6 BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1 Hakekat Berbicara 2.1.1 Pengertian Berbicara Pada hakikatnya, berbicara merupakan suatu proses berkomunikasi sebab di dalamnya terdapat pemindahan pesan dari suatu sumber ke tempat lain. Bahkan, telah disebutkan dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (Depdiknas,2006:1) bahwa hakikat pembelajaran berbicara pada dasarnya adalah menggunakan wacana lisan untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, pengalaman, pendapat, dan komentar dalam kegiatan wawancara, presentasi laporan, diskusi, protokoler, dan pidato, serta dalam berbagai karya sastra berbentuk cerita pendek, novel remaja, puisi, dan drama. (KBBI, 2005:165). Berbicara adalah beromong, bercakap, berbahasa, mengutarakan isi pikiran, melisankan sesuatu yang dimaksudkan. Menurut Fuji (2013) Keterampilan berbicara adalah salah satu keterampilan berbahasa dalam bentuk lisan. Keterampilan ini melatih siswa untuk mengeluarkan ide/pendapat melalui alat ucapnya. Dengan berbicara manusia dapat berkomunikasi dengan manusia lainnya. Berbicara selalu tidak jauh-jauh dengan bahasa, karena bahasa merupakan unsur penting dalam berkomunikasi dengan manusia yang lain. Komunikasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya komunikasi verbal dan komunikasi non verbal. Komunikasi verbal menggunakan bahasa sebagai sarana, sedangkan komunikasi non verbal 7 menggunakan sarana gerak-gerik seperti warna, gambar, bunyi bel, dan sebagainya. Komunikasi verbal dianggap paling sempurna, efisien,dan efektif. Menurut Tarigan (2006 :15) Berbicara adalah kemampuan dalam mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi untuk mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Di dalam kegiatan berbicara terdapat lima unsur yang terlibat yaitu: Pembicara, Isi pembicaraan, Saluran, Penyimak (pendengar), dan Tanggapan dari penyimak. Perkuliahan.com (2011) Berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan siswa dan di dahului dengan proses menyimak. Menurut Suhartono (2005 : 21) Berbicara merupakan bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor – factor fisik, psikologis, neurologis, semantik, dan linguistik. Pertama, faktor fisik yaitu alat ucap untuk menghasilkan bunyi bahasa, seperti kepala, tangan, dan roman muka yang dimanfaatkan dalam berbicara. Kedua, faktor psikologis dapat mempengaruhi terhadap kelancaran berbicara. Oleh karena itu stabilitas emosi tidak hanya berpengaruh terhadap kualitas suara tetapi juga berpengaruh terhadap keruntutan bahan pembicaraan. Dari beberapa defenisi tersebut di atas, apapun defenisi dan siapa pun yang mengemukakannya semua mengacu dan memberi penekanan kepada kemampuan menggunakan bahasa lisan (berbicara) yang baik dengan memberikan sentuhan gaya (seni) didalam penyampaiannya dengan tujuan untuk memikat/menggugah hati pendengarnya dan mengerti dan memahami pesan yang disampaikannya. 8 2.1.2 Prosedur Kegiatan Berbicara Di dalam kegiatan berbicara ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum berbicara diantanya : The_jar (2012) a. Memilih pokok pembicaraan yang menarik hati. b. Membatasi pokok pembicaraan. c. Mengumpulkan bahan-bahan. d. Menyusun bahan (pendahuluan, isi, kemampuan) e. Melakukan Presentasi Kemampuan berbicara siswa bervariasi, mulai dari taraf baik atau lancar, sedang gagap atau kurang. Kenyataan tersebut sebaiknya dijadikan landasan berbicara di sekolah. Pengajaran berbicarapun harus berlandaskan konsep dasar berbicara sebagai sarana berkomunikasi. Menurut Ozie Jaak Bah (2012) Di dalam kegiatan berbicara terdapat lima unsur yang terlibat yaitu: a. Pembicara b. Isi pembicaraan c. Saluran d. Penyimak, dan e. Tanggapan penyimak Konsep dasar berbicara sebagai sarana berkomunikasi mencakup Sembilan hal, yakni: 1. Berbicara dan menyimak adalah suatu kegiatan resiprokal, 2. Berbicara adalah proses individu berkomunikasi, 3. Berbicara adalah ekspresi kreatif, 9 4. Berbicara adalah tingkah laku, 5. Berbicara adalah tingkah laku yang dipelajari, 6. Berbicara dipengaruhi kekayaan pengalaman, 7. Berbicara sarana memperluas cakrawala, 8. Kemampuan linguistik dan lingkungan berkaitan erat, 9. Berbicara adalah pancaran kepribadian. 