Realitas Pesan Iklan Kampanye Andi Alfian - E

advertisement
Realitas Pesan Iklan Kampanye Andi Alfian Mallarangeng Pada Pencalonan Ketua
Umum Partai Demokrat Periode 2010-2015
Dina Andriana
Akom BSI Jakarta
Jl. Kayu Jati V No 2, Pemuda Rawamangun, Jakarta-Timur
[email protected]
Abstract
Advertising messages Democrat leadership race Andi Alfian Mallarangeng contains constructs that
tend to attribute it to a higher position. Though originally only intended to be general chairman of the party.
Of course, this is regardless of the ultimate goal of making the ad. Interesting to study when the purpose of
advertising agency that created apparently strayed far. In addition to the descriptive analysis, the method used
is literature. Results of the study authors, this ad is incompatible with the concept of the ad was made. Because
the ad campaign for Democrat Andi Alfian Malarangeng ineffective and inefficient because of the advertising
agencies are not able to give sense to the client (team suskses AM) that this ad will be redundant and not well
targeted.
Keyword: ad campaigns, construction of reality,
Abstrak
Pesan iklan pemilihan ketua umum partai Demokrat Andi Alfian Mallarangeng mengandung konstruksi yang
cenderung mengarahkannya pada jabatan yang lebih tinggi. Padahal mulanya hanya bertujuan menjadi ketua
umum partai saja. Tentu, hal ini terlepas dari tujuan utama dari pembuatan iklan tersebut. Menarik untuk dikaji
manakala tujuan iklan yang dibuat agensi ternyata melenceng jauh. Selain dengan analisa deskriptif, metode
yang digunakan adalah studi pustaka. Hasil dari telaah penulis, iklan ini tidaklah sesuai dengan konsep iklan
yang dibuat. Karena iklan kampanye Andi Alfian Malarangeng for Democrat tidak efektif dan efisien karena
si agensi periklanan tidak mampu memberikan pengertian kepada klien dalam hal ini tim suskses Andi Alfian
Mallarangeng bahwa iklan ini nantinya akan sia-sia dan tidak tepat sasaran.
Kata kunci : iklan kampanye, konstruksi realitas.
I. PENDAHULUAN
Tidak dapat dipungkiri bahwa media massa
menyumbangkan peradaban bagi manusia. Interaksi
dalam berkomunikasi massa bisa dilakukan bisa lebih dari sekadar menyampaikan isi pesan dari entitas
media kepada khalayak sebagai komunikan. Berbagai motivasi komunikasi mampu diterjemahkan
oleh media massa dengan dukungan kecanggihan
teknologi komunikasi. Mulai dari motivasi ekonomi,
politik serta budaya. Kecanggihan ini dimanfaatkan
betul oleh pengelola media massa agar pesan yang
disampaikannya sebisa mungkin mampu diterima
oleh khalayak, menjangkau sejauh-jauhnya dari aspek jarak, serta tentunya merealisasikan motivasinya.
Kelebihan ini semakin mempermudah proses
akses media oleh khalayak. Intinya apapun yang ada
pada suatu negara bisa diterima oleh negara lain.
Media merupakan perangkat besar menuju satu tujuan besar dalam suatu bangsa dan negara. Dalam
mewujudkannya harus terdapat kekuatan yang besar.
Mereka yang menguasai media memiliki kuasa begitu besar. Tujuan besar itu membangun budaya rakyat
atau menguasainya.
Beberapa media besar, terutama televisi, telah
membuka lebar pintu kesempatan bagi setiap partai politik dan tim sukses calon presiden dan calon
wakil presiden berlomba melakukan kampanye di
dalam perhelatan besar demokrasi, pemilihan umum
44
(Pemilu) legislatif dan eksekutif pada April dan Juli
2009 sebagai contoh konkritnya. Berbagai langkah
dan upaya terkait kebutuhan serta kepentingan politik
jelang pemilu coba dilancarkan elit dan partai politik memanfaatkan media massa sebagai instrumennya.Peran media yang dimuat dalam undang-undang
pemilihan umum membuat media berani melangkah
lebih jauh berkontribusi di pemilu. Adalah Metro TV
dan TV One, dua stasiun televisi yang berpartisipasi
aktif dalam menyediakan ruang besar khusus setiap
dinamika pemilu untuk dilepas ke rakyat. TV One telah menyematkan sebagai TV Pemilu. Metro TV dengan Election Channel-nya. Begitu pun, berbagai media cetak menyediakan kolom khusus terkait program
pemilu. Terlebih forum kampanye dan debat presiden
dan wakil presiden. Media-media itu secara elegan
menyajikan rangkaian program khusus pemilu, meliputi beritaan, sorotan politisi dan partai politik beserta program-programnya, survei pemilih, iklan politik,
sampai pada perdebatan terbuka antar tokoh politik
maupun partai.
