BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kadar Glukosa Darah Glukosa

advertisement
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Kadar Glukosa Darah
Glukosa adalah karbohidrat terpenting bagi tubuh karena glukosa bertindak
sebagai bahan bakar metabolik utama. Glukosa juga berfungsi sebagai prekursor
untuk sintesis karbohidrat lain, misalnya glikogen, galaktosa, ribosa, dan
deoksiribosa. Glukosa merupakan produk akhir terbanyak dari metabolisme
karbohidrat. Sebagian besar karbohidrat diabsorpsi ke dalam darah dalam bentuk
glukosa, sedangkan monosakarida lain seperti fruktosa dan galaktosa akan diubah
menjadi glukosa di dalam hati. Karena itu, glukosa merupakan monosakarida
terbanyak di dalam darah (Murray, Granner, dan Rodwell, 2009).
Selain berasal dari makanan, glukosa dalam darah juga berasal dari proses
glukoneogenesis dan glikogenolisis (Kronenberg et al., 2008).
Kadar glukosa darah diatur sedemikian rupa agar dapat memenuhi kebutuhan
tubuh. Dalam keadaan absorptif, sumber energi utama adalah glukosa. Glukosa yang
berlebih akan disimpan dalam bentuk glikogen atau trigliserida. Dalam keadaan
pasca-absorptif, glukosa harus dihemat untuk digunakan oleh otak dan sel darah
merah yang sangat bergantung pada glukosa. Jaringan lain yang dapat menggunakan
bahan bakar selain glukosa akan menggunakan bahan bakar alternatif (Sherwood,
2012).
Karena keseimbangan kadar glukosa darah sistemik sangat penting,
dibutuhkan pengaturan kadar glukosa darah yang ketat oleh tubuh. Pengaturan kadar
glukosa darah ini terutama dilakukan oleh hormon insulin yang menurunkan kadar
glukosa darah dan hormon glukagon yang menaikkan kadar glukosa darah
(Kronenberg et al., 2008).
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
5
Glukosa harus ditranspor ke dalam sel melalui mekanisme difusi terfasilitasi
sehingga sel dapat memakainya sebagai sumber energi. Agar glukosa dapat
menembus membran plasma yang impermeabel terhadap molekul besar, glukosa
membutuhkan protein pembawa. Selain di saluran cerna dan tubulus ginjal, glukosa
diangkut dari konsentrasi yang lebih tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah
mengikuti gradien konsentrasinya oleh protein pembawa GLUT yang independen Na+
(Tabel 2.1) (Guyton dan Hall, 2008).
Tabel 2.1. Pengangkut Glukosa yang Utama
Lokasi Jaringan
Fungsi
Pengangkut dua-arah fasilitatif
GLUT 1
Otak, ginjal, kolon, plasenta,
eritrosit
Penyerapan glukosa
GLUT 2
Hati, sel beta pankreas, usus
halus, ginjal
Penyerapan atau pembebasan
glukosa secara cepat
GLUT 3
Otak, ginjal, plasenta
Penyerapan glukosa
GLUT 4
Otot jantung dan rangka, jaringan
adipose
Penyerapan glukosa yang
dirangsang oleh insulin
GLUT 5
Usus halus
Penyerapan glukosa
Pengangkut satu-arah dependen-natrium
SGLT 1
Usus halus dan ginjal
Penyerapan aktif glukosa
dengan melawan gradien
konsentrasi
Sumber: Murray, Granner, dan Rodwell (2009).
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
6
Kecepatan pengangkutan glukosa ke dalam sel otot dan lemak sangat
dipengaruhi oleh insulin. Dengan adanya insulin, kecepatan pengangkutan glukosa
dapat meningkat sekitar sepuluh kali lipat. Ketika kadar glukosa dalam darah tinggi,
maka insulin akan disekresikan oleh pankreas. Insulin akan merangsang sel otot dan
lemak untuk lebih permeabel terhadap glukosa. Insulin juga meningkatkan aktivitas
enzim-enzim yang berperan dalam proses glikogenesis di otot dan hati (Tabel 2.2)
(Guyton dan Hall, 2008).
Glukagon mempunyai efek yang berlawanan dengan insulin. Glukagon
mempunyai dua fungsi utama, yaitu berperan dalam proses glikogenolisis dan
glukoneogenesis (Tabel 2.2). Jadi, glukagon mempunyai efek meningkatkan kadar
glukosa dalam darah (Guyton dan Hall, 2008).
Tabel 2.2. Respons Jaringan terhadap Insulin dan Glukagon yang Berkaitan
dengan Metabolisme Glukosa.
Ditingkatkan oleh
Hati
Jaringan Lemak
Otot
Glikogenesis
Pengambilan
Pengambilan
glukosa
glukosa
Insulin
Glikogenesis
Diturunkan oleh
Glukoneogenesis
Insulin
Ditingkatkan oleh
Glikogenolisis
Glukagon
Glukoneogenesis
Sumber: Murray, Granner, dan Rodwell (2009).
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
7
2.1.1
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kadar Glukosa dalam Darah
Berdasarkan ADA (2015), beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kadar
glukosa di dalam darah adalah:
1.
Konsumsi Karbohidrat
Karbohidrat adalah salah satu bahan makanan utama yang diperlukan oleh
tubuh. Sebagian besar karbohidrat yang kita konsumsi terdapat dalam bentuk
polisakarida yang tidak dapat diserap secara langsung. Karena itu, karbohidrat harus
dipecah menjadi bentuk yang lebih sederhana untuk dapat diserap melalui mukosa
saluran pencernaan (Sherwood, 2012).
Karbohidrat yang masuk ke saluran cerna akan dihidrolisis oleh enzim
pencernaan. Ketika makanan dikunyah di dalam mulut, makanan tersebut bercampur
dengan saliva yang mengandung enzim ptialin (α-amilase). Tepung (starch) akan
dihidrolisis oleh enzim tersebut menjadi disakarida maltosa dan polimer glukosa kecil
lainnya (Guyton dan Hall, 2008).
Sesampainya di lambung, enzim ptialin menjadi tidak aktif akibat suasana
lambung yang asam. Proses pencernaan ini akan dilanjutkan di usus halus yang
merupakan muara dari sekresi pankreas. Sekresi pankreas mengandung α-amilase
yang lebih poten daripada α-amilase saliva. Hampir semua karbohidrat telah diubah
menjadi maltosa dan polimer glukosa kecil lainnya sebelum melewati duodenum atau
jejunum bagian atas (Guyton dan Hall, 2008).
Disakarida dan polimer glukosa kecil ini kemudian dihidrolisis oleh enzim
monosakaridase yang terdapat pada vili enterosit usus halus. Proses ini terjadi ketika
disakarida berkontak dengan enterosit usus halus dan menghasilkan monosakarida
yang dapat diserap ke aliran darah (Guyton dan Hall, 2008).
Proses ini digambarkan di Gambar 2.1.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
8
Gambar 2.1. Pencernaan Karbohidrat
Sumber: Guyton dan Hall (2008).
Kebanyakan karbohidrat dalam makanan akan diserap ke dalam aliran darah
dalam bentuk monosakarida glukosa. Jenis gula lain akan diubah oleh hati menjadi
glukosa (Murray, Granner, dan Rodwell, 2009).
2.
Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik mempengaruhi kadar glukosa dalam darah. Ketika aktivitas
tubuh tinggi, penggunaan glukosa oleh otot akan ikut meningkat. Sintesis glukosa
endogen akan ditingkatkan untuk menjaga agar kadar glukosa dalam darah tetap
seimbang. Pada keadaan normal, keadaan homeostasis ini dapat dicapai oleh berbagai
mekanisme dari sistem hormonal, saraf, dan regulasi glukosa (Kronenberg et al.,
2008).
Ketika tubuh tidak dapat mengkompensasi kebutuhan glukosa yang tinggi
akibat aktivitas fisik yang berlebihan, maka kadar glukosa tubuh akan menjadi terlalu
rendah (hipoglikemia). Sebaliknya, jika kadar glukosa darah melebihi kemampuan
tubuh untuk menyimpannya disertai dengan aktivitas fisik yang kurang, maka kadar
glukosa darah menjadi lebih tinggi dari normal (hiperglikemia) (ADA, 2015).
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
9
3.
Penggunaan Obat
Berbagai obat dapat mempengaruhi kadar glukosa dalam darah, di antaranya
adalah obat antipsikotik dan steroid (ADA, 2015).
Obat antipsikotik atipikal mempunyai efek simpang terhadap proses
metabolisme. Penggunaan klozapin dan olanzapin sering kali dikaitkan dengan
penambahan berat bahan sehingga pemantauan akan asupan karbohidrat sangat
diperlukan. Penggunaan antipsikotik juga dikaitkan dengan kejadian hiperglikemia
walaupun mekanisme jelasnya belum diketahui. Hal ini kemungkinan disebabkan
oleh penambahan berat badan akibat resistensi insulin (Katzung, 2007).
