4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kadar Glukosa Darah Glukosa adalah karbohidrat terpenting bagi tubuh karena glukosa bertindak sebagai bahan bakar metabolik utama. Glukosa juga berfungsi sebagai prekursor untuk sintesis karbohidrat lain, misalnya glikogen, galaktosa, ribosa, dan deoksiribosa. Glukosa merupakan produk akhir terbanyak dari metabolisme karbohidrat. Sebagian besar karbohidrat diabsorpsi ke dalam darah dalam bentuk glukosa, sedangkan monosakarida lain seperti fruktosa dan galaktosa akan diubah menjadi glukosa di dalam hati. Karena itu, glukosa merupakan monosakarida terbanyak di dalam darah (Murray, Granner, dan Rodwell, 2009). Selain berasal dari makanan, glukosa dalam darah juga berasal dari proses glukoneogenesis dan glikogenolisis (Kronenberg et al., 2008). Kadar glukosa darah diatur sedemikian rupa agar dapat memenuhi kebutuhan tubuh. Dalam keadaan absorptif, sumber energi utama adalah glukosa. Glukosa yang berlebih akan disimpan dalam bentuk glikogen atau trigliserida. Dalam keadaan pasca-absorptif, glukosa harus dihemat untuk digunakan oleh otak dan sel darah merah yang sangat bergantung pada glukosa. Jaringan lain yang dapat menggunakan bahan bakar selain glukosa akan menggunakan bahan bakar alternatif (Sherwood, 2012). Karena keseimbangan kadar glukosa darah sistemik sangat penting, dibutuhkan pengaturan kadar glukosa darah yang ketat oleh tubuh. Pengaturan kadar glukosa darah ini terutama dilakukan oleh hormon insulin yang menurunkan kadar glukosa darah dan hormon glukagon yang menaikkan kadar glukosa darah (Kronenberg et al., 2008). Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 5 Glukosa harus ditranspor ke dalam sel melalui mekanisme difusi terfasilitasi sehingga sel dapat memakainya sebagai sumber energi. Agar glukosa dapat menembus membran plasma yang impermeabel terhadap molekul besar, glukosa membutuhkan protein pembawa. Selain di saluran cerna dan tubulus ginjal, glukosa diangkut dari konsentrasi yang lebih tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah mengikuti gradien konsentrasinya oleh protein pembawa GLUT yang independen Na+ (Tabel 2.1) (Guyton dan Hall, 2008). Tabel 2.1. Pengangkut Glukosa yang Utama Lokasi Jaringan Fungsi Pengangkut dua-arah fasilitatif GLUT 1 Otak, ginjal, kolon, plasenta, eritrosit Penyerapan glukosa GLUT 2 Hati, sel beta pankreas, usus halus, ginjal Penyerapan atau pembebasan glukosa secara cepat GLUT 3 Otak, ginjal, plasenta Penyerapan glukosa GLUT 4 Otot jantung dan rangka, jaringan adipose Penyerapan glukosa yang dirangsang oleh insulin GLUT 5 Usus halus Penyerapan glukosa Pengangkut satu-arah dependen-natrium SGLT 1 Usus halus dan ginjal Penyerapan aktif glukosa dengan melawan gradien konsentrasi Sumber: Murray, Granner, dan Rodwell (2009). Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 6 Kecepatan pengangkutan glukosa ke dalam sel otot dan lemak sangat dipengaruhi oleh insulin. Dengan adanya insulin, kecepatan pengangkutan glukosa dapat meningkat sekitar sepuluh kali lipat. Ketika kadar glukosa dalam darah tinggi, maka insulin akan disekresikan oleh pankreas. Insulin akan merangsang sel otot dan lemak untuk lebih permeabel terhadap glukosa. Insulin juga meningkatkan aktivitas enzim-enzim yang berperan dalam proses glikogenesis di otot dan hati (Tabel 2.2) (Guyton dan Hall, 2008). Glukagon mempunyai efek yang berlawanan dengan insulin. Glukagon mempunyai dua fungsi utama, yaitu berperan dalam proses glikogenolisis dan glukoneogenesis (Tabel 2.2). Jadi, glukagon mempunyai efek meningkatkan kadar glukosa dalam darah (Guyton dan Hall, 2008). Tabel 2.2. Respons Jaringan terhadap Insulin dan Glukagon yang Berkaitan dengan Metabolisme Glukosa. Ditingkatkan oleh Hati Jaringan Lemak Otot Glikogenesis Pengambilan Pengambilan glukosa glukosa Insulin Glikogenesis Diturunkan oleh Glukoneogenesis Insulin Ditingkatkan oleh Glikogenolisis Glukagon Glukoneogenesis Sumber: Murray, Granner, dan Rodwell (2009). Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 7 2.1.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kadar Glukosa dalam Darah Berdasarkan ADA (2015), beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kadar glukosa di dalam darah adalah: 1. Konsumsi Karbohidrat Karbohidrat adalah salah satu bahan makanan utama yang diperlukan oleh tubuh. Sebagian besar karbohidrat yang kita konsumsi terdapat dalam bentuk polisakarida yang tidak dapat diserap secara langsung. Karena itu, karbohidrat harus dipecah menjadi bentuk yang lebih sederhana untuk dapat diserap melalui mukosa saluran pencernaan (Sherwood, 2012). Karbohidrat yang masuk ke saluran cerna akan dihidrolisis oleh enzim pencernaan. Ketika makanan dikunyah di dalam mulut, makanan tersebut bercampur dengan saliva yang mengandung enzim ptialin (α-amilase). Tepung (starch) akan dihidrolisis oleh enzim tersebut menjadi disakarida maltosa dan polimer glukosa kecil lainnya (Guyton dan Hall, 2008). Sesampainya di lambung, enzim ptialin menjadi tidak aktif akibat suasana lambung yang asam. Proses pencernaan ini akan dilanjutkan di usus halus yang merupakan muara dari sekresi pankreas. Sekresi pankreas mengandung α-amilase yang lebih poten daripada α-amilase saliva. Hampir semua karbohidrat telah diubah menjadi maltosa dan polimer glukosa kecil lainnya sebelum melewati duodenum atau jejunum bagian atas (Guyton dan Hall, 2008). Disakarida dan polimer glukosa kecil ini kemudian dihidrolisis oleh enzim monosakaridase yang terdapat pada vili enterosit usus halus. Proses ini terjadi ketika disakarida berkontak dengan enterosit usus halus dan menghasilkan monosakarida yang dapat diserap ke aliran darah (Guyton dan Hall, 2008). Proses ini digambarkan di Gambar 2.1. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 8 Gambar 2.1. Pencernaan Karbohidrat Sumber: Guyton dan Hall (2008). Kebanyakan karbohidrat dalam makanan akan diserap ke dalam aliran darah dalam bentuk monosakarida glukosa. Jenis gula lain akan diubah oleh hati menjadi glukosa (Murray, Granner, dan Rodwell, 2009). 2. Aktivitas Fisik Aktivitas fisik mempengaruhi kadar glukosa dalam darah. Ketika aktivitas tubuh tinggi, penggunaan glukosa oleh otot akan ikut meningkat. Sintesis glukosa endogen akan ditingkatkan untuk menjaga agar kadar glukosa dalam darah tetap seimbang. Pada keadaan normal, keadaan homeostasis ini dapat dicapai oleh berbagai mekanisme dari sistem hormonal, saraf, dan regulasi glukosa (Kronenberg et al., 2008). Ketika tubuh tidak dapat mengkompensasi kebutuhan glukosa yang tinggi akibat aktivitas fisik yang berlebihan, maka kadar glukosa tubuh akan menjadi terlalu rendah (hipoglikemia). Sebaliknya, jika kadar glukosa darah melebihi kemampuan tubuh untuk menyimpannya disertai dengan aktivitas fisik yang kurang, maka kadar glukosa darah menjadi lebih tinggi dari normal (hiperglikemia) (ADA, 2015). Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 9 3. Penggunaan Obat Berbagai obat dapat mempengaruhi kadar glukosa dalam darah, di antaranya adalah obat antipsikotik dan steroid (ADA, 2015). Obat antipsikotik atipikal mempunyai efek simpang terhadap proses metabolisme. Penggunaan klozapin dan olanzapin sering kali dikaitkan dengan penambahan berat bahan sehingga pemantauan akan asupan karbohidrat sangat diperlukan. Penggunaan antipsikotik juga dikaitkan dengan kejadian hiperglikemia walaupun mekanisme jelasnya belum diketahui. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh penambahan berat badan akibat resistensi insulin (Katzung, 2007). Steroid mempunyai efek yang beragam karena steroid dapat mempengaruhi berbagai fungsi sel di dalam tubuh. Salah satu di antaranya adalah efek steroid terhadap metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Steroid sintetik mempunyai mekanisme kerja yang sama dengan steroid alami tubuh (Katzung, 2007). Glukokortikoid mempunyai peran penting dalam proses glukoneogenesis. Kortisol dan glukokortikoid lainnya dapat meningkatkan kecepatan proses glukoneogenesis hingga 6 sampai 10 kali lipat. Selain berperan dalam proses glukoneogenesis, kortisol juga dapat menyebabkan penurunan pemakaian glukosa oleh sel. Akibat peningkatan kecepatan glukoneogenesis dan penurunan pemakaian glukosa ini, maka konsentrasi glukosa dalah darah akan meningkat (Guyton dan Hall, 2008). 4. Keadaan Sakit Beberapa penyakit dapat mempengaruhi kadar glukosa di dalam darah seseorang, di antaranya adalah penyakit metabolisme diabetes mellitus dan tirotoksikosis. Diabetes mellitus adalah sekelompok penyakit metabolik berupa hiperglikemia yang diakibatkan oleh gangguan sekresi insulin, kerja insulin, atau Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 10 keduanya. Berdasarkan etiologinya, diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi berbagai jenis, di antaranya adalah diabetes mellitus tipe 1 (DM tipe 1) dan diabetes mellitus tipe 2 (DM tipe 2) (ADA, 2014). DM tipe 1 adalah diabetes yang terjadi akibat kerusakaan sel-sel beta pankreas oleh suatu proses autoimun. Kerusakaan sel-sel beta pankreas ini akan berakibat pada defisiensi insulin yang menimbulkan terjadinya hiperglikemia (Price dan Wilson, 2012). DM tipe 2 adalah diabetes yang terjadi akibat resistensi hormon insulin. DM tipe 2 ini ditandai dengan kelainan sekresi dan kerja insulin. Sel tidak lagi responsif terhadap insulin sehingga terjadi pengikatan abnormal antara kompleks reseptorinsulin dengan sistem transpor glukosa. Hal ini akan menggangu kerja insulin hingga akhirnya sel beta pankreas gagal untuk menyekresikan insulin. Defisiensi insulin ini akan menyebabkan keadaan hiperglikemia (Price dan Wilson, 2012). Tirotoksikosis adalah respons jaringan tubuh akibat pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan. Hormon tiroid mempunyai efek pada pertumbuhan sel, perkembangan, dan metabolisme energi (Price dan Wilson, 2012). Tiroksikosis dapat menaikkan kadar glukosa darah melalui efek hormon tiroid terhadap metabolisme karbohidrat. Hormon tiroid dapat meningkatkan kecepatan penggunaan glukosa oleh sel, meningkatkan proses glukoneogenesis, meningkatkan kecepatan absorpsi saluran cerna, bahkan meningkatkan sekresi insulin (Guyton dan Hall, 2008). 5. Stres Stres, baik stres fisik maupun neurogenik, akan merangsang pelepasan ACTH (adrenocorticotropic hormone) dari kelenjar hipofisis anterior. Selanjutnya, ACTH akan merangsang kelenjar adrenal untuk melepaskan hormon adrenokortikoid, yaitu kortisol. Hormon kortisol ini kemudian akan menyebabkan peningkatan kadar glukosa dalam darah (Guyton dan Hall, 2008). Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 11 Hormon ini meningkatkan katabolisme asam amino di hati dan merangsang enzim-enzim kunci pada proses glukoneogenesis. Akibatnya, proses glukoneogenesis meningkat (Murray, Granner, dan Rodwell, 2009). Selain itu, stres juga merangsang kelenjar adrenal untuk menyekresikan epinefrin. Epinefrin menyebabkan glikogenolisis di hati dan otot dengan menstimulasi enzim fosforilase (Murray, Granner, dan Rodwell, 2009) Beberapa jenis stres yang dapat meningkatkan pelepasan kotisol adalah: a. Trauma. b. Infeksi. c. Suhu yang ekstrim. d. Injeksi norepinefrin dan obat-obat simpatomimetik lain. e. Pembedahan. f. Injeksi bahan yang bersifat nekrolisis di bawah kulit. g. Pengekangan sehingga tidak dapat bergerak. h. Hampir setiap penyakit yang menyebabkan kelemahan (Guyton dan Hall, 2008). 