2.1.3 Jenis-Jenis Berbicara Bila diperhatikan mengenai bahasa pengajaran akan kita dapatkan berbagai jenis berbicara. Antara lain : diskusi, percakapan, pidato menjelaskan, pidato menghibur, ceramah, dan sebagainya. Ismayanti Said (2013) Berdasarkan pengamatan minimal ada lima landasan yang digunakan dalam mengklasifikasi berbicara. Kelima landasan tersebut adalah : a. Situasi. Aktivitas berbicara terjadi dalam suasana, situasi, dan lingkungan tertentu. Situasi dan lingkungan itu dapat bersifat formal atau resmi, mungkin pula bersifat informal atau tak resmi. Dalam situasi formal pembicara dituntut berbicara secara formal, sebaliknya dalam situasi tak formal, pembicara harus berbicara secara tak formal pula. Kegiatan berbicara yang bersifat informal banyak dilakukan dalam kehidupan manusia sehari-hari. Jenis-jenis kegiatan berbicara informal meliputi : (1) tukar pengalaman, (2) percakapan, (3) menyampaikan berita, (4) menyampaikan pengumuman, (5) bertelepon, dan (6) memberi petunjuk. Sedangkan kegiatan berbicara yang bersifat 10 formal meliputi : (1) ceramah, (2) perencanaan dan penilaian, (3) interview, (4) prosedur parlementer, dan (5) bercerita. b. Tujuan. Akhir pembicaraan, pembicara menginginkan respons dari pendengar ataupun penyimak. Pada umumnya tujuan setiap orang berbicara adalah untuk menghibur, menginformasikan, menstimulasikan (memotivasi), meyakinkan, atau menggerakkan pendengarnya. c. Metode penyampaian. Ada empat cara yang bisa digunakan siswa dalam menyampaikan pembicaraannya, antara lain: (1) penyampaian secara mendadak, (2) penyampaian berdasarkan catatan kecil, (3) penyampaian berdasarkan hafalan, dan (4) penyampaian berdasarkan naskah. d. Jumlah penyimak. Komunikasi lisan melibatkan dua pihak, pendengar dan pembicara. Jumlah peserta yang berfungsi sebagai penyimak dalam komunikasi lisan dapat bervariasi misalnya satu orang, beberapa orang (kelompok kecil), dan banyak orang (kelompok besar). e. Peristiwa khusus. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sering menghadapi berbagai kegiatan. Sebagian dari kegiatan itu dikategorikan sebagai peristiwa khusus, istimewa, atau spesifik. Contoh kegiatan khusus itu adalah ulang tahun, perpisahan, perkenalan, pemberian hadiah. Berdasarkan peristiwa khusus itu berbicara atau berpidato dapat digolongkan atas enam jenis, (1) pidato presentasi, 11 (2) pidato penyambutan, (3) pidato perpisahan, (4) pidato jamuan (makan malam), (5) pidato perkenalan, dan (6) pidato nominasi (mengunggulkan). Dalam artikel lentera kecil (2011) jenis berbicara sebagai berikut: bicara berdasarkan tujuan, situasi, berdasarkan cara penyamaian, dan berbicara berdasarkan jumlah pendengar. Berbicara dapat di lakukan dimana saja kapan saja namun harus disesuaikan dengan situasi, bagaimana cara penyampaian, tujuan, dan berdasarkan pendengar atau penyimak. 2.1.4 Keefektifan Berbicara Berbicara merupakan suatu kemampuan kompleks yang melibatkan beberapa faktor di antaranya, yaitu kesiapan belajar, kesiapan berpikir, kesiapan mempraktikkan, motivasi, dan bimbingan. Apabila salah satu faktor tidak dapat dikuasai dengan baik, akan terjadi kelambatan dan mutu bicara akan menurun. Semakin tinggi kemampuan seseorang menguasai kelima unsur itu, semakin baik pula penampilan dan penguasaan berbicaranya. Sebaliknya, semakin rendah kemampuan seseorang untuk menguasai kelima unsur itu, semakin rendah pula penguasaan berbicaranya. Akan tetapi, sangat sulit bagi kita untuk menilai faktorfaktor itu karena sulit diukur. Berdasarkan fakta bahwa kegiatan berbicara cenderung dapat diamati dalam konteks nyata saat siswa berbicara, maka dalam kegiatan berbicara dapat dikembangkan penilaian kinerja yang bertujuan menguji kemampuan siswa dalam mendemontrasikan pengetahuan dan keterampilannya (apa yang mereka ketahui dan dapat mereka lakukan) pada berbagai situasi nyata dan konteks 12 tertentu. Louanne Johnson (2004 : 47) Penilaian kinerja mempunyai dua karakteristik (1) dasar yaitu: siswa diminta untuk mendemonstrasikan kemampuannya dalam mengkreasikan suatu produk atau terlibat dalam suatu aktivitas (perbuatan), misalnya berpidato, (2) produk dari penilaian kinerja lebih penting dari pada kinerja (performancenya). Penilaian mengenai apakah yang akan dinilai itu produk atau kinerjanya akan sangat bergantung pada karakteristik