1 RUNTUHNYA MEDIA MASSA ISLAM ALTERNATIF (Analisis Kritis

advertisement
RUNTUHNYA MEDIA MASSA ISLAM ALTERNATIF
(Analisis Kritis Terhadap Penyebab Matinya Ulumul Qur’an 1998)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
Untuk memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Strata Satu Ilmu Komunikasi
Disusun Oleh :
FATHOR RAHMAN
10730078
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2015
1
2
3
4
MOTTO
“Lebih baik bertindak walaupun sedikit dari pada tenggelam dalam angan-angan
untuk bertindak banyak”
(Zainal Arifin Thoha)
“Jalanilah kebaikan seperti melangkahkan kaki di atas tanah yang basah.
Memang tak terdengar bunyinya, tetapi jelas sekali bekasnya”
(Nashaih)
5
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
Keluarga tercinta, para guru, sahabat, teman pergerakan, para penulis,
almamater prodi Ilmu Komuniksi Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta, bangsa dan negara
6
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatNya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Runtuhnya Media Massa
Islam Alternatif (Analisis Kritis Terhadap Penyebab Matinya Ulumul Qur’an
1998)”.
Penulis menyadari bahwa mulai perencanaan sampai dengan penyelesaian skripsi
ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan-bantuan dari berbagai pihak, oleh karena
itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak
sebagai berikut:
1.
Dr, H. Kamsi selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta.
2.
Drs. H. Bono Setyo, M.Si selaku Kepala Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas
Ilmu Sosial dan Humaniora, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
3.
Dr. Iswandi Syahputra selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing
saya selama mengerjakan skripsi.
4.
Seluruh dosen Prodi Ilmu Komunikasi terima kasih atas ilmu yang diberikan selama
ini.
5.
Keluarga tercinta yang tidak henti-hentinya berdoa.
6.
Sahabat-sahabat semuanya seperjuangan, senasib, dan seperguruan
Semoga Allah senantiasa memberikan Rahmat dan karuniaNya kepada semua pihak
yang telah memberikan segala bantuan tersebut di atas. Skripsi ini tentu saja masih jauh
dari kata sempurna, sehingga penulis menerima kritik dan saran demi perbaikan.
Akhirnya semoga skripsi ini bermanfaat aamiin ya rabbal alamin.
Yogyakarta, 1 Juni 2015
Penulis
Fathor Rahman
NIIM. 10730078
7
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ........................................... ii
HALAMAN NOTA DINAS PEMBIMBING ................................................iii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iv
HALAMAN MOTTO ....................................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii
DAFTAR ISI ...................................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xi
ABSTRAK ....................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 9
C. Tujuan Penulisan ................................................................................... 10
D. Manfaat Penulisan ................................................................................. 10
E. Telaah Pustaka....................................................................................... 11
F. Landasan Teori ...................................................................................... 13
G. Metode Penelitian .................................................................................. 24
BAB II GAMBARAN UMUM
A. Tekanan Kekuasaan di Balik Sejarah Lahirnya Ulumul Qur’an ........... 35
B. Problem Antiklimaks di Balik Perumusan Corak Tulisan dan
Perjuangan Para Tokoh Penggagas ................................................. 43
8
C. Rubrikasi dan Susunan Redaksi ............................................................ 48
D. Misi Idealis Penerbit dan Kakarteristik Tema Besar Kajian ................. 53
E. Media Islam Pertama Peletak Ideologi Kesetaraan Gender .................. 62
BAB III HASIL PENELITIAN DANPEMBAHASAN
A. Standing Position Media Islam Ulumul Qur’an di Tengah Kepungan
Ideologi ................................................................................................. 66
B. Problem Kelas Dominan dan Status Quo Media Konvensional ........... 77
C. Benturan Ideologi Sebagai Simbol Relasi Sosial dalam Media Massa . 85
D. Media Islam Ulumul Qur’an dalam Jebakan Hegemoni Masyarakat
Kapitalis ........................................................................................... 89
E. Kekuatan high politics 1998 dalam Dinamika Media Islam Ulumul
Qur’an .............................................................................................. 95
F. Manajemen Penerbitan yang Kurang Memadai .................................. 102
G. Perjuangan Mewujudkan Islam Moderat yang Belum Tuntas ............ 106
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................................... 111
B. Saran .................................................................................................... 112
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 114
LAMPIRAN ................................................................................................... 117
9
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Jurnal Ulumul Qur'an Edisi Perdana Tahun 1989
Gambar 2: Jurnal Ulumul Qur’an Nomor 4 Volume V Tahun 1994
Gambar 3 : Jurnal Ulumul Qur’an Volume III No.1 Tahun 1992
Gambar 4 : Jurnal Ulumul Qur'an dalam beberapa edisi dari tahun 1990-1998
Gambar 5 : Jurnal Ulumul Qur’an Rubrik Ilmu dan Teknologi No. 4 VII Tahun 1997
Gambar 6 : Jurnal Ulumul Qur’an Rubrik Risalah Volume II Tahun1990
Gambar 7 : Jurnal Ulumul Qur’an Rubrik Transisi Volume II Tahun 1990
10
ABSTRACT
Journal Ulumul Qur’an is the Islamic alternative media. The alternative to various
other Islamic media. Islamic alternative media is a term to be mentioned to show the face
of the mass media that has the breath of a moderate Islam. Recognized or not, Islamic
alternative media have participated to coloring Islamic media development in general in
the country. Islamic Media Ulumul Qur'an even has a role as a medium for spreading the
idea of pluralism, peace, and social integration. Today, almost no Islamic media that the
main media. Therefore, Islamic media now is the Islamic alternative media, which is an
alternative to the main media. The presence of Islamic alternative media such as Ulumul
Quran in his time not to fight the power. But the power of the Islamic media alternatives
to meet the public space with a discourse that encourages social integration and
solidarity of several social groups who love diversity, tolerance, and civility. But amid
great expectations in the ground the teachings of Islam, the Koran Ulumul slowly but
surely sway. Media which was originally an example of how alternative thinking born of
young children are restless witnessed outbreaks of Islamic radicalism in the New Order
at the point of climax die. Media who from the beginning wanted to show the face of a
friendly and tolerant Islam is ultimately to be folded. Ulumul Qur'an ceased publication
since 1998 for reasons that are also uncertain whether the problem of financial crisis or
other motives.
Keywords: Alternative Islamic Media, Critical Analysis, and Journal Ulumul
Qur'an
11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Era liberalisasi media telah berlangsung lebih dari satu dasawarsa,
tepatnya sejak gerakan reformasi 1998 berhasil menumbangkan rezim
otoritarian Orde Baru yang berkuasa selama 32 tahun. Semangat reformasi
adalah kebebasan, termasuk di dalamnya kebebasan media. Sebelumnya, selama
tiga dasawarsa media di Indonesia –seperti halnya lembaga-lembaga sosial
lainnya- mengalami pembungkaman secara sistematis (Gaus AF, 2011: 69).
Media yang menjalankan fungsi kritik di luar konteks kepentingan kekuasaan
tak pernah dibiarkan hidup. Jika kembali membuka lipatan sejarah media di
Indonesia tepatnya pada tahun 1974 setelah terjadi peristiwa Malari, penguasa
Orde Baru memberangus sejumlah media massa karena menyampaikan kritik
yang dinilai tidak bertanggung jawab dan dianggap membahayakan keamanan
Negara dengan mengungkapkan beberapa kasus korupsi, menyoroti masuknya
modal asing, mempersoalkan Dwifungsi ABRI, dan menghasut masyarakat
untuk tidak mempercayai pemerintah (Haryanto, 1996).
Pada tahun 1978 pemberangusan terhadap media kembali terjadi. Kasus
ini terkait dengan dukungan pemberitaan media terhadap aksi-aksi mahasiswa
yang menentang pencalonan kembali Soeharto sebagai presiden (Surjomihardjo,
1980: 145-156). Pemberangusan terhadap media massa yang paling mononjol
terjadi pada tahun 1994 yang menimpa majalah Tempo, Editor, dan Tabloid
12
Detik. Pemberangusan ini tentu menarik perhatian, sebab terjadi pada saat dunia
telah menyaksikan runtuhnya rezin-rezim otoriter di Uni Soviet dan Eropa Timur
yang melahirkan gerakan demokratisasi di seluruh dunia. Namun hilangnya
kebebasan media tidak dengan sendirinya menghilangkan sikap kritis
masyarakat.
Di masa Orde Baru banyak bermunculan media bawah tanah
(underground press), yang lazim disebut sebagai pers alternatif (Kurniawan,
2011: 45). Media jenis ini berpretensi melawan penguasa. Paling tidak
menyajikan berita dan opini yang berbeda dengan berita dan opini versi
pemerintah dan kekuasaan. Dengan sendirinya peredaran media jenis ini tidak
terikat oleh izin dari pemerintah (dalam hal ini Departemen Penerangan yang
berwenang mengeluarkan surat izin usaha penerbitan pers). Jumlah media
alternatif secara pasti sulit dilacak lantaran mereka bergerak dengan bebas tanpa
ikatan waktu, kemudian berganti nama dan penampilan baru. Namun demikian
dalam konteks perlawanan terhadap pemerintah pasca pemberangusan Tempo,
Editor, Tabloid Detik, ada dua pers alternatif yang sangat fenomenal yakni
Kabar Dari Pijar dan Independen (Gaus AF, 2011: 70).
Keduanya menjadi prototipe media alternatif yang sangat berpengaruh dan
menjadi referensi kalangan aktivis masyarakat, mahasiswa, dan cendekiawan,
sebelum kemudian menyusul penerbitan media alternatif di dunia maya dengan
pretensi yang sama; menyajikan pemberitaan dan opini yang berbeda dari versi
resmi. Sejak itulah kemudian gerakan media alternatif ini acapkali melahirkan
disparitas berupa perlawanan terbuka terhadap penguasa melalui berbagai aksi
13
oposisi unjuk rasa. Puncaknya adalah gerakan reformasi pada tahun 1998 yang
berhasil menggulingkan pemerintahan Soeharto. Menurut Ishadi SK (2014),
reformasi lahir tidak sebatas dipengaruhi oleh faktor fisik seperti gerakan
mahasiswa dan sejenisnya, tetapi juga faktor domain media yang berpengaruh
cukup besar.
Dengan kata lain secara universal kehidupan media massa pada masa Orde
Baru digambarkan sebagai sarana propaganda pemerintah untuk menggerakkan
pembangunan nasional. Untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah mengontrol
kehidupan pers melalui berbagai legislasi dan penguasaan struktur korporasi
media. Sehingga kehidupan pers pada era Orde Baru tak lebih dari arena
pagelaran kekuasaan (Syahputra, 2013: 29). Jika media alternatif bisa
dimanfaatkan untuk melawan monopoli arus informasi, menampung dan
menyalurkan aspirasi, menggalang dukungan dan sejenisnya, maka media
alternatif terhadap rezim berpotensi dapat menjadi arus media yang menciptakan
integrasi sosial. Era media alternatif oposisi terhadap rezim mungkin telah
berakhir, tetapi pemanfaatan media alternatif sebagai sarana mendesiminasi
gagasan perdamaian dan menciptakan kohesi sosial tampaknya belum banyak
dilakukan.
Kondisi objektif masyarakat Indonesia bagaimanapun masih rentan
terhadap friksi, upaya adu domba, dan konflik horizontal (Abubakar, 2006: 86).
Kondisi ini sangat tidak menguntungkan bagi upaya resolusi konflik,
perdamaian, maupun integrasi sosial. Bahkan sebaliknya media arus utama ikut
memperkeruh suasana, mempertebal rasa saling curiga, dan menjauhkan
14
masyarakat dari situasi harmoni. Di sinilah peran media alternatif yang dikelola
kelompok-kelompok moderat dalam masyarakat sipil menjadi penting.
Kelompok-kelompok
moderat
memanfaatkan
media
alternatif
untuk
memperkuat dasar-dasar kohesi sosial yang tercerai berai (Abubakar, 2006: 87).
Atas dasar itu kelompok-kelompok moderat ditantang untuk memanfaatkan
media Islam alternatif sebagai jembatan keragaman. Mereka secara konsisten
menegaskan keragaman sebagai realitas yang perlu terus dipupuk dengan spirit
kebersamaan.
Pertanyannya, media alternatif apa yang bisa dimanfaatkan oleh
kelompok-kelompok moderat untuk menyebarkan wacana-wacana integrasi
sosial? Pada titik ini peneliti akan fokus pada kajian media alternatif berupa
majalah/Jurnal yang berpretensi besar pada lahirnya diskursus tentang
kemajemukan dan toleransi. Salah satu jurnal yang memiliki kontribusi besar
dalam percaturan gerakan toleransi adalah jurnal Ulumul Qur’an. Ulumul Quran
merupakan media Islam alternatif. Alternatif terhadap berbagai media Islam
yang lain. Media Islam alternatif merupakan istilah yang hendak disebutkan
untuk menunjukkan wajah media massa yang memiliki nafas Islam moderat.
Media Islam alternatif jenis ini diakui atau tidak telah ikut serta mewarnai
perkembangan media Islam secara umum di tanah air seperti misalkan di tengah
media Islam mainstream seperti halnya Republika. Media Islam Ulumul Qur’an
bahkan ikut memerankan diri sebagai corong dari penyebaran gagasan
pluralisme, perdamaian, dan integrasi sosial.
15
Dewasa ini, nyaris tidak ada media Islam yang merupakan media arus
utama (kecuali mungkin Republika, sebuah harian yang awal-awal kelahirannya
pada 1990 menampakkan wajah moderat-liberal, namun belakangan cenderung
bergerak ke ‘kanan’) (Maryadi, 2006). Karena itu, semua media Islam saat ini
adalah media Islam alternatif, yakni alternatif terhadap media umum. Kehadiran
media Islam alternatif seperti Ulumul Qur’an di zamannya bukan untuk
melawan kekuasaan. Namun kekuatan media Islam alternatif tersebut untuk
memenuhi ruang publik dengan wacana-wacana yang mendorong integrasi
sosial dan menggalang solidaritas dari beberapa kelompok sosial yang mencintai
kemajemukan, toleransi, dan keadaban.
Dalam konteks demikian, menurut Ulil Abshar Abdallah (2007) media
massa Islam alternatif itu sendiri dapat dimasukkan kepada tiga kategori. Yakni
media moderat, media fundamentalis, dan media mistis. Masing-masing media
ini –terutama yang pertama dan kedua- juga menempatkan dirinya sebagai
alternatif yang lain. Media Islam pluralis lahir sebagai alternatif terhadap media
Islam fundamentalis. Sehingga praksis terjadi perang wacana antara kedua kubu,
atau ketiga kubu media Islam yang bertolak belakang tersebut.
Sebenarnya sedikit sulit mengkaji media alternatif dalam konteks integrasi
sosial, harmoni, dan kohesi sosial lainnya. Sebab setiap pemikiran alternatif
dalam kacamata sosiologis justru seringkali mengakibatkan terjadinya resistensi
karena ia menawarkan pemikiran yang berbeda dengan arus utama. Kasus
Nurcholish Madjid pada tahun 1970-an dapat dijadikan ilustrasi menarik. Ketika
mewacanakan pembaruan pemikiran Islam yang notabene merupakan alternatif
16
terhadap pemikiran Islam yang mapan, Nurcholish Madjid menyadari bahwa
proyek pembaruan yang diusungnya akan menimbulkan problem disitegrasi di
tengah-tengah umat (Nabil, 2008: 29). Nurcholish Madjid yang akrab disapa Cak
Nur ini harus memilih antara melakukan pembaruan yang niscaya akan
menimbulkan penolakan ataukah tetap memelihara integrasi umat sembari
mengabaikan pembaruan.
Pada titik klimaksnya pilihan tetap dijatuhkan pada usaha pembaruan
pemikiran. Selanjutnya adalah konflik dan polemiknya nyaris tak berkesudahan
di tubuh umat Islam Indonesia, meskipun biaya sosialnya cukup mahal, tetapi
tetap harus dicatat proyek pembaruan Cak Nur telah berhasil membangun
lapisan generasi baru yang memiliki wawasan moderat dan alternatif dalam
memahami Islam di tengah-tengah persoalan bangsa Indonesia yang majemuk.
Dalam konteks media Islam, fenomena Ulumul Qur’an merupakan contoh
bagaimana pemikiran-pemikiran alternatif dikembangkan. Ulumul Qur’an
merupakan media yang diterbitkan oleh lembaga Studi Agama dan Filsafat
(LSAF) dan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI). Semangat Ulumul
Qur’an sejatinya mengusung peradaban Islam dengan elemen-elemennya yang
komprehensif. Dengan keyakinan bahwa bawah Al-Quran merupakan pondasi
ilmu dan kebudayaan Islam, maka Ulumul Qur’an berbicara banyak hal
mengenai kandungan isi Al-Quran secara luas, terbuka, dan kritis.
Meskipun Sudut pandang yang dibicarakan sejak awal adalah Islam,
namun berbagai kalangan bisa berdialog secara kritis dan terbuka. Kalangan
cendikiawan yang dihadirkan oleh Ulumul Qur’an adalah mereka yang memiliki
17
wawasan berpikir moderat dan inklusif. Mereka juga berasal dari berbagai latar
belakang tradisi keilmuan mulai dari Filsafat, Politik, Kebudayaan, Ekonomi,
Psikologi, Ilmu Komunikasi, Teknologi, Kedokteran, dan cabang keilmuan lain
yang sebelumnya dianggap sekuler. Artinya, berbagai tradisi keilmuan tersebut
bisa digunakan sebagai pisau pembedah dalam mengkaji Islam. Ulumul Qur’an
secara tidak langsung telah menciptakan seperti apa yag dikatakan oleh Cak Nur
sebagai ruang ‘integrasi-integrasi epistemik baru’ di dalam diskursus Islam itu
sendiri. Itulah rekam jejak yang pernah gandrung pada era 90-an dimana Ulumul
Qur’an benar-benar menjadi lokomotif gerakan Islam moderat (Nabil, 2008:
32).
