LITERASI POLITIK JELANG PEMILIHAN PRESIDEN (PILPRES) 2014 dI MEDIA SOSIAL KOMPASIANA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) Oleh : Tri Isniarti Putri NIM. 1110051000053 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA/ 2014 LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 29 Agustus 2014 Tri Isniarti Putri ABSTRAK Tri Isniarti Putri Literasi Politik Jelang Pemilihan Presiden (PILPRES) 2014 di Media Sosial Kompasiana Perkembangan internet yang mulai bermetamorfosa dari media generasi 1.0 (read-only-web) dimana publik hanya bisa mengakses informasi tanpa komunikasi 2 arah (cenderung one way communication), menjadi generasi 2.0 (participatory web) dimana publik sendiri yang menciptakan dan memublikasikan informasi. Web 2.0 meniscayakan lahirnya media sosial (social media) dan webblog interaktif, yang dimana hampir semua kegiatan publik bermigrasi dari ruang publik konvensional ke ruang publik kontemporer. Di sinilah, peluang dan fenomena literasi politik mulai beradaptasi, berkembang, dan menjadi tren di lini masa (publik virtual) Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana literasi politik jelang pemilihan presiden (PILPRES) 2014 di media sosial Kompasiana? dan apa saja pesan literasi politik yang ada di kanal Kotak Suara 2014? Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Konvergensi Simbolik yang dipopulerkan oleh Ernest Bormann. Dengan teori ini, peneliti mencoba menelaah dan menguji kesesuaian praktik literasi politik yang ada di Kompasiana dengan teori yang sudah ada. Pada prinsipnya, konvergensi simbolik yang digagas Ernest Bormann merupakan usaha untuk memunculkan kesadaran umum untuk menghasilkan motif, emosi dan perasaan bersama . Metodologi penelitian ini adalah metodologi kualitatif deskriptif dengan jenis studi kasus intrinsik (intrinsic case study). Pengumpulan data yang dilakukakan melalui wawancara mendalam dengan pihak terkait, observasi langsung dan teks kemudian dokumentasi berupa buku, media cetak, internet, dan data resmi Berdasarkan pengamatan dan analisis peneliti, bahwa literasi politik di Kompasiana ada tiga yaitu pengetahuan yang diberikan Kompasiana terkait seputar politik melalui online dan offline seperti LIPSUS dan MODIS, kemudian biasanya Kompasianer menulis (skill) dari apa yang didapat dari kegiatan yang diberikan Kompasiana selanjutnya sikap politik Kompasianer yang secara umum sudah difasilitaskan pihak Kompasiana pada kanal Kotak Suara 2014 seperti Pro Kontra dan polling. Pesan-pesan literasi politik dalam kanal Kotak Suara 2014 mengacu pada tipologi netizen yaitu disseminator banyak melahirkan gagasan dan ideologi seputar pemilu seperti akun Hazmi Srondol, publisist Kompasiana merupakan salah satu alat untuk melakukan publisitas elit politik atau lembaga yang mempunyai kepentingan seperti caleg, capres, timses dan partai, propagandist tipologi yang sensitif seperti pada akun Terumbu dan hactivist yang biasanya datang pada acara-acara tertentu seperti akun yang tergolong cyber army. Selanjutnya dari lima sample tulisan Kompasianer peneliti meneliti, menelaah, mengolaborasikan dan menganalisis bahwa adanya proses konvergensi simbolik sehingga memunculkan motif dan kesadaran para Kompasianer seputar PILPRES 2014. (Kata Kunci : Literasi Politik, PILPRES dan Kompasianer) i KATA PENGANTAR Demi Dia yang bersumpah dengan waktu, alam semesta dan segala keindahannya, saya sematkan puja dan puji untukNya. Dengan setetes cinta yang tak berbanding, Dia kuatkan sendi-sendi perjuangan dan kesabaran dalam mendayuh hidup ini. Semoga rasa syukur yang kurang ini, Engkau terima ya Allah. BersamaMu, saya bulatkan tekad, luruskan niat dan sempurnahkan ikhtiar untuk sebuah episode yang lebih bermakna. Bagimu baginda Islam, saya haturkan shalawat untuk kemuliaan dan ketangguhanmu. Risalah kenabianmu kini menjadi dambaan setiap ummat yang menginginkan kedamaian dan ketenteraman hidup di dunia dan akhirat. Semoga dengan bimbingan dan nasihatmu, saya menjadi muslim yang tangguh dan bermanfaat bagi agama, bangsa dan sesama manusia. Engkaulah Muhammad Rasulullah, saya bersaksi. Terimakasih yang teristimewa saya persembahkan pada semua pihak yang telah membantu kelancaran penelitian skripsi ini, baik berupa dorongan moril maupun materil. Tanpa bantuan dan dukungan tersebut, sulit rasanya untuk dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu. Pada kesempatan ini, peneliti menyampaikan terimakasih sebesar-besarnya kepada: 1. Dr. Gun Gun Heryanto, M.Si, dosen pembimbing yang senantiasa meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan masukan tentang penyusunan skripsi ini. 2. Orangtua tercinta Ayanda Imam Syafe’i dan Bunda Suparni, yang senantiasa men-support secara moril juga materil demi kelancaran skripsi ii ini. Keikhlas, kesabaran, dan kegigihan mereka dalam mewujudkan kesetaraan pendidikan pada keluarga, menjadi cermin terbaik bagi peneliti untuk lebih serius belajar hingga menuntaskan skripsi ini. Cinta dan doa mereka yang tak pernah putus, juga menjadi suplemen terkuat bagi peneliti agar terus memelihara dan mewujudkan cita-cita. 3. Kakak-kakakku tersayang, Denny Aryanto Putro SE, Andika Dwi Putro, dan Shulhan Rumaru S.Sos.I, yang tak henti menunjukkan rasa sayang dan panutan peneliti, serta menjadi alasan terbaik bagi peneliti agar terus berusaha maksimal dalam meraih cita-cita. Untuk kakak-kakakku, “be the best you can be”. 4. Dr. Arif Subhan, M.A, Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Suparto Ph.D, M.Ed, Wakil Dekan Bidang Akademik. Drs. Jumroni M.Si, Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum. Drs. Wahidin Saputra M.A, Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama. 5. Rachmat Baihaky M.A, Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu komunikasi, dan Fita Faturrohmah, M.A, Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. 6. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah mendidik dan memberikan ilmu yang bermanfaat kepada peneliti selama menempuh pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga peneliti dapat mengamalkan ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan. 7. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah membantu peneliti dalam urusan administrasi selama perkuliahan dan penelitian skripsi ini. iii 8. Seluruh staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah melayani peminjaman buku-buku literatur sebagai referensi dalam penyusunan skripsi ini. 9. Seluruh pejabat dan staf admin Kompasiana yang dengan ramah telah menyilahkan peneliti untuk melakukan penelitian terkait skripsi. Secara khusus terimakasih dihaturkan pada Kang Pepih Nugraha dan Mas Iskandar Zulkarnaen yang selalu meluangkan waktu untuk wawancara, juga Mba Resya dan Mba Nissa yang sangat rajin dan cekatan dalam menanggapi semua keperluan adminisntrasi peneliti, serta seluruh informan kompasianer. 10. Sahabat sekaligus saudara terkasih Nurfajria dan Nurul Mutmainah seatap, seperjuangan yang tak henti memberi canda tawa serta masukan atas keluh kesah peneliti dalam penyusunan skripsi ini. Welcome to the real life guys, Allah bless us. 11. Keluarga besar DEMA FIDKOM, Bimo Wahyu, Eki, Habib, Tanto, Jehan, Vivih, Fiqih, Gadis, Amini, Muis, Ridho dan lainnya yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu. Untuk mereka, teruskanlah dedikasimu untuk bangsa, agama dan negara kawan 12. Keluarga besar Lembaga Pers Mahasiswa (LAPMI), Akmal, Khuluq, Nuna, Melqi, Deni, Agita, Ma’ruf, Rahma, Tina Agustina, Haen, Destri, Choir, Thoha, Firdaus, Faiz, Chachan, Ajeng Eka dll. Tetap semangat untuk tetap berkarya ya kawan-kawan “Karya Kita Informasi Mereka” 13. Keluarga besar KMLA Garuda, Bang Yudi ”Djenggot”, Fahdi Fahlevi, Abdul Rohman, Adit, Hairul Saleh, Virga Agesta, Manggala, Gardika Kay iv Rizka, Fathur Rahman, Ahmad Ghazali, Nurfajria, Budi Rahman S, Rifki Hamdani, Monic, Budi Setiawan, Abit, Lilis, Ane dan semua anggota muda. Untuk mereka, teruskan perjuangan para pioneermu dan lanjutkan penjelajahanmu untuk Bumi yang lebih baik. Salam Rimba ”Terbang Tinggi Tak Lupa Bumi.” 14. Teman-teman KPI B angkatan 2010, Midah, Dwi, Iin, Ulfa dll yang senantiasa saling berbagi dalam suka dan duka selama menjalani perkuliahan, serta selalu memberikan dukungan dan nasihat positif. Semoga kesuksesan selalu menjadi takdir kalian. 15. Teman-teman KKN ANJAS: Nurfajria, Alfa, Indah, Zikri, Tanto, Bimo, Ijal, Iqbal, Maria, Asri Wiwit, Uswah, Andika, Gega, Zizah dan Surya. Tetap istiqomah berkontribusi untuk masyarakat. 16. Untuk semua pihak yang telah membantu dalam penelitian skripsi ini, yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Tanpa mengurangi rasa hormat, peneliti ucapkan terima kasih yang begitu besar. Semoga apa yang telah dilakukan adalah hal yang terbaik dan hanya Allah yang dapat membalas segala kebaikan dengan balasan terbaik-Nya. Amin. v Akhir kata, penelitian skripsi ini tentunya masih jauh dari sempurna, namun diharapkan semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan segenap keluarga besar civitas akademika Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. Jakarta, 29 Agustus 2014 Tri Isniarti Putri vi DAFTAR ISI ABSTRAK ............................................................................................ i KATA PENGANTAR ............................................................................ ii DAFTAR ISI .......................................................................................... vi DAFTAR TABEL .................................................................................. ix BAB BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ............................................... 1 B. Batasan dan Rumusan Masalah .................................... 7 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................... 8 D. Tinjauan Pustaka .......................................................... 9 E. Metodologi Penelitian .................................................. 10 F. Sistematika Penulisan .................................................. 15 II KAJIAN TEORI A. Teori Konvergensi Simbolik ....................................... 17 a. Elemen-elemen Konvergensi Simbolik ................... 21 B. Konseptualisasi Literasi Politik ................................... 26 1. Definisi Literasi Politik .......................................... 26 2. Muatan Pokok Literasi Politik ................................. 28 a. Partisipasi Politik ............................................... 28 b. Jenis-jenis Partisipasi Politik .............................. 31 c. Pemahaman Kritis Warga Atas Hal-hal Pokok Terkait Tentang Politik .................................................. 34 C. Konseptualisasi New Media ........................................ 37 1. Definisi New Media ................................................. 37 a. Dunia Maya (Cyberspace) .................................. 39 b. Netizen ............................................................... 40 c. Cyberdemocracy ................................................ 42 2. Karakteristik New Media ........................................ 47 3. Internet Sebagai New Media ................................... 49 vii BAB 4. Internet Sebagai Saluran Komunikasi Politik .......... 53 D. Konseptualisasi Sosial Media (Social Media)............... 55 1. Pengertian Sosial Media ......................................... 55 2. Karakteristik Sosial Media ..................................... 57 3. Jenis-jenis Sosial Media ......................................... 59 III GAMBARAN UMUM KOMPASIANA A. Profil Kompasiana ...................................................... 63 1. Sejarah Berdirinya Kompasiana ............................. 63 2. Struktur Organisasi Kompasiana ............................ 66 3. Logo Kompasiana .................................................. 67 B. Produk Kompasiana .................................................... 68 1. Citizen Journalism ................................................. 68 2. Freez ...................................................................... 71 3. Kanal Jakarta Lebih Baik ....................................... 72 4. Kanal Fiksiana ....................................................... 73 5. Kanal Kotak Suara 2014 ......................................... 74 6. Gempita Brasil 2014 .............................................. 75 C. Aktivitas Kompasiana ................................................. 76 1. Kompasianival ....................................................... 76 2. Monthly Discussion (MODIS) ................................ 77 3. Kompasiana Nangkring .......................................... 78 4. Kompasiana Blogshop ........................................... 79 5. Kompasiana Blog Competition ............................... 79 D. Kanal Kotak Suara 2014 ............................................. 80 1. Topik Pilihan Kawal Pemilu dan Pilpres ................ 80 2. Pileg ....................................................................... 82 3. Pilpres .................................................................... 82 4. Serba Serbi Pemilu ................................................. 82 5. Polling ................................................................... 82 6. Pro Kontra ............................................................. 83 7. Kandidat ................................................................ 84 viii BAB IV ANALISIS DAN HASIL TEMUAN A. Literasi Politik di Kompasiana .................................... 81 1. Pengetahuan ............................................................ 86 2. Kemampuan Menulis (Skill) ................................... 91 3. Sikap ...................................................................... 94 B. Pesan-pesan Literasi Politik Kotak Suara 2014 ........... 106 1. Disseminator .......................................................... 107 2. Publisist ................................................................. 110 3. Propagandis............................................................ 112 4. Hactivist ................................................................. 117 C. Interpretasi Analisis Teks ............................................ 123 1. Analisis Tulisan 1 ................................................... 125 2. Analisis Tulisan 2 ................................................... 128 3. Analisis Tulisan 3 ................................................... 130 4. Analisis Tulisan 4 ................................................... 133 5. Analisis Tulisan 5 ................................................... 135 BAB 6. Visi Retoris 1 .......................................................... 139 7. Visi Retoris 2 .......................................................... 145 V PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................... 153 B. Saran ............................................................................ 154 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 155 LAMPIRAN ......................................................................................... ix 160 DAFTAR TABEL DAN GAMBAR BAB I 1. Tabel 1 Perbedaan Antara 1.0 Web dan 2.0 Web ................... 3 BAB II 1. Tabel 1 Jenis-jenis Partisipasi Politik .................................... 32 2. Gambar 2 Alur Kerangka Penelitian ......................................... 60 BAB III 1. Tabel 1 Struktur Organisasi Kompasiana ............................... 66 2. Gambar 1 Logo Kompasiana .................................................... 67 3. Gambar 2 Produk Kompasiana Topik Pilihan ............................ 69 4. Gambar 3 Produk Kompasiana Headline .................................. 69 5. Gambar 4 Produk Kompasiana Highlight .................................. 70 6. Gambar 5 Produk Kompasiana Trending articles ....................... 70 7. Gambar 6 Produk Kompasiana Featured article ....................... 71 8. Gambar 7 Logo Freez ................................................................ 71 9. Gambar 8 Kompasiana Freez Cetak ........................................... 72 10. Gambar 9 Tampilan Home Page Kanal Jakarta Lebih Baik ........ 73 11. Gambar 10 Logo Fiksiana ........................................................... 73 12. Gambar 11 Kegiatan Menulis di Fiksiana .................................... 74 13. Gambar 12 Kegiatan Menulis Seputar Pemilu di Kotak Suara ..... 75 14. Gambar 13 Headline Kotak Suara 2014 ....................................... 75 15. Gambar 14 Kompasiana Semarakan Piala Dunia Brazil ............... 76 16. Gambar 15 Kegiatan Kompasianival 2013 ................................... 77 17. Gambar 16 Reportase Acara Modis Bersama Tri Rismaharani ..... 78 18. Gambar 17 Kegiatan Nangkring .................................................. 79 19. Gambar 18 Kompasiana Blog Competition .................................. 80 20. Gambar 19 Topik Pilihan di Kotak Suara 2014 ........................... 81 21. Gambar 20 Info Admin Tentang Kompasianer Mengawal Pemilu 81 22. Gambar 21 Info Admin Kompasiana Tentang Polling .................. 83 23. Gambar 22 Info Admin Kompasiana Tentang Pro Kontra ............ 84 x 24. Gambar 23 Info Admin Kompasiana Tentang Sosok Calegmu di Rubrik Kandidat .............................................................................. 85 BAB IV 1. Gambar 1 Lipsus Kompasianer Kawal Pemilu ........................... 88 2. Gambar 2 Lipsus Kompasianer Kawal PILPRES ....................... 88 3. Gambar 3 Kegiatan Modis Bersama Jokowi .............................. 90 4. Gambar 4 Kegiatan Modis Bersama Wiranto ............................ 91 5. Gambar 5 Tulisan Kompasianer Perihal Politik ......................... 94 6. Gambar 6 Hasil Polling Tahap Awal ......................................... 96 7. Gambar 7 Hasil Polling Tahap Ke-2 .......................................... 97 8. Gambar 8 Rubrik Diskusi Pro Kontra ....................................... 99 9. Gambar 9 Sikap Para Kompasianer Menyoalkan Ambang Batas Pencalonan Presiden (Presidential Threshold) ................................. 100 10. Gambar 10 Proses Literasi Politik di Kompasiana ...................... 