh
dengan penguluran seluas-luasnya, terutama otot-otot, ligamenligamen di sekitar persendian.
Selain itu, Wahjoedi (2000: 60) mengatakan bahwa kelentukan
adalah kemampuan tubuh untuk melakukan gerakan melalui ruang
gerak sendi atau ruang gerak tubuh secara maksimal.
22
4) Kelincahan
Kemampuan bergerak dengan cepat yang meliputi komponen
perubahan arah yang cepat, berhenti dengan cepat, waktu reaksi
respon yang singkat serta deksteritas. Sajoto (1988: 58)
menyatakan bahwa kecepatan adalah kemampuan seseorang dalam
melakukan gerakan berkesinambungan dalam bentuk yang sama
dalam waktu sesingkat-singkatnya.
Wahjoedi (2000:61) berpendapat bahwa kelincahan adalah
kemampuan tubuh mengubah arah secepatnya tanpa ada gangguan
keseimbangan atau kehilangan keseimbangan. Sedangkan Harsono
(1988: 67) menyatakan bahwa kelincahan adalah kombinasi dari
kekuatan, kecepatan, ketepatan, keseimbangan, fleksibilitas dan
koordinasi neuro-muscular.
5) Keseimbangan
Proses mempertahankan proyeksi pusat gravitasi jatuh pada
landasan penopang, dimana hasil seluruh gaya yang bekerja
menjadi nol, yang merupakan proses kompleks, melibatkan
penangkapan dan koordinasi dari asupan sensoris, perencanaan
gerakan, dan pemunculan gerakan (Pudjiastuti dan Utomo, 2003:
88).
Pada orang dewasa, kemampuan fisik yang saling berpengaruh
yaitu kemampuan fisik pada komponen kekuatan otot punggung,
fleksibilitas togok dan keseimbangan.
Beberapa penurunan kemampuan fisik yang terjadi yaitu
penurunan pada kekuatan otot punggung, kelenturan punggung
terutama pada vertebrae lumbalis, dan keseimbangan yang
berpengaruh pada aktivitas. Penurunan yang terjadi dengan
bertambahnya umur seseorang pada sel-sel otot ditentukan oleh
kematangan dari sel-sel itu sendiri pada usia dewasa. Sel-sel
tersebut relatif akan dapat bertahan atau mengalami sedikit
23
perubahan selama seseorang masih melakukan latihan atau
aktivitas fisik.
b. Kekuatan Otot Punggung
Kekuatan otot adalah kemampuan otot untuk membangkitkan
tegangan terhadap suatu tahanan. Kekuatan otot adalah komponen
yang sangat penting guna meningkatkan kondisi fisik secara
keseluruhan karena kekuatan merupakan daya penggerak setiap
aktivitas fisik dan kekuatan memegang peranan penting dalam
melindungi
dari
kemungkinan
cedera
serta
dapat
membantu
memperkuat stabilitas sendi-sendi (Sidiq, 2014: 56).
Menurut Sajoto dalam Sidiq (2014: 58), mengatakan bahwa
kekuatan adalah komponen kondisi fisik, yang menyangkut masalah
kemampuan seseorang pada saat mempergunakan otot-ototnya,
menerima beban dalam waktu kerja tertentu.
Kekuatan otot adalah kemampuan tegangan otot untuk melawan
beban atau hambatan. Kekuatan merupakan jumlah maksimum daya
yang dikerahkan oleh suatu otot atau sekelompok otot di dalam upaya
melawan beban atau hambatan. Kekuatan otot ditentukan oleh
besarnya penampang otot serta kualitas kontrol pada otot yang
bersangkutan (Sugiyanto, 1998: 259).
Kekuatan otot dapat digambarkan sebagai kemampuan otot
menahan beban baik berupa beban eksternal (exsternal force) maupun
beban internal (internal force). Kekuatan otot sangat berhubungan
dengan sistem neuromuskuler yaitu seberapa besar kemampuan sistem
saraf mengaktifasi otot untuk melakukan kontraksi. Sehingga semakin
banyak serabut otot yang teraktifasi, maka semakin besar pula
kekuatan yang dihasilkan otot tersebut.
Kekuatan otot dipengaruhi oleh rekruitmen motor unit, tingkat
pengkodean motor unit, sinkronisasi satuan unit, siklus peregangan
pemendekan, hambatan neuromucular, jenis serat otot, otot hipertrofi.
24
Kekuatan otot lumbal adalah tenaga, gaya atau ketegangan yang
dapat dihasilkan oleh otot lumbal atau sekelompok otot punggung pada
suatu kontraksi dengan beban maksimal. Otot punggung memiliki
peranan yang sangat besar dalam aktivitas sehari-hari. Gerakangerakan seperti mengemudi, menimba air, membuka pintu, dan
memanjat memerlukan bantuan otot punggung (Sidiq, 2014: 60).
Otot punggung yang lemah menggambarkan potensi cedera yang
tinggi, karena otot punggung adalah salah satu otot penyangga tubuh
yang berada di pusat tubuh manusia. Bersamaan dengan otot-otot yang
menyelimuti perut, otot punggung termasuk dalam kategori core
muscle atau otot pusat tubuh. Sakit pinggang yang diderita oleh banyak
orang adalah pertanda otot punggung yang lemah. Banyak orang yang
sakit pinggang justru menghindari melakukan latihan punggung
dengan alasan takut cedera. Hal yang sebaiknya justru terjadi, di mana
latihan punggung dengan beban justru membantu meningkatkan
kekuatan otot punggung sehingga rasa sakit tersebut dapat dihilangkan
atau diminimalisir (Sidiq, 2014: 61).
