MODUL PERKULIAHAN KOMUNIKASI MASSA TEORI-TEORI KOMUNIKASI MASSA (Makro) Fakultas Program Studi Ilmu Komunikasi Broadcasting Abstract Tatap Muka 06 Kode MK Disusun Oleh - Sofia Aunul, M.Si Kompetensi Mahasiswa mampu memahami teoriIlmu komunikasi mempunyai kaitan yang erat dengan teori dalam komunikasi massa: 1. Teori agenda setting, manusia. Proses yang terjadi dalam diri manusia 2. Teori depedensi, merupakan proses mutlak melalui perantaraan 3. Teori spiral of silence dan komunikasi. Teori komunikasi harus bisa menjelaskan 4. Teori information gaps fenomena sosial dan alasan semua itu terjadi, begitupun dengan teori komunikasi massa. Fenomena sosial yang terjadi tidak terlepas dengan media massa: bagaimana media massa mempengaruhi, membentuk, dan mengarahkan serta menjelaskan berbagai aktivitas hidup manusia dan pergaulannya Teori Komunikasi Massa Teori menurut Turner adalah “Cerita tentang bagaimana dan mengapa sesuatu itu terjadi. Para ahli biasanya memulai dengan asumsi menyeluruh, termasuk seluruh bidang sosial yang dibentuk aktivitas manusia, menmyatakan landasan kepastian dan proses serta sifat dasar yang menerangkan pasang surutnya peristiwa dalam proses yang lebih khusus.” Bowers dan Courtright menyatakan bahwa “Teori adalah seperangkat pernyataan yang menyatakan hubungan antarvariabel.” Bailey mendefinisikan teori merupakan sebuah penjelasan dan usaha memprediksi fenomena sosial yang berhubungan dengan subjek dan ketertarikan kepada beberapa fenomena yang lain. Ilmu komunikasi mempunyai kaitan yang erat dengan manusia. Proses yang terjadi dalam diri manusia merupakan proses mutlak melalui perantaraan komunikasi. Teori komunikasi harus bias menjelaskan fernomena sosial dan alasan semua itu terjadi, begitupun dengan teori komunikasi massa. Fenomena sosial yang terjadi tidak terlepas dengan media massa: bagaimana media massa mempengaruhi, membentuk, dan mengarahkan serta menjelaskan berbagai aktivitas hidup manusia dan pergaulannya. Dennis McQuail membagi jenis dan teori komunikasi massa sebagai berikut: 1. Teori Ilmu Pengetahuan Sosial (Sosial Scientific Theory) Teori ini berdasarkan pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan sifat dasar, cara kerja, dan pengaruh komunikasi massa yang bersumbver dari observasi sistematis dan objektif. Sumber teori ini merupakan kenyataan tentang media. Dalam penerapannya jenis teori ini sering bergantung dengan teori ilmu sosial lainnya. Contohnya teori yang menerangkan hubungan antara televisi dan perilaku agresif. 2. Teori Normatif (Normative Theory) Teori ini menerangkan bagaimana media massa berperan sesuai dengan nilai dan norma sosial masyarakat. Media mempunyai pengaruh yang besar dalam membantu apa yang diharapkan oleh publik media, organisasi, dan pelaksanaan organisasi sosial itu sendiri. 3. Teori Praktis (Operational Theory ) Teori ini menyuguhkan tuntunan tentang tujuan media, cara kerja yang seharusnya diharapkan agar seirama dengan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan sosial yang sifatnya lebih abstrak dan bagaimana pencapaian beberapa sasaran tertentu. 6 2 Komunikasi Massa Sofia Aunul,M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 4. Teori Akal Sehat (Common Sense Theory) Teori ini merupakan pengetahuan dan gagasan yang dimiliki setiap orang dengan begitu saja atau melalui pengalaman langsung dengan masyarakat. Setiap pembaca atau pemirsa mempunyai teori sendiri (seperangkat gagasan) tentang media. Misalnya gagasan tentang bagaimana keberadaan media, kegunaan media, peran media dalam kehidupan sehari-hari, dll. 5. Teori kritis (Critical Theory) Teori kritis ini membahas ketidaksamaan dan ketertindasan akibat sistem sebagian besar teori ini membahas konflik kepentingan di dalam masyarakat dan dominasi yang terus menerus dilakukan oleh suatu kelompok