Steroid mempunyai efek yang beragam karena steroid dapat mempengaruhi
berbagai fungsi sel di dalam tubuh. Salah satu di antaranya adalah efek steroid
terhadap metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Steroid sintetik mempunyai
mekanisme kerja yang sama dengan steroid alami tubuh (Katzung, 2007).
Glukokortikoid mempunyai peran penting dalam proses glukoneogenesis.
Kortisol dan glukokortikoid lainnya dapat meningkatkan kecepatan proses
glukoneogenesis hingga 6 sampai 10 kali lipat. Selain berperan dalam proses
glukoneogenesis, kortisol juga dapat menyebabkan penurunan pemakaian glukosa
oleh sel. Akibat peningkatan kecepatan glukoneogenesis dan penurunan pemakaian
glukosa ini, maka konsentrasi glukosa dalah darah akan meningkat (Guyton dan Hall,
2008).
4.
Keadaan Sakit
Beberapa penyakit dapat mempengaruhi kadar glukosa di dalam darah
seseorang, di antaranya adalah penyakit metabolisme diabetes mellitus dan
tirotoksikosis.
Diabetes
mellitus
adalah
sekelompok
penyakit
metabolik
berupa
hiperglikemia yang diakibatkan oleh gangguan sekresi insulin, kerja insulin, atau
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
10
keduanya. Berdasarkan etiologinya, diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi
berbagai jenis, di antaranya adalah diabetes mellitus tipe 1 (DM tipe 1) dan diabetes
mellitus tipe 2 (DM tipe 2) (ADA, 2014).
DM tipe 1 adalah diabetes yang terjadi akibat kerusakaan sel-sel beta pankreas
oleh suatu proses autoimun. Kerusakaan sel-sel beta pankreas ini akan berakibat pada
defisiensi insulin yang menimbulkan terjadinya hiperglikemia (Price dan Wilson,
2012).
DM tipe 2 adalah diabetes yang terjadi akibat resistensi hormon insulin. DM
tipe 2 ini ditandai dengan kelainan sekresi dan kerja insulin. Sel tidak lagi responsif
terhadap insulin sehingga terjadi pengikatan abnormal antara kompleks reseptorinsulin dengan sistem transpor glukosa. Hal ini akan menggangu kerja insulin hingga
akhirnya sel beta pankreas gagal untuk menyekresikan insulin. Defisiensi insulin ini
akan menyebabkan keadaan hiperglikemia (Price dan Wilson, 2012).
Tirotoksikosis adalah respons jaringan tubuh akibat pengaruh metabolik
hormon tiroid yang berlebihan. Hormon tiroid mempunyai efek pada pertumbuhan
sel, perkembangan, dan metabolisme energi (Price dan Wilson, 2012).
Tiroksikosis dapat menaikkan kadar glukosa darah melalui efek hormon tiroid
terhadap metabolisme karbohidrat. Hormon tiroid dapat meningkatkan kecepatan
penggunaan glukosa oleh sel, meningkatkan proses glukoneogenesis, meningkatkan
kecepatan absorpsi saluran cerna, bahkan meningkatkan sekresi insulin (Guyton dan
Hall, 2008).
5.
Stres
Stres, baik stres fisik maupun neurogenik, akan merangsang pelepasan ACTH
(adrenocorticotropic hormone) dari kelenjar hipofisis anterior. Selanjutnya, ACTH
akan merangsang kelenjar adrenal untuk melepaskan hormon adrenokortikoid, yaitu
kortisol. Hormon kortisol ini kemudian akan menyebabkan peningkatan kadar
glukosa dalam darah (Guyton dan Hall, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
11
Hormon ini meningkatkan katabolisme asam amino di hati dan merangsang
enzim-enzim kunci pada proses glukoneogenesis. Akibatnya, proses glukoneogenesis
meningkat (Murray, Granner, dan Rodwell, 2009).
Selain itu, stres juga merangsang kelenjar adrenal untuk menyekresikan
epinefrin. Epinefrin menyebabkan glikogenolisis di hati dan otot dengan
menstimulasi enzim fosforilase (Murray, Granner, dan Rodwell, 2009)
Beberapa jenis stres yang dapat meningkatkan pelepasan kotisol adalah:
a. Trauma.
b. Infeksi.
c. Suhu yang ekstrim.
d. Injeksi norepinefrin dan obat-obat simpatomimetik lain.
e. Pembedahan.
f. Injeksi bahan yang bersifat nekrolisis di bawah kulit.
g. Pengekangan sehingga tidak dapat bergerak.
h. Hampir setiap penyakit yang menyebabkan kelemahan (Guyton dan Hall,
2008).