Otot punggung merupakan area yang komplek dan luas karena otot
punggung terdiri dari beberapa otot dan berlapis-lapis. Macam-macam
otot punggung, antara lain: M. Rhomboideus Mayor, M. Rhomboideus
Minor, M. Trapezius Upper, M. Trapezius Middle, M. Trapezius
Lower, M. Levator Scapulae, M. Latisimus Dorsi, M. Obliquus
Externus, M. Obliquus Internus, M. Erector Spine, dll (Putz dan Pabst,
2000: 160).
25
Gambar 2.1. Otot Punggung
Sumber: Putz dan Pabst, 2000: 160
Otot punggung bawah relatif inaktif pada posisi berdiri santai,
namun aktivitasnya sangat diperlukan sebagai stabilitas otot postural
static untuk menjaga kolumna vertebralis (Moore dan Dalley, 2004:
199).
c. Fleksibilitas Togok
1) Pengertian Fleksibilitas
Membicarakan masalah fleksibilitas selalu mengacu pada
kemampuan ruang gerak sendi atau persendian tubuh. Banyak ahli
memberikan penjelasan mengenai pengertian fleksibilitas yaitu
antara lain:
26
a) Menurut
Harsono
(1988:
163),
“Fleksibilitas
adalah
kemampuan untuk melakukan gerakan dalam ruang gerak
sendi.”
b) Menurut Rushall dan Pyke (1990: 273), “Flexibility is an
important characteristic for human performance because it
governs the range of movement that is used in a technique and
the length of the movement over which forces can be
generated. It relates to the range of movement around a joint.”
c) Menurut Bloomfield dan Elliot (1994: 209), “Flexibility can be
defined as the range of movement in a joint or several joints.”
Maksud dari pernyataan tersebut adalah fleksibilitas dapat
diartikan sebagai ruang gerak di sekitar sendi atau di beberapa
sendi.
d) Menurut AAHPERD (1999: 112), “Flexibility is the ability of a
joint and the muscles and tendons surrounding it to move freely
and comfortably through its intended full range of motion
(ROM)." Maksud dari pernyataan tersebut bahwa fleksibilitas
adalah kemampuan dari sendi, otot, dan tendon-tendon di
sekitarnya untuk dapat digerakkan dengan bebas dan nyaman,
maksudnya adalah ruang gerak yang luas.
Dari
beberapa
pendapat
di
atas
mengenai
pengertian
fleksibilitas, maka dapat disimpulkan bahwa fleksibilitas adalah
kemampuan untuk melakukan gerak dalam ruang gerak sendi.
Kemampuan yang dimaksudkan merupakan prasyarat untuk
menampilkan suatu keterampilan yang memerlukan ruang gerak
sendi yang luas dan memudahkan untuk melakukan gerakangerakan yang cepat dan lincah. Keberhasilan untuk menampilkan
gerakan demikian itu sangat ditentukan oleh luasnya ruang gerak
sendi.
Fleksibilitas mengandung pengertian, yaitu luas gerak satu
persendian atau beberapa persendian (Sukadiyanto dalam Alim,
27
2002: 33). William (1993: 315), Gallahue dan Ozmun (1998: 274),
menyatakan fleksibilitas sendi adalah kemampuan dari berbagai
macam sendi tubuh untuk bergerak melalui luas gerak sendi
mereka secara penuh.
Fleksibilitas togok adalah kemampuan jaringan di sekitar
persendian atau kemampuan persendian pada lumbal untuk
bergerak bebas dan nyaman hingga mencapai ROM yang maksimal
(Ratnawati, 2010: 45). Fleksibilitas togok sangat mempengaruhi
kerja manusia, terutama dalam melakukan kegiatan yang
berhubungan dengan pembungkukan badan dalam mengangkat
beban (Purnama, 2007: 50).
Fleksibilitas togok sangat penting untuk stabilitas dan juga
untuk mempertahankan postur tubuh (Wahyuni, 2004: 3). Adanya
kelenturan sendi maka dapat melakukan gerakan membungkuk dan
peregangan tubuh. Namun, seiring dengan bertambahnya usia
menyebabkan adanya penurunan elastisitas otot-otot.
2) Macam Fleksibilitas
Ada dua macam fleksibilitas, yaitu fleksibilitas statis dan
fleksibilitas dinamis. Pada fleksibilitas statis ditentukan oleh
ukuran dari luas gerak satu persendian atau beberapa persendian.
Sebagai contoh untuk mengukur luas gerak persendian tulang
belakang dengan cara sit and reach. Sedangkan fleksibilitas
dinamis adalah kemampuan seseorang dalam bergerak dengan
kecepatan yang tinggi.
Menurut Wiliam dalam Gallahue dan Ozmun (1998: 274), ada
dua tipe dari fleksibilitas yaitu: statis dan dinamis. Fleksibilitas
statis adalah prestasi luas gerak sendi dengan menggunakan tarikan
pelan atau sedang yang melibatkan sedikit persendian. Fleksibilitas
dinamis adalah prestasi luas gerak sendi yang daoat dicapai saat
tubuh bergerak cepat.
28
3) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fleksibilitas
Fleksibilitas seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor. Para
ahli memberi penjelasan mengenai faktor-faktor tersebut antara
lain:
a) Bompa (1994: 317) menyebutkan “Flexibility is affected by the
form, type, and structure of a joint, ligaments and tendons, the
muscles, age and sex, body temperature and muscle
temperature.”
