Realitas Pesan Iklan Kampanye Andi Alfian Mallarangeng Pada Pencalonan Ketua Umum Partai Demokrat Periode 2010-2015 Dina Andriana Akom BSI Jakarta Jl. Kayu Jati V No 2, Pemuda Rawamangun, Jakarta-Timur [email protected] Abstract Advertising messages Democrat leadership race Andi Alfian Mallarangeng contains constructs that tend to attribute it to a higher position. Though originally only intended to be general chairman of the party. Of course, this is regardless of the ultimate goal of making the ad. Interesting to study when the purpose of advertising agency that created apparently strayed far. In addition to the descriptive analysis, the method used is literature. Results of the study authors, this ad is incompatible with the concept of the ad was made. Because the ad campaign for Democrat Andi Alfian Malarangeng ineffective and inefficient because of the advertising agencies are not able to give sense to the client (team suskses AM) that this ad will be redundant and not well targeted. Keyword: ad campaigns, construction of reality, Abstrak Pesan iklan pemilihan ketua umum partai Demokrat Andi Alfian Mallarangeng mengandung konstruksi yang cenderung mengarahkannya pada jabatan yang lebih tinggi. Padahal mulanya hanya bertujuan menjadi ketua umum partai saja. Tentu, hal ini terlepas dari tujuan utama dari pembuatan iklan tersebut. Menarik untuk dikaji manakala tujuan iklan yang dibuat agensi ternyata melenceng jauh. Selain dengan analisa deskriptif, metode yang digunakan adalah studi pustaka. Hasil dari telaah penulis, iklan ini tidaklah sesuai dengan konsep iklan yang dibuat. Karena iklan kampanye Andi Alfian Malarangeng for Democrat tidak efektif dan efisien karena si agensi periklanan tidak mampu memberikan pengertian kepada klien dalam hal ini tim suskses Andi Alfian Mallarangeng bahwa iklan ini nantinya akan sia-sia dan tidak tepat sasaran. Kata kunci : iklan kampanye, konstruksi realitas. I. PENDAHULUAN Tidak dapat dipungkiri bahwa media massa menyumbangkan peradaban bagi manusia. Interaksi dalam berkomunikasi massa bisa dilakukan bisa lebih dari sekadar menyampaikan isi pesan dari entitas media kepada khalayak sebagai komunikan. Berbagai motivasi komunikasi mampu diterjemahkan oleh media massa dengan dukungan kecanggihan teknologi komunikasi. Mulai dari motivasi ekonomi, politik serta budaya. Kecanggihan ini dimanfaatkan betul oleh pengelola media massa agar pesan yang disampaikannya sebisa mungkin mampu diterima oleh khalayak, menjangkau sejauh-jauhnya dari aspek jarak, serta tentunya merealisasikan motivasinya. Kelebihan ini semakin mempermudah proses akses media oleh khalayak. Intinya apapun yang ada pada suatu negara bisa diterima oleh negara lain. Media merupakan perangkat besar menuju satu tujuan besar dalam suatu bangsa dan negara. Dalam mewujudkannya harus terdapat kekuatan yang besar. Mereka yang menguasai media memiliki kuasa begitu besar. Tujuan besar itu membangun budaya rakyat atau menguasainya. Beberapa media besar, terutama televisi, telah membuka lebar pintu kesempatan bagi setiap partai politik dan tim sukses calon presiden dan calon wakil presiden berlomba melakukan kampanye di dalam perhelatan besar demokrasi, pemilihan umum 44 (Pemilu) legislatif dan eksekutif pada April dan Juli 2009 sebagai contoh konkritnya. Berbagai langkah dan upaya terkait kebutuhan serta kepentingan politik jelang pemilu coba dilancarkan elit dan partai politik memanfaatkan media massa sebagai instrumennya.Peran media yang dimuat dalam undang-undang pemilihan umum membuat media berani melangkah lebih jauh berkontribusi di pemilu. Adalah Metro TV dan TV One, dua stasiun televisi yang berpartisipasi aktif dalam menyediakan ruang besar khusus setiap dinamika pemilu untuk dilepas ke rakyat. TV One telah menyematkan sebagai TV Pemilu. Metro TV dengan Election Channel-nya. Begitu pun, berbagai media cetak menyediakan kolom khusus terkait program pemilu. Terlebih forum kampanye dan debat presiden dan wakil presiden. Media-media itu secara elegan menyajikan rangkaian program khusus pemilu, meliputi beritaan, sorotan politisi dan partai politik beserta program-programnya, survei pemilih, iklan politik, sampai pada perdebatan terbuka antar tokoh politik maupun