kepada kelompok lainnya. Analisis media mengenal adanya dua dimensi komunikasi massa. Dimensi pertama memandang dari sisi media kepada masyarakat luas beserta institusi-institusinya. Pandangan ini menggambarkan keterkaitan tersebut, mengkaji posisi atau kedudukan media dalam masyarakat dan terjadinya saling mempengaruhi antara berbagai struktur kemasyarakatan dengan media. Dimensi kedua melihat kepada hubungan antara media dengan audiens, baik secara kelompok maupun individual. Modul keenam ini akan membahas teori-teori dengan ruang lingkup makro, antara lain teori agenda setting, teori depedensi, teori spiral of silence dan teori information gaps. I. TEORI AGENDA-SETTING Dari beberapa asumsi mengenai efek komunikasi massa, satu yang bertahan dan berkembang dewasa ini menganggap bahwa media massa dengan memberikan perhatian pada isu tertentu dan mengabaikan yang lainnya, akan memiliki pengaruh terhadap pendapat umum. Orang akan cenderung mengetahui tentang hal-hal yang diberitakan media massa dan menerima susunan prioritas yang diberikan media massa terhadap isu-isu yang berbeda. Asumsi ini berhasil lolos dari keraguan yang ditujukan pada penelitian komunikasi massa yang menganggap media massa memiliki efek yang sangat kuat, terutama karena asumsi ini berkaitan dengan proses belajar dan bukan dengan perubahan sikap atau pendapat. Studi empiris terhadap komunikasi massa telah mengonfirmasikan bahwa efek yang cenderung terjadi adalah dalam hal informasi. Teori Agenda-setting menawarkan suatu cara untuk menghubungkan temuan ini dengan kemungkinan terjadinya efek terhadap pendapat, karena pada dasarnya yang ditawarkan adalah suatu fungsi belajar dari media massa. Orang belajar mengenai isu-isu apa, dan bagaimana isu-isu tersebut disusun berdasarkan tingkat kepentingannya. 6 3 Komunikasi Massa Sofia Aunul,M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Teoritisi utama agenda-setting adalah Maxwell McCombs dan Donald Shaw. Mereka menuliskan bahwa audiens tidak hanya mempelajari berita- berita dan hal-hal lainnya melalui media massa, tetapi juga mempelajari seberapa besar arti penting diberikan pada suatu isu atau topik dari cara media massa memberikan penekanan terhadap topik tersebut. Misalnya, dalam merefleksikan apa yang dikatakan oleh para kandidat dalam suatu kampanye pemilu, media massa terlihat menentukan mana topik yang penting. Dengan kata lain, media massa menetapkan `agenda' kampanye tersebut. Kemampuan untuk mempengaruhi perubahan kognitif individu ini merupakan aspek terpenting dari kekuatan komunikasi massa. Dalam hal kampanye, teori ini mengasumsikan bahwa jika para calon pemilih dapat diyakinkan akan pentingnya suatu isu maka mereka akan memilih kandidat atau partai yang diproyeksikan paling berkompeten dalam menangani isu tersebut. Asumsi agenda-setting ini memiliki kelebihan karena mudah dipahami dan relatif murah untuk diuji. Dasar pemikirannya adalah di antara berbagai topik yang dimuat media massa, topik yang mendapat lebih banyak perhatian dari media akan menjadi lebih akrab bagi pembacanya dan akan dianggap penting dalam suatu periode waktu tertentu, dan akan terjadi sebaliknya bagi topik yang kurang mendapat perhatian media. Perkiraan ini dapat diuji dengan membandingkan hasil dari analisis isi media secara kuantitatif dengan perubahan dalam pendapat umum yang diukur melalui survei pada dua (atau lebih) waktu yang berbeda. Pada tahun 1976, McCombs dan Shaw mengambil kasus Watergate sebagai ilustrasi dari fungsi agenda-setting. Mereka menunjukkan bahwa sebenarnya bukanlah sesuatu yang baru dalam mengungkap kasus politik yang korup, tetapi pemberitaan surat kabar yang sangat intensif dan diikuti oleh penayangan dengar pendapat di Dewan Perwakilan melalui televisi, telah membuat kasus Watergate menjadi topic of the year. II. TEORI DEPENDENSI MENGENAI EFEK KOMUNIKASI MASSA Teori yang dikembangkan oleh Sandra Ball-Rokeach dan Melvin L. DeFleur (1976) memfokuskan perhatiannya pada kondisi struktural suatu masyarakat yang mengatur kecenderungan terjadinya suatu efek media massa. Teori ini ada dasarnya merupakan suatu pendekatan struktur sosial yang berangkat dari gagasan mengenai sifat suatu masyarakat modern (atau masyarakat massa), di mana media massa dapat dianggap sebagai sistem informasi yang memiliki peran penting dalam proses pemeliharaan, perubahan, dan konflik pada tataran masyarakat, kelompok atau individu dalam aktivitas sosial. 6 4 Komunikasi Massa Sofia Aunul,M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Pemikiran terpenting dari teori ini adalah bahwa dalam masyarakat modern, audiens menjadi tergantung pada media massa sebagai sumber informasi bagi pengetahuan tentang dan orientasi kepada apa yang terjadi dalam masyarakatnya. Jenis dan tingkat ketergantungan akan dipengaruhi oleh sejumlah kondisi struktural, meskipun kondisi terpenting terutama berkaitan dengan tingkat perubahan, konflik atau tidak stabilnya masyarakat tersebut. Dan kedua, berkaitan dengan apa yang dilakukan media yang pada dasarnya melayani berbagai fungsi informasi. Dengan demikian teori ini menjelaskan saling hubungan antara tiga perangkat variabel utama dan menentukan jenis efek tertentu sebagai hasil interaksi antara ketiga variabel tersebut. Pembahasan lebih lanjut mengenai teori ini ditujukan pada jenis-jenis efek yang dapat dipelajari melalui teori ini. Secara ringkas kajian terhadap efek tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Kognitif a. Menciptakan atau menghilangkan ambiguitas. b. Pembentukan sikap. Agenda-setting. c. Perluasan sistem keyakinan masyarakat. d. Penegasan/penjelasan nilai-nilai. 2. Afektif a. Menciptakan ketakutan atau kecemasan. b. Meningkatkan atau menurunkan dukungan moral. 3. Behavioral: a. Mengaktifkan/menggerakkan atau meredakan. b. Pembentukan isu tertentu atau penyelesaiannya. c. Menjangkau atau menyediakan strategi untuk suatu aktivitas. d. Menyebabkan perilaku dermawan (menyumbangkan uang) 6 5 Komunikasi Massa Sofia Aunul,M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id SISTEM SOSIAL SISTEM MEDIA (Tingkat stabilitas struktural yang bervariasi) (Jumlah dan sentralitas fungsi informasi yang bervariasi) AUDIENCES (Tingkat ketergantungan pada informasi media yang bervariasi) EFEK Kognitif, afektif dan behavioral Lebih lanjut Ball-Rokeach dan DeFleur mengemukakan bahwa ketiga komponen yaitu audiens, sistem media dan sistem sosial saling berhubungan satu dengan Iainnya, meskipun sifat hubungan ini berbeda antara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya. Setiap komponen dapat pula memiliki cara yang beragam yang secara langsung berkaitan dengan perbedaan efek yang terjadi. Seperti misalnya: Sistem sosial akan berbeda-beda (bervariasi) sesuai dengan tingkat stabilitasnya. Ada kalanya sistem sosial yang stabil akan mengalami masa- masa krisis. Sistem sosial yang telah mapan dapat mengalami tantangan legitimasi dan ketahanannya secara mendasar. Dalam kondisi semacam ini akan muncul kecenderungan untuk mendefinisikan hal-hal baru, penyesuaian sikap, menegaskan kembali nilai-nilai yang berlaku atau mempromosikan nilai-nilai baru, yang kesemuanya menstimulasi proses pertukaran informasi. Audiens akan memiliki hubungan yang beragam dengan sistem sosial dan perubahan-perubahan yang terjadi. Sejumlah kelompok mungkin mampu bertahan sementara lainnya akan lenyap. Demikian pula dengan keragaman ketergantungan pada media massa sebagai sumber informasi dan panduan. Pada umumnya kelompok-elite dalam masyarakat akan memiliki lebih banyak kendali terhadap media, lebih banyak akses ke dalamnya, dan tidak terlalu tergantung pada