domain yang diukur. Dalam bidang sastra, misalnya acting dan menari, kinerja dan produknya sama penting. Menurut Nurgiyantoro, (2005: 156) Penilaian mengenai kemampuan kinerja dapat juga dilakukan dengan menggunakan seperti skala penilaian (rating scale). Walaupun cara ini serupa dengan checklist, tapi skala penilaian memungkinkan penilai menilai kemampuan siswa secara kontinyu tidak lagi dengan model dikotomi. Dengan kata lain, kedua cara ini sama – sama berdasarkan pada beberapa kumpulan keterampilan atau kemampuan kerja yang hendak diukur checklist hanya memberikan dua katagori penilaian, sedangkan skala penilaian memberikan lebih dari dua kategori penilaian. Paling tidak ada tiga jenis skala penilaian, yaitu: (1) numerical rating scale, (2) graphic rating scale, dan (3) descriptive rating scale. Selain itu, ada pula alat penilaian dalam berbicara dapat berwujud penilaian yang terdiri atas komponen-komponen tekanan, tata bahasa, kosakata, kefasihan, dan pemahaman. Penilaian ini adalah deskripsi masing-masing komponen. 13 a. Tekanan. 1) Ucapan sering tak dapat dipahami. 2) Sering terjadi kesalahan besar dan aksen kuat yang menyulitkan pemahaman, menghendaki untuk selalu diulang. 3) Pengaruh ucapan asing (daerah) yang mengganggu dan menimbulkan salah ucap yang dapat menyebabkan kesalah pahaman. 4) Pengaruh ucapan asing (daerah) dan kesalahan ucapan yang tidak menyebabkan kesalah pahaman. 5) Tidak ada salah ucap yang menolak, mendekati ucapan standar. 6) Ucapan sudah standar. b. Tata bahasa. 1) Penggunaan tata bahasa hampir selalu tidak tepat. 2) Ada kesalahan dalam pemgunaan pola-pola pokok secara tetap yang selalu mengganggu komunikasi. 3) Sering terjadi kesalahan dalam pola tertentu karena kurang cermat yang dapat mengganggu komunikasi. 4) Kadang-kadang terjadi kesalahan dalam penggunaan pola tertentu, tetapi tidak mengganggu komunikasi. 5) Sedikit terjadi kesalahan, tetapi bukan pada penggunaan pola. 6) Tidak lebih dari dua kesalahan selama berlangsungnya kegiatan wawancara. 14 c. Kosakata. 1) Penggunaan kosakata tidak tepat dalam percakapan yang paling sederhana sekalipun. 2) Penguasaan kosakata sangat terbatas pada keperluan dasar personal (waktu, makanan, transportasi, keluar). 3) Pemilihan kosakata sering tidak tepart dan keterbatasan penggunaannya menghambat kelancaran komunikasi dalam masalah sosial dan profesional. 4) Penggnaan kosakata teknis tepat dalam pembicaraan tentang masalah tertentu, tetapui penggunaan kosakata umum terasa berlebihan. 5) Penggunaan kosakata teknis lebih luas dan cermat, kosakata umum tepat digunakan sesuai dengan situasi sosial. 6) Penggunaan kosakata teknis dan umum terkesan luas dan tepat sekali. d. Kelancaran. 1) Pembicaraan selalu berhenti dan terputus-putus. 2) Pembicaraan sangat lambat dan kurang efektif kecuali untuk kalimat pendek dan rutin. 3) Pembicaraan sering nampak ragu, kalimat tidak lengkap. 4) Pembicaraan kadang-kadang masih ragu, pengelompokan kata kadangkadang tidak tepat. 5) Pembicaraan lancar dan halus, tetapi sekali-kali masih kurang efektif. 6) Pembicaraan dalam segala hal lancar dan halus. 15 e. Pemahaman. 1) Memahami sedikit isi percakapan yang paling sederhana. 2) Memahami dengan lambat percakapan sederhana, perlu penjelasan dan pengulangan. 3) Memahami percakapan sederhana dengan baik, dalam hal tertentu masih perlu penjelasan dan pengulangan. 4) Memahami percakapan normal dengan lebih baik, kadang-kadang mesih perlu pengulangan dan penjelasan. 5) Memahami segala sesuatu dalam percakapan normal kecuali yang bersifat kedaerahan (bahasa daerah). 6) Memahami segala sesuatu dalam percakapan normal dan kedaerahan. 2.1.5 Aspek – aspeek yang di nilai dalam berbicara Menurut Burhan (2005 : 94) ada beberapa aspek yang dinilai pada saat anak berbicara diantaranya sebagai berikut: a. Ketepatan pengucapan Seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat dapat mengalihkan perahatian pendengar. Sudah tentu pola ucapan dan artikulasi yang digunakan tidak selalu sama. Setiap orang mempunyai gaya tersendiri dan gaya bahasa yang dipakai berubah-ubah sesuai dengan pokok pembicaraan, perasaan, dan sasaran. Akan tetapi kalau perbedaan atau perubahan itu terlalu mencolok, dan menyimpang, maka keefektifan komunikasi akan terganggu. 