7 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Perairan Teluk Lampung Terdapat dua musim dominan yang menggerakkan siklus musiman di daerah studi yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim kemarau berhubungan dengan muson tenggara, sementara musim hujan berhubungan dengan muson barat laut. Pola arus musiman selama musim kemarau mengalir dari bagian timur Laut Jawa ke arah barat, memasuki Samudera Hindia melewati Selat Sunda dan sebagian menuju ke Laut Cina Selatan. Akibatnya selama musim ini perairan Teluk Lampung dipengaruhi oleh massa air yang kaya nutrien dari Laut Jawa. Sebaliknya pada musim hujan arus mengalir dari Laut Cina Selatan ke timur (Laut Jawa) dan massa air dari Samudera Hindia mengalir menuju Laut Jawa melalui Selat Sunda. Selama periode musim hujan perairan Teluk Lampung dipengaruhi oleh massa air dari Samudera Hindia yang miskin nutrien (Buhring, 2001; Hendiarti et al., 2002). Secara geografis Teluk Lampung berada pada 5o26’ – 5o50’ LS dan 105o10’ – 105o53’ BT dengan luas 847 km2. Rata-rata kedalaman perairan 17,3 m dengan panjang pantai 160 km (Wiryawan et al., 1999). Pola pasang surut dipengaruhi oleh Samudera Hindia sehingga menghasilkan pasang surut semi diurnal, dengan rata-rata kisaran pasang 1,46 m maka seluruh kolom air selalu tercampur karena kedalaman perairan yang relatif dangkal (Wiryawan et al., 1999). Sedimen dasar perairan terdiri dari pasir ( 2 – 16%), lumpur (57 – 71%), dan liat (27 – 41%). Terdapat enam sungai kecil yang mengalir ke teluk dengan total debit aliran kurang lebih 22,2 m3s-1, dari area resapan air yang kecil (kurang lebih 278 km2). Sumber pengkayaan nutrien adalah dari antropogenik berupa limbah domestik kota Bandar Lampung melalui sungai sungai kecil dan sumber langsung lain yang berasal dari aktivitas perikanan (keramba dan tambak) sepanjang pantai bagian selatan teluk. Di pantai bagian utara terdapat daerah industri yang juga berperan dalam mensuplai bahan terlarut ke dalam perairan teluk. Wiryawan et al. (1999) menyatakan selama musim hujan kecepatan arus berkisar antara 0,27 ms-1 sampai 0,45 ms-1. Kecepatan maksimum terjadi pada 7 8 bulan Desember. Arah arus selama periode ini bergerak tetap ke tenggara. Sementara pada musim kemarau kecepatan arus berkisar antara 0,01 ms-1 sampai dengan 0,36 ms-1 dengan arah barat laut dan kecepatan arus minimum terjadi pada bulan Juli. Kecepatan arus bulanan di luar mulut teluk rata-rata berkisar antara 0,01 ms-1 sampai 0,045 ms-1, kecepatan maksimum terjadi pada bulan Januari dan Februari dan kecepatan minimum terjadi pada bulan Maret dan April (Wiryawan et al., 1999). Secara regional selama musim kemarau massa air Teluk Lampung sangat dipengaruhi oleh massa air dari Laut Jawa, yang dicirikan dengan nutrien dan klorofil-a yang tinggi, sementara selama musim hujan massa air dipengaruhi oleh massa air dari Samudera Hindia yang relatif rendah nutrien dan klorofil-a (Hendiarti et al., 2002). 2.2 Ekosistem Laut 2.2.1 Fitoplankton Fitoplankton didefinisikan sebagai mikroorganisme fotosintesik yang hidup diperairan terbuka dan berperan dalam keseluruhan atau sebagian ketersediaan karbon organik pada jejaring makanan pelagis (Graham and Wilcox, 2000: Reynolds, 2006). Komunitas fitoplankton mendominasi ekosistem pelagis hingga mencapai 70% (Reynold, 2006) dan 45% fotosintetis di bumi terjadi diperairan (Field et al., 1998). Fotosintesis adalah proses biologis dimana energi matahari ditangkap, diubah menjadi energi biokimia dan disimpan dalam bentuk senyawa karbon organik (Falkowski and Raven, 2007). Energi ini kemudian digunakan untuk menggerakkan proses seluler. Kemampuan fitoplankton untuk menyerap cahaya secara langsung berhubungan dengan kemampuan pengumpulan penyerapan cahaya berdasarkan keberadan pigmennya (Bergmann et al., 2004). Terdapat tiga tipe pigmen yang secara kimia berbeda yaitu klorofil, karoten dan biliprotein. Hasil fotosintesis merupakan indikator dari produktivitas primer suatu perairan, sehingga intensitas cahaya matahari merupakan faktor abiotik utama yang menentukan laju produktivitas primer suatu perairan. Produktivitas primer suatu perairan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain cahaya, nutrien, suhu, grazing, mixing dan jenis dari fitoplanktonnya (Valiela, 1984; Parson et al., 9 1984; Tomascik et al., 1997; Lehman, 1991). Produktivitas primer digambarkan sebagai laju pembentukan senyawa organik yang kaya akan energi dari senyawa anorganik yang dihasilkan oleh organisme autotrof, suatu organisme yang mampu menghasilkan bahan organik dari bahan anorganik dengan bantuan sinar matahari. Produktivitas primer menurut Nybakken (1992) pada umumnya dinyatakan dalam jumlah karbon yang terikat persatuan luas atau volume air laut per interval waktu tertentu. Produktivitas primer dapat diestimasi sebagai jumlah karbon yang terdapat dalam material hidup dan secara umum dinyatakan dalam gram karbon yang dihasilkan dalam satu meter kuadrat kolom air per hari (g C/m2/hari) atau jumlah karbon yang dihasilkan dalam satu meter kubik per hari (g C/m3/hari). Spesies fitoplankton adalah produsen primer dan merupakan dasar dari rantai makanan. Cahaya dan nutrien adalah sumber yang mengatur kuantitas, distribusi dan struktur komunitas fitoplankton (Hessen et al., 2002). Cahaya menyediakan sumber energi untuk fotosintesis sementara nutrien berfungsi mengatur struktur sel dan metabolisme. Nutrien dapat didaur ulang sedangkan cahaya ditransformasi menjadi energi. nutrien juga dapat distribusikan secara homogen sepanjang kolom air (jika terdapat percampuran) atau diakumulasi pada lapisan perairan yang lebih dalam (ketika terjadi stratifikasi). Cahaya secara umum berkurang secara eksponensial dengan kedalaman yang tergantung dari molekul air, konsentrasi material terlarut dan partikel (seperti fitoplankton). Hubungan antara cahaya, nutrien dan interaksi fitoplankton-zooplankton disebut sebagai hipotesis cahaya-nutrien (Urabe and Sterner, 1996). Ketidaksamaan komposisi autotrof dan konsumen herbivora dapat menghasilkan pertumbuhan herbivora dibatasi oleh nutrien dari pada kandungan karbon fitoplankton. Fitoplankton sebagai produsen primer sering dihubungkan dengan produktivitas primer peraian tersebut. Produktivitas primer ditentukan dengan jumlah karbon organik yang tersedia untuk tingkat trofik yang lebih tinggi. Karbon adalah unit standar yang digunakan untuk mengkuantifikasi produksi biomassa. Beberapa penelitian menunjukan bahwa tidak hanya kandungan karbon, tetapi juga perbandingan nutrien-karbon dari biomassa yang menentukan dinamika ekologis (Andersen et al., 2004). Kebanyakan organisme autrotof sepertinya dibatasi oleh nutrien, jika dinila dari kuota nutrien yang rendah (Elser 10 et al., 2000). Peningkatan asimilasi karbon tidak secara langsung berdampak pada peningkatan pengambilan nutrien, dan ketersediaan nutrien normalnya lebih rendah dari ketersediaan CO2. Fitoplankton umumnya lebih fleksibel dan memiliki rasio karbon-nutrien yang tinggi dalam biomassanya. Sebaliknya herbivora umumnya kurang fleksibel dalam komposisi biomassa dan rasio karbon nutrien yang lebih rendah daripada makanan mereka. 2.2.2 Zooplankton Zooplankton, disebut juga plankton hewani, adalah hewan yang hidupnya mengapung, atau melayang dalam laut dengan kemampuan renang yang terbatas dan bersifat heterotrofik. Hampir semua hewan yang mampu berenang bebas (nekton) atau yang hidup di dasar laut (bentos) menjalani awal kehidupannya sebagai zooplankton yakni ketika masih berupa terlur dan larva. Pertumbuhan zooplankton dapat digambarkan dalam bentuk kurva pertumbuhan yang memiliki pola yang mirip dengan pola pertumbuhan fitoplankton, tetapi pada zooplankton mengalami fase keterlambatan (Nybakken 1992). Zooplankton memainkan peran penting sebagai pemangsa yang mengontrol populasi fitoplankton dan bakteri (Pomeroy et al., 2007). Zooplankton dapat mempengaruhi struktur komunitas fitoplankton secara langsung melalui pemangsaan selektif atau secara tidak langsung melalui regenerasi nutrien (Elser et al., 2001; Sterner 1990; Kagami et al., 2006). Perubahan kelimpahan, komposisi spesies, komposisi kimia dan cita rasa selama proses pengkayaan nutrien dapat mempengaruhi pertumbuhan dan reproduksi zooplankton (Sterner and Hessen, 1994; Jones et al., 2005; Breteler and Rampen., 2005). Proses pemangsaaan fitoplankton oleh zooplankton dapat mentransfer lebih dari 50% karbon dari produktivitas primer ke trofik level yang lebih tinggi (Scavia et al., 1988; Laws et al., 2000). Ekskresi zooplankton sangat kuat mempengaruhi dinamika trofik dalam ekosistem melalui kontribusi N dan P anorganik untuk produktivitas primer (Lehman, 1980; Sterner, 1990; Vanni, 2002). Estimasi dari fraksi N dan P yang diproduksi oleh zooplankton dan kemudian digunakan oleh fitoplankton berada dalam kisaran 14 sampai 50% (Urabe et al., 1997). 11 Striebel (2008) menjelaskan bahwa fitoplankton yang mendukung pertumbuhan zooplankton adalah fitoplankton yang memiliki kualitas yang baik yang tergantung dari edibilitas dan komponen kimianya. Keragaman komunitas fitoplankton yang tinggi dengan rasio C:P pada biomassa yang lebih tinggi dapat juga mempengaruhi daur ulang nutrien oleh zooplankton. Andersen et al. (2004) menyimpulkan bahwa peningkatan rasio C:P oleh fitoplankton dapat menyebabkan perubahan kestabilan interaksi fitoplankton-zooplankton. Zooplankton yang memakan komunitas fitoplankton dengan rasio C:P tinggi akan mengekstraksi fosfor sama banyaknya secepat mungkin, sehingga akan mengurangi laju pelepasan fosfor oleh zooplankton. 2.2.3 Nutrien Nutrien atau zat hara merupakan faktor penting dalam proses produksi fitoplankton. Nutrien ada yang dibutuhkan dalam jumlah banyak, ada pula yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit. Kelebihan nutrien yang diikuti dengan peningkatan konsentrasi fitoplankton telah menjadi ancaman global (Thomas et al., 2005). Walmsley (2000) mendefinisikan nutrien sebagai senyawa atau elemen kimia yang dapat digunakan secara langsung oleh sel tumbuhan (alga dan makrofita akuatik) untuk tumbuh, kebanyakan keberadaan nutrien di perairan dalam bentuk elemen anorganik. Nutrien yang diperlukan untuk pertumbuhan dan reproduksi mikroorganisme, tumbuhan, dan hewan adalah karbon, nitrogen dan fosfor. Trace element dapat juga diklasifikasikan sebagai nutrien. 2.2.3.1 Karbon Lautan mempengaruhi pertukaran CO2 dari udara ke laut dan mewakili reservoir besar karbon dengan lebih dari 60 kali karbon di atmosfer dan 20 kali karbon di daratan (Solomon et al., 2007). Fase gas CO2 terlarut dalam air laut dan terhidrasi dari asam karbonat (H2CO3) yang terdisosiasi menjadi bikarbonat (HCO3-), karbonat (CO32-) dan foton (H+). Jumlah total semua spesiasi karbon an organik disebut Karbon anorganik terlarut (DIC: Dissolved Inorganic Carbon). Proporsi dari spesiasi karbon ini berbeda sebagai fungsi dari pH. Pada pH air laut normal ( pH 8.2) rasio : :CO2 adalah 90:9:1. 