Namun di tengah ekspektasi besar dalam membumikan ajaran Islam,
Ulumul Qur’an perlahan tapi pasti limbung. Media yang pada mulanya
merupakan contoh bagaimana pemikiran-pemikiran alternatif yang lahir dari
anak-anak muda yang gelisah menyaksikan wabah radikalisme Islam pada Orde
Baru pada titik klimaksnya mati. Media yang sejak awal ingin menampilkan
wajah Islam yang ramah dan toleran ini pada akhirnya harus gulung tikar.
Ulumul Qur’an berhenti terbit sejak tahun 1998 karena alasan yang juga belum
pasti apakah problem krisis finansial atau motif-motif yang lain. Kendati sudah
selesai pun resonansi wacana yang pernah digelorakan oleh Ulumul Qur’an tetap
hidup hingga saat ini.
Sebagai proyek produksi, istilah gulung tikar merupakan hal yang lumrah,
tetapi sebagai sebuah mobilitas ideologi tetap menyisakan problem. Jika devisit
anggaran karena oplah dan pembaca yang semakin menurun, setidaknya hal
18
tersebut tidak menutup pemahaman yang lebih luas pada faktor matinya media
massa ini. Menurunnya pembaca yang berujung pada menurunnya iklan
setidaknya bisa dibaca pada beberapa hal. Pertama, tidak menutut kemungkinan
bahwa segmen pembaca Islam tersegregasi ke dalam banyak kepentingan dan
minat yang tidak tunggal. Ini mencerminkan pluralitas wacana Islam sebagai
konsekuensi dari tumbuhnya budaya demokrasi di dalam masyarakat. Terlepas
dari bagaimana demokrasi itu digunakan. Kedua, jika dilihat peta kekuatan
wacana pluralisme, maka media fundamental yang mengusung tema-tema
inteloransi, kebencian, dan permusuhan lebih populer dibandingkan dengan
media Islam moderat.
Terlepas pelbagai kemungkinan motif tersebut, namun mengkaji secara
menyeluruh terkait faktor di balik matinya Ulumul Qur’an merupakan sebuah
keniscayaan. Sebab bangsa ini tidak hanya kehilangan media sebagai sebuah
entitas, tetapi kehilangan corong ideologi Islam yang moderat dan inklusif. Jika
media alternatif Islam yang mengusung Islam moderat selalu dibayang-bayangi
oleh kematian, maka penetrasi isu-isu tentang keislaman yang moderat akan
runtuh. Spekulasi sederhana yang bisa dijustifkasi, pertumbuhan radikalisme
atas nama agama yang mengemuka akhir-akhir ini sejatinya tidak bisa dilihat
tunggal oleh reorganisasi ideologis dari kelompok tertentu dan lemahnya
preferensi pemahaman masyarakat tentang Islam yang damai, tetapi oleh
minimnya media Islam alternatif yang mampu memediasi kekeringan
pemahaman umat Islam itu sendiri.
19
Minimnya media yang mengusung tema-tema toleransi dan keadaban
dalam kajian Islam, akan berpotensi memicu lahirnya surplus pemahaman Islam
fundamental yang membahayakan bagi bangsa dan negara. Sehingga
pertumbuhan media Islam yang tidak mencerminkan nilai-nilai moderat dan
pluralis akan menjadi ancaman yang nyata bagi perdamaian, harmoni, dan
integrasi sosial. Dalam konteks inilah peneliti tertarik untuk menganalisis secara
kritis di balik matinya Ulumul Qur’an. Sebab media ini sampai saat ini masih
menyisakan tanda tanya besar terkait sejarah yang mungkin belum terungkap
secara menyeluruh ke permukaan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diurai, maka dapat dirumuskan
permasalahan penelitian:
1. Bagaimana potret formulasi pertarungan ideologis di balik matinya
Media Islam alternatif Ulumul Qur’an 1998?
2. Sejauh mana simpul manajemen keredaksian dalam ikut serta
mendorong percepatan matinya media Islam alternatif Ulumul Qur’an
1998?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menyibak berbagai motif kuasa di balik
matinya media massa Islam alternatif Ulumul Qur’an 1998.
20
D. Manfaat Penilitian
1. Manfaat Akademik
Bagi program studi Ilmu Komunikasi, hasil penelitian ini diharapkan
mampu memberikan kontribusi pada pengembangan penelitian di bidang
disiplin komunikasi massa khususnya dalam kajian media alternatif dan
media Islam Alternatif yang berada di luar konteks media mainstrem.
Sekaligus diharapkan dapat memberikan tambahan referensi dan
preferensi tentang manfaat dan dinamikan media Islam alternatif di Indonesia.
Sebab selama ini kajian terkait media alternatif pada umumnya dan media
Islam alternatif secara khusus masih jauh panggang dari api. Terutama
penelitian ini akan memberikan pengetahuan tentang sejarah media Islam
yang tidak banyak ditulis.
2. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini akan menambah daftar penelitian tentang kajian
media. Menambah referensi bagi para mahasiswa dan pemangku kepentingan
dalam konteks analisis media Islam secara komprehensif. Juga akan menjadi
salah satu literatur yang dapat menjadi rujukan bagi upaya resolusi konflik
antaragma. Penelitian ini dapat memberikan inspirasi untuk memunculkan
kembali media Islam alternatif yang serupa dalam ikut serta mendorong
lahirnya harmoni, keadaban, dan integrasi sosial secara holistik.
21
E. Telaah Pustaka
Guna mendukung penelitian ini, maka sebelumnya penelitian telah
melakukan telaah pustaka dari berbagi literatur hasil penelitian terdahulu yang
memiliki korelasi dengan penelitian ini. Penelitian pertama yang dilakukan oleh
Gaus AF bertajuk “Media Alternatif” yang terkumpul dalam buku “Media dan
Integrasi Sosial; Jembatan antar Umat Beragama” yang diterbitkan oleh CSRC
pada Mei 2011. Fokus kajian dalam penelitian tersebut menyibak dan
menganalisis media alternatif secara historis khususnya pada era Orde Baru.
Fokus kajian Gaus AF sebenarnya banyak bertumpu pada media alternatif dalam
bentuk media online sehingga pemetaan analisis dan pelbagai objeknya
menggambarkan tentang posisi media online yang memberikan sumbangsih
besar dalam konteks pembangunan masyarakat dan upaya perwujudan tegaknya
integrasi sosial.
Persamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh mantan pimpinan
redaksi Paramadina ini adalah sama-sama membedah secara kritis terkait peran
media alternatif dalam setiap rezim. Sedangkan titik tekan perbedaannya dengan
penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah terletak pada subjek dan objek
penelitian. Selain dari pada itu jika Gaus AF fokus pada narasi
mempertentangkan media alternatif dengan sebuah penetrasi kekuasaan, tetapi
penelitian yang peneliti ancang lebih fokus pada pertarungan antara media Islam
alternatif dengan media garis kanan yang cenderung intoleran dan pada akhirnya
berujung pada kekalahan media Islam alternatif itu sendiri.
22
Selanjutnya, penelitian yang lain bertajuk “Majalah Syir’ah Berlabel
Islam tetapi Menyerang Islam” penelitian yang dilakukan Syamsuddin Arif pada
tahun 2004 atas sponsor UIN Syarif Hidayatullah Ciputat ini menguak peran
media Islam alternatif majalah Syir’ah. Dimana perjalanan majalah Islam
alternatif seperti Syir’ah juga hampir sama dengan majalah Ulumul Qur’an.
Tidak didesain untuk mengejar profit dalam konteks logika industri. Tetapi
mendeseminasi gagasan dan wacana pluralisme secara intens. Tetapi sayangnya
majalah Syir’ah juga terjerembab dan pada akhirnya mati pada tahun 2005.
Persamaan yang mendasar dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah samasama memotret kematian media Islam alternatif, bedanya terletak pada
pendekatan yang dipakai. Dalam penelitiannya Syamsuddin Arif sebatas
mengungkapkan matinya majalah Syir’ah seputar penyebab permukaan seperti
tidak adanya dana, merosotnya iklan, kemudian kurang solidnya tim redaksi.
Tetapi penelitian yang akan peenliti lakukan memotret pengaruh signifikan di
balik kenapa oplah menurun dan potensi adanya segregasi pembaca yang
bergeser secara ideologis sehingga mempengaruhi pembaca majalah Ulumul
Quran.
