BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1 Hakekat Berbicara 2.1.1 Pengertian

advertisement
6
BAB II
KAJIAN TEORETIS
2.1
Hakekat Berbicara
2.1.1 Pengertian Berbicara
Pada hakikatnya, berbicara merupakan suatu proses berkomunikasi sebab
di dalamnya terdapat pemindahan pesan dari suatu sumber ke tempat lain.
Bahkan,
telah disebutkan
dalam
kurikulum
tingkat
satuan pendidikan
(Depdiknas,2006:1) bahwa hakikat pembelajaran berbicara pada dasarnya adalah
menggunakan wacana lisan untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi,
pengalaman, pendapat, dan komentar dalam kegiatan wawancara, presentasi
laporan, diskusi, protokoler, dan pidato, serta dalam berbagai karya sastra
berbentuk cerita pendek, novel remaja, puisi, dan drama. (KBBI, 2005:165).
Berbicara adalah beromong, bercakap, berbahasa, mengutarakan isi pikiran,
melisankan sesuatu yang dimaksudkan.
Menurut
Fuji
(2013)
Keterampilan berbicara adalah
salah
satu
keterampilan berbahasa dalam bentuk lisan. Keterampilan ini melatih siswa untuk
mengeluarkan ide/pendapat melalui alat ucapnya. Dengan berbicara manusia
dapat berkomunikasi dengan manusia lainnya. Berbicara selalu tidak jauh-jauh
dengan bahasa, karena bahasa merupakan unsur penting dalam berkomunikasi
dengan manusia yang lain. Komunikasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, di
antaranya komunikasi verbal dan komunikasi non verbal. Komunikasi verbal
menggunakan bahasa sebagai sarana, sedangkan komunikasi non verbal
7
menggunakan sarana gerak-gerik seperti warna, gambar, bunyi bel, dan
sebagainya. Komunikasi verbal dianggap paling sempurna, efisien,dan efektif.
Menurut Tarigan (2006 :15) Berbicara adalah kemampuan dalam
mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi untuk mengekspresikan, menyatakan, serta
menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Di dalam kegiatan berbicara
terdapat lima unsur yang terlibat yaitu: Pembicara, Isi pembicaraan, Saluran,
Penyimak (pendengar), dan Tanggapan dari penyimak. Perkuliahan.com (2011)
Berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan
siswa dan di dahului dengan proses menyimak.
Menurut Suhartono (2005 : 21) Berbicara merupakan bentuk perilaku
manusia yang memanfaatkan faktor – factor
fisik, psikologis, neurologis,
semantik, dan linguistik. Pertama, faktor fisik yaitu alat ucap untuk menghasilkan
bunyi bahasa, seperti kepala, tangan, dan roman muka yang dimanfaatkan dalam
berbicara. Kedua, faktor psikologis dapat mempengaruhi terhadap kelancaran
berbicara. Oleh karena itu stabilitas emosi tidak hanya berpengaruh terhadap
kualitas suara tetapi juga berpengaruh terhadap keruntutan bahan pembicaraan.
Dari beberapa defenisi tersebut di atas, apapun defenisi dan siapa pun yang
mengemukakannya semua mengacu dan memberi penekanan kepada kemampuan
menggunakan bahasa lisan (berbicara) yang baik dengan memberikan sentuhan
gaya (seni) didalam penyampaiannya dengan tujuan untuk memikat/menggugah
hati pendengarnya dan mengerti dan memahami pesan yang disampaikannya.
8
2.1.2 Prosedur Kegiatan Berbicara
Di dalam kegiatan berbicara ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
sebelum berbicara diantanya : The_jar (2012)
a. Memilih pokok pembicaraan yang menarik hati.
b. Membatasi pokok pembicaraan.
c. Mengumpulkan bahan-bahan.
d. Menyusun bahan (pendahuluan, isi, kemampuan)
e. Melakukan Presentasi
Kemampuan berbicara siswa bervariasi, mulai dari taraf baik atau lancar,
sedang gagap atau kurang. Kenyataan tersebut sebaiknya dijadikan landasan
berbicara di sekolah. Pengajaran berbicarapun harus berlandaskan konsep dasar
berbicara sebagai sarana berkomunikasi. Menurut Ozie Jaak Bah (2012) Di dalam
kegiatan berbicara terdapat lima unsur yang terlibat yaitu:
a.
Pembicara
b. Isi pembicaraan
c.
Saluran
d. Penyimak, dan
e.
Tanggapan penyimak
Konsep dasar berbicara sebagai sarana berkomunikasi mencakup Sembilan
hal, yakni:
1. Berbicara dan menyimak adalah suatu kegiatan resiprokal,
2. Berbicara adalah proses individu berkomunikasi,
3. Berbicara adalah ekspresi kreatif,
9
4. Berbicara adalah tingkah laku,
5. Berbicara adalah tingkah laku yang dipelajari,
6. Berbicara dipengaruhi kekayaan pengalaman,
7. Berbicara sarana memperluas cakrawala,
8. Kemampuan linguistik dan lingkungan berkaitan erat,
9. Berbicara adalah pancaran kepribadian.
2.1.3
Jenis-Jenis Berbicara
Bila diperhatikan mengenai bahasa pengajaran akan kita dapatkan
berbagai jenis berbicara. Antara lain : diskusi, percakapan, pidato menjelaskan,
pidato menghibur, ceramah, dan sebagainya. Ismayanti Said (2013) Berdasarkan
pengamatan minimal ada lima landasan yang digunakan dalam mengklasifikasi
berbicara. Kelima landasan tersebut adalah :
a. Situasi.