12 Pengaruh antropogenik akan merubah proses, meningkatkan CO2 atmosfer dan menaikkan temperatur yang mengakibatkan pengaruh langsung terhadap aktivitas biologi dan proses biogeokimia. Konsentras CO2 atmosfer pada saat ini meningkat kurang lebih 0.4% per tahun dan meningkat lebih dari 30% sejak masa pra industrialisasi. Tekanan parsial atmosfer diprediksi pada akhir abad ini lebih dari 71 Pa (700 ppm) (Solomon et al., 2007). Pada saat yang sama pemanasan dihubungkan dengan pelepasan gas rumah kaca ke atmosfer yang telah diprediksi meningkatkan temperatur permukaan laut antara 1 – 4oC sampa 100 tahun kemudian (Bopp et al., 2001: Solomon et al., 2007). Siklus karbon lautan dan pertukaran CO2 antara udara dan air laut ditentukan oleh pompa karbon yang terdiri dari pompa fisik dan dua pompa biologis seperti disajikan pada Gambar 2. Konsumsi HCO3 akan meningkatkan perbedaan konsentrasi CO2 antar lautan dan atmosfer yang disebabkan pelepasan bersih CO2 ke atmosfer (Holligan et al., 1993). Fluks CO2 antara permukaan laut dan atmosfer utamanya ditentukan oleh kekuatan kedua pompa (Rost and Riebesell, 2004), diwakili oleh rasio perubahan karbon anorganik menjadi karbon organik (Archer et al., 2000). Peningkatan CO2 atmosfer akan memiliki banyak pengaruh pada sifat biogeokimia lautan. Konsentrasi CO2 lautan meningkat dan merubah sistem karbonat, karena semua parameter sistem karbonat saling tergantung . perubahan konsentrasi CO2 atmosfer akan diikuti perubahan rasio spesiasi karbon dan juga pH air laut. Perubahan global akan memiliki pengaruh utama pada fisiologi fitoplankton (Boyd and Doney, 2002; Hays et al., 2005). Sebagai contoh bahwa pengayaan CO2 akan secara signifikan mempengaruhi fotosintesis, komposisi unsur dan kalsifikasi dari fitoplankton laut (Riebesell, 2004). Perubahan konsentrasi CO2 akan mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton secara langsung. Emisi CO2 antropogenik juga akan meningkatkan temperatur global dan temperatur permukaan laut (Bopp et al., 2001). Peningkatan temperatur akan mempercepat reaksi metabolis dan meningkatkan laju pertumbuhan fitoplankton, tetapi tiap spesies fitoplankton mempunyai temperatur optimum. Perubahan temperatur permukaan laut akan menggerakkan beberapa spesies menuju ke temperatur 13 optimumnya atau keluar dari kisaran temperaturnya sehingga mengakibatkan perubahan komposisi fitoplankton. Gambar 2 Tiga pompa karbon utama yang membangun pengaturan CO2 atmosferik alami (Heinze et al., 1991). Perbedaan temperatur dalam kolom air mempengaruhi stratifikasi dan percampuran dari massa air yang berbeda dan beserta pertukaran nutrien antara lapisan massa air yang lebih dalam yang kaya nutrien dengan zona eufotik. Penambahan stratifikasi di lautan yang terjadi karena peningkatan temperatur permukaan laut akan mengurangi asupan nutrien anorganik dari perairan dalam ke permukaan ( Rost and Riebesell, 2004), tetapi pada saat yang sama akan mencegah nutrien organik dari zona percampuran turun ke perairan dalam. Hal ini akan mengurangi konsentrasi nutrien anorganik, meningkatkan konsentrasi nutrien organik dan mengurangi rasio rasio nutrien anorganik terhadap nutrien organik pada zona eufotik. 14 2.2.3.2 Nitrogen dan Fosfor Sejak nitrogen dan fosfor dinyatakan sebagai nutrien pembatas, secara umum banyak mendapat perhatian. Terdapat tiga faktor yang menentukan kapan suatu sistem perairan dibatasi oleh nitrogen atau fosfor, yaitu rasio nitrogen dan fosfor; preferensi kehilangan, recycling atau adsorpsi; dan fiksasi nitrogen. Perubahan bentuk yang berbeda dari nitrogen anorganik (Tabel 1) adalah bagian dari siklus nitrogen dan penting dalam menentukan ketersediaan N di permukaan air (Walmsley, 2000). Amonifikasi, nitrifikasi, denitrifikasi, dan penyerapan aktif dari senyawa nitrogen diatur oleh temperatur air, ketersediaan oksigen dan pH (DWAF, 1996). Banyak proses fisik dan biologis mereaksikan peran nitrogen terhadap ketersediaan dan kesuburan relatif perairan (Capone, 2000). Siklus nitrogen di laut sangat dekat dihubungkan dengan atmosfer. Tabel 1 Bentuk kehadiran nitrogen pada air permukaan dan air limbah (diadaptasi dari Vollenweider, 1970) Nitrogen terlarut Senyawa an organik seperti NH4, NO3, NO2 Total Nitrogen Nitrogen dalam suspensi Senyawa organik seperti asam amino, polipeptida dan peptida, albumin terlarut dsb organisme Detritus organik dan/atau senyawa organik yang diserap oleh partikel Nitrogen dalam bentuk gas N2, N2O, NO Kandungan N total dalam air tak terfilter Total N dalam fitrat DIN* * DIN= Disolved Inorganic Nitrogen (Nitrogen anorganik terlarut) Fosfor merupakan elemen esensial yang diperlukan untuk pertumbuhan fitoplankton dan organisme lain. Fosfor di alam baik yang terlarut atau yang terikat dalam partikulat ada dalam bentuk organik dan anorganik (Tabel 2), yang digunakan oleh organisme hidup terutama di dalam asam nukleid, fosfolipid, dan ATP. Fosfor secara langsung diambil oleh bakteri heterotrofik dalam bentuk fosfat organik untuk pertumbuhannya (Pomeroy et al., 2007). Bentuk anorganik fosfor baik yang terikat dalam partikulat atau yang terlarut meliputi ortofosfat dan polifosfat (Walmsley, 2000). Ortofosfat hanya dalam bentuk fosfor anorganik terlarut (DIP) yang secara langsung dapat digunakan oleh biota laut. 15 Tabel 2 Bentuk kehadiran fosfor pada air permukaan dan air limbah (diadaptasi dari Vollenweider, 1970) Total fosfor Fosfor terlarut Ortofosfat PO4 Senyawa koloid organik dan/atau gabungan dengan koloid adsorptif Fosfor dalam suspensi Sebagai partikel organisme mineral dan/atau anorganik komplek yang diadsorpsi Diadsorpsi oleh detritus dan/atau dalam bentuk senyawa organik Kandungan P total dalam air tak terfilter Total P dalam fitrat DIP* * DIP= Disolved Inorganic Phosphorous (Fosfor anorganik terlarut) Setiap fitoplankton akan membutuhkan nitrogen dan fosfor untuk membangun biomassanya. Ketersediaan nitrogen dan fosfor di lapisan kolom air paling atas dikendalikan oleh percampuran vertikal, aliran sungai, fiksasi nitrogen dan regenerasi materi organik. Perbedaan spesies dari fitoplankton mempunyai kebutuhan nutrien dan fisiologi yang berbeda baik makro atau mikro nutrien. Konsekuensinya konsentrasi nutrien, rasio dan variabilitas temporal akan mempengaruhi kompetisi fitoplankton. Dalam satu kelompok juga terjadi kompetisi yang tergantung dari ketersediaan nutrien. Pengayaan nitrat mempengaruhi pembangunan rantai diatom dari yang kecil sampai menengah pada Chaetoceros spp akan lebih cepat dibandingkan dengan yang berukuran besar (Carter et al., 2005), karena konstanta setengah jenuh pengambilan nitratnya lebih rendah. Bagaimanapun nitrat dan ortofosfat bukanlah satu-satunya sumber nitrogen dan fosfor di lautan. Asupan DON menyumang sekitar 635 dari total nitrogen terlarut (Bronk, 2002) dan DOP mencapai 75% dari total fosfor terlarut (BenitezNelson, 2000). Walaupun konsentrasi DON dan DOP dapat digunakan secara biologis, tetapi hanya fraksinya yang dapat digunakan secara biologis (Bronk, 2002). Banyak diatom juga dapat menggunakan nutrien organik seperti urea, asam amino, fosfomonoester dan fosfat diester (Lomas, 2004; Yamaguchi et al., 2005; Rees and Allison, 2006). Perbedaan penggunaan nutrien organik dapat menyuplai sifat baru pola distribusi biogeografi dan suksesi spesies. 16 2.3 Model Hidrodinamika dan Model Ekosistem Seiring dengan berkembangnya metode numerik yang digunakan dalam pendekatan penyelesaian pergerakan massa air atau model hidrodinamika di perairan laut, telah banyak dikembangkan berbagai model ekosistem yang digabungkan dengan model hidrodinamika. Saat ini telah banyak penelitian yang dilakukan tentang model ekosistem, antara lain yang dikembangkan oleh Kawamiya et al. (1995); Kishi dan Uchiyama (1995); Yanagi et al. (1997); Moll (1998); Neumann (2000); serta Edwards et al. (2000). Penelitian tersebut secara umum telah memberikan hasil yang cukup valid jika dibandingkan dengan kondisi alamiahnya. Dengan banyaknya penelitian tentang model ekosistem, juga telah banyak berkembang alat atau perangkat lunak yang dapat digunakan untuk membantu pembuatan model ekosistem. Berbagai perangkat lunak yang telah dikembangkan saat in antara lain NORWECOM (Norwegian Ecologial Model System) yang mulai dikembangkan tahun 1993, GHER (Geo-Hydrodinamic and Environment Research Model) yang mulai dikembangkan tahun 1976, ECOHAM (Ecological North Sea Model, Hamburg) dikembangkan tahun 1993, ERSEM (Ecological Modelling Software for Interactive Modelling) tahun 1994, COHERENS (Coupled Hydrodynamical Ecological Model for Regional Northwest European Shelf Seas) tahun 1993, dan POL3dERSEM (Proudman Oceanographic Laboratory 3d ERSEM Model) dikembangkan tahun 2000 (Moll and Radach, 2001). Perangkat lunak untuk model yang lain yang juga berkembang saat ini adalah SWAT v.2000 (Soil and Water Assesment Tool) (Arnold et al., 1998; Arnold and Fohrer, 2005) yang dibangun untuk mensimulasikan aliran yang dihubungkan dengan pergerakan nitrogen, fosfor, dan sedimen. Perangkat lunak ini dikembangkan oleh US Department of Agriculture’s Research Service (USDA-ARS). Selain itu ada juga model lain yang berkembang yang dikembangkan oleh US Environment Protection Agency (US-EPA) yaitu model WASP v.7.1 (Water Quality Analysis Program Model). 17 Model tiga dimensi yang ada memiliki resolusi trofik yang membedakan fungsi utama (nutrien, fitoplankton, zooplankton, ikan dan detritus; bahan organik terlarut dan bakteri di pelagis; digenesis dan bentik organisme di bagian kompartemen bentik). Pada Tabel 3. dijelaskan bahwa kecuali COHERENS semua model mensimulasikan sistem pelagis dan bentik. ECOHAM hanya mensimulasikan siklus P, sementara COHERENS dan GHER hanya mensimulasikan N. Siklus fosfor, nitrogen dan silikon termasuk dalam model NORWECOM, ELISE, POL3dERSEM dan ERSEM, dengan variabel yang terpisah untuk pelagis dan bentik. Model CAEDYM yang digunakan dalam penelitian telah mensimulasikan siklus P, N, Si, DO baik dalam sistem pelagis maupun bentik. Kehadiran fitoplankton diwakili oleh kisaran 1-5 bulk variabel ( Dinoflagela, Cyanobakteria, Klorofita, Kriptofites, dan Diatom). Variabel tetap zooplankton tidak termasuk dalam model ECOHAM dan COHERENS, sementara semua model telah memecahkan fungsi detritus di kolom air kecuali ECOHAM. semua model belum mengakomodasi tingkat trofik yang lebih tinggi dan logam berat kecuali CAEDYM. Untuk membangun alat pengelolaan yang jadi perhatian masyarakat (eutrofikasi) model memiliki proses standar yang digambarkan dalam implementasi model (Tabel 4). Beberapa proses kunci seperti ledakan alga, rekruitmen ikan, hubungan tropik, hubungan pelagis dan bentik, dinamika polutan dan regenerasi nutrien. Secara umum perangkat-perangkat lunak yang banyak dikembangkan tersebut diaplikasikan untuk daerah Laut Utara (North Sea). Namun demikian tidak menutup kemungkinan untuk diaplikasikan di perairan lainnya dengan melakukan modifikasi terhadap beberapa koefisien yang sesuai dan spesifik dengan daerah perairan yang diteliti. Pranowo (2000) telah mengaplikasikan model COHERENS di perairan Kedung, Jepara dengan hasil yang cukup baik. Selain itu Koropitan (2003) juga telah melakukan pemodelan dua dimensi di perairan Teluk Lampung menggunakan model POM (Princeston Ocean Model) juga dengan hasil yang baik. Model Hidrodinamika yang digunakan dalam penelitian ini adalah model ELCOM (Estuarine Lake and Coastal Model), sedangkan model biogeokimia 18 menggunakkan model komputasi CAEDYM (Computational Aquatic Ecosystem Dynamic Model) yang keduanya dikembangkan oleh Center for Water Research (CWR) dari University of Western Australia (UWA). Variabel yang dimodelkan dalam penggabungan ELCOM-CAEDYM disajikan pada Gambar 3. Pemilihan model didasarkan atas pertimbangan kelengkapan variabel dan proses kunci yang bisa digunakan sebagai alat manajemen seperti yang disarikan pada Tabel 3 dan Tabel 4. Gambar 3 Variabel yang terlibat dalam penggabungan model ELCOMCAEDYM yang meliputi komponen kolom air dan sedimen (Hipsey et al., 2009). 19 Tabel 3 Perbedaan fungsi utama pada berbagai model ekosistem Nama Model ECOHAM COHERENS NORWECOM ELISE GHER POL3dERSEM ERSEM II CAEDYM Materi Variabel tetap P 2 Tidak ada 8 N, P, Si 8 N, P, Si 10 N 16 N, P, Si, O 35 N, P, Si, O 43 C, N, P, Si, O 32 Fitoplankton Bakteri 1 bulk Tidak 1 bulk Tidak 2 fungsional Tidak 2 fungsional Tidak 2 fungsional 1 bulk 3 fungsional 1 bulk 4 fungsional 3 fungsional 7 Fungsional 3 Fungsional Pelagis ZooPlankton Detritus/POM Tidak eksplisit Tidak Tidak eksplisit 2 fungsional Tidak 2 fungsional Tidak 3 fungsional 1 bulk 1 bulk 3 fungsional 1 bulk 3 fungsional 4 fungsional 5 fungsional 8 fungsional Ikan Logam Berat Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak 4 fungsional Ya Bentik Materi Variabel tetap P 1 0 0 N, P, Si, O 5 N, P, Si 3 N 1 N, P, Si, O 18 N, P, Si, O 22 C, N, P, Si, O 32 Nutrien Bentik Organisme Tidak eksplisit Tidak Tidak Tidak Tidak eksplisit Tidak 3 bulk Tidak Tidak eksplisit Tidak 4 eksplisit 3 fungsional 4 eksplisit 3 fungsional 5 fungsional 4 fungsional 19 19 20 20 Tabel 4 Implementasi proses kunci yang komplek dalam berbagai model Nama Model Ledakan Alga Eutrofikasi Hubungan trofik Rekruitmen Suksesi; Pembatatasan nutrien Tidak; Formulasi bulk Tidak; Formulasi bulk Sebagian;hanya dua grup Regenerasi nutrien Partikulat dan bahan organik terlarut Sebagian; Hanya POM Sebagian; Hanya POM Sebagian; Hanya POM Kriteria N/P rasio: fito/zoo; bakteri/DO Tidah hanya siklus P Tidah hanya siklus N Sebagian, tanpa mikrobial loop Jumlah UF dan VT berhubungan Zooplankton; MSP Tidak, hanya fito Tidak Tidak; hanya fito Tidak Tidak; hanya fito Tidak ELISE Sebagian:hanya dua grup Sebagian; Hanya POM Sebagian, tanpa mikrobial loop Tidak; hanya fito Tidak GHER Ya satu DOM Tidak Ya satu DOM Tidah hanya siklus N Ya Sebagian fito-zoo POL3dERSEM Sebagian:hanya dua grup Ya; tiga grup Ya Tidak ERSEM II CAEDYM Ya; empat grup Ya semua grup Ya Ya Ya, terbatas Ya Ya Ya Tidak Ya ECOHAM COHERENS NORWECOM Gabungan pelagis-Bentik Proses antara pelagis dan bentik Sebagian Kontaminan Tidak, hanya MSP Ya terbatas, tidak ada organisme bentik Ya terbatas, tidak ada organisme bentik Sebagian Tidak Ya; nutrienPOM-zoobentos Ya, terbatas Ya Tidak Modul LB Tidak Ya; LB dan PCB Sebagian PCB dan Cadmium Tidak Tidak Ya, LB Keterangan : VT = Variabel Tetap, UF = Unit Fungsi, MSP = Model Struktur Populasi, LB = Logam Berat, PCB = Poly Chlorinated Byphenyl. Evaluasi dari semua model ditetapkan dengan kriteria Ya = Memerlukan Variabel tetap dan baris kedua adalah penjelasan jika diperlukan 20