F. Landasan Teori
Dalam penelitian ini teori bermanfaat untuk membuat konsep, unit
analisis, dan interpretasi data. Pada kesempatan ini peneliti menggunakan
kerangka teori yang relevan dan sesuai dengan kebutuhan penelitian. Kerangka
23
berpikir dari penelitian ini akan mengkorelasikan empat narasi teoritik berupa
teori media massa kritis.
1. Teori Media Massa kritis
1) Teori Kritis dalam Lipatan Sejarah
Paradigma kritis memandang bahwa realitas terbentuk secara
historis atau disebut historical realism (Kleden, 1988:172). Dengan kata
lain, realitas merupakan bentukan dari proses-proses ekonomi, sosial,
politik, budaya, dan agama yang terjadi di suatu masyarakat yang acapkali
menyelubungi realitas sebenarnya. Asumsinya, tidak ada realitas yang
benar-benar bersifat riil, melainkan dibentuk oleh manusia itu sendiri.
Secara historis, berbicara tentang paradigma kritis sesungguhnya
tidak bisa lepas dari Mazhab Frankfurt, dengan kata lain teori kritis
merupakan produk dari Institute Penelitian Sosial, Universitas Frankfurt
Jerman yang digawangi oleh kalangan neo-marxis Jerman. Teori kritis
menjadi disputasi publik di kalangan filsafat sosial dan sosiologi pad tahun
1961. Konfrontasi intelektual yang cukup terkenal adalah adalah
perdebatan epistemologi sosial antara Adorno (kubu Sekolah Frankfurparadgma kritis) dengan Karl Poper (kubu Sekolah Wina-paradigma neo
positivisme/neo kantian). Konfrontasi berlanjut antara Hans Albert (kubu
Popper) dengan Jurgen Habermas (kubu Adorno). Perdebatan tersebut
memacu debat positivisme dalam sosiologi Jerman. Habermas adalah
tokoh yang berhasil mengintegrasikan metode analitis ke dalam pemikiran
dialektis teori kritis.
24
Dalam konteks yang universal sebagaimana dalam analisis F. Budi
Hardiman (1990) teori kritis adalah cabang pemikiran marxis dan
sekaligus cabang marxisme yang paling jauh meninggalkan Karl Marx
(Frankfurter Schule). Cara dan ciri pemikiran aliran Frankfurt disebut ciri
teori kritik masyarakat. Teori ini mencoba memperbaharui dan
mengkonstruksi teori yang membebaskan manusia dari manipulasi
teknokrasi modern. Ciri khas dari teori kritik masyarakat adalah bahwa
teori tersebut bertitik tolak dari inspirasi pemikiran sosial Karl Marx, tetapi
juga melampaui bangunan ideologis marxisme bahkan meninggalkan
beberapa tema pokok Marx dan menghadapi masalah masyarakat industri
yang maju secara baru dan kreatif.
Beberapa tokoh teori kritis angkatan pertama adalah Max
Horkheimer, Theodor Wiesengrund Adorno (musikus ahli sastra, psikolog
dan filsuf), Friedrich Pollock (ekonom), Erich Fromm (ahli psikoanalisa
Freud), Karl Wittfogel (sinolog), Leo Lowenthal (sosiolog), Walter
Benjamin (kritikus sastra), Herbert Marcuse (murid Heidegger yang
mencoba menggabungkan fenomenologi dan marxisme, yang juga
selanjutnya Marcuse menjadi ‘nabi’ gerakan New Left di Amerika).
Teori kritis tidak saja ingin menjelaskan, mempertimbangkan,
merefleksikan,
mengkatogorisasikan,
mengatur,
melainkan
mau
mengubah. Menurut Franz Magnis Suseno (1982), yang ingin diubah
bukan filsafat, melainkan pemberangusan manusia oleh kapitalisme.
Namun lagi-lagi teori kritis tidak hendak membebek pada Karl Marx.
25
Kelemahan banyak aliran marxisme ialah bahwa mereka begitu saja
menjiplak hasl-hasil analisa Karl Marx dan menerapkannya pada
masyarakat sekarang. Padahal masyarakat yang dianalisa Marx adalah
masyarakat seratus empat puluh tahun yang lalu. Oleh karena itu analisaanalisa marxis lebih sering bersifat dogma dari ada ilmu.
Teori kritis mengadakan analisa baru terhadap masyarakat yang
dipahami sebagai masyarakat kapitalis tua atau massyarakat industri maju.
Ketajaman analisa tersebut diakui juga oleh banyak pihak meskipun
berbeda pandangan. Yang dihangatkan kembali dalam teori kritis bukanlah
teori Marx yang usang, melainkan maksud dasar Marx, yaitu pembebasan
manusia dari segala belenggu, pengisapan dan penindasan.
Pada intinya mazhab Frankfurt atas teori negara Marxian yang selalu
bertendensi determinisme ekonomi. Determinassi ekonomi berasumsi
bahwa perubahan akan terjadi apabila masalah ekonomi sudah stabil. Jadi
basic struktur (ekonomi) sangat menentukan supras struktur (politik,
sosial, budaya, pendidikan dan seluruh dimensi kehidupan manusia).
Kemudian mereka mengembangkan kritik terhadap masyarakat dan
berbagai sistem pengetahuan. Teori kritis tidak hanya menumpukkan
analisisnya pada struktur sosial, tetapi teori kritis juga memberikan
perhatian kepada kebudayaan masyarakat (cultur society) sehingga
mengukuhkan teori kritis sebagai teori emansipatoris (Sindhunata, 1982:
78-85).
26
Seluruh program teori kritis madzhab Frankfurt dapat dikembalikan
pada sebuah manifesto yang ditulis di dalam Zeischrift tahun 1957 oleh
Horkheimer. Dalam artikel tentang “Teori Tradisional dan Teori Kritik”
ini, konsep teori kritis pertama kalinya muncul yang kemudian dilanjutkan
oleh generasi sesudahnya seperti Jurgen Habermas yang sangat terkenal
dengan beberapa teori tentang komunikasinya.
2) Analisis Kritis Memandang Institusi Media Massa
Media massa dipahami sebagai lebih dari sekedar suatu mekanisme
yang sederhana sifatnya untuk menyebarkan informasi, sebab media massa
merupakan organisasi yang terdiri dari susunan yang sangat kompleks dan
lembaga sosial yang penting dari masyarakat. Teori besar yang paling
terkemuka dan memiliki pengaruh besar untuk menyinggung aspek-aspek
institusional dari media adalah teori kritis. Teori kritis berhubungan
dengan distribusi kekuasaan dalam masyarakat dan dominasi kepentingan
tertentu terhadap lainnya.
Jelasnya, media massa dalam pendekatan teori kritis dipahami
sebagai pemain yang memiliki kekuatan pengaruh yang sangat besar
dalam pertarungan ideologis. Media massa dalam paradigma teori kritis
sendiri dapat dipahami dalam berbagai artikulasi, salah satunya media
massa dipahami sebagai arena pertarungan dari berbagai kepentingan dan
ideologi yang hidup di masyarakat. Artikulasi sendiri bermakna sebagai
pemahaman kita terhadap sebuah realitas yang berasal dari berbagai
27
sumber. Ketika berhadapan dengan ideologi, media memiliki posisi yang
kuat. Tanpa kehadiran media, ideologi tidak dapat disebarluaskan
(Junaedi, 2007: 30-31). Adolf Hitler adalah salah satu seorang tokoh yang
menyadari pentingnya media, sehingga dia membuat berbagai film
propaganda yang memuja Nazisme, sebuah terobosan di masanya yang
menjadikan rakyat Jerman sangat patuh terhadapnya ketika Jerman
dikuasai oleh Hitler.
Secara lebih ekstrim, ideologi yang keberadaannya telah menjadi
ideologi yang dominan pun dapat dipengaruhi eksistensinya oleh media
massa. Sebagian besar teori komunikasi kritis menekankan kepada
kekuatan media massa karena potensi media massa untuk menyebarkan
ideologi dominan dan potensinya untuk mengekspresikan ideologi yang
alternatif dan berlawanan dengan ideologi dominan atau ideologi
resistensi. Dalam konteks ini media dipandang sebagai arena pertarungan
ideologi bagi beberapa kalangan penganut teori kritis terutama oleh
kalangan cultural studies. Namun sebaliknya bagi kalangan pengikut
mazhab Frankfurt, media lebih dipahami sebagai industri kebudayaan
yang dikuasai oleh segelintir elit industri yang mampu menciptakan
simbol-simbol yang dapat memanipulasi dan mengalienasi kelas-kelas
lainnya.
Singkatnya, berbeda dengan cultural studiens yang melihat potensi
media massa sebagai arena pertarungan ideologi, mazhab Frankfurt
menganggap media massa dan segala bentuk kebudayaan massa sebagai
28
bentuk budaya afirmatif yang tidak dapat diharapkan untuk menggapai
emansipasi. Mengenai berbagai bentuk artikulasi dalam memahami media
massa seperti yang terjadi antara cultural studies dan mazhab Frankfurt
yang banyak memberi warna dalam ranah teori media kritis akan lebih
dalam diurai dalam pembahasan berikutnya.