Maksud
dari
pernyataan
tersebut
bahwa
fleksibilitas dipengaruhi oleh tipe dan struktur sendi, ligamen,
tendon, otot, usia dan jenis kelamin, serta suhu tubuh dan suhu
otot.
b) Bloomfield dan Elliot (1994: 212) menyebutkan, “Factors
affecting flexibility is age, gender, environmental conditions,
psychological effect, limitations to the range of movement,
physiological limitations.” Maksud dari pernyataan tersebut
factor-faktor yang mempengaruhi fleksibilitas adalah usia, jenis
kelamin, kondisi lingkungan, efek psikologis, keterbatasan
ruang gerak, dan keterbatasan fisiologis.
c) Moeloek (1984: 23) menyebutkan, “Faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap fleksibilitas adalah a) tulang dan ligamen
sendi, b) jaringan di sekitar sendi, dan c) ekstensibilitas otototot yang tendonnya melintasi sendi”.
Dari beberapa pendapat ahli mengenai faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap fleksibilitas, berikut ini akan dijelaskan
secara singkat mengenai faktor-faktor tersebut, yaitu sebagai
berikut:
a) Otot
Kebanyakan jaringan dalam tubuh terdiri dari satuan-satuan
sel hidup yang susunannya disesuaikan dengan fungsi jaringan
tertentu. Satuan sel utama dalam jaringannya disebut serabut
otot. Serabut tersebut panjang dan kecil serta dikelilingi oleh
29
matriks jaringan ikat yang disebut endomisium. Serabut itu
letaknya sejajar dan disusun dalam ikatan. Tiap ikatan
dibungkus oleh perimisium, yaitu lapisan kedua dari jaringan
ikat. Ikatan-ikatan ini terbungkus dalam epimisium, yaitu
lapisan jaringan yang menutupi seluruh otot.
Lapisan-lapisan jaringan ikat membentuk kesatuan susunan
otot rangka yang berfungsi sebagai penghubung antara serabut
otot dengan tulang. Pada kedua ujung otot, lapisan jaringan ikat
menyatu dengan daging yang langsung terikat pada tulang.
Jaringan ikat memberikan kelentukan pada otot, yakni sifat
fisik yang menentukan daya rentang otot. Karena otot
seringkali melewati persendian, komponen otot elastis menjadi
faktor yang membatasi kelentukan sendi (Dwijowinoto, 1993:
147).
b) Tendon
Tendon merupakan sekumpulan jaringan penunjang tempat
otot dapat melekat pada tulang. Tendon menghubungkan otot
dengan tulang seperti tali, dan bentuknya datar atau rata.
Tendon terdiri dari jaringan ikat padat yang mempunyai serat
yang tersusun oleh garis longitudinal atau memanjang. Tendon
memiliki regangan yang kecil sehingga memungkinkan untuk
mentransfer kontraksi otot langsung ke tulang yang diikatnya.
c) Ligamen
Ligamen atau tali pengikat yang ada di sekitar sendi,
merupakan pembalut dari jaringan penghubung yang kuat yang
fungsi utamanya adalah untuk menguatkan sendi. Ligamen
terdiri dari ikatan-ikatan serabut kolagen yang tersusun sejajar
dan mempunyai struktur yang sama dengan tendon. Tingkat
kemampuan regangnya sama dengan kemampuan yang dimiliki
oleh tendon.
30
Kurangnya kelenturan pada tubuh, khususnya terjadi pada
ligamen yang membujur di bagian punggung (Longitudinal
Ligament Posterior). Demikian juga dengan kondisi jalinan
serabut yang membentuk bagian luar dari tulang rawan
(Annulus Fibrosus). Ketika jalinan ini kehilangan kemampuan
untuk memanjang kelenturannya, maka jalinan tersebut akan
robek ketika terjadi gerakan yang salah, sehingga akan
mempercepat keretakan tulang tersebut. Adapun gerakan yang
dapat memberi tekanan pada jalinan ini adalah ketika punggung
membungkuk ke depan (Kisner, 1996: 415).
d) Tipe dan struktur sendi
Susunan bentuk sendi menentukan kemampuan gerakan
seseorang dan masing-masing susunan persendian juga
menyebabkan perbedaan fungsi
yang khusus.
Menurut
Dwijowinoto (1993: 148), persendian tubuh manusia biasanya
dikelompokkan menurut jenis gerakan yang dapat dilakukan
berdasarkan
sifat
bentuk
fisiknya,
yakni
sinarthrodial,
amfiarthrodial, atau diarthrodial. Persendian diarthrodial
mempunyai beberapa sifat fisik yang memungkinkan tingkat
kelentukan yang tinggi, termasuk: (1) dua lekukan sendi yang
membelah tulang, (2) tulang muda hialin yang lunak yang
menutupi ujung tulang, dan (3) suatu selaput sinovial yang
memberi minyak pada sendi.
Tipe dan struktur sendi, berpengaruh terhadap tingkat
fleksibilitas seseorang. Orang yang memiliki persendian
dengan jenis diarthrodial memiliki tingkat fleksibilitas yang
lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang memiliki
persendian dengan jenis sinarthrodial. Hal ini disebabkan
karena pada sendi jenis diarthrodial, memiliki sifat fisik yang
berpengaruh terhadap tingkat fleksibilitas yang tinggi. Sifat
fisik tersebut adalah dua lekukan sendi yang membelah tulang,
31
tulang muda hialin, dan ada selaput sinovial yang memberi
minyak pada sendi. Sedangkan pada persendian jenis
sinarthrodial tidak memiliki sifat fisik seperti pada sendi jenis
diarthrodial.
Persendian diklasifikasikan secara struktural (ikatan materi
tulang ada tidaknya rongga persendian) dan fungsional
(gerakan yang dimungkinkan pada persendian). Kalsifikasi
kartilago artikuler, disertai dengan penyimpanan non inflamasi
dari sendi penyokong berat badan. Cairan sinovial mengental
dan kartilago hialin mengalami degenerasi. Perubahanperubahan ini dapat mempengaruhi rentang gerak, dan cara
berjalan. Ankilosis dari ligamen dan sendi menambah gambaran
fleksi umum (Lueckenotte, 1997: 133).
e) Suhu Tubuh dan Suhu Otot
Suhu tubuh dan suhu otot mempengaruhi luas suatu
gerakan. Suhu tubuh dan suhu otot dapat ditingkatkan dengan
melakukan pemanasan, demikian pula luas suatu gerakan. Luas
suatu gerakan meningkat mengikuti suatu latihan pemanasan,
semenjak itu aktivitas jasmani yang progresif meningkatkan
aliran darah pada suatu otot sehingga serabut otot menjadi lebih
elastis. Karena ototnya elastis maka berpengaruh juga terhadap
luasnya suatu gerakan (Bompa dan Haff, 2009: 264).
f) Sistem saraf
Penyakit dari sistem saraf, contoh peningkatan tonus otot
akan mengurangi fleksibilitas.
Usia merupakan faktor penting dalam menentukan fleksibilitas
seseorang. Fleksibilitas seseorang meningkat pada masa kanakkanak dan berkurang bersamaan dengan bertambahnya usia. Hal ini
sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Corbin dan Noble
dalam Bloomfield dan Elliot (1994: 212) bahwa, "Flexibility
increased in a child until adolescence, when there appeared to be a
32
plateau effect, followed by a steady decrease in mobility as the
individual aged.” Maksud dari pernyataan tersebut adalah
fleksibilitas meningkat pada waktu kanak-kanak sampai masa
remaja kemudian menetap, selanjutnya dengan bertambahnya usia,
terjadi penurunan mobilitas secara berangsur-angsur.
Bertambahnya usia merupakan faktor yang dapat menyebabkan
penurunan pada fleksibilitas. Hal ini disebabkan karena dengan
bertambahnya usia, maka otot-otot, tendon-tendon dan jaringan
ikat memendek dan terjadinya proses pengerasan menjadi kapur
dari beberapa tulang rawan yang mengakibatkan berkurangnya
kemampuan ruang gerak sendi (Bloomfield dan Elliot, 1994: 213).
Pada umur 60 tahun individu-individu yang tidak terlatih akan
kehilangan 20-30 % kefleksibilitasnya.
d. Keseimbangan
Keseimbangan
keseimbangan
adalah
tubuh
kemampuan
ketika
untuk
ditempatkan
di
mempertahankan
berbagai
posisi.
Keseimbangan Postural (balance stability) didefinisikan sebagai
kemampuan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan saat
berjalan yaitu dapat berjalan secepat mungkin (Dharmmika, 2005: 9).
Menurut (Suhartono, 2005: 5) keseimbangan postural adalah
kemampuan tubuh untuk memelihara pusat dari massa tubuh dengan
batasan dari stabilitas yang ditentukan oleh dasar penyangga. Pusat
massa tubuh adalah titik di mana jumlah gaya yang bekerja sama
dengan nol. Pada orang normal, pusat massa tubuh terletak di depan
vertebra sacral ke-2 atau berada 55-57 % dari tinggi badan seseorang
di atas tanah. Batasan stabilitas adalah tempat pada suatu ruang di
mana tubuh dapat menyangga dan keseimbangan adalah kemampuan
untuk mempertahankan keseimbangan tubuh ketika ditempatkan di
berbagai posisi.
33
Keseimbangan terbagi atas dua kelompok yaitu: (1) Keseimbangan
statik adalah suatu keadaan di mana seseorang dapat memelihara
keseimbangan tubuhnya pada suatu posisi tertentu selama jangka
waktu tertentu, misalnya pada anak yang menirukan patung. (2)
Keseimbangan dinamik merupakan keseimbangan pada saat tubuh
melakukan gerakan atau saat berdiri di atas landasan yang bergerak
(dynamic standing) yang akan menempatkannya dalam kondisi yang
tidak stabil, dan pada keadaan ini kebutuhan akan kontrol
keseimbangan postural semakin meningkat. Misalnya: keseimbangan
saat berjalan, naik di atas perahu, ataupun berlari di atas treadmill
(Suhartono, 2005: 3).
Dalam keseimbangan terdapat komponen-komponen pengontrol
keseimbangan di antaranya adalah:
1) Sistem Informasi Sensoris
Sistem informasi sensoris dibagi menjadi visual, vestibular,
dan somatosensoris.
a) Visual
Visual memegang peran penting dalam sistem sensoris.
Keseimbangan akan terus berkembang sesuai umur, mata akan
membantu
agar
tetap
fokus
pada
titik
utama
untuk
mempertahankan keseimbangan, dan sebagai monitor tubuh
selama melakukan gerak statik atau dinamik. Penglihatan juga
merupakan sumber utama informasi tentang lingkungan dan
tempat kita berada. Penglihatan memegang peran penting untuk
mengidentifikasi dan mengatur jarak gerak sesuai lingkungan
tempat kita berada. Penglihatan muncul ketika mata menerima
sinar yang berasal dari obyek sesuai jarak pandang.
Dengan informasi visual, maka tubuh dapat menyesuaikan
atau bereaksi terhadap perubahan bidang pada lingkungan
aktivitas sehingga memberikan kerja otot yang sinergis untuk
mempertahankan keseimbangan tubuh.
34
b) Sistem vestibular
Komponen vestibular merupakan sistem sensoris yang
berfungsi penting dalam keseimbangan, kontrol kepala, dan
gerak bola mata. Reseptor sensoris vestibular berada di dalam
telinga. Reseptor pada sistem vestibular meliputi kanalis
semisirkularis, utrikulus, serta sakulus. Reseptor dari sistem
sensoris ini disebut dengan sistem labyrinthine. Sistem
labyrinthine
mendeteksi
perubahan
posisi
kepala
dan
percepatan perubahan sudut. Melalui refleks vestibulo-occular,
mereka mengontrol gerak mata, terutama ketika melihat obyek
yang bergerak. Mereka meneruskan pesan melalui saraf
kranialis VIII ke nukleus vestibular yang berlokasi di batang
otak. Beberapa stimulus tidak menuju nukleus vestibular tetapi
ke serebelum, formatio retikularis, thalamus dan korteks
serebri.
Nukleus vestibular menerima masukan (input) dari reseptor
labyrinth, retikular formasi, dan serebelum. Keluaran (output)
dari nukleus vestibular menuju ke motor neuron melalui
medula spinalis, terutama ke motor neuron yang menginervasi
otot-otot proksimal, kumparan otot pada leher dan otot-otot
punggung (otot-otot postural). Sistem vestibular bereaksi
sangat
cepat
sehingga
membantu
mempertahankan
keseimbangan tubuh dengan mengontrol otot-otot postural.
c) Somatosensoris
Sistem somatosensoris terdiri dari taktil atau proprioseptif
serta persepsi-kognitif. Informasi proprioseptif disalurkan ke
otak melalui kolumna dorsalis medula spinalis. Sebagian besar
masukan (input) proprioseptif menuju serebelum, tetapi ada
pula yang menuju ke korteks cerebri melalui lemniskus
medialis dan talamus.
35
Kesadaran akan posisi berbagai bagian tubuh dalam ruang
sebagian bergantung pada impuls yang datang dari alat indera
dalam dan sekitar sendi. Alat indera tersebut adalah ujungujung saraf yang beradaptasi lambat di sinovial dan
ligamentum. Impuls dari alat indera ini dari reseptor raba di
kulit dan jaringan lain, serta otot diproses di korteks menjadi
kesadaran akan posisi tubuh dalam ruang.
2) Kekuatan Otot
Kekuatan otot dapat digambarkan sebagai kemampuan otot
menahan beban baik berupa beban eksternal (exsternal force)
maupun beban internal (internal force). Kekuatan otot sangat
berhubungan dengan sistem neuromuskuler yaitu seberapa besar
kemampuan sistem saraf mengaktifasi otot untuk melakukan
kontraksi sehingga semakin banyak serabut otot yang teraktifasi,
maka semakin besar pula kekuatan yang dihasilkan otot tersebut.
Kekuatan otot adalah kemampuan otot atau grup otot
menghasilkan tegangan dan tenaga selama usaha maksimal baik
secara dinamis maupun secaca statis. Kekuatan otot dihasilkan oleh
kontraksi otot yang maksimal. Otot yang kuat merupakan otot yang
dapat berkontraksi dan rileksasi dengan baik. Jika otot kuat maka
keseimbangan dan aktivitas sehari-hari dapat berjalan dengan baik
seperti berjalan, lari, bekerja ke kantor, dan lain sebagainya.
Kekuatan otot yang lemah, contoh otot punggung karena otot
punggung adalah salah satu otot penyangga tubuh yang berada di
pusat
tubuh
manusia.
Bersamaan
dengan
otot-otot
yang
menyelimuti perut, otot punggung termasuk dalam kategori core
muscle atau otot pusat tubuh.
Kekuatan otot dari kaki, lutut serta pinggul harus adekuat untuk
mempertahankan keseimbangan tubuh saat adanya gaya dari luar.
Kekuatan otot tersebut berhubungan langsung dengan kemampuan
36
otot untuk melawan gaya gravitasi serta beban eksternal lainnya
yang secara terus menerus mempengaruhi posisi tubuh.
4. Jenis Kelamin
Selain faktor usia, jenis kelamin berpengaruh juga terhadap
fleksibilitas seseorang. Hal ini berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Phillips, Kirchner dan Glines dalam Bloomfield dan Elliot (1994:
212). Mereka mengatakan, ". . .that elementary school aged girls were
more flexible than boys of a similar age.” Selain itu, Bompa (1994: 318)
menyebutkan, “Age and sex affect flexibility to theextent that younger
individuals and girls as opposed to boys, seem to be moreflexible.”
Bahkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Phillips, Kirchner dan
Glines dalam Bloomfield dan Elliot (1994 :212) menyebutkan, “Females
appear to be more flexible with smaller bones and less musculature
thanmales.” Jadi maksud penjelasan di atas ialah wanita lebih lentur
daripada laki-laki karena tulang-tulangnya lebih kecil dan otot-ototnya
lebih sedikit daripada laki-laki.
Anak laki-laki fleksibilitas meningkat pada usia 6-10 tahun, kemudian
menurun ketika masuk remaja (10-12 tahun) dan selanjutnya meningkat
lagi tanpa bisa memperoleh level seperti anak-anak. Wanita mempunyai
pola yang mirip kecuali puncak fleksibilitasnya pada umur 12 tahun.