102 11. Gambar 11 Moderasi Admin Kompasiana .................................. 105 12. Gambar 12 Hasil Moderasi Admin ............................................. 106 13. Tabel 1 Tipologi Netizen Dalam Kepentingan Politik ............ 107 14. Tabel 2 Top Sites in Indonesia .............................................. 110 15. Gambar 13 Akun Bersifat Diseminator ....................................... 111 16. Gambar 14 Akun Bersifat Publisist ............................................. 112 17. Gambar 15 Akun Partai Gerindra dan Hanura ............................. 18. Gambar 16 Akun Bersifat Propagandis Name Calling ................. 114 19. Gambar 17 Akun Bersifat Propagandis Glittering Generallites ... 115 20. Gambar 18 Akun Bersifat Propagandis Card Stacking ................ 116 21. Gambar 19 Akun Bersifat Propagandis Plain Folks ..................... 117 22. Gambar 20 Akun Bersifat Propagandis Band Wagon .................. 118 23. Gambar 21 Akun Bersifat Hactivist ............................................ 119 24. Gambar 22 Akun Cyber Army ..................................................... 120 25. Tabel 3 Contoh Penggunaan Internet di Kompasiana.............. 120 26. Tabel 4 Respon Kompasianer Terhadap Kanal Kotak Suara .. 123 27. Gambar 24 Model Initial Basic Concept ..................................... 125 28. Tabel 5 5 Sample Tulisan Kompasianer ................................ xi 113 125 29. Tabel 6 Hasil Analisis Konvergensi Simbolik ....................... 139 30. Gambar 25 Hasil Perolehaan Suara Legistlatif ............................ 31. Gambar 26 Media Survey Politicawave ...................................... 147 32. Gambar 27 Media Trend Politicawave ........................................ 148 33. Gambar 27 Media Trend Politicawave ......................................... 148 34. Gambar 26 Analisis Visi Retoris di Kanal Kotak Suara 2014 ....... 152 xii 144 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap lima tahunan, Indonesia mengadakan hajatan besar yaitu pemilihan umum presiden dan legislatif, dimana hal itu menjadi momentum pergantian kekuasaan yang meniscayakan kontestasi selama periode kampanye. Kontestasi semakin panas sejalan dengan manuver politik pada tahapan sosialisasi dan kampanye pemilu. Hingar-bingar pilpres semakin muncul di permukaan, dengan ditandai berbagai macam manuver politik yang dilakukan oleh setiap pasangan calon. Seperti banyaknya spanduk dari pasangan kandidat yang bertebaran, membeli segmentasi di media massa, blusukan ke kantung-kantung pemilih dengan tujuan meraup simpati dan dukungan politik dari warga. Kontestasi bukan cuma panas dan ramai di kalangan elit politik saja tetapi kalangan masyarakat juga asyik membincangkan strategi dari tiap-tiap parpol maupun kontestan perorangan, yang pada sisi lain dapat dilihat sebagai sebuah proses literasi politik yang tengah berlangsung. Menurut pendapat Bernard Crick dalam tulisannya Essay on Citizenship yang saya kutip dari tulisan Gun Gun Heryanto, definisi literasi politik adalah pemahaman praktis tentang konsepkonsep yang diambil dari kehidupan sehari-hari dan bahasa. Merupakan upaya memahami seputar isu utama politik.1 1 Andi Faisal Bakti, dkk, Literasi Politik dan Konsolidasi Demokrasi, (Ciputat, Churia, 2012), h. 117. 1 2 Singkatnya, literasi politik merupakan senyawa dari pengetahuan, keterampilan dan sikap. Crick menegaskan literasi politik lebih luas dari hanya sekedar pengetahuan politik melainkan cara membuat diri menjadi efektif dalam kehidupan publik dan dorongan untuk menjadi aktif, partisipastif dalam melaksanakan hak dan kewajiban baik dalam keadaan resmi maupun area publik yang sifatnya suka rela.2 Literasi politik dalam konteks pemilu dipahami sebagai kemampuan warga masyarakat untuk mendefinisikan kebutuhan mereka akan substansi politik terutama perihal pemilu. Mengetahui strategi pencarian informasi apa, siapa, dan mengapa mereka harus memilih? Memiliki kemampuan untuk mengakses informasi seputar kandidat yang akan mewakili mereka nantinya. Mampu membandingkan dan mengevaluasi berbagai tawaran politik yang disodorkan kepada mereka. Terakhir, mampu mengorganisasikan, membuat sintesis, serta membentuk jejaring pemilih rasional dalam proses transaksional dengan pemimpin yang akan diberi mandat kekuasaan oleh mereka. Masa kampanye merupakan momentum yang tepat untuk melakukan gerakan literasi politik. Dengan demikian, semestinya kampanye tidak sematamata mengemas citra melainkan juga mentransformasikan kesadaran dan kemampuan untuk menjadi rational voter. Substansi kekuatan literasi politik ada pada partisipasi politik warga negara yang kritis dan memberdayakan terkait dengan konsep konsep pokok politik yang akan berdampak pada kehidupan warga negara. Literasi politik bukanlah semata konsep normatif, melainkan bauran antara pengetahuan, skil dan sikap politik. 2 Andi Faisal Bakti, dkk, Literasi Politik dan Konsolidasi Demokrasi, (Ciputat, Churia, 2012), h. 117. 3 Media baru adalah salah satu alat untuk melakukan praktik literasi politik yang cukup efesien dimana saat ini negara-negara dunia khususnya Indonesia semakin marak dalam melakukan kegiatan politik di internet tentu ini melahirkan ruang publik seperti yang sudah digagas oleh Habermas. Perkembangan internet saat ini pun sudah memasuki web generasi 2.0, dimana antar user sudah memungkinkan berinteraksi secara real time, interaktif, dan multimedia. Situs jejaring sosial dengan segala aplikasinya yang tersedia telah menumbuhkan minat sekaligus keinginan masyarakat untuk saling berbagi informasi, kritik, himbuan, bahkan gerakan aktual (bertemu secara fisik) melalui interaksi di dunia maya ini. Tesis the world is plat pun seolah mendapatkan pembenaran sosial, dimana masyarakat semakin massif menggunakan media online sebagai kegiatan berbincang-bincang dengan bebas. Kebebasan yang dimaksud adalah dari dominasi Negara dan intervensi pasar.3 Tabel 1 Perbedaan Antara Web 1.0 dan 2.04 Web 1.0 Tersentral (dari satu sumber ke banyak khalayak cenderung one way communication Terbuka peluang sumber atau media untuk dikuasai Media merupakan instrumen yang melanggengkan strata dan ketidaksetaraan kelas sosial Terfragmentasinya khalayak dan dianggap sebagai massa 3 Web 2.0 Tersebar (dari banyak sumber ke banyak khalayk) Many to many Tertutupnya penguassan media dan bebasnya kontrol terhadap sumber Media memfaslitasi setiap khalayak (warga negara) Khalayak bisa terlihat sesuai dengan karakter dan tanpa meninggalkan keragamaan identitasnya masingmasing Gun Gun Heryanto, Dinamika Komunikasi Politik, (Jakarta: PT. Lasswell Visitama, 2011), h. 142 4 Rulli Nasrullah, Cyber Media, (Yogjakarta:CV. Idea Sejahtera, 2013), h. 17-18 4 Media dianggap dapat atau sebagai Media melibatkan pengalaman alat memengaruhi kesadaran khalayak baik secara ruang aupun waktu Masyarakat bisa berekspresi meluangkan pengetahuan, sikap dan skill yang mereka punyai dengan sebebas-bebasnya tanpa ada rasa canggung dengan meliputi pemahaman terkait demokrasi partisipatif, dimana warga negara mengetahui bagaimana pemerintahan bekerja secara seharusnya, mengetahui dan berlaku kritis terkait isu-isu krusial kemasyarakatan. Tentu ini sendiri memunculkan ruang publik baru (new public sphere) dalam proses penguatan demokrasi di dunia maya cyber. Internet termasuk komunitas virtual di dalamnya, dapat menjadi perantara terbentuknya strukutur masyarakat emansipatif dan bebas dari dominasi. Hal ini menjadi fenomena komunikasi politik yang menarik dan merupakan perkembangan kontemporer. Para aktor politik baik politisi (wakil maupun ideologi), figur politik, birokrat, aktivis kelompok kepentingan (interest group), kelompok penekan (pressure group) maupun jurnalis media massa, saat ini semakin adaptif dengan penggunaan internet baik sifat statis maupun dinamis.5 Sebagaimana para pejabat, politisi atau tokoh nasional yang aktif menggunakan media sosial di Twitter per April 2013 beserta jumlah pengikutnya berturut-turut adalah Joko Widodo dengan 482.288 orang pengikut, Dahlan Iskan 348.140, Anis Baswedan 209.923, Mahmud MD 122.188, Yusril Ihza Mahendra 136.986 dll. 6 5 Gun Gun Heryanto, Dinamika Komunikasi Politik, (Jakarta: PT. Lasswell Visitama, 2011), h. 152. 6 Deddy Mulyana, Komunikasi Politik Politik Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), h. 22. 5 Medium internet memiliki potensi besar untuk mempersatukan dunia dan menyalurkan upaya-upaya manusia untuk mempersatukan solusi bagi berbagai problem kritis yang mengancam masa depan manusia. 7 Saat ini menurut data terakhir yang dilansir pada 30 September oleh www.internetworstat.com menyebutkan data jumlah pengguna (user) internet di dunia adalah 1,733,993,741. Pengguna internet di Asia yang berjumlah 738,257,230 merupakan jumlah yang terbesar jika dibanding kawasan dunia lain. 42,6 persen dari pengguna internet di dunia ada di Asia sementara 57,8 persen lainnya tersebar di kawasan lain yakni: di Eropa, Amerika Utara, Amerika Latin, Afrika, Timur Tengah, dan Australia.8 Media kontemporer seperti internet dan khususnya media sosial semakin penting dalam komunikasi politik, mulai dari tingkat lokal hingga global. Sebagaimana ditegaskan Gates, gagasan-gagasan tentang jejaring dan interaktivitas telah mendominasi wacana politik kontemporer dan iklan politik terkini ditandai antara lain oleh obsesi terhadap serangkain problem teknologi atau keasyikan teknologi mulai dari produktivitas riset, persaingan teknologi, dan perlindungan kepemilikan intelektual, hingga ke pemahaman publik atas sains, efek teknologi yang tak terduga, dan kebutuhan akan pelatihan teknik yang berkelanjutan untuk mengantisipasi perubahan teknologi yang pesat. 9 Situs jejaring sosial (sosial network site) maupun web blog interaktif, kini sama-sama menunjukan perannya untuk menjadi ruang publik bagi komunitas virtual melalui proses konvergensi simbolik. Ide, informasi dan berita politik 7 Roger Fidler, Mediamorfosis, (Yogyakarta: Bentang Budaya, 2003), h. 394. Gun Gun Heryanto, Dinamika Komunikasi Politik, (Jakarta: PT. Lasswell Visitama, 2011), h. 155. 9 Deddy Mulyana, Komunikasi Politik Politik Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), h. 24. 8 6 dapat disebar melalui internet. Media online ini telah menjadi ruang publik virtual dimana orang-orang dapat menggunakannya untuk membaca dan mengekspresikan berbagai opini dan sikap politik mereka. Tak ada lagi zona prosemik seperti pernah digagas Edward Hall, yang membagi antara jarak intim (0-18 inci/ 46 cm), jarak personal (46 cm- 1,2 m), jarak sosial (1,2 m- 3,6 m) jarak publik (melampaui 3,7 m). Dengan adanya situs jejaring sosial dan Weblog interaktif, nampak bahwa komunikasi bisa mengekspresikan emosi masing-masing individu lebih terakomodasi dibanding hanya membaca hasil reportase jurnalis media massa tradisional10. Kompasiana merupakan salah satu web blog interaktif dengan alamat kompasiana.com, berbagai topik sosial politik hangat dibincangkan di antara para partisipan dari berbagai kalangan, mulai dari jurnalis, politisi, mahasiswa, aktivis LSM, akademisi, pensiunan jenderal dll. Di bawah naungan unit usaha kompas Cyber Media (KCM) yang dipunyai oleh Jakob Oetama ini dilahirkan pada tahun 2008. Kehadiran Kompasiana di dunia maya cukup mumpuni, terbukti user Kompasiana pada saat ini berjumlah 170.000. Setiap hari, Kompasiana dibanjiri 800-1.000 artikel atau tulisan masyarakat luas dari seluruh nusantara. Kanal politik merupakan kanal favorit para user sebab mayoritas postingan di Kompasiana didominasi tulisan bergenre politik dengan tulisan yang masuk sekitar 300-500 tulisan perhari. Jelang Pilpres 2014 ini, Kompasiana menghadirkan kanal khusus dengan alamat kotaksuara.kompasiana.com yang bertujuan menampung semua tulisan terkait politik. Kanal ini dikelola layaknya 10 Gun Gun Heryanto dan Shulhan Rumaru, (Jakarta: PT Ghalia Indonesia, 2013), h. 175. Komunikasi Politik Sebuah Pengantar, 7 Kompasiana dengan model headline sebagai tulisan update dan tulisan yang mengalir ke balong highlight. Dengan format ini, Kompasiana menarik lebih banyak usernya yang suka menulis politik untuk melaporkan lebih banyak isu-isu politik yang terjadi di sekitar mereka. Kanal Kotak Suara 2014 menyaring lebih banyak peristiwa politik yang terjadi di sekitar para pewarta warga Kompasiana atau yang lebih dikenal sebagai Kompasianer. Oleh karena itu, internet modern ini bisa menjadi salah satu saluran pokok dalam literasi politik pada kajian komunikasi politik dimana para netizen dapat leluasa mengaktualisasikan eksperesi sikap dan pandangan politiknya di dunia maya. Karena beberapa alasan diatas maka saya ingin meneliti dengan tema “Literasi Politik Jelang Pemilihan Presiden (PILPRES) 2014 Di Media Sosial Kompasiana”. B. Batasan dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada hal-hal sebagai berikut: a. Berkaitan dengan Proses literasi politik jelang Pilpres 2014 b. Media Sosial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah web interaktif Kompasina c. Fokus pada kanal Kotak Suara 2014 dan struktur yang dianalisis hanya struktur dasar 8 2. Rumusan Masalah Mengacu pada pembatasan masalah di atas, maka peneliti membuat perumusan masalah sebagai berikut: a. Bagaimana cara literasi politik jelang Pilpres 2014 di Media Sosial Kompasiana? b. Apa saja pesan literasi politik yang ada di kanal Kotak Suara 2014? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui bagaimana proses literasi politik jelang Pilpres 2014 di media sosial Kompasiana b. Untuk mengetahui sejauh mana pesan-pesan literasi politik jelang Pilpres 2014 di kanal Kotak Suara 2014 2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademis: Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperkuat khasanah keilmuan komunikasi politik dengan pendekatan literasi politik bagi civitas akademika Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta b. Manfaat Praktis: Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai proses literasi politik jelang pemilihan presiden (pilpres) 2014 di Kompasiana, dan apa saja pesan-pesan literasi politik yang terdapat di kanal Kotak Suara 2014, serta menjadi masukan mengenai manfaat dan pentingnya literasi politik. 9 D. Tinjauan Pustaka Dalam melakukan penyusunan, penulis melakukan tinjauan pustaka yang merujuk pada displin ilmu Komunikasi Politik yaitu: 1. Penelitian skripsi tahun 2013 dari Akmal Fauzi, Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang diberi judul : Pemanfaatan Media Sosial Dalam Survei Politicawave Pada Pilkada DKI jakarta 2012 Persamaan penelitian ini dengan peneliti sebelumnya sama-sama meneliti tentang media sosial atau peran media sosial dalam penyelenggaraan politik. Akmal Fauzi lebih fokus meneliti tentang survei online yang dilakukan oleh politicawave.com terkait elektabilitas kandidat cagub dan cawagub dalam Pilkada DKI Jakarta 2012. Sedangkan saya meneliti tentang konvergensi simbolik politik di media baru, dimana proses literasi politik beralih ruang dari ruang publik konvesional ke ruang publik baru (new public sphere). Dalam hal ini, saya meneliti aktivitas literasi politik di media sosial Kompasiana terkait Pilpres 2014. 2. Penelitian disertasi tahun 2013 dari Gun Gun Heryanto, Jurusan Komunikasi Politik, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjajaran Bandung yang diberi judul: Konvergensi Simbolik di Komunitas Virtual: Studi Pada Ruang Publik Baru Dalam Komunitas Politik di Situs Jejaring Sosial dan Weblog Interaktif Era Pemerintahan SBY Boediono Dalam Kasus Century Tahun 2013 Persamaan penelitian ini dengan peneliti sebelumnya sama-sama 10 meneliti tentang konvergensi simbolik dalam komunitas politik di situs jejaring sosial. Gun Gun Heryanto lebih fokus pada konvergensi simbolik di era pemerintahan SBY Boediono terkait dalam kasus century tahun 2013. Sedangkan saya meneliti tentang konvergensi simbolik politik di media baru, dimana proses literasi politik beralih ruang dari ruang publik konvesional ke ruang publik baru (new public sphere). Dalam hal ini, saya meneliti aktivitas literasi politik di media sosial Kompasiana terkait Pilpres 2014. E. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Sebagaimana dikatakan Patton, paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan praktisinya. Paradigma menunjukkan pada mereka apa yang penting, absah, dan masuk akal. Paradigma juga bersifat normatif, menunjukkan kepada praktisinya apa yang harus dilakukan tanpa perlu melakukan pertimbangan eksistensial atau epistimologis yang panjang. 11 Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis. Secara epistimologi paradigma konstruktivis memandang suatu realitas atau temuan suatu penelitian merupakan produk interaksi antara peneliti dengan yang diteliti. Secara metodologis paradigma konstruktivis lebih menekankan 11 Dedi Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), h. 9. 11 kepada empati, dan interaksi dialektis antara peneliti-responden untuk merekonstruksi realitas yang diteliti melalui metode-metode kualitatif.12 Pendekatan yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, bertujuan menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data. Pendekatan kualitatif menurut Kirk dan Miller bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia, baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya. 13 Bogdan dan Taylor mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. 14 Jenis metode kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus intrinsik (intrinsic case studies). Menurut John W. Creswell, studi kasus merupakan strategi penyelidikan, dimana peneliti mengekplorasi dan memahami secara mendalam terhadap sebagian atau keseluruhan dari program, acara, aktivitas, maupun proses. Peneliti mengumpulkan informasi secara rinci dengan menggunakan berbagai proses pengumpulan data selama periode waktu yang berkelanjutan.15 Dalam penelitian ini, peneliti mengeksplorasi terkait tentang literasi politik jelang pemilihan presiden 2014 di media sosial kompasiana serta 12 Rachmat Kriyantono, Tehnik Praktis Riset Komunikasi. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 52. 13 Nurul Hidayati, Metodologi Penelitian Dakwah dengan Pendekatan Kualitatif (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), Cet ke 1, h. 7. 