partai. Berbagai kemasan program-program terkait pemilu di dalam media-media besar pada dasarnya hanya sekadar mengemukakan khasanah pergulatan antara para politisi dari setiap partai politik yang ada kepada rakyat. Selebihnya kembali kepada rakyat yang ditempatkan sebagai penimbang, sekaligus pada akhirnya pengambil keputusan di saat pemilu berlangsung nantinya. Dengan kata lain, media merupakan arena penyampaian isi terkait Pemilu 2009, dimana politisi dan partai-partai politik adalah pemain sekaligus penulis isi informasi dan sutradara. Sementara itu, Rakyat hanya penonton. Iklan politik selalu mengundang kontroversi. Sejak pertama kali muncul di televisi tahun 1952, iklan politik selalu mengundang perdebatan, terkait etika dan hukum. Contoh, iklan politik Lyndon B Johnson tahun 1964, yang kondang disebut iklan “Bunga Daisy”. Dalam spot iklan ditayangkan seorang gadis cilik tengah memetik bunga aster saat sebuah bom atom meledak dengan jamur api maha dahsyat membumbung tinggi. Iklan politik itu dimaksudkan untuk menyebarkan ketakutan rakyat mengenai kecenderungan Barry Goldwater, lawan politik Johnson, untuk memulai sebuah perang nuklir dengan Uni Soviet (Yulianti, 2004). Iklan politik pada dasarnya tidak beda promosi produk. Keduanya berusaha menjual sesuatu kepada sasaran konsumen tertentu. Memang iklan politik lebih rumit daripada iklan sabun atau obat nyamuk. Jika berhasil, iklan politik bisa meraih sejumlah target, seperti meningkatkan popularitas calon, meyakinkan pemilih yang masih bingung, meraih dukungan, 45 menyerang pesaing dan penentang, menjelaskan visi dan misi, dan menjaga citra sang calon (Yulianti, 2004). Menurut Arswendo, saat ini media televisi menjadi media yang paling efektif untuk beriklan. Negatifnya, biaya iklan menjadi semakin besar sehingga hanya menguntungkan bagi mereka yang berduit. Sedangkan dari sisi substansi, iklan-iklan politik yang ada saat ini hanya sekadar pengenalan figur dan partai (Kompas, 23 Agustus 2008). Komunikasi politik merupakan salah satu fungsi partai politik, yakni menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa -”penggabungan kepentingan” (interest aggregation) dan “perumusan kepentingan” (interest articulation) untuk diperjuangkan menjadi public policy (Miriam Budiardjo). Iklan kampanye politik Andi Mallarangeng memiliki dua versi yang berbeda. Kalau versi yang pertama merupakan versi Partai Tengah di mana Partai Demokrat mempositioningkan dirinya sebagai partai yang berusaha merangkul semua kalangan dan lapisan masyarakat karena letaknya di tengah sehingga menjangkau semua orang. Sedangkan versi iklan yang kedua lebih mengetengahkan Partai Demokrat adalah Partainya generasi muda yang penuh warna dan berasal dari beraneka macam budaya butuh wadah aspirasi di dunia politik. Berdasar pada yang diutarakan sebelumnya, maka menarik untuk mengetahui bagaimana kontruksi pesan iklan kampanye politik Andi Alfian Mallarangeng II. KAJIAN LITERATUR 2.1. Konstruksi Realitas Realitas berasal dari kata latin “res” artinya benda, dan berubah menjadi “realis” yang artinya sesuatu yang membedakan dan atau mempunyai wujud, aktual. Realitas meliputi semua yang telah dikonsepkan sebagai sesuatu yang mempunyai wujud (bisa nyata atau kasat mata). Antara realitas dan pengetahuan kaitannya sangat erat, yaitu body of knowledge yang diproses terus menerus dalam masyarakat sampai dianggap realitas (Widiastuti, 2005: 54). Teori Konstruksi Sosial (Peter Berger & Thomas Luckman, 1996) di masyarakat, “suatu kualitas yang terdapat dalam gejala fenomena-fenomena yang diakui oleh manusia memiliki being (keberadaan) dan tidak tergantung pada manusia itu sendiri. (Bungin, 2008: 203). Karena sifat dan faktanya bahwa pekerjaan media massa adalah menceritakan peristiwa peristiwa, maka kesibukan utama media massa adalah mengkosntruksi berbagai realitas yang akan disiarkan. Media menyusun realitas dari berbagai peristiwa yang terjadi hingga menjadi cerita atau wacana yang bermakna pembuatan berita di media massa pada dasarnya adalah penyusunan realitas-realitas hingga membentuk sebuah cerita atau wacana yang bermakna. (Tuchman dalam Hamad, 2004: 11). Dalam konstruksi realitas, bahasa adalah unsur utama. Ia merupakan instrumen pokok untuk menceritakan realitas. (Hamad, 2004: 12). Tentang proses konstruksi realitas, prinsip setiap upaya “menceritakan” (konseptualisasi) sebuah peristiwa, keadaan, atau benda tidak terkecuali mengenai hal-hal yang berkaitan dengan politik adalah usaha mengkonstruksi realitas. (Hamad, 2004: 11). Vertergaard dan Schroder (Bungin, 2008: 226) menjelaskan, dalam bahasa komunikasi ada pesan verbal dan pesan visual. Pesan verbal berhubungan dengan situasi saat berkomunikasi dan situasi ini ditentukan oleh konteks sosial kedua pihak yang melakukan komunikasi. Sedangkan pada pesan visual hubungan kedua pihak sepenuhnya tidak ditentukan situasi, namun bagaimana kedua pihak menafsirkan teks dan gambar. Melalui konstruksi sosial media massa, realitas Iklan Televisi dalam Masyarakat Kapitalistik (2000), teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas Peter L. Berger dan Luckmann direvisi dengan mengikutsertakan fenomena media massa menjadi sangat substansi dalam proses eksternalisasi, subjektivasi, dan internalisasi. Substansi “teori konstruksi sosial media massa” adalah pada sirkulasi informasi yang cepat dan luas sehingga konstruksi sosial berlangsung dengan sangat cepat dan sebarannya merata. Realitas konstruksi itu juga membentuk opini massa, massa cenderung apriori dan opini massa cenderung sinis (Bungin, 2008: 203). Dari konten konstruksi sosial media massa, proses kelahiran konstruksi sosial media massa melalui tahap-tahap sebagai berikut: (a) tahap menyiapkan materi konstruksi; (b) tahap sebaran konstruksi; (c) tahap pembentukan konstruksi; dan (d) tahap konfirmasi (Bungin, 2008: 203). Pada konteks ini iklan kampanye politik di media televisi ini ditayangkan secara intensif pada televisi swasta nasional pada bulan Maret hingga Mei 2010. Substansi “teori konstruksi sosial media massa” adalah pada sirkulasi informasi yang cepat dan luas sehingga konstruksi sosial berlangsung dengan sangat cepat dan sebarannya merata. Realitas konstruksi itu juga membentuk opini massa, massa cenderung apriori dan opini massa cenderung apriori dan opini massa cenderung sinis (Bungin, 2008: 203). Posisi “konstruksi sosial media massa” adalah mengoreksi substansi kelemahan dan melengkapi “konstruksi sosial atas realitas”, dengan menempatkan seluruh kelebihan media massa dan efek media pada keunggulan “konstruksi sosial media massa” atas “konstruksi sosial atas realitas”. Namun proses simultan yang digambarkan di atas tidak bekerja secara tiba-tiba, namun terbentuk dari beberapa tahapan penting. Dari konten konstruksi sosial media massa, proses kelahiran konstruksi sosial media massa melalui tahap-tahap sebagai berikut: (a) tahap menyiapkan materi konstruksi; (b) tahap sebaran konstruksi; (c) tahap pembentukan konstruksi; dan (d) tahap konfirmasi (Bungin, 2008: 203). a. Tahap Menyiapkan Materi Konstruksi adalah tugas untuk mendistribusikan isu-isu penting yang menjadi fokus media massa. b. Tahap Sebaran Konstruksi Sebaran konstruksi media massa dilakukan melalui strategi media massa. Konsep konkret strategi sebaran media massa masing-masing media massa berbeda, namun prinsip utamanya adalah real time. Pilihan-pilihan wilayah sebaran adalah strategi dalam sebaran konstruksi media berdasarkan pada segmentasi pasar. Prinsip dasar dari sebaran kosntruksi sosial media massa adalah semua informasi harus sampai pada pemirsa atau pembaca secepatnya dan setepatnya berdasarkan pada agenda media. Apa yang dipandang penting oleh media, menjadi penting pula bagi pemirsa atau pembaca. c. Pembentukan Konstruksi Realitas 1) .Tahap pembentukan konstruksi realitas. Dalam pembentukan konstruksi realitas di masyarakat melalui tiga tahap yang berlangsung secara generik. Pertama, konstruksi realitas pembenaran sebagai suatu bentuk konstruksi media massa yang terbangun di masyarakat yang cenderung membenarkan apa saja yang ada di media massa sebagai sebuah realitas kebenaran. Kedua, kesediaan dikonstruksi oleh media massa, yaitu sikap generik dari tahap yang pertama. Bahwa pilihan seseorang untuk menjadi pemirsa atau pembaca media massa adalah karena pilihannya untuk bersedia pikiran-pikiran dikosntruksikan oleh media massa. Ketiga, sebagai pilihan konsumtif, di mana seseorang secara habit tergantung pada media massa. 