6. Siklus Menstruasi Menstruasi adalah perdarahan pervaginam periodik yang terjadi akibat peluruhan mukosa uterus (DeCherney et al., 2007). Siklus menstruasi terdiri dari tiga fase, yaitu fase proliferasi, sekretori, dan menstruasi. Selama siklus menstruasi, terjadi fluktuasi hormon-hormon yang berperan dalam mengatur siklus, termasuk estrogen dan progesteron. Selama fase proliferasi, terdapat peningkatan kadar estrogen. Pada fase sekretori, kadar hormon estrogen dan progesteron meningkat. Sedangkan pada fase menstruasi, kedua hormon ini terdapat dalam kadar yang sangat rendah (Sherwood, 2012). Fluktuasi hormon-hormon selama siklus menstruasi ini diduga menyebabkan perubahan kadar glukosa darah. Peningkatan kadar progesteron dikatakan dapat Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 12 menyebabkan resistensi insulin temporer, sehingga menyebabkan kadar glukosa darah lebih tinggi dari normal. Kadar estrogen yang tinggi dapat meningkatkan sensitivitas terhadap insulin, sehingga kadar glukosa darah dapat lebih rendah dari normal. Perubahan kadar glukosa darah ini mungkin juga berhubungan dengan adanya inflamasi ringan sebelum menstruasi (Bennal dan Kerure, 2013). 7. Dehidrasi Dehidrasi adalah suatu kondisi di mana tubuh kekurangan cairan sehingga keseimbangan air menjadi negatif. Ketika tubuh kekurangan cairan, maka tubuh akan melakukan kompensasi dengan cara mengaktifkan sistem renin-angiotensin. Angiotensin II kemudian akan merangsang pelepasan vasopresin yang salah satu efeknya adalah meningkatkan reabsorpsi air oleh tubulus ginjal (Sherwood, 2012). Selain berfungsi dalam meretensi air, vasopresin juga mempunyai efek terhadap metabolisme glukosa. Vasopresin memiliki reseptor di hati dan di pulau Langerhans pankreas. Vasopresin merangsang proses glukoneogenesis dan pelepasan glukagon sehingga meningkatkan kadar glukosa dalam darah (Roussel et al., 2011). 8. Konsumsi Alkohol Konsumsi alkohol dikaitkan dengan hipoglikemia. Sebagian pecandu alkohol mengalami hipoglikemia akibat gangguan metabolisme glukosa. Metabolisme alkohol (etanol) melibatkan enzim alkohol dehidrogenase (ADH) yang terutama terdapat di hati. Proses perubahan etanol menjadi asetaldehid menghasilkan zat reduktif yang berlebihan di hati, terutama NADH (Katzung, 2007). Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 13 Peningkatan NADH ini mengganggu proses glikogenolisis. Alkohol juga dapat menggangu kerja enzim yang berperan dalam proses glukoneogenesis dan lipogenesis (Gambar 2.2) (Shils et al., 2006). Gambar 2.2. Abnormalitas Hepatis, Nutrisional, dan Metabolik setelah Penyalahgunaan Etanol Sumber: Shils et al. (2006). 2.1.2 Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah Menurut ADA (2014), ada berbagai cara yang biasa dilakukan untuk memeriksa kadar glukosa darah, di antaranya: 1. Tes Glukosa Darah Puasa Tes glukosa darah puasa mengukur kadar glukosa darah setelah tidak mengkonsumsi apa pun kecuali air selama 8 jam. Tes ini biasanya dilakukan pada pagi hari sebelum sarapan. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 14 Tabel 2.3. Klasifikasi Kadar Glukosa Darah Puasa Hasil Normal Prediabetes Diabetes Kadar Glukosa Darah Puasa Kurang dari 100 mg/dL 100 – 125 mg/dL Sama atau lebih dari 126 mg/dL Sumber : ADA ( 2014). 