media jika dibandingkan dengan masyarakat kebanyakan. Sementara kelompok elite cenderung untuk lebih memiliki akses kepada sumber informasi lain yang lebih cakap dan kompeten, nonelite terpaksa tergantung pada media massa atau sumber informasi perorangan yang biasanya kurang memadai. Media massa beragam dalam hal kuantitas, persebaran, reliabilitas, dan otoritas. Untuk kondisi tertentu atau dalam masyarakat tertentu media massa akan lebih berperan dalam memberikan informasi sosial politik dibandingkan dalam kondisi atau masyarakat 6 6 Komunikasi Massa Sofia Aunul,M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id lainnya. Selanjutnya, terdapat pula keragaman fungsi dari media massa untuk memenuhi berbagai kepentingan, selera, kebutuhan, dan sebagainya. III. SPIRAL OF SILENCE Teori spiral of silence atau spiral kebisuan berkaitan dengan pertanyaan mengenai bagaimana terbentuknya pendapat umum. Dikemukakan pertama kali oleh Elizabeth NoelleNeuman, sosiolog Jerman, pada tahun 1974, teori ini menjelaskan bahwa jawaban dari pertanyaan tersebut terletak dalam suatu proses saling mempengaruhi antara komunikasi massa, komunikasi antarpribadi, dan persepsi individu atas pendapatnya sendiri dalam hubungannya dengan pendapat orang lain dalam masyarakat. Teori ini mendasarkan asumsinya pada pemikiran sosial-psikologis tahun 30-an yang menyatakan bahwa pendapat pribadi sangat tergantung pada apa yang dipikirkan/ diharapkan oleh orang lain, atau atas apa yang orang rasakan/anggap sebagai pendapat dari orang lain. Berangkat dari asumsi tersebut, spiral of silence selanjutnya menjelaskan bahwa individu pada umumnya berusaha untuk menghindari isolasi, dalam arti sendirian mempertahankan sikap atau keyakinan tertentu. Oleh karenanya orang akan mengamati lingkungannya untuk mempelajari pandangan-pandangan mana yang bertahan dan mendapatkan dukungan dan mana yang tidak dominan atau populer. Jika orang merasakan bahwa pandangannya termasuk di antara yang tidak dominan atau tidak populer, maka ia cenderung kurang berani mengekspresikannya, karena adanya ketakutan akan isolasi tersebut. Jumlah orang yang tidak secara terbuka mengekspresikan pendapat yang berbeda dan perubahan dari pendapat yang berbeda kepada pendapat yang dominan. Sebaliknya, 6 7 Komunikasi Massa Sofia Aunul,M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id pendapat yang dominan akan menjadi semakin luas dan kuat. Semakin banyak orang merasakan kecenderungan ini dan menyesuaikan pendapatnya, maka satu kelompok pendapat akan menjadi dominan, sementara lainnya akan menyusut. Jadi kecenderungan seseorang untuk menyatakan pendapat dan orang lainnya menjadi diam akan mengawali suatu proses spiral yang meningkatkan kemapanan satu pendapat sebagai pendapat umum atau pendapat yang dominan. Tentunya persepsi individu bukan satu-satunya kekuatan yang bekerja dalam proses ini, dan media massa merupakan salah satu kekuatan lainnya. Apa yang menjadi pandangan yang dominan pada suatu waktu tertentu sering kali ditentukan oleh media. Kekuatan lain yang bekerja dalam proses ini adalah tingkat dukungan orang-orang dalam lingkungan seseorang. Ketika orangtinggal diam, orang-orang di sekelilingnya akan melakukan hal yang sama, dengan demikian definisi media massa atas suatu pandangan dan kurangnya dukungan yang diungkapkan atas pandangan seseorang dalam komunikasi antarpribadi, akan semakin menguat dan menghasilkan spiral kebisuan tersebut. Noelle-Neuman mendukung asumsinya dengan mengacu pada berbagai perubahan selama kurun waktu tertentu mengenai beberapa pendapat umum yang menonjol di Jerman Barat. Sejumlah pembuktian yang dia kemukakan, menunjukkan hubungan yang signifikan antara persepsi terhadap pendapat mayoritas, pengungkapan pendapat pribadi, kecenderungan dalam isi media, dan pendapat para jurnalis. Dalam kondisi tertentu, media massa tampak membentuk persepsi mengenai pendapat yang dominan dan karenanya mempengaruhi pendapat individu melalui cara-cara yang dijelaskan oleh teori spiral of silence ini. IV. INFORMATION GAPS Dalam membahas efek jangka panjang komunikasi massa, tampaknya penting untuk dikemukakan suatu pokok bahasan yang disebut sebagai celah informasi atau celah pengetahuan (information atau knowledge gaps). Latar belakang pemikiran ini terbentuk oleh adanya arus informasi yang terus meningkat, yang sebagian besar dimungkinkan oleh media massa. Secara teoretis peningkatan ini akan menguntungkan setiap orang dalam masyarakat karena setiap individu memiliki kemungkinan untuk mengetahui apa yang terjadi di sekelilingnya atau di dunia, yang tentunya akan membantu dirinya dalam memperluas wawasan. Meskipun demikian, sejumlah peneliti menunjukkan bahwa peningkatan arus informasi sering kali menghasilkan efek negatif, di mana peningkatan pengetahuan pada kelompok tertentu akan jauh meninggalkan melebihi kelompok lainnya. Dalam hal seperti ini information gaps akan terjadi dan terus meningkat sehingga menimbulkan jarak antara 6 8 Komunikasi Massa Sofia Aunul,M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id kelompok sosial yang satu dengan yang lain dalam hal pengetahuan mengenai suatu topik tertentu. Phillip Tichenor (1970) yang mengawali pemikiran tentang knowledge gaps ini menjelaskan bahwa ketika arus informasi dalam suatu sistem sosial meningkat, maka mereka yang berpendidikan yaitu mereka yang memiliki status sosial ekonomi yang lebih baik, akan lebih mudah, lebih cepat, dan lebih baik dalam menyerap informasi dibandingkan mereka yang kurang berpendidikan dengan status yang lebih rendah. Jadi, meningkatnya informasi akan menghasilkan melebarnya jurang/celah pengetahuan daripada mempersempitnya. Sementara itu Everett M. Rogers (1976) memperkuat asumsi tersebut dengan mengatakan bahwa informasi bukan hanya menghasilkan melebarnya knowledge gaps, tetapi juga gaps yang berkaitan dengan sikap dan perilaku. Lebih lanjut dia mengemukakan bahwa komunikasi massa bukan satu-satunya penyebab terjadinya gaps tersebut, karena komunikasi langsung antar individu dapat memiliki efek yang serupa. Suatu konsep lain yang dikemukakan oleh sekelompok peneliti dari Swedia, menjelaskan tentang karakteristik dan sumber-sumber yang memungkinkan seseorang untuk memberi dan menerima informasi, dan yang membantu proses komunikasi bagi dirinya. Konsep yang disebut `potensi komunikasi' tersebut dipandang sebagai alat untuk mencapai/mendapatkan nilai-nilai tertentu dalam hidupnya. Ukuran dan bentuk potensi komunikasi tergantung pada tiga karakteristik utama, yaitu: 1. Karakteristik pribadi. Orang memiliki sekaligus kemampuan alamiah seperti melihat atau berbicara, dan kemampuan yang diperoleh melalui pembelajaran seperti berbicara dalam beberapa bahasa yang berbeda. Di samping itu is memiliki potensi komunikasi, pengetahuan, sikap, dan kepribadian tertentu. 2. Karakteristik seseorang tergantung pada posisi sosialnya. Posisi ini ditentukan oleh variabel-variabel seperti penghasilan, pendidikan, umur, dan jenis kelamin. 3. Karakteristik dari struktur sosial di mana seseorang berada. Salah satu faktor penting adalah berfungsinya primary group (misalnya keluarga, kelompok kerja), dan secondary group (misalnya organisasi, sekolah, klub) dalam hal komunikasi. Dalam konteks ini, adalah relevan untuk menganggap masyarakat sebagai sistem komunikasi. Potensi tersebut dapat membawa pada pencapaian nilai-nilai dan tujuan- tujuan tertentu. Sebagai contoh, pembentukan identitas diri dan tumbuhnya solidaritas dapat mempengaruhi situasi kehidupan seseorang, dan dapat mempengaruhi masyarakat secara keseluruhan. Jika kita tempatkan konsep di atas dalam konteks media massa, maka kita harus menganggap ketiga karakteristik tersebut sebagai variabel independen dan tingkat pencapaian nilai dan tujuan sebagai variabel dependen (efek/konsekuensi). 6 9 Komunikasi Massa Sofia Aunul,M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Dalam perspektif yang lebih luas kita dapat mengasumsikan bahwa, jika dalam suatu masyarakat terdapat perbedaan yang sistematis antara berbagai potensi komunikasi dari berbagai kelompok yang berbeda, maka akan menyebabkan terjadinya perbedaan yang sistematis pula dalam pencapaian tujuan dan nilai dari kelompok-kelompok tersebut. Pemikiran tentang adanya information gap atau knowledge gap dalam masyarakat ternyata belum cukup menjelaskan fenomena yang terjadi. Sebenarnya tidak hanya terdapat satu information gap, tetapi banyak dan tidak sama antara satu dengan lainnya. Misalnya, ada gap dalam informasi politik dan informasi tentang meningkatnya biaya hidup, dan biasanya gap dalam informasi tentang situasi politik dunia lebih besar dibanding dengan gaps yang terjadi dalam informasi tentang kenaikan biaya hidup. Berangkat dari pemikiran tentang adanya berbagai information gaps dalam suatu masyarakat, kita akan menemukan pula bahwa gap yang berbeda terjadi dalam berbagai bentuk dan cara yang berbeda pula. Selanjutnya, beberapa anggapan menyatakan bahwa gap cenderung meningkat seiring dengan waktu. Dalam beberapa kasus tertentu hal ini dapat terjadi, namun Thunberg (1979) mengemukakan bahwa situasi sebaliknya dapat pula terjadi. Yaitu ketika gap yang pada awalnya melebar akhirnya dapat menutup ketika kelompok yang status sosial ekonominya lebih rendah dapat menyusulnya. Dalam hal ini yang terjadi hanyalah persoalan waktu saja. Pada awalnya, ketika kelompok yang diuntungkan karena memiliki akses dan exposure pada komunikasi yang lebih baik (memiliki potensi komunikasi yang tinggi) dengan cepat mampu menyerap informasi tentang topik tertentu yang beredar dalam masyarakat. Meskipun demikian pada akhirnya kelompok yang memiliki potensi komunikasi rendah akan dapat menyusul penyerapan informasi tersebut sehingga gaps akan menutup. Model semacam itu disebut memiliki ceiling effects, artinya ada plafon atau batas tertentu dalam penyerapan informasi. Ceiling effects terjadi jika potensi informasi mengenai suatu topik tertentu adalah terbatas. Mereka yang memiliki kapasitas yang besar dalam menyerap informasi, setelah sekian waktu tidak akan menemukan lagi informasi yang tersisa mengenai suatu topik tertentu. Hal ini menyebabkan kelompok dengan potensi komunikasi yang rendah akan mampu menyusulnya. Efek ini juga dapat terjadi jika kelompok yang potensial tidak lagi memiliki motivasi untuk mencari lebih banyak informasi, sementara kelompok yang kurang potensial masih termotivasi, sehingga dalam waktu tertentu mereka juga akan menjadi well informed. Meskipun demikian Donohue (1975) menegaskan bahwa tidak semua gap dapat menutup. Beberapa penelitian yang dilakukannya di Amerika menunjukkan bahwa perhatian yang besar terhadap media menghasilkan pelebaran gap antara mereka yang berpendidikan tinggi dengan mereka yang berpendidikan rendah. Diungkapkan pula bahwa ketika suatu 6 10 Komunikasi Massa Sofia Aunul,M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id topik tidak lagi menjadi pembicaraan umum, sehingga tidak ada lagi atau hanya sedikit orang yang masih membicarakannya, gap antara mereka yang memiliki potensi komunikasi tinggi dan mereka yang memiliki potensi komunikasi rendah akan tetap sama (tidak menutup) atau bahkan menjadi melebar. Daftar Pustaka Nurudin. 2007. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Sendjaja, Sasa Djuarsa. 1994. Teori Komunikasi. Jakarta: Universitas Terbuka. 6 11 Komunikasi Massa Sofia Aunul,M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id