Teori Komunikasi Massa - Universitas Mercu Buana

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
KOMUNIKASI
MASSA
TEORI-TEORI
KOMUNIKASI MASSA (Makro)
Fakultas
Program Studi
Ilmu Komunikasi
Broadcasting
Abstract
Tatap Muka
06
Kode MK
Disusun Oleh
-
Sofia Aunul, M.Si
Kompetensi
Mahasiswa mampu memahami teoriIlmu komunikasi mempunyai kaitan yang erat dengan teori dalam komunikasi massa:
1. Teori agenda setting,
manusia. Proses yang terjadi dalam diri manusia
2. Teori depedensi,
merupakan proses mutlak melalui perantaraan
3. Teori spiral of silence dan
komunikasi. Teori komunikasi harus bisa menjelaskan
4. Teori information gaps
fenomena sosial dan alasan semua itu terjadi, begitupun
dengan teori komunikasi massa. Fenomena sosial yang
terjadi tidak terlepas dengan media massa: bagaimana
media massa mempengaruhi, membentuk, dan
mengarahkan serta menjelaskan berbagai aktivitas hidup
manusia dan pergaulannya
Teori Komunikasi Massa
Teori menurut Turner adalah “Cerita tentang bagaimana dan mengapa sesuatu itu
terjadi. Para ahli biasanya memulai dengan asumsi menyeluruh, termasuk seluruh bidang
sosial yang dibentuk
aktivitas manusia, menmyatakan landasan kepastian dan proses
serta sifat dasar yang menerangkan pasang surutnya peristiwa dalam proses yang lebih
khusus.”
Bowers dan Courtright menyatakan bahwa “Teori adalah seperangkat pernyataan
yang menyatakan hubungan antarvariabel.”
Bailey mendefinisikan teori merupakan sebuah penjelasan dan usaha memprediksi
fenomena sosial yang berhubungan dengan subjek dan ketertarikan kepada beberapa
fenomena yang lain.
Ilmu komunikasi mempunyai kaitan yang erat dengan manusia. Proses yang terjadi
dalam diri manusia merupakan proses mutlak melalui perantaraan komunikasi. Teori
komunikasi harus bias menjelaskan fernomena sosial dan alasan semua itu terjadi,
begitupun dengan teori komunikasi massa. Fenomena sosial yang terjadi tidak terlepas
dengan media massa: bagaimana media massa mempengaruhi, membentuk, dan
mengarahkan serta menjelaskan berbagai aktivitas hidup manusia dan pergaulannya.
Dennis McQuail membagi jenis dan teori komunikasi massa sebagai berikut:
1. Teori Ilmu Pengetahuan Sosial (Sosial Scientific Theory)
Teori ini berdasarkan pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan sifat dasar, cara
kerja, dan pengaruh komunikasi massa yang bersumbver dari observasi sistematis dan
objektif. Sumber teori ini merupakan kenyataan tentang media. Dalam penerapannya
jenis teori ini sering bergantung dengan teori ilmu sosial lainnya. Contohnya teori yang
menerangkan hubungan antara televisi dan perilaku agresif.
2. Teori Normatif (Normative Theory)
Teori ini menerangkan bagaimana media massa berperan sesuai dengan nilai dan
norma sosial masyarakat. Media mempunyai pengaruh yang besar dalam membantu
apa yang diharapkan oleh publik media, organisasi, dan pelaksanaan organisasi sosial
itu sendiri.
3. Teori Praktis (Operational Theory )
Teori ini menyuguhkan tuntunan tentang tujuan media, cara kerja yang seharusnya
diharapkan agar seirama dengan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan sosial yang sifatnya
lebih abstrak dan bagaimana pencapaian beberapa sasaran tertentu.
6
2
Komunikasi Massa
Sofia Aunul,M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
4. Teori Akal Sehat (Common Sense Theory)
Teori ini merupakan pengetahuan dan gagasan yang dimiliki setiap orang dengan begitu
saja atau melalui pengalaman langsung dengan masyarakat. Setiap pembaca atau
pemirsa mempunyai teori sendiri (seperangkat gagasan) tentang media. Misalnya
gagasan tentang bagaimana keberadaan media, kegunaan media, peran media dalam
kehidupan sehari-hari, dll.
5. Teori kritis (Critical Theory)
Teori kritis ini membahas ketidaksamaan dan ketertindasan akibat sistem sebagian
besar teori ini membahas konflik kepentingan di dalam masyarakat dan dominasi yang
terus menerus dilakukan oleh suatu kelompok kepada kelompok lainnya.