2. Tes Glukosa Darah Sewaktu Kadar glukosa darah sewaktu disebut juga kadar glukosa darah acak atau kasual. Tes glukosa darah sewaktu dapat dilakukan kapan saja. Kadar glukosa darah sewaktu dikatakan normal jika tidak lebih dari 200 mg/dL. 3. Uji Toleransi Glukosa Oral Tes toleransi glukosa oral adalah tes yang mengukur kadar glukosa darah sebelum dan dua jam sesudah mengkonsumsi glukosa sebanyak 75 gram yang dilarutkan dalam 300 mL air. Tabel 2.4. Klasifikasi Hasil Uji Toleransi Glukosa Oral Hasil Normal Prediabetes Diabetes Hasil Uji Toleransi Glukosa Oral Kurang dari 140 mg/dL 140 – 199 mg/dL Sama atau lebih dari 200 mg/dL Sumber: ADA ( 2014). Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 15 4. Uji HBA1C Uji HBA1C mengukur kadar glukosa darah rata-rata dalam 2 – 3 bulan terakhir. Uji ini lebih sering digunakan untuk mengontrol kadar glukosa darah pada penderita diabetes. Tabel 2.5. Klasifikasi Kadar HBA1C Hasil Normal Prediabetes Diabetes Kadar HBA1C Kurang dari 5,7% 5,7 – 6,4 % Sama atau lebih dari 6,5% Sumber: ADA (2014). 2.2 Aktivitas Fisik Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh oleh otot rangka yang membutuhkan energi. Aktivitas fisik tidak sama dengan latihan (exercise). Latihan merupakan bagian dari aktivitas fisik yang direncanakan, terstruktur, berulang, dan bertujuan untuk menjaga kebugaran tubuh (WHO, 2010). Aktivitas fisik dapat dikelompokkan berdasarkan Metabolic Equivalent of Task (MET). Satu MET didefinisikan sebagai pemakaian energi untuk duduk tenang, yang untuk orang dewasa kira-kira memerlukan pasokan oksigen sebanyak 3,5 ml per kilogram berat badan per menit (1,2 kkal/menit untuk orang berberat badan 70 kg) (CDC, 2015). Berdasarkan MET, aktivitas fisik dibagi menjadi tiga, yaitu aktivitas fisik berintensitas ringan (kurang dari 3,0 METs atau kurang dari 3,5 kkal/menit), sedang Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 16 (3,0 – 6,0 METs atau 3,5 – 7 kkal/menit), dan tinggi (lebih dari 6,0 METs atau lebih dari 7 kkal/menit) (CDC, 2015). Aktivitas fisik juga dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: 1. Aktivitas fisik tinggi jika melakukan kombinasi aktivitas fisik berintensitas berat, sedang, atau berjalan kaki selama 7 hari dan mencapai minimal 3000 MET/minggu. 2. Aktivitas fisik sedang jika melakukan kombinasi aktivitas fisik berintensitas berat, sedang, atau berjalan kaki selama 5 hari atau lebih dan mencapai minimal 600 MET/minggu. 3. Aktivitas fisik rendah jika aktivitas fisik seseorang tidak memenuhi kriteria aktivitas fisik tinggi atau sedang. Aktivitas fisik memiliki berbagai manfaat dalam menjaga kesehatan dan keseimbangan fungsi tubuh. Menurut ADA (2015), manfaat aktivitas fisik antara lain: a. Membantu menjaga kadar tekanan darah, glukosa darah, HDL, kolesterol dan trigliserida. b. Menurunkan risiko untuk menderita prediabetes, DM tipe 2, penyakit jantung, dan stroke. c. Menurunkan tingkat stres. d. Memperkuat jantung, otot, dan tulang. e. Memperbaiki aliran darah dan tonus otot. f. Menjaga fleksibilitas sendi. Pada keadaan istirahat, rata-rata aliran darah di otot rangka adalah sekitar 3 – 4 ml/menit/100 gram otot. Pada atlit dengan kondisi baik, aliran ini akan meningkat ketika ia melakukan kerja fisik berat hingga mencapai 50 – 80 ml/menit/100 gram otot. Peningkatan aliran darah ini terjadi karena pengaruh faktor kimiawi yang bertindak sebagai vasodilator arteriol otot, perangsangan saraf otonom, dan sekresi epinefrin oleh kelenjar adrenal (Guyton dan Hall, 2008). Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 17 Selain itu, terjadi perekruitan kapiler di otot rangka selama aktivitas fisik berlangsung. Sebagian kapiler yang awalnya tertutup pada saat istirahat menjadi terbuka. Pembukaan kapiler ini terjadi untuk mengurangi jarak difusi oksigen dan nutrisi lainnya dari kapiler ke serabut-serabut otot yang sedang berkontraksi. Hal ini juga menyebabkan pertambahan luas permukaan kapiler sehingga tempat difusi untuk oksigen dan nutrisi bertambah dua sampai tiga kali lipat (Guyton dan Hall, 2008). 