16 Setiap penutur tentu sangat dipengaruhi oleh bahasa ibunya. Misalnya, pengucapan untuk akhiran kan yang kurang tepat, memasukkan. Memang kita belum memiliki lafal baku, namun sebaiknya ucapan kita jangan terlalu diwarnai oleh bahasa daerah, sehingga dapat mengalihkan perhatian pendengar. Demikian juga halnya dengan pengucapan tiap suku kata. Tidak jarang kita dengar orang mengucapkan kata-kata yang tidak jelas suku katanya. Pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang tidak tepat atau cacat akan menimbulkan kebosanan, kurang menyenangkan, atau kurang menarik sehingga dapat mengalihkan perhatian pendengar, mengganggu komunikasi, atau pemakainya dianggap aneh. b. Ketepatan intonasi Kesesuaian intonasi merupakan daya tarik tersendiri dalam berbicara dan merupakan faktor penentu. Walaupun masalah yang dibicarakan kurang menarik, dengan penempatan intonasi yang sesuai dengan masalahnya menjadi menarik. Sebaliknya jika penyampaiannya datar saja, hampir dapat dipastikan menimbulkan kejemuan dan keefektifan berbicara berkurang. Demikian juga halnya dalam pemberian intonasi pada kata atau suku kata. Tekanan suara yang biasanya jatuh pada suku kata terakhir atau suku kata kedua dari belakang, kemudian ditempatkan pada suku kata pertama. Misalnya kata peyanggah, pemberani, kesempatan, diberi tekanan pada pe-, pem-, ke-, tentu kedengarannya janggal. c. Pilihan kata (diksi) Pilihan kata (diksi) hendaknya tepat, jelas, dan bervariasi. Jelas maksudnya mudah dimengerti oleh pendengar yang menjadi sasaran. Pendengar 17 akan lebih terangsang dan lebih paham, kalau kata-kata yang digunakan sudah dikenal oleh pendengar. Misalnya, kata-kata populer tentu akan lebih efektif daripada kata-kata yang muluk-muluk dan kata-kata yang berasal dari bahasa asing. Kata-kata yang belum dikenal memang membangkitkan rasa ingin tahu, namun menghambat kelancaran komunikasi. Pilihan kata itu tentu harus disesuaikan dengan pokok pembicaraan dan dengan siapa kita berbicara (pendengar). d. Kelancaran Seorang pembicara yang lancar berbicara memudahkan pendengar menangkap isi pembicaraannya. Seringkali kita dengar pembicara berbicara terputus-putus, bahkan antara bagian-bagian yang terputus itu diselipkan bunyibunyi tertentu yang sangat mengganggu penangkapan pendengar, misalnya menyelipkan bunyi ee, oo, aa, dan sebagainya. Sebaliknya, pembicara yang terlalu cepat berbicara juga menyulitkan pendengar menangkap pokok pembicarannya. Buguruesde (2012) Aspek lainya yang dinilai didalam berbicar terdiri atas aspek kebahasaan dan non kebahasaan. Aspek kebahasaan terdiri atas ucapan atau lafal, tekanan kata, nada, dan irama persendian, koskata atau ungkapan dan versi kalimat atau struktur kalimat. Aspek non kebahasaan terdiri dari kelancaran penguasaan materi, keberanian, keramahan, ketertiban semangat dan sikap. Dari pendapat di atas penilaian dapat dilakukan dengan melihat struktur kalimat, pilihan kata, intonasi, dan kelancara. 18 2.1.6 Manfaat Berbicara Menurut Supriyadi (2005:178) bahwa apabila seseorang memiliki keterampilan berbicara yang baik, dia akan memperoleh keuntungan sosial maupun profesional. Keuntungan sosial berkaitan dengan kegiatan interaksi sosial antar individu. Sedangkan, keuntungan profesional diperoleh sewaktu menggunakan bahasa untuk membuat pertanyaan - pertanyaan, menyampaikan fakta-fakta dan pengetahuan, menjelaskan dan mendeskripsikan. Berbicara adalah bagaian dari keterampilan dari berbahasa berikut manfaat dari berbicara. Kemampuan berbicara mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kemampuan berbicara, siswa akan dapat menyampaikan ide, pikiran, gagasan, dan perasaannya kepada siswa lain. Manfaat berbicara diantaranya adalah sebgai berikut : 1. Diterima baik dalam pergaulan, disebabkan karena tidak menyinggung perasaan lawan bicara. 2. Mempunyai banyak sahabat sebab dapat berkomunikasi dengan baik dan menarik 3. Dapat menyumbangkan fikiran yang berharga bagi teman-teman yang memerlukan berkat kepandaiannya menyampaikan gagasan dan cara pemecahannya. 4. Mempunyai kesempatan yang besar untuk menjadi pemimpin memerlukan kemampuan berbicara dengan orang yang dipimpinnya. 