Sesudah umur 25 tahun pada semua jenis kelamin terdapat penurunan
fleksibilitas pada sendi-sendi utama.
Proporsi relatif tipe serat otot pada laki-laki maupun wanita cenderung
sama, namun terdapat perbedaan pada area cross-sectional. Perbedaan
kekuatan antara laki-laki dan wanita lebih nampak pada ekstremitas atas
dibandingkan bawah. Kekuatan maksimum untuk pria dan wanita masih
dapat meningkat sampai umur 25 tahun sampai usia kurang lebih 48 tahun
dan setelah itu terjadi penurunan. Pada umur 65 tahun kekuatan otot
tinggal 65-70 % dari yang mereka miliki pada usia 20-30 tahun
(Sugiyanto, 1998: 221).
37
Pada orang dewasa, rata-rata laki-laki lebih tinggi 13 cm dan lebih
berat 15-20 kg dari rata-rata wanita (Wilmore dalam Taufik, 2013: 7).
Kepadatan tulang pada wanita kira-kira 25 % lebih rendah daripada lakilaki dan rasio tuas sendi-sendinya secara fungsional juga kurang efektif.
Kapsul sendi pada wanita lebih lunak dan lentur. Hal tersebut
menyebabkan lebih rendahnya toleransi terhadap stres-stres fisik yang
ekstrim dan pada umumnya cenderung lebih mudah cedera. Pada orang
dewasa, dimensi fisik laki-laki rata-rata 7-10 % lebih besar daripada
wanita. Perbedaan ukuran tersebut pada anak-anak sangat sedikit sampai
usia pubertas, anak perempuan lebih tinggi dan lebih besar daripada anak
laki-laki. Hal ini disebabkan awal pubertas yang lebih dini pada anak
perempuan 9-13 tahun daripada anak laki-laki 10-14 tahun dengan waktu
yang lebih panjang. Di bawah pengaruh hormon testosteron, laki-laki
tumbuh lebih tinggi dengan gelang bahu yang lebih luas dan panggul yang
lebih sempit serta tungkai yang lebih panjang. Wanita dengan dipengaruhi
hormon estrogen berkembang dengan bahu yang lebih sempit, panggul
yang lebih luas relatif terhadap tinggi tubuhnya.
Menurut Whiting (2008: 120) bahwa kekuatannya otot laki-laki dan
wanita berbeda karena perbedaan massa otot sehingga akan mempengaruhi
tingkat fleksibilitas pada otot. Otot laki-laki lebih tebal dibandingkan otot
wanita sehingga otot laki-laki lebih kuat dibandingkan wanita. Selain itu,
otot wanita lebih lentur dibandingkan laki-laki. Hal itu disebabkan oleh
testosteron, hormon steroid yang disekresikan utamanya pada laki-laki,
testosteron ini akan mempromosikan sintesis dan perakitan aktin serta
miosin.
Kerja maksimum laki-laki setelah usia 25 tahun akan mengalami
penurunan 1 % setiap tahun, sedangkan penurunan yang terjadi pada
wanita sedikit lebih besar dibanding pria.
Perbandingan keadaan fisik antara pria dengan wanita dewasa
menunjukkan bahwa wanita memiliki tubuh yang relatif kecil. Proporsi
jaringan lemak dengan otot berbanding 18:35 untuk wanita, sedangkan
38
untuk pria 18:42. Dengan demikian, jumlah otot pada laki-laki lebih
banyak daripada wanita. Hormon estrogen pada wanita berperan dalam
penimbunan lemak pada tempat-tempat tertentu selama masa pubertas,
sedangkan testosteron merangsang perkembangan otot pada laki-laki.
Bila dinyatakan dalam persentase dari berat badannya, wanita dewasa
memiliki lemak sekitar dua kali lebih banyak daripada laki-laki.
Menurut Pate dalam Taufik (2013: 10) bahwa orang dewasa muda
persentasi lemak tubuh rata-rata 25% untuk wanita dan 15% untuk lakilaki. Perbedaan ini terjadi karena berat lemak absolut pada wanita lebih
besar dibandingkan dengan berat tanpa lemak. Dengan perbandingan
tersebut pria lebih untung ditinjau dari segi kemampuan gerak.
Dibandingkan dengan pria, wanita kurang memiliki skeletal yang kokoh
sehingga kurang menunjang kekuatan. Sedangkan kelemahan pada
beberapa persendian terutama kurang kuatnya kapsul sendi dapat berakibat
terbatasnya gerakan.
5. Aktivitas Fisik
Adalah pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan pengeluaran
tenaga yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan fisik dan mental,
serta mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat dan bugar sepanjang
hari (Depkes, 2006: 80). Sedangkan menurut WHO (2006: 256)
menjelaskan bahwa aktivitas fisik merupakan pergerakan tubuh akibat
aktivitas otot–otot skelet yang mengakibatkan pengeluaran energi.