6.
Siklus Menstruasi
Menstruasi adalah perdarahan pervaginam periodik yang terjadi akibat
peluruhan mukosa uterus (DeCherney et al., 2007).
Siklus menstruasi terdiri dari tiga fase, yaitu fase proliferasi, sekretori, dan
menstruasi. Selama siklus menstruasi, terjadi fluktuasi hormon-hormon yang
berperan dalam mengatur siklus, termasuk estrogen dan progesteron. Selama fase
proliferasi, terdapat peningkatan kadar estrogen. Pada fase sekretori, kadar hormon
estrogen dan progesteron meningkat. Sedangkan pada fase menstruasi, kedua hormon
ini terdapat dalam kadar yang sangat rendah (Sherwood, 2012).
Fluktuasi hormon-hormon selama siklus menstruasi ini diduga menyebabkan
perubahan kadar glukosa darah. Peningkatan kadar progesteron dikatakan dapat
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
12
menyebabkan resistensi insulin temporer, sehingga menyebabkan kadar glukosa
darah lebih tinggi dari normal. Kadar estrogen yang tinggi dapat meningkatkan
sensitivitas terhadap insulin, sehingga kadar glukosa darah dapat lebih rendah dari
normal. Perubahan kadar glukosa darah ini mungkin juga berhubungan dengan
adanya inflamasi ringan sebelum menstruasi (Bennal dan Kerure, 2013).
7.
Dehidrasi
Dehidrasi adalah suatu kondisi di mana tubuh kekurangan cairan sehingga
keseimbangan air menjadi negatif. Ketika tubuh kekurangan cairan, maka tubuh akan
melakukan kompensasi dengan cara mengaktifkan sistem renin-angiotensin.
Angiotensin II kemudian akan merangsang pelepasan vasopresin yang salah satu
efeknya adalah meningkatkan reabsorpsi air oleh tubulus ginjal (Sherwood, 2012).
Selain berfungsi dalam meretensi air, vasopresin juga mempunyai efek
terhadap metabolisme glukosa. Vasopresin memiliki reseptor di hati dan di pulau
Langerhans pankreas. Vasopresin merangsang proses glukoneogenesis dan pelepasan
glukagon sehingga meningkatkan kadar glukosa dalam darah (Roussel et al., 2011).
8.
Konsumsi Alkohol
Konsumsi alkohol dikaitkan dengan hipoglikemia. Sebagian pecandu alkohol
mengalami hipoglikemia akibat gangguan metabolisme glukosa. Metabolisme
alkohol (etanol) melibatkan enzim alkohol dehidrogenase (ADH) yang terutama
terdapat di hati. Proses perubahan etanol menjadi asetaldehid menghasilkan zat
reduktif yang berlebihan di hati, terutama NADH (Katzung, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
13
Peningkatan NADH ini mengganggu proses glikogenolisis. Alkohol juga
dapat menggangu kerja enzim yang berperan dalam proses glukoneogenesis dan
lipogenesis (Gambar 2.2) (Shils et al., 2006).
Gambar 2.2. Abnormalitas Hepatis, Nutrisional, dan Metabolik setelah
Penyalahgunaan Etanol
Sumber: Shils et al. (2006).
2.1.2
Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah
Menurut ADA (2014), ada berbagai cara yang biasa dilakukan untuk
memeriksa kadar glukosa darah, di antaranya:
1.
Tes Glukosa Darah Puasa
Tes glukosa darah puasa mengukur kadar glukosa darah setelah tidak
mengkonsumsi apa pun kecuali air selama 8 jam. Tes ini biasanya dilakukan pada
pagi hari sebelum sarapan.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
14
Tabel 2.3. Klasifikasi Kadar Glukosa Darah Puasa
Hasil
Normal
Prediabetes
Diabetes
Kadar Glukosa Darah Puasa
Kurang dari 100 mg/dL
100 – 125 mg/dL
Sama atau lebih dari 126 mg/dL
Sumber : ADA ( 2014).
2.