14 Lexy J. Moeleng, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1993), Cet ke 10, h. 3. 15 John W. Creswell, Reserach Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches-3rd ed (California, SAGE Publications Inc, 2009), h. 13. 12 pesan-pesan literasi politik yang terdapat di kanal kotaksuara.com dengan Teknik Pengumpulan Data: 1. Wawancara: Untuk mendapatkan informasi yang akurat dan memperkuat data, maka peneliti melakukan wawancara bebas terpimpin (Semi Structured Interview) yaitu wawancara dengan menggunakan interview guide atau pedoman wawancara yang dibuat berupa daftar pertanyaan. 16 Peneliti mewawancarai Pepih Nugraha selaku pendiri Kompasiana sekaligus sebagai Redaktur Pelaksana Kompas.com, kemudian mewawancarai Iskandar Zulkarnaen selaku Editor Kompasiana dan Shulhan Rumaru selaku Staf Admin Kompasiana. Selanjutnya peneliti mewawancarai tiga informan yang relevan dengan substansi masalah penelitian. Adapun wawancara akan dilakukan dengan informan yang terlibat aktif seputar politik 2014 di Kompasiana. 2. Observasi: dimana peneliti mengamati langsung objek yang diteliti. Peneliti menggunakan jenis observasi partisipan-membership,17 dimana peneliti juga aktif sebagai anggota atau bagian dari komunitas bloger Kompasiana atau yang biasa disebut kompasianer. 3. Dokumentasi: Peneliti melakukan dokumentasi dengan mengumpulkan data yang berasal dari buku-buku sebagai referensi yang berkaitan dengan objek penelitian. Mempelajari, menelaah dan mengkaji dokumen-dokumen tertulis, foto dan video yang terkait 16 Denzin, Norman K, Lincoln, Yvonna S, Handbook of Qualitative Research, Dariyanto dkk (edisi terjemahan Indonesia.), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009). 17 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), h. 64. 13 dengan literasi politik jelang pilpres 2014 di media sosial Kompasiana. Selain itu, ada pula penggunaan data-data yang bersumber dari internet berupa artikel-artikel media massa, dan laporan hasil penelitian lainnya. 2. Teknik Olah Data Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data, peneliti mengolahnya dengan melakukan editing atau memeriksa kejelasan dan kelengkapan data, kemudian data dipelajari dan ditelaah. Dalam penelitian ini, peneliti menampilkan data dalam bentuk tabel dan foto terkait literasi politik jelang pilpres 2014 di Kompasiana, kemudian dideskripsikan sesuai dengan rumusan masalah. 3. Teknik Analisis Data Peneliti melakukan analisis data dengan analisis deskriptif, yaitu dengan menganalisis setiap data atau fakta yang ditemukan melalui hasil pengumpulan data, kemudian di deskripsikan secara konkret terkait literasi politik jelang pilpres 2014 di Kompasiana. Kemudian data tersebut diperoleh dan dianalisis melalui model Milles dan Hubermas yaitu tiga alur kegiatan yang akan dilakukan secara bersamaan yakni melalui reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan serta verifikasi.18 Reduksi data merupakan sebuah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstraksian dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Data kualitatif 18 Milles, Matthew dan Huberman, Qualitative Data Analysis (London: Sage Publication, 1984) diterjemahkan oleh Tjetjep Rohendi Rohidi, Jakarta, Universitas Indonesia Press. 14 disederhanakan ditransformasikan dalam aneka ragam cara, seperti seleksi dan penyortiran ketat ringkasan. Data yang diperoleh dari lapangan secara bertahap direduksi dalam pengertian dirangkum, dipilih dan difokuskan padahal-hal yang terkait dengan literasi politik dan membuang data-data yang tidak ada kaitannya dengan fokus penelitian. Di dalam reduksi data ada dua proses, yaitu living in yang berarti memilih data yang dipandang penting dan mempunyai potensi dalam rangka analisis data dan proses living out yang berarti membuang data yang dipandang kurang penting dan kurang memiliki potensi untuk analisis data. Peneliti melakukan reduksi terkait tentang penyortiran data yang ditemukan pada tahap wawancara. Penyajian data merupakan susunan sekumpulan informasi yang memungkinkan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Peneliti berupaya menggunakan matriks teks, grafiks, gambar, bagan dan tabel, disamping teks naratif untuk memperkokoh data yang telah diperoleh seperti peneliti menyajikan data teks narasi yang berkaitan langsung dengan proses konvergensi simbolik Selanjutnya peneliti akan menarik kesimpulan-kesimpulan secara longgar, tetap terbuka dan skeptis namun kemudian meningkat menjadi lebih rinci dan mengakar dengan kokoh. Kesimpulan tersebut diverifikasi selama proses penelitian melalui tinjauan atau pemikiran kembali pada catatan-catatan lama secara terperinci dan seksama. Selain alur teknik analisis tadi, penelitian ini juga memasukan teknik analisis data yang mengikuti alur FTA (Fantasy Theme Analysis) yakni dimulai dari Initial basic Concept. Istilah ini merupakan bagian komunikasi 15 primer yang mewakilkan keseluruhan konsep dasar dalam teks dan perbincangan. Terdapat empat istilah yang masuk dalam konsep dasar yakni Tema Fantasi, Tipe Fantasi, Symbolic cue dan Saga. menurut Jhon F Cragan ada tiga tahap menjadi fokus dalam FTA yakni: stylistic, substantive dan struktural qualities. Stilistik merupakan sesuatu yang langsung bisa diobservasi. Substansi fantasi adalah isi pesannya itu sendiri. Terakhir, adalah kualitas struktural. Ini merupakan bagian kerangka struktural dari visi retoris yang dipertunjukan oleh para Kompasianer yang berdiskusi di Kompasiana. 4. Pedoman Penulisan Dalam penulisan penelitian ini, peneliti mengacu pada Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang disusun oleh Hamid Nasuhi dkk, diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. F. Sistematika Penulisan Untuk lebih mudah memahami pembahasan pada penelitian skripsi ini, maka klasifikasi permasalahan dibagi dalam lima bab, pada masing-masing bab terdiri dari sub bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN yang mengabstraksi keseluruhan bahasan. Bab ini memuat: latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian dan sistematika penulisan. 16 BAB II KAJIAN TEORI pada bab ini, membahas tentang kajian teoritis dan konseptual yang memuat tentang: Teori konvergensi simbolik, Konseptualisasi literasi politik yang di dalamnya termasuk definisi, muatan pokok, konseptualisasi new media yang di dalamnya termasuk definisi, dunia maya, cyberdemocracy, karakteristik, dan new media dalam komunikasi politik, konseptualisasi media sosial yang di dalamnya termasuk definisi, karakteristik dan jenis-jenis. BAB III PROFIL Kompasiana, KOMPASIANA Struktur meliputi Organisasi Sejarah Kompasiana, berdirinya Produk Kompasiana, Aktifitas Kompasiana. BAB IV TEMUAN DAN HASIL ANALISIS adalah penyajian dan analisis data yang diperoleh dari Kompasiana terkait tentang literasi politik di dalamnya. BAB V PENUTUP adalah bagian yang berusaha menarik kesimpulan dan saran dari seluruh masalah yang telah dibahas pada penulisan skripsi ini 17 BAB II KAJIAN TEORITIS A. Teori Konvergensi Simbolik Sejak 1990-an kata konvergensi dipakai dalam perkembangan teknologi digital, integrasi teks, angka, bayangan dan suara. Unsur yang berbeda-beda dalam media yang umumnya ditelaah secara terpisah dalam bab-bab terdahulu. Tetapi pada tahun 1970, kata konvergensi selanjutnya digunakan baik untuk organisasi maupun untuk proses, terutama sekali bersatunya industri media dan telekomunikasi. 19 Teori konvergensi simbolik pertama kali muncul oleh Bales kemudiam teori tersebut dipopulerkan dan dikembangkan oleh Ernest Bormann dengan kelompok mahasiswa dari universitas Minnesota (1960-1970) menemukan proses sharing fantasi. Konsep teori kovergensi simbolik yaitu tentang proses pertukaran pesan yang menimbulkan kesadaran kelompok yang menghasilkan hadirnya makna, motif dan juga persamaan bersama.20 Gun Gun Heryanto juga menambahkan bahwa teori konvergensi simbolik kekuatan komunikasi di balik penciptaan kesadaraan umum (realitas simbolik) yang disebut sebagai visi retoris. Visi retoris ini menyediakan sebuah bentuk drama dalam bentuk cara pandang, ideologi dan paradigma berpikir.21 19 Asa Briggs& Petter Burke, Sejarah Sosial Media Dari Gutenberg Sampai Internet, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2000), h. 326. 20 Jhon F Cragan, Understanding Communication Theory: the Communicative Forces for Human Actions, (Needham Heights: a Viacom Company, 1998), h. 97. 21 Gun Gun Heryanto, Dinamika Komunikasi Politik, (Jakarta: PT. Lasswell Visitama, 2011), h. 158. 17 18 Dalam bukunya yang populer The Force of Fantasy Restoring the American Dream, Ernest Bormann menyatakan bahwa tujuan teori ini adalah menjelaskan bagaimana para individu berbincang antar satu dengan yang lainnya sehingga mereka berbagi kesadaran umum dan menciptakan rasa memiliki identitas dan komunitas. “ Theory of symbolic convergence provided a critical key to open up the way of communication under study worked to create a shared consciousness”22 Menurut Ernest Bormann kata lain dari proses konvergensi simbolik adalah tema fantasi. Tema fantasi adalah pesan yang didramatisi seperti permainan katakata, cerita, analogi, dan pidato yang menghidupkan interaksi dalam kelompok. Artinya Dalam konvergensi simbolik mengalir dari communicators (fantasizers), communicating (fantasizing) melalui pengungkapan tema fantasi di sebuah organisasi kelompok atau publik.23 Oleh karena itu setiap individu akan saling berbagi fantasi karena kesamaan pengalaman atau karena orang yang mendramatisi pesan memiliki kemampuan retoris yang baik. Sekumpulan individu ini dapat berasal dari orang-orang yang sudah lama saling kenal, kemudian saling berinteraksi dan bertukar dan bertukaran pengalaman yang sama sehingga menimbulkan proses konvergensi simbolik. Symbolic Convergence Theory (SCT) menjelaskan bahwa makna, emosi, nilai dan motif untuk tindakan di retorika yang dibuat bersama oleh orang yang mencoba untuk memahami dari pengalaman yang umum seperti keragaman 22 23 Gun Gun Heryanto, Dinamika Komunikasi Politik, h. 159. Gun Gun Heryanto, Dinamika Komunikasi Politik, h. 159. 19 kehidupan. Teori ni mengupas tentang fenomena pertukaran pesan yang memunculkan kesadaran kelompok yang berimplikasi pada hadirnya makna, motif dan perasaan bersama. Artinya teori ini berusaha menerangkan bagaimana orang-orang secara kolektif membangun kesadaran simbolik bersama melalui suatu proses pertukaran pesan untuk bertindak bagi orang-orang atau kumpulan orang yang terlibat di dalamnya.24 Tentu dalam membangun kesadaran simbolik dibutuhkan komunikasi yang efektif dan teliti. Menurut Onong Uchjana Effendy dalam proses pertukaran pesan atau sedang melakukan komunikasi tentu ada beberapa hambatan yang bisa merusak komunikasi. Berikut ini hal yang merupakan hambatan komunikasi yang harus menjadi perhatian bagi komunikator yaitu diklarifikasikan menjadi dua gangguan.25 1. Gangguan Mekanik (mechanical, channel noise) Gangguan mekanik ialah gangguan yang disebabkan saluran komunikasi atau kegaduhan yang bersifat fisik seperti gangguan suara ganda (interfensi) pada pesawat radio disebabkan dua pemancar yang berdempetan gelombangnya dll. 2. Gangguan Semantik (semantic noise) Gangguan jenis ini bersangkutan dengan pesan komunikasi yang pengertiannya menjadi rusak. Gangguan semantik tersaring ke dalam pesan melalui penggunaan bahasa. Lebih banyak kekacauan mengenai pengertian suatu istilah atau konsep yang terdapat pada komunikator, 24 Jhon F Cragan, Understanding Communication Theory: the Communicative Forces for Human Actions, (Needham Heights: a Viacom Company, 1998), h. 97. 25 Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003), Cetakan Ketiga, h. 45 20 akan lebih banyak gangguan mekanik dalam pesannya. Gangguan semantik terjadi dalam salah pengertian. Semantik adalah pengetahuan mengenai pengertian kata-kata. Lambang kata yang sama mempunyai pengertian yang berbeda untuk orang-orang yang berlainan. Ini disebabkan dua jenis pengertian mengenai kata-kata, ada yang mempunyai pengertian denonatif dan pengertian konotatif. Selanjutnya konvergensi simbolik menjelaskan bagaimana cara manusia berbagi realitas simbolik yang umum seperti “ Perang Dingin” atau “American Dream”. Para ilmuan telah menggunakan kovergensi simbolik untuk menjelaskan komunikasi dalam kampanye politik, pidato, retorika, advertising, small group discussion, budaya organisasi, program kartun, marketing dan aktivitas relations26 Menurut Cragan ada 5 asumsi teori konvergensi simbolik yaitu:27 a. Isi pesan langsung untuk menghadirkan makna, emosi dan motif : ini merupakan asumsi yang menekankan bahwa pemaknaan merupakan pesan yang didramatisasikan b. Realitas diciptakan secara simbolik: asumsi ini menekankan bahwa anggota komunitas retoris berpartisipasi untuk memperoleh tema fantasi c. Sharing fantasi menciptkan konvergensi: asumsi ini mengidentifikasikan bahwa fakta simbolik, ditandai oleh satu orang lantas dibentuk lagi oleh yang lain sehingga menjadi kesadaran umum 26 Lihat Disertasi Gun Gun Heryanto, Doktor lulusan Universitas Padjajaran (UNPAD) Bandung, Jurusan Ilmu Komunikasi Prodi Komunikasi Politik, dengan judul Konvergensi Simbolik di Komunitas Virtual: Studi pada Ruang Publik Baru dalam Komunikasi Politik di Situs Jejaring Sosial dan Weblog Interaktif Era Pemerintahan SBY-Boediono dalam Kasus Century, Disertasi ini disahkan tahun 2013. h. 45. 27 Jhon F Cragan, Understanding Communication Theory: the Communicative Forces for Human Actions, h. 98. 21 d. Tema fantasi dapat muncul dalam seluruh bentuk diskursus; asumsi ini mengidentikan tema fantasi dapat muncul baik dalam bahasa rasional maupun maupun bahasa imaginative e. Dalam beberapa subyek, sekurang-kurangnya terdapat tiga struktur yang mendalam yakni: kepatutan, sosial, dan analogimaster pragamatik 1. Elemen-elemen Konvergensi Simbolik Elemen-elemen dalam anatomi konvergensi simbolik terdiri dari struktur dasar (basic structure), struktur pesan (message structure), struktur dinamis (dynamic structure), struktur komunikator (communicator structure), struktur medium (medium structure) dan struktur evaluatif (evaluative structure).28 Unit analisis utama dalam struktur dasar adalah tema fantasi. Sementara kategori-kategori khusus yang merupakan kelanjutan dari unit utama tema fantasi adalah : tipe fantasi, inisial simbolik dan saga29 a. Tema Fantasi, merupakan penanda mengenai sesuatu yang harus ditemukan dalam komunikasi. Hal ini adalah bagian dari pesan dramadrama besar yang panjang dan rumit dari sebuah cerita yang dipaparkan melalui visi retorik b. Isyarat Simbolik (symbolic cue) merupakan indikator retorik ata kode yang mendukung tema fantasi. Biasanya berwujud kata, frase atau simbol 28 Lihat Disertasi Gun Gun Heryanto, Doktor lulusan Universitas Padjajaran (UNPAD) Bandung, Jurusan Ilmu Komunikasi Prodi Komunikasi Politik, dengan judul Konvergensi Simbolik di Komunitas Virtual: Studi pada Ruang Publik Baru dalam Komunikasi Politik di Situs Jejaring Sosial dan Weblog Interaktif Era Pemerintahan SBY-Boediono dalam Kasus Century, Disertasi ini disahkan tahun 2013, h. 47. 29 Ibid, h. 47. 22 c. Tipe Fantasi, muncul saat anggota komunitas retorik berbagi kesamaan di antara garis peran dalam drama-drama berbeda atau kualitas karakter dalam drama dan tipe fantasi merupakan stok skenario yang digunakan untuk menjelaskan kejadian-kejadian baru dalam bentuk dramatik yang dikenal khalayak d. Saga, ucapan yang senantiasa diulang-ulang dalam pencapaian kehidupan seseorang, kelompok, komunitas, organisasi dan negara atau bisa juga kaum puritan Selanjutnya ada beberapa unsur penting membangun struktur pesan yakni dramatis personae, scene, plotline dan sanksi agen. Dalam pandangan Bormann yang dikutip dalam disertasi Gun Gun Heryanto yaitu: 1. Visi retoris merupakan drama yang menghadirkan sebuah realitas simbolik umum 2. Dramatis Personae adalah penggambaran karakter dari visi retoris yang diceritakan 3. Scene merupakan detail lokasi dari tindakan 4. Plotline menggambarkan tindakan atau plot visi 5. Sanctioning Agent membenarkan penerimaan biasaanya melalui power tertinggi Struktur dinamis bisa dipahami sebagai struktur mendalam dari visi retoris dalam proses konvergensi simbolik yang secara dominan terdiri dari righteous master analogue, social master analogue dan pragmatic master analogue.30 30 Lihat Disertasi Gun Gun Heryanto, Doktor lulusan Universitas Padjajaran (UNPAD) Bandung, Jurusan Ilmu Komunikasi Prodi Komunikasi Politik, dengan judul Konvergensi Simbolik di Komunitas Virtual: Studi pada Ruang Publik Baru dalam Komunikasi Politik di Situs Jejaring 23 1. Righteous Master Analogue, menggambarkan cara yang benar melakukan sesuatu 2. Social Master Analogue, menggambarkan hubungan manusiawi atau interpersonal 3. Pragmatic Master Analogue, menghadirkan efisiensi atau cara yang dilakukan agar memiliki ongkos efektif dalam melakukan sesuatu apapun sebaliknya Struktur komunikator, ini menyangkut siapa saja yang membagi tema fantasi untuk menciptakan rasa memilki realitas (sense of reality). Dalam konteks ini, ada beberapa konsep fantasizers, retorical community dan communication style.31 1. Fantasizer sejumlah individu yang memosisikan diri lebih siap dibanding yang lain 2. Rhetorical Community, merupakan partisipan dalam sebuah visi retoris yang membagi kesadaran bersama 3. Communication Style, menggambarkan penggunaan bahasa yang luas dari komunitas yang menciptakan diskurusus Struktur medium, terdiri dari dua kategori yakni kategori group-sharing dan public sharing. Sifar public sharing melibatkan banyak orang dalam jumlah besar sementara group sharing melibatkan kelompok yang lebih terbatas. Sosial dan Weblog Interaktif Era Pemerintahan SBY-Boediono dalam Kasus Century, Disertasi ini disahkan tahun 2013, h. 49. 31 Ibid, h. 50. 