2). Pembentukan konstruksi citra, pembentukan konstruksi citra adalah bangunan yang diinginkan oleh tahap konstruksi. 46 citra yang dibentuk oleh media massa terdiri dari dua model: good news dan bad news. d. Tahap Konfirmasi Konfirmasi adalah tahapan ketika media massa maupun pembaca dan pemirsa memberi argumentasi dan akuntabilitas terhadap pilihannya untuk terlibat dalam tahap pembentukan kosntruksi. Bagi media, tahapan ini perlu sebagai bagian untuk memberi argumentasi terhadap alasan-alasannya kontruksi sosial. Sedangkan pemirsa atau pembaca, tahapan ini juga sebagai bagian untuk menjelaskan mengapa ia terlibat dan bersedia hadir dalam proses konstruksi sosial. 2.2. Iklan Televisi Dalam buku Advertising Exellence sebagaimana dituliskan Arens dalam (Widyatama, 2006:13), iklan adalah struktur informasi dan susunan komunikasi non personal yang biasanya dibiayai dan bersifat persuasif, tentang produk (barang, jasa, dan gagasan) oleh sponsor yang teridentifikasi melalui berbagai macam media. Vestergaard and Schoder (1985) dalam Widyatama (2004:14), iklan memiliki lima tujuan, yaitu menarik perhatian, membangkitkan minat, merangsang hasrat, menciptakan keyakinan, dan melahirkan tindakan (membeli barang/jasa). Iklan televisi (television commercial) adalah iklan yang ditayangkan melalui media televisi. Melalui media ini, pesan disampaikan dalam bentuk audio, visual, dan gerak. Bentuk pesan audio, visual, dan gerak tersebut pada dasarnya merupakan sejumlah tanda. (Widyatama, 2004: 14). Dalam kajian semiologi, iklan adalah seperangkat tanda yang berfungsi menyampaikan sejumlah pesan (Kasiyan dalam Widyatama, 2004:14). Iklan televisi terdiri atas iklan sponsorship, iklan layanan masyarakat, iklan spot, promo ad dan iklan politik. (Bungin, 2002). Pesan iklan politik itu secara garis besar terbagi dua sesuai pemasangnya. Jika pemasangnya adalah lembaga non parpol maka inti pesannya politik mencakup: a Penjelasan pemilu sebagai sarana demokrasi, b. Seruan supaya masyarakat datang ke tempat pemungutan suara. Sementara bila pemasangnya partai politik, maka pesannya berupa: 1). Sosialisasi atau penguatan ingatan (reminding) lambang, nomor dan ketua partai 2). Ajakan supaya mencoblos partai tersebut pada hari pemilihan. (Hamad, 2004:106) Konsep mengenai konstruksi pertama kali 47 diperkenalkan oleh Peter L. Berger, seorang interpretatif. Peter L. Berger bersama-sama dengan Thomas Luckman mengatakan setiap realitas sosial dibentuk dan dikonstruksi oleh manusia. Mereka menyebutkan proses terciptanya konstruksi realitas sosial melalui adanya tiga tahap, yakni eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi. Secara singkat, penjelasannya adalah sebagai berikut: a. Eksternalisasi ialah proses penyesuaian diri dengan dunia sosiokultural sebagai produk manusia. Dimulai dari interaksi antara pesan iklan dengan individu pemirsa melalui tayangan televisi. Tahap pertama ini merupakan bagian yang penting dan mendasar dalam satu pola interaksi antara individu dengan produk-produk sosial masyarakatnya. Yang dimaksud dalam proses ini ialah ketika suatu produk sosial telah menjadi sebuah bagian penting dalam masyarakat yang setiap saat dibutuhkan oleh individu, maka produk sosial itu menjadi bagian penting dalam kehidupan seseorang untuk melihat dunia luar; b. Objektivasi ialah tahap di mana interaksi sosial yang terjadi dalam dunia intersubjektif yang dilembagakan atau mengalami proses institusionalisasi. Pada tahap ini, sebuah produk sosial berada proses institusionalisasi, sedangkan individu memanifestasikan diri dalam produk-produk kegiatan manusia yang tersedia, baik bagi produsenprodusennya maupun bagi orang lain sebagai unsur dari dunia bersama. Objektivasi ini bertahan lama sampai melampaui batas tatap muka di mana mereka bisa dipahami secara langsung. Dengan demikian, individu melakukan objektivasi terhadap produk sosial, baik penciptanya maupun individu lain. Kondisi ini berlangsung tanpa harus mereka saling bertemu. Artinya, proses ini bisa terjadi melalui penyebaran opini sebuah produk sosial yang berkembang di masyarakat melalui diskursus opini masyarakat tentang produk sosial, dan tanpa harus terjadi tatap muka antar