Aktivitas fisik menggambarkan gerakan tubuh yang disebabkan oleh
kontraksi otot sehingga menghasilkan energi. Berjalan kaki, berkebun,
naik turun tangga, bermain bola, menari, merupakan aktivitas fisik yang
baik untuk dilakukan. Untuk kepentingan kesehatan, aktivitas fisik
haruslah sedang atau bertenaga serta dilakukan hingga kurang lebih 30
menit setiap harinya dalam seminggu (Wardlaw, 2007: 214)
Menurut Pusat Promosi Kesehatan Indonesia (Promkes, 2009: 2)
Aktivitas fisik adalah pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan
39
pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan fisik
dan mental, serta mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat dan
bugar sepanjang hari. Aktivitas fisik dan latihan dapat mempengaruhi
keseimbangan, postural stability dan lain-lain hal ini ditunjukkan oleh
gambar dibawah ini:
Positive Effect on postural stability or risk
factors for falls
Balance
strength & power
functional ability
co-ordination
Mobility
Gait
Depression
fear of falling
Physical Activity
Structured
Exercise
Negative Effect on postural stability
unsafe practice
acute fatigue
displacement of centre of gravity
environmental risk exposure
Positive Effect on falls
 only with sufficient
- tailoring, duration
- frequency, intensity
 and with components of
- balance and Tai Chi
- strength and power
- endurance
- reducing asymmetry
- co-ordination
- functional/gait skills
- postural/transfer skills
- floor work
Negative Effect on falls
unsafe practice
acute fatigue
displacement of centre of gravity
environmental risk exposure
Gambar 2.2. Pengaruh Aktivitas Fisik Dan Exercise
Sumber: Skelton, 2001: 39
Inaktivitas fisik merupakan salah satu gaya hidup yang tidak sehat.
Hal tersebut termasuk faktor resiko penyebab kematian, morbiditas kronis,
dan kecacatan (BRFS, 2001: 764). Aktivitas fisik yang kurang juga
merupakan masalah kesehatan dunia yang umum, dan merupakan sebagai
prioritas dunia kesehatan internasional. Fakta disertai bukti yang jelas
mengenai adanya hubungan inaktivitas terhadap banyak peningkatan
resiko penyakit-penyakit kronis, termasuk penyakit jantung, stroke dan
40
juga penyakit kanker (Roux et al, 2008: 35). Di antara hal tersebut ada
faktor resiko yang mempengaruhi yaitu seperti obesitas, dyslipidemia,
diabetes tipe 2 dan leukemia (Sakuta dan Suzuki, 2005: 184).
Seseorang yang menghabiskan sedikit waktunya untuk melakukan
aktivitas fisik dalam sehari dibanding dengan orang yang aktif memiliki
tingkat METs yang rendah dan memiliki lebih banyak lemak tubuh (Lau et
al, 2007: 176). Aktivitas fisik didefinisikan sebagai setiap gerakan tubuh
yang dihasilkan oleh otot-otot skeletal dan menghasilkan peningkatan
resting energy expenditure yang bermakna. Aktivitas fisik juga dapat
didefinisikan sebagai suatu gerakan fisik yang menyebabkan terjadinya
kontraksi otot (Utari, 2007: 34).
Aktivitas fisik juga merupakan parameter tingkat kesehatan seseorang.
Pemeliharaan dan peningkatan kondisi kesehatan mutlak diperlukan agar
terlindungi dari dampak negatif penyakit-penyakit non-infeksi di atas.
Aktivitas fisik ini dapat dilihat pengaruhnya terhadap faktor-faktor seperti
kondisi metabolik, dan tingkat berat badan dan gangguan metabolisme
(Vouri, 2004: 101).
Adapun kriteria dan pengukuran tingkat aktivitas fisik serta
manfaatnya, adalah sebagai berikut:
a. Kriteria dan Pengukuran Tingkat Aktivitas Fisik
Ada 3 macam kriteria, dan pengukuran tingkat aktivitas fisik yang
dapat kita lakukan untuk mempertahankan kesehatan tubuh yaitu:
1) Aktivitas Fisik Rendah
Aktivitas fisik yang bersifat untuk ketahanan, dapat membantu
jantung, paru-paru, otot, dan sistem sirkulasi darah tetap sehat dan
membuat tubuh lebih bertenaga, contohnya:
a) Berjalan kaki
b) Lari ringan
c) Berenang dan senam
d) Berkebun dan kerja di taman.
2) Aktivitas Fisik Sedang
41
Aktivitas fisik yang bersifat untuk kelenturan dapat membantu
pergerakan lebih mudah, mempertahankan otot tubuh tetap lentur
dan sendi berfungsi dengan baik. Contohnya:
a) Peregangan, mulai dengan perlahan-lahan tanpa kekuatan atau
sentakan, dilakukan secara teratur selama 10-30 detik, bisa
mulai dari tangan dan kaki
b) Senam taichi atau yoga
c) Mencuci pakaian dan mobil
d) Mengepel lantai
3) Aktivitas Fisik Berat
Aktivitas fisik yang bersifat untuk kekuatan dapat membantu
kerja otot tubuh dalam menahan sesuatu beban yang diterima,
tulang tetap kuat, dan mempertahankan bentuk tubuh serta
membantu meningkatkan pencegahan terhadap penyakit seperti
osteoporosis, contohnya:
a) Push-up, dengan mempelajari teknik yang benar untuk
mencegah otot dan sendi dari kecelakaan
b) Naik turun tangga
c) Angkat berat/ beban
d) Membawa belanjaan
e) Mengikuti kelas senam terstruktur dan terukur (fitness)
Para ahli epidemiologi membagi aktivitas fisik menjadi dua
kategori yaitu aktivitas fisik yang terstruktur (kegiatan olahraga) dan
aktivitas tidak terstruktur (kegiatan sehari-hari seperti berjalan,
bersepeda, bekerja) (William, 1993: 214). Banyaknya aktivitas fisik
berbeda pada tiap individu tergantung pada gaya hidup perorangan dan
faktor lainya.
Menurut Numalina (2011: 65) secara umum aktivitas fisik dibagi
menjadi tiga tingkatan:
1) Kegiatan ringan
42
Hanya
membutuhkan
sedikit
tenaga
dan
biasanya
tidak
menyebabkan perubahan dalam pernafasan.
2) Kegiatan sedang
Membutuhkan tenaga intens atau terus menerus, gerakan otot yang
berirama dan nafas menjadi agak terengah-engah.
3) Kegiatan berat
Biasanya berhubungan dengan olahraga. Merupakan kegiatan yang
dilakukan pada intensitas yang dapat memacu detak jantung sekitar
60-70 % dari maksimum. Aktivitas ini akan membuat berkeringat
dan nafas agak sesak.
b.
Manfaat aktivitas fisik
Manfaat aktivitas fisik menurut Haywood (1986: 90) adalah
mempengaruhi pertumbuhan dan kematangan. Beberapa manfaat dari
melakukan aktivitas fisik secara teratur (WHO, 2006: 55): 1)
Membantu orang mengendalikan berat badannya, yang pada akhirnya
memungkinkan mereka untuk mempertahankan gaya hidup yang lebih
baik dan tetap segar serta waspada selama terjaga, 2) Membantu
mengurangi resiko penyakit jantung dan gagal jantung, karena otototot jantung menjadi lebih kuat, 3) Mampu mengurangi resiko
diabetes tipe 2 dan kondisi lain yang terkait dengan aktivitas seperti
obesitas, 4) Membantu mengurangi resiko kanker jenis tertentu, 5)
Membantu menguatkan tulang menjadi lebih kuat dan otot menjadi
lebih lentur untuk mengurangi cedera fisik, 6) Secara keseluruhan
aktivitas fisik membantu kesempatan untuk lebih lama hidup.
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dilakukan oleh Battie et al (1987: 56) tentang
Spinal Flexibility and Individual Factors That Influence It, menyimpulkan
bahwa fleksibilitas togok pada orang dewasa dipengaruhi oleh berbagai faktor
individu seperti usia, jenis kelamin, dan aktivitas fisik. Goldspink (2011: 11)
43
dalam penelitiannya yang berjudul Age-Related Loss of Muscle Mass and
Strength menyatakan bahwa ada hubungan antara usia dengan penurunan
massa otot dan kekuatannya. Hrazdíra et al (2013: 135) meneliti tentang The
comparison of flexibility in the Czech population aged 18-59 years, di mana
nilai signifikansinya < 0,05 yang berarti ada perbedaan fleksibilitas pada orang
usia 18-59 tahun. Penelitian Stathokostas et al (2013: 8) tentang Flexibility of
Older Adults Age 55-86 Years and the Influence of Physical Activity,
menyimpulkan bahwa fleksibilitas orang dewasa tua lebih ditentukan oleh usia
daripada aktivitas fisik.
C. Kerangka Berfikir
Dewasa Usia 40-60 Tahun
Jenis Kelamin
Laki-laki
Aktivitas
Fisik
Ringan
Perempuan
Aktivitas
Fisik
Sedang
Aktivitas
Fisik
Berat
Aktivitas
Fisik
Ringan
Aktivitas
Fisik
Ringan
Aktivitas
Fisik
Berat
Perubahan Kekuatan Otot Punggung, Fleksibilitas Togok, dan
Keseimbangan
Gambar 2.3. Kerangka Berfikir
1. Perubahan
Kekuatan
Otot
Punggung,
Fleksibilitas
Togok,
dan
Keseimbangan pada Orang Dewasa Usia 40-60 Tahun Berdasarkan Jenis
Kelamin
Perubahan kekuatan otot punggung, fleksibilitas togok, dan keseimbangan
pada orang dewasa laki-laki dan perempuan cenderung mengalami perbedaan.
Hal ini dapat dilihat dengan perbandingan keadaan fisik antara pria dengan
44
wanita dewasa menunjukkan bahwa wanita memiliki tubuh yang relatif kecil.
Proporsi jaringan lemak dengan otot berbanding 18:35 untuk wanita,
sedangkan untuk pria 18:42. Dengan perbandingan tersebut pria lebih untung
ditinjau dari segi kemampuan gerak. Dibandingkan dengan pria, wanita
kurang memiliki skeletal yang kokoh sehingga kurang menunjang kekuatan.
Sedangkan kelemahan pada beberapa persendian terutama kurang kuatnya
kapsul sendi dapat berakibat terbatasnya gerakan.
2. Perubahan
Kekuatan
Otot
Punggung,
Fleksibilitas
Togok,
dan
Keseimbangan pada Orang Dewasa Usia 40-60 Tahun Berdasarkan
Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik mengambarkan gerakan tubuh yang disebabkan oleh
kontraksi otot sehingga menghasilkan energi. Aktivitas fisik dan latihan dapat
mempengaruhi keseimbangan, postural stability dan lain-lain. Seseorang yang
menghabiskan sedikit waktunya untuk melakukan aktivitas fisik dalam sehari
dibanding dengan orang yang aktif memiliki tingkat METs yang rendah dan
memiliki lebih banyak lemak tubuh sehingga berpengaruh terhadap
kemampuan geraknya.
Seseorang yang melakukan aktivitas fisik secara teratur dapat membantu
menguatkan tulang menjadi lebih kuat dan otot menjadi lebih lentur untuk
mengurangi cedera fisik dan secara keseluruhan aktivitas fisik membantu
kesempatan untuk lebih lama hidup.
Download