24 Struktur evaluatif, terdiri dari kesadaran kelompok bersama (shared group consciousness), reality link, fantasy theme artistry.32 Istilah shared group conciousness ini merupakan sebuah evaluasi yang mengingatkan kita memeriksa ulang proses konvergensi simbolik. Biasanya dalam konteks ini kita melihat kolektivitas masyarakat yang telah berbagi tema fantasi atau memberi semacam interpretasi terhadap realitas yang berlangsung. Evaluasi reality link sebenarnya kontekstual atau keterhubungan pembicaraan dengan realitas. Sementara theme artistry yakni penilaian kita terhadap kreativitas retoris, kebaruan nilai kompetitif dari tema fantasi, symbolic cue, fantasy types, saga dan visi retoris. Menurut Walter Fisher manusia adalah seorang pencerita dan bahwa pertimbangan akan nilai, emosi dan estetika menjadi dasar keyakinan dari perilaku kita. Fisher juga mendefinsikan narasi sebagai tindakan simbolik katakata atau tindakan yang memilki rangkaian serta makna bagi siapapun yang hidup, mencipta atau memberi interpretasi.33 Pernyatan Fisher pun didukung oleh Robert Rowland bahwa orang pada dasarnya adalah seorang pencerita telah diadopsi oleh banyak displin ilmu berbeda termasuk sejarah, biologi, antropologi, sosiologi, filsafat, psikologi dan teknologi.34 32 Lihat Disertasi Gun Gun Heryanto, Doktor lulusan Universitas Padjajaran (UNPAD) Bandung, Jurusan Ilmu Komunikasi Prodi Komunikasi Politik, dengan judul Konvergensi Simbolik di Komunitas Virtual: Studi pada Ruang Publik Baru dalam Komunikasi Politik di Situs Jejaring Sosial dan Weblog Interaktif Era Pemerintahan SBY-Boediono dalam Kasus Century, Disertasi ini disahkan tahun 2013, h. 51. 33 Richard West & Lynn H. Turner, Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi, (Jakarta: Salemba Humanika, 2008), Edisi ke-3, h. 51. 34 Richard West & Lynn H. Turner, Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi, h. 44. 25 Pemikiran Fisher juga berupaya menggambarkan dan menjelaskan komunikasi sebagai storytelling. Dalam pandangannya, storytelling bukanlah aktivitas sesaat, melainkan proses yang terus-menerus dimana kita merasakan dunia dan berkomunikasi satu sama lainnya, keuniversalan naratif ini mendorong Fisher untuk mengemukakan istilah homo narrans (mahluk pencerita) sebagai metafora untuk mendefinisikan kemanusiaan.35 Fisher juga berargumen bahwa semua komunikasi adalah naratif dan naratif bukan genre khusus, melainkan sebuah bentuk pengaruh sosial bahkan semua kehidupan disusun dari cerita-cerita atau naratif.36 Menurut Fisher ada lima asumsi dasar yang dikemukakan Fisher yaitu: 37 a. Manusia pada dasarnya adalah makhluk pencerita b. Keputusan mengenai harga diri sebuah cerita didasarkan pada “pertimbangan sehat” (good reasons) c. Pertimbangan yang sehat ditentukan oleh sejarah, biografi, budaya dan karakter d. Rasionalitas didasarkan pada penilaian orang mengenai konstitensi dan kebenaran sebuah cerita e. Kita mengalami dunia sebagai dunia yang diisi dengan cerita dan kita harus memilih dari cerita yang ada Ditambahkan juga bahwa narasi menurut Gorys Keraf dalam bukunya Argumentasi dan Narasi yaitu suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang terjadi. 38 35 36 Gun Gun Heryanto, Dinamika Komunikasi Politik, h. 159. Richard West & Lynn H. Turner, Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi, h. 51. 37 46-50. Richard West & Lynn H. Turner, Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi, h. 26 Unsur-unsur narasi bukan hanya sekedar tulisan semata tetapi ada hal-hal lain yang kita sering jumpai yaitu argumentasi, eksposisi, dan deskripsi. B. Konseptualisasi Literasi Politik 1. Definisi Literasi Politik Sebagiamana yang dikutip pada tulisan Gun Gun Heryanto pada bukunya Andi Faisal Bakti Dkk, awalnya term literasi ini populer digunakan di bidang studi dokumen (perpustakaan) dan informasi. Information Literacy pertama kali digunakan oleh Paul Zurkowski, President of The International Industry Association pada tahun 1974 dalam proposalnya kepada The US National Commission on Libraries and Information Science. Saat itu literasi informasi dipahami sebagai seperangkat keterampilan dalam pencarian informasi dan penggunaan hak. 39 Menurut pendapat Bernard Crick dalam tulisannya Essays on Citizenship, definisi dasar tentang literasi politik adalah pemahaman praktis tentang konsepkonsep yang diambil dari kehidupan sehari-hari dan bahasa. Jika diartikan upaya memahami seputar isu utama politik, apa keyakinan utama para kontestan, bagaimana kecenderungan mereka mempengaruhi diri anda dan saya 40. Singkatnya literasi politik merupakan senyawa dari pengetahuan, keterampilan dan sikap. Crick menegaskan literasi politik lebih luas dari hanya sekedar pengetahuan politik, melainkan cara “membuat diri menjadi efektif dalam kehidupan publik” dan dorongan untuk “menjadi aktif, partisipatif dalam 38 Gorys Keraf, Argumen dan Narasi, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004), h. 136. 39 Andi Faisal Bakti, dkk, Literasi Politik dan Konsolidasi Demokrasi, (Ciputat, Churia, 2012), h. 117. 40 Andi Faisal Bakti, dkk, Literasi Politik dan Konsolidasi Demokrasi, h. 117. 27 melaksanakan hak dan kewajiban baik dalam keadaan resmi maupun di arena publik yang sifatnya suka rela”. 41 Dalam laporan “Workshop on Political Literacy”(2002) dengan topik Political Literacy within ITT Citizenship Education menyimpulkan agar literasi politik menjadi kenyataan, maka harus didefinisikan dan dibuat sebagai keahlian berbagi sehingga aktivitas ini sarat dengan konten dan disampaikan melalui transmisi model. Literasi politik ini memiliki potensi memberikan kewarganegaraan dengan dasar pengetahuan, ketelitian, sisi “keras” dan basis intelektual.42 Merujuk pada Catherine Macrae dkk dalam Political Literacy Resource Park43, literasi adalah bauran kompleks dari praktek-praktek sosial yang memungkinkan orang untuk menjadi warga negara yang aktif dan efektif. Warga komunitas dilengkapi pengetahuan dan tindakan dalam kehidupan mereka dalam kaitannya dengan politik lokal, nasional, dan internasional. Literasi politik mengacu kepada seperangkat keterampilan yang diperlukan bagi warga untuk berpartisipasi dalam pemerintahan masyarakat. Singkatnya, ada kemampuan untuk mandiri di depan pemerintah. Ini tidak berarti bertujuan untuk menjadi seorang politisi karir, tetapi untuk berpikir dan bertindak sebagai konstituen informasi sehingga para pejabat pemerintah tidak bisa menjadi siapa mereka tanpa kita44 41 Andi Faisal Bakti, dkk, Literasi Politik dan Konsolidasi Demokrasi, h. 117. Andi Faisal Bakti, dkk, Literasi Politik dan Konsolidasi Demokrasi, h. 118. 43 Andi Faisal Bakti, dkk, Literasi Politik dan Konsolidasi Demokrasi, h. 118. 44 Andi Faisal Bakti, dkk, Literasi Politik dan Konsolidasi Demokrasi, h. 118. 42 28 Report of Proceedings workshop ini pun menyimpulkan bahwa literasi politik terutama bagi kelompok muda melibatkan sejumlah hal:45 ï‚· Mengetahui di mana dan bagaimana keputusan dibuat dalam masyarakat lokal, nasional dan internasional mengakui hak seseorang untuk terlibat ï‚· Menjadi akrab dengan berbagai ide-ide politik, bahasa dan bentukbentuk argumen ï‚· Mengembangkan seperangkat pribadi yang memiliki nilai-nilai politik dan memiliki keterampilan serta kepercayaan diri menerapkannya dalam praktek ï‚· Kemampuan untuk terlibat secara efektif dalam dialog dengan orang lain tentang isu politik bersama yang menjadi perhatian 2. Muatan Pokok Literasi Politik a. Partisipasi politik. Dalam analisis politik modern partisipasi politik merupakan suatu masalah yang penting, dan akhir-akhir ini banyak dipelajari terutama dalam hubunganya dengan negara-negara berkembang serta praktik politik di sebuah negara. Dalam studi partisipasi politik, partisipasi politik bukanlah sejenis kepercayaan atau keimanan, tapi juga bukanlah sikap seseorang terhadap sesuatu. Partisipasi politik membutuhkan tindakan individu yang telah mendarat pada level psikomotorik 45 Andi Faisal Bakti, dkk, Literasi Politik dan Konsolidasi Demokrasi, h. 117-118. 29 seseorang yang diwujudkan dengan perbuatan, bukan lagi pada level kognitif dan afektif.46 Definisi umum dapat dikatakan bahwa partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pemimpin negara secara langsung atau tidak langsung, memengaruhi kebijakan pemerintah (public policy). Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan (contacting) atau (lobbying) dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen dan sebagainya. 47 Namun menurut TB Ace Hasan Syadzily dan Burhanudin, dalam literatur tentang partisipasi politik paling tidak mencakup beberapa dimensi: ikut dalam pemilihan umum (voting), kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan kampanye dan partai politik (kegiatan kampanye), kegiatan-kegiatan sosial di tingkat masyarakat (kegiatan sosial), kegiatan-kegiatan yang terkait dengan protes atau demontrasi. 48 Menurut Antiroiko, Partisipasi adalah upaya merancang sekelompok prosedur yang melibatkan, dan menginformasikan publik sehingga masyarakat dan tuntutannya dapat dijadikan sebagai input pembuatan keputusan. 49 Menurut Kaid bahwa partisipasi politik diartikan sebagai aktivitas warga neragar yang bertujuan untuk memengaruhi kebijakan politik, menurutnya 46 Tb Ace Hasan Syadzily Burhanuddin, Civil Society& Demokrasi Survey Tentang Partisipasi Sosial-Politik Warga Jakarta, (Ciputat: Incis, 2003), h. 16. 47 Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Edisi Revisi (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 367. 48 Tb Ace Hasan Syadzily Burhanuddin, Civil Society& Demokrasi Survey Tentang Partisipasi Sosial-Politik Warga Jakarta, h. 70. 49 Ari Veikko Anttiroiko& Mati Malkia, Encylopedia of Digital Government, (USA: Idea Group Reference), h. 151. 30 aktivitas prilaku warga yang dimaksud yaitu perilaku eksternal yang ditampakan oleh warga negara melalui tindakan-tindakan votin, petisi dll.50 Dikutip dalam bukunya Miriam Budiardjo, Herbert McClosky seorang tokoh masalah partisipasi berpendapat dalam Internarnational Encyclopedia of the social Sciences, partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui dimana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan kebijakan umum (The term Political Participation Will ever to those Voluntary activities by which members of a society share in the selection of rulers and, directly or indirectly, in the Formation of public policy)51. Maka penulis memberi kesimpulan bahwa dalam partisipasi politik merupakan usaha-usaha masyarakat untuk menjadi diri lebih efektif dalam kegiatan politik, tindakan yang diteropong yaitu untuk memengaruhi keputusankeputusan pemerintahan dan ini sangat berkaitan erat dengan kesadaran politik masyarakat karena semakin sadar bahwa dirinya diperintah maka semakin menjadi diri menjadi lebih efektif dan proposisi terbesar dalam masyarakat dalam berpartisipasi secara politik adalah melalu pemilu. Partisipasi politik berkenaan dengan tujuan suatu masyarakat, kebijakan untuk mencapai suatu tujuan, serta sistem kekuasaan yang memungkinkan adanya suatu otoritas untuk mengatur kehidupan masyarakat ke arah pencapaian tujuan tersebut. 50 Henry Subiakto & Rachmah Ida, Komunikasi Politik, Media & Demokrasi, (Jakarta: Kencana, 2012), h. 64. 51 Herbert McClosky, Political Participation International Encyclopedia of The Sosial Sciences, Edisi ke-2, (New York: The Macmilan Company, 1972), XII, h. 252. 31 Menurut Myron Weiner terdapat lima hal yang menyebabkan timbulnya gerakan ke arah partisispasi lebih luas dalam proses politik. 52 1. Modernisasi: Komersialisasi pertanian, industrialisasi, urbanisasi yang meningkatkan penyebaran kepandaian baca tulis, perbaikan pendidikan dan pengembangan media massa 2. Perubahan-perubahan struktur kelas sosial 3. Pengaruh kaum intelektual dan komunikasi massa modern seperti wartawan, ilmuwan, pengarang dll 4. Konflik di antara kelompok-kelompok pemimpin politik 5. Keterlibatan pemerintah yang meluas dalam urusan sosial, ekonomi dan kebudayaan b. Jenis-jenis Partisipasi Politik Ada dua bentuk partisipasi politik. Pertama, partisipasi secara konvensional dimana prosedur dan waktu partisipasinya diketahui publik secara pasti oleh warga, contohnya pemilu dan kampanye. Kedua, partisipasi secara nonkonvensional dimana partisipasi politik tidak pernah mengindahkan etika berpolitik, contohnya anarkis. 53 52 Mohtar Mas’oed & Colin MacAndrews, Perbandingan Sistem Politik, (Yogjakarta: Gajah Mada University Press, 1995), h. 45-46. 53 Tb Ace Hasan Syadzily Burhanuddin, Civil Society& Demokrasi Survey Tentang Partisipasi Sosial-Politik Warga Jakarta, h. 70. 32 Tabel 2.1 Perbandingan dari bentuk konvensional dan nonkonvensional.54 Konvensional Nonkonvensional Pemberian suara (voting) Pengajuan petisi Pemberian suara Berdemonstrasi Diskusi kelompok Konfrontasi Debat publik Mogok Kegiatan kampanye Tindak kekerasan politik terhadap harta benda, perusakan, pembakaran Membentuk dan bergabung Tindak kekerasan politik terhadap dalam manusia, penculikan, pembunuhan kelompok kepentingan Komunikasi individual dengan Perang gerilya/revolusi, terror dan pejabat politik/administrasi fitnah Partisipasi politik dapat dibedakan menjadi beberapa kategori, dilihat dari kegiatannya, tingkatannya, partisipasi politiknya dan tinggi rendahnya partisipasi politik. yakni :55 a. Dilihat dari kegiatannya, partisipasi politik dapat dibedakan menjadi partisipasi politik aktif dan partisipasi politik pasif. Partisipasi aktif dapat dilakukan melalui mengajuan alternatif kebijakan umum, mengajukan petisi, membayar pajak dsb. Sementara partisipasi politik pasif ditunjukkan melalui kegiatan yang mencerminkan ketaatan dan penerimaan atas hal-hal yang menjadi keputusan pemerintah. Partisipasi aktif berorientasi pada segi masukan dan keluaran dari suatu sistem politik, sementara orientasi partisipasi pasif hanya apa aspek keluaran dari sisten politik. 54 55 Mohtar Mas’oed & Colin MacAndrews, Perbandingan Sistem Politik, h. 45-46. Gun Gun Heryanto, Dinamika Komunikasi Politik, h. 190. 33 b. Dilihat dari tingkatannya dapat dibedakan menjadi apatis, spektator dan gladiator. Apatis artinya tidak menaruh perhatian sama sekali pada kegiatan politik dan bersikap masa bodoh. Spektator berarti bahwa orang yang bersangkutan setidak-tidaknya ikut menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan umum. Gladiator adalah tingkatan partisipasi politik sampai pada keikutsertaan secara aktif dalam proses politik. Ada yang membagi partisipan politik menjadi enam lapisan yakni : pemimpin politik, aktivis politik, komunikator politik, warga negara marginal dan orang yang terisolasi. c. Partisipasi politik dapat pula digolongkan sesuai dengan jumlah pelaku yang terlibat di dalamnya. Atas dasar itu, partisipasi politik dapat digolongkan menjadi partisipasi individual dan partisipasi kolektif. d. Di lihat dari tinggi rendahnya partisipasi politik dapat dibedakan menjadi partisipasi aktif, partsipasi yang pasif tertekan (apatis), partisipasi militan radikal, dan partisipasi yang tidak aktif. Aktif jika masyarakat memiliki tingkat kesadaran politik yang tinggi dan percaya pada sistem yang ada. Pasif tertekan apabila kesadaran politik ada dan kepercayaan terhadap sistem politik sangat rendah. Militan radikal apabila kesadaran politik masyarakat tinggi, sedangkan kepercayaan terhadap sistem politik sangat rendah. Tidak aktif, jika kesadaran politik masyarakat sangat rendah, tepi kepercayaan terhadap sistem politik sangat sangat tinggi. 34 c. Pemahaman Kritis Warga Atas Hal-hal Pokok Terkait dengan Politik. Pengertian politik sebagai usaha untuk mencapai suatu masyarakat yang lebih baik dari pada yang dihadapinya atau yang disebut Peter Merkl yaitu politik dalam bentuk yang pailng baik adalah usaha mencapai suatu tatanan sosial yang baik dan keadilan (politics at its best is a noble quest for a good order and justice) betapa samar-samar pun tetap hadir sebagai latar belakang serta tujuan kegiatan politik.56 Dan Nimmo pun juga mendefinisikan politik adalah siapa memperoleh apa, kapan, dan bagaimana, pembagian nilai-nilai orang yang berwenang, kekuasaan, pengaruh, tindakan yang diarahkan untuk mempertahankan dan memperluas tindakan lainnya.57 Gun Gun Heryanto menambahkan tentang politik (politics) bahwa adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan sekaligus cara melaksanakan tujuan-tujuan sistem itu. pengambilan keputusan (decision making) mengenai apakah yang menjadi tujuan dari sistem politik menyangkut seleksi antara beberapa alternatif dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih.58 Dengan demikian bahwa politik pada kesimpulannya bahwa politik dalam suatu negara (state) berkaitan dengan masalah kekuasaan (power) pengambilan 56 Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, h. 15. Dan Nimmo, Komunikasi Politik Komunikator, Pesan, dan Media, (Bandung: Remaja RosdaKarya), h. 8. 58 Gun Gun Heryanto, Dinamika Komunikasi Politik, h. 191. 57 35 keputusan (decision making), kebijakan publik (public policy), dan alokasi atu distribusi (allocation or distribution).59 Dan tidak lupa untuk melaksanakan tujuan-tujuan ini perlu ditentukan kebijakan-kebijakan umum (public policies) yang menyangkut pengaturan dan pembagian (distribution) atau alokasi (allocation) dari sumber-sumber yang ada. Untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan itu, perlu dimiliki kekuasaan (power) dan kewenangan (authority), yang akan dipakai baik untuk membina kerjasama maupun untuk menyelsaikan konflik yang mungkin timbul dari proses in. Caracara yang dipakainya dapat bersifat persuasi (meyakinkan) dan jika perlu bersifat paksaan (coercion).60 Joyce M Mitchell dalam buku klasiknya Political Analysis and Public Policy yang saya kutip dalam bukunya Gun Gun Heryanto, mendefinisikan politik sebagai pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan kebijaksanaan umum untuk masyarakat seluruhnya. Namun demikian terdapat sejumlah konsep-konsep pokok terkait politik yang ditulis oleh Miriam Budiardjo.61 a. Negara adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan yang ditaati oleh rakyatnya b. Kekuasaan merupakan kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku c. Pengambilan keputusan (decision) adalah proses membuat pilihan diantara beberapa alternatif sehingga keputusan itu tercapai. Pengambilan 59 Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, h. 14. Gun Gun Heryanto, Dinamika Komunikasi Politik, h. 191. 61 Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, h. 9-13. 