Analisis media mengenal adanya dua dimensi komunikasi massa. Dimensi pertama
memandang
dari sisi media kepada masyarakat luas beserta institusi-institusinya.
Pandangan ini menggambarkan keterkaitan tersebut, mengkaji posisi atau kedudukan media
dalam masyarakat dan terjadinya saling mempengaruhi antara berbagai struktur
kemasyarakatan dengan media. Dimensi kedua melihat kepada hubungan antara media
dengan audiens, baik secara kelompok maupun individual.
Modul keenam ini akan membahas teori-teori dengan ruang lingkup makro, antara
lain teori agenda setting, teori depedensi, teori spiral of silence dan teori information gaps.
I.
TEORI AGENDA-SETTING
Dari beberapa asumsi mengenai efek komunikasi massa, satu yang bertahan dan
berkembang dewasa ini menganggap bahwa media massa dengan memberikan perhatian
pada isu tertentu dan mengabaikan yang lainnya, akan memiliki pengaruh terhadap
pendapat umum. Orang akan cenderung mengetahui tentang hal-hal yang diberitakan media
massa dan menerima susunan prioritas yang diberikan media massa terhadap isu-isu yang
berbeda.
Asumsi ini berhasil lolos dari keraguan yang ditujukan pada penelitian komunikasi
massa yang menganggap media massa memiliki efek yang sangat kuat, terutama karena
asumsi ini berkaitan dengan proses belajar dan bukan dengan perubahan sikap atau
pendapat. Studi empiris terhadap komunikasi massa telah mengonfirmasikan bahwa efek
yang cenderung terjadi adalah dalam hal informasi.
Teori Agenda-setting menawarkan suatu cara untuk menghubungkan temuan ini
dengan kemungkinan terjadinya efek terhadap pendapat, karena pada dasarnya yang
ditawarkan adalah suatu fungsi belajar dari media massa. Orang belajar mengenai isu-isu
apa, dan bagaimana isu-isu tersebut disusun berdasarkan tingkat kepentingannya.
6
3
Komunikasi Massa
Sofia Aunul,M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Teoritisi utama agenda-setting adalah Maxwell McCombs dan Donald Shaw. Mereka
menuliskan bahwa audiens tidak hanya mempelajari berita- berita dan hal-hal lainnya
melalui media massa, tetapi juga mempelajari seberapa besar arti penting diberikan pada
suatu isu atau topik dari cara media massa memberikan penekanan terhadap topik tersebut.
Misalnya, dalam merefleksikan apa yang dikatakan oleh para kandidat dalam suatu
kampanye pemilu, media massa terlihat menentukan mana topik yang penting.
Dengan kata lain, media massa menetapkan `agenda' kampanye tersebut.
Kemampuan untuk mempengaruhi perubahan kognitif individu ini merupakan aspek
terpenting dari kekuatan komunikasi massa. Dalam hal kampanye, teori ini mengasumsikan
bahwa jika para calon pemilih dapat diyakinkan akan pentingnya suatu isu maka mereka
akan memilih kandidat atau partai yang diproyeksikan paling berkompeten dalam
menangani isu tersebut.
Asumsi agenda-setting ini memiliki kelebihan karena mudah dipahami dan relatif
murah untuk diuji. Dasar pemikirannya adalah di antara berbagai topik yang dimuat media
massa, topik yang mendapat lebih banyak perhatian dari media akan menjadi lebih akrab
bagi pembacanya dan akan dianggap penting dalam suatu periode waktu tertentu, dan akan
terjadi sebaliknya bagi topik yang kurang mendapat perhatian media. Perkiraan ini dapat
diuji dengan membandingkan hasil dari analisis isi media secara kuantitatif dengan
perubahan dalam pendapat umum yang diukur melalui survei pada dua (atau lebih) waktu
yang berbeda.
Pada tahun 1976, McCombs dan Shaw mengambil kasus Watergate sebagai
ilustrasi dari fungsi agenda-setting. Mereka menunjukkan bahwa sebenarnya bukanlah
sesuatu yang baru dalam mengungkap kasus politik yang korup, tetapi pemberitaan surat
kabar yang sangat intensif dan diikuti oleh penayangan dengar pendapat di Dewan
Perwakilan melalui televisi, telah membuat kasus Watergate menjadi topic of the year.
II. TEORI DEPENDENSI MENGENAI EFEK KOMUNIKASI MASSA
Teori yang dikembangkan oleh Sandra Ball-Rokeach dan Melvin L. DeFleur (1976)
memfokuskan perhatiannya pada kondisi struktural suatu masyarakat yang mengatur
kecenderungan terjadinya suatu efek media massa. Teori ini ada dasarnya merupakan
suatu pendekatan struktur sosial yang berangkat dari gagasan mengenai sifat suatu
masyarakat modern (atau masyarakat massa), di mana media massa dapat dianggap
sebagai sistem informasi yang memiliki peran penting dalam proses pemeliharaan,
perubahan, dan konflik pada tataran masyarakat, kelompok atau individu dalam aktivitas
sosial.
6
4
Komunikasi Massa
Sofia Aunul,M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Pemikiran terpenting dari teori ini adalah bahwa dalam masyarakat modern, audiens
menjadi tergantung pada media massa sebagai sumber informasi bagi pengetahuan tentang
dan orientasi kepada apa yang terjadi dalam masyarakatnya. Jenis dan tingkat
ketergantungan akan dipengaruhi oleh sejumlah kondisi struktural, meskipun kondisi
terpenting terutama berkaitan dengan tingkat perubahan, konflik atau tidak stabilnya
masyarakat tersebut.
Dan kedua, berkaitan dengan apa yang dilakukan media yang pada dasarnya
melayani berbagai fungsi informasi. Dengan demikian teori ini menjelaskan saling hubungan
antara tiga perangkat variabel utama dan menentukan jenis efek tertentu sebagai hasil
interaksi antara ketiga variabel tersebut.
Pembahasan lebih lanjut mengenai teori ini ditujukan pada jenis-jenis efek yang
dapat dipelajari melalui teori ini. Secara ringkas kajian terhadap efek tersebut dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Kognitif
a. Menciptakan atau menghilangkan ambiguitas.
b. Pembentukan sikap. Agenda-setting.
c. Perluasan sistem keyakinan masyarakat.
d. Penegasan/penjelasan nilai-nilai.
2. Afektif
a. Menciptakan ketakutan atau kecemasan.
b. Meningkatkan atau menurunkan dukungan moral.
3. Behavioral:
a. Mengaktifkan/menggerakkan atau meredakan.
b. Pembentukan isu tertentu atau penyelesaiannya.
c. Menjangkau atau menyediakan strategi untuk suatu aktivitas.
d. Menyebabkan perilaku dermawan (menyumbangkan uang)
6
5
Komunikasi Massa
Sofia Aunul,M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
SISTEM SOSIAL
SISTEM MEDIA
(Tingkat stabilitas struktural
yang bervariasi)
(Jumlah dan sentralitas fungsi
informasi yang bervariasi)
AUDIENCES
(Tingkat ketergantungan
pada informasi media yang
bervariasi)
EFEK
Kognitif, afektif dan
behavioral
Lebih lanjut Ball-Rokeach dan DeFleur mengemukakan bahwa ketiga komponen
yaitu audiens, sistem media dan sistem sosial saling berhubungan satu dengan Iainnya,
meskipun sifat hubungan ini berbeda antara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya.
Setiap komponen dapat pula memiliki cara yang beragam yang secara langsung berkaitan
dengan perbedaan efek yang terjadi. Seperti misalnya: Sistem sosial akan berbeda-beda
(bervariasi) sesuai dengan tingkat stabilitasnya. Ada kalanya sistem sosial yang stabil akan
mengalami masa- masa krisis. Sistem sosial yang telah mapan dapat mengalami tantangan
legitimasi dan ketahanannya secara mendasar. Dalam kondisi semacam ini akan muncul
kecenderungan untuk mendefinisikan hal-hal baru, penyesuaian sikap, menegaskan kembali
nilai-nilai yang berlaku atau mempromosikan nilai-nilai baru, yang kesemuanya menstimulasi
proses pertukaran informasi. Audiens akan memiliki hubungan yang beragam dengan
sistem sosial dan perubahan-perubahan yang terjadi. Sejumlah kelompok mungkin mampu
bertahan
sementara
lainnya
akan
lenyap.
Demikian
pula
dengan
keragaman
ketergantungan pada media massa sebagai sumber informasi dan panduan.
Pada umumnya kelompok-elite dalam masyarakat akan memiliki lebih banyak
kendali terhadap media, lebih banyak akses ke dalamnya, dan tidak terlalu tergantung pada
media jika dibandingkan dengan masyarakat kebanyakan. Sementara kelompok elite
cenderung untuk lebih memiliki akses kepada sumber informasi lain yang lebih cakap dan
kompeten, nonelite terpaksa tergantung pada media massa atau sumber informasi
perorangan yang biasanya kurang memadai.
Media massa beragam dalam hal kuantitas, persebaran, reliabilitas, dan otoritas.
Untuk kondisi tertentu atau dalam masyarakat tertentu media massa akan lebih berperan
dalam memberikan informasi sosial politik dibandingkan dalam kondisi atau masyarakat
6
6
Komunikasi Massa
Sofia Aunul,M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
lainnya. Selanjutnya, terdapat pula keragaman fungsi dari media massa untuk memenuhi
berbagai kepentingan, selera, kebutuhan, dan sebagainya.
III.
SPIRAL OF SILENCE
Teori spiral of silence atau spiral kebisuan berkaitan dengan pertanyaan mengenai
bagaimana terbentuknya pendapat umum. Dikemukakan pertama kali oleh Elizabeth NoelleNeuman, sosiolog Jerman, pada tahun 1974, teori ini menjelaskan bahwa jawaban dari
pertanyaan tersebut terletak dalam suatu proses saling mempengaruhi antara komunikasi
massa, komunikasi antarpribadi, dan persepsi individu atas pendapatnya sendiri dalam
hubungannya dengan pendapat orang lain dalam masyarakat.
Teori ini mendasarkan asumsinya pada pemikiran sosial-psikologis tahun 30-an yang
menyatakan bahwa pendapat pribadi sangat tergantung pada apa yang dipikirkan/
diharapkan oleh orang lain, atau atas apa yang orang rasakan/anggap sebagai pendapat
dari orang lain.
Berangkat dari asumsi tersebut, spiral of silence selanjutnya menjelaskan bahwa
individu pada umumnya berusaha untuk menghindari isolasi, dalam arti sendirian
mempertahankan sikap atau keyakinan tertentu. Oleh karenanya orang akan mengamati
lingkungannya untuk mempelajari pandangan-pandangan mana yang bertahan dan
mendapatkan dukungan dan mana yang tidak dominan atau populer. Jika orang merasakan
bahwa pandangannya termasuk di antara yang tidak dominan atau tidak populer, maka ia
cenderung kurang berani mengekspresikannya, karena adanya ketakutan akan isolasi
tersebut.
Jumlah orang yang tidak secara terbuka mengekspresikan pendapat yang berbeda
dan perubahan dari pendapat yang berbeda kepada pendapat yang dominan. Sebaliknya,
6
7
Komunikasi Massa
Sofia Aunul,M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
pendapat yang dominan akan menjadi semakin luas dan kuat. Semakin banyak orang
merasakan kecenderungan ini dan menyesuaikan pendapatnya, maka satu kelompok
pendapat akan menjadi dominan, sementara lainnya akan menyusut. Jadi kecenderungan
seseorang untuk menyatakan pendapat dan orang lainnya menjadi diam akan mengawali
suatu proses spiral yang meningkatkan kemapanan satu pendapat sebagai pendapat umum
atau pendapat yang dominan.
Tentunya persepsi individu bukan satu-satunya kekuatan yang bekerja dalam proses
ini, dan media massa merupakan salah satu kekuatan lainnya. Apa yang menjadi
pandangan yang dominan pada suatu waktu tertentu sering kali ditentukan oleh media.
Kekuatan lain yang bekerja dalam proses ini adalah tingkat dukungan orang-orang
dalam lingkungan seseorang. Ketika orangtinggal diam, orang-orang di sekelilingnya akan
melakukan hal yang sama, dengan demikian definisi media massa atas suatu pandangan
dan kurangnya dukungan yang diungkapkan atas pandangan seseorang dalam komunikasi
antarpribadi, akan semakin menguat dan menghasilkan spiral kebisuan tersebut.
Noelle-Neuman mendukung asumsinya dengan mengacu pada berbagai perubahan
selama kurun waktu tertentu mengenai beberapa pendapat umum yang menonjol di Jerman
Barat. Sejumlah pembuktian yang dia kemukakan, menunjukkan hubungan yang signifikan
antara
persepsi
terhadap
pendapat
mayoritas,
pengungkapan
pendapat
pribadi,
kecenderungan dalam isi media, dan pendapat para jurnalis. Dalam kondisi tertentu, media
massa tampak membentuk persepsi mengenai pendapat yang dominan dan karenanya
mempengaruhi pendapat individu melalui cara-cara yang dijelaskan oleh teori spiral of
silence ini.
IV.
INFORMATION GAPS
Dalam membahas efek jangka panjang komunikasi massa, tampaknya penting untuk
dikemukakan suatu pokok bahasan yang disebut sebagai celah informasi atau celah
pengetahuan (information atau knowledge gaps). Latar belakang pemikiran ini terbentuk
oleh adanya arus informasi yang terus meningkat, yang sebagian besar dimungkinkan oleh
media massa. Secara teoretis peningkatan ini akan menguntungkan setiap orang dalam
masyarakat karena setiap individu memiliki kemungkinan untuk mengetahui apa yang terjadi
di sekelilingnya atau di dunia, yang tentunya akan membantu dirinya dalam memperluas
wawasan.
Meskipun demikian, sejumlah peneliti menunjukkan bahwa peningkatan arus
informasi sering kali menghasilkan efek negatif, di mana peningkatan pengetahuan pada
kelompok tertentu akan jauh meninggalkan melebihi kelompok lainnya. Dalam hal seperti ini
information gaps akan terjadi dan terus meningkat sehingga menimbulkan jarak antara
6
8
Komunikasi Massa
Sofia Aunul,M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
kelompok sosial yang satu dengan yang lain dalam hal pengetahuan mengenai suatu topik
tertentu.
Phillip Tichenor (1970) yang mengawali pemikiran tentang knowledge gaps ini
menjelaskan bahwa ketika arus informasi dalam suatu sistem sosial meningkat, maka
mereka yang berpendidikan yaitu mereka yang memiliki status sosial ekonomi yang lebih
baik, akan lebih mudah, lebih cepat, dan lebih baik dalam menyerap informasi dibandingkan
mereka yang kurang berpendidikan dengan status yang lebih rendah. Jadi, meningkatnya
informasi
akan
menghasilkan
melebarnya
jurang/celah
pengetahuan
daripada
mempersempitnya.
Sementara itu Everett M. Rogers (1976) memperkuat asumsi tersebut dengan
mengatakan bahwa informasi bukan hanya menghasilkan melebarnya knowledge gaps,
tetapi juga gaps yang berkaitan dengan sikap dan perilaku. Lebih lanjut dia mengemukakan
bahwa komunikasi massa bukan satu-satunya penyebab terjadinya gaps tersebut, karena
komunikasi langsung antar individu dapat memiliki efek yang serupa.
Suatu konsep lain yang dikemukakan oleh sekelompok peneliti dari Swedia,
menjelaskan tentang karakteristik dan sumber-sumber yang memungkinkan seseorang
untuk memberi dan menerima informasi, dan yang membantu proses komunikasi bagi
dirinya. Konsep yang disebut `potensi komunikasi' tersebut dipandang sebagai alat untuk
mencapai/mendapatkan nilai-nilai tertentu dalam hidupnya. Ukuran dan bentuk potensi
komunikasi tergantung pada tiga karakteristik utama, yaitu:
1. Karakteristik pribadi. Orang memiliki sekaligus kemampuan alamiah seperti melihat atau
berbicara, dan kemampuan yang diperoleh melalui pembelajaran seperti berbicara
dalam beberapa bahasa yang berbeda. Di samping itu is memiliki potensi komunikasi,
pengetahuan, sikap, dan kepribadian tertentu.
2. Karakteristik seseorang tergantung pada posisi sosialnya. Posisi ini ditentukan oleh
variabel-variabel seperti penghasilan, pendidikan, umur, dan jenis kelamin.
3. Karakteristik dari struktur sosial di mana seseorang berada. Salah satu faktor penting
adalah berfungsinya primary group (misalnya keluarga, kelompok kerja), dan secondary
group (misalnya organisasi, sekolah, klub) dalam hal komunikasi.
Dalam konteks ini, adalah relevan untuk menganggap masyarakat sebagai sistem
komunikasi. Potensi tersebut dapat membawa pada pencapaian nilai-nilai dan tujuan- tujuan
tertentu. Sebagai contoh, pembentukan identitas diri dan tumbuhnya solidaritas dapat
mempengaruhi situasi kehidupan seseorang, dan dapat mempengaruhi masyarakat secara
keseluruhan. Jika kita tempatkan konsep di atas dalam konteks media massa, maka kita
harus menganggap ketiga karakteristik tersebut sebagai variabel independen dan tingkat
pencapaian nilai dan tujuan sebagai variabel dependen (efek/konsekuensi).
6
9
Komunikasi Massa
Sofia Aunul,M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Dalam perspektif yang lebih luas kita dapat mengasumsikan bahwa, jika dalam suatu
masyarakat terdapat perbedaan yang sistematis antara berbagai potensi komunikasi dari
berbagai kelompok yang berbeda, maka akan menyebabkan terjadinya perbedaan yang
sistematis pula dalam pencapaian tujuan dan nilai dari kelompok-kelompok tersebut.
Pemikiran tentang adanya information gap atau knowledge gap dalam masyarakat
ternyata belum cukup menjelaskan fenomena yang terjadi. Sebenarnya tidak hanya terdapat
satu information gap, tetapi banyak dan tidak sama antara satu dengan lainnya. Misalnya,
ada gap dalam informasi politik dan informasi tentang meningkatnya biaya hidup, dan
biasanya gap dalam informasi tentang situasi politik dunia lebih besar dibanding dengan
gaps yang terjadi dalam informasi tentang kenaikan biaya hidup. Berangkat dari pemikiran
tentang adanya berbagai information gaps dalam suatu masyarakat, kita akan menemukan
pula bahwa gap yang berbeda terjadi dalam berbagai bentuk dan cara yang berbeda pula.
Selanjutnya, beberapa anggapan menyatakan bahwa gap cenderung meningkat
seiring dengan waktu. Dalam beberapa kasus tertentu hal ini dapat terjadi, namun Thunberg
(1979) mengemukakan bahwa situasi sebaliknya dapat pula terjadi. Yaitu ketika gap yang
pada awalnya melebar akhirnya dapat menutup ketika kelompok yang status sosial
ekonominya lebih rendah dapat menyusulnya. Dalam hal ini yang terjadi hanyalah persoalan
waktu saja.
Pada awalnya, ketika kelompok yang diuntungkan karena memiliki akses dan
exposure pada komunikasi yang lebih baik (memiliki potensi komunikasi yang tinggi) dengan
cepat mampu menyerap informasi tentang topik tertentu yang beredar dalam masyarakat.
Meskipun demikian pada akhirnya kelompok yang memiliki potensi komunikasi rendah akan
dapat menyusul penyerapan informasi tersebut sehingga gaps akan menutup.
Model semacam itu disebut memiliki ceiling effects, artinya ada plafon atau batas
tertentu dalam penyerapan informasi. Ceiling effects terjadi jika potensi informasi mengenai
suatu topik tertentu adalah terbatas. Mereka yang memiliki kapasitas yang besar dalam
menyerap informasi, setelah sekian waktu tidak akan menemukan lagi informasi yang
tersisa mengenai suatu topik tertentu.
Hal ini menyebabkan kelompok dengan potensi komunikasi yang rendah akan
mampu menyusulnya. Efek ini juga dapat terjadi jika kelompok yang potensial tidak lagi
memiliki motivasi untuk mencari lebih banyak informasi, sementara kelompok yang kurang
potensial masih termotivasi, sehingga dalam waktu tertentu mereka juga akan menjadi well
informed.
Meskipun demikian Donohue (1975) menegaskan bahwa tidak semua gap dapat
menutup. Beberapa penelitian yang dilakukannya di Amerika menunjukkan bahwa perhatian
yang besar terhadap media menghasilkan pelebaran gap antara mereka yang berpendidikan
tinggi dengan mereka yang berpendidikan rendah. Diungkapkan pula bahwa ketika suatu
6
10
Komunikasi Massa
Sofia Aunul,M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
topik tidak lagi menjadi pembicaraan umum, sehingga tidak ada lagi atau hanya sedikit
orang yang masih membicarakannya, gap antara mereka yang memiliki potensi komunikasi
tinggi dan mereka yang memiliki potensi komunikasi rendah akan tetap sama (tidak
menutup) atau bahkan menjadi melebar.
Daftar Pustaka
Nurudin. 2007. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Sendjaja, Sasa Djuarsa. 1994. Teori Komunikasi. Jakarta: Universitas Terbuka.
6
11
Komunikasi Massa
Sofia Aunul,M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download