3) Lima Genre Utama Teori Media Massa Kritis
Pemetaan mengenai lima genre utama teori media massa kritis
dikemukakan oleh Dennis McQuail. Menurutnya terdapat lima genre
utama dari teori media kritis yang menjadi pendekatan utama yang sering
digunakan dalam kajian media massa. Genre pertama, adalah kalangan
yang mencoba melakukan pendekatan marxisme klasik atau yang dikenal
sebagai marxisme ortodoks. Pendekatan ini banyak bertumpu pada
pendekatan pemikiran Karl Marx dan Friederich Engels. Dalam pedekatan
ini media dilihat sebagai alat dari kelas yang dominan untuk
mempertahankan status quo yang dipegangnya sebagai sarana kelas
pemilik modal untuk melipatgandakan modalnya.
Media tentu saja dalam hal ini selalu menyebarkan ideologi dari
kelas yang berkuasa dalam masyarakat dan maka dari itu menekan kelaskelas tertentu. Jelas bahwa pendekatan ini sangat menekankan
(determinasi) pada faktor ekonomi semata. Bagi penganut pendekatan ini
media massa kemudian hanya semata-mata dianggap sebagai alat dari
kelas yang mnguasai alat-alat produksi pada satu corak produksi (mode of
29
production) untuk membela kepentingannya dan serempak pula menindas
kelas yang tidak memiliki alat-alat produksi. Namun bukan berarti genre
ini tidak mampu digunakan untuk menganalisis berbagai fenomena yang
terjadi dalam komunikasi massa.
Genre kedua, adalah paradigma politik media (political economy
media theory). Dasar ini dipengaruhi secara intens oleh kajian-kajian yang
dilakukan oleh Vincent Moscow. Analisis ini menitik beratkan pada
pendekatan ekonomi-politik media yang pada intinya berdasar pada term
ekonomi politik sebagai studi mengenai relasi sosial, lebih-lebih berpijak
pada relasi kekuasaan baik dalam produksi, distribusi dan konsumsi
sumberdaya (resources). Dalam ekonomi politik komunikasi, sumber daya
ini dapat berupa surat kabar, majalah, dan sebagainya (Mosco, 1998: 25).
Seperti teori Marxisme Klasik, teori ini menganggap bahwa
kepemilikan media pada segelintir elit pengusaha telah menyebabkan
patologi atau penyakit sosial. Dalam pendekatan ini kandungan media
adalah komoditas yang di jual di pasar, dan informasi yang disebarluaskan
dikendalikan oleh apa yang pasar akan tanggung. Sistem ini membawa
implikasi mekanisme pasar yang tidak ambil resiko, suatu bentuk
mekanisme pasar yang kejam karena membuat media tertentu
mendominasi wacana publik dan lainnya terpinggirkan. Beberapa realitas
kontemporer dari kajian ekonomi politik dalam media dengan mudah
ditemui ketika di dalam satu negara pertumbuhan konsetrasi kepemilikan
media di tangan segelintir orang, pada saat yang sama terjadi konglomerasi
30
media dimana sebuah perusahaan media melebarkan sayapnya dengan
membangun berbagai industri media yang berbeda lini.
Pada konteks ini beberapa realitas kontemporer yang menunjukkan
problem tersebut antara lain, pertumbuhan konsentrasi kepemilikan media,
terjadinya konglomerasi media, terjadinya perkembangan global di bidang
ekonomi-informasi yang melibatkan bisnis telekomunikasi, dan terakhir
turunnya sektor publik di dalam media massa.
Kemudian genre ketiga adalah Mazhab Frankfurt. Menyebutkan
bahwa media adalah bagian dari industri kebudayaan yang dikuasi oleh
segelintir elite industri yang mampu menciptakan simbol-simbol yang
dapat memanipulasi dan mengalienasi kelas-kelas lainnya. Dalam cara
berpikir ini media dianggap akan membimbing kepada dominasi ideologi
dari elite industri budaya (culture industries). Hasilnya adalah terjadinya
manipulasi citra. Kritik madzhab Frankfurt terhadap realitas kontemporer
dalam budaya massa ditandai dengan adanya komersialisasi media massa
yang
dapat dilacak sebagai berikut. Acapkali dalam budaya massa
terbentuk budaya masa yang mempunyai kualitas rendah (triviliazations),
terjadi eksploitasi terhadap konsumen yang memiliki posisi tawar yang
lemah dalam relasinya dengan produsen.
Kemudian selain dari pada itu dalam budaya masa relasi
antarmanusia dipandang menurut kegunaan dan kalkulasi ekonomis
(utilitarian and calculative relations). Sehingga terjadi propaganda secara
besar-besaran untuk mendukung konsumerisme. Bahkan lebih dari
31
persoalan tersebut dalam genre ini juga terjadi proses komodifikasi
terhadap budaya dan segenap relasinya dengan khalayak.
Pada genre keempat dalam menganalisis media dalam konteks kajian
media kritis adalah teori hegemoni yang diutarakan oleh Antonio Gramsci.
Seorang pemikir yang pernah dipenjara pada masa Mussolini di Italia.
Hegemoni dapat diartikan suatu kondisi dimana kelas yang berkuasa
mampu mengadakan kepemimpinan moral dan intelektual (moral and
intellectual leadership). Ideologi dalam pandangan Gramsci hanya
dilandasi oleh sistem ekonomi an sich, sehingga ideologi berartikulasi
dalam kehidupan dengan tidak dipaksakan oleh satu kelompok namun
menembus batas kesadaran.
Ideologi dalam pandangan Gramsci tidak hanya dilandasi oleh
sistem ekonomi saja namun tertanan secara dalam pada semua aktifitas
masyarakat. Sehingga, ideologi berartikulasi dalam kehidupan dengan
tidak dipaksakan oleh satu kelompok namun adalah menembus dan di luar
kesadaran. Seorang pemikir strukturalis Prancis Louis Althusser, yang
berpengaruh di masanya dengan banyak menggunakan pemikiran Gramsci
dalam kajiannya. Untuk mengkaji apa yang dikandung ideologi secara
komprehensif, Althusser memperkenalkan dua istilah kunci yaitu
Ideological State Apparatus (ISA) dan Repressive State Apparatus (RSA).
Menurut Althusser hal ini karena dua alasan, pertama, hanya ada satu RSA
bergerak terbatas pada wilayah publik, sedangkan ISA dapat bergerak ke
32
wilayah privat, seperti melalui lembaga agama, keluarga, sekolah, media
massa dan sebagainya (Junaedi, 2007: 23-46).
Genre kelima, adalah pendektan sosio-kultural atau cultural studies.
Cultural studies yang bersikukuh melihat potensi media massa sebagai
arena pertarungan ideologi. Pendekatan ini cukup populer di kalangan
ilmuan. Pemikiran studi budaya banyak memanfaatkan semiotika yang
dikembangkan oleh Ferdinand de Saussure dan Roland Barthes untuk
mengkaji realitas. Karena berasal dari Birmingham, pemikiran ini juga
disebut sebagai Mazhab Birmingham. Para pemikir cultural studies
memusatkan kajianya pada makna kultural yang dihasilan dari produk
media sekaligus melihat cara isi media diinterpretasikan termasuk di
dalamnya interpretasi dominan dan oposisional.
Cultural studies melihat masyarakat sebagai sebuah bidang
kompetisi ide-ide dalam pertarungan antar makna (Site of struggle). Dalam
kajian ini kata kunci yang sering digunakan adalah artikulasi, yang oleh
artikulasi nilai ideologi kemudian memiliki kedudukan atau piijakan yang
berdeda-beda di
masyarakat. Artikulasi dipahami sebagai proses
pemahaman realitas yang ditimbulkan oleh banyak sumber.Berbeda
dengan mazhab Frankfurt, cultural studies menganggap bahwa di dalam
budaya massa masih tersimpan potensi perlawanan, walaupun tidak bisa
diingkari dalam budaya massa pasti terkandung hegemoni kelas penguasa.
Pada tahap inilah pendekatan analisis yang digunakan untuk
menyibak posisi media Islam alternatif yang telah mati hanya mungkin
33
bisa diurai jika term yang digunakan adalah paradigma teori kritis terutama
dalam konteks cultural studies. Sehingga kematian media tidak sebatas
dilihat sebagai sesuatu yang alamiah, tetapi ada kuasa tertentu yang
menjadi lokus dari kematian media Islam itu sendiri.
4). Unit Analisis
Dari landasan teori inilah maka kemudian disusun unit analisis dalam
penelitian ini guna mengemukakan poin-poin spesifik dalam studi
penelitian media massa kritis. Adapun unit yang penulis kembangkan
adalah sebagai berikut.
1. Membongkar sejarah di balik lahirnya media massa
2. Identfikasi standing positions media massa
3. Melihat hubungan intersubyektif dari kelas dominan dan minoritas
4. Menemukan kontradiksi fundamental dari berbagai pertarungan
ideologi
5. Menyibak jebakan-jebakan hegemoni kapitalisme dan relasi kuasa di
dalamnya
6. Mengurai kemungkinan adanya gejolak politik sebagai by desain
rezim
7. Problem antiklimaks pertarungan dalam struktur media massa
G. Metode penelitian
1. Jenis Penelitian
34
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Menurut Sugiono (2009)
dengan model penelitian kualitatif, posisi peneliti hanya sebagai human
instrument dan diberikan keleluasaan untuk berinteraksi dengan obyek untuk
mendapatkan data yang mendalam dan akurat. Suatu data yang mengandung
makna untuk kepentingan fokus penelitian. Dengan demikian barangkali
baragam pretensi bisa ditekan seminimal mungkin.
Alasan lain penggunaan penelitian kualitatif ini
lebih dikarenakan
keberadaan teori yang telah dipaparkan pada bagian kerangka teori dapat
diuraikan dengan model deskriptif-kualitatif. Di sisi yang lain penggunaan
metode ini secara sederhana dapat memberikan ruang apresiasi dan dialektika,
bukan hanya pada penelitian namun juga pada objek penelitian.
Sebagaimana yang menjadi corak dari penelitian kualitatif, bahwa
penelitian kualitatif tidak hanya menetapkan penelitiannya hanya berdasarkan
variabel penelitian, tetapi keseluruhan situasi sosial yang diteliti yang meliputi
aspek tempat (place), pelaku (actor), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi
secara sinergis (Sugiono, 2009: 207).
Karena penelitian ini lebih berkonsentrasi pada metode kualitatif, maka
pada gilirannya peneliti mengupayakan mendapatkan berbagai sumber
informasi seperti melalui observasi, wawancara, dan dokumen dalam kerangka
mendapatkan pengetahuan yang mendalam dan menyempurnakan studi kasus
yang coba peneliti gunakan sebagai pendekatan dalam penelitian ini. Studi
kasus merupakan penelitian yang dilakukan secara intensif, terperinci dan
35
mendalam terhadap suatu organisasi, lembaga, atau gejala tertentu (Daymon,
2008: 161-165).
Penelitian kualitatif berperan penting dalam merespon segala hal yang
berkaitan dengan sumber (subjek) dan atau objek penelitian. Sebagaimana
corak dari penelitian kualitatif dilakukan dengan pendekatan alamiah dan
bersifat penemuan. Metode kualitatif dapat menguraikannya dengan cermat dan
fleksibel melalui wawancara, pencarian sumber data yang berguna untuk
penelitian. Lebih dari itu mekanisme cross-check and belance digunakan untuk
menjamin objektivitas dan meminimalisisasi bias dalam proses penelitian ini.
2. Subyek dan Obyek Penelitian
a. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah sumber tempat memperoleh keterangan
penelitian yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulan. Subyek penelitian ini
adalah berfokus pada penyebab matinya jurnal Ulumul Quran dan
pertautan ideologi media Islam alternatif Ulumul Qur’an dengan ideologi
Islam fundamental dalam sebuah rezim.
b. Obyek Penelitian
Obyek penelitian ini adalah terkait faktor di balik matinya Ulumul
Qur’an. Seperti motif produksi dan motif ideologi yang menjadi pengaruh
dari matinya majalah ini. Sekaligus implikasi sosiologis dari matinya
Ulumul Qur’an.
36
3. Sumber Data
a. Data Primer
Adalah data yang diperoleh secara langsung melalui sumbernya (tanya
jawab atau wawancara) dengan pihak-pihak yang terkait masalah-masalah dalam
penelitian. Untuk keperluan memperoleh kelengkapan data dan informasi, maka
peneliti juga menggali informasi dari pihak-pihak di luar unit analisis yang
secara tidak langsung masih memimiliki hubungan dengan masalah penelitian.
b. Data Sekunder
Adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari obyek
penelitian. Data ini diperoleh melalui studi pustaka seperti artikel-artikel,
media massa, dan data-data terkait lainnya.
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
Wawancara merupakan alat pengumpulan data yang sangat penting
dalam penelitian yang melibatkan manusia sebagai subyek sehubungan
dengan realitas atau gejala yang dipilih untuk diteliti (Pawito, 2007: 132).
Dengan menggunakan wawancara mendalam (in–depth interview)
diharapkan dalam proses penelitian ini dapat memperoleh keterangan
sesuai dengan harapan. Jalan yang ditempuh dalam wawancara ini
menggunakan wawancara langsung kepada orang yang terlibat dalam
37
keredaksian Ulumul Qur’an, kelompok-kelompok Islam moderat yang
konsen pada kajian Islam inklusif, dan pelanggan tetap Ulumul Qur’an.
b. Studi Pustaka
Studi pustaka tidak terlepas dari teori yang mendasari masalah yang akan
diteliti. Peneliti juga mendapatkan informasi tentang penelitian sejenis yang
berkaitan dengan penelitiannya, dengan membaca. Dalam studi pustaka ini juga
mengambil dokumentasi seperti artikel, media massa, dan data yang berkaitan
tema yang penulis teliti sebagai obyek penelitian.
5. Teknik Analisis Data
Analisis data yang digunakan peneliti untuk menyelesaikan tahapan
penelitian ini adalah dengan metode analisis kritis. Dimulai dari adanya
masalah-masalah sosial nyata yang dialami oleh
media massa yang
teralienasi dari proses-proses sosial yang sedang tumbuh dan berkembang.
Diawali dari masalah-masalah praktis dan kehidupan sehari-hari jenis
penelitian ini berusaha menyelesaikan masalah-masalah tersebut lewat
perspektif kritis yang bertujuan agar kelompok yang tertindas dapat
menyadari dan membebaskan diri dari belenggu penindasan.
Metode kritis ini menghendaki agar para aktor yang terlibat dalam
proses penelitian dapat secara bersama-sama menggunakan potensi yang
mereka miliki sebagai aktor-aktor yang aktif menciptakan sejarah. Secara
praktis, metode ini mensyaratkan agar pelaku riset membina hubungan inter
subyektif antara peneliti dan kelompok marginal yang kemudian mereka
38
dapat menyusun sebuah program program aksi yang dimaksudkan untuk
merubah kondisi-kondisi sosial yang yang terjadi. Secara analitis riset kritis
haruslah dapat menciptakan hubungan dinamis antar subyek dalam situasi
terntu.
Riset kritis harus melakukan kritik ideologi berdasarkan perbandingan
antara struktur sosial buatan dengan struktur sosial nyata. Riset kritis
menentang proses-proses sosial yang tidak manusiawi dan selanjutnya
proses-proses yang tidak manusiawi tersebut dapat dipecahkan melalui aksi
bersama antara peneliti dengan objek (Sand Berg, 1976 : 45)
Berikut beberapa tahapan dalam melakukan melakukan penelitian
terkait aspek metodologi dalam analisis kritis yang digagasan oleh Donald E.
Comstock.
a. Identifikasi gerakan-gerakan dan kelompok-kelompok sosial yang
progresif
Riset kritis tidak membicarakan tentang sebuah proses sosial tetapi
membicarakan kelompok-kelompok sosial khusus, misalnya kelompokkelompok sosial yang tersingkir dan didominasi. Dalam konteks
menyibak matinya media Islam Ulumul Qur’an katagori-katagori abstrak
seperti ideologi, kelas, pekerja, aspek gender tidak dapat menjadi agen
perubahan sosial. Karena itu kita harus mengidentifikasi organisasiorganisasi lain yang dapat mewakili katagori-katagori tersebut.
Kelompok-kelompok itu dapat dilihat sebagai kelompok progresif
sejauh mereka menyatakan kepentingan, tujuan, atau kebutuhan39
kebutuhannya yang tidak dapat dipenuhi dalam sistem sosial yang
ditandai dengan adanya dominasi materi dan ideologi.
b. Membangun
hubungan
intersubyektif
untuk
memahami
pengertian-pengertian, nilai-nilai dan motif-motif.
Riset kritis dimulai dari suatu studi terhadap dunia subyek untuk
memahami kehidupan mereka terutama peraturan-peraturan sosial, nilainilai
dan motivasi-motivasi
tertentu
yang
mendorong
mereka
berperilaku. Aksi sosial media massa didominasi oleh model-model
pranata sosial dunia sehingga apa yang mereka lakukan adalah
perwujudan dari pemahaman mereka terhadap dunia tersebut (Bernstein,
1976 : 63). Riset kritis dengan begitu memerlukan pemahaman
mendalam terhadap perilaku, nilai dan motivasi para subyek (media
Islam).
Peneliti kritis harus dapat memahami bahwa realitas media massa
yang diteliti berbeda dengan realitas sosial dan realitas media seperti
yang
dipahami
oleh
ideologi
dominan.
Perbedaan-perbedaan
pemahaman terhadap realitas media antara masyarakat dengan penguasa
dapat mendorong munculnya aksi penentangan rakyat terhadap
kelompok dominan. Lebih lanjut perbedaan ini akan mendorong
kelompok yang didomonasi menentang anggota-anggota kelompok yang
mendominasi kehidupan mereka.
Makna-makna, nilai-nilai dan motivasi-motivasi mediat harus
dipahami sebagaimana adanya. Dalam hal ini kegagalan ilmu sosial
40
positif terletak pada kedangkalannya memahami hubungan antar subyek.
Ilmu sosial positif cenderung mengabaikan akar sejarah. Lebih lanjut hal
ini menjadi ilmu sosial positif tidak mampu memahami realita sosial,
praktek-praktek sosial dan perubahan-perubahan serta krisis sosial
fundamental. Riset kritis justru paling besar kepentingannya terhadap
usaha-usaha membangun hubungan antar subyek guna menyingkap
realitas sosial dalam media massa dalam arti yang sebenarnya, bukan
semu.
c. Studi terhadap sejarah perkembangan kondisi-kondisi sosial dan
struktur-struktur sosial.
Realitas sosial dan realitas media tidak hanya terbatas dipahami
melalui hubungan intersubyektif. Realitas tersebut seringkali sudah
dimasuki dan didominasi oleh ideologi-ideologi tertentu. Untuk
memahami secara kritis dunia mereka peneliti juga harus melakukan
studi-studi empiris tentang sruktur-struktur dan proses-proses dalam
media massa seperti Ulumul Qur’an.
Kajian historis menjadi urgen diketengahkan mengingat hal itu
akan mendorong secara komprehensif kerja-kerja penelitian. Sehhingga
nantinya mampu menepis adanya parsialitas dalam sebuah penelitian
kritis. Apalagi dimungkinkan terlibat pada proses keberpihakan dalam
penelitian yang tidak bisa dibenarkn secara ilmiah.
41
d. Membangun model hubungan antara kondisi sosial, interpretasi,
dan intersubyektif.
Pada tahap penelitian ini yang menjadi perhatian utama adalah
diskripsi-diskripsi dan struktur-struktur media yang memperkuat
pemahaman masyarakat terhadap makna-makna, nilai-nilai dan
motivasi-motivasi. Dengan memahami kondisi-kondisi sosial, ideologiideologi dan aksi-aksi yang telah dilakukan selama ini, seorang peneliti
kritis dapat melontarkan kritik untuk perubahan. Kritik yang tumbuh atas
dasar mengkaji berbagai kemungkinan adanya relasi dalam media massa.
Dalam konteks ini seorang peneliti dalam menafsirkan sebuah
temuan di tuntut mengurai secara konmprehensif dinamika obyektif yang
ditemukan. Sehingga nantinya dapat mengkonfirmasi kemungkinan
pengaruh dan hubungan antara hasil dan masyarakat.
e. Mengurai kontradiksi fundamental berdasarkan pemahaman
ideologi.
Memahami kontradiksi fundamental tersebut sebagai analisis
immanent (harus dilakukan) atau analisis internal tentang hubungan
dialektis. Sejauh mana pihak pertama memasukkan tekanan struktural
terhadap pihak yang lain. Analisis ini meletakkan dasar yang kokoh
untuk melakukan kritik terhadap ideologi dominan. Kritik demikian
harus dilakukan atas dasar pemahaman realitas sosial yang ada dalam
kaitannya dengan ideologi yang berkembang saat ini.
42
Melalui analisis tentang hubungan antara kondisi sosial, ideologi
dan aksi dalam media massa, peneliti kritis membantu masyarakat untuk
melihat mengapa kondisi-kondisi sosial masa lalu tidak dapat dipahami.
Peneliti harus menunjukkan betapa kondisi-kondisi sosial pada saat itu
diciptakan hanya menguntungkan sekelompok orang tertentu dan
menekan kelompok lainya, atau peneliti menujukkan betapa ideologi
yang berkembang pada saat ini tidak peka menagkap dan menerjemahkan
kondisi sosial yang ada. Maka dalam konteks ini peneliti membuat
penelitian dengan tema Runtuhnya Media Islam Alternatif (Analisis
kritis Terhadap faktor-faktor di balik matinya Ulumul Qur’an 1998).
6. Validitas Data
Berpijak pada gagasan Kemudian Dalam hal validitasnya teori kritis
hanya dapat diuji kebenarannya melaui praktek dan oleh karena itu, ini
memerlukan keterlibatan peneliti dalam kegiatan membangun kembali
resonansi dan gairah penerbitan media massa Islam alternatif. Sebagai
langkah urgen dalam menciptakan sebuah perubahan yang berarti dalam
jagad industri penerbitan media.
Validitas ini mengisyaratkan seorang peneliti menjadi aktor dalam
perubahan masyarakat. Dalam konteks media Islam Ulumul Qur’an
partisipasi peneliti bisa berbentuk keiutsertaan peneliti dalam membangun
desiminasi dalam membangun wacana toleransi dalam media massa. Jika
peneliti hanya berusaha menjawab keluhan dari kelompok-kelompok yang
43
didominasi seperti dikatakan Fay (1976), dia sebetulnya hanya membantu
memecahkan masalah individual. Bukan sebagai pelaku perubahan garis
depan. Sehingga hasil penelitian dan seorang peneliti menjadi inisiasi bagi
penciptaan kondisi-kondisi sosial baru seperti partisipasi, keadilan,
kemanusiaan, kreatifitas, demokratisasi dan kontrol kolektif.
Biasanya tantangan yang dihadapi peneliti sebagai implementasi dalam
pelaku perubahan adalah meningkatkan kesadaran masyarakat untuk
melakukan aksi secara nyata. Selanjutnya aksi peneliti tersebut dapat
meningkatkan terhadap peristiwa historis yang mempengaruhi kehidupan.
Hal ini memerlukan partisipasi terus-menerus dalam analisis kritis.
44
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada akhirnya kita harus kembali ke premis lama: bahwa media-media
yang mengusung nilai-nilai idealisme –termasuk dan terutama media Islam
pluralis dan moderat seperti Ulumul Qur’an- harus mati. Pertarungan ideologi,
problem determinasi kelas industri media, tekanan politik rezim, serta
memburuknya manajemen media massa Islam alternatif menjadi pemicu paling
urgen bagi kematian Ulumul Qur’an. Sejauh ini tidak ada yang salah dalam
strategi media Islam altenatif milik kelompok moderat seperti Ulumul Qur’an.
Jalan moderat yang mereka tempuh di tengah tekanan politik yang represif
memang sudah seharusnya demikian untuk melawan maupun mengimbangi
atmosfer permusuhan dan kebencian yang terus menerus dihembuskan oleh
media dan kelompok-kelompok fundamentalis.
Kerja-kerja semacam itu
-yang dalam jangka panjang sebenarnya
mengarah pada perdamaian umat manusia- memang tidak mungkin sama sekali
menghindari kontroversi dan desintegrasi. Jika ingin damai bersiaplah untuk
perang, sebab to avoid controversy, say nothing, do nothing, and be nothing.
Pada akhirnya, secara ekonomi media Islam Ulumul Qur’an harus
diasumsikan sebagai proyek rugi, bukan ajang mobilitas bisnis yang
menjanjikan, dan oleh karena itu daya survivalnya hanya bisa diandalkan dengan
dukungan dan solidaritas dari para stakeholders dan penyandang dana yang
45
memeliki visi dan cita-cita pluralisme yang kuat dengan dana yang kuat pula.
Tanpa itu, kita harus puas menyaksikan kondisi media Islam pluralis yang timbul
tenggelam, hidup sebentar kemudian mati, hidup hanya untuk menunggu
kematian.
Media Islam alternatif milik kelompok moderat (baca: Ulumul Qur’an)
telah mampu tampil sebagai media profesional dan taat pada kode etik meskipun harus terseok-seok di antara kepungan rezim dan pertumbuhan
industri media yang luar biasa-, namun, hal itu belum cukup untuk menjadikan
mereka mampu bertahan dari kematian. Diperlukan upaya-upaya kreatif dan
strategi yang efektif untuk menjamin bahwa artikulasi media Islam moderat
pluralis tetap bergema dan didengar masyarakat luas. Misalnya dengan
menciptakan dan memperkuat networking bukan saja antar kelompok moderat
dalam membangun media Islam alternatif, tetapi juga antar kalangan moderat
dengan para pemilik media massa umum yang tangguh.
B. Saran
Jika membangun media Islam alternatif selalu dibayang-bayangi oleh
kematian, maka membangun aliansi dengan media massa umum melalui strategi
sewa kapling /rubrik, mungkin lebih menjanjikan. Cara ini pernah ditempuh oleh
beberapa LSM seperti Wahid Institute yang menyewa rubrik majalah Gatra dan
kemudian majalah Tempo, Center for Moderat Muslim (CMM) yang menyewa
di harian Rakyat Merdeka, dan Kajian Islam Utan Kayu (KIUK) yang menyewa
rubrik pada jaringan Koran Jawa Pos. Jika langkah-langkah tersebut juga diikuti
46
oleh media Islam yang sudah mati, maka resonansi dan gairah wacana keislaman
akan tetap terjaga. Hal ini menarik jika kelompok-kelompok media Islam
moderat bisa meyakinkan para pemilik media massa umum untuk memfasilitasi
mereka tanpa harus dipusingkan oleh masalah finansial. Dan ini hanya akan
terjadi jika para pemangku media Islam alternatif tetap optimis untuk melakukan
strategi yang tepat dan cepat dalam mengawinkan dua kepentingan, sekaligus
para pemlik media massa umum mempunyai idealisme yang sama dan bersedia
berkorban untuk mewujudkan ideealisme tesebut secara berkesinambungan dan
konsisten.
Pada saat yang sama, sinergi dengan pemerintah juga bisa ditempuh
sebagai alternatif terakhir. Jika selama ini pemerintah (terutama Kementerian
Agama) cukup reaktif dalam menyikapi radikalisme dengan berbagai kampanye
dan seminar-seminar normatif, maka sudah saatnya strategi baru patut
dilakukan, salah satunya dengan memfasilitasi secara penuh proses penerbitan
media Islam yang mengusung pemahaman Islam moderat dan pluralis sebagai
counter terhadap wacana Islam puritan yang hegemonik. Apalagi hari ini media
Islam radikal telah bermigrasi ke dunia maya. Sudah barang tentu berpotensi
menciptakan kepanikan, kebencian, dan kecurigaan yang sangat sehingga
berpotensi mendatangkan ‘kiamat’.
47
DAFTAR PUSTAKA
Abid Al-Jabiri, Muhammad. 2001. Agama, Negara, dan Penerapan Syariah. Yogyakarta:
Fajar Pustaka Baru
Abubakar, Irfan. 2011. Media Freming dan Jurnalisme Damai: Menakar Peran Media
dalam Integrasi Sosial di Indonesia. Ciputat: CSRC
Abubakar, Irvan. 2006. Resolusi Konflik Agama dan Etnis di Indonesia. Ciputat: CSRC.
Agus, Muhammad. 2010. Quo Vadis Media Islam Moderat. Jakarta: JIL
Arif, Syamsuddin. 2004. Majalah Syir’ah Berlabel Islam tapi Menyerang Islam. Jakarta:
UIN Syarif Hidayatullah.
Arikunto, Suharismi. 2003.
Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Armando, Ade. 2011. Media Massa: Membangun Kerekatan atau Keretakan Bangsa,
dalam Media dan Integrasi Sosial Jembatan antar Umat Beragma. Ciputat: CSRC
Daymon, Christine. 2008. Metode-Metode Riset Kualitatif dalam Public Relation dan
Marketing Communication (terj). Yogyakarta: Bentang Pustaka.
Dominick, Joseph R. 2005. The Dynamics of Mass Communications, Boston: Mc GrawHill International Edition, edisi 8
Gaus AF, Muhammad. 2011. Media dan Integrasi Sosial Jembatan Umat Beragama,
Ciputat: CSRC.
Hardiman, F Budi. 1990. Kritik ideologi, Kanisus Yogyakarta
Haryanto, Ignatius. 1996. Pembredelan Pers di Indonesia, Kasus Koran Indonesia Raya,
Jakarta: LSPP
48
Hidayat, N Dedy. 2000 . Jurnalis, Kepentingan Modal dan Perubahan Sosial, dalam Pers
dalam Revolusi Mei, Runtuhnya Sebuah Hegemoni. Jakarta: Gramedia
Junaedi, Fajar. 2007. Komunikasi Massa Pengantar Teoritis. Yogyakarta: Santusta
Kamil, Sukron. 2013. Bahaya laten mdia Islam radikal. Yogayakarta: Araska
Kleden, Ignas. 1988. Sikap Ilmiah dan Kritik Kebudayaan. Jakarta: LP3ES
Kurniawan, Arifanto. 2011. Media dalam Lintas sejarah; dari Orba ke Reformasi.
Yoyakarta: Araska
Liebes, T dan Curran, J. 1998. Media, Ritual, Identity. London: Routledge
Maryadi. 2006. Peran Media Dalam Dialog Muslim dan Barat, Jakarta. Common Ground
News
McQuail, Denis. 2002. McQuail’s Mass Communications Theory. London: Sage
Publications
Mosco, Vincent .1998. The Political Economy of Communication, Rethinking and
Renewal. London: Sage Publications
Nabil, Mohamad. 2008. Absennya Media dalam Memperkuat Integrasi Sosial. Ciputat:
CSRC
Pawito. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: LKiS
Pujiati. 2008. Pergulatan politik Media Islam dalam Meja Catur Kapitalisme.
Yogyakarta: Narasi
Rivers L. William . 2008. Media Massa dan Masyarakat Modern. Jakarta. Kencana
Prenada Media.
Seaedy dkk. 1999. Meliput Pemilu. Jakarta: ISAI
Shoemaker, J.P dan S.D. Reese. 1996. Mediating the Message: Theories of Influences on
A Mass Media Content. New York: Longman.
49
Silitonga. 2008. Demokrasi, Media, dan Pluralisme. Yogyakarta: Penerbit Kutub
Sindhunata. 1982. Dilema Usaha Manusia Rasional Kritik Masyarakat Modern oleh Max
Horkheimer dalam Rangka Sekolah Farnkfurt. Jakarta: PT Gramedia
SK, Ishadi. 2014. Media dan kekuasaan; Televisi di Hari-Hari Presiden Soeharto,
Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
SK, Ishadi. 2000. Persepsi Elite Penguasa Terhadap Media, dalam Pers dalam Revolusi
Mei, Runtuhnya Sebuah Hegemoni. Jakarta: Gramedia
Subrata. 2002. Mantan Jenderal RTF Departmen Penerangan (1980-1985) makalah
Sudibyo, Agus. 2005. Mutu Jurnalistik Media Islam Radikal Sangat Lemah. Sebuah
wawancara dengan JIL 21 Maret 2005
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sularto, St. 2011. Peran Media Massa Mewujudkan Integrasi Sosial dalam Media dan
Integrasi Sosial Jembatan Antar Umar Beragama. Ciputat: CSRC
Surjomihardjo, Abdurrachman (ed). 1980. Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers di
Indonesia, Jakarta: LEKNAS-LIPI
Suseno, Franz Magnis. 1982. Kata pengantar dalam buku “Dilema Usaha Manusia
Rasional Kritik Masyarakat Modern oleh Max Horkheimer dalam Rangka Sekolah
Farnkfurt. Jakarta: PT Gramedia
Syahputra, Iswandi. 2013. Rezim Media Pergulatan Demokrasi, Jurnalisme, dan
Infotainment dalam Industri Televisi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Weck, Winfried dkk. 2011. Islam In the Publik Sphere: The Politics of Identity and The
Future of Democracy. Ciputat: CSRC
Majalah dan Jurnal
50
Abdallah, Ulil Abshar, Media Islam pluralis Perlu jadi trend Setter, Majalah Majemuk
edisi 8, 28 Mei 2007. Jakarta: ICRP
Hill, David T, 1996, Media Alternatif, Forum Keadilan No. 12/V, 23 September.
Jurnal Ulumul Qur’an Nomor 3 VII 1997
Jurnal Ulumul Qur’an Nomor 3, VOL IV, 1993
Jurnal Ulumul Qur’an Nomor 5 VII 1997
Jurnal Ulumul Qur’an Vol II 1990
Jurnal Ulumul Qur’an, 4 VII 1997
Majalah Fadilah Edisi 2 April 2005
Internet
http://www.lintas.me/go/lsafpress.blogspot.com/blog-lsaf-press-jakarta
http://www.lintas.me/go/lsafpress.blogspot.com/jurnal-ulumul-quran-uq-edisi-perdanatahun-1989
https://www.lintas.me/bisnis/other/lsafpress.blogspot.com/jurnal-ulumul-quran-uqedisi-perdana-tahun-1989
Wawancara
Wawancara dengan Ni’am Shaleh 15 Mei 2015
Wawancara dengan Muhammad Gaus AF 4 April 2015
Wawancara dengan Muhammad Ali Fakih 13 April 2015
Wawancara dengan Masdar Farid Mas’udi 16 April 2015
Wawancara dengan Dawam Rahardjo 16 April 2015
51
Wawancara dengan Savic Aliha 17 April 2015
Wawancara dengan Ahmad Baso 23 April 2015
52
Download