2.2.1 Pengukuran Aktivitas Fisik Menurut Warren et al. (2010), pengukuran aktivitas fisik dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1. Laporan Individual Laporan individual merupakan cara yang paling banyak digunakan untuk mengukur aktivitas fisik dalam penelitian. Laporan individual meliputi kuesioner, catatan harian, dan mengingat kembali (recall). Kelebihan cara ini adalah tidak memerlukan biaya yang besar dan mudah dilakukan, baik bagi peneliti mau pun bagi responden. Meskipun begitu, cara laporan individual ini memliki kekurangan, di antaranya adalah sulitnya memastikan durasi, frekuensi, dan intensitas aktivitas fisik yang dilakukan. Kuesioner yang paling banyak digunakan adalah International Physical Activity Questionnaire (IPAQ) dan Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ). 2. Pengukuran Obyektif Pengukuran obyektif dapat dilakukan dengan menggunakan accelometer, pedometer, observasi langsung, sensor gerakan, atau dengan monitor denyut jantung. Cara ini biasanya digunakan untuk mengukur aktivitas fisik secara obyektif dalam penelitian kohort berskala besar, penelitian eksperimental, atau penelitian randomized controlled trials (RTC). Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 18 2.3 Pengaruh Aktivitas Fisik terhadap Kadar Glukosa Darah Selama aktivitas fisik, glukosa sebagai sumber energi diperoleh melalui katabolisme lemak dan glikogen dari otot dan hati. Secara sederhana, proses ini menyediakan tempat untuk menyimpan kelebihan glukosa pada keadaan absorptif sehingga membantu menjaga keseimbangan kadar glukosa darah. Selain itu, proses lipolisis yang terjadi mengakibatkan berkurangnya simpanan lemak di dalam tubuh yang membantu mencegah resistensi insulin (Wackerhage, 2014). Aktivitas fisik juga membantu menjaga keseimbangan kadar glukosa darah dengan mempengaruhi ambilan glukosa oleh otot (McKeag dan Moeller, 2007). Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, untuk dapat mencapai sitoplasma, glukosa ditranspor melalui proses difusi terfasilitasi menggunakan protein pembawa (Guyton dan Hall, 2008). Pengambilan glukosa dari darah ke sel otot dilakukan oleh GLUT 1 dan GLUT 4. GLUT 1 merupakan transporter glukosa yang dependen insulin, tetapi protein ini diekspresikan dalam jumlah yang sedikit. GLUT 4 merupakan transporter glukosa yang dependen insulin dan terdapat dalam jumlah yang banyak. Maka, dapat dikatakan bahwa pengambilan glukosa oleh otot yang sedang berkontraksi sangat bergantung dengan keberadaan GLUT 4 (Richter dan Hargreaves, 2013). Ketika suatu jaringan otot melakukan kerja, maka tubuh akan melakukan penyesuaian untuk memenuhi kebutuhan metabolik otot tersebut. Kompensasi tersebut berupa peningkatan aliran darah ke serabut-serabut otot yang berkontraksi, rekruitmen pembuluh kapiler, dan translokasi GLUT 4 ke membran plasma sel otot (sarkolema). Pada keadaan istirahat, GLUT 4 berada dalam suatu vesikel di dalam sel. Insulin dan kontraksi otot akan merangsang translokasi GLUT 4 ke sarkolema dan tubulus T sel otot (Richter dan Hargreaves, 2013). Selain berperan dalam translokasi GLUT 4, aktivitas fisik juga berpengaruh terhadap ekspresi GLUT 4 di otot. Terdapat peningkatan mRNA GLUT 4 di otot Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 19 rangka segera setelah latihan fisik yang kemungkinan terjadi karena adanya peningkatan transkripsi GLUT 4 (Richter dan Hargreaves, 2013). Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara