peningkatan kreativitas dan hasil belajar matematika melalui

advertisement
PENINGKATAN KREATIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA
MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BAGI SISWA
KELAS III SDIT AR-RISALAH SURAKARTA
TAHUN 2014/2015
NASKAH PUBLIKASI
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
Guna mencapai derajat
Sarjana S-1
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Diajukan Oleh:
JANUAR PAMBUDI
A 510 070 156
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
PENINGKATAN KREATIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA
MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BAGI SISWA
KELAS III SDIT AR-RISALAH SURAKARTA
TAHUN 2014/2015
Oleh
Januar pambudi
A 510 070 156
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kreativitas dan hasil belajar
matematika pada siswa kelas III SDIT Ar-Risalah Surakarta melalui strategi
pembelajaran kontekstual. Jenis penelitian ini menggunakan penelitian tindakan
kelas. Teknik pengumpulan data observasi, tes, dan dokumentasi. Data dianalisis
secara komparatif dan interaktif. Keabsahan data dengan triangulasi sumber dan
metode. Hasil penelitian, peningkatan kreativitas belajar yaitu (a) siswa yang
mampu mengemukakan pertanyaan dari kondisi awal 15,4% siklus I 23,1% dan
siklus II 69,2%, (b) siswa yang mampu menyatakan ide dari kondisi awal 19,2%
siklus I 30,8% siklus II 65,4%, (c) siswa yang mampu menjawab pertanyaan dari
kondisi awal 11,5% siklus I 23,1% siklus II 76,9%, dan (d) siswa yang mampu
mengerjakan soal di depan kelas dari kondisi awal 11,5% siklus I 23,1% siklus II
61,5%. Sedangkan peningkatan hasil belajar matematika dari kondisi awal
38,5%, siklus I 61,5% siklus II 80,8%. Berdasarkan penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa strategi pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan
kreativitas dan hasil belajar siswa.
Kata kunci: kontekstual, peningkatan hasil belajar, peningkatan kreativitas
Pendahuluan
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan
teknologi modern. Matematika mempunyai peranan penting dalam berbagai
disiplin ilmu. Salah satunya adalah ilmu pendidikan. Pendidikan berperan penting
dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu
berkompetensi dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penerapan
strategi pembelajaran yang inovatif berdampak pada kreativitas dan hasil belajar
matematika siswa SDIT Ar-Risalah Surakarta. Hasil observasi pendahuluan
diperoleh kesenjangan. Siswa yang mampu mengemukakan pertanyaan sebanyak
15.4%. Siswa yang mampu menyatakan ide sebanyak 19.2%. Siswa yang mampu
menjawab pertanyaan sebanyak 11.5%. Siswa yang mampu mengerjakan soal di
depan kelas sebanyak 11.5%. Sedangkan siswa yang nilainya mencapai Kriteria
Ketuntasab Minimal (KKM) sebanyak 38,5%.
Realitas di lapangan, kemampuan kreativitas dan hasil belajar matematika
siswa bervariasi. Hal ini dikarenakan guru menggunakan strategi pembelajaran
yang kurang menarik bagi siswa. Akibatnya, siswa menjadi jenuh terhadap
matematika. Tidak sedikit siswa yang gaduh saat pelajaran berlangsung. Siswa
juga menganggap matematika sebagai mata pelajaran yang sulit.
Alternatif tindakan yang ditawarkan yaitu dengan strategi pembelajaran
kontekstual. Pembelajaran kontekstual merupakan suatu model pembelajaran yang
menekankan keterlibatan siswa setiap tahapan pembelajaran dengan cara
menghubungkannya dengan situasi kehidupan yang dialami siswa sehari-hari
sehingga pemahaman materi diterapkan dalam kehidupan nyata Saefudin (2010:
176). Pembelajaran kontekstual memiliki berbagai keunggulan, yaitu (1) materi yang
dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari sebelumnya,
sehingga pengetahuan yang diperoleh siswa memiliki keterkaitan satu sama lain,
(2) siswa dapat mengaplikasikan pengalaman belajar mereka dalam kehidupan
nyata, (3) siswa belajar melalui kegiatan kelompok sehingga dapat saling
memberi dan menerima informasi, dan (4) memberikan kesadaran kepada siswa
bahwa pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal, tetapi untuk dipahami
dan diyakini.