Aktivitas berbicara terjadi dalam suasana, situasi, dan lingkungan
tertentu. Situasi dan lingkungan itu dapat bersifat formal atau resmi, mungkin pula
bersifat informal atau tak resmi. Dalam situasi formal pembicara dituntut
berbicara secara formal, sebaliknya dalam situasi tak formal, pembicara harus
berbicara secara tak formal pula. Kegiatan berbicara yang bersifat informal
banyak dilakukan dalam kehidupan manusia sehari-hari.
Jenis-jenis kegiatan berbicara informal meliputi : (1) tukar pengalaman,
(2) percakapan, (3) menyampaikan berita, (4) menyampaikan pengumuman, (5)
bertelepon, dan (6) memberi petunjuk. Sedangkan kegiatan berbicara yang bersifat
10
formal meliputi : (1) ceramah, (2) perencanaan dan penilaian, (3) interview, (4)
prosedur parlementer, dan (5) bercerita.
b. Tujuan.
Akhir pembicaraan, pembicara menginginkan respons dari pendengar
ataupun penyimak. Pada umumnya tujuan setiap orang berbicara adalah untuk
menghibur, menginformasikan, menstimulasikan (memotivasi), meyakinkan, atau
menggerakkan pendengarnya.
c. Metode penyampaian.
Ada empat cara yang bisa digunakan siswa dalam menyampaikan
pembicaraannya, antara lain: (1) penyampaian secara mendadak, (2) penyampaian
berdasarkan catatan kecil, (3) penyampaian berdasarkan hafalan, dan (4)
penyampaian berdasarkan naskah.
d. Jumlah penyimak.
Komunikasi lisan melibatkan dua pihak, pendengar dan pembicara. Jumlah
peserta yang berfungsi sebagai penyimak dalam komunikasi lisan dapat bervariasi
misalnya satu orang, beberapa orang (kelompok kecil), dan banyak orang
(kelompok besar).
e. Peristiwa khusus.
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sering menghadapi berbagai
kegiatan. Sebagian dari kegiatan itu dikategorikan sebagai peristiwa khusus,
istimewa, atau spesifik. Contoh kegiatan khusus itu adalah ulang tahun,
perpisahan, perkenalan, pemberian hadiah. Berdasarkan peristiwa khusus itu
berbicara atau berpidato dapat digolongkan atas enam jenis, (1) pidato presentasi,
11
(2) pidato penyambutan, (3) pidato perpisahan, (4) pidato jamuan (makan malam),
(5) pidato perkenalan, dan (6) pidato nominasi (mengunggulkan).
Dalam artikel lentera kecil (2011) jenis berbicara sebagai berikut: bicara
berdasarkan tujuan, situasi, berdasarkan cara penyamaian, dan berbicara
berdasarkan jumlah pendengar.
Berbicara dapat di lakukan dimana saja kapan saja namun harus
disesuaikan dengan situasi, bagaimana cara penyampaian, tujuan, dan berdasarkan
pendengar atau penyimak.
2.1.4 Keefektifan Berbicara
Berbicara merupakan suatu kemampuan kompleks yang melibatkan
beberapa faktor di antaranya, yaitu kesiapan belajar, kesiapan berpikir, kesiapan
mempraktikkan, motivasi, dan bimbingan. Apabila salah satu faktor tidak dapat
dikuasai dengan baik, akan terjadi kelambatan dan mutu bicara akan menurun.
Semakin tinggi kemampuan seseorang menguasai kelima unsur itu, semakin baik
pula penampilan dan penguasaan berbicaranya. Sebaliknya, semakin rendah
kemampuan seseorang untuk menguasai kelima unsur itu, semakin rendah pula
penguasaan berbicaranya. Akan tetapi, sangat sulit bagi kita untuk menilai faktorfaktor itu karena sulit diukur.
Berdasarkan fakta bahwa kegiatan berbicara cenderung dapat diamati
dalam konteks nyata saat siswa berbicara, maka dalam kegiatan berbicara dapat
dikembangkan penilaian kinerja yang bertujuan menguji kemampuan siswa dalam
mendemontrasikan pengetahuan dan keterampilannya (apa yang mereka
ketahui dan dapat mereka lakukan) pada berbagai situasi nyata dan konteks
12
tertentu. Louanne Johnson
(2004 : 47) Penilaian kinerja mempunyai dua
karakteristik
(1)
dasar
yaitu:
siswa diminta untuk
mendemonstrasikan
kemampuannya dalam mengkreasikan suatu produk atau terlibat dalam suatu
aktivitas (perbuatan), misalnya berpidato, (2) produk dari penilaian kinerja lebih
penting dari pada kinerja (performancenya). Penilaian mengenai apakah yang
akan dinilai itu produk atau kinerjanya akan sangat bergantung pada karakteristik
domain yang diukur. Dalam bidang sastra, misalnya acting dan menari, kinerja
dan produknya sama penting.