5. Mempunyai peluang yang lebih sukses dalam mencari ilmu dan memberikan ilmu kepada siswa lain. 19 6. Mempunyai kemampuan untuk sukses dalam menjalankan pekerjaan yang ada kaitannya dengan siswa lain karena kemampuannya berbicara atau berkomunikasi. Sementara itu menurut Luthfi Bachtiar (2012) Berbicara sebagai suatu keterampilan berbahasa, berbicara sebagai suatu cara berkomunikasi, berbicara sebagai seni dan ilmu. Berdasarkan kenyataan sehari-hari, maka manfaat kemampuan berbicara sangat penting untuk dimiliki seseorang siswa. Dengan demikian, kemampuan berbicara harus dipelajari sejak dini agar terampil berbicara sehingga apa yang disampaikan dapat dimengerti oleh penyimak. 2.1.7 Langkah – langkah Dalam Berbicara Slamet Suyanto (2005 : 172) menyatakan bahwa untuk melatih siswa berkomunikasi secara lisan yaitu dengan melakukan kegiatan yang memungkinkan siswa berinteraksi dengan teman atau siswa lain. Guru dapat mendisain berbagai kegiatan yang memungkinkan siswa mengungkapkan ide, perasaan, dan emosinya. Implikasi didalam berbicara Produksinya berupa ujaranujaran yang sesuai dengan situasi sosial, situasi sosial itu berhubungan dengan dengan langkah: (a) siapa yang berbicara, (b) dengan siapa berbicara, (c) apa yang dibicarakan, (d) bagaimana membicarakan, (e) kapan dan di mana dibicarakan, dan (f) menggunakan media apa dalam membicarakan. Sementara itu menurut Rahmat (2013) Guru menjadi model untuk siswa, Menerapkan pembelajaran dengan pendekatan Modeling The Way (membuat contoh praktik) dan adanya langkah penilaian keterampilan berbicara bahasa Indonesia. Dari langkah – 20 langkah ini siswa dan guru mampu memposisikan dirinya didalam proses pembelajaran yang dijalankan. 2.1.8 Tujuan berbicara Menurut Moelichatoen (2005 ; 85) tujuan berbicara pada siswa : a) Menguasai bahasa reseptif. Mendengarkan dan memahami apa yang di dengar meliputi ; memahami perintah, menjawab pertanyaan mengikuti urutan peristiwa. b) Menguasai bahasa ekspresif yang meliputi : menguasai kata – kata baru, menggunakan pola bicara orang dewasa. c) Berkomunikasi secara verbal dengan orang lain, berbicara sendiri atau berbicara kepada orang lain. d) Keasikan menggunakan bahasa. Bahan dan peralatan yang dapat digunakn dalam kaitan pengembangan keterampilan bahasa adalah segala sesuatu yang dapat mengembangkan gambaran mental tentang apa yang didengar seperti suara angin, mobil dsb. Seorang pembicara pada dasarnya terdiri dari empat hal yang diperlukan dalam menyatakan pendapatnya kepada siswa lain. Pertama, sang pembicara merupakan suatu kemauan, suatu maksud, yang diinginkannya dimiliki oleh siswa lain, yaitu suatu pikiran. Kedua, sang pembicara adalah pemakai bahasa, membentuk pikiran dan perasaan menjadi kata-kata. Ketiga, sang pembicara adalah sesuatu yang ingin disimak, ingin didengarkan, yang menyampaikan maksud dan kata-katanya kepada siswa lain melalui suara. Tujuan berbicara 21 adalah untuk menginformasikan, untuk melaporkan, sesuatu hal pada pendengarnya. 2.2 Hakikat Medode Diskusi 2.2.1 Pengertian Metode Diskusi Metode (method), secara harfiah berarti cara. Selain itu metode atau metodik berasal dari bahasa Greeka, metha, (melalui atau melewati), dan hodos (jalan atau cara), jadi metode bisa berarti jalan atau cara yang harus di lalui untuk mencapai tujuan tertentu. Kata “Diskusi” berasal dari bahasa latin yaitu “Discussus” yang berarti “to examine” “Invertigate” ( Memerisa / menyelidiki ). Dalam pengertian umum diskusi ialah suatu proses yang melibatkan dua atau lebih individu yang berintegrasi secara verbal dan saling berhadapan muka mengenai tujuan atau sasaran yang sudah tertentu melalui secara tukar menukar informasi ( Information Sharing), mempertahankan pendapat (Self Maintenance), atau pemecahan masalah ( Problem Solving ). Menurut Teacher Creative corner tentang diskusi ( 2011 ) Diskusi adalah proses interaksi tingkat tertinggi yang merangsang daya fikir, logika, kritis dan santun. Dalam kegiatan ini sejelek apapun pendapat, sanggahan dan klarifikasi siswa adalah hal yang maha baik dalam memulai suatu sikap peka terhadap lingkungan dan isu-isu tertentu dalam mencari jalan keluar. Dimana sudah barang tentu merupakan kreatifitas yang sangat layak mendapat penghargaan. Menurut Nana Sudjana (2004 :79) Diskusi pada dasarnya ialah tukar menukar informasi, pendapat, dan unsur-unsur