Berdasarkan
keunggulan-keunggulan
di
atas,
diharapkan
strategi
pembelajaran kontekstual mampu meningkatkan kreativitas dan hasil belajar
matematika siswa. Peningkatan kreativitas belajar dilihat dari empat indikator (1)
mengemukakan pertanyaan, (2) menyatakan ide, (3) menjawab pertanyaan, dan
(4) mengerjakan soal di depan kelas. Sedangkan peningkatan hasil belajar diukur
dari nilai siswa yang tuntas sesuai dengan KKM yaitu 62.
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kreativitas dan
hasil belajar matematika siswa kelas III SDIT Ar-Risalah Surakarta. Secara
khusus, bertujuan (1) mendeskripsikan peningkatan kreativitas belajar bagi siswa
kelas III SDIT Ar-Risalah Surakarta melalui strategi pembelajaran kontekstual,
dan (2) mendeskripsikan peningkatan hasil belajar matematika bagi siswa kelas III
SDIT Ar-Risalah Surakarta melalui strategi pembelajaran kontekstual.
Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah Penelitan Tindakan Kelas (PTK). Menurut
Sutama (2010: 15) PTK adalah penelitian yang mengkombinasikan prosedur
penelitian dengan tindakan substansif, suatu tindakan yang dilakukan dalam
disiplin inkuiri atau suatu usaha seseorang untuk memahami apa yang sedang
terjadi, sambil terlibat dalam sebuah proses perbaikan dan perubahan. Proses
PTK, dialog awal, perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan monitoring,
refleksi, evaluasi, dan penyimpulan, secara siklus dilakukan dua putaran.Waktu
penelitian 6 bulan, yaitu mulai bulan Februari hingga Juli 2015.
Sumber data penelitian meliputi guru matematika dan siswa kelas III SDIT
Ar-Risalah Surakarta. Teknik pengumpulan data berupa observasi, tes, catatan
lapangan dan dokumentasi. Data dianalisis secara komparatif dan interaktif.
Keabsahan data dengan triangulasi sumber dan metode.
Hasil Penelitian
Pada kondisi awal, guru terbiasa menggunakan metode ceramah dan lebih
mendominasi pembelajaran sehingga mengakibatkan berkurangnya kesempatan
siswa dalam menyampaikan ide. Pada siklus I, guru masih menyesuaikan diri
dengan strategi pembelajaran kontekstual yang tergolong baru. Meskipun suasana
kelas kurang kondusif, guru sudah mampu memainkan peran sebagai fasilitator.
Pada siklus II, guru mulai terbiasa dengan strategi pembelajaran kontekstual.
Suasana kelas menjadi lebih kondusif. Peran guru sebagai fasilitator menjadi
jembatan bagi siswa dalam mengembangkan ide matematika. Guru merasakan
keberhasilan yang nyata terhadap pembelajaran di kelas. Hal ini menumbuhkan
rasa percaya diri pada guru untuk menerapkan strategi tersebut pada pembelajaran
selanjutnya.
Kondisi awal pada kelas IIIA yang berjumlah 26 siswa diperoleh 4 siswa
mampu mengemukakan pertanyaan, 5 siswa mampu menyatakan ide, 3 siswa
mampu menjawab pertanyaan, dan 3 siswa mampu mengerjakan soal di depan
kelas. Sedangkan siswa yang nilainya mencapai KKM sebanyak 10 siswa.
Pada siklus I kreativitas belajar meningkat meskipun belum sesuai harapan.
Pada siklus ini diperoleh 6 siswa mampu mengemukakan pertanyaan, 8 siswa
mampu menyatakan ide, 6 siswa mampu menjawab pertanyaan, dan 6 siswa
mampu mengerjakan soal di depan kelas
Pada
siklus
II,
kemampuan
kreativitas
belajar
siswa
mengalami
peningkatan. Pada siklus ini diperoleh 18 siswa mampu mengemukakan
pertanyaan, 17 siswa mampu menyatakan ide, 20 siswa
mampu menjawab
pertanyaan, dan 16 siswa mampu mengerjakan soal di depan kelas.
Tabel 1.