Menurut Nurgiyantoro, (2005: 156) Penilaian mengenai kemampuan
kinerja dapat juga dilakukan dengan menggunakan seperti skala penilaian (rating
scale). Walaupun cara ini serupa dengan checklist, tapi skala penilaian
memungkinkan penilai menilai kemampuan siswa secara kontinyu tidak lagi
dengan model dikotomi. Dengan kata lain, kedua cara ini sama – sama
berdasarkan pada beberapa kumpulan keterampilan atau kemampuan kerja yang
hendak diukur checklist hanya memberikan dua katagori penilaian, sedangkan
skala penilaian memberikan lebih dari dua kategori penilaian. Paling tidak ada
tiga jenis skala penilaian, yaitu: (1) numerical rating scale, (2) graphic rating
scale, dan (3) descriptive rating scale. Selain itu, ada pula alat penilaian dalam
berbicara dapat berwujud penilaian yang terdiri atas komponen-komponen
tekanan, tata bahasa, kosakata, kefasihan, dan pemahaman. Penilaian ini adalah
deskripsi masing-masing komponen.
13
a. Tekanan.
1) Ucapan sering tak dapat dipahami.
2) Sering terjadi kesalahan besar dan aksen kuat yang menyulitkan
pemahaman, menghendaki untuk selalu diulang.
3) Pengaruh
ucapan
asing
(daerah)
yang
mengganggu
dan
menimbulkan salah ucap yang dapat menyebabkan kesalah pahaman.
4) Pengaruh ucapan asing (daerah) dan kesalahan ucapan yang tidak
menyebabkan kesalah pahaman.
5) Tidak ada salah ucap yang menolak, mendekati ucapan standar.
6) Ucapan sudah standar.
b. Tata bahasa.
1) Penggunaan tata bahasa hampir selalu tidak tepat.
2) Ada kesalahan dalam pemgunaan pola-pola pokok secara tetap yang
selalu mengganggu komunikasi.
3) Sering terjadi kesalahan dalam pola tertentu karena kurang cermat
yang dapat mengganggu komunikasi.
4) Kadang-kadang terjadi kesalahan dalam penggunaan pola tertentu,
tetapi tidak mengganggu komunikasi.
5) Sedikit terjadi kesalahan, tetapi bukan pada penggunaan pola.
6) Tidak lebih dari dua kesalahan selama berlangsungnya kegiatan
wawancara.
14
c. Kosakata.
1) Penggunaan kosakata tidak tepat dalam percakapan yang paling
sederhana sekalipun.
2) Penguasaan kosakata sangat terbatas pada keperluan dasar personal
(waktu, makanan, transportasi, keluar).
3) Pemilihan
kosakata
sering
tidak
tepart
dan
keterbatasan
penggunaannya menghambat kelancaran komunikasi dalam masalah
sosial dan profesional.
4) Penggnaan kosakata teknis tepat dalam pembicaraan tentang masalah
tertentu, tetapui penggunaan kosakata umum terasa berlebihan.
5) Penggunaan kosakata teknis lebih luas dan cermat, kosakata umum
tepat digunakan sesuai dengan situasi sosial.
6) Penggunaan kosakata teknis dan umum terkesan luas dan tepat sekali.
d. Kelancaran.
1) Pembicaraan selalu berhenti dan terputus-putus.
2) Pembicaraan sangat lambat dan kurang efektif kecuali untuk kalimat
pendek dan rutin.
3) Pembicaraan sering nampak ragu, kalimat tidak lengkap.
4) Pembicaraan kadang-kadang masih ragu, pengelompokan kata kadangkadang tidak tepat.
5) Pembicaraan lancar dan halus, tetapi sekali-kali masih kurang efektif.
6) Pembicaraan dalam segala hal lancar dan halus.
15
e. Pemahaman.
1) Memahami sedikit isi percakapan yang paling sederhana.
2) Memahami dengan lambat percakapan sederhana, perlu penjelasan
dan pengulangan.
3) Memahami percakapan sederhana dengan baik, dalam hal tertentu
masih perlu penjelasan dan pengulangan.
4) Memahami percakapan normal dengan lebih baik, kadang-kadang
mesih perlu pengulangan dan penjelasan.
5) Memahami segala sesuatu dalam percakapan normal kecuali yang
bersifat kedaerahan (bahasa daerah).
6) Memahami segala sesuatu dalam percakapan normal dan kedaerahan.
2.1.5 Aspek – aspeek yang di nilai dalam berbicara
Menurut Burhan (2005 : 94) ada beberapa aspek yang dinilai pada saat
anak berbicara diantaranya sebagai berikut:
a. Ketepatan pengucapan
Seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi
bahasa secara tepat. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat dapat
mengalihkan perahatian pendengar. Sudah tentu pola ucapan dan artikulasi yang
digunakan tidak selalu sama. Setiap orang mempunyai gaya tersendiri dan gaya
bahasa yang dipakai berubah-ubah sesuai dengan pokok pembicaraan, perasaan,
dan sasaran. Akan tetapi kalau perbedaan atau perubahan itu terlalu mencolok,
dan menyimpang, maka keefektifan komunikasi akan terganggu.