Berbagai kemasan program-program terkait
pemilu di dalam media-media besar pada dasarnya
hanya sekadar mengemukakan khasanah pergulatan
antara para politisi dari setiap partai politik yang ada
kepada rakyat. Selebihnya kembali kepada rakyat
yang ditempatkan sebagai penimbang, sekaligus pada
akhirnya pengambil keputusan di saat pemilu berlangsung nantinya. Dengan kata lain, media merupakan
arena penyampaian isi terkait Pemilu 2009, dimana
politisi dan partai-partai politik adalah pemain sekaligus penulis isi informasi dan sutradara. Sementara
itu, Rakyat hanya penonton.
Iklan politik selalu mengundang kontroversi. Sejak pertama kali muncul di televisi tahun
1952, iklan politik selalu mengundang perdebatan,
terkait etika dan hukum. Contoh, iklan politik Lyndon B Johnson tahun 1964, yang kondang disebut
iklan “Bunga Daisy”. Dalam spot iklan ditayangkan
seorang gadis cilik tengah memetik bunga aster saat
sebuah bom atom meledak dengan jamur api maha
dahsyat membumbung tinggi. Iklan politik itu dimaksudkan untuk menyebarkan ketakutan rakyat mengenai kecenderungan Barry Goldwater, lawan politik
Johnson, untuk memulai sebuah perang nuklir dengan
Uni Soviet (Yulianti, 2004).
Iklan politik pada dasarnya tidak beda promosi
produk. Keduanya berusaha menjual sesuatu kepada
sasaran konsumen tertentu. Memang iklan politik lebih rumit daripada iklan sabun atau obat nyamuk. Jika
berhasil, iklan politik bisa meraih sejumlah target,
seperti meningkatkan popularitas calon, meyakinkan pemilih yang masih bingung, meraih dukungan,
45
menyerang pesaing dan penentang, menjelaskan visi
dan misi, dan menjaga citra sang calon (Yulianti,
2004).
Menurut Arswendo, saat ini media televisi
menjadi media yang paling efektif untuk beriklan.
Negatifnya, biaya iklan menjadi semakin besar sehingga hanya menguntungkan bagi mereka yang berduit. Sedangkan dari sisi substansi, iklan-iklan politik
yang ada saat ini hanya sekadar pengenalan figur dan
partai (Kompas, 23 Agustus 2008).
Komunikasi politik merupakan salah satu
fungsi partai politik, yakni menyalurkan aneka ragam
pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya
sedemikian rupa -”penggabungan kepentingan” (interest aggregation) dan “perumusan kepentingan”
(interest articulation) untuk diperjuangkan menjadi
public policy (Miriam Budiardjo).
Iklan kampanye politik Andi Mallarangeng
memiliki dua versi yang berbeda. Kalau versi yang
pertama merupakan versi Partai Tengah di mana Partai Demokrat mempositioningkan dirinya sebagai
partai yang berusaha merangkul semua kalangan dan
lapisan masyarakat karena letaknya di tengah sehingga menjangkau semua orang. Sedangkan versi iklan
yang kedua lebih mengetengahkan Partai Demokrat
adalah Partainya generasi muda yang penuh warna
dan berasal dari beraneka macam budaya butuh wadah aspirasi di dunia politik. Berdasar pada yang diutarakan sebelumnya, maka menarik untuk mengetahui
bagaimana kontruksi pesan iklan kampanye politik
Andi Alfian Mallarangeng
II. KAJIAN LITERATUR
2.1. Konstruksi Realitas
Realitas berasal dari kata latin “res” artinya
benda, dan berubah menjadi “realis” yang artinya sesuatu yang membedakan dan atau mempunyai wujud,
aktual. Realitas meliputi semua yang telah dikonsepkan sebagai sesuatu yang mempunyai wujud (bisa
nyata atau kasat mata). Antara realitas dan pengetahuan kaitannya sangat erat, yaitu body of knowledge
yang diproses terus menerus dalam masyarakat sampai dianggap realitas (Widiastuti, 2005: 54).
Teori Konstruksi Sosial (Peter Berger & Thomas Luckman, 1996) di masyarakat, “suatu kualitas
yang terdapat dalam gejala fenomena-fenomena yang
diakui oleh manusia memiliki being (keberadaan) dan
tidak tergantung pada manusia itu sendiri. (Bungin,
2008: 203).
Karena sifat dan faktanya bahwa pekerjaan media massa adalah menceritakan peristiwa
peristiwa, maka kesibukan utama media massa adalah
mengkosntruksi berbagai realitas yang akan disiarkan. Media menyusun realitas dari berbagai peristiwa
yang terjadi hingga menjadi cerita atau wacana yang
bermakna pembuatan berita di media massa pada
dasarnya adalah penyusunan realitas-realitas hingga
membentuk sebuah cerita atau wacana yang bermakna. (Tuchman dalam Hamad, 2004: 11). Dalam konstruksi realitas, bahasa adalah unsur utama. Ia merupakan instrumen pokok untuk menceritakan realitas.
(Hamad, 2004: 12).