pengalaman secara teratur dengan 22 maksud untuk mendapat pengertian bersama yang lebih jelas dan lebih teliti tentang sesuatu, atau untuk mempersiapkan dan merampungkan keputusan bersama. Disamping itu menurut M. Atar Semi (2009 : 10) Diskusi adalah suatu percakapan yang terarah yang berbentuk pertukaran pikiran antra dua orang atau lebih secara lisan untuk mendapatkan kesepakatan atau kecocokan dalam usaha memecahkan masalah yang dihadapi. Sementara itu menurut Muchlisin (2013) Metode diskusi adalah cara penyajian/ penyampaian bahan pelajaran dimana guru memberikan kesempatan kepada para siswa/ kelompok-kelompok siswa yang mengadakan pembicaraan ilmiah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternatif pemecahan atas suatu masalah. Metode diskusi ini sangat tepat untuk memberikan motivasi dan semangat belajar tinggi kepada siswa. 2.2.2 Kelebihan dan Kekurangan metode diskusi Menurut Syaiful Bahri Djamarah, (2007: 12) mengemukakan kelebihan dan kekurangan metode diskusi : a. Kelebihan metode diskusi : 1) Melatih siswa untu berbicara mengemukanan pendapat. 2) Menyadarkan siswa bahwa berdiskusi mereka saling mengemukakan pendapat secara kontruktif sehingga dapat di peroleh keputusan yang lebih baik. 3) Membiaskan siswa untuk mendengarkan pendapat siswa lain sekalipun berbeda dengan pendapatnya sendiri dan membiasakan bersikap toleran. 23 4) Menyadarkan siswa bahwa masalah dapat dipecahkan dengan berbagai jalan dan bukan dengan satu jalan (satu jawaban saja). b. Kekurangan metode diskusi : 1) Tidak dapat dipakai pada kelompok yang besar. 2) Peserta diskusi dapat informasi yang terbatas. 3) Dapat dikuasai oleh siswa – siswa yang suka berbicara dan 4) Biasanya siswa menghendaki pendekatan yang lebih formal. Sementara itu Menurut Subroto (2002 : 185) ada beberapa kelebihan dan kelemahan metode diskusi, kelebihan metode diskusi yakni : Metode diskusi melibatkan siswa secara langsung dalam proses belajar. Setiap siswa dapat menguji pengetahuan dan penguasaan pada bahan pelajarannya masingmasing. Metode diskusi dapat menumbuh dan mengembangkan cara berpikir dan sikap ilmiah. Dengan mengajukan dan mempertahanka pendapatnya dalam diskusi diharapkan para siswa akan dapat memperoleh kepercayaan akan (kemampuan) diri sendiri. Metode diskusi dapat menunjang usaha-usaha pengembangan sikap sosial dan sikap demokratis para siswa. Sedangkan kelemahannya adalah diskusi tidak dapat diramalkan sebelumnya mengenai bagaimana hasil sebab tergantung kepada kepemimpinan siswa dan partisipasi anggota-anggotanya dalam diskusi. Suatu diskusi memerlukan keterampilan-keterampilan tertentu yang belum pernah dipelajari sebelumnya. Jalannya diskusi dapat dikuasai (didominasi) oleh beberapa siswa yang menonjol. Tidak semua topik dapat dijadikan pokok diskusi, akan tetapi hanya hal-hal yang bersifat problematis saja yang dapat didiskusikan. Diskusi 24 yang mendalam memerlukan waktu yang banyak. Siswa tidak boleh merasa dikejar-kejar waktu. Perasaan dibatasi waktu menimbulkan kedangkalan dalam diskusi sehingga hasilnya tidak bermanfaat. Apabila suasana diskusi hangat dan siswa sudah berani mengemukakan pikiran mereka maka biasanya sulit untuk membatasi pokok masalahnya. Sering terjadi dalam diskusi siswa kurang berani mengemukakan pendapatnya. Jumlah siswa di dalam kelas yang terlalu besar akan mempengaruhi setiap siswa untuk mengemukakan pendapatnya. 2.2.3 Manfaat Metode diskusi Menurut Sofyan Mustari (2012) manfaat dari diskusi (1) siswa dapat memahami suatu masalah, mengetahui latar belakang masalah atau sebab-sebab dan menemukan jalan keluar atau solusi masalah yang sulit. (2) siswa dapat menentukan suatu kesepakatan untuk melakukan tindakan, kegiatan, pekerjaan, dan bersikap tertentu. (3) siswa dapat menganalisis bersama suatu masalah dan mencari alternatif-alternatif gagasan, rencana kebijakan, tindakan atau keputusan yang tepat. (4) siswa dapat memperoleh informasi, ide atau gagasan dari siswa lain, dapat belajar dari siswa lain tentang pengalaman, cara berpikir, cara bersikap, cara mengambil keputusan atau kesimpulan, dan lain-lain. (5) siswa dapat saling mengamati, saling menilai, saling belajar, saling menghargai. (6) siswa dapat belajar mengemukakan pendapat dan berlatih menanggapai pendapat siswa lain. (7) siswa dapat belajar berorganisasi baik sebagai anggota maupun staf pimpinan 25 Diskusikan dan memberikan pengarahan seperlunya mengenai cara-cara pemecahannya. Sementara itu menurut Wina Sanjaya, (2007 : 53). manfaat lain dari berdiskusi diantaranya adalah : 1. Siswa dapat memahami suatu masalah, mengetahui latar belakang masalah atau sebab-sebab dan menemukan jalan keluar atau solusi masalah yang sulit. 2. Siswa dapat menentukan suatu kesepakatan untuk melakukan tindakan, kegiatan, pekerjaan, dan bersikap tertentu. 3. Siswa dapat menganalisis bersama suatu masalah dan mencari alternatifalternatif gagasan, rencana kebijakan, tindakan atau keputusan yang tepat. 4. Siswa dapat memperoleh informasi, ide atau gagasan dari peserta lain, dapat belajar dari peserta lain tentang pengalaman, cara berpikir, cara bersikap, cara mengambil keputusan atau kesimpulan, dan lain-lain. 5. Siswa dapat saling mengamati, saling menilai, saling belajar, saling menghargai. 6. Siswa dapat belajar mengemukakan pendapat dan berlatih menanggapai pendapat orang lain. 7. Siswa dapat belajar berorganisasi baik sebagai angota maupun staf pimpinan. Dengan berdiskusi manfaat yang didapat buka saja untuk guru namun juga kepada siswa sebagai peserta dalam diskusi tersebut. 26 2.2.4 Langkah-Langkah Pengunaan Metode Diskusi Menurut Wina Sanjaya, (2007 : 156) langkah – langkah Penggunaan metode diskusi yakni adanya persiapa, pelaksanan, dan menutup diskusi. Dalam hal ini ada beberapa langkah yang harus dilakukan guru sebelum diskusi dilakukakan seperti: 1. Guru mengemukakan masalah yang akan didiskusikan dan memberikan pengarahan seperlunya mengenai cara-cara pemecahannya. 2. Dengan pimpinan guru, siswa membentuk kelompok diskusi, memilih pemimpin diskusi (ketua, sekretaris/ pencatat, pelapor dan sebagainya (bila perlu), mengatur tempat duduk, ruangan sarana dan sebagainya. 3. Para siswa berdiskusi di kelompoknya masing-masing sedangkan guru berkeliling dari kelompok satu ke kelompok yang lain untuk menjaga serta memberi dorongan dan bantuan sepenuhnya agar setiap anggota kelompok berpartisipasi aktif supaya diskusi berjalan dengan lancar. 4. Kemudian tiap kelompok diskusi melaporkan hasil diskusinya. Hasil-hasil diskusi yang dilaporkan ditanggapi oleh semua siswa (terutama bagi kelompok lain). Guru memberi ulasan dan menjelaskan tahap-tahap laporan-laporan tersebut. 5. Para siswa mencatat hasil diskusi tersebut, dan para guru mengumpulkan hasil diskusi dari tiap-tiap kelompok, sesudah siswanya mencatat untuk fail kelas. Dalam proses diskusi, peranan guru sangat penting untuk memastikan diskusi berjalan dengan baik. Berikut ini peranan guru dalam metode diskusi: 27 1. Penunjuk jalan Guru memberikan petunjuk umum dalam diskusi untuk mencapai kemajuan di dalam diskusi. Guru merumuskan jalannya diskusi andaikata terjadi penyimpangan dari masalah. Apabila guru mengalami dalam diskusi terjadi jawaban buntu, maka guru meluangkan jalan bagi siswa sehingga diskusi berjalan dengan lancar. 2. Pengatur lalu lintas Guru mengajukan semua pertanyaan secara teratur untuk semua anggota diskusi, guru menjaga agar semua anggota dapat berbicara bergiliran untuk ini biasanya diadakan urutan-urutannya atau terjamin, guru menjaga supaya diskusi jangan hanya semata-mata dikuasai oleh siswa - siswa yang gemar berbicara, guru terhadap siswa yang pendiam dan pemalu guru harus mendorongnya supaya ia berani mengeluarkan pendapatnya. 3. Diding penangkis Guru atau pemimpin diskusi harus memantulkan semua pertanyaan yang diajukan kepada semua pengikut diskusi. Dia tidak harus menjawab pertanyaan yang harus diberikan kepadanya. Dia hanya boleh menjawab pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh pengikut diskusi. Ini bertujuan agar semua peserta diskusi dapat menjawabnya. Sementara itu Wawan Suandi (2013) (1) Guru mengemukakan masalah yang akan didiskusikan dan memberikan pengarahan seperlunya, Dapat pula pokok masalah yang akan didiskusikan ditentukan bersama-sama oleh guru dan siswa. (2) Dengan pimpinan guru para siswa membentuk kelompok-kelompok diskusi, memilih pimpinan diskusi. (3) Para 28 siswa berdiskusi dalam kelompok, sedangkan guru menjaga ketertiban dan dapat memberikan dorongan dan bantuan sepenuhnya agar setiap anggota kelompok dapat berpartisipasi aktif dan agardiskusi berjalan lancar. (4) Kemudian tiap kelompok melaporkan hasil diskusinya. (5) Akhirnya para siswa mencatat hasil diskusi,dan guru mengumpulkan laporan hasil diskusi dari tiap kelompok. Dengan menggunakan metode diskusi ini siswa dapat mengembangkan sikap toleransi, demokrastis, berpikir kritis, sistematis dalam memecahkan suatu persoalan. 2.2.5 Tujuan Penggunaan Metode Diskusi . Di dalam setiap diskusi yang di laksana memiliki tujuan menurut Sibage (2013) diantaranya: a. Dengan diskusi siswa didorong menggunakan pengetahuan dan pengalamannya untuk memecahkan masalah, tanpa selalu bergantung pada pendapat siswa lain (Siswa dilatih berpikir dan memecahkan masalah sendiri). b. Siswa mampu menyatakan pendapatnya secara lisan, dalam hal ini siswa melatih diri untuk menyatakan pendapatnya sendiri secara lisan tentang suatu masalah bersama. d. Diskusi memberi kemungkinan pada siswa untuk belajar berpartisipasi dalam pembicaraan untuk memecahkan suatu masalah bersama. Menurut Shvoong.com tentang tujuan metode diskusi digunakan (2011) Melalui metode diskusi tujuan pengajaran selain untuk mencari dan menemukan jawaban yang benar dan setepat-tepatnya juga dimaksudkan untuk : a) Dapat menemukan cara baru yang ditempuh dalam menyelesaikan masalah yang 29 dihadapi bersama. b) Mengumpulkan fakta dan pendapat-pendapat dari para peserta atau pihak yang diminta keterangan. c) Merumuskan hasil diskusi dan kemungkinan tindak lanjut yang dapat direalisasikan. Dari pendapat diatas tujuan diskusi adalah melatih siswa dan mampu memeberi motivasi di dalama proses pembelajaran. 2.2.6 Kajian Yang Relevan Untuk mendukung penelitian ini, berikut dikemukakan hasil penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian ini : Apson Matandatu (2010), dalam skripsinya yang berjudul “Meningkatkan Kemampuan berbicara melalui Metode diskusi pada siswa kelas V SD Inpres Kelapa Lima Kecamatan Popayato Timur Kabupaten Pohuato ” Hasil penelitian ini menunjukan bahwa metode diskusi dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Hal ini Nampak pada hasil siklus dengan rincian pada obserfasi awal 5 orang (38%), siklus I 7 orang (54%) dan siklus II 10 orang (77%) dengan jumlah siswa 13 orang. Hasil penelitian dengan penelitian yang saya lakukan tidak berbeda karena memiliki kesamaan akan tetapi perbedaannya adalah pada jenjang kelas penelitian yang dilakukan berbeda. Saya melakukan penelitian di kelas IV. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Apson Matandatu di kelas V. Rita Musa (2013), dalam skripsinya yang berjudul “Meningkatkan kemanpuan berbicara melalui metode simulasi pada siswa kelas IV SDN POHUATO. Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam 2 siklus. Metode yang dilakukan adalah deskriftif kualitatif dengan data 30 yang di peroleh yakni data obserfasi awal kemampuan bicara siswa hanya 25% 6 orang dari 25 setelah dilaksanakan siklus I terjadi peningkatan 35% atau 11 orang dan pada siklus kedua kemampuan siswa meningkat menjadi 81% atau 21 orang siswa yang meningkat kemampuan bicaranya melalui metode simulasi. Raimun Eraku (2010), dalam skripsinya yang berjudul “Meningkatkan Kemampuan berbicara siswa melalui Metode bermain peran di kelas IV SD Milangodaa Kecamatan Popayato Timur Kabupaten Pohuato”. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Metode bermain peran dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Hal ini Nampak pada hasil siklus dengan rinciann pada obserfasi awal 11 orang (44%), siklus I 15 orang (63%) dan siklus II 21 orang (85%) dengan jumlah siswa 25 orang. Hasil penelitian dengan yang saya lakukan tidak jauh berbeda karena memiliki kesamaan, akan tetapi perbedaannya adalah penelitian menggunakan metode bermain peran sementara saya menggunakan metode diskusi. Dari tiga penelitian tentang berbicara masing – masing memiliki metode penelitian yang berbeda. Jika Apson Matandatu dalam skripsinya yang berjudul meningkatkan kemampuan berbicara melalui metode diskusi pada siswa keas V penelitian saya mengacu pada kemampuan siswa berbicara menggunakan metode diskusi di kelas IV SD, Rita Musa dengan metode simulasi dan Raimun Eraku dengan metode bermain peran maka peneliti dengan metode diskusi.