16
Setiap penutur tentu sangat dipengaruhi oleh bahasa ibunya. Misalnya,
pengucapan untuk akhiran kan yang kurang tepat, memasukkan. Memang kita
belum memiliki lafal baku, namun sebaiknya ucapan kita jangan terlalu diwarnai
oleh bahasa daerah, sehingga dapat mengalihkan perhatian pendengar. Demikian
juga halnya dengan pengucapan tiap suku kata. Tidak jarang kita dengar orang
mengucapkan kata-kata yang tidak jelas suku katanya. Pengucapan bunyi-bunyi
bahasa yang tidak tepat atau cacat akan menimbulkan kebosanan, kurang
menyenangkan, atau kurang menarik sehingga dapat mengalihkan perhatian
pendengar, mengganggu komunikasi, atau pemakainya dianggap aneh.
b. Ketepatan intonasi
Kesesuaian intonasi merupakan daya tarik tersendiri dalam berbicara dan
merupakan faktor penentu. Walaupun masalah yang dibicarakan kurang menarik,
dengan penempatan intonasi yang sesuai dengan masalahnya menjadi menarik.
Sebaliknya jika penyampaiannya datar saja, hampir dapat dipastikan menimbulkan kejemuan dan keefektifan berbicara berkurang.
Demikian juga halnya dalam pemberian intonasi pada kata atau suku kata.
Tekanan suara yang biasanya jatuh pada suku kata terakhir atau suku kata kedua
dari belakang, kemudian ditempatkan pada suku kata pertama. Misalnya
kata peyanggah, pemberani, kesempatan, diberi tekanan pada pe-, pem-, ke-, tentu
kedengarannya janggal.
c. Pilihan kata (diksi)
Pilihan kata (diksi) hendaknya tepat, jelas, dan bervariasi. Jelas
maksudnya mudah dimengerti oleh pendengar yang menjadi sasaran. Pendengar
17
akan lebih terangsang dan lebih paham, kalau kata-kata yang digunakan sudah
dikenal oleh pendengar. Misalnya, kata-kata populer tentu akan lebih efektif
daripada kata-kata yang muluk-muluk dan kata-kata yang berasal dari bahasa
asing. Kata-kata yang belum dikenal memang membangkitkan rasa ingin tahu,
namun menghambat kelancaran komunikasi. Pilihan kata itu tentu harus
disesuaikan dengan pokok pembicaraan dan dengan siapa kita berbicara
(pendengar).
d. Kelancaran
Seorang pembicara yang lancar berbicara memudahkan pendengar
menangkap isi pembicaraannya. Seringkali kita dengar pembicara berbicara
terputus-putus, bahkan antara bagian-bagian yang terputus itu diselipkan bunyibunyi tertentu yang sangat mengganggu penangkapan pendengar, misalnya
menyelipkan bunyi ee, oo, aa, dan sebagainya. Sebaliknya, pembicara yang terlalu
cepat berbicara juga menyulitkan pendengar menangkap pokok pembicarannya.
Buguruesde (2012) Aspek lainya yang dinilai didalam berbicar terdiri atas aspek
kebahasaan dan non kebahasaan. Aspek kebahasaan terdiri atas ucapan atau lafal,
tekanan kata, nada, dan irama persendian, koskata atau ungkapan dan versi
kalimat atau struktur kalimat. Aspek non kebahasaan terdiri dari kelancaran
penguasaan materi, keberanian, keramahan, ketertiban semangat dan sikap. Dari
pendapat di atas penilaian dapat dilakukan dengan melihat struktur kalimat,
pilihan kata, intonasi, dan kelancara.
18
2.1.6 Manfaat Berbicara
Menurut Supriyadi (2005:178) bahwa apabila seseorang memiliki
keterampilan berbicara yang baik, dia akan memperoleh keuntungan sosial
maupun profesional. Keuntungan sosial berkaitan dengan kegiatan interaksi sosial
antar
individu.
Sedangkan,
keuntungan
profesional
diperoleh
sewaktu
menggunakan bahasa untuk membuat pertanyaan - pertanyaan, menyampaikan
fakta-fakta dan pengetahuan, menjelaskan dan mendeskripsikan. Berbicara adalah
bagaian dari keterampilan dari berbahasa berikut manfaat dari berbicara.
Kemampuan berbicara mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan
sehari-hari. Dengan kemampuan berbicara, siswa akan dapat menyampaikan ide,
pikiran, gagasan, dan perasaannya kepada siswa lain. Manfaat berbicara
diantaranya adalah sebgai berikut :
1.
Diterima baik dalam pergaulan, disebabkan karena tidak menyinggung
perasaan lawan bicara.
2.
Mempunyai banyak sahabat sebab dapat berkomunikasi dengan baik dan
menarik
3.
Dapat menyumbangkan fikiran yang berharga bagi teman-teman yang
memerlukan berkat kepandaiannya menyampaikan gagasan dan cara
pemecahannya.
4.
Mempunyai kesempatan yang besar untuk menjadi pemimpin memerlukan
kemampuan berbicara dengan orang yang dipimpinnya.
5.
Mempunyai peluang yang lebih sukses dalam mencari ilmu dan
memberikan ilmu kepada siswa lain.
19
6. Mempunyai kemampuan untuk sukses dalam menjalankan pekerjaan yang
ada kaitannya dengan siswa lain karena kemampuannya berbicara atau
berkomunikasi.
Sementara itu menurut Luthfi Bachtiar (2012) Berbicara sebagai suatu
keterampilan berbahasa, berbicara sebagai suatu cara berkomunikasi, berbicara
sebagai seni dan ilmu. Berdasarkan kenyataan sehari-hari, maka manfaat
kemampuan berbicara sangat penting untuk dimiliki seseorang siswa. Dengan
demikian, kemampuan berbicara harus dipelajari sejak dini agar terampil
berbicara sehingga apa yang disampaikan dapat dimengerti oleh penyimak.
2.1.7 Langkah – langkah Dalam Berbicara
Slamet Suyanto (2005 : 172) menyatakan bahwa untuk melatih siswa
berkomunikasi
secara
lisan
yaitu
dengan
melakukan
kegiatan
yang
memungkinkan siswa berinteraksi dengan teman atau siswa lain. Guru dapat
mendisain berbagai kegiatan yang memungkinkan siswa mengungkapkan ide,
perasaan, dan emosinya. Implikasi didalam berbicara Produksinya berupa ujaranujaran yang sesuai dengan situasi sosial, situasi sosial itu berhubungan dengan
dengan langkah: (a) siapa yang berbicara, (b) dengan siapa berbicara, (c) apa yang
dibicarakan, (d) bagaimana membicarakan, (e) kapan dan di mana dibicarakan,
dan (f) menggunakan media apa dalam membicarakan. Sementara itu menurut
Rahmat (2013) Guru menjadi model untuk siswa, Menerapkan pembelajaran
dengan pendekatan Modeling The Way (membuat contoh praktik) dan adanya
langkah penilaian keterampilan berbicara bahasa Indonesia. Dari langkah –
20
langkah ini siswa dan guru mampu memposisikan dirinya didalam proses
pembelajaran yang dijalankan.
2.1.8 Tujuan berbicara
Menurut Moelichatoen (2005 ; 85) tujuan berbicara pada siswa :
a) Menguasai bahasa reseptif. Mendengarkan dan memahami apa yang di
dengar meliputi ; memahami perintah, menjawab pertanyaan mengikuti
urutan peristiwa.
b) Menguasai bahasa ekspresif yang meliputi : menguasai kata – kata baru,
menggunakan pola bicara orang dewasa.
c) Berkomunikasi secara verbal dengan orang lain, berbicara sendiri atau
berbicara kepada orang lain.
d) Keasikan menggunakan bahasa. Bahan dan peralatan yang dapat digunakn
dalam kaitan pengembangan keterampilan bahasa adalah segala sesuatu
yang dapat mengembangkan gambaran mental tentang apa yang didengar
seperti suara angin, mobil dsb.
Seorang pembicara pada dasarnya terdiri dari empat hal yang diperlukan
dalam menyatakan pendapatnya kepada siswa lain. Pertama, sang pembicara
merupakan suatu kemauan, suatu maksud, yang diinginkannya dimiliki oleh siswa
lain, yaitu suatu pikiran. Kedua, sang pembicara adalah pemakai bahasa,
membentuk pikiran dan perasaan menjadi kata-kata. Ketiga, sang pembicara
adalah sesuatu yang ingin disimak, ingin didengarkan, yang menyampaikan
maksud dan kata-katanya kepada siswa lain melalui suara. Tujuan berbicara
21
adalah untuk
menginformasikan,
untuk
melaporkan,
sesuatu
hal
pada
pendengarnya.
2.2
Hakikat Medode Diskusi
2.2.1 Pengertian Metode Diskusi
Metode (method), secara harfiah berarti cara. Selain itu metode atau
metodik berasal dari bahasa Greeka, metha, (melalui atau melewati), dan hodos
(jalan atau cara), jadi metode bisa berarti jalan atau cara yang harus di lalui untuk
mencapai tujuan tertentu.
Kata “Diskusi” berasal dari bahasa latin yaitu “Discussus” yang berarti “to
examine” “Invertigate” ( Memerisa / menyelidiki ). Dalam pengertian umum
diskusi ialah suatu proses yang melibatkan dua atau lebih individu yang
berintegrasi secara verbal dan saling berhadapan muka mengenai tujuan atau
sasaran yang sudah tertentu melalui secara tukar menukar informasi ( Information
Sharing), mempertahankan pendapat (Self Maintenance), atau pemecahan masalah
( Problem Solving ). Menurut Teacher Creative corner tentang diskusi ( 2011 )
Diskusi adalah proses interaksi tingkat tertinggi yang merangsang daya fikir,
logika, kritis dan santun. Dalam kegiatan ini sejelek apapun pendapat, sanggahan
dan klarifikasi siswa adalah hal yang maha baik dalam memulai suatu sikap peka
terhadap lingkungan dan isu-isu tertentu dalam mencari jalan keluar. Dimana
sudah barang tentu merupakan kreatifitas yang sangat layak mendapat
penghargaan.
Menurut Nana Sudjana (2004 :79) Diskusi pada dasarnya ialah tukar
menukar informasi, pendapat, dan unsur-unsur pengalaman secara teratur dengan
22
maksud untuk mendapat pengertian bersama yang lebih jelas dan lebih teliti
tentang sesuatu, atau untuk mempersiapkan dan merampungkan keputusan
bersama. Disamping itu menurut M. Atar Semi (2009 : 10) Diskusi adalah suatu
percakapan yang terarah yang berbentuk pertukaran pikiran antra dua orang atau
lebih secara lisan untuk mendapatkan kesepakatan atau kecocokan dalam usaha
memecahkan masalah yang dihadapi. Sementara itu menurut Muchlisin (2013)
Metode diskusi adalah cara penyajian/ penyampaian bahan pelajaran dimana guru
memberikan kesempatan kepada para siswa/ kelompok-kelompok siswa yang
mengadakan pembicaraan ilmiah guna mengumpulkan pendapat, membuat
kesimpulan atau menyusun berbagai alternatif pemecahan atas suatu masalah.
Metode diskusi ini sangat tepat untuk memberikan motivasi dan semangat belajar
tinggi kepada siswa.
2.2.2 Kelebihan dan Kekurangan metode diskusi
Menurut Syaiful Bahri Djamarah, (2007: 12) mengemukakan kelebihan
dan kekurangan metode diskusi :
a. Kelebihan metode diskusi :
1) Melatih siswa untu berbicara mengemukanan pendapat.
2) Menyadarkan siswa bahwa berdiskusi mereka saling mengemukakan
pendapat secara kontruktif sehingga dapat di peroleh keputusan yang
lebih baik.
3) Membiaskan siswa untuk mendengarkan pendapat siswa lain sekalipun
berbeda dengan pendapatnya sendiri dan membiasakan bersikap toleran.
23
4) Menyadarkan siswa bahwa masalah dapat dipecahkan dengan berbagai
jalan dan bukan dengan satu jalan (satu jawaban saja).
b. Kekurangan metode diskusi :
1) Tidak dapat dipakai pada kelompok yang besar.
2) Peserta diskusi dapat informasi yang terbatas.
3) Dapat dikuasai oleh siswa – siswa yang suka berbicara dan
4) Biasanya siswa menghendaki pendekatan yang lebih formal.
Sementara itu Menurut Subroto (2002 : 185) ada beberapa kelebihan dan
kelemahan metode diskusi, kelebihan metode diskusi yakni : Metode diskusi
melibatkan siswa secara langsung dalam proses belajar. Setiap siswa dapat
menguji pengetahuan dan penguasaan pada bahan pelajarannya masingmasing. Metode diskusi dapat menumbuh dan mengembangkan cara berpikir dan
sikap ilmiah. Dengan mengajukan dan mempertahanka pendapatnya dalam diskusi
diharapkan para siswa akan dapat memperoleh kepercayaan akan (kemampuan)
diri sendiri. Metode diskusi dapat menunjang usaha-usaha pengembangan sikap
sosial dan sikap demokratis para siswa.
Sedangkan kelemahannya adalah diskusi tidak dapat
diramalkan
sebelumnya mengenai bagaimana hasil sebab tergantung kepada kepemimpinan
siswa dan partisipasi anggota-anggotanya dalam diskusi. Suatu diskusi
memerlukan keterampilan-keterampilan tertentu yang belum pernah dipelajari
sebelumnya. Jalannya diskusi dapat dikuasai (didominasi) oleh beberapa siswa
yang menonjol. Tidak semua topik dapat dijadikan pokok diskusi, akan tetapi
hanya hal-hal yang bersifat problematis saja yang dapat didiskusikan. Diskusi
24
yang mendalam memerlukan waktu yang banyak. Siswa tidak boleh merasa
dikejar-kejar waktu.
Perasaan dibatasi waktu menimbulkan kedangkalan dalam diskusi
sehingga hasilnya tidak bermanfaat. Apabila suasana diskusi hangat dan siswa
sudah berani mengemukakan pikiran mereka maka biasanya sulit untuk
membatasi pokok masalahnya. Sering terjadi dalam diskusi siswa kurang berani
mengemukakan pendapatnya. Jumlah siswa di dalam kelas yang terlalu besar akan
mempengaruhi setiap siswa untuk mengemukakan pendapatnya.
2.2.3 Manfaat Metode diskusi
Menurut Sofyan Mustari (2012) manfaat dari diskusi (1) siswa dapat
memahami suatu masalah, mengetahui latar belakang masalah atau sebab-sebab
dan menemukan jalan keluar atau solusi masalah yang sulit. (2) siswa dapat
menentukan suatu kesepakatan untuk melakukan tindakan, kegiatan, pekerjaan,
dan bersikap tertentu. (3) siswa dapat menganalisis bersama suatu masalah dan
mencari alternatif-alternatif gagasan, rencana kebijakan, tindakan atau keputusan
yang tepat. (4) siswa dapat memperoleh informasi, ide atau gagasan dari siswa
lain, dapat belajar dari siswa lain tentang pengalaman, cara berpikir, cara bersikap,
cara mengambil keputusan atau kesimpulan, dan lain-lain. (5) siswa dapat saling
mengamati, saling menilai, saling belajar, saling menghargai. (6) siswa dapat
belajar mengemukakan pendapat dan berlatih menanggapai pendapat siswa lain.