Tentang proses konstruksi realitas, prinsip setiap upaya “menceritakan” (konseptualisasi) sebuah
peristiwa, keadaan, atau benda tidak terkecuali mengenai hal-hal yang berkaitan dengan politik adalah
usaha mengkonstruksi realitas. (Hamad, 2004: 11).
Vertergaard dan Schroder (Bungin, 2008: 226) menjelaskan, dalam bahasa komunikasi ada pesan verbal
dan pesan visual. Pesan verbal berhubungan dengan
situasi saat berkomunikasi dan situasi ini ditentukan
oleh konteks sosial kedua pihak yang melakukan komunikasi. Sedangkan pada pesan visual hubungan
kedua pihak sepenuhnya tidak ditentukan situasi, namun bagaimana kedua pihak menafsirkan teks dan
gambar.
Melalui konstruksi sosial media massa, realitas Iklan Televisi dalam Masyarakat Kapitalistik
(2000), teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas Peter L. Berger dan Luckmann direvisi dengan
mengikutsertakan fenomena media massa menjadi
sangat substansi dalam proses eksternalisasi, subjektivasi, dan internalisasi. Substansi “teori konstruksi
sosial media massa” adalah pada sirkulasi informasi
yang cepat dan luas sehingga konstruksi sosial berlangsung dengan sangat cepat dan sebarannya merata.
Realitas konstruksi itu juga membentuk opini massa,
massa cenderung apriori dan opini massa cenderung
sinis (Bungin, 2008: 203).
Dari konten konstruksi sosial media massa,
proses kelahiran konstruksi sosial media massa melalui tahap-tahap sebagai berikut: (a) tahap menyiapkan
materi konstruksi; (b) tahap sebaran konstruksi; (c)
tahap pembentukan konstruksi; dan (d) tahap konfirmasi (Bungin, 2008: 203). Pada konteks ini iklan
kampanye politik di media televisi ini ditayangkan
secara intensif pada televisi swasta nasional pada bulan Maret hingga Mei 2010.
Substansi “teori konstruksi sosial media
massa” adalah pada sirkulasi informasi yang cepat dan luas sehingga konstruksi sosial berlangsung dengan sangat cepat dan sebarannya merata. Realitas konstruksi itu juga membentuk opini
massa, massa cenderung apriori dan opini massa
cenderung apriori dan opini massa cenderung sinis
(Bungin, 2008: 203).
Posisi “konstruksi sosial media massa” adalah mengoreksi substansi kelemahan dan melengkapi
“konstruksi sosial atas realitas”, dengan menempatkan seluruh kelebihan media massa dan efek media
pada keunggulan “konstruksi sosial media massa”
atas “konstruksi sosial atas realitas”. Namun proses
simultan yang digambarkan di atas tidak bekerja secara tiba-tiba, namun terbentuk dari beberapa tahapan
penting. Dari konten konstruksi sosial media massa,
proses kelahiran konstruksi sosial media massa melalui tahap-tahap sebagai berikut: (a) tahap menyiapkan
materi konstruksi; (b) tahap sebaran konstruksi; (c)
tahap pembentukan konstruksi; dan (d) tahap konfirmasi (Bungin, 2008: 203).
a. Tahap Menyiapkan Materi Konstruksi
adalah tugas untuk mendistribusikan isu-isu penting yang menjadi fokus media massa.
b. Tahap Sebaran Konstruksi
Sebaran konstruksi media massa dilakukan
melalui strategi media massa. Konsep konkret
strategi sebaran media massa masing-masing
media massa berbeda, namun prinsip utamanya
adalah real time. Pilihan-pilihan wilayah sebaran
adalah strategi dalam sebaran konstruksi media
berdasarkan pada segmentasi pasar. Prinsip dasar
dari sebaran kosntruksi sosial media massa adalah
semua informasi harus sampai pada pemirsa atau
pembaca secepatnya dan setepatnya berdasarkan
pada agenda media. Apa yang dipandang penting
oleh media, menjadi penting pula bagi pemirsa
atau pembaca.
c. Pembentukan Konstruksi Realitas
1) .Tahap pembentukan konstruksi realitas. Dalam
pembentukan konstruksi realitas di masyarakat
melalui tiga tahap yang berlangsung secara generik. Pertama, konstruksi realitas pembenaran
sebagai suatu bentuk konstruksi media massa
yang terbangun di masyarakat yang cenderung
membenarkan apa saja yang ada di media massa sebagai sebuah realitas kebenaran. Kedua,
kesediaan dikonstruksi oleh media massa, yaitu
sikap generik dari tahap yang pertama. Bahwa
pilihan seseorang untuk menjadi pemirsa atau
pembaca media massa adalah karena pilihannya untuk bersedia pikiran-pikiran dikosntruksikan oleh media massa. Ketiga, sebagai pilihan konsumtif, di mana seseorang secara habit
tergantung pada media massa.
2). Pembentukan konstruksi citra, pembentukan konstruksi citra adalah bangunan
yang diinginkan oleh tahap konstruksi.
46
citra yang dibentuk oleh media massa terdiri
dari dua model: good news dan bad news.
d. Tahap Konfirmasi
Konfirmasi adalah tahapan ketika media massa
maupun pembaca dan pemirsa memberi argumentasi dan akuntabilitas terhadap pilihannya untuk terlibat dalam tahap pembentukan kosntruksi.
Bagi media, tahapan ini perlu sebagai bagian
untuk memberi argumentasi terhadap alasan-alasannya kontruksi sosial. Sedangkan pemirsa atau
pembaca, tahapan ini juga sebagai bagian untuk
menjelaskan mengapa ia terlibat dan bersedia
hadir dalam proses konstruksi sosial.
2.2. Iklan Televisi
Dalam buku Advertising Exellence sebagaimana dituliskan Arens dalam (Widyatama,
2006:13), iklan adalah struktur informasi dan susunan
komunikasi non personal yang biasanya dibiayai dan
bersifat persuasif, tentang produk (barang, jasa, dan
gagasan) oleh sponsor yang teridentifikasi melalui
berbagai macam media.
Vestergaard and Schoder (1985) dalam
Widyatama (2004:14), iklan memiliki lima tujuan,
yaitu menarik perhatian, membangkitkan minat, merangsang hasrat, menciptakan keyakinan, dan melahirkan tindakan (membeli barang/jasa). Iklan televisi
(television commercial) adalah iklan yang ditayangkan melalui media televisi. Melalui media ini, pesan
disampaikan dalam bentuk audio, visual, dan gerak.
Bentuk pesan audio, visual, dan gerak tersebut pada
dasarnya merupakan sejumlah tanda. (Widyatama,
2004: 14).
Dalam kajian semiologi, iklan adalah seperangkat tanda yang berfungsi menyampaikan sejumlah pesan (Kasiyan dalam Widyatama, 2004:14).
Iklan televisi terdiri atas iklan sponsorship, iklan
layanan masyarakat, iklan spot, promo ad dan iklan
politik. (Bungin, 2002). Pesan iklan politik itu secara
garis besar terbagi dua sesuai pemasangnya. Jika pemasangnya adalah lembaga non parpol maka inti pesannya politik mencakup:
a Penjelasan pemilu sebagai sarana demokrasi,
b. Seruan supaya masyarakat datang ke tempat pemungutan suara.
Sementara bila pemasangnya partai politik, maka pesannya berupa:
1). Sosialisasi atau penguatan ingatan (reminding)
lambang, nomor dan ketua partai
2). Ajakan supaya mencoblos partai tersebut pada
hari pemilihan. (Hamad, 2004:106)
Konsep mengenai konstruksi pertama kali
47
diperkenalkan oleh Peter L. Berger, seorang interpretatif. Peter L. Berger bersama-sama dengan Thomas
Luckman mengatakan setiap realitas sosial dibentuk
dan dikonstruksi oleh manusia. Mereka menyebutkan
proses terciptanya konstruksi realitas sosial melalui
adanya tiga tahap, yakni eksternalisasi, objektivasi,
dan internalisasi. Secara singkat, penjelasannya adalah sebagai berikut:
a. Eksternalisasi ialah proses penyesuaian diri dengan dunia sosiokultural sebagai produk manusia.
Dimulai dari interaksi antara pesan iklan dengan
individu pemirsa melalui tayangan televisi. Tahap pertama ini merupakan bagian yang penting
dan mendasar dalam satu pola interaksi antara individu dengan produk-produk sosial masyarakatnya. Yang dimaksud dalam proses ini ialah ketika
suatu produk sosial telah menjadi sebuah bagian
penting dalam masyarakat yang setiap saat dibutuhkan oleh individu, maka produk sosial itu menjadi bagian penting dalam kehidupan seseorang
untuk melihat dunia luar;
b. Objektivasi ialah tahap di mana interaksi sosial yang terjadi dalam dunia intersubjektif yang
dilembagakan atau mengalami proses institusionalisasi. Pada tahap ini, sebuah produk sosial berada proses institusionalisasi, sedangkan individu
memanifestasikan diri dalam produk-produk kegiatan manusia yang tersedia, baik bagi produsenprodusennya maupun bagi orang lain sebagai unsur dari dunia bersama. Objektivasi ini bertahan
lama sampai melampaui batas tatap muka di mana
mereka bisa dipahami secara langsung. Dengan
demikian, individu melakukan objektivasi terhadap produk sosial, baik penciptanya maupun individu lain. Kondisi ini berlangsung tanpa harus
mereka saling bertemu. Artinya, proses ini bisa
terjadi melalui penyebaran opini sebuah produk
sosial yang berkembang di masyarakat melalui
diskursus opini masyarakat tentang produk sosial,
dan tanpa harus terjadi tatap muka antar individu
dan pencipta produk sosial;
c. Internalisasi ialah proses di mana individu mengidentifikasikan dirinya dengan lembaga-lembaga
sosial atau organisasi sosial tempat individu menjadi anggotanya. Terdapat dua pemahaman dasar
dari proses internalisasi secara umum; pertama,
bagi pemahaman mengenai ‘sesama saya’ yaitu
pemahaman mengenai individu dan orang lain;
kedua, pemahaman mengenai dunia sebagai sesuatu yang maknawi dari kenyataan sosial.
Peter L Berger dan Luckmann menjelaskan konstruksi
sosial atas realitas melalui “The Social Construction of
Reality, a Treatise in the Sociological of Knowledge”.
Teori dan pendekatan proses sosial atas realitas yang
terjadi secara simultan melalui tiga proses sosial,
yaitu eksternalisasi, objectivasi, dan internalisasi. Ketiga proses ini terjadi di antara individu satu dengan
individu lainnya dalam masyarakat.
Semakin berkembangnya zaman dan teknologi membuat masyarakat berubah dari yang bersifat komunitas primer dan semi sekunder menjadi
masyarakat transisi – modern bahkan postmodern,
dengan demikian hubungan-hubungan antara individu
dan kelompoknya, pimpinan dengan kelompoknya,
orang tua dengan anggota keluarganya menjadi
sekunder – rasional. Hal ini membuat teori Peter L.
Berger dan Luckmann mengenai realitas sosial menjadi tidak relevan karena Peter L. Berger dan Luckmann tidak mengikutsertakan media massa menjadi
fenomena yang berpengaruh dalam konstruksi sosial
atas realitas.
Melalui konstruksi sosial media massa, teori
dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas Peter
L. Berger dan Luckmann direvisi dengan mengikutsertakan fenomena media massa menjadi sangat substansi dalam proses eksternalisasi, subjektivasi, dan
internalisasi. Substansi “teori konstruksi sosial media massa” adalah pada sirkulasi informasi yang cepat dan luas sehingga konstruksi sosial berlangsung
dengan sangat cepat dan sebarannya merata. Realitas
konstruksi itu juga membentuk opini massa, massa
cenderung apriori dan opini massa cenderung sinis
(Bungin, 2008: 203).
Posisi “konstruksi sosial media massa” adalah mengoreksi substansi kelemahan dan melengkapi
“konstruksi sosial atas realitas”, dengan menempatkan seluruh kelebihan media massa dan efek media
pada keunggulan “konstruksi sosial media massa”
atas “konstruksi sosial atas realitas”. Namun proses
simultan yang digambarkan di atas tidak bekerja secara tiba-tiba, namun terbentuk dari beberapa tahapan
penting. Dari konten konstruksi sosial media massa,
proses kelahiran konstruksi sosial media massa melalui tahap-tahap sebagai berikut: (a) tahap menyiapkan
materi konstruksi; (b) tahap sebaran konstruksi; (c)
tahap pembentukan konstruksi; dan (d) tahap konfirmasi (Bungin, 2008: 203).
a. Tahap Menyiapkan Materi Konstruksi, menyiapkan materi konstruksi sosial media massa adalah tugas untuk mendistribusikan isu-isu penting
yang menjadi fokus media massa, terutama yang
berhubungan dengan tiga hal, yaitu: kedudukan
(tahta), harta dan perempuan.
b. Tahap Sebaran Konstruksi, sebaran konstruksi media massa dilakukan melalui strategi media massa. Konsep konkret strategi sebaran media massa
masing-masing media massa berbeda, namun prinsip
utamanya adalah real time. Pilihan-pilihan wilayah sebaran adalah strategi dalam sebaran konstruksi media
berdasarkan pada segmentasi pasar. Prinsip dasar dari
sebaran kosntruksi sosial media massa adalah semua
informasi harus sampai pada pemirsa atau pembaca
secepatnya dan setepatnya berdasarkan pada agenda
media. Apa yang dipandang penting oleh media, menjadi penting pula bagi pemirsa atau pembaca.
c. Pembentukan Konstruksi Realitas
Gambaran terbaik untuk menjelaskan suatu realitas
adalah dengan melihat sistem teknologi yang digunakan. Untuk menciptakan masyarakat teknologi, maka
suatu masyarakat harus memiliki sistem teknologi
yang baik (Goulet, 1977: 7). Dengan demikian, maka
fungsi teknologi adalah kunci perubahan masyarakat.
Teknologi secara fungsional telah menguasi
masyarakat, bahkan pada fungsi yang substansial, seperti mengatur beberapa sistem norma di masyarakat.
Dalam dunia pertelevisial, teknologi telah menguasi
jalan pikiran masyarakat, televisi telah menguasai
pikiran-pikiran manusia dengan cara membangun
theater of mind yang dapat dijumpai dalam iklaniklan televisi.
Iklan-iklan diciptakan serealitis mungkin, adegan-adegan dibuat berlebihan yang mampu membawa pemirsa kepada pembentukan suatu kesan (citra)
pada suatu objek iklan. Namun pengetahuan itu hanya
realitas yang dibangun oleh iklan televisi dalam media televisi untuk menjelaskan betapa hebatnya suatu
produk atau jasa. Realitas suatu iklan dibangun oleh
bagian kreatif yang di dalamnya terdapat antara lain
copywriter, visualizer, strategic planner yang menggambarkan realitas suatu produk atau jasa yang diinginkan oleh kliennya.
Manusia-manusia kreatif itu, mampu merealisasikan realitas dalam suatu iklan karena memiliki kemampuan khusus dan juga dipengaruhi oleh
lingkungan, budaya, pandangan konsumen terhadap
produk atau jasa yang diiklankan, pengetahuan mengenai dunia periklanan dan keahlian teknologi.
Sistem tanda bahasa digunakan secara maksimal dalam iklan televisi. Iklan televisi yang umumnya berdurasi ukuran detik, memanfaatkan
sistem tanda untuk memperjelas makna citra yang
dikonstruksikan. Sehingga apa yang ada dalam
berbagai makna iklan sesungguhnya itu adalah realitas bahasa itu sendiri. Vertergaard dan Schroder
(Bungin, 2008: 226) menjelaskan, dalam bahasa komunikasi ada pesan verbal dan pesan visual. Pesan
verbal berhubungan dengan situasi saat berkomunikasi dan situasi ini ditentukan oleh konteks sosial kedua pihak yang melakukan komunikasi. Sedangkan pada pesan visual hubungan kedua pihak
48
sepenuhnya tidak ditentukan situasi, namun bagaimana kedua pihak menafsirkan teks dan gambar. Di dalam iklan, bahasa digunakan dengan dua tujuan, pertama, sebagai media komunikasi dan kedua, bahasa
digunakan untuk menciptakan realitas. Sebagai media
komunikasi, maka iklan bersifat informatif sedangkan
sebagai wacana penciptaan realitas, maka iklan adalah sebuah seni di mana orang menggunakan bahasa
untuk menciptakan dunia yang diinginkannya.
III. METODELOGI
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan, Penelitian dilakukan dengan cara
mengumpulkan data yang terdapat dalam buku-buku
literatur, koran, majalah, dan sumber lain yang terkait
dengan masalah yang diteliti. dalam penulisan ini data
sekunder dikumpulkan dengan cara melakukan studi
kepustakaan, yaitu pengumpulan data yang berdasarkan pada buku-buku literatur, sedangkan data primer
didapat dari jurnal maupun penelitian-penelitian yang
ditulis oleh peneliti sebelumnya yang terkait dengan
obyek penelitian guna menghindari duplikasi penelitian.
IV.
PEMBAHASAN
Analisa realitas iklan televisi Andi Alfian Mallarangeng (AM) yang berupa iklan kampanye dirinya
untuk menjadi Ketua Umum Partai Demokrat periode
2010 - 2015 dengan menggunakan teori konstruksi
sosial media massa yang telah dijabarkan di atas.
Penulis menganalisis iklan televisi AM untuk
Demokrat ini berdasarkan pembagian tahapan penting dalam mengkosntruksi suatu realitas media massa. Tahapan itu adalah:
a. Tahap Menyiapkan Materi Konstruksi.
Pada iklan kampanye AM untuk Demokrat ini,
dibuat dengan berusaha untuk mengangkat isu
penting mengenai kedudukan (tahta) seorang
Ketua Umum Partai Demokrat periode 2010 2015 yang baru. Di mana iklan dikonstruksi untuk menimbulkan kesan positif kepada Andi Mallarangeng yang dekat dengan kalangan intelektual
muda dan mengesampingkan perbedaan SARA
dalam menjalankan suatu organisasi politik yakni
Partai Demokrat.
b. Tahap Sebaran Konstruksi.
Sebaran konstruksi pada iklan kampanye AM
menggunakan media lini atas pada periklanan
yaitu televisi yang memiliki kelebihan-kelebihan
dalam aspek persuasif yang kuat. Prinsip utama
49
tahapan ini adalah real time. Pada media televisi memang memiliki sifat langsung (live), dalam arti seketika iklan ditayangkan, seketika itu juga proses konstruksi kepada khalayak diterima.
Pemilihan wilayah sebaran juga sangat diperhatikan karena iklan kampanye AM ini disiarkan di
semua televisi swasta di Indonesia yang memiliki
jangkauan luas mencakup seluruh nusantara Republik Indonesia. Dan memiliki durasi sekitar 30 detik
dan penayangan iklannya selalu berada pada waktuwaktu primetime, di mana pada saat primetime, seluruh target audiens iklan sedang berada tepat di depan
layar televisinya.
c. Pembentukan Konstruksi Realitas
1). Tahap Pembentukan Konstruksi Realitas
Dalam pembentukan konstruksi realitas di
masyarakat melalui tiga tahap yang berlangsung secara generik. Pertama, iklan kampanye
AM ini, berusaha mengkontruksi realitas pembenaran dengan menonjolkan sisi positif atau
kekuatan si Objek iklan dalam hal ini Andi
Mallarangeng yang memang benar sesuai kenyataan, seperti Andi yang pernah menjabat
sebagai menteri pendidikan dan olahraga , sebagai juru bicara kepresidenan SBY, dan sebagai anggota Partai Demokrat yang selalu aktif
dalam kegiatan Partai Demokrat. Dalam hal
ini realitas yang ditampilkan sesuai dengan kenyataan sebenar Andi. Kedua, kesediaan dikonstruksi oleh media massa, yaitu sikap generik
dari tahap yang pertama. Bahwa pilihan seseorang untuk menjadi pemirsa atau pembaca
media massa adalah karena pilihannya untuk
bersedia pikiran-pikiran dikosntruksikan oleh
media massa. Dalam tahap ini, penulis berasumsi bahwa penayangan iklan kampanye AM
tidak ada kesediaan pemirsa (audiens) untuk
dikonstruksi, karena sifat iklan yang tayang
tanpa bisa diketahui secara jelas oleh audiensnya. Sehingga audiens secara tidak disengaja terkonstruksi oleh iklan yang ditayangkan.
Ketiga, sebagai pilihan konsumtif, di mana
seseorang secara habit tergantung pada media
massa. Tahap ini dilihat bahwa audiensnya
merupakan seseorang yang memiliki kebiasaan
mengkonsumsi segala program acara yang ditawarkan oleh televisi termasuk iklan.
(2). Pembentukan Konstruksi Citra.
Dalam iklan kampanye AM terjadi pembentukan konstruksi citra dengan menggunakan
model good news. Sebuah konstruksi yang
cenderung mengkonstruksi suatu pemberitaan
yang baik. Iklan kampanye AM tentu saja ingin
mengkonstruksi citra positif agar opini publik
yang terbentuk akan mendukungnya menjadi
calon kuat Ketua Umum Partai Demokrat periode 2010 - 2015 selanjutnya. Media bersedia
menyiarkan iklan dengan maksud utama mencitrakan kebaikan dari sosok Andi Mallarangeng
yang diiklankan. Tentu saja pihak tim sukses
AM bersedia membayar biaya periklanan yang
cukup mahal dengan maksud memenangkan
AM sebagai Ketua Umum Partai Demokrat periode 2010 - 2015.
d. Tahap Konfirmasi
Tahap konfirmasi merupakan tahap ketika media
massa dan pemirsa televisi memberikan argumen
dan akuntabilitas terhadap pilihannya untuk terlibat dalam pembentukan konstruksi.
Dalam analisis iklan kampanye AM, penulis tidak
melakukan konfirmasi dengan media massa dalam hal ini televisi. Namun penulis mendapatkan
argumen-argumen dari pemirsa yang telah menyaksikan dan mengetahui iklan kampanye AM,
diantaranya seperti :
- Amal Al Ghozali dalam blognya http://amalalghozali.com/2010/04/08/iklan-politik-salahsasaran/ menyampaikan bahwa iklan kampanye AM merupakan iklan politik yang salah
sasaran. Berikut kutipannya: Rabu, 7/4/2010,
LP3ES mengumumkan hasil survey yang
dilakukan tentang calon Ketua Umum Partai Demokrat periode 2010 - 2015. Dari tiga
kandidat yang ada, Anas Urbaningrum memiliki elektabilitas tertinggi, yakni lebih dari 46
persen. Sedangkan Marzuki Ali memperoleh
dukungan sekitar 21 persen. Yang mengejutkan, Andi Mallarangeng, mantan juru bicara
Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono yang
kini menjabat Menteri Pemuda dan Olahraga,
hanya mendapat dukungan 2,1 persen. Responden survey adalah para ketua cabang partai
yang juga pemilik hak suara pada kongres 2123 Mei 2010.
` Meski dalam tulisan yang lalu saya sudah
memprediksikan bahwa program pemasaran
politik yang dilakukan Andi Mallarangeng belum tentu efektif, mengingat iklan politik yang
dilakukan di televise “salah sasaran” pasarnya,
tapi sungguh saya tidak menyangka bahwa hasil survey menunjukkan kenyataan yang sedemikian parah. Angka 2,1 persen yang diperoleh Andi adalah angka paling rendah, bahkan
dibandingkan dengan bakal calon lain yang
sudah mengundurkan diri, Agus Hermanto dan
tokoh senior Partai Demokrat Hajono Isman.
Perolehan dukungan suara untuk Andi Mallarangeng berdasarkan hasil survey LP3ES
tersebut, sangat kontras dengan berbagain
klaim dukungan dan kedekatannya dengan
Presiden Soesilo Bambang yudhoyono sang
pendiri partai sekaligus Ketua Dewan Pembina, serta co-branding yang dilakukan bersama
Edy Baskoro (Ibas), putra Presiden. Inilah yang
disebut ironi. Iklan kampanye yang dibayar tim
sukses di televis dengan frekwensi tayang sangat tinggi dan pilihan jam tayang yang spesifik,
seakan menaburkan garam di laut saja.
b. Media Indonesia 17 Mei 2010 selaku pemirsa
memberikan argumentasinya bahwa iklan kampanye AM for Democrat itu merupakan usaha
untuk memoles citra AM dalam merebut opini
publik di masyarakat.
c. Ruhut dalam suatu website http://www.pemiluindonesia.com/berita-pemilu/ruhut-iklanandi-mallarangeng-buang-uang.html. Ruhut
selaku Ketua DPP Demokrat berpendapat bahwa iklan kampanye AM yang mengusung slogan “Demokrat 1”, bahwa Andi hanya buangbuang uang untuk iklan kampanye calon Ketua
Umum Demokrat.
Penulis berargumentasi bahwa iklan yang
dikonstruksi untuk membentuk citra positif AM dapat dipahami secara baik dengan what to say yang
sangat generik. Namun jika dilihat dari tujuan AM
sendiri adalah untuk memenangkan pencalonan dirinya menjadi Ketua Umum Partai Demokrat periode
2010 – 2015 tidaklah sesuai dengan konsep iklan yang
dibuat. Karena iklan kampanye AM for Democrat
itu lebih kepada iklan kampanye seorang yang akan
mencalonkan diri menjadi wakil rakyat di DPR/MPR
atau pencalonan seorang CAPRES dan CAWAPRES.
Kenapa? Karena ia menggunakan semua lini media
periklanan untuk berkampanye. Pada hal seharusnya
dia cukup melakukan kampanye iklan lini bawah saja
berupa pelaksanaan kunjungan ke DPP di daerahdaerah. Karena pencalonan diri sebagai ketua umum
partai adalah proses yang terjadi di internal organisasi
dan pemilihannya pun nanti yang berhak adalah anggota dewan pengurus Partai Demokrat bukan seluruh
target audiens di Indonesia. Sehingga penulis berasumsi bahwa iklan kampanye ini sangat tidak efektif
dan efisien karena si agensi periklanan tidak mampu
memberikan pengertian kepada klien (tim suskses
AM) bahwa iklan ini nantinya akan sangat mubazir
dan tidak tepat sasaran.
50
V.
PENUTUP
Iklan yang dikonstruksi untuk membentuk
citra positif AM dapat dipahami secara baik dengan
what to say yang sangat generik. Namun jika dilihat dari tujuan AM sendiri adalah untuk memenangkan pencalonan dirinya menjadi Ketua Umum Partai
Demokrat periode 2010 – 2015 tidaklah sesuai dengan
konsep iklan yang dibuat. Karena iklan kampanye AM
for Democrat itu lebih kepada iklan kampanye seorang
yang akan mencalonkan diri menjadi wakil rakyat di
DPR/MPR atau pencalonan seorang CAPRES dan
CAWAPRES. Kenapa? Karena ia menggunakan semua lini media periklanan untuk berkampanye. Pada
hal seharusnya dia cukup melakukan kampanye iklan
lini bawah saja berupa pelaksanaan event-event kunjungan ke DPP di daerah-daerah. Karena pencalonan
diri sebagai ketua umum partai adalah proses yang terjadi di internal organisasi dan pemilihannya pun nanti
yang berhak adalah anggota dewan pengurus Partai
Demokrat bukan seluruh target audiens di Indonesia.
Sehingga penulis berasumsi bahwa iklan kampanye
ini sangat tidak efektif dan efisien karena si agensi
periklanan tidak mampu memberikan pengertian kepada klien (tim suskses AM) bahwa iklan ini nantinya
akan sangat mubazir dan tidak tepat sasaran.
DAFTAR PUSTAKA
Agger, Ben. 2009, Teori Sosial Kritis, Yogyakarta:
Kreasi Warna.
Bungin, Burhan, 2008, Konstruksi Sosial Media Massa, Jakarta, Kencana Prenada.
Collin, Finn. 1991, Social Reality, New York, Routledge:
Darma, Yoce Aliah. 2009, Analisis Wacana Kritis.
Bandung, Yrama Widya.
Eriyanto, 2001, Analisis Wacana Pengantar Analisis
Teks Media, Yogyakarta, LKIS.
Hamad, Ibnu, 2004, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa. Jakarta, Granit.
Tinarbuko, Sumbo. 2009. Iklan Politik dalam Realitas Media, Yogyakarta, Jalasutra: .
Sumber lain
Jurnal:
Muslich, Masnur. 2008, Kekuasaan Media Massa
Mengkonstruksi Realitas. Jurnal Bahasa dan
Seni. Tahun 36 No. 2.
51
Widiastuti, Tuti. 2005, Konstruksi Realitas Perempuan Dalam Program Keluarga Berencana
dan Kesehatan Reproduksi, Jurnal Komunika Vol. 8
No. I.
Internet:
Amal Al Ghozali dalam blognya http://amalalghozali.com/2010/04/08/iklan-politik-salah-sasaran/ menyampaikan bahw iklan kampanye AM
merupakan iklan politik yang salah sasaran.
Diakses 10 September 2010.
http://www.pemiluindonesia.com/berita-pemilu/
ruhut-iklan-andi-mallarangeng-buang-uang.
html. Diakses 12 September 2010.
Download