Data kreativitas belajar
No
1
Indikator Kreativitas
Belajar Siswa
2
Mengemukakan
pertanyaan
Menyatakan ide
3
Menjawab pertanyaan
4
Mengerjakan
depan kelas
soal
di
Sesudah Tindakan
Sebelum
Tindakan
Siklus I
Siklus II
4 siswa
(15,4%)
5 siswa
(19,2%)
3 siswa
(11,5%)
3 siswa
(11,5%)
6 siswa
(23,1%)
8 siswa
(30,8%)
6 siswa
(23,1%)
6 siswa
(23,1%)
18 siswa
(69,2%)
17 siswa
(65,4%)
20 siswa
(76,9%)
16 siswa
(61,5%)
100.00%
80.00%
Mengemukakan
pertanyaan
60.00%
Menyatakan ide
40.00%
Menjawab
pertanyaan
20.00%
0.00%
Kondisi Siklus I Siklus II
Awal
Mengerjakan soal di
depan kelas
Gambar 1. Grafik peningkatan kreativitas belajar
Data tentang hasil belajar siswa dalam penelitian ini diperoleh dari hasil
pengerjaan ulangan umum yang diberikan pada tiap akhir siklus. Siswa yang
tuntas KKM pada kondisi awal sebanyak 10 siswa, pada siklus I sebanyak 16
siswa dan pada siklus II sebanyak 21 siswa. Data peningkatan hasil belajar
matematika secara keseluruhan disajikan pada tabel 2 dan gambar 2.
Tabel 2.
Data hasil belajar matematika
Indikator
Sebelum
Sesudah Tindakan
Hasil Belajar
Tindakan
Siklus I
Siklus II
Nilai siswa di atas KKM
10 siswa
16 siswa
21 siswa
(≥ 62)
(38,5%)
(61,5%)
(80,8%)
100.00%
80.00%
60.00%
Mencapai KKM ( ≥ 62 )
40.00%
20.00%
0.00%
Kondisi
Awal
Siklus I
Siklus II
Gambar 2. Grafik peningkatan hasil belajar matematika
Pembahasan
Azhari dan Somakim (2013) menyatakan bahwa pendekatan konstruktivis
dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematik siswa. Kondisi ini
menunjukkan bahwa siswa yang lebih banyak menggunakan kemampuan berpikir
kreatif
saat
berdiskusi
akan
memunculkan
sikap
komunikatif
dalam
menyelesaikan masalah. Senada dengan pernyataan tersebut, penelitian ini
mengindikasikan hal yang sama bahwa metode diskusi mampu mendorong siswa
untuk berkreasi sebanyak mungkin.
Deen dan Smith (2006) menyimpulkan bahwa strategi pembelajaran
kontekstual dapat diterapkan dalam lingkungan keluarga dan pendidikan. Dalam
dunia pendidikan, strategi pembelajaran kontekstual merupakan suatu inisiatif
yang relatif baru. Tidak banyak guru yang menggunakan strategi tersebut. Hal ini
dikarenakan proses pembelajaran harus melalui diskusi kelompok yang panjang
dan runtut. Guru diharapkan mampu membimbing dan mengarahkan siswa dalam
menemukan jawaban atas permasalahan yang dihadapi siswa. Pada penelitian ini,
strategi
pembelajaran
kontekstual
yang
diterapkan
dalam
pembelajaran
menggunakan model pembelajaran berbasis penyelesaian masalah. Dengan
metode diskusi dan tanya jawab, siswa mampu menyampaikan pengetahuanpengetahuan yang dimilikinya. Peran guru sebagai fasilitator dapat menciptakan
suasana belajar yang kondusif.
Sebelum tindak mengajar, siswa masih diliputi rasa malas dan takut ketika
mengemukakan pertanyaan. Dalam proses diskusi, siswa akan berlatih untuk
menyampaikan pendapat di depan umum. Dalam hal ini, siswa merasa khawatir
jika pendapat yang disampaikannya tidak sesuai dengan harapan. Pada siklus I,
strategi pembelajaran kontekstual melalui metode diskusi mampu mendorong
siswa untuk mengemukakan pertanyaan yang mereka miliki dengan bahasa yang
menarik. Diskusi yang diterapkan guru mampu mengeksplor pola pikir siswa
sehingga berdampak positif pada perkembangan lisan siswa. Pada siklus II,
strategi pembelajaran kontekstual telah berhasil diterapkan pada siswa. Dalam
proses diskusi, siswa tidak lagi merasa takut dan enggan ketika menyampaikan
pertanyaan. Siswa yang bekerja dalam sebuah kelompok akan menunjukkan suatu
kemajuan ketika mereka saling mendengarkan ide satu sama lain.
Sebelum dikenai tindak mengajar, siswa merasa belum mampu menyatakan
permasalahan sehari-hari ke dalam bahasa matematika dengan tepat. Bahkan tidak
sedikit siswa yang belum mampu membedakan variabel-variabel yang mereka
gunakan dalam menyatakan panjang, lebar, keliling dan luas dari bidang datar.
Pada siklus I, siswa mulai mampu menyatakan bahwa p = panjang, l = lebar, k =
keliling, dan L = luas dengan tepat. Pada siklus II, siswa mulai kreatif dalam
mengemukakan
ide-ide
dari
suatu
permasalahan
matematika.
Dalam
menyelesaikan soal cerita, siswa diharapkan mampu mengerjakan soal secara
bertahap. Apabila dari awal pengerjaan tidak benar, maka untuk penyelesaian
seterusnya juga akan salah. Oleh karena itu, dibutuhkan kecermatan dan ketelitian
siswa dalam menyatakan berbagai permasalahan ke dalam bentuk matematika.
Pada kondisi awal, menjawab suatu pertanyaan agar dapat dipahami oleh
siswa lain bukanlah pekerjaan yang mudah. Terkadang, siswa belum belajar
tentang materi yang akan dipelajarinya. Di sisi lain, rasa malas yang menggelayuti
juga sering melanda sehingga menjadikan pertanyaan tidak terjawabkan. Pada
siklus I, motivasi siswa ketika melakukan diskusi mulai muncul. Namun, tidak
sedikit pula siswa yang belum mampu menjawab pertanyaan dalam memecahkan
permasalahan. Pada siklus II, siswa mulai termotivasi dengan pelajaran
matematika. Hal ini disebabkan karena siswa sudah keluar dari pembelajaran yang
monoton. Guru mengaplikasikan inovasi baru dengan menerapkan strategi
pembelajaran kontekstual melalui model pembelajaran berbasis masalah.
Sebelum dilaksanakan tindakan, siswa belum mampu menuangkan seluruh
pengetahuan yang mereka miliki. Siswa merasa tidak percaya diri dan minder
ketika harus menjelaskan sesuatu. Pada siklus I, siswa mulai berani maju dalam
mengerjakan soal-soal yang dipahaminya kepada seluruh siswa di kelas.
Pembentukan kelompok secara acak sesuai keinginan siswa mampu mendorong
rasa percaya diri siswa meskipun belum sesuai harapan. Pada siklus II, guru
melakukan perbaikan dengan cara menentukan kelompok secara heterogen. Guru
menempatkan siswa yang memiliki kreativitas belajar yang baik pada tiap
kelompok. Hal ini memotivasi para siswa untuk lebih mengembangkan
kemampuannya dalam mengerjakan soal di depan kelas.
Sulistiyono (2010) menyatakan bahwa pendekatan dan strategi kontekstual
yang diterapkan guru dapat mendorong siswa untuk mengkonstruksi sendiri
pengetahuannya, mengkondisikan siswa untuk mengalami langsung bukan
menghafal atau mentransfer pengetahuan dari guru, dan memaksimalkan
pemanfaatan berbagai lingkungan belajar dalam menciptakan lingkungan belajar
yang kondusif. Pada penelitian ini, strategi pembelajaran kontekstual didukung
dengan menerapkan model pembelajaran berbasis masalah. Siswa memecahkan
suatu permasalahan melalui metode diskusi dan tanya jawab. Siswa diharapkan
bersikap aktif dan kreatif dalam melakukan diskusi. Guru memberikan
permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan nyata, sehingga
memudahkan siswa dalam memecahkan masalah. Di dalam kelompok, siswa
berhadapan dengan siswa lain yang berbeda pengetahuannya. Siswa diharapkan
mampu menuangkan ide-ide matematika mereka satu sama lain, sehingga hal ini
dapat berdampak pada kreativitas dan hasil belajar matematika siswa.
Nilai siswa yang mencapai KKM pada kondisi awal sangat bervariasi.
Dalam pembelajaran, siswa tidak dibekali dengan materi ajar yang mengaitkannya
dengan kehidupan nyata. Oleh karena itu, siswa mengalami kesulitan saat
dihadapkan dengan permasalahan yang bersifat kompleks. Hal ini menunjukkan
bahwa hasil belajar matematika siswa belum sesuai harapan. Pada siklus I, strategi
pembelajaran kontekstual melalui metode diskusi mampu membantu siswa dalam
mengembangkan hasil karya serta memberikan kesempatan lebih banyak pada
siswa untuk menjelaskan pikiran dan pengertiannya. Pada siklus II, guru
melakukan suatu perbaikan dengan menentukan kelompok secara heterogen.
Siswa yang memiliki kemampuan lebih baik ditempatkan pada tiap-tiap
kelompok, sehingga kemampuan siswa setiap kelompok merata. Guru mampu
membuat suatu iklim dimana siswa mau berpikir dengan cara baru dan
mengkomunikasikan apa yang dihasilkan.
Azizah (2012) menyimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual yang diterapkan
dapat meningkatkan kreativitas dan hasil belajar matematika siswa secara berarti.
Senada dengan Azizah, penelitian ini juga menerapkan strategi pembelajaran yang
sama, yaitu kontekstual. Jika dalam penelitian Azizah menggunakan alat peraga
sebagai media matematika, penelitian ini menggunakan soal cerita sebagai medianya.
Guru memberikan soal cerita kepada siswa dengan mengaitkannya pada kehidupan
sehari-hari siswa. Proses diskusi yang berlangsung ketika memecahkan permasalahan
tersebut membuat siswa lebih kreatif dalam mengembangkan potensi yang
dimilikinya.
Zaini (2010) menyimpulkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar
matematika dalam menuliskan lambang pecahan melalui penggunaan metode
diskusi. Pada penelitian ini, kemampuan siswa dalam menyatakan ide matematika
melalui diskusi kelompok juga mengalami peningkatan. Siswa mampu
mengemukakan berbagai ide dan pengetahuan yang dimiliki dalam menyelesaikan
permasalahan yang diberikan.
Simpulan
Pembelajaran matematika kontekstual dilakukan dengan lima tahap. (1)
Guru melakukan orientasi siswa pada situasi masalah. (2) Guru mengorganisasi
siswa untuk belajar. (3) Guru membimbing penyelidikan individual maupun
kelompok. (4) Siswa mengembangkan dan menyajikan hasil karya. (5) Guru
bersama dengan siswa menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan
masalah.
Pembelajaran matematika dengan strategi kontekstual dapat meningkatkan
kreativitas belajar. Peningkatan kreativitas diamati dari empat indikator.
Peningkatan mengemukakan pertanyaan 69,2%. Peningkatan menyatakan ide
65,4%. Peningkatan menjawab pertanyaan 76,9%. Peningkatan mengerjakan soal
di depan kelas 61,5%.
Peningkatan
kreativitas
mengakibatkan
peningkatan
hasil
belajar
matematika. Peningkatan hasil belajar matematika diukur dari banyaknya siswa
yang tuntas. Peningkatan hasil belajar pada penelitian ini 80,8%.
Daftar Pustaka
Azhari dan Somakim. 2013. “Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif
Matematik Siswa Melalui Pendekatan Konstruktivisme di Kelas VII
Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Banyuasin III”, Jurnal
Pendidikan Matematika / Vol.7 No.2
Azizah, Dewi. 2012. “Peningkatan Kreativitas Belajar Matematika Melalui
Pendekatan Kontekstual (CTL).” Pena Jurnal Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi / Vol.23 No.1
Sa’ud, Udin Saefudin. 2010. Inovasi Pendidikan. Bandung: Penerbit Alfabeta
Shamsid-Deen, Ifraj dan Bettye P. Smith. 2006. “Contextual Teaching and
Learning Practices in The Family and Consumer Sciences Curriculum”,
Journal of Family and Consumer Sciences Education / Vol. 24 No. 1
Sulistiyono. 2010. Implementasi Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran
Sastra Anak Di Sekolah Dasar (Sebuah Tinjauan Teori Pembelajaran
Sastra Anak). Jurnal Kependidikan Interaksi / Th.5 No.5.
Sutama. 2010. Penelitian Tindakan. Semarang: CV. Citra Mandiri Utama.
Zaini, Adrawi. 2010. Peningkatan Hasil Belajar Matematika Dalam Menuliskan
Lambang Pecahan Melalui Penggunaan Metode Diskusi Di Kelas IV SDN
Rek-Kerrek III Kecamatan Palengaan Kabupaten Pamekasan, Jurnal
Kependidikan Interaksi / Th.5 No.5
Download