60 36 keputusan sebagai konsep pokok dalam politik menyangkut keputusankeputusan yang diambil secara kolektif dan yang mengikat seluruh masyarakat. d. Kebijakan umum (public policy), merupakan kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau oleh kelompok politik dalam usaha memilih tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan-tujuan itu. Pada prinsipnya pihak-pihak yang membuat kebijakan itu mempunyai kekuasaan untuk melaksanakannya e. Pembagian (distribution) dan alokasi (allocation) yakni pembagian dan penjatahan dari nilai-nilai (values) dalam masyarakat. Dalam konteks ini politik kerap dipahami sebagai upaya membagikan dan mengalokasikan nilai-nilai secara mengikat. Pembagian ini sering tidak merata oleh karenanya kerapkali menyebabkan konflik. Sementara itu, menurut Ramlan Surbakti terdapat lima pandangan mengenai politik:62 a. Politik adalah usaha bersama-sama yang ditempuh warga negara untuk membicarakan dan mewujudkan kebaikan bersama b. Politik adalah segala hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara dan pemerintahan c. Politik adalah segala kegiatan yang diarahkan untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan. d. Politik sebagai kegiatan yang berkaitan dengan perumusan dan pelaksanaan kebijakan umum 62 Ramlan Subakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 1992), h. 2. 37 e. Politik sebagai konflik dalam rangka mencari dan atau mempertahankan sumber-sumber yang dianggap penting Dalam bukunya The Repotition of Communication in the Dynamic of Convergence bahwa internet merupakan dianggap simpul meningkatkan partisipasi politik warga.63 Anwar Abugaza juga menambahkan bahwa politik berbasis kekuatan elektoral dari internet menjadi ruang baru yang sangat menarik dalam kancah politik indonesia. Masyarakat yang telah berinteraksi dengan internet khususnya social media dalam keseharian mereka cepat atau lambat ketergantungan komunikasi dengan sosial media akan terjadi dan akan memperbesar golongan masyarakat kritis dan tentu perubahan dalam pola hubungan masyarakat turut mendorong perubahan negara.64 Tentu dari pembahasan diatas maka konsen utama berbasis sosial media adalah memperbesar kelompok masyarakat kritis guna mengetahui pokok-pokok terkait tentang politik. C. Konseptualisasi New Media 1. Definisi New Media Media baru datang dan menonjol pada pertengahan tahun 1990, merebut tempat multimedia di bidang bisnis dan seni, tidak seperti pendahulunya media baru dulu tidak menampung semua interaksi dan digambarkan oleh media lain sebagai media yang tua atau mati dan sangat kecil jangkauannya, media baru juga 63 Diah Wardhani& Afdal Makkuraga Putra, Repotition of Communication in the Dynamic of Convergence Reposisi Komunikasi dalam Dinamika Konvergensi, (Jakarta: Krncana Prenada Media Group, 2012), h. 187. 64 Anwar Abugaza, Social Media Gerak Massa Tanpa Lembaga, (Jakarta: PT. Tali Writing& Publishing House, 2013), h. 11. 38 dahulu dianggap tidak menghapuskan diri dalam mendukung senang jika pluralitas berlebihan. Tentu pluralitas tunggal frase adalah media baru saat itu. Diarti pula sebagai kata benda jamak diperlakukan sebagai subjek tunggal.65 Saat ini, New media merupakan media baru atau media online yang memungkinkan masyarakat berinteraksi satu dengan yang lain tanpa harus bertemu secara fisik, seiring dengan perkembangan teknologi yang juga memengaruhi perkembangan media saat ini, hadirnya media online ditengahtengah masyarakat global sangat menguntungkan dari segi kemanfaatannya, hal ini dikarenakan media online telah menjadi ruang puplik virtual di mana orangorang dapat menggunakannya untuk mengekspresikan berbagai opini dan sikap mereka atau hanya sekedar untuk berkomunikasi dan berinteraksi. Roger Fidler mengenalkan istilah “metamorfosis” dalam perkembangan teknologi media massa. Dalam hal ini media baru dipahami sebagai media yang muncul dari inovasi-inovasi media lama yang kurang relevan dengan perkembangan teknologi komunikasi sekarang. 66 Ditambahkan juga oleh Bolter dan Grusin bahwa konten new meda, seperti world wide web (situs internet) merupakan sebuah kombinasi dari konten-konten media yang sudah eksis dengan format yang berbeda.67 Dijelaskan pula oleh A. Muis bahwa di awal milenium III ini kalangan pakar teknologi komunikasi umumnya berpendapat, bahwa akan terjadi pemekaran jenis-jenis media komunikasi massa yaitu akan muncul jenis-jenis media baru. Sifatnya semakin canggih, volume pesan-pesannya semakin besar dan 65 Wendy Hui Kyong Chun & Thomas Keenan. New Media Old Media A History and Theory Reader, (NewYork: Routledge, 2006), h. 1. 66 Roger Fidler, Mediamorfosis, (Yogyakarta: Bentang Budaya, 2003), h. 387. 67 Gun Gun Heryanto & Shulhan Rumaru ,Komunikasi Politik Sebuah Pengantar, h. 162. 39 kecepataannya kian tinggi tentu hal ini menyebabkan sifat aktualitas dan kedekatan pesan-pesannya dengan pihak penerima di seluruh dunia (proximity) yang juga tinggi. Ini akan terjadi semacam global proximity yaitu menyatukan antara kedekatan geografis, kedekatan sosiologis, kedekatan kultural, dan kedekatan psikologis di satu pihak dan khalayak (audience) di lain pihak.68 Dari fenomena diatas, satu hal yang tak bisa diabaikan, media baru ini melahirkan komunitasnya sendiri karena sifatnya menyediakan, dan menciptakan informasi dalam jumlah yang besar dan banyak sehingga akhirnya terbentuk komunitas pengguna yang sesuai dengan minta dan kebutuhan. Menurut Rheinggold melihat bahwa internet dan ruang siber (cyberspace) memunculkan apa yang dinamakan sebagai komunitas virtual atau virtual community yang terbentuk tidak dari elemen-elemen yang ada di dunia nyata. Ruang siber pada dasarnya merupakan ruang konseptual dimana semua kata-kata, hubungan antar manusia, data, kesejahteraan, dan juga kekuatan dimanifestasikan oleh setiap orang melalui teknologi CMC atau Computer Mediated Communication.69 a. Dunia Maya (Cyberspace) Istilah “dunia maya” memiliki beberapa makna berbeda. Wood dan Smith dalam bukunya Online Communication, Lingking Technology, Identitym mengakui bahwa keberadaan kata cyberspace yang ditawarkan oleh keduanya bukanlah sekedar halusinasi semata, melainkan lebih dekat kepada “consensual, conceptual space”.70 68 Andi Abdul Muis, Indonesia di Era Dunia Maya, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001, h.4. 69 Rulli Nasrullah, Cyber Media, (Yogjakarta: Idea Sejahtera, 2013), h. 191. 70 Rulli Nasrullah, Cyber Media, h. 25. 40 Dalam novel William Gibson (1984/1994). Neuromancer, istilah dunia maya muncul pertama kalinya untuk merujuk pada jaringan informasi luas yang oleh para penggunanya disebut dengan console cowboys akan “muncul”atau koneksi langsung dengan sistem-sistem syaraf mereka.71 Dari konsep Gibson dunia maya adalah sekumpulan data, representasi grafik demi grafik, dan hanya bisa diakses melalui komputer. Cyberspace digambarkan oleh Gibson jauh sebelum teknologi internet berkembang dan untuk menjelaskan gambaran “consensual hallucination” atau seolah-olah ruang atau sesuatu itu ada. Menurut Miller dan Slater Cyberspace bermakna sebagai medium yang digunakan untuk meningkatkan hubungan atau relasi ke arah yang lebih baru dengan mengirim e-gifts atau e-card menggantikan kartu pos, memainkan komputer dan melakukan simulasi terhadap kendaraan atau peralatan yang tidak mungkin dilakukan secara nyata.72 b. Netizen Istilah netizen bisa kita temukan dalam tulisan akademisi dari Columbia Universuty Michael Hauben yang mendefinisikannya sebagai orang atau warga internet (a net citizen) yang terkoneksi secara global. Secara fisik hidup di suatu negara tetapi satu sama lain terhubung melalui komputer berjaringan global. Pemisahan geografis digantikan oleh eksistensi di ruang virtual yang sama. 73 71 Werner J, Severin& Janes W. Tankard, Jr, Teori Komunikasi Sejarah, Metode, dan Terapan di dalam Media Massa, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), Edisi Kelima, h. 446. 72 Rulli Nasrullah, Cyber Media, h. 25. 73 David Hill& Krishna Sen, Media, Culture and Politics in Indonesia, (South Melbourne: Oxford University Press, 2007). 41 Licklider dan Tylor (1990) mendefinisikan empat prinsip komputer untuk memberikan kontribusi terhadap komunikasi manusia” 74 ï‚· Komunikasi didefinisikan sebgai proses interaktif yang kreatif ï‚· Waktu merespon harus cepat dan membuat percakapan gratis serta mudah ï‚· Jaringan yang lebih besar akan terbentuk dari daerah yang lebih kecil jaringannya ï‚· Masyarakat akan terbentuk berdasarkan kepentingan umum Sementara dalam tulisan Mossberger, netizen juga kerap dipadankan dengan istilah a digital citizen umumnya mengacu pada orang yang memanfaatkan teknologi informasi (TI) dalam rangka keterlibatan di masyarakat, politik dan partisipasi pemerintah. Dia mendefinisikan warga digital sebagai orang-orang yang menggunakan internet secara teratur dan efektif. Dalam kualifikasi sebagai warga digital, seseorang umumnya harus memiliki kemampuan, pengetahuan, dan akses menggunakan internet melalui komputer, ponsel dan peangkat web untuk berinteraksi dengan pribadi maupun publik.75 Oleh karena netizen merupakan warga digital yang menggunakan internet atau penduduk virtual yang layaknya penduduk di dunia fisik tentu para netizen harus beretika dalam menggunakan internet meski kita ketahui bahwa dunia virtual merupakan dunia yang bebas tanpa dominasi. 74 Lihat Disertasi Gun Gun Heryanto, Doktor lulusan Universitas Padjajaran (UNPAD) Bandung, Jurusan Ilmu Komunikasi Prodi Komunikasi Politik, dengan judul Konvergensi Simbolik di Komunitas Virtual: Studi pada Ruang Publik Baru dalam Komunikasi Politik di Situs Jejaring Sosial dan Weblog Interaktif Era Pemerintahan SBY-Boediono dalam Kasus Century, Disertasi ini disahkan tahun 2013, h. 72. 75 Lihat Disertasi Gun Gun Heryanto, Doktor lulusan Universitas Padjajaran (UNPAD) Bandung, Jurusan Ilmu Komunikasi Prodi Komunikasi Politik, dengan judul Konvergensi Simbolik di Komunitas Virtual: Studi pada Ruang Publik Baru dalam Komunikasi Politik di Situs Jejaring Sosial dan Weblog Interaktif Era Pemerintahan SBY-Boediono dalam Kasus Century, Disertasi ini disahkan tahun 2013, h. 73. 42 Seperti yang dijelaskan oleh Pepih Nugraha bahwa pelaku netizen harus mempunyai etika berinteraksi yang disebut netiquette, disebut netiquette karena ada dua kata yang dijadikan satu yakni networks dan etiquette maka jadilah netiquette. Dalam bahasa Indonesianya yaitu netiket. Netiket adalah etika berinternet yakni berperilaku sesuai etiket saat tersambung ke jaringan internet. 76 Menurut Richard Craig dalam bukunya Online Journalism: Reporting, Writing and Editing for New Media (2005), ada sepuluh netiket yang dijadikan semacam ten commandments yaitu:77 1. Ingatlah orang 2. Taat kepada standar perilaku online yang sama yang kita jalani dalam kehidupan nyata 3. Sadar keberadaan di ruang cyber 4. Hormati waktu dan bandwidth orang lain 5. Buatlah diri terlihat baik ber-online 6. Bagilah ilmu dan keahlian 7. Menolong agar api peperangan tetap terkontrol 8. Hormati privasi orang lain 9. Jangan menyalahkan kekuasaan 10. Memaafkan dengan mudah jika orang lain berbuat kesalahan c. Cyberdemocracy Cyberdemocracy merupakan konsep optimis yang muncul ke permukaan di awal munculnya internet. Hal ini terkait dengan konsepsi awal ‘demokrasi 76 Pepih Nugraha, Ctizen Journalism Pandangan, Pemahaman dan Pengalaman, h. 116- 77 Pepih Nugraha, Ctizen Journalism Pandangan, Pemahaman dan Pengalaman, h. 116- 117 117 43 elektronik’. Pada 1970, Robert Paul Wollf menyatakan bahwa ‘tantangan untuk menegakkan demokrasi adalah masalah teknis’ dan mengusulkan bahwa mesin pemilihan suara elektronik di tempatkan di setiap rumah, melekat pada satu set peralatan televisi. Cyberdemocracy sangat menekankan prinsip pada kebebasan mengakses dan bertukar informasi. Sifat keterjangkauan dan partisipatif dari Internet dilihat bisa membuat ruang demokrasi yang ideal dimana orang dapat berkomunikasi dengan bebas dan berpartisipasi dalam forum yang dibentuk untuk pengambilan keputusan kolektif. 78 Ketika kita kembali membahas pilar keempat kebebasan pers yang dianggap superbody sekaligus mengawasi dan mengkritik konsep “trias politica” dari pemikir politik Prancis Charles Louis de Secondat Baron de Montesquieu (16891755) yaitu tiga pilar demokrasi, yakni eksekutif, legislatif dan yudikatif yang mempunyai tugas dan wewenang masing-masing.79 Maka dengan perkembangan internet yang sudah memasuki 2.0 web maka sebagai mana yang ditulis oleh Pepih Nugraha bahwa Cyberdemokrasi media sosial merupakan pilar kelima demokrasi karena sangat menekankan prinsip pada kebebasan mengakses dan bertukar informasi. Ditambahkan pula oleh Michael Hauben, bapak netizen dunia mengatakan bahwa kehadiran jaringan internet akan semakin memperkuat alam demokrasi di dunia. Internet telah membuka mata masyarakat dunia tentang kejadian-kejadian di berbagai belahan dunia tanpa batas teritori oleh sebab itu tidak salah bila media sosial cyberdemokrasi adalah pilar demokrasi. 80 78 Jhon Hartley, Communcation Cultural, & Media Studies, (Yogjakarta: Jalasutra, 2010), 79 Pepih Nugraha, Citizen Journalism Pandangan, Pemahaman dan Pengalaman, h. 168. Anwar Abugaza, Social Media Politicia Gerak Massa Tanpa Lembaga, h. 102-103. h. 44. 80 44 Nicholas Negroponte pada 1995 menulis ‘akses, mobilitas, dan kemampuan untuk menyebabkan perbedaan adalah yang akan membuat masa depan begitu berbeda dari masa kini dan informasi digital akan menjadi kekuatan ‘hebat’ melebihi ekspektasi orang. Cyberdemocracy mendorong adopsi teknologi Internet dan mempromosikan etos pertukaran bebas atas informasi yang tampaknya berlanjut paling tidak pada proporsi aktivitas internet. Sebagai alternatif, ketika Internet dilihat sebagai ruang publik, ia merupakan forum dimana interaksi antarmanusia diukur dan dimana kuasa dari relasi dikonfigurasikan, bagi Poster, secara potensial merupakan sesuatu yang lain daripada demokrasi dalam bentuk apapun yang dapat kita bayangkan ada di masa sekarang.81 Salah satu pertanyaan tentang cyberdemocracy ini adalah apakah ia merupakan hasil jadi dari perkembangan teknologi atau apakah ia memerlukan komitmen untuk mengembangkan jenis tertentu dari forum dan jaringan inklusif dan terkonstruksi dengan prinsip demokrasi dalam pikiran. Banyak penulis menunjukkan bahwa mayoritas forum online lebih menyerupai anarki atau diktator yang totaliter alih-alih demokrasi. Usaha untuk membangun cyberdemocracy termasuk gerakan jaringan sipil, yang hendak menetapkan infrastruktur dan aplikasi yang didesain untuk menghubungkan orang-orang melalui kota digital. Kesuksesan dari proyek seperti ini bergantung pada apakah cukup banyak warganegara memiliki akses pada teknologi dan kemampuan untuk berpartisipasi dalam proses demokrasi yang coba mereka hasut. Di sini, cyberdemocracy lebih 81 Jhon Hartley, Communcation Cultural, & Media Studies, h. 44. 45 tepat dikatakan sebagai sesuatu yang tertinggal dibandingkan dengan demokrasi politik, yang membutuhkan warganegara yang melek huruf, dan selama beberapa abad, telah masuk ke dalam infrastruktur (pendidikan dasar) untuk menghasilkan warga negara yang melek huruf.82 Seperti yang sudah diungkapkan oleh Calbrese dan Borchert dalam buku John Hartley, Communications, Cultural, & Media Studies, Yogyakarta: Jalasutra, 2010, jenis-jenis cyberdemocracy ini hidup dan akan tetap bertahan. Kenyataan bahwa demokrasi jenis ini bersifat random, dilembagakan, dan ada di tempat umum mungkin ‘bukan hal yang paling penting tentang demokrasi’. Dari sudut ini, cyberdemocracy bukanlah mengenai penegasan bahwa cyberdemocracy itu demokratis secara inheren, tetapi bahwa cyberdemocracy dapat bertahan hidup dan ada ketika orang memilih untuk mewujudkannya. 83 Terjadinya pemekaran jenis-jenis media sebagai akibat kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang luar biasa, globalisasi media pun meningkat dalam kualitas. Jaringan internet global (cybercommunication) telah menciptakan sebuah jalan raya yang sarat informasi yang amat luas dan seakan-akan tidak berujung. Fenomena budaya komunikasi umat manusia itu merebak setelah tulisan itu diturunkan di majalah CSIS-Analisis (1991). Tetapi gejalanya memang sudah terasa sejak 1996. Peranan komunikasi internet cenderung menjadi sebuah jenis media massa baru karena pengguna internet sudah massal. Intenet diibaratkan sebuah “dunia maya” (dunia mimpi), atau planet yang sarat dengan rimba raya informasi.84 82 Jhon Hartley, Communcation Cultural, & Media Studies, h. 44. John Hartley, Communications, Cultural, & Media Studies, h 45. 84 Andi Abdul Muis, Indonesia di Era Dunia Maya, h. 62. 83 46 Tatkala TV telah menjadi bagian penting dalam budaya komunikasi umat manusia saat itu telah dapat melihat dunia, dan TV pun dianggap sebagai “jendela dunia” bagi umat manusia. Namun seiring perkembangan teknologi hadirnya media baru yaitu Internet yang membentuk jaringan komunikasi dan informasi sejagat (global) maka manusia tidak lagi hanya dapat melihat dunia tetapi lebih dari itu dengan adanya teknologi internet umat manusia dapat seakan-akan menjelajahi isi di seluruh dunia, berkomunikasi dan bertukar informasi dengan masyarakat lain tanpa terhalang oleh batasan jarak dan waktu.85 Fenomena di atas merupakan suatu ciri akhir gelombang ketiga dalam peradaban kita atau ciri abad 21 dan ciri awal millenium muncul dusun global atau global village, atau cybercommunication system. Rambu-rambu tradisional atau hukum media tradisional di masing-masing negara tidak lagi efektif. SIUPP pasal 65-63 dan pasal 483-484 KUH-Pidana yang mengatur tanggung jawab hukum penerbit, pencetak, dan pengedar media cetak tanpa SIUPP dan yang isinya melanggar hukum juga sensor dan pembredelan tidak lagi efektif. Karena kebebasan media di negara-negara yang menganut teori otoriter atau teori media pembangunan dan sejenisnya, seperti konsep pers Indonesia di zaman Orde Baru akan di ambil alih oleh cybercommunication (jaringan internet).86 fenomena ini juga masuk dalam Cyborg perpaduan antara manusia dan mesin, organik dan teknologis, dalam semua teknologi ini pembagiaan antara tubuh dan mesin sulit untuk dipisahkan. 85 86 Roger Fidler, Mediamorfosis Memahami Media Baru, h. 146-156. Andi Abdul Muis, Indonesia di Era Dunia Maya, h. 63. 47 2. Karakteristik New Media Karakteristik yang membedakan internet dengan bentuk-bentuk komunikasi lainnya menurut Newhagen dan Rafaeli yaitu multimedia dan interactivity. Karakteristik multimedia dapat kita pahami sebagai medium dengan beragam bentuk konten yang meliputi perpaduan teks, audio, animasi, image, video dan bentuk konten interaktif. Sementara interactivity memungkinkan seseorang untuk membuat pesan mereka sendiri, membulikasikan konten mereka, atau terlibat dalam interaksi online yaitu cenderung komunikasi dua arah atau saling berinteraksi.87 Rogers juga menambahkan tentang karakteristik media baru, ia menyebutkan ada tiga karakteristik yang menandai kehadiran teknologi komunikasi baru yaitu : interactivity, de-massification, dan asynchronous.88 Karakteristik pertama, interactivity merupakan sistem komunikasi baru (berupa sebuah komputer sebagai salah salah satu komponennya) dalam member talk back bagi penggunannya. Interactivity bagi Graham juga merupakan salah satu cara yang berjalan di antara pengguna dan mesin (teknologi).89 Karekteristik Interactivity, merupakan salah satu fitur media baru yang paling banyak dibicarakan, artinya mendapat tempat khusus di internet seperti halnya berbagai istilah dalam dunia cyber baru. Misalnya menurut William, Rice, dan Rogers (1998) mendefinisikan interaktivitas sebagai tindakan dimana pada proses komunikasi para partisipan memiliki kontrol terhadap peran, dan dapat 87 Gun Gun Heryanto & Shulhan Rumaru ,Komunikasi Politik Sebuah Pengantar, (Jakarta:Ghalia Indonesia, 2013), h. 162. 88 Lihat skripsi Akmal Fauzi, mahasiswa UIN Jakarta, Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, dengan judul Pemanfaatan Media Sosial Dalam Survei Politicawave Pada Pilkada DKI jakarta 2012, skripsi ini disahkan tahun 2013. 89 Rulli Nasrullah, Komunikasi AntarBudaya di Era Budaya Siber, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), h. 82. 48 bertukar pesan dalam dialog mutual mereka, artinya interaktivitas sebagai sebuah konsep multidimensi.90 Karakteristik kedua dari komunikasi baru adalah de-massification, suatu pesan yang dapat diubah setiap individu dalam audience yang besar. Demassification ini juga berarti sebagai kontrol sistem komunikasi yang berubah dari produsen pesan ke konsumen media. Pengindividualisasian ini menyamakan new media dengan komunikasi antar pribadi. Karakteristik tiga adalah asynchronous, yang mempunyai pengertian bahwa teknologi komunikasi baru mempunyai kemampuan mengirim dan menerima pesan dalam waktu yang dikehendaki individu. Sifat in juga memperlihatkan partsipan komunikasi tidak perlu memakan waktu bersamaan dengan mengirim dan menerima pesan. Penggesaran waktu (time shifting) ini merupakan salah satu kemampuan teknologi komunikasi baru seperti web blog, micro blog dll. Menurut Flew, media baru memiliki lima karakteristik:91 1. Manipulable Informasi digital mudah dubahdan diadaptasi dalam berbagai bentuk penyimpanan, pengiriman, dan penggunaan 2. Networkable Informasi digital dapat dibagi dan dipertukarkan secara teres-menerus oleh sejunlah besar pengguna di seluruh media 3. Dense 90 Werner J, Severin& Janes W. Tankard, Jr, Teori Komunikasi Sejarah, Metode, dan Terapan di dalam Media Massa, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), Edisi Kelima, h. 448. 91 Lihat skripsi Akmal Fauzi, mahasiswa UIN Jakarta, Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, dengan judul Pemanfaatan Media Sosial Dalam Survei Politicawave Pada Pilkada DKI jakarta 2012, skripsi ini disahkan tahun 2013. 49 Informasi digital berukuran besar dapat disimpan di ruang penyimpanan kecil seperti USB flash disc atau penyedia layanan jaringan 4. Compressible Ukuran informasi digital yang diperoleh dari jaringan maupun dapat diperkcil melalui proses kompres dan didekompres kembalisaat dibutuhkan 5. Impartial Informasi digital yang disebarkan melalui jaringan bentuknya sam dengan yang direpresentasikan dan digunakan oleh pemilik atau penciptanya Jadi kesimpulannya bahwa kehadiran new media baru memudahkan segala aktivitas manusia untuk bisa berinteraksi tanpa batasan, istilah yang Graham sebut yaitu remediated. Dalam hal ini tentu new media berbeda dengan media terutama dalam hal penyebaran pesan secara luas, aspek ketersediaan untuk semua komunikasi dan setidaknya new media dapat diakses secara gratis. Dengan kata lain juga, New media sebagai era globalisasi informasi yang modern ini berputar secara global dalam bentuk informasi virtual tanpa pernah bersentuhan dengan dunia nyata atau realitas, artinya, informasi tidak lagi merefelesikan realitas atau cermin. Oleh karena bentuknya yang bersifat virtual. 92 3. Internet Sebagai New Media Awalnya internet merupakan jaringan komputer yang dibentuk oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat tahun 1969, melalui proyek ARPA yang 92 Yasraf Amir Piliang, Dunia yang Dilipat Tamasya Melampaui Batas-batas Kebudayaan, (Yogjakarta: Jalasutra, 2004), h. 133. 50 disebut ARPANET (Advanced Research Project Agency Network), dimana mereka mendemonstrasikan bagaimana dengan hardware dan software komputer yang berbasis UNIX, ARPANET diperkenalkan tahun Oktober 1972, tidak lama kemudian proyek ini berkembang pesat di seluruh daerah dan semua universitas di negara tersebut ingin bergabung sehingga ARPANET kesulitan. Oleh sebab itu ARPANET dipecah menjadi dua, yaitu “MILNET” untuk keperluan militer dan “ARPANET” baru yang lebih kecil untuk keperluan non-militer seperti, universitas-universitas. Gabungan kedua jaringan akhirnya dikenal dengan nama DARPA Internet, yan kemudian disederhanakan menjadi Internet. 93 Menurut Marshall McLuhan, di era modern penemuan teknologi informasi berkembang dalam skala massal. Teknologi itu telah mengubah bentuk masyarakat manusia dari masyarakat dunia lokal menjadi masyarakat dunia global, sebuah dunia yang sangat transparan terhadap perkembangan informasi, transportasi serta teknologi yang begitu cepat dan begitu besar memengaruhi peradaban umat manusia, sehingga dunia juga dijuluki sebagai the big village, yaitu sebuah desa yang besar, dimana masyarakat saling kenal dan saling menyapa satu dengan yang lain. Masyarakat global itu juga dimaksud sebagai sebuah kehidupan yang memungkinkan komunitas manusia menghasilkan budaya-budaya dan tradisi-tradisi bersama.94 Menurut David T. Hill dan Khrisna Sen, internet sebagai medium baru yang telah dirasakan di Barat sejak 1980 an dan di Asia termasuk di Indonesia pada 93 94 Anwar Abugaza, Social Media Politica Gerak Massa Tanpa Lembaga, h. 19-20. Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, Jakarta: Prenada Media Group, 2011, h. 163. 51 tahun 1990 an95. Sekarang internet seolah menjadi yang telah menyatu dengan keseharian masyarakat Indonesia terutama masyarakat perkotaan. Akses informasi semakin mudah dan menyebabkan pengetahuan berubah cepat. Interaksi antara manusia pun tak lagi bertemu secara fisik melainkan juga secara virtual maka muncullah komunitas yang karena kesamaan minat kerap terbangun dan berinteraksi, meskipun mereka belum atau sama sekali tidak saling kenal. 96 Ada tiga bentuk pengembangan dari internet yakni World Wide Web yang dikembangkan pada tahun 1990 oleh para ahli di Switzerland. Pertama mereka menciptakan rangkaian komputer yang saling terhubung dengan internet dengan menggunakan program komunikasi yang sama. Pengembangan kedua, memudahkan penggunanya untuk menemukan apa yang mereka cari di web. Hal ini terjadi pada tahun 1993 dengan diciptakannya browser. Lima tahun kemudian, Microsoft memperkenalkan browser mereka yang dinamakan internet eksplorer. Perkembangan ketiga, yakni search engine yang paling dikenal pengguna adalah Google dan Yahoo. Inovasi dalam dunia web semakin hari semakin mengalami perkembangan yang berarti, ini dibuktikan dengan adanya transformasi dari teknologi web 1.0 yang hanya menempatkan user sebagai konsumen konten internet ke web 2.0. Internet generasi kedua ini, telah memungkinkan penggunanya berinteraksi dengan yang lain dan memungkinkan terbentuknya suatu hubungan, sharing bahkan tak jarang membentuk konvergensi simbolik dan komunitas virtual aktif. 97 95 David T. Hill & Krishan Sen, The Internet in Indonesia New Democracy, (London: Routlegde, 2005), h. 10. 96 Gun Gun Heryanto, Dinamika Komunikasi Politik, h. 155. 97 Gun Gun Heryanto, Dinamika Komunikasi Politik, h. 269-270. 52 Teknologi web 2.0 sebuah istilah yang dicetuskan pertama kali Dale Doughery dari O’Reily Media yang melakukan brainstroming dengn Craig Clibe dari Media Live untuk menghasilkan ide konferensi dimana mereka menjadi host. Akhirnya pada bulan Oktober 2004 O’Reilly Media, Battele dan Media Live melakukan konferensi web 2.0 pertama dan kedua pada bulan Okrober 2005. Sebelum istilah web 2.0 muncul yang sering digunakan adalah istilah semantic web.98 Jaringan Internet yang menyediakan kemungkinan untuk meningkatnya konektivitas antar manusia. Komunikasi melalui forum Internet (seperti e-mail, chat rooms, dunia grafis, dan daftar diskusi) memungkinkan orang untuk berpartisipasi dalam jaringan sosial luas, yang disebut sebagai ‘komunitas virtual’. Interaksi dalam lingkungan virtual dimediasi melalui teknologi daripada pertemuan tatap muka. Beertemu dengan orang dapat dilakukan dengan mudah, meski terpisah oleh jarak. Perbedaan bahasa dapat diatasi melalui aplikasi perangkat lunak yang didesain sedemikian rupa untuk untuk menerjemahkan pesan. Sebagai hasilnya, komunitas tertentu dapat dibentuk dalam dunia virtual yang mungkin tidak eksis.99 Fenomena dalam perkembangan tersebut, internet tanpa disadari menimbulkan ruang publik baru (new public sphere) di komunikasi virtual terutama berkenaan dengan demokrasi melaui proses konvergensi simbolik di situs jejaring sosial (social network sites) dan web blog interaktif.100 98 Anwar Abugaza, Social Media Politicia Gerak Massa Tanpa Lembaga, h. 17. John Hartley, Communications, Cultural, & Media Studies, h. 165. 100 Gun Gun Heryanto, Dinamika Komunikasi Politik, h. 154. 99 53 Medium internet memiliki potensi besar untuk mempersatukan dunia dan menyalurkan upaya-upaya manusia untuk mempersatukan solusi bagi berbagai problem kritis yang mengancam masa depan manusia. 101 4. Internet Sebagai Saluran Komunikasi Politik Internet modern bisa menjadi salah satu saluran pokok dalam komunikasi politik. Denton dan Woodward, mendefinisikan komunikasi politik sebagai diskusi yang murni membicarakan tentang pengalokasian sumberdaya- sumberdaya (resources), kewenangan resmi seseorang yang diberi kekuasaan (untuk membuat peraturan, keputusan legistlatif dan eksekutif) dan sangsi-sangsi (dari apa yang negara berikan berbentuk reward atau hukuman). Menurut Blumler dan kavanagh yang saya kutip dalam tulisan Gun Gun Heryanto dan Shulhan Rumaru, menyadari suatu kemunculan “third age of political communication” dimana media cetak dan penyiaran akan kehilangan tempatnya sebagai saluran utama komunikasi politik pada era baru melimpahnya informasi serta ide, informasi dan berita politik dapat disebar melalui komputer.102 Ada tiga generasi komunikasi politik jika merujuk pada dinamikanya, antara lain seperti berikut:103  Generasi pertama : retorika politik. hampir seluruh pesan komunikasi politik diarahkan oleh kemampuan seni berbicara (art of speech)  Generasi kedua ditanda dengan dominannya peran media massa yang belakangan kerap disebut sebagai media mainstream 101 Roger Fidler, Mediamorfosis, h. 394. Gun Gun Heryanto & Shulhan Rumaru ,Komunikasi Politik Sebuah Pengantar, h. 161. 103 Gun Gun Heryanto & Shulhan Rumaru ,Komunikasi Politik Sebuah Pengantar, h. 161. 102 54  Generasi ketiga ditandai dengan perkembangan new media. hal ini seiring dengan menguatnya sosial media, seperti situs jearing sosial (social ntework site) dan webblog interaktif. Tentu internet bagian dari generasi ketiga dimana, Penggunaan internet untuk kegiatan politik kini semaikin marak. Hal ini terkait dengan beberapa faktor.104 Pertama, sistem politik berjalan kian demokratis. Kondisi yang diperoleh pasca gerakan reformasi ini memungkinkan tumbuh kembangnya kebebasan pers, kebebasan berkumpul dan menyatakan pandangan baik lisan maupun tulisan. Kebebasan itu pula yang telah menyebabkan setiap orang dapat mengakses dan menggunakan internet guna mengartikulasikan ide, gagasan, pemikiran ajakan, protes himbauanbahkan juga tekanan pada kekuasaan. Fenomena ini memunculkan ruang publik baru (new public sphere). Kedua, kian majunya ICT (information and Communication Technlogy) dan media massa. Era konvergensi media memudahkan bangsa indonesia untuk mengakses informasi. Melalui berbagai layanan penyedia atau mesin pecari informasi mengenai lingkungan kita. Dilansir data Sosialbakers.com bulan Maret 2013, penggunaan facebook di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup besar selama 6 bulan terakhir, Indonesia secara peringkat menempati posisi ke-4 penggunaan facebook dengan jumlah 47.165.080, peringkat pertama masaih diduduki oleh Amerika Serikat 104 Gun Gun Heryanto & Shulhan Rumaru ,Komunikasi Politik Sebuah Pengantar, h. 173 55 163.071.460 pengguna, menyusul Brazil dengan 66.552.420 pengguna dan india di posisi ke-3 dengan 62.963.440.105 Sebagai contoh internet sebagai saluran komunikasi politik yaitu bagaimana kemenangan yang diperoleh Joko Widodo yang sering kita kenal Jokowi, memanfaatkan internet sebagai strategi kampanye. Tentu internet memberi sumbangsih lebih dalam hal tersebut tersebut. Selanjutnya, media kontemporer seperti internet dan khusunya media sosial akan semakin penting dalam komunikasi politik, mulai dari tingkat lokal hingga tingkat global. Sejalan dengan itu konsep-konsep baru sperti e-democracy dan egovernment di negara kita akan terus berkembang, meskipun kita kekurangan sumber daya manusia dan peralatan yang dibutuhkan belum lengkap.106 Oleh karenanya pemanfaat internet dalam komunikasi politik menjadi penting terutama dalam konteks artikulasi, agregasi kepentingan politik baik dari kelompok masyarakat biasa, kelompok berperhatian (attentive public) maupun kelompok elit. D. Konseptualisasi Sosial Media (Social Media) 1. Pengertian Sosial Media Istilah Social Media pertama muncul dan diperkenalkan oleh profesor J.A. Barnes tahun 1954, namun baru tahun 1995 sosial media sebagai satu kesatuan yang utuh muncul dengan tampilan classmates.com yang berfokus pada hubungan antar mantan teman sekolah, dan SixDegrees.com tahun 1997 yang membuat 105 Sumber data tersebut diakses dari www.socialbakers.com, pada hari Kamis, 27 Maret 2014, pukul 22:47 WIB 106 Dedy Mulyana, Komunikasi Politik Politik Komunikasi, (Bandung: Rosdakarya, 2013), h. 24 56 ikatan tidak langsung dalam sebuah pertemanan. Kemudian dua model social media berbeda lahir sekitar tahun 1999 berbasiskan kepercayaan yang dikembangkan oleh epinions.com, dan yang berbasikan pertemanan seperti yang dikembangkan oleh Uskup Jonathan yang kemudian dipaka pada beberapa situs UK regional di antara 1999 dan 2000.107 Salah satunya dikemukakan oleh Brian Solis praktisi Public Relation PR dan penggagasan penggunaan social media asal Amerika Serikat ini mendefinisikan sosial media sebagai demokratisasi isi serta perubahan peran publik dalam membaca serta menyebarkan informasi. Social media mewakili perubahan dari satu buah mekanisme penyiaran menjadi banyak model yang bermula dari format percakapan antara penulis dan rekan-rekannya di dalam kanal-kanal sosial mereka.108 Untuk mendefinsikan social media salah satu cara yang paling tepat adalah membandingkan dengan generasi sebelumnya yang berbasis web 1.0. social media dapat melakukan berbagai aktivitas dua arah dalam berbagai bentuk pertukaran, kolaborasi, saling berkenalan dan menciptakan satu informasi dan halhal seperti ini tidak dapat dilakukan di era generasi web 1.0.109 Sosial Media menurut Kaplan dan Haenlein adalah sebuah kelompok aplikasi berbasis internet yang membangun di atas dasar deologi dan teknologi web 2.0 yang memungkinkan penciptaan dan pertukaran user genereted content.110 107 Anwar Abugaza, Social Media Gerak Massa Tanpa Lembaga, h. 16. Sols & Breakendridge, Putting the Public Back in Public Relations: How Social Media is Reinventing teh Agging Business of PR. (New Jersey: Pearson Education, 2009), h. 3. 109 Danis Puntoadi, Menciptakan Penjualan Melalu Social Media, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2011), h. 1. 110 Kaplan, Andreans M dan Michael Haenlein, User of the Word, Unite! The Challengesand Opportunities of Social Media, (Business Horizons: 2010), h. 59. 108 57 Namun Anwar Abugaza menambahkan bahwa social media adalah struktur sosial yang terdiri dari elemen-elemen individu, kelompok atau organisasi yang terhubung dan terjadi interaksi satu sama lain dengan menggunakan perantara teknologi informasi.111 Dari paparan tersebut maka, sosial media merupakan medium atau alat yang berbasis internet yang dinamis. Setiap pengguna dapat berbagi pesan dalam bentuk apapun seperti gambar, tulisan, suara dan video kepada siapa saja di belahan dunia yang tersambung dalam koneksi internet. 2. Karakteristik Sosial Media Untuk memahami social media adalah dengan cara memperhatikan karakteristik dari jenis-jenis yang ada, yaitu:112 a. Participation Media sosial mendukung penuh kontrbusi dan feedback dari setiap orang tertarik. Dukungan ini membuat atas antar media dan audiens menjad kabur. b. Openess Sebagai dasar media sosal terbuka untuk feedback dan partisipasi. Hal ini memungkinkan dilakukan votting, pemberian komentar dan berbagi informasi. Jarang sekali ada halangan dalam mengakses dan membuat konten di dalam media sosial. c. Conversation 111 Anwar Abugaza, Social Media Gerak Massa Tanpa Lembaga, (Jakarta: PT. Tali Writing Publishing House, 2013), h. 16. 112 Anthony Mayfield dan Michael A stelzner, What is Social Media Includes Annual Marketing Report, (T. Tp: Penerbit iCrossing, 2008), h. 5. 58 Ketika media tradisional mengedepankan brocast (transmisi dan distribus pesan kepada audiens) media sosial justru melihat komunikasi sebaga percakapan dua arah d. Community Media sosial memungkinkan komunitas untuk berkomunikasi secara tepat dan efektif. Komunitas juga dapat berbagi common interest, seperti kesukaannya terhadap fotografi, politik dan TV show e. Connectedness Sebgaian besar media sosial memungkinkan penggunanya untuk berhubungan dengan siapapun Dari karakteristik tersebut, media sosial mempunyai peranan penting dalam kehdupan masyarakat, peranan tersebut tidak lepas dari pertukaran informasi dan pada akhirnya memberikan fungsi-fungsi bagi penggunannya, dimana fungsi tersebut antara lain113: 1. Memberikan informasi tentang peristiwa dan kondisi dalam masyarakat 2. Memberi informasi tentang korelasi yang bersifat menjelaskan, mengomentari makna peristiwa dan informasi 3. Dapat memberikan hiburan untuk meredakan ketegangan sosial, mengalihkan perhatian dan sarana relaksasi. 4. Mobilisasi untuk mengkampanyekan tujuan masyarakat dalam bidang politik, pembangunan pekerjaan dan agama 113 McQuail, Mass Communication Theory: 16 Edition (Sage Publication: 2010), h. 123 59 3. Jenis-jenis Sosial Media Social media secara umum dapat digolongkan menjadi beberapa jenis publikasi sebagai berikut114: 1. Publikasi Personal Salah satu jenis publikasi personal berbasis internet adalah Blog. Meskipun saat ini Blog dapat dimilki dan dikelola oleh bukan haya satu orang namun blog masih dikategorikan sebagai medium publikas personal. Melalui blog individu ataupun sekelompok individu dapat menulis artikel, mengunggah gambar, foto hingga video dan mengundang orang untuk berinteraksi dengan mereka. 2. Publikasi kelompok Wikis merupakan bentuk publikasi kelompok yang paling umum diama sekelompok orang bersama-sama menerbitkan artikel dan membangun situs yang lengkap dalam kurun waktu tertentu 3. Publikasi Berbasis Jaringan Sosial Publikasi yang berbasis jaringan sosial memberikan kemudahan bagi penggunannya untuk membangun hubungan dengan individu lain serta memanfaatkan hubungan tersebut. Beberapa situs jejaring sosial menawarkan fitur-fitur yang memudahkan user untuk merubah status dan profil yang berisi identitas mereka, membagun jaringan pertemanan dan juga berkomunikasi dengan jaringan pertemanan mereka tersebut contohnya Facebook, Linkedin, Orkut Twitter dan Myspace 114 Jhon Blossom, Content Nation: Survivng and Thriving as Social Media Changes Our Work, Our Lives and Our Future, (USA: Wiley Publishing, 2009), h. 32. 60 Berikut alur kerangka penelitian peneliti. Gambar 2.2 Alur Kerangka Penelitian115 Pengetahuan Noise Dinamika PILPRES 2014 Menulis Shared Group Proses Konvergesi Simbolik Sikap Perkembangan internet yang mulai bermetamorfosa dari media generasi 1.0 (read-only-web) dimana publik hanya bisa mengakses informasi tanpa komunikasi 2 arah (cenderung one way communication), menjadi generasi 2.0 (participatory web) dimana publik sendiri yang menciptakan dan memublikasikan informasi (user-generated-content). Dan tentu perkembangan web 2.0 meniscayakan lahirnya media sosial (social media) dan webblog interaktif, yang dimana hampir semua kegiatan publik bermigrasi dari ruang publik konvensional (public sphere: Habermas) seperti mencari informasi melalui televisi, koran dan radio kini beralih ke ruang publik kontemporer (news public sphere: Mark Poster). Di sinilah, peluang dan fenomena literasi politik mulai beradaptasi, berkembang, dan menjadi tren di lini masa (publik virtual). Oleh karena itu sosial media dimanfaatkan sebagai saluran 115 Hasil temuan peneliti terkait tentang Literasi Politik Jelang Pemilihan Presiden (PILPRES) 2014 di Media Sosial Kompasiana. 61 komunikasi politik begitu juga dengan dinamika pemilihan presiden 2014 yang begitu lekat dengan media sosial. Untuk alur kerangka penelitian ini peneliti mengacu pada tiga yaitu pengetahuan, menulis dan sikap. Pengetahuan sangat dipercaya sebagai tanduk dalam mengetahui isu politik yang berkembang seperti mengakses informasi seputar politik selanjutnya kegiatan menulis ini juga tidak kalah penting karena dengan menulis aspirasi-aspirasi masyarakat yang tertuang bisa menjadi acuan suprastruktur dan negara lebih baik dan dapat menjadi diri lebih efektif. Kemudian dari pengetahuan dan menulis, sikap menentukan dalam proses literasi politiik Menurut Bernard Crick literasi politik merupakan senyawa dari pengetahuan, keterampilan dan sikap. Crick juga menegaskan literasi politik lebih luas hanya sekedar pengetahuan politik melainkan cara membuat diri menjadi efektif dalam kehidupan publik dan dorongan untuk menjadi aktif, partisipastif dalam melaksanakan hak dan kewajiban baik dalam keadaan resmi maupun area publik dan sifat suka rela.116 Dari fenomena tersebut tentu memunculkan sharing group, artinya para netizen bisa menyuarakan pendapat, berbagai informasi, saling mengkritik pada masing-masing netizen tentu hal tersebut sangat berkenaan dengan literasi politik dan cara membuat diri lebih efektif seputar politik, dimana para netizen membangun kesadaran simbolik bersama melalui suatu proses pertukaran pesan seperti saling berbagi pengalaman, dan saling berinteraksi untuk bertindak bagi orang-orang atau kumpulan yang terlibat di dalamnya. 116 Andi Faisal Bakti, dkk, Literasi Politik dan Konsolidasi Demokrasi, h. 117 62 Berikut penuturan Ernest Bormann Symbolic Convergence Theory (SCT) menjelaskan bahwa makna, emosi, nilai dan motif untuk tindakan di retorika yang dibuat bersama oleh orang yang mencoba untuk memahami dari pengalaman yang umum seperti keragaman kehidupan. Teori ni mengupas tentang fenomena pertukaran pesan yang memunculkan kesadaran kelompok yang berimplikasi pada hadirnya makna, motif dan perasaan bersama. Artinya teori ini berusaha menerangkan bagaimana orang-orang secara kolektif membangun kesadaran simbolik bersama melalui suatu proses pertukaran pesan untuk bertindak bagi orang-orang atau kumpulan orang yang terlibat di dalamnya.117 Dalam proses konvergensi simbolik atau membangun kesadaran bersama, noise tentu memungkinkan sejumlah faktor penghambat (noise factor) yang membuat proses komunikasi menjadi bias dan tidak efektif. Hal ini juga menurut Onong Uchjana Effendy dalam proses pertukaran pesan atau sedang melakukan komunikasi tentu ada beberapa hambatan yang dapat merusak komunikasi yaitu gangguan mekanik dan semantik. 118 117 Jhon F Cragan, Understanding Communication Theory: the Communicative Forces for Human Actions, (Needham Heights: a Viacom Company, 1998), h. 97. 118 Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003), Cetakan Ketiga, h. 45 63 BAB III GAMBARAN UMUM KOMPASIANA A. Profil Kompasiana 1. Sejarah Berdirinya Kompasiana Nama Kompasiana diusulkan oleh Budiarto Shambazy, wartawan senior Kompas yang biasa menulis kolom "Politika". Nama ini pernah digunakan untuk kolom khusus yang dibuat salah satu pendiri Harian Kompas di tahun 1960-1970 yaitu Petrus Kanisius Ojong yang lebih akrab di singkat PK Ojong, berisi tulisan tajam mengenai situasi mutahir pada masanya. Kumpulan rubrik Kompasiana yang ditulis PK Ojong itu sendiri sudah dibukukan.119 Awal munculnya Kompasiana merupakan era dimana semua jurnalis khususnya jurnalis Harian Kompas tidak akrab dengan blog, dan tentu ide pendirian Kompasiana berangkat dari salah satu jurnalis yang sudah akrab dengan blog pada tahun 2005 yaitu Pepih Nugraha. Maka Pepih Nugraha pun dipindah tugaskan dari Kompas Print ke bagian Kompas.com. Jadi, ide tersebut merupakan langkah maju dan terobosan tak terduga manakala sejumlah jurnalis Kompas menyatakan diri ingin menjadi bagian dari Kompasiana dan bahkan sudah langsung mencurahkan pandangan dan gagasannya.120 Pada saat wawancara, Pepih Nugraha menjelaskan: “Sejak awal memang bikin blog itu dalam hal ini Kompas (Kompas.com), bikin blog ini untuk menampung tulisan-tulisan wartawan, Ya kan. Jurnalis Net, Jurnalis Blog lah istilahnya, jadi yang saya bayangkan waktu itu adalah sebuah blog bersama isinya itu adalah selain wartawan yang menulis juga ada orang yang 119 Pepih Nugraha, Kompasiana Etalase Warga Biasa, h. 42. Wawancara Peneliti dengan Pepih Nugraha (Redaktur Pelaksana Kompas.com) dan selaku Pendiri Kompasiana. 120 63 64 diundang untuk menulis yang disebut blogger tamu ya guest blog dan satu lagi sebenarnya platform untuk seleb blog. Saya ini wartawan profesional tetapi saya tidak ada lah salahnya sebagai pribadi saya juga bisa ngeblog menulis gitu kan, tidak semua apa yang ingin saya tulis bisa muncul di Kompas tapi bisa juga kalo saya punya angan-angan, punya opini, puisi, boleh juga dong saya tulis suatu tempat yang tentu namanya blog lalu dari situ saya mengembangkannya sebagai blog sosial.121 Sebelum Kompasiana terbuka untuk umum pada tanggal 1 September 2008, Kompasiana mulai online sebagai blog jurnalis. Pada perjalanannya, Kompasiana berkembang menjadi Social Blog atau blog terbuka bersama para jurnalis harian Kompas dan Kompas Gramedia (KG) serta beberapa orang penulis tamu dan artis seperti Enda Nasution, Faisal Basri, Jusuf Kalla, Antyo Rentjoko, Budi Putra, Chappy Hakim, Prayitno Ramlan dan Sandra Dewi. Antusiasme para blogger dan netizen untuk ikut ngeblog di Kompasiana sangat besar namun lambat laun tulisan semakin jarang sehingga membuat pengelola Kompasiana mengambil langkah lain untuk membuka lebih luas atau umum.122 Pada 22 Oktober 2008, Kompasiana sebagai Social Blog resmi diluncurkan dan baru satu tahun berjalan, Kompasiana telah mengalami perubahan besar-baik dari segi tampilan maupun format dan konsep keseluruhan. Dari sebatas jaringan blog jurnalis menjadi sebuah bentuk Social Media baru yang bisa diakses dan dikelola oleh semua orang. 123 Kompasiana adalah sebuah Media Warga (Citizen Media). Di sini, setiap orang dapat mewartakan peristiwa, menyampaikan pendapat dan gagasan serta 121 Wawancara Peneliti dengan Pepih Nugraha selaku Pendiri Kompasiana sekaligus Redaktur Pelaksana Kompas.com. 122 Pepih Nugraha, Kompasiana Etalase Warga Biasa, h. 21-22. 123 Artikel diakses pada tanggal 15 April 2014 dari http://www.kompasiana.com/about. 65 menyalurkan aspirasi dalam bentuk tulisan, gambar ataupun rekaman audio dan video. Kompasiana menampung beragam konten yang menarik, bermanfaat dan dapat dipertanggungjawabkan dari semua lapisan masyarakat dengan beragam latar belakang budaya, hobi, profesi dan kompetensi. Keterlibatan warga secara masif ini diharapkan dapat mempercepat arus informasi dan memperkuat pondasi demokratisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kompasiana juga melibatkan kalangan jurnalis Kompas Gramedia dan para tokoh masyarakat, pengamat serta pakar dari berbagai bidang, keahlian dan disiplin ilmu untuk ikut berbagi informasi, pendapat dan gagasan. Di Kompasiana, setiap orang didorong menjadi seorang pewarta warga yang, atas nama dirinya sendiri, melaporkan peristiwa yang dialami atau terjadi di sekitarnya. Tren Jurnalisme Warga (Citizen Journalism) seperti ini sudah mewabah di banyak negara maju sebagai konsekuensi dari lahirnya web 2.0 yang memungkinkan masyarakat pengguna internet (netizen) menempatkan dan menayangkan konten dalam bentuk teks, foto dan video. Kompasianer (sebutan orang-orang yang beraktifitas di Kompasiana) juga diberi kebebasan menyampaikan gagasan, pendapat, ulasan maupun tanggapan sepanjang tidak melanggar ketentuan yang berlaku.Setiap konten yang tayang di Kompasiana menjadi tanggungjawab Kompasianer yang menempatkannya. Selain itu, Kompasiana menyediakan ruang interaksi dan komunikasi antaranggota. Setiap Kompasianer bisa menjalin pertemanan dengan Kompasianer lain. Mereka juga dapat berkomunikasi lewat email, komentar dan fitur interaktif lainnya. 66 Fasilitas dan fitur Kompasiana hanya bisa digunakan oleh pengguna internet yang telah melakukan registrasi di www.kompasiana.com/registrasi. Begitu proses registrasi selesai, pengguna akan mendapatkan blog pribadi dengan alamat http://kompasiana.com/namapengguna. Tanpa registrasi, pengguna hanya bisa membaca konten Kompasiana. Dengan beragam fitur dan fasilitas interaktif tersebut, Kompasiana yang mengusung semangat berbagi dan saling terhubung (sharing. connecting.) telah berwujud menjadi sebuah Social Media yang informatif, interaktif, komunikatif dan mencerahkan bagi setiap orang. Dalam perjalanannya, Kompasiana sudah mendapatkan beberapa penghargaan dalam negeri dan luar negeri seperti Asian Digital Media Award (ADMA) 2010 yang diberikan oleh asosiasi surat kabar dan penerbit dunia WANIFRA di Singapura, menang untuk kategori Best in Digital Content Award User Generated Content.124 Penghargaan selanjutnya yakni The Best Improvement & Innovation Kompas Gramedia, lomba ini rutin diselenggarakan Kompas Gramedia (KG) selaku induk perusahaan untuk mencari produk-produk yang paling inovatif dari tiap unit bisnisnya selama 2 tahun. 2. Struktur Organisasi Gambar 3.1 Struktur Organisasi Kompasiana Managing Director 124 Taufik H Mihardja Jubile Enterprise, Panduan Praktis Ngeblog di Kompasiana, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2011), hal. 2-3 67 Edi Taslim Editor in Chief Pepih Nugraha Editor Iskandar Zulkarnaen Web Engineer Airlangga Tirta Wardana Web Designer Maulana Mickael Marketing Communication Okky Brahma Arimurti Admin Staff Nurulloh Roberto Januar Setyabudi Siti Khoirunnisa Sumber: http://www.kompasiana.com/about 3. Logo Kompasiana Gambar 3.2 Logo Kompasiana 68 B. Produk Kompasiana 1. Citizen Journalism (Topik Pilihan, Headline, highlight, Trending Articles, Featured Article,) Sejak awal platform Kompasiana adalah menulis. Menulis pada media sosial yang memungkinkan para Kompasianer tersambung satu dengan yang lainnya serta berbagi ide atau gagasan melalui tulisan. Karena platform Kompasiana menulis maka ada tiga kegiatan utama menulis, yakni laporan versi warga, menulis opini versi warga dan fiksi yang dibuat warga sehingga Kompasiana termasuk dalam media citizen journalism. Dari hasil tulisan para Kompasianer, Kompasiana melakukan proses menulis seperti layaknya media massa lainnya seperti adanya Topik Pilihan, Headline, Highlight, Trending Articles, Featured Article. ï‚· Topik Pilihan merupakan produk Kompasiana yang bertujuan mengajak Kompasianer untuk memberi pandangan berupa opini atau reportase terkait dengan peristiwa terkini. Tulisan yang terjaring dalam Topik Pilihan menggunakan sistem taging. Tiap tulisan yang ditayangkan di Kompasiana akan diberi tag pada kolom khusus sesuai topik yang diangkat 69 Gambar 3.2 Topik Pilihan ï‚· Headline merupakan berita utama yang diangkat oleh Kompasiana dari hasil reportase atau opini warga Gambar 3.3 Headline ï‚· Highlight merupakan artikel yang dianggap menarik, aktual, inspiratif dan bermanfaat, dari hasil proses highlight maka akan disaring kembali untuk diseleksi menjadi headline 70 Gambar 3.3 Highlight ï‚· Trending articles merupakan tulisan yang membahas soal isu terkini atau unik dengan jumlah pembaca yang mencapai ratusan bahkan ribuan dan hasil tulisan tersebut akan diletakan di balong trending articles Gambar 3.4 Trending Articles ï‚· Featured article merupakan tulisan yang sudah ditayangkan di Kompasiana sekitar 2 bulan sampai 2 tahun lalu yang diangkat atau 71 dipublikasikan kembali karena ada keterkaitan atau kesamaan topik dengan peristiwa terkini Gambar 3.5 Featured Articles 2. Freez Freez merupakan produk jurnalisme hibrida yang diterapkan Kompasiana sejak tahun 2011. Kompasiana Freez pertama kali terbit atas kerjasama Kompasiana dengan Kompas Print atau Harian Kompas. Hingga saat ini Kompasiana Freez terbit setiap rabu dan sudah lebih dari 100 kali. Pada tahun 2014, Kompasiana Freez dialihkan menjadi majalah digital, namun saat ini perubahan tersebut masih dalam proses rancangan. Gambar 3.6 Logo Freez 72 Gambar 3.7 Kompasiana Freez Cetak 3. Kanal Jakarta Lebih Baik Kanal Jakarta lebih baik merupakan kanal yang bersifat lokal. Biasanya kanal ini mengangkat satu tema besar yang bersifat continue sehingga Kompasianer bisa memberi pandangan dan menulis terkait persoalan tersebut. Tulisan tersebut berupa sumbangsih, keluhan, kritik, saran dan pelayan publik untuk Jakarta menjadi lebih baik. Pada kanal tersebut Kompasiana sudah menyediakan rubrik seperti transportasi, sosial budaya, potensi wisata dan pelayan publik untuk memetakan pembaca terkait apa yang ditulis Kompasianer. 73 Gambar 3.8 Tampilan Home Page Kanal Jakarta Lebih Baik 4. Kanal Fiksiana Kanal Fiksiana merupakan kanal yang menampung tulisan berbentuk fiksi. Dengan adanya kanal ini para Kompasianer bisa mengekspresikan hal-hal yang menarik seputar pengalaman, keinginan, imajinasi dan hal-hal yang bersifat non formal. Dalam kanal tersebut Kompasiana sudah membuat rubrik terkait seputar fiksi seperti cerpen, cermin, dongeng, puisi dan drama yang memudahkan para Kompasianer memetakan apa saja yang mereka ingin tulis dan baca seputar dunia fiksi. Gambar 3.9 Logo Fiksiana 74 Gambar 3.10 Kegiatan Menulis di Fiksiana 5. Kanal Kotak Suara 2014 Kanal Kotak Suara merupakan produk Kompasiana untuk menampung tulisan para Kompasianer seputar pemilu 2014. Hadirnya kanal ini merupakan gebrakan baru karena bentuk perwujudan Kompasiana dalam merayakan pesta demokrasi lima tahunan. Dimana para Kompasianer bebas menulis apa saja yang mereka ketahui, pahami, dan laporkan seputar pemilu. Berbagai perbincangan ramai karena dalam kanal Kotak Suara tersebut Kompasiana sudah membuat berbagai rubrik seputar pemilu seperti Pileg, Pilpres, Serba-serbi, Polling, Kandidat dan Pro-Kontra sehingga memudahkan para Kompasianer untuk memetakan apa yang ingin ditulis dan baca terkait seputar pemilu 2014. 75 Gambar 3.11 Kegiatan Menulis Seputar Pemilu di Kotak Suara Gambar 3.12 Headline Kotak Suara 6. Kanal Gempita Brasil Kanal Gempita Brasil merupakan kanal untuk menampung tulisan para Kompasianer seputar piala dunia 2014 yang dilakukan setiap empat tahun sekali. 76 Hadirnya kanal ini merupakan bentuk Kompasiana dalam menyemarakkan piala dunia 2014. Dimana para Kompasianer bisa menulis apa saja seputar piala dunia 2014. Gambar 3.13 Kompasiana Semarakan Piala Dunia Brazil C. Aktivitas Kompasiana 1. Kompasianival Kompasianival merupakan ajang tahunan Kompasiana yang terbesar yang dirancang sebagai perayaan ulang tahun Kompasiana berupa festival guna mempertemukan para Kompasianer di pelosok daerah dengan berbagai kiprahnya untuk saling bertemu dan berinteraksi di dunia nyata. Sebelum Kompasianival menjadi acara rutin tahunan, terlebih dulu pada tahun 2009 Kompasina mengadakan Kopdar akbar Kompasianer di Bentara Budaya Jakarta di Komplek perkantoran Kompas Group di Palmerah Selatan dengan dihadiri sejumlah tokoh seperti Chappy Hakim dan Prayitno Ramlan. Berawal dari Kopdar tersebut, Kompasiana akhirnya merencang acara Kopdar tahunan yang disebut Kompasianival. 77 Kompasianival pertama diadakan tahun 2010 di FX Senayan. Kompasianival ke-2 tahun 2011 diadakan di Cafe MU di Mall Sarinah, Kompasianival ke-3 tahun 2012 diadakan di Hall Gandaria City, Kompasianival ke-4 tahun 2013 diadakan di Fontain Atrium di Grand Indonesia. Gambar 3.14 Kegiatan Kompasianival 2013 2. Monthly Discussion (MODIS) Kompasiana Monthly Discussion yang sering disingkat Modis merupakan salah satu aktivitas Kompasiana yang dirancang sebagai diskusi rutinan dilakukan tiap bulan dengan menghadirkam narasumber tunggal yang punya kapasitas. beberapa pembicara Kompasiana Modis antara lain mantan Wapres Jusuf Kalla, Menteri Pendidikan Nasional Muhammad Noeh, Ketua DPR Marzuki Alie, Pemimpin Umum dan pendiri Harian Kompas Jakob Oetama, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi), dan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharani. 78 Gambar. 3.15 Reportase Warga terkait Modis bersama Walikota Surabaya Tri Rismaharani di Gedung Kompas Surabaya 3. Kompasiana Nangkring Kompasiana Nangkring merupakan kegiatan Kopdar atau kopi darat sederhana bersifat cair di antara Kompasianer dan Kompasiana yang mengambil satu topik ringan sebagai bahan untuk berbincang serta menghadirkan narasumber-narasumber untuk dibahas kemudian para Kompasianer bisa bertanya terkait tema yang dibahas. 79 Gambar 3.16 Kegiatan Nangkring 4. Kompasiana Blogshop Kompasiana Blogshop merupakan salah satu produk Kompasiana yang pertama kali dilakukan pada bulan Mei 2009. Produk tersebut berupa Workshop yaitu semacam seminar atau pelatihan untuk berbagi ilmu tentang materi dunia menulis, blogging dan jurnalistik kepada para Kompasianer atau calon Kompasianer serta sudah masuk ke sekolah-sekolah dan universitas. Sampai saat ini aktivitas yang rutin dilakukan Kompasiana ini sudah berkembang dan sudah dilakukan di daerah-daerah dengan sponsor iB Syariah Bank Indonesia. 5. Kompasiana Blog Competition Kompasiana Blog Competition merupakan aktivitas online Kompasiana yang sengaja didesain dalam bentuk perlombaan menulis khusus bagi para Kompasianer. Dalam Kompasiana Blog Competition biasanya Kompasiana bekerja sama dengan sponsor untuk memberikan tema perlombaan yang 80 berkenaan langsung dengan sponsor terkait untuk menyeleksi tulisan-tulisan terbaik. Gambar 3.17 Kompasiana Blog Competition D. Kanal Kotak Suara 1. Topik Pilihan Kawal Pemilu dan Pilpres Topik Pilihan merupakan produk Kompasiana yang bertujuan mengajak Kompasiner untuk memberi pandangan berupa opini atau reportase terkait dengan peristiwa seputar Pemilu dan Pilpres. Tulisan yang terjaring dalam Topik Pilihan menggunakan sistem taging. Tiap tulisan yang ditayangkan di Kompasiana akan diberi tag pada kolom khusus sesuai topik yang diangkat. 81 Gambar 3.18 Topik Pilihan Khusus untuk Topik Pilihan Kompasianer Kawal Pemilu, merupakan program Kompasiana untuk menjaring tulisan reportase warga selama Pemilu 2014 berlangsung. Tulisan opini warga yang masuk pada topik pilihan ini akan ditake out atau dikeluarkan dari balong topik pilihan. Gambar 3. 19 Info Admin Kompasiana tentang Kompasianer Mengawal Pemilu 2014 2. Pileg 82 Rubrik khusus di kanal Kotak Suara yang menampung tulisan berupa reportase dan opini khas warga seputar Pemilu Legislatif 2014. Tulisan yang diposting pada rubrik ini harus menggunakan tag “pileg2014” karena apabila tidak menggunakan tag maka tulisan yang diposting tidak masuk ke rubrik Pileg di kanal Kotak Suara tapi masuk pada Rubrik Politik di Kompasiana. 3. Pilpres Rubrik pilpres merupakan rubrik untuk menampung tulisan khas warga berupa reportase dan opini seputar pemilihan presiden. Tulisan yang ingin dimasukkan dalam kategori rubrik Pilpres harus menggunakan tag “pilpres2014”. Tulisan yang tidak menggunakan tag tersebut, secara otomatis akan masuk dalam kategori tulisan politik pada Rubrik Politik di Kompasiana. 4. Serba Serbi Pemilu Setiap tulisan reportase dan opini khas warga yang membahas seputar pemilu 2014 yang di luar kategori pileg dan pilpres tertampung di rubrik ini. Tulisan yang masuk pada rubrik ini harus menggunakan tag “serbaserbipemilu”. 5. Polling Polling merupakan rubrik yang khusus untuk mempresentasikan pilihan warga Kompasianer terkait pasangan Capres dan Cawapres yang mereka inginkan. Dalam polling tersebut, Kompasiana sudah menyediakan sejumlah nama tokoh politik yang tengah digadang-gadang menjadi Capres dan Cawapres berdasarkan survei yang dilakukan Harian Kompas. Setiap kontestan yang masuk di balong Polling Capres dan Cawapres juga dilengkapi dengan foto diri, alamat akun sosial media dan akun Kompasiana milik sang Capres bila ada. Sejauh ini, sejumlah nama yang digadang-gadang menjadi capres sudah mempunyai akun di 83 Kompasiana seperti Wiranto, Anies Baswedan, Jusuf Kalla, dan Yusril Ihza Mahendra. Gambar 3.20 Info Admin Kompasiana tentang Polling 6. Pro Kontra Rubrik pro kontra yaitu Kompasiana mengangkat satu isu seputar pemilu dalam bentuk pertanyaan kemudian para Kompasianer bisa memberi pandangan atau argumen terkait isu tersebut. Dalam rubrik juga disediakan balong pro dan kontra. Gambar 3.21 Info Admin Kompasiana tentang Pro Kontra 84 7. Kandidat Rubrik Kandidat dikhususkan untuk informasi seputar profil para caleg yang tengah berkontestasi pada Pileg 2014 ini berdasarkan ulasan para Kompasianer. Tulisan yang membahas kampanye sang caleg atau implementasi agenda kegiatan selama kampanye tidak masuk dalam kategori ini, juga tidak dibolehkan untuk melakukan ajakan kampanye. Jadi, tulisan pada rubrik ini murni hanya membahas profil para caleg. Tiap tulisan yang masuk pada rubrik ini menggunakan tag “sosokcaleg2014”. Apabila ada tulisan masuk di luar kategori yang ditentukan admin Kompasiana, maka tulisan tersebut akan dicabut dari rubrik atau dialihkan ke rubrik lainnya. Tidak jauh berbeda dengan tulisan seputar pemilihan presiden 2014, dimana ulasan Kompasianer seputar sosok pemimpin yang dinginkan. Tiap tulisan menggunkan tag “sosokpemimpin2014”. 85 Gambar 3.22 Info Admin Kompasiana tentang Ceritakan Sosok Calegmu di Rubrik Kandidat 86 BAB IV Hasil Temuan dan Analisis A. Literasi Politik di Kompasiana Pemilu merupakan hajatan besar bagi masyarakat karena hal tersebut menjadi momentum yang sakral dalam masa depan negara, tak terkecuali negara Indonesia yang saat ini sedang menjalankan ritual tersebut. Menjelang Pemilihan Presiden (PILPRES) 2014 yang akan berlangsung Juli ini, banyak dinamika yang terjadi mulai dari proses kampanye dari kalangan elit politik, media yang terus membombardir berita seputar pemilu, diskusi yang secara terus-menerus dilakukan oleh anttentive public sampai ke ranah media sosial. Dalam konteks politik terkini, media sosial sudah dimanfaatkan sebagai salah satu alat diseminasi politik sekaligus menjadi ruang diskursus politik bagi publik. Begitupun Kompasiana, kita mudah menemukan banyak warga biasa hingga pejabat publik yang menulis gagasan dan kritik politiknya di sana. Bukan hanya sekedar menulis, tetapi mereka juga secara kesadaran kolektif membentuk kelompok-kelompok diskusi kecil, membicarakan perihal politik terkini, hingga sosialisasi dan kampanye politik. Riuhnya aktifitas diskursus politik di lini masa Kompasiana, difasilitasi lagi secara khusus oleh pengelola dengan membuat kanal seputar politik dan pemilu yang disebut Kotak Suara 2014. Kanal ini sudah mulai online pada Januari 2014 dengan alamat www.kotaksuara.kompasiana.com. Pengguna (user) yang terdaftar sudah mencapai 241890 akun dengan total akun terverifikasi sebanyak 6426.125 125 Hasil jumlah pengguna Kompasianer pertanggal 08 April 2014. 86 87 Berikut pemaparan Shulhan Rumaru:126 Sejak kanal Kotak suara online pada bulan--- dengan microsite sendiri namun masih dalam domain Kompasiana, saya langsung membuat pengumuman atau berita admin yang diujukan kepada para Kompasianer. Tujuannya untuk mengajak sebanyak mungkin Kompasianer agar berpartisipasi aktif menulis seputar peristiwa pemilu berupa reportase maupun opini. Pada hari pertama, Kotak Suara langsung diserbu sekitar 100 tulisan yang dibagi sesuai dengan kategori tagging yang digunakan di Kotak Suara. Masing-masing tulisan langsung masuk ke rubrik yang ada, seperti rubrik Pilpres, Pileg dan Serbaserbi Pemilu. Belakangan, Admin menambahkan beberapa rubrik baru yaitu Polling dan Pro Kontra. Dinamika diskursus politik di Kompasiana inilah yang bisa kita tangkap sebagai bagian dari proses literasi politik yang dilakukan secara sadar oleh pengelola Kompasiana maupun penggunanya (Kompasianer). Menurut pendapat Bernard Crick sebagaimana yang dikutip oleh Gun Gun Heryanto dalam tulisannya Essay on Citizenship bahwa literasi politik adalah pemahaman praktis tentang konsep-konsep yang diambil dari kehidupan seharihari dan bahasa. Merupakan upaya memahami seputar isu utama politik, apa keyakinan utama para kontestan, bagaimana kecenderungan mereka mempengaruhi diri anda dan saya 127. 1. Pengetahuan Jika dianalisa ada beberapa proses literasi politik, dilihat bahwa Kompasiana memberi edukasi politik melalui program-program yang dilakukan secara berkala lewat kanal Kotak Suara, seperti program liputan khusus (Lipsus) Kawal Pemilu 126 Wawancara peneliti dengan Shulhan Rumaru (Staf Admin) pada Senin, 5 Mei 2014 di Ciputat, Tangerang Selatan. 127 Andi Faisal Bakti, dkk, Literasi Politik dan Konsolidasi Demokrasi, h. 117. 88 dan Kawal Pilpres yang mengajak para Kompasianer untuk menulis reportase seputar Pemilu 2014. Untuk menambah riuhnya suasana di Kotak Suara, Admin juga mendongkraknya dengan Topik Pilihan khusus seperti Kawal Pilpres dan Kawal Pemilu yang semua berupa reportase. Alhamdulillah, ratusan tulisan mengenai peristiwa pemilu berhasil dijaring di Kotak Suara. Hal ini menunjukkan bahwa Kompasianer aktif dalam mengabarkan peristiwa pemilu juga menyumbang opini seputar pemilu.128 Gambar 4.1 Lipsus Kompasianer Kawal Pemilu Gambar 4.2 Lipsus Kompasianer Kawal PILPRES 128 Wawancara peneliti dengan Shulhan Rumaru (Staf Admin) pada Senin, 5 Mei 2014 di Ciputat, Tangerang Selatan. 89 Selain lipsus, Kompasiana juga mempunyai aktivitas offline yang disebut MODIS (monthly discussion). Dalam program ini, Kompasiana mengundang para tokoh politik atau tokoh yang mempunyai kapasitas untuk berdiskusi langsung bersama Kompasianer menyoal politik. Maka sudah tentu jika dianalisa, Kompasiana telah melakukan literasi politik karena berkenaan bagaimana upaya Kompasianer memahami seputar isu politik. Mekanisme MODIS hampir sama dengan forum diskusi pada umumnya, ada sesi panelis menyampaikan materi dan ada kesempatan dialog dalam sesi tanya jawab. Bedanya, dalam Modis diperbolehkan bertanya apa saja, berdiskusi secara natural dan mencair. Oleh sebab ini memunculkan proses sharing fantasi, artinya menghidupkan interaksi kelompok yang terjadi selama acara berlangsung. Proses tersebut dalam konsepnya yaitu kovergensi simbolik tentang proses pertukaran pesan yang menimbulkan kesadaran kelompok yang menghasilkan hadirnya makna, motif dan juga persamaan bersama.129 Iskandar Zulkarnaen menjelaskan:130 Kalau aktivitasnya sekarang baru sebatas kita minta mereka untuk menulis soal politik, tapi selain itu kita juga pernah bikin Monthly Discussion untuk tema-tema politik kayak kemarin kita diskusi bareng Wiranto, dalam kapasitas dia sebagai capres dari Hanura, kita juga pernah diskusi dengan oh gak gak waktu itu sih tahun kemarin Ahok, paling baru dengan Wiranto diskusi. Tapi kita memang ingin nanti ketika udah masuk pilpres ini menggiatkan acara-acara yang bisa mempertemukan Kompasianer dengan orang yang ada di lingkaran politik bukan hanya politikus, atau calon presiden tapi juga tim sukses juga politisi ya mungkin seperti itu. 129 Jhon F Cragan, Understanding Communication Theory: the Communicative Forces for Human Actions, (Needham Heights: a Viacom Company, 1998), h. 97. 130 Wawancara peneliti dengan Iskandar Zulkarnaen (Editor Kompasiana) pada Rabu, 30 April 2014 di kantor Kompas.com, Jakarta. 90 Informasi dari admin Kompasiana bahwa selama dua tahun ini Kompasiana sudah melakukan beberapa diskusi dengan elit politik (MODIS) yaitu dengan mengundang Wiranto sebagai calon presiden dari Hanura, Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta sekaligus calon presiden dari PDIP, dan Tri Rismaharani sebagai Walikota Surabaya. Disamping itu, dengan semakin dekatnya pemilihan presiden, Kompasiana sudah merencanakan program yang namanya OPTIK (Obrolan Politik) dimana program tersebut diarahkan sebagai ruang diskusi Kompasianer dengan para tim sukses dari berbagai partai atau capres guna men jadi bagian dari edukasi politik yang dilakukan Kompasiana. Kita ada rencana membuat obrolan politiklah untuk Kompasianer. Yah... persis persis, memang kita punya media ini maka kita gunakan untuk sebisa mungkin bermanfaat buat masyarakat. Itu akan sekali banyak temanya, bicara politik berarti ke situ arahnya, makanya kita akan buatkan offline activity, gathering-gathering para Kompasianer, menambah wawasan mereka terkait politik dengan ngobrol langsung dengan orangnya dengan orangnya yang langsung in ke politik itu, tidak hanya mereka baca dari sumber kedua.131 Gambar 4.3 Modis Bersama Jokowi 131 Wawancara peneliti dengan Iskandar Zulkarnaen (Editor Kompasiana) pada Rabu, 30 April 2014 di kantor Kompas.com, Jakarta. 91 Gambar 4.4 Modis Bersama Wiranto Di sisi lain, Kompasianer yang memang beragam latar belakang baik pendidikan, ekonomi, profesi dan kondisi demografis, membuat proses interaksi di Kompasiana maupun forum offline semakin kaya. Tak ada lagi zona proksemik yang digagas Edward Hall, yang membagi antara jarak intim (0-18 inci/46 cm), jarak personal (46 cm-1,2 m), jarak sosial (1,2 m- 33,6 m), jarak publik (melampaui 3,7 m).132 Uniknya lagi di Kompasiana seputar kabar berita yang tidak tertangani oleh media mainstream bisa dengan mudah didapatkan dan tentu ini menjadi bahan pengetahuan Kompasianer itu sendiri terkait seputar pemilu 2014. Uniknya lagi, berita seputar pemilu yang tidak berhasil dicover oleh media mainstream bisa kita dapatkan di Kompasiana. Misalkan, berita seputar surat perintah menghadiri kampanye salah satu partai yang ditujukkan kepada seluruh karyawan dari si pemilik media yang memang beraviliasi secara politis di partai tersebut.133 132 Richard West & Lynn H. Turner, Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi, h. 155-157. 133 Wawancara peneliti dengan Shulhan Rumaru (Staf Admin) pada Senin, 5 Mei 2014 di Ciputat, Tangerang Selatan. 92 Ditambah lagi dengan kecenderungan para Kompasianer yang tak hanya menyerap informasi dari satu sumber mainstream, menjadi berefek pada konten yang mereka sajikan, yakni semakin beragam, multiperspektif, dan lintas disiplin keilmuan. Berikut penuturan Shulhan Rumaru:134 Untuk Kompasianer sendiri, saya melihat mereka banyak menggali berita dari sumber mainstream, lalu mereka meng-create opini dan membuat berita sendiri. Terkadang, mereka juga aktif dalam diskusi publik yang diadakan Kompasiana dan kopdar yang dilakukan sendiri oleh kompasianer. Salah satu Kompasianer Daniel HT, mengaku:135 Saya sejak kecil suka membaca. Jadi, pengetahuan politik yang saya peroleh, ya, dari membaca. Sumbernya bisa di media berita di internet, maupun media cetak, seperti Harian Kompas, dan Majalah Tempo. 2. Kemampuan Menulis (Skill) Dengan mengikuti tren web 2.0 dimana sebuah proses pertukaran data dan penciptaan konten berdasarkan partisipasi pengguna (user generated content), maka Kompasiana membuka ruang untuk warga berekspresi lewat tulisan dengan sebebas-bebasnya dan tetap bersandar pada netiket (etika berinternet) dan netitud (perilaku berinternet) yang berlaku di Kompasiana. Abugaza dalam bukunya Social Media Politica memaparkan, teknologi internet berbasis web 2.0 merupakan satu klarifikasi wajah baru dari web dimana 134 Wawancara peneliti dengan Shulhan Rumaru (Staf Admin) pada Senin, 5 Mei 2014 di Ciputat, Tangerang Selatan. 135 Wawancara peneliti dengan Daniel HT selaku Kompasianer Surabaya yang aktif menulis politik sekaligus bekerja sebagai Wiraswasta melaui email. 93 karakteristik pertukaran data adalah many-to-many atau istilahnya pembaca bisa berinteraksi langsung dengan pembuat berita dan pembaca lainnya.136 Dari paparan tersebut, kita bisa simpulkan bahwa menulis di Kompasiana merupakan salah satu cara berkontribusi untuk menyampaikan ide, gagasan dan opini kepada pembaca, khususnya seputar konten Pemilihan Presiden 2014. Hal ini sangat berkaitan dengan jargon Kompasiana yang mengusung semangat berbagi dan saling terhubung (sharing.connecting). Lewat tulisan, Kompasianer membangun dialog. Mereka saling berbalas tulisan, mengomentari tulisan satu sama lain, mengkritisi dan tak lupa juga saling memuji. Dalam beberapa kasus, beberapa Kompasianer yang membela salah satu capres saling berbalas tulisan, baik berupa pembelaan maupun membantah tulisan. Bukan hanya dalam politik, beberapa perusahaan bahkan instansi negara sering memuat hak jawabnya di Kompasiana untuk mengklarifikasi tulisan di Kompasiana yang dianggap merugikan atau membuat citra buruk bagi instansi tersebut. Pada tahun 2010, Ketua DPR RI periode 2009-2014 Marzuki Alie pernah melontarkan pernyataan kurang simpatik kepada korban tsunami di pulau Mentawai, Aceh, di media massa yang disambut protes besar-besaran lewat tulisan di Kompasiana. Bahkan, seorang wartawan senior Tempo Linda Djalil menuliskan protes kerasnya di Kompasiana yang akhirnya membuat Marzuki Alie memuat hak jawabnya di Kompasiana, menulis sendiri hak jawab tersebut menggunakan akun Marzuki Alie. Sejak saat itu, ramai para tokoh politik dan tokoh publik berdatangan dan membuat akun di Kompasiana untuk saling berbagi, 136 Anwar Abugaza, Social Media Politica Gerak Massa Tanpa Lembaga, h. 17. 94 sebut saja Yusril Ihza Mahendra, Musni Umar, Wiranto, Jusuf Kalla, Anies Baswedan, AM Fatwa dan sederet nama profesional lainnya. Belakangan, selama masa pemilu legislatif, juga bermunculan akun para calon anggota legislatif yang berkampanye melalui tulisan. Akun- akun tersebