BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Perspektif Perkembangan Manusia adalah makhluk hidup yang selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu baik secara fisik, gerak, pikir, emosi dan sosial. Komponen-kompenen tersebut tumbuh dan berkembang sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan fungsi-fungsi organ yang ada dalam tubuh, yang mendukung pelaksanaan aktivitas dalam hidupnya. Perubahan yang terjadi sepanjang hidup mula-mula bersifat meningkat, tetapi setelah mencapai puncak peningkatan dalam beberapa lama kemudian akan mengalami penurunan. Dalam studi perkembangan dijelaskan beberapa istilah urutannya adalah sebagai berikut: a. Pertumbuhan, adalah proses peningkatan yang ada pada diri seseorang yang bersifat kuantitatif, atau peningkatan dalam hal ukuran, misalnya pertumbuhan fisik mulai dari tinggi badan, berat badan, dan lingkar tubuh b. Perkembangan, adalah proses perubahan kapasitas fungsional atau kemampuan kerja organ-organ tubuh ke arah keadaan yang makin terorganisasi dan terspesialisasi yaitu organ-organ tubuh makin bisa dikendalikan sesuai dengan kemauan dan semakin bisa berfungsi sesuai dengan fungsinya masing-masing c. Kematangan, adalah kemajuan yang bersifat kualitatif dalam perkembangan biologis berkenaan dengan kemajuan seluler, organ, dan sistem dalam komposisi biokimia ke arah matang d. Penuaan, adalah proses penurunan kualitas organik karena bertambahnya usia, di mana perubahan yang terjadi setelah mencapai puncak kematangan atau puncak perkembangan 10 11 Perubahan-perubahan tersebut didasarkan pada usia dan merupakan fase-fase dalam perkembangan. Menurut Gallahue dan Ozmun (1988: 13) klasifikasi perkembangan usia adalah sebagai berikut: Tabel 2.1 Klasifikasi Kronologis Usia (Gallahue dan Ozmun, 1988: 13) No 1 Zygote Embrio Fetal (Janin) Bayi Neonatal Bayi awal Bayi akhir Perkiraan usia rata-rata Pembuahan hingga lahir ke dunia Pembuahan-1 minggu 2 minggu-8 minggu 8 minggu-lahir Lahir hingga usia 24 bulan Lahir-1 bulan 1 bulan-12 bulan 12 bulan-24 bulan 3 Kanak-kanak Anak baru belajar berjalan Masa kanak-kanak awal Masa kanak-kanak akhir 2 tahun hingga 10 tahun 24 bulan-36 bulan 3 tahun-5 tahun 6 tahun-10 tahun 4 Remaja Remaja awal 10 tahun hingga 20 tahun 10 tahun-12 tahun (wanita) 11 tahun-13 tahun (pria) 12 tahun-20 tahun (wanita) 14 tahun-20 tahun (pria) 2 Periode Pranatal Remaja akhir 5 6 7 Dewasa muda Baru memasuki masa dewasa Masa kematangan Dewasa madya Masa transisi dalam hidup Setengah baya Dewasa tua Awal memasuki dewasa tua Dewasa tua menengah Dewasa tahap akhir 20 tahun hingga 40 tahun 20 tahun-30 tahun 30 tahun-40 tahun 40 tahun hingga 60 tahun 40 tahun-45 tahun 45 tahun-60 tahun 60 tahun ke atas 60 tahun-70 tahun 70 tahun-80 tahun 80 tahun ke atas 2. Manusia Dewasa a. Pengertian Dewasa Masa dewasa merupakan periode di mana tidak terjadi lagi perubahan karena faktor pertumbuhan setelah masa adolesensi yang 12 mengalami pertumbuhan cepat. Bertambahnya umur seseorang pada usia dewasa diikuti perusakan jaringan-jaringan tubuh yang menyebabkan turunnya kemampuan otot dan fungsi organ yang lain. Penurunan kemampuan melakukan aktivitas dan kemampuan kerja menjadi menurun disebabkan oleh penyusutan jaringan tubuh secara bertahap. Penurunan fungsi fisiologis, neurologis, dan kemampuan fisik terjadi sesudah umur antara 30 sampai 40 tahun dengan irama yang berbeda untuk setiap orang (Sugiyanto, 1998: 218). b. Teori Penuaan Aging process atau proses menua adalah proses biologis yang umum terjadi dan akan dialami oleh semua orang. Menua adalah hilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan lunak untuk memperbaiki diri atau mengganti atau memperbaiki struktur dan fungsi sel dan jaringan secara normal bahkan cenderung ke arah penurunan (Mubarak dkk, 2009: 110). Menua adalah suatu proses menghilangnya kemampuan jaringan secara perlahan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides, 1994: 55). Proses penuaan adalah suatu proses natural dan kadang-kadang tidak tampak menyolok. Proses penuaan akan terjadi pada semua sistem pada tubuh manusia dan tidak semua sistem akan mengalami kemunduran pada waktu yang sama. Kebanyakan proses penuaan dimulai sekitar umur 30 tahun. Para ahli yang mengadakan studi tentang proses aging berpendapat bahwa sangat penting untuk membedakan secara hati-hati antara normal aging dan pathological aging (Craig dan Watts, 1987: 210). Secara umum teori penuaan dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu teori genetik dan non genetik (Pudjiastuti dan Utomo, 2003: 56). 13 1) Teori Genetik Teori ini menitikberatkan mekanisme penuaan yang terjadi pada nukleus sel, dengan penjelasan sebagai berikut: a) Teori Hayflick Teori ini membahas tentang penuaan yang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain perubahan fungsi sel, efek akumulatif dari tidak normalnya sel, kemunduran sel dalam organ dan jaringan. Semakin cepat suatu organisme hidup maka semakin cepat pula mereka akan menua. b) Teori Error Sintesis Protein Teori menyatakan bahwa kesalahan pembentukan protein yang mengandung materi genetik. Apabila kesalahan tersebut terus menerus terjadi dan diturunkan dari generasi berikutnya maka jumlah molekul abnormal akan semakin banyak. Keadaan tersebut dapat menyebabkan faal atau fungsi fisiologis mengalami gangguan, hal ini akan berdampak tergangggunya faal organ dan berakhir dengan kematian. 2) Teori Non Genetik Teori ini memfokuskan di luar nukleus sel, seperti organ, jaringan, dan sistem. Penjelasan teori berdasarkan non genetik antara lain sebagai berikut: a) Teori Autoimun Menurut teori ini proses penuaan diakibatkan oleh antibodi yang bereaksi terhadap sel normal dan merusaknya. Reaksi itu terjadi karena tubuh gagal mengenal sel normal dan memproduksi antibodi yang salah. Teori imunologis berangkat dari pengamatan bahwa dengan bertambahnya usia maka terjadi penurunan kadar imunoglobulin, terutama Imunoglobulin D, peningkatan natural killer cell, penurunan faal limfosit T dan resistensi terhadap infeksi, serta peningkatan kejadian penyakit-penyakit autoimun. 14 b) Teori Radikal Bebas Radikal bebas adalah atom atau molekul dengan susunan elektron tak lengkap. Susunan elektron yang tidak lengkap menyebabkan atom atau molekul sangat berpengaruh oleh medan magnet. Hal ini mengakibatkan radikal bebas menjadi bersifat amat reaktif. Tubuh dapat terhindar dari radikal bebas jika enzim superoksid dismutase, katalase, dan glutation peroksidase dihasilkan oleh tubuh. c. Perubahan Manusia Dewasa Memasuki masa dewasa terjadi berbagai macam perubahan. Perubahan-perubahan yang terjadi bersifat kompleks dan mengalami penurunan. Menurut Fowler (2003: 43), perubahan karakteristik penuaan terbagi terbagi menjadi tiga yaitu: 1) Fase subklinik (usia 25-35 tahun) Kebanyakan hormon mulai menurun yaitu testosteron, growth hormone (GH), dan estrogen. Pembentukan radikal bebas, yang dapat merusak sel dan DNA mulai mempengaruhi tubuh, seperti diet yang buruk, stres, polusi, paparan berlebihan radiasi ultraviolet dari matahari. Kerusakan ini biasanya tidak tampak dari luar. Individu akan tampak dan merasa normal tanpa tanda dan gejala dari aging atau penyakit. Bahkan, pada umumnya rentang usia ini dianggap usia muda dan normal. Penurunan fungsi fisiologis, neurologis, dan kemampuan fisik terjadi sesudah umur antara 30-40 tahun dengan irama yang berbeda untuk setiap orang (Sugiyanto, 1998: 218). 2) Fase transisi (usia 35-45 tahun) Selama tahap ini kadar hormon menurun sampai 25 %. Kehilangan massa otot yang mengakibatkan kehilangan kekuatan dan energi serta komposisi lemak tubuh yang meninggi. Keadaan ini menyebabkan resistensi insulin, meningkatnya resiko penyakit 15 jantung, pembuluh darah, dan obesitas. Pada tahap ini mulai muncul gejala klinis, seperti penurunan ketajaman penglihatan, pendengaran, rambut putih mulai tumbuh, elastisitas dan pigmentasi kulit menurun, dorongan seksual dan bangkitan seksual menurun. Tergantung dari gaya hidup, radikal bebas merusak sel dengan cepat sehingga individu mulai merasa dan tampak tua. Radikal bebas mulai mempengaruhi ekspresi gen, yang menjadi penyebab dari banyak penyakit aging, termasuk kanker, arthritis, kehilangan daya ingat, penyakit arteri koronaria dan diabetes. 3) Fase klinik (usia 45 tahun ke atas) Orang mengalami penurunan hormon yang berlanjut, termasuk DHEA (dehydroepiandrosterone), melatonin, GH, testosteron, estrogen, dan hormon tiroid. Terdapat juga kehilangan kemampuan penyerapan nutrisi, vitamin, dan mineral sehingga terjadi penurunan densitas tulang, kehilangan massa otot sekitar 1 kilogram setiap 3 tahun, peningkatan lemak tubuh dan berat badan. Di antara usia 40 tahun dan 70 tahun, seorang pria kemungkinan dapat kehilangan 20 pon ototnya, yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk membakar 800-1.000 kalori per hari. Penyakit kronis menjadi sangat terlihat, akibat sistem organ yang mengalami kegagalan. Ketidakmampuan menjadi faktor utama menikmati tahun emas dan seringkali adanya ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sederhana dalam kehidupan sehari-harinya. Prevalensi penyakit kronis akan meningkat secara dramatik sebagai akibat peningkatan usia. Pada usia ini terjadi penurunan kadar hormon sampai 25 % sehingga kehilangan massa otot yang mengakibatkan kehilangan kekuatan dan energi serta komposisi lemak tubuh yang tinggi. Antara usia 30-70 tahun terjadi penurunan massa otot sekitar 30 persen sehingga kekuatan otot menurun (Komi, 1992: 325). Menurut Skinner dalam Sugiyanto (1998: 224) menyatakan bahwa 16 setelah usia 30 tahun terlihat perubahan pada struktur dan kimiawi jaringan. Sedangkan menurut Ismayadi (2004: 21) perubahan-perubahan yang dialami dewasa tua antara lain: 1) Perubahan Fisik a) Sistem Muskuloskeletal Pada usia dewasa akan mengalami beberapa penurunan fisiologi, salah satunya adalah penurunan pada sistem muskuloskeletal, adanya perubahan pada tulang, otot, sendi yang mengakibatkan terjadinya perubahan penampilan, kelemahan, dan lambatnya pergerakan (Guccione, 2000: 55). Jaringan Penghubung (kolagen dan elastin) Kolagen sebagai protein pendukung utama pada kulit, tendon, tulang, kartilago, dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan cross linking yang tidak teratur. Bentangan yang tidak teratur dan penurunan hubungan tarikan linier pada jaringan kolagen merupakan salah satu penyebab menurunnya mobilisasi pada jaringan tubuh (Lewis, 1996: 110). Perubahan kolagen menyebabkan turunnya kelenturan pada lansia yang akan menimbulkan nyeri, penurunan dalam meningkatkan kekuatan otot, ada kesulitan ketika melakukan gerakan duduk ke berdiri, jongkok, berjalan, dan aktivitas yang lain. Kartilago Fungsi dari kartilago sebagai peredam kejut dan pelumas. Pada lansia kartilago menjadi lunak, mengalami granulasi dan akhirnya permukaan kartilago menjadi rata. Kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan degenerasi menjadi lebih progresif. Proteoglikan komponen dasar matrik berkurang, jaringan fibril pada kolagen kehilangan kekuatan. Kartilago mengalami kalsifikasi pada 17 beberapa tempat (tulang rusuk, tiroid). Perubahan ini mengakibatkan sendi mengalami peradangan, kekakuan, nyeri, keterbatasan gerak hingga akan terjadi gangguan pada aktivitas sehari-hari (Pudjiastuti dan Utomo, 2003: 65). Tulang Bagian dari penuaan fisiologi adalah berkurangnya kepadatan tulang. Kepadatan tulang akan menurun, dengan bertambahnya usia. Penurunan massa tulang terjadi secara perlahan pada pria dan wanita dimulai pada usia 35 tahun. Penurunan massa tulang sebesar 0,3-0,5 % per tahunnya. Proses berpasangan (coupling) penulangan yaitu perusakan dan pembentukan tulang melambat, terutama pembentukannya. Hal ini selain akibat menurunnya aktivitas tubuh, juga akibat menurunnya hormon estrogen (wanita), vitamin D, dan beberapa hormon lain (misal parathormon dan kalsitonin). Tulang-tulang terutama trabekulae menjadi lebih berongga-rongga, mikro-arsitektur berubah, mudah rapuh (keropos) dan sering berakibat patah tulang baik akibat benturan ringan atau spontan (Martono, 2011: 31). Pada wanita setelah menopause mengalami penurunan massa tulang sebesar 2-4 % per tahun yang artinya akan kehilangan massa tulang sebesar 25-30 % dalam masa ini. Otot Perubahan struktur otot pada penuaan, penurunan jumlah dan serabut otot, peningkatan jaringan penghubung, dan jaringan lemak pada otot yang akan berefek negatif. Kerusakan otot terjadi karena penurunan jumlah serabut otot dan atrofi (Stanley dan Beare, 2007: 98). Penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan 18 penghubung, dan jaringan lemak pada otot (Pudjiastuti dan Utomo, 2003: 77). Kelemahan otot bisa disebabkan karena peningkatan proporsi otot digantikan oleh jaringan fibrosus dan lemak. Ermini dalam Espenschade dan Eckert (1980: 245), menganggap hilangnya serat otot secara bertahap akibat penuaan menjadi penyebab penurunan kekuatan otot, sedangkan berkurangnya kapasitas kerja dengan peningkatan usia merupakan hasil metabolisme energi yang kurang efisien Dampak dari penurunan otot adalah penurunan kekuatan, penurunan kelenturan, peningkatan waktu reaksi, dan penurunan kemampuan fungsional pada otot. Penurunan Lean Body Mass (otot, organ tubuh, tulang) dan metabolisme dalam sel-sel otot berkurang sesuai dengan usia. Penurunan kekuatan otot mengakibatkan orang sering merasa letih dan merasa lemah, daya tahan tubuh menurun karena terjadi atrofi. Sendi Pada dewasa tua organ di sekitar sendi seperti ligamen, tendon, dan fascia mengalami penurunan elastisitas. Ligamen, kartilago, dan jaringan partikular mengalami penurunan daya lentur dan elastisitas. Terjadi degenerasi, erosi, kalsifikasi pada kartilago dan kapsul sendi (Border dan Marilyn, 1994: 180). Komponen-komponen kapsul sendi pecah dan kolagen yang terdapat pada jaringan penyambung meningkat secara progresif yang jika tidak dipakai lagi akan menyebabkan inflamasi, nyeri, penurunan mobilitas sendi, dan deformitas (Stanley dan Beare, 2007: 89). Pada sendi yang kehilangan fleksibilitas maka akan berpengaruh pada lingkup gerak sendi yang lebih terbatas. b) Sel 19 Lebih sedikit jumlahnya dan tergangguanya mekanisme perbaikan sel Berkurangnya cairan dalam tubuh dan berkurangnya cairan intraselular Menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah dan hati Jumlah sel otak menurun c) Sistem Respirasi Otot-otot pernafasan mengalami penurunan kekuatatan Paru-paru kehilangan elastisitas dalam proses inspirasi dan ekspirasi Ukuran alveoli menjadi melebar dan jumlahnya berkurang d) Sistem Kardiovaskuler Elastisitas dinding aorta menurun Katup jantung menebal dan menjadi kaku Kemampuan jantung memompa darah menurun sehingga menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenisasi Tekanan darah meninggi akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer 2) Perubahan Mental Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental, antara lain: a) Perubahan fisik b) Kesehatan umum c) Keturunan (Hereditas) d) Lingkungan 3) Perubahan Psikososial Penuruanan aspek sosial karena pensiun dari suatu pekerjaan, dan mengalami perubahan gaya hidup. 20 3. Kemampuan Fisik Manusia Dewasa a. Komponen-komponen Kemampuan Fisik Peningkatan kemampuan fisik masa dewasa bukan lagi merupakan peningkatan yang dihasilkan proses oleh pertumbuhan yang menyertai bertambahnya usia, tetapi merupakan hasil dari pengalaman dan latihan (Sugiyanto, 1998: 210). Bertambahnya umur seseorang pada usia dewasa diikuti perusakan jaringan-jaringan tubuh yang menyebabkan turunnya kemampuan otot dan fungsi organ yang lain. Penurunan kemampuan melakukan aktivitas, kemampuan fisik, dan kemampuan kerja menjadi menurun disebabkan oleh penyusutan jaringan tubuh secara bertahap. Kemampuan fisik sangat dibutuhkan dalam mendukung kegiatan keseharian. Menurut Sugiyanto (1993: 221) kemampuan fisik adalah kemampuan memfungsikan organ-organ tubuh dalam melakukan aktivitas fisik. Kemampuan fisik sangat penting untuk mendukung mengembangkan aktivitas psikomotor. Gerakan yang terampil dapat dilakukan apabila kemampuan fisiknya memadai. Kemampuan fisik meliputi 4 kategori besar yaitu: 1) Ketahanan Kemampuan tubuh untuk memenuhi kebutuhan penggunaan oksigen sehingga memungkinkan melanjutkan melakukan aktivitas fisik, termasuk kemampuan untuk membuang bertambahnya konsentrasi asam laktat. Ketahanan meliputi dua macam yaitu: a) Ketahanan muskular, yaitu kemampuan otot atau sekelompok otot untuk bertahan melakukan aktivitas dalam jangka waktu lama b) Daya tahan jantung dan paru yaitu daya tahan jantung dan paru yaitu kapasitas untuk meneruskan aktivitas fisik dalam waktu lama, yang memerlukan interaksi yang efisien antara aliran darah, kerja jantung, dan paru-paru (Harsono, 1988: 78). Pada 21 lanjut usia komponen ini sangat penting diperhatikan mengingat banyaknya penyakit degeneratif mengenai sistem tersebut 2) Kekuatan Otot Kekuatan otot adalah kualitas yang memungkinkan pengembangan tegangan otot dalam kontraksi yang maksimal atau kemampuan menggunakan daya tegang untuk melawan beban dan hambatan. Kekuatan ditentukan oleh volume otot dan kualitas kontrol pada otot yang bersangkutan (Bouchard, 1974: 215). Menurut Wahjoedi (2000: 59) kekuatan otot adalah tenaga, gaya, atau tegangan yang dapat dihasilkan oleh sekelompok otot pada suatu kontraksi dengan beban maksimal. Sejalan dengan itu, FOX dalam Jumadin (1999: 8) juga mengemukakan pendapatnya bahwa kekuatan otot adalah suatu daya tegangan, satu otot atau sekelompok yang dapat dicapai suatu usaha maksimal. 3) Fleksibilitas Menurut Annarino (1980: 65) fleksibilitas adalah kualitas yang memungkinkan suatu segmen tubuh bergerak dengan luas rentangan sendi semaksimal mungkin. Fleksibilitas ditentukan oleh mobilitas sendi dan elastisitas otot-otot antagonis. Menurut pendapat Harsono (1988: 163) bahwa kelentukan (flexibility) adalah kemampuan untuk melakukan gerakan dalam ruang gerak sendi. Kelentukan juga ditentukan oleh elastis tidaknya otot-otot, ligamen dan tendon. Sedangkan Sajoto (1988: 58) berpendapat bahwa kelentukan adalah keefektifan seseorang dalam menyesuaikan dirinya untuk melakukan segala aktivitas tubuh dengan penguluran seluas-luasnya, terutama otot-otot, ligamenligamen di sekitar persendian. Selain itu, Wahjoedi (2000: 60) mengatakan bahwa kelentukan adalah kemampuan tubuh untuk melakukan gerakan melalui ruang gerak sendi atau ruang gerak tubuh secara maksimal. 22 4) Kelincahan Kemampuan bergerak dengan cepat yang meliputi komponen perubahan arah yang cepat, berhenti dengan cepat, waktu reaksi respon yang singkat serta deksteritas. Sajoto (1988: 58) menyatakan bahwa kecepatan adalah kemampuan seseorang dalam melakukan gerakan berkesinambungan dalam bentuk yang sama dalam waktu sesingkat-singkatnya. Wahjoedi (2000:61) berpendapat bahwa kelincahan adalah kemampuan tubuh mengubah arah secepatnya tanpa ada gangguan keseimbangan atau kehilangan keseimbangan. Sedangkan Harsono (1988: 67) menyatakan bahwa kelincahan adalah kombinasi dari kekuatan, kecepatan, ketepatan, keseimbangan, fleksibilitas dan koordinasi neuro-muscular. 5) Keseimbangan Proses mempertahankan proyeksi pusat gravitasi jatuh pada landasan penopang, dimana hasil seluruh gaya yang bekerja menjadi nol, yang merupakan proses kompleks, melibatkan penangkapan dan koordinasi dari asupan sensoris, perencanaan gerakan, dan pemunculan gerakan (Pudjiastuti dan Utomo, 2003: 88). Pada orang dewasa, kemampuan fisik yang saling berpengaruh yaitu kemampuan fisik pada komponen kekuatan otot punggung, fleksibilitas togok dan keseimbangan. Beberapa penurunan kemampuan fisik yang terjadi yaitu penurunan pada kekuatan otot punggung, kelenturan punggung terutama pada vertebrae lumbalis, dan keseimbangan yang berpengaruh pada aktivitas. Penurunan yang terjadi dengan bertambahnya umur seseorang pada sel-sel otot ditentukan oleh kematangan dari sel-sel itu sendiri pada usia dewasa. Sel-sel tersebut relatif akan dapat bertahan atau mengalami sedikit 23 perubahan selama seseorang masih melakukan latihan atau aktivitas fisik. b. Kekuatan Otot Punggung Kekuatan otot adalah kemampuan otot untuk membangkitkan tegangan terhadap suatu tahanan. Kekuatan otot adalah komponen yang sangat penting guna meningkatkan kondisi fisik secara keseluruhan karena kekuatan merupakan daya penggerak setiap aktivitas fisik dan kekuatan memegang peranan penting dalam melindungi dari kemungkinan cedera serta dapat membantu memperkuat stabilitas sendi-sendi (Sidiq, 2014: 56). Menurut Sajoto dalam Sidiq (2014: 58), mengatakan bahwa kekuatan adalah komponen kondisi fisik, yang menyangkut masalah kemampuan seseorang pada saat mempergunakan otot-ototnya, menerima beban dalam waktu kerja tertentu. Kekuatan otot adalah kemampuan tegangan otot untuk melawan beban atau hambatan. Kekuatan merupakan jumlah maksimum daya yang dikerahkan oleh suatu otot atau sekelompok otot di dalam upaya melawan beban atau hambatan. Kekuatan otot ditentukan oleh besarnya penampang otot serta kualitas kontrol pada otot yang bersangkutan (Sugiyanto, 1998: 259). Kekuatan otot dapat digambarkan sebagai kemampuan otot menahan beban baik berupa beban eksternal (exsternal force) maupun beban internal (internal force). Kekuatan otot sangat berhubungan dengan sistem neuromuskuler yaitu seberapa besar kemampuan sistem saraf mengaktifasi otot untuk melakukan kontraksi. Sehingga semakin banyak serabut otot yang teraktifasi, maka semakin besar pula kekuatan yang dihasilkan otot tersebut. Kekuatan otot dipengaruhi oleh rekruitmen motor unit, tingkat pengkodean motor unit, sinkronisasi satuan unit, siklus peregangan pemendekan, hambatan neuromucular, jenis serat otot, otot hipertrofi. 24 Kekuatan otot lumbal adalah tenaga, gaya atau ketegangan yang dapat dihasilkan oleh otot lumbal atau sekelompok otot punggung pada suatu kontraksi dengan beban maksimal. Otot punggung memiliki peranan yang sangat besar dalam aktivitas sehari-hari. Gerakangerakan seperti mengemudi, menimba air, membuka pintu, dan memanjat memerlukan bantuan otot punggung (Sidiq, 2014: 60). Otot punggung yang lemah menggambarkan potensi cedera yang tinggi, karena otot punggung adalah salah satu otot penyangga tubuh yang berada di pusat tubuh manusia. Bersamaan dengan otot-otot yang menyelimuti perut, otot punggung termasuk dalam kategori core muscle atau otot pusat tubuh. Sakit pinggang yang diderita oleh banyak orang adalah pertanda otot punggung yang lemah. Banyak orang yang sakit pinggang justru menghindari melakukan latihan punggung dengan alasan takut cedera. Hal yang sebaiknya justru terjadi, di mana latihan punggung dengan beban justru membantu meningkatkan kekuatan otot punggung sehingga rasa sakit tersebut dapat dihilangkan atau diminimalisir (Sidiq, 2014: 61). Otot punggung merupakan area yang komplek dan luas karena otot punggung terdiri dari beberapa otot dan berlapis-lapis. Macam-macam otot punggung, antara lain: M. Rhomboideus Mayor, M. Rhomboideus Minor, M. Trapezius Upper, M. Trapezius Middle, M. Trapezius Lower, M. Levator Scapulae, M. Latisimus Dorsi, M. Obliquus Externus, M. Obliquus Internus, M. Erector Spine, dll (Putz dan Pabst, 2000: 160). 25 Gambar 2.1. Otot Punggung Sumber: Putz dan Pabst, 2000: 160 Otot punggung bawah relatif inaktif pada posisi berdiri santai, namun aktivitasnya sangat diperlukan sebagai stabilitas otot postural static untuk menjaga kolumna vertebralis (Moore dan Dalley, 2004: 199). c. Fleksibilitas Togok 1) Pengertian Fleksibilitas Membicarakan masalah fleksibilitas selalu mengacu pada kemampuan ruang gerak sendi atau persendian tubuh. Banyak ahli memberikan penjelasan mengenai pengertian fleksibilitas yaitu antara lain: 26 a) Menurut Harsono (1988: 163), “Fleksibilitas adalah kemampuan untuk melakukan gerakan dalam ruang gerak sendi.” b) Menurut Rushall dan Pyke (1990: 273), “Flexibility is an important characteristic for human performance because it governs the range of movement that is used in a technique and the length of the movement over which forces can be generated. It relates to the range of movement around a joint.” c) Menurut Bloomfield dan Elliot (1994: 209), “Flexibility can be defined as the range of movement in a joint or several joints.” Maksud dari pernyataan tersebut adalah fleksibilitas dapat diartikan sebagai ruang gerak di sekitar sendi atau di beberapa sendi. d) Menurut AAHPERD (1999: 112), “Flexibility is the ability of a joint and the muscles and tendons surrounding it to move freely and comfortably through its intended full range of motion (ROM)." Maksud dari pernyataan tersebut bahwa fleksibilitas adalah kemampuan dari sendi, otot, dan tendon-tendon di sekitarnya untuk dapat digerakkan dengan bebas dan nyaman, maksudnya adalah ruang gerak yang luas. Dari beberapa pendapat di atas mengenai pengertian fleksibilitas, maka dapat disimpulkan bahwa fleksibilitas adalah kemampuan untuk melakukan gerak dalam ruang gerak sendi. Kemampuan yang dimaksudkan merupakan prasyarat untuk menampilkan suatu keterampilan yang memerlukan ruang gerak sendi yang luas dan memudahkan untuk melakukan gerakangerakan yang cepat dan lincah. Keberhasilan untuk menampilkan gerakan demikian itu sangat ditentukan oleh luasnya ruang gerak sendi. Fleksibilitas mengandung pengertian, yaitu luas gerak satu persendian atau beberapa persendian (Sukadiyanto dalam Alim, 27 2002: 33). William (1993: 315), Gallahue dan Ozmun (1998: 274), menyatakan fleksibilitas sendi adalah kemampuan dari berbagai macam sendi tubuh untuk bergerak melalui luas gerak sendi mereka secara penuh. Fleksibilitas togok adalah kemampuan jaringan di sekitar persendian atau kemampuan persendian pada lumbal untuk bergerak bebas dan nyaman hingga mencapai ROM yang maksimal (Ratnawati, 2010: 45). Fleksibilitas togok sangat mempengaruhi kerja manusia, terutama dalam melakukan kegiatan yang berhubungan dengan pembungkukan badan dalam mengangkat beban (Purnama, 2007: 50). Fleksibilitas togok sangat penting untuk stabilitas dan juga untuk mempertahankan postur tubuh (Wahyuni, 2004: 3). Adanya kelenturan sendi maka dapat melakukan gerakan membungkuk dan peregangan tubuh. Namun, seiring dengan bertambahnya usia menyebabkan adanya penurunan elastisitas otot-otot. 2) Macam Fleksibilitas Ada dua macam fleksibilitas, yaitu fleksibilitas statis dan fleksibilitas dinamis. Pada fleksibilitas statis ditentukan oleh ukuran dari luas gerak satu persendian atau beberapa persendian. Sebagai contoh untuk mengukur luas gerak persendian tulang belakang dengan cara sit and reach. Sedangkan fleksibilitas dinamis adalah kemampuan seseorang dalam bergerak dengan kecepatan yang tinggi. Menurut Wiliam dalam Gallahue dan Ozmun (1998: 274), ada dua tipe dari fleksibilitas yaitu: statis dan dinamis. Fleksibilitas statis adalah prestasi luas gerak sendi dengan menggunakan tarikan pelan atau sedang yang melibatkan sedikit persendian. Fleksibilitas dinamis adalah prestasi luas gerak sendi yang daoat dicapai saat tubuh bergerak cepat. 28 3) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fleksibilitas Fleksibilitas seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor. Para ahli memberi penjelasan mengenai faktor-faktor tersebut antara lain: a) Bompa (1994: 317) menyebutkan “Flexibility is affected by the form, type, and structure of a joint, ligaments and tendons, the muscles, age and sex, body temperature and muscle temperature.” Maksud dari pernyataan tersebut bahwa fleksibilitas dipengaruhi oleh tipe dan struktur sendi, ligamen, tendon, otot, usia dan jenis kelamin, serta suhu tubuh dan suhu otot. b) Bloomfield dan Elliot (1994: 212) menyebutkan, “Factors affecting flexibility is age, gender, environmental conditions, psychological effect, limitations to the range of movement, physiological limitations.” Maksud dari pernyataan tersebut factor-faktor yang mempengaruhi fleksibilitas adalah usia, jenis kelamin, kondisi lingkungan, efek psikologis, keterbatasan ruang gerak, dan keterbatasan fisiologis. c) Moeloek (1984: 23) menyebutkan, “Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap fleksibilitas adalah a) tulang dan ligamen sendi, b) jaringan di sekitar sendi, dan c) ekstensibilitas otototot yang tendonnya melintasi sendi”. Dari beberapa pendapat ahli mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap fleksibilitas, berikut ini akan dijelaskan secara singkat mengenai faktor-faktor tersebut, yaitu sebagai berikut: a) Otot Kebanyakan jaringan dalam tubuh terdiri dari satuan-satuan sel hidup yang susunannya disesuaikan dengan fungsi jaringan tertentu. Satuan sel utama dalam jaringannya disebut serabut otot. Serabut tersebut panjang dan kecil serta dikelilingi oleh 29 matriks jaringan ikat yang disebut endomisium. Serabut itu letaknya sejajar dan disusun dalam ikatan. Tiap ikatan dibungkus oleh perimisium, yaitu lapisan kedua dari jaringan ikat. Ikatan-ikatan ini terbungkus dalam epimisium, yaitu lapisan jaringan yang menutupi seluruh otot. Lapisan-lapisan jaringan ikat membentuk kesatuan susunan otot rangka yang berfungsi sebagai penghubung antara serabut otot dengan tulang. Pada kedua ujung otot, lapisan jaringan ikat menyatu dengan daging yang langsung terikat pada tulang. Jaringan ikat memberikan kelentukan pada otot, yakni sifat fisik yang menentukan daya rentang otot. Karena otot seringkali melewati persendian, komponen otot elastis menjadi faktor yang membatasi kelentukan sendi (Dwijowinoto, 1993: 147). b) Tendon Tendon merupakan sekumpulan jaringan penunjang tempat otot dapat melekat pada tulang. Tendon menghubungkan otot dengan tulang seperti tali, dan bentuknya datar atau rata. Tendon terdiri dari jaringan ikat padat yang mempunyai serat yang tersusun oleh garis longitudinal atau memanjang. Tendon memiliki regangan yang kecil sehingga memungkinkan untuk mentransfer kontraksi otot langsung ke tulang yang diikatnya. c) Ligamen Ligamen atau tali pengikat yang ada di sekitar sendi, merupakan pembalut dari jaringan penghubung yang kuat yang fungsi utamanya adalah untuk menguatkan sendi. Ligamen terdiri dari ikatan-ikatan serabut kolagen yang tersusun sejajar dan mempunyai struktur yang sama dengan tendon. Tingkat kemampuan regangnya sama dengan kemampuan yang dimiliki oleh tendon. 30 Kurangnya kelenturan pada tubuh, khususnya terjadi pada ligamen yang membujur di bagian punggung (Longitudinal Ligament Posterior). Demikian juga dengan kondisi jalinan serabut yang membentuk bagian luar dari tulang rawan (Annulus Fibrosus). Ketika jalinan ini kehilangan kemampuan untuk memanjang kelenturannya, maka jalinan tersebut akan robek ketika terjadi gerakan yang salah, sehingga akan mempercepat keretakan tulang tersebut. Adapun gerakan yang dapat memberi tekanan pada jalinan ini adalah ketika punggung membungkuk ke depan (Kisner, 1996: 415). d) Tipe dan struktur sendi Susunan bentuk sendi menentukan kemampuan gerakan seseorang dan masing-masing susunan persendian juga menyebabkan perbedaan fungsi yang khusus. Menurut Dwijowinoto (1993: 148), persendian tubuh manusia biasanya dikelompokkan menurut jenis gerakan yang dapat dilakukan berdasarkan sifat bentuk fisiknya, yakni sinarthrodial, amfiarthrodial, atau diarthrodial. Persendian diarthrodial mempunyai beberapa sifat fisik yang memungkinkan tingkat kelentukan yang tinggi, termasuk: (1) dua lekukan sendi yang membelah tulang, (2) tulang muda hialin yang lunak yang menutupi ujung tulang, dan (3) suatu selaput sinovial yang memberi minyak pada sendi. Tipe dan struktur sendi, berpengaruh terhadap tingkat fleksibilitas seseorang. Orang yang memiliki persendian dengan jenis diarthrodial memiliki tingkat fleksibilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang memiliki persendian dengan jenis sinarthrodial. Hal ini disebabkan karena pada sendi jenis diarthrodial, memiliki sifat fisik yang berpengaruh terhadap tingkat fleksibilitas yang tinggi. Sifat fisik tersebut adalah dua lekukan sendi yang membelah tulang, 31 tulang muda hialin, dan ada selaput sinovial yang memberi minyak pada sendi. Sedangkan pada persendian jenis sinarthrodial tidak memiliki sifat fisik seperti pada sendi jenis diarthrodial. Persendian diklasifikasikan secara struktural (ikatan materi tulang ada tidaknya rongga persendian) dan fungsional (gerakan yang dimungkinkan pada persendian). Kalsifikasi kartilago artikuler, disertai dengan penyimpanan non inflamasi dari sendi penyokong berat badan. Cairan sinovial mengental dan kartilago hialin mengalami degenerasi. Perubahanperubahan ini dapat mempengaruhi rentang gerak, dan cara berjalan. Ankilosis dari ligamen dan sendi menambah gambaran fleksi umum (Lueckenotte, 1997: 133). e) Suhu Tubuh dan Suhu Otot Suhu tubuh dan suhu otot mempengaruhi luas suatu gerakan. Suhu tubuh dan suhu otot dapat ditingkatkan dengan melakukan pemanasan, demikian pula luas suatu gerakan. Luas suatu gerakan meningkat mengikuti suatu latihan pemanasan, semenjak itu aktivitas jasmani yang progresif meningkatkan aliran darah pada suatu otot sehingga serabut otot menjadi lebih elastis. Karena ototnya elastis maka berpengaruh juga terhadap luasnya suatu gerakan (Bompa dan Haff, 2009: 264). f) Sistem saraf Penyakit dari sistem saraf, contoh peningkatan tonus otot akan mengurangi fleksibilitas. Usia merupakan faktor penting dalam menentukan fleksibilitas seseorang. Fleksibilitas seseorang meningkat pada masa kanakkanak dan berkurang bersamaan dengan bertambahnya usia. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Corbin dan Noble dalam Bloomfield dan Elliot (1994: 212) bahwa, "Flexibility increased in a child until adolescence, when there appeared to be a 32 plateau effect, followed by a steady decrease in mobility as the individual aged.” Maksud dari pernyataan tersebut adalah fleksibilitas meningkat pada waktu kanak-kanak sampai masa remaja kemudian menetap, selanjutnya dengan bertambahnya usia, terjadi penurunan mobilitas secara berangsur-angsur. Bertambahnya usia merupakan faktor yang dapat menyebabkan penurunan pada fleksibilitas. Hal ini disebabkan karena dengan bertambahnya usia, maka otot-otot, tendon-tendon dan jaringan ikat memendek dan terjadinya proses pengerasan menjadi kapur dari beberapa tulang rawan yang mengakibatkan berkurangnya kemampuan ruang gerak sendi (Bloomfield dan Elliot, 1994: 213). Pada umur 60 tahun individu-individu yang tidak terlatih akan kehilangan 20-30 % kefleksibilitasnya. d. Keseimbangan Keseimbangan keseimbangan adalah tubuh kemampuan ketika untuk ditempatkan di mempertahankan berbagai posisi. Keseimbangan Postural (balance stability) didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan saat berjalan yaitu dapat berjalan secepat mungkin (Dharmmika, 2005: 9). Menurut (Suhartono, 2005: 5) keseimbangan postural adalah kemampuan tubuh untuk memelihara pusat dari massa tubuh dengan batasan dari stabilitas yang ditentukan oleh dasar penyangga. Pusat massa tubuh adalah titik di mana jumlah gaya yang bekerja sama dengan nol. Pada orang normal, pusat massa tubuh terletak di depan vertebra sacral ke-2 atau berada 55-57 % dari tinggi badan seseorang di atas tanah. Batasan stabilitas adalah tempat pada suatu ruang di mana tubuh dapat menyangga dan keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan keseimbangan tubuh ketika ditempatkan di berbagai posisi. 33 Keseimbangan terbagi atas dua kelompok yaitu: (1) Keseimbangan statik adalah suatu keadaan di mana seseorang dapat memelihara keseimbangan tubuhnya pada suatu posisi tertentu selama jangka waktu tertentu, misalnya pada anak yang menirukan patung. (2) Keseimbangan dinamik merupakan keseimbangan pada saat tubuh melakukan gerakan atau saat berdiri di atas landasan yang bergerak (dynamic standing) yang akan menempatkannya dalam kondisi yang tidak stabil, dan pada keadaan ini kebutuhan akan kontrol keseimbangan postural semakin meningkat. Misalnya: keseimbangan saat berjalan, naik di atas perahu, ataupun berlari di atas treadmill (Suhartono, 2005: 3). Dalam keseimbangan terdapat komponen-komponen pengontrol keseimbangan di antaranya adalah: 1) Sistem Informasi Sensoris Sistem informasi sensoris dibagi menjadi visual, vestibular, dan somatosensoris. a) Visual Visual memegang peran penting dalam sistem sensoris. Keseimbangan akan terus berkembang sesuai umur, mata akan membantu agar tetap fokus pada titik utama untuk mempertahankan keseimbangan, dan sebagai monitor tubuh selama melakukan gerak statik atau dinamik. Penglihatan juga merupakan sumber utama informasi tentang lingkungan dan tempat kita berada. Penglihatan memegang peran penting untuk mengidentifikasi dan mengatur jarak gerak sesuai lingkungan tempat kita berada. Penglihatan muncul ketika mata menerima sinar yang berasal dari obyek sesuai jarak pandang. Dengan informasi visual, maka tubuh dapat menyesuaikan atau bereaksi terhadap perubahan bidang pada lingkungan aktivitas sehingga memberikan kerja otot yang sinergis untuk mempertahankan keseimbangan tubuh. 34 b) Sistem vestibular Komponen vestibular merupakan sistem sensoris yang berfungsi penting dalam keseimbangan, kontrol kepala, dan gerak bola mata. Reseptor sensoris vestibular berada di dalam telinga. Reseptor pada sistem vestibular meliputi kanalis semisirkularis, utrikulus, serta sakulus. Reseptor dari sistem sensoris ini disebut dengan sistem labyrinthine. Sistem labyrinthine mendeteksi perubahan posisi kepala dan percepatan perubahan sudut. Melalui refleks vestibulo-occular, mereka mengontrol gerak mata, terutama ketika melihat obyek yang bergerak. Mereka meneruskan pesan melalui saraf kranialis VIII ke nukleus vestibular yang berlokasi di batang otak. Beberapa stimulus tidak menuju nukleus vestibular tetapi ke serebelum, formatio retikularis, thalamus dan korteks serebri. Nukleus vestibular menerima masukan (input) dari reseptor labyrinth, retikular formasi, dan serebelum. Keluaran (output) dari nukleus vestibular menuju ke motor neuron melalui medula spinalis, terutama ke motor neuron yang menginervasi otot-otot proksimal, kumparan otot pada leher dan otot-otot punggung (otot-otot postural). Sistem vestibular bereaksi sangat cepat sehingga membantu mempertahankan keseimbangan tubuh dengan mengontrol otot-otot postural. c) Somatosensoris Sistem somatosensoris terdiri dari taktil atau proprioseptif serta persepsi-kognitif. Informasi proprioseptif disalurkan ke otak melalui kolumna dorsalis medula spinalis. Sebagian besar masukan (input) proprioseptif menuju serebelum, tetapi ada pula yang menuju ke korteks cerebri melalui lemniskus medialis dan talamus. 35 Kesadaran akan posisi berbagai bagian tubuh dalam ruang sebagian bergantung pada impuls yang datang dari alat indera dalam dan sekitar sendi. Alat indera tersebut adalah ujungujung saraf yang beradaptasi lambat di sinovial dan ligamentum. Impuls dari alat indera ini dari reseptor raba di kulit dan jaringan lain, serta otot diproses di korteks menjadi kesadaran akan posisi tubuh dalam ruang. 2) Kekuatan Otot Kekuatan otot dapat digambarkan sebagai kemampuan otot menahan beban baik berupa beban eksternal (exsternal force) maupun beban internal (internal force). Kekuatan otot sangat berhubungan dengan sistem neuromuskuler yaitu seberapa besar kemampuan sistem saraf mengaktifasi otot untuk melakukan kontraksi sehingga semakin banyak serabut otot yang teraktifasi, maka semakin besar pula kekuatan yang dihasilkan otot tersebut. Kekuatan otot adalah kemampuan otot atau grup otot menghasilkan tegangan dan tenaga selama usaha maksimal baik secara dinamis maupun secaca statis. Kekuatan otot dihasilkan oleh kontraksi otot yang maksimal. Otot yang kuat merupakan otot yang dapat berkontraksi dan rileksasi dengan baik. Jika otot kuat maka keseimbangan dan aktivitas sehari-hari dapat berjalan dengan baik seperti berjalan, lari, bekerja ke kantor, dan lain sebagainya. Kekuatan otot yang lemah, contoh otot punggung karena otot punggung adalah salah satu otot penyangga tubuh yang berada di pusat tubuh manusia. Bersamaan dengan otot-otot yang menyelimuti perut, otot punggung termasuk dalam kategori core muscle atau otot pusat tubuh. Kekuatan otot dari kaki, lutut serta pinggul harus adekuat untuk mempertahankan keseimbangan tubuh saat adanya gaya dari luar. Kekuatan otot tersebut berhubungan langsung dengan kemampuan 36 otot untuk melawan gaya gravitasi serta beban eksternal lainnya yang secara terus menerus mempengaruhi posisi tubuh. 4. Jenis Kelamin Selain faktor usia, jenis kelamin berpengaruh juga terhadap fleksibilitas seseorang. Hal ini berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Phillips, Kirchner dan Glines dalam Bloomfield dan Elliot (1994: 212). Mereka mengatakan, ". . .that elementary school aged girls were more flexible than boys of a similar age.” Selain itu, Bompa (1994: 318) menyebutkan, “Age and sex affect flexibility to theextent that younger individuals and girls as opposed to boys, seem to be moreflexible.” Bahkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Phillips, Kirchner dan Glines dalam Bloomfield dan Elliot (1994 :212) menyebutkan, “Females appear to be more flexible with smaller bones and less musculature thanmales.” Jadi maksud penjelasan di atas ialah wanita lebih lentur daripada laki-laki karena tulang-tulangnya lebih kecil dan otot-ototnya lebih sedikit daripada laki-laki. Anak laki-laki fleksibilitas meningkat pada usia 6-10 tahun, kemudian menurun ketika masuk remaja (10-12 tahun) dan selanjutnya meningkat lagi tanpa bisa memperoleh level seperti anak-anak. Wanita mempunyai pola yang mirip kecuali puncak fleksibilitasnya pada umur 12 tahun. Sesudah umur 25 tahun pada semua jenis kelamin terdapat penurunan fleksibilitas pada sendi-sendi utama. Proporsi relatif tipe serat otot pada laki-laki maupun wanita cenderung sama, namun terdapat perbedaan pada area cross-sectional. Perbedaan kekuatan antara laki-laki dan wanita lebih nampak pada ekstremitas atas dibandingkan bawah. Kekuatan maksimum untuk pria dan wanita masih dapat meningkat sampai umur 25 tahun sampai usia kurang lebih 48 tahun dan setelah itu terjadi penurunan. Pada umur 65 tahun kekuatan otot tinggal 65-70 % dari yang mereka miliki pada usia 20-30 tahun (Sugiyanto, 1998: 221). 37 Pada orang dewasa, rata-rata laki-laki lebih tinggi 13 cm dan lebih berat 15-20 kg dari rata-rata wanita (Wilmore dalam Taufik, 2013: 7). Kepadatan tulang pada wanita kira-kira 25 % lebih rendah daripada lakilaki dan rasio tuas sendi-sendinya secara fungsional juga kurang efektif. Kapsul sendi pada wanita lebih lunak dan lentur. Hal tersebut menyebabkan lebih rendahnya toleransi terhadap stres-stres fisik yang ekstrim dan pada umumnya cenderung lebih mudah cedera. Pada orang dewasa, dimensi fisik laki-laki rata-rata 7-10 % lebih besar daripada wanita. Perbedaan ukuran tersebut pada anak-anak sangat sedikit sampai usia pubertas, anak perempuan lebih tinggi dan lebih besar daripada anak laki-laki. Hal ini disebabkan awal pubertas yang lebih dini pada anak perempuan 9-13 tahun daripada anak laki-laki 10-14 tahun dengan waktu yang lebih panjang. Di bawah pengaruh hormon testosteron, laki-laki tumbuh lebih tinggi dengan gelang bahu yang lebih luas dan panggul yang lebih sempit serta tungkai yang lebih panjang. Wanita dengan dipengaruhi hormon estrogen berkembang dengan bahu yang lebih sempit, panggul yang lebih luas relatif terhadap tinggi tubuhnya. Menurut Whiting (2008: 120) bahwa kekuatannya otot laki-laki dan wanita berbeda karena perbedaan massa otot sehingga akan mempengaruhi tingkat fleksibilitas pada otot. Otot laki-laki lebih tebal dibandingkan otot wanita sehingga otot laki-laki lebih kuat dibandingkan wanita. Selain itu, otot wanita lebih lentur dibandingkan laki-laki. Hal itu disebabkan oleh testosteron, hormon steroid yang disekresikan utamanya pada laki-laki, testosteron ini akan mempromosikan sintesis dan perakitan aktin serta miosin. Kerja maksimum laki-laki setelah usia 25 tahun akan mengalami penurunan 1 % setiap tahun, sedangkan penurunan yang terjadi pada wanita sedikit lebih besar dibanding pria. Perbandingan keadaan fisik antara pria dengan wanita dewasa menunjukkan bahwa wanita memiliki tubuh yang relatif kecil. Proporsi jaringan lemak dengan otot berbanding 18:35 untuk wanita, sedangkan 38 untuk pria 18:42. Dengan demikian, jumlah otot pada laki-laki lebih banyak daripada wanita. Hormon estrogen pada wanita berperan dalam penimbunan lemak pada tempat-tempat tertentu selama masa pubertas, sedangkan testosteron merangsang perkembangan otot pada laki-laki. Bila dinyatakan dalam persentase dari berat badannya, wanita dewasa memiliki lemak sekitar dua kali lebih banyak daripada laki-laki. Menurut Pate dalam Taufik (2013: 10) bahwa orang dewasa muda persentasi lemak tubuh rata-rata 25% untuk wanita dan 15% untuk lakilaki. Perbedaan ini terjadi karena berat lemak absolut pada wanita lebih besar dibandingkan dengan berat tanpa lemak. Dengan perbandingan tersebut pria lebih untung ditinjau dari segi kemampuan gerak. Dibandingkan dengan pria, wanita kurang memiliki skeletal yang kokoh sehingga kurang menunjang kekuatan. Sedangkan kelemahan pada beberapa persendian terutama kurang kuatnya kapsul sendi dapat berakibat terbatasnya gerakan. 5. Aktivitas Fisik Adalah pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan fisik dan mental, serta mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat dan bugar sepanjang hari (Depkes, 2006: 80). Sedangkan menurut WHO (2006: 256) menjelaskan bahwa aktivitas fisik merupakan pergerakan tubuh akibat aktivitas otot–otot skelet yang mengakibatkan pengeluaran energi. Aktivitas fisik menggambarkan gerakan tubuh yang disebabkan oleh kontraksi otot sehingga menghasilkan energi. Berjalan kaki, berkebun, naik turun tangga, bermain bola, menari, merupakan aktivitas fisik yang baik untuk dilakukan. Untuk kepentingan kesehatan, aktivitas fisik haruslah sedang atau bertenaga serta dilakukan hingga kurang lebih 30 menit setiap harinya dalam seminggu (Wardlaw, 2007: 214) Menurut Pusat Promosi Kesehatan Indonesia (Promkes, 2009: 2) Aktivitas fisik adalah pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan 39 pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan fisik dan mental, serta mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat dan bugar sepanjang hari. Aktivitas fisik dan latihan dapat mempengaruhi keseimbangan, postural stability dan lain-lain hal ini ditunjukkan oleh gambar dibawah ini: Positive Effect on postural stability or risk factors for falls Balance strength & power functional ability co-ordination Mobility Gait Depression fear of falling Physical Activity Structured Exercise Negative Effect on postural stability unsafe practice acute fatigue displacement of centre of gravity environmental risk exposure Positive Effect on falls only with sufficient - tailoring, duration - frequency, intensity and with components of - balance and Tai Chi - strength and power - endurance - reducing asymmetry - co-ordination - functional/gait skills - postural/transfer skills - floor work Negative Effect on falls unsafe practice acute fatigue displacement of centre of gravity environmental risk exposure Gambar 2.2. Pengaruh Aktivitas Fisik Dan Exercise Sumber: Skelton, 2001: 39 Inaktivitas fisik merupakan salah satu gaya hidup yang tidak sehat. Hal tersebut termasuk faktor resiko penyebab kematian, morbiditas kronis, dan kecacatan (BRFS, 2001: 764). Aktivitas fisik yang kurang juga merupakan masalah kesehatan dunia yang umum, dan merupakan sebagai prioritas dunia kesehatan internasional. Fakta disertai bukti yang jelas mengenai adanya hubungan inaktivitas terhadap banyak peningkatan resiko penyakit-penyakit kronis, termasuk penyakit jantung, stroke dan 40 juga penyakit kanker (Roux et al, 2008: 35). Di antara hal tersebut ada faktor resiko yang mempengaruhi yaitu seperti obesitas, dyslipidemia, diabetes tipe 2 dan leukemia (Sakuta dan Suzuki, 2005: 184). Seseorang yang menghabiskan sedikit waktunya untuk melakukan aktivitas fisik dalam sehari dibanding dengan orang yang aktif memiliki tingkat METs yang rendah dan memiliki lebih banyak lemak tubuh (Lau et al, 2007: 176). Aktivitas fisik didefinisikan sebagai setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot-otot skeletal dan menghasilkan peningkatan resting energy expenditure yang bermakna. Aktivitas fisik juga dapat didefinisikan sebagai suatu gerakan fisik yang menyebabkan terjadinya kontraksi otot (Utari, 2007: 34). Aktivitas fisik juga merupakan parameter tingkat kesehatan seseorang. Pemeliharaan dan peningkatan kondisi kesehatan mutlak diperlukan agar terlindungi dari dampak negatif penyakit-penyakit non-infeksi di atas. Aktivitas fisik ini dapat dilihat pengaruhnya terhadap faktor-faktor seperti kondisi metabolik, dan tingkat berat badan dan gangguan metabolisme (Vouri, 2004: 101). Adapun kriteria dan pengukuran tingkat aktivitas fisik serta manfaatnya, adalah sebagai berikut: a. Kriteria dan Pengukuran Tingkat Aktivitas Fisik Ada 3 macam kriteria, dan pengukuran tingkat aktivitas fisik yang dapat kita lakukan untuk mempertahankan kesehatan tubuh yaitu: 1) Aktivitas Fisik Rendah Aktivitas fisik yang bersifat untuk ketahanan, dapat membantu jantung, paru-paru, otot, dan sistem sirkulasi darah tetap sehat dan membuat tubuh lebih bertenaga, contohnya: a) Berjalan kaki b) Lari ringan c) Berenang dan senam d) Berkebun dan kerja di taman. 2) Aktivitas Fisik Sedang 41 Aktivitas fisik yang bersifat untuk kelenturan dapat membantu pergerakan lebih mudah, mempertahankan otot tubuh tetap lentur dan sendi berfungsi dengan baik. Contohnya: a) Peregangan, mulai dengan perlahan-lahan tanpa kekuatan atau sentakan, dilakukan secara teratur selama 10-30 detik, bisa mulai dari tangan dan kaki b) Senam taichi atau yoga c) Mencuci pakaian dan mobil d) Mengepel lantai 3) Aktivitas Fisik Berat Aktivitas fisik yang bersifat untuk kekuatan dapat membantu kerja otot tubuh dalam menahan sesuatu beban yang diterima, tulang tetap kuat, dan mempertahankan bentuk tubuh serta membantu meningkatkan pencegahan terhadap penyakit seperti osteoporosis, contohnya: a) Push-up, dengan mempelajari teknik yang benar untuk mencegah otot dan sendi dari kecelakaan b) Naik turun tangga c) Angkat berat/ beban d) Membawa belanjaan e) Mengikuti kelas senam terstruktur dan terukur (fitness) Para ahli epidemiologi membagi aktivitas fisik menjadi dua kategori yaitu aktivitas fisik yang terstruktur (kegiatan olahraga) dan aktivitas tidak terstruktur (kegiatan sehari-hari seperti berjalan, bersepeda, bekerja) (William, 1993: 214). Banyaknya aktivitas fisik berbeda pada tiap individu tergantung pada gaya hidup perorangan dan faktor lainya. Menurut Numalina (2011: 65) secara umum aktivitas fisik dibagi menjadi tiga tingkatan: 1) Kegiatan ringan 42 Hanya membutuhkan sedikit tenaga dan biasanya tidak menyebabkan perubahan dalam pernafasan. 2) Kegiatan sedang Membutuhkan tenaga intens atau terus menerus, gerakan otot yang berirama dan nafas menjadi agak terengah-engah. 3) Kegiatan berat Biasanya berhubungan dengan olahraga. Merupakan kegiatan yang dilakukan pada intensitas yang dapat memacu detak jantung sekitar 60-70 % dari maksimum. Aktivitas ini akan membuat berkeringat dan nafas agak sesak. b. Manfaat aktivitas fisik Manfaat aktivitas fisik menurut Haywood (1986: 90) adalah mempengaruhi pertumbuhan dan kematangan. Beberapa manfaat dari melakukan aktivitas fisik secara teratur (WHO, 2006: 55): 1) Membantu orang mengendalikan berat badannya, yang pada akhirnya memungkinkan mereka untuk mempertahankan gaya hidup yang lebih baik dan tetap segar serta waspada selama terjaga, 2) Membantu mengurangi resiko penyakit jantung dan gagal jantung, karena otototot jantung menjadi lebih kuat, 3) Mampu mengurangi resiko diabetes tipe 2 dan kondisi lain yang terkait dengan aktivitas seperti obesitas, 4) Membantu mengurangi resiko kanker jenis tertentu, 5) Membantu menguatkan tulang menjadi lebih kuat dan otot menjadi lebih lentur untuk mengurangi cedera fisik, 6) Secara keseluruhan aktivitas fisik membantu kesempatan untuk lebih lama hidup. B. Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan dilakukan oleh Battie et al (1987: 56) tentang Spinal Flexibility and Individual Factors That Influence It, menyimpulkan bahwa fleksibilitas togok pada orang dewasa dipengaruhi oleh berbagai faktor individu seperti usia, jenis kelamin, dan aktivitas fisik. Goldspink (2011: 11) 43 dalam penelitiannya yang berjudul Age-Related Loss of Muscle Mass and Strength menyatakan bahwa ada hubungan antara usia dengan penurunan massa otot dan kekuatannya. Hrazdíra et al (2013: 135) meneliti tentang The comparison of flexibility in the Czech population aged 18-59 years, di mana nilai signifikansinya < 0,05 yang berarti ada perbedaan fleksibilitas pada orang usia 18-59 tahun. Penelitian Stathokostas et al (2013: 8) tentang Flexibility of Older Adults Age 55-86 Years and the Influence of Physical Activity, menyimpulkan bahwa fleksibilitas orang dewasa tua lebih ditentukan oleh usia daripada aktivitas fisik. C. Kerangka Berfikir Dewasa Usia 40-60 Tahun Jenis Kelamin Laki-laki Aktivitas Fisik Ringan Perempuan Aktivitas Fisik Sedang Aktivitas Fisik Berat Aktivitas Fisik Ringan Aktivitas Fisik Ringan Aktivitas Fisik Berat Perubahan Kekuatan Otot Punggung, Fleksibilitas Togok, dan Keseimbangan Gambar 2.3. Kerangka Berfikir 1. Perubahan Kekuatan Otot Punggung, Fleksibilitas Togok, dan Keseimbangan pada Orang Dewasa Usia 40-60 Tahun Berdasarkan Jenis Kelamin Perubahan kekuatan otot punggung, fleksibilitas togok, dan keseimbangan pada orang dewasa laki-laki dan perempuan cenderung mengalami perbedaan. Hal ini dapat dilihat dengan perbandingan keadaan fisik antara pria dengan 44 wanita dewasa menunjukkan bahwa wanita memiliki tubuh yang relatif kecil. Proporsi jaringan lemak dengan otot berbanding 18:35 untuk wanita, sedangkan untuk pria 18:42. Dengan perbandingan tersebut pria lebih untung ditinjau dari segi kemampuan gerak. Dibandingkan dengan pria, wanita kurang memiliki skeletal yang kokoh sehingga kurang menunjang kekuatan. Sedangkan kelemahan pada beberapa persendian terutama kurang kuatnya kapsul sendi dapat berakibat terbatasnya gerakan. 2. Perubahan Kekuatan Otot Punggung, Fleksibilitas Togok, dan Keseimbangan pada Orang Dewasa Usia 40-60 Tahun Berdasarkan Aktivitas Fisik Aktivitas fisik mengambarkan gerakan tubuh yang disebabkan oleh kontraksi otot sehingga menghasilkan energi. Aktivitas fisik dan latihan dapat mempengaruhi keseimbangan, postural stability dan lain-lain. Seseorang yang menghabiskan sedikit waktunya untuk melakukan aktivitas fisik dalam sehari dibanding dengan orang yang aktif memiliki tingkat METs yang rendah dan memiliki lebih banyak lemak tubuh sehingga berpengaruh terhadap kemampuan geraknya. Seseorang yang melakukan aktivitas fisik secara teratur dapat membantu menguatkan tulang menjadi lebih kuat dan otot menjadi lebih lentur untuk mengurangi cedera fisik dan secara keseluruhan aktivitas fisik membantu kesempatan untuk lebih lama hidup.