individu dan pencipta produk sosial; c. Internalisasi ialah proses di mana individu mengidentifikasikan dirinya dengan lembaga-lembaga sosial atau organisasi sosial tempat individu menjadi anggotanya. Terdapat dua pemahaman dasar dari proses internalisasi secara umum; pertama, bagi pemahaman mengenai ‘sesama saya’ yaitu pemahaman mengenai individu dan orang lain; kedua, pemahaman mengenai dunia sebagai sesuatu yang maknawi dari kenyataan sosial. Peter L Berger dan Luckmann menjelaskan konstruksi sosial atas realitas melalui “The Social Construction of Reality, a Treatise in the Sociological of Knowledge”. Teori dan pendekatan proses sosial atas realitas yang terjadi secara simultan melalui tiga proses sosial, yaitu eksternalisasi, objectivasi, dan internalisasi. Ketiga proses ini terjadi di antara individu satu dengan individu lainnya dalam masyarakat. Semakin berkembangnya zaman dan teknologi membuat masyarakat berubah dari yang bersifat komunitas primer dan semi sekunder menjadi masyarakat transisi – modern bahkan postmodern, dengan demikian hubungan-hubungan antara individu dan kelompoknya, pimpinan dengan kelompoknya, orang tua dengan anggota keluarganya menjadi sekunder – rasional. Hal ini membuat teori Peter L. Berger dan Luckmann mengenai realitas sosial menjadi tidak relevan karena Peter L. Berger dan Luckmann tidak mengikutsertakan media massa menjadi fenomena yang berpengaruh dalam konstruksi sosial atas realitas. Melalui konstruksi sosial media massa, teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas Peter L. Berger dan Luckmann direvisi dengan mengikutsertakan fenomena media massa menjadi sangat substansi dalam proses eksternalisasi, subjektivasi, dan internalisasi. Substansi “teori konstruksi sosial media massa” adalah pada sirkulasi informasi yang cepat dan luas sehingga konstruksi sosial berlangsung dengan sangat cepat dan sebarannya merata. Realitas konstruksi itu juga membentuk opini massa, massa cenderung apriori dan opini massa cenderung sinis (Bungin, 2008: 203). Posisi “konstruksi sosial media massa” adalah mengoreksi substansi kelemahan dan melengkapi “konstruksi sosial atas realitas”, dengan menempatkan seluruh kelebihan media massa dan efek media pada keunggulan “konstruksi sosial media massa” atas “konstruksi sosial atas realitas”. Namun proses simultan yang digambarkan di atas tidak bekerja secara tiba-tiba, namun terbentuk dari beberapa tahapan penting. Dari konten konstruksi sosial media massa, proses kelahiran konstruksi sosial media massa melalui tahap-tahap sebagai berikut: (a) tahap menyiapkan materi konstruksi; (b) tahap sebaran konstruksi; (c) tahap pembentukan konstruksi; dan (d) tahap konfirmasi (Bungin, 2008: 203). a. Tahap Menyiapkan Materi Konstruksi, menyiapkan materi konstruksi sosial media massa adalah tugas untuk mendistribusikan isu-isu penting yang menjadi fokus media massa, terutama yang berhubungan dengan tiga hal, yaitu: kedudukan (tahta), harta dan perempuan. b. Tahap Sebaran Konstruksi, sebaran konstruksi media massa dilakukan melalui strategi media massa. Konsep konkret strategi sebaran media massa masing-masing media massa berbeda, namun prinsip utamanya adalah real time. Pilihan-pilihan wilayah sebaran adalah strategi dalam sebaran konstruksi media berdasarkan pada segmentasi pasar. Prinsip dasar dari sebaran kosntruksi sosial media massa adalah semua informasi harus sampai pada pemirsa atau pembaca secepatnya dan setepatnya berdasarkan pada agenda media. Apa yang dipandang penting oleh media, menjadi penting pula bagi pemirsa atau pembaca. c. Pembentukan Konstruksi Realitas Gambaran terbaik untuk menjelaskan suatu realitas adalah dengan melihat sistem teknologi yang digunakan. Untuk menciptakan masyarakat teknologi, maka suatu masyarakat harus memiliki sistem teknologi yang baik (Goulet, 1977: 7). Dengan demikian, maka fungsi teknologi adalah kunci perubahan masyarakat. Teknologi secara fungsional telah menguasi masyarakat, bahkan pada fungsi yang substansial, seperti mengatur beberapa sistem norma di masyarakat. Dalam dunia pertelevisial, teknologi telah menguasi jalan pikiran masyarakat, televisi telah menguasai pikiran-pikiran manusia dengan cara membangun theater of mind yang dapat dijumpai dalam iklaniklan televisi. Iklan-iklan diciptakan serealitis mungkin, adegan-adegan dibuat berlebihan yang mampu membawa pemirsa kepada pembentukan suatu kesan (citra) pada suatu objek iklan. Namun pengetahuan itu hanya realitas yang dibangun oleh iklan televisi dalam media televisi untuk menjelaskan betapa hebatnya suatu produk atau jasa. Realitas suatu iklan dibangun oleh bagian kreatif yang di dalamnya terdapat antara lain copywriter, visualizer, strategic planner yang menggambarkan realitas suatu produk atau jasa yang diinginkan oleh kliennya. Manusia-manusia kreatif itu, mampu merealisasikan realitas dalam suatu iklan karena memiliki kemampuan khusus dan juga dipengaruhi oleh lingkungan, budaya, pandangan konsumen terhadap produk atau jasa yang diiklankan, pengetahuan mengenai dunia periklanan dan keahlian teknologi. Sistem tanda bahasa digunakan secara maksimal dalam iklan televisi. Iklan televisi yang umumnya berdurasi ukuran detik, memanfaatkan sistem tanda untuk memperjelas makna citra yang dikonstruksikan. Sehingga apa yang ada dalam berbagai makna iklan sesungguhnya itu adalah realitas bahasa itu sendiri. Vertergaard dan Schroder (Bungin, 2008: 226) menjelaskan, dalam bahasa komunikasi ada pesan verbal dan pesan visual. Pesan verbal berhubungan dengan situasi saat berkomunikasi dan situasi ini ditentukan oleh konteks sosial kedua pihak yang melakukan komunikasi. Sedangkan pada pesan visual hubungan kedua pihak 48 sepenuhnya tidak ditentukan situasi, namun bagaimana kedua pihak menafsirkan teks dan gambar. Di dalam iklan, bahasa digunakan dengan dua tujuan, pertama, sebagai media komunikasi dan kedua, bahasa digunakan untuk menciptakan realitas. Sebagai media komunikasi, maka iklan bersifat informatif sedangkan sebagai wacana penciptaan realitas, maka iklan adalah sebuah seni di mana orang menggunakan bahasa untuk menciptakan dunia yang diinginkannya. III. METODELOGI Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan, Penelitian dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang terdapat dalam buku-buku literatur, koran, majalah, dan sumber lain yang terkait dengan masalah yang diteliti. dalam penulisan ini data sekunder dikumpulkan dengan cara melakukan studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data yang berdasarkan pada buku-buku literatur, sedangkan data primer didapat dari jurnal maupun penelitian-penelitian yang ditulis oleh peneliti sebelumnya yang terkait dengan obyek penelitian guna menghindari duplikasi penelitian. IV. PEMBAHASAN Analisa realitas iklan televisi Andi Alfian Mallarangeng (AM) yang berupa iklan kampanye dirinya untuk menjadi Ketua Umum Partai Demokrat periode 2010 - 2015 dengan menggunakan teori konstruksi sosial media massa yang telah dijabarkan di atas. Penulis menganalisis iklan televisi AM untuk Demokrat ini berdasarkan pembagian tahapan penting dalam mengkosntruksi suatu realitas media massa. Tahapan itu adalah: a. Tahap Menyiapkan Materi Konstruksi. Pada iklan kampanye AM untuk Demokrat ini, dibuat dengan berusaha untuk mengangkat isu penting mengenai kedudukan (tahta) seorang Ketua Umum Partai Demokrat periode 2010 2015 yang baru. Di mana iklan dikonstruksi untuk menimbulkan kesan positif kepada Andi Mallarangeng yang dekat dengan kalangan intelektual muda dan mengesampingkan perbedaan SARA dalam menjalankan suatu organisasi politik yakni Partai Demokrat. b. Tahap Sebaran Konstruksi. Sebaran konstruksi pada iklan kampanye AM menggunakan media lini atas pada periklanan yaitu televisi yang memiliki kelebihan-kelebihan dalam aspek persuasif yang kuat. Prinsip utama 49 tahapan ini adalah real time. Pada media televisi memang memiliki sifat langsung (live), dalam arti seketika iklan ditayangkan, seketika itu juga proses konstruksi kepada khalayak diterima. Pemilihan wilayah sebaran juga sangat diperhatikan karena iklan kampanye AM ini disiarkan di semua televisi swasta di Indonesia yang memiliki jangkauan luas mencakup seluruh nusantara Republik Indonesia. Dan memiliki durasi sekitar 30 detik dan penayangan iklannya selalu berada pada waktuwaktu primetime, di mana pada saat primetime, seluruh target audiens iklan sedang berada tepat di depan layar televisinya. c. Pembentukan Konstruksi Realitas 1). Tahap Pembentukan Konstruksi Realitas Dalam pembentukan konstruksi realitas di masyarakat melalui tiga tahap yang berlangsung secara generik. Pertama, iklan kampanye AM ini, berusaha mengkontruksi realitas pembenaran dengan menonjolkan sisi positif atau kekuatan si Objek iklan dalam hal ini Andi Mallarangeng yang memang benar sesuai kenyataan, seperti Andi yang pernah menjabat sebagai menteri pendidikan dan olahraga , sebagai juru bicara kepresidenan SBY, dan sebagai anggota Partai Demokrat yang selalu aktif dalam kegiatan Partai Demokrat. Dalam hal ini realitas yang ditampilkan sesuai dengan kenyataan sebenar Andi. Kedua, kesediaan dikonstruksi oleh media massa, yaitu sikap generik dari tahap yang pertama. Bahwa pilihan seseorang untuk menjadi pemirsa atau pembaca media massa adalah karena pilihannya untuk bersedia pikiran-pikiran dikosntruksikan oleh media massa. Dalam tahap ini, penulis berasumsi bahwa penayangan iklan kampanye AM tidak ada kesediaan pemirsa (audiens) untuk dikonstruksi, karena sifat iklan yang tayang tanpa bisa diketahui secara jelas oleh audiensnya. Sehingga audiens secara tidak disengaja terkonstruksi oleh iklan yang ditayangkan. Ketiga, sebagai pilihan konsumtif, di mana seseorang secara habit tergantung pada media massa. Tahap ini dilihat bahwa audiensnya merupakan seseorang yang memiliki kebiasaan mengkonsumsi segala program acara yang ditawarkan oleh televisi termasuk iklan. (2). Pembentukan Konstruksi Citra. Dalam iklan kampanye AM terjadi pembentukan konstruksi citra dengan menggunakan model good news. Sebuah konstruksi yang cenderung mengkonstruksi suatu pemberitaan yang baik. Iklan kampanye AM tentu saja ingin mengkonstruksi citra positif agar opini publik yang terbentuk akan mendukungnya menjadi calon kuat Ketua Umum Partai Demokrat periode 2010 - 2015 selanjutnya. Media bersedia menyiarkan iklan dengan maksud utama mencitrakan kebaikan dari sosok Andi Mallarangeng yang diiklankan. Tentu saja pihak tim sukses AM bersedia membayar biaya periklanan yang cukup mahal dengan maksud memenangkan AM sebagai Ketua Umum Partai Demokrat periode 2010 - 2015. d. Tahap Konfirmasi Tahap konfirmasi merupakan tahap ketika media massa dan pemirsa televisi memberikan argumen dan akuntabilitas terhadap pilihannya untuk terlibat dalam pembentukan konstruksi. Dalam analisis iklan kampanye AM, penulis tidak melakukan konfirmasi dengan media massa dalam hal ini televisi. Namun penulis mendapatkan argumen-argumen dari pemirsa yang telah menyaksikan dan mengetahui iklan kampanye AM, diantaranya seperti : - Amal Al Ghozali dalam blognya http://amalalghozali.com/2010/04/08/iklan-politik-salahsasaran/ menyampaikan bahwa iklan kampanye AM merupakan iklan politik yang salah sasaran. Berikut kutipannya: Rabu, 7/4/2010, LP3ES mengumumkan hasil survey yang dilakukan tentang calon Ketua Umum Partai Demokrat periode 2010 - 2015. Dari tiga kandidat yang ada, Anas Urbaningrum memiliki elektabilitas tertinggi, yakni lebih dari 46 persen. Sedangkan Marzuki Ali memperoleh dukungan sekitar 21 persen. Yang mengejutkan, Andi Mallarangeng, mantan juru bicara Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono yang kini menjabat Menteri Pemuda dan Olahraga, hanya mendapat dukungan 2,1 persen. Responden survey adalah para ketua cabang partai yang juga pemilik hak suara pada kongres 2123 Mei 2010. ` Meski dalam tulisan yang lalu saya sudah memprediksikan bahwa program pemasaran politik yang dilakukan Andi Mallarangeng belum tentu efektif, mengingat iklan politik yang dilakukan di televise “salah sasaran” pasarnya, tapi sungguh saya tidak menyangka bahwa hasil survey menunjukkan kenyataan yang sedemikian parah. Angka 2,1 persen yang diperoleh Andi adalah angka paling rendah, bahkan dibandingkan dengan bakal calon lain yang sudah mengundurkan diri, Agus Hermanto dan tokoh senior Partai Demokrat Hajono Isman. Perolehan dukungan suara untuk Andi Mallarangeng berdasarkan hasil survey LP3ES tersebut, sangat kontras dengan berbagain klaim dukungan dan kedekatannya dengan Presiden Soesilo Bambang yudhoyono sang pendiri partai sekaligus Ketua Dewan Pembina, serta co-branding yang dilakukan bersama Edy Baskoro (Ibas), putra Presiden. Inilah yang disebut ironi. Iklan kampanye yang dibayar tim sukses di televis dengan frekwensi tayang sangat tinggi dan pilihan jam tayang yang spesifik, seakan menaburkan garam di laut saja. b. Media Indonesia 17 Mei 2010 selaku pemirsa memberikan argumentasinya bahwa iklan kampanye AM for Democrat itu merupakan usaha untuk memoles citra AM dalam merebut opini publik di masyarakat. c. Ruhut dalam suatu website http://www.pemiluindonesia.com/berita-pemilu/ruhut-iklanandi-mallarangeng-buang-uang.html. Ruhut selaku Ketua DPP Demokrat berpendapat bahwa iklan kampanye AM yang mengusung slogan “Demokrat 1”, bahwa Andi hanya buangbuang uang untuk iklan kampanye calon Ketua Umum Demokrat. Penulis berargumentasi bahwa iklan yang dikonstruksi untuk membentuk citra positif AM dapat dipahami secara baik dengan what to say yang sangat generik. Namun jika dilihat dari tujuan AM sendiri adalah untuk memenangkan pencalonan dirinya menjadi Ketua Umum Partai Demokrat periode 2010 – 2015 tidaklah sesuai dengan konsep iklan yang dibuat. Karena iklan kampanye AM for Democrat itu lebih kepada iklan kampanye seorang yang akan mencalonkan diri menjadi wakil rakyat di DPR/MPR atau pencalonan seorang CAPRES dan CAWAPRES. Kenapa? Karena ia menggunakan semua lini media periklanan untuk berkampanye. Pada hal seharusnya dia cukup melakukan kampanye iklan lini bawah saja berupa pelaksanaan kunjungan ke DPP di daerahdaerah. Karena pencalonan diri sebagai ketua umum partai adalah proses yang terjadi di internal organisasi dan pemilihannya pun nanti yang berhak adalah anggota dewan pengurus Partai Demokrat bukan seluruh target audiens di Indonesia. Sehingga penulis berasumsi bahwa iklan kampanye ini sangat tidak efektif dan efisien karena si agensi periklanan tidak mampu memberikan pengertian kepada klien (tim suskses AM) bahwa iklan ini nantinya akan sangat mubazir dan tidak tepat sasaran. 50 V. PENUTUP Iklan yang dikonstruksi untuk membentuk citra positif AM dapat dipahami secara baik dengan what to say yang sangat generik. Namun jika dilihat dari tujuan AM sendiri adalah untuk memenangkan pencalonan dirinya menjadi Ketua Umum Partai Demokrat periode 2010 – 2015 tidaklah sesuai dengan konsep iklan yang dibuat. Karena iklan kampanye AM for Democrat itu lebih kepada iklan kampanye seorang yang akan mencalonkan diri menjadi wakil rakyat di DPR/MPR atau pencalonan seorang CAPRES dan CAWAPRES. Kenapa? Karena ia menggunakan semua lini media periklanan untuk berkampanye. Pada hal seharusnya dia cukup melakukan kampanye iklan lini bawah saja berupa pelaksanaan event-event kunjungan ke DPP di daerah-daerah. Karena pencalonan diri sebagai ketua umum partai adalah proses yang terjadi di internal organisasi dan pemilihannya pun nanti yang berhak adalah anggota dewan pengurus Partai Demokrat bukan seluruh target audiens di Indonesia. Sehingga penulis berasumsi bahwa iklan kampanye ini sangat tidak efektif dan efisien karena si agensi periklanan tidak mampu memberikan pengertian kepada klien (tim suskses AM) bahwa iklan ini nantinya akan sangat mubazir dan tidak tepat sasaran. DAFTAR PUSTAKA Agger, Ben. 2009, Teori Sosial Kritis, Yogyakarta: Kreasi Warna. Bungin, Burhan, 2008, Konstruksi Sosial Media Massa, Jakarta, Kencana Prenada. Collin, Finn. 1991, Social Reality, New York, Routledge: Darma, Yoce Aliah. 2009, Analisis Wacana Kritis. Bandung, Yrama Widya. Eriyanto, 2001, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, Yogyakarta, LKIS. Hamad, Ibnu, 2004, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa. Jakarta, Granit. Tinarbuko, Sumbo. 2009. Iklan Politik dalam Realitas Media, Yogyakarta, Jalasutra: . Sumber lain Jurnal: Muslich, Masnur. 2008, Kekuasaan Media Massa Mengkonstruksi Realitas. Jurnal Bahasa dan Seni. Tahun 36 No. 2. 51 Widiastuti, Tuti. 2005, Konstruksi Realitas Perempuan Dalam Program Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi, Jurnal Komunika Vol. 8 No. I. Internet: Amal Al Ghozali dalam blognya http://amalalghozali.com/2010/04/08/iklan-politik-salah-sasaran/ menyampaikan bahw iklan kampanye AM merupakan iklan politik yang salah sasaran. Diakses 10 September 2010. http://www.pemiluindonesia.com/berita-pemilu/ ruhut-iklan-andi-mallarangeng-buang-uang. html. Diakses 12 September 2010.