Tes Glukosa Darah Sewaktu
Kadar glukosa darah sewaktu disebut juga kadar glukosa darah acak atau
kasual. Tes glukosa darah sewaktu dapat dilakukan kapan saja. Kadar glukosa darah
sewaktu dikatakan normal jika tidak lebih dari 200 mg/dL.
3.
Uji Toleransi Glukosa Oral
Tes toleransi glukosa oral adalah tes yang mengukur kadar glukosa darah
sebelum dan dua jam sesudah mengkonsumsi glukosa sebanyak 75 gram yang
dilarutkan dalam 300 mL air.
Tabel 2.4. Klasifikasi Hasil Uji Toleransi Glukosa Oral
Hasil
Normal
Prediabetes
Diabetes
Hasil Uji Toleransi Glukosa Oral
Kurang dari 140 mg/dL
140 – 199 mg/dL
Sama atau lebih dari 200 mg/dL
Sumber: ADA ( 2014).
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
15
4.
Uji HBA1C
Uji HBA1C mengukur kadar glukosa darah rata-rata dalam 2 – 3 bulan
terakhir. Uji ini lebih sering digunakan untuk mengontrol kadar glukosa darah pada
penderita diabetes.
Tabel 2.5. Klasifikasi Kadar HBA1C
Hasil
Normal
Prediabetes
Diabetes
Kadar HBA1C
Kurang dari 5,7%
5,7 – 6,4 %
Sama atau lebih dari 6,5%
Sumber: ADA (2014).
2.2
Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh oleh otot rangka yang
membutuhkan energi. Aktivitas fisik tidak sama dengan latihan (exercise). Latihan
merupakan bagian dari aktivitas fisik yang direncanakan, terstruktur, berulang, dan
bertujuan untuk menjaga kebugaran tubuh (WHO, 2010).
Aktivitas fisik dapat dikelompokkan berdasarkan Metabolic Equivalent of
Task (MET). Satu MET didefinisikan sebagai pemakaian energi untuk duduk tenang,
yang untuk orang dewasa kira-kira memerlukan pasokan oksigen sebanyak 3,5 ml per
kilogram berat badan per menit (1,2 kkal/menit untuk orang berberat badan 70 kg)
(CDC, 2015).
Berdasarkan MET, aktivitas fisik dibagi menjadi tiga, yaitu aktivitas fisik
berintensitas ringan (kurang dari 3,0 METs atau kurang dari 3,5 kkal/menit), sedang
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
16
(3,0 – 6,0 METs atau 3,5 – 7 kkal/menit), dan tinggi (lebih dari 6,0 METs atau lebih
dari 7 kkal/menit) (CDC, 2015).
Aktivitas fisik juga dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
1. Aktivitas fisik tinggi jika melakukan kombinasi aktivitas fisik berintensitas
berat, sedang, atau berjalan kaki selama 7 hari dan mencapai minimal 3000
MET/minggu.
2. Aktivitas fisik sedang jika melakukan kombinasi aktivitas fisik berintensitas
berat, sedang, atau berjalan kaki selama 5 hari atau lebih dan mencapai
minimal 600 MET/minggu.
3. Aktivitas fisik rendah jika aktivitas fisik seseorang tidak memenuhi kriteria
aktivitas fisik tinggi atau sedang.
Aktivitas fisik memiliki berbagai manfaat dalam menjaga kesehatan dan
keseimbangan fungsi tubuh. Menurut ADA (2015), manfaat aktivitas fisik antara lain:
a. Membantu menjaga kadar tekanan darah, glukosa darah, HDL, kolesterol dan
trigliserida.
b. Menurunkan risiko untuk menderita prediabetes, DM tipe 2, penyakit jantung,
dan stroke.
c. Menurunkan tingkat stres.
d. Memperkuat jantung, otot, dan tulang.
e. Memperbaiki aliran darah dan tonus otot.
f. Menjaga fleksibilitas sendi.
Pada keadaan istirahat, rata-rata aliran darah di otot rangka adalah sekitar 3 –
4 ml/menit/100 gram otot. Pada atlit dengan kondisi baik, aliran ini akan meningkat
ketika ia melakukan kerja fisik berat hingga mencapai 50 – 80 ml/menit/100 gram
otot. Peningkatan aliran darah ini terjadi karena pengaruh faktor kimiawi yang
bertindak sebagai vasodilator arteriol otot, perangsangan saraf otonom, dan sekresi
epinefrin oleh kelenjar adrenal (Guyton dan Hall, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
17
Selain itu, terjadi perekruitan kapiler di otot rangka selama aktivitas fisik
berlangsung. Sebagian kapiler yang awalnya tertutup pada saat istirahat menjadi
terbuka. Pembukaan kapiler ini terjadi untuk mengurangi jarak difusi oksigen dan
nutrisi lainnya dari kapiler ke serabut-serabut otot yang sedang berkontraksi. Hal ini
juga menyebabkan pertambahan luas permukaan kapiler sehingga tempat difusi untuk
oksigen dan nutrisi bertambah dua sampai tiga kali lipat (Guyton dan Hall, 2008).
2.2.1
Pengukuran Aktivitas Fisik
Menurut Warren et al. (2010), pengukuran aktivitas fisik dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu:
1.
Laporan Individual
Laporan individual merupakan cara yang paling banyak digunakan untuk
mengukur aktivitas fisik dalam penelitian. Laporan individual meliputi kuesioner,
catatan harian, dan mengingat kembali (recall).
Kelebihan cara ini adalah tidak memerlukan biaya yang besar dan mudah
dilakukan, baik bagi peneliti mau pun bagi responden. Meskipun begitu, cara laporan
individual ini memliki kekurangan, di antaranya adalah sulitnya memastikan durasi,
frekuensi, dan intensitas aktivitas fisik yang dilakukan.
Kuesioner yang paling banyak digunakan adalah International Physical
Activity Questionnaire (IPAQ) dan Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ).
2. Pengukuran Obyektif
Pengukuran obyektif dapat dilakukan dengan menggunakan accelometer,
pedometer, observasi langsung, sensor gerakan, atau dengan monitor denyut jantung.
Cara ini biasanya digunakan untuk mengukur aktivitas fisik secara obyektif dalam
penelitian kohort berskala besar, penelitian eksperimental, atau penelitian randomized
controlled trials (RTC).
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
18
2.3
Pengaruh Aktivitas Fisik terhadap Kadar Glukosa Darah
Selama aktivitas fisik, glukosa sebagai sumber energi diperoleh melalui
katabolisme lemak dan glikogen dari otot dan hati. Secara sederhana, proses ini
menyediakan tempat untuk menyimpan kelebihan glukosa pada keadaan absorptif
sehingga membantu menjaga keseimbangan kadar glukosa darah. Selain itu, proses
lipolisis yang terjadi mengakibatkan berkurangnya simpanan lemak di dalam tubuh
yang membantu mencegah resistensi insulin (Wackerhage, 2014). Aktivitas fisik juga
membantu menjaga keseimbangan kadar glukosa darah dengan mempengaruhi
ambilan glukosa oleh otot (McKeag dan Moeller, 2007).
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, untuk dapat mencapai sitoplasma,
glukosa ditranspor melalui proses difusi terfasilitasi menggunakan protein pembawa
(Guyton dan Hall, 2008).
Pengambilan glukosa dari darah ke sel otot dilakukan oleh GLUT 1 dan
GLUT 4. GLUT 1 merupakan transporter glukosa yang dependen insulin, tetapi
protein ini diekspresikan dalam jumlah yang sedikit. GLUT 4 merupakan transporter
glukosa yang dependen insulin dan terdapat dalam jumlah yang banyak. Maka, dapat
dikatakan bahwa pengambilan glukosa oleh otot yang sedang berkontraksi sangat
bergantung dengan keberadaan GLUT 4 (Richter dan Hargreaves, 2013).
Ketika suatu jaringan otot melakukan kerja, maka tubuh akan melakukan
penyesuaian untuk memenuhi kebutuhan metabolik otot tersebut. Kompensasi
tersebut berupa peningkatan aliran darah ke serabut-serabut otot yang berkontraksi,
rekruitmen pembuluh kapiler, dan translokasi GLUT 4 ke membran plasma sel otot
(sarkolema). Pada keadaan istirahat, GLUT 4 berada dalam suatu vesikel di dalam
sel. Insulin dan kontraksi otot akan merangsang translokasi GLUT 4 ke sarkolema
dan tubulus T sel otot (Richter dan Hargreaves, 2013).
Selain berperan dalam translokasi GLUT 4, aktivitas fisik juga berpengaruh
terhadap ekspresi GLUT 4 di otot. Terdapat peningkatan mRNA GLUT 4 di otot
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
19
rangka segera setelah latihan fisik yang kemungkinan terjadi karena adanya
peningkatan transkripsi GLUT 4 (Richter dan Hargreaves, 2013).
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Download