(7) siswa dapat belajar berorganisasi baik sebagai anggota maupun staf pimpinan
25
Diskusikan dan memberikan pengarahan seperlunya mengenai cara-cara
pemecahannya. Sementara itu menurut Wina Sanjaya, (2007 : 53). manfaat lain
dari berdiskusi diantaranya adalah :
1. Siswa dapat memahami suatu masalah, mengetahui latar belakang masalah
atau sebab-sebab dan menemukan jalan keluar atau solusi masalah yang
sulit.
2. Siswa dapat menentukan suatu kesepakatan untuk melakukan tindakan,
kegiatan, pekerjaan, dan bersikap tertentu.
3. Siswa dapat menganalisis bersama suatu masalah dan mencari alternatifalternatif gagasan, rencana kebijakan, tindakan atau keputusan yang tepat.
4. Siswa dapat memperoleh informasi, ide atau gagasan dari peserta lain,
dapat belajar dari peserta lain tentang pengalaman, cara berpikir, cara
bersikap, cara mengambil keputusan atau kesimpulan, dan lain-lain.
5. Siswa dapat saling mengamati, saling menilai, saling belajar, saling
menghargai.
6. Siswa dapat belajar mengemukakan pendapat dan berlatih menanggapai
pendapat orang lain.
7. Siswa dapat belajar berorganisasi baik sebagai angota maupun staf
pimpinan.
Dengan berdiskusi manfaat yang didapat buka saja untuk guru namun juga
kepada siswa sebagai peserta dalam diskusi tersebut.
26
2.2.4
Langkah-Langkah Pengunaan Metode Diskusi
Menurut Wina Sanjaya, (2007 : 156) langkah – langkah Penggunaan
metode diskusi yakni adanya persiapa, pelaksanan, dan menutup diskusi. Dalam
hal ini ada beberapa langkah yang harus dilakukan guru sebelum diskusi
dilakukakan seperti:
1. Guru mengemukakan masalah yang akan didiskusikan dan memberikan
pengarahan seperlunya mengenai cara-cara pemecahannya.
2. Dengan pimpinan guru, siswa membentuk kelompok diskusi, memilih
pemimpin diskusi (ketua, sekretaris/ pencatat, pelapor dan sebagainya (bila
perlu), mengatur tempat duduk, ruangan sarana dan sebagainya.
3. Para siswa berdiskusi di kelompoknya masing-masing sedangkan guru
berkeliling dari kelompok satu ke kelompok yang lain untuk menjaga serta
memberi dorongan dan bantuan sepenuhnya agar setiap anggota kelompok
berpartisipasi aktif supaya diskusi berjalan dengan lancar.
4. Kemudian tiap kelompok diskusi melaporkan hasil diskusinya. Hasil-hasil
diskusi yang dilaporkan ditanggapi oleh semua siswa (terutama bagi
kelompok lain). Guru memberi ulasan dan menjelaskan tahap-tahap
laporan-laporan tersebut.
5. Para siswa mencatat hasil diskusi tersebut, dan para guru mengumpulkan
hasil diskusi dari tiap-tiap kelompok, sesudah siswanya mencatat untuk
fail kelas.
Dalam proses diskusi, peranan guru sangat penting untuk memastikan
diskusi berjalan dengan baik. Berikut ini peranan guru dalam metode diskusi:
27
1. Penunjuk jalan
Guru memberikan petunjuk umum dalam diskusi untuk mencapai
kemajuan di dalam diskusi. Guru merumuskan jalannya diskusi andaikata terjadi
penyimpangan dari masalah. Apabila guru mengalami dalam diskusi terjadi
jawaban buntu, maka guru meluangkan jalan bagi siswa sehingga diskusi berjalan
dengan lancar.
2. Pengatur lalu lintas
Guru mengajukan semua pertanyaan secara teratur untuk semua anggota
diskusi, guru menjaga agar semua anggota dapat berbicara bergiliran untuk ini
biasanya diadakan urutan-urutannya atau terjamin, guru menjaga supaya diskusi
jangan hanya semata-mata dikuasai oleh siswa - siswa yang gemar berbicara, guru
terhadap siswa yang pendiam dan pemalu guru harus mendorongnya supaya ia
berani mengeluarkan pendapatnya.
3. Diding penangkis
Guru atau pemimpin diskusi harus memantulkan semua pertanyaan yang
diajukan kepada semua pengikut diskusi. Dia tidak harus menjawab pertanyaan
yang harus diberikan kepadanya. Dia hanya boleh menjawab pertanyaan yang
tidak dapat dijawab oleh pengikut diskusi. Ini bertujuan agar semua peserta
diskusi dapat menjawabnya. Sementara itu Wawan Suandi (2013) (1) Guru
mengemukakan masalah yang akan didiskusikan dan memberikan pengarahan
seperlunya, Dapat pula pokok masalah yang akan didiskusikan ditentukan
bersama-sama oleh guru dan siswa. (2) Dengan pimpinan guru para siswa
membentuk kelompok-kelompok diskusi, memilih pimpinan diskusi. (3) Para
28
siswa berdiskusi dalam kelompok, sedangkan guru menjaga ketertiban dan dapat
memberikan dorongan dan bantuan sepenuhnya agar setiap anggota kelompok
dapat berpartisipasi aktif dan agardiskusi berjalan lancar. (4) Kemudian tiap
kelompok melaporkan hasil diskusinya. (5) Akhirnya para siswa mencatat hasil
diskusi,dan guru mengumpulkan laporan hasil diskusi dari tiap kelompok. Dengan
menggunakan metode diskusi ini siswa dapat mengembangkan sikap toleransi,
demokrastis, berpikir kritis, sistematis dalam memecahkan suatu persoalan.
2.2.5 Tujuan Penggunaan Metode Diskusi
.
Di dalam setiap diskusi yang di laksana memiliki tujuan menurut Sibage
(2013) diantaranya:
a.
Dengan
diskusi
siswa
didorong
menggunakan
pengetahuan
dan
pengalamannya untuk memecahkan masalah, tanpa selalu bergantung pada
pendapat siswa lain (Siswa dilatih berpikir dan memecahkan masalah
sendiri).
b.
Siswa mampu menyatakan pendapatnya secara lisan, dalam hal ini siswa
melatih diri untuk menyatakan pendapatnya sendiri secara lisan tentang
suatu masalah bersama.
d.
Diskusi memberi kemungkinan pada siswa untuk belajar berpartisipasi
dalam pembicaraan untuk memecahkan suatu masalah bersama.
Menurut Shvoong.com tentang tujuan metode diskusi digunakan (2011)
Melalui metode diskusi tujuan pengajaran selain untuk mencari dan menemukan
jawaban yang benar dan setepat-tepatnya juga dimaksudkan untuk : a) Dapat
menemukan cara baru yang ditempuh dalam menyelesaikan masalah yang
29
dihadapi bersama. b) Mengumpulkan fakta dan pendapat-pendapat dari para
peserta atau pihak yang diminta keterangan. c) Merumuskan hasil diskusi dan
kemungkinan tindak lanjut yang dapat direalisasikan. Dari pendapat diatas tujuan
diskusi adalah melatih siswa dan mampu memeberi motivasi di dalama proses
pembelajaran.
2.2.6 Kajian Yang Relevan
Untuk mendukung penelitian ini, berikut dikemukakan hasil penelitian
terdahulu yang berhubungan dengan penelitian ini :
Apson
Matandatu
(2010),
dalam
skripsinya
yang
berjudul
“Meningkatkan Kemampuan berbicara melalui Metode diskusi pada siswa kelas V
SD Inpres Kelapa Lima Kecamatan Popayato Timur Kabupaten Pohuato ” Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa metode diskusi dapat digunakan untuk
meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Hal ini Nampak pada hasil siklus
dengan rincian pada obserfasi awal 5 orang (38%), siklus I 7 orang (54%) dan
siklus II 10 orang (77%) dengan jumlah siswa 13 orang. Hasil penelitian dengan
penelitian yang saya lakukan tidak berbeda karena memiliki kesamaan akan tetapi
perbedaannya adalah pada jenjang kelas penelitian yang dilakukan berbeda. Saya
melakukan penelitian di kelas IV. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh
Apson Matandatu di kelas V.
Rita Musa (2013), dalam skripsinya yang berjudul “Meningkatkan
kemanpuan berbicara melalui metode simulasi
pada siswa kelas IV SDN
POHUATO. Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan
dalam 2 siklus. Metode yang dilakukan adalah deskriftif kualitatif dengan data
30
yang di peroleh yakni data obserfasi awal kemampuan bicara siswa hanya 25% 6
orang dari 25 setelah dilaksanakan siklus I terjadi peningkatan 35% atau 11 orang
dan pada siklus kedua kemampuan siswa meningkat menjadi 81% atau 21 orang
siswa yang meningkat kemampuan bicaranya melalui metode simulasi.
Raimun Eraku (2010), dalam skripsinya yang berjudul “Meningkatkan
Kemampuan berbicara siswa melalui Metode bermain peran di kelas IV SD
Milangodaa Kecamatan Popayato Timur Kabupaten Pohuato”. Hasil penelitian ini
menunjukan bahwa Metode bermain peran dapat digunakan untuk meningkatkan
keterampilan berbicara siswa. Hal ini Nampak pada hasil siklus dengan rinciann
pada obserfasi awal 11 orang (44%), siklus I 15 orang (63%) dan siklus II 21
orang (85%) dengan jumlah siswa 25 orang. Hasil penelitian dengan yang saya
lakukan tidak jauh berbeda karena memiliki kesamaan, akan tetapi perbedaannya
adalah penelitian menggunakan metode bermain peran sementara saya
menggunakan metode diskusi.
Dari tiga penelitian tentang berbicara masing – masing memiliki metode
penelitian yang berbeda. Jika Apson Matandatu dalam skripsinya yang berjudul
meningkatkan kemampuan berbicara melalui metode diskusi pada siswa keas V
penelitian saya mengacu pada kemampuan siswa berbicara menggunakan metode
diskusi di kelas IV SD, Rita Musa dengan metode simulasi dan Raimun Eraku
dengan metode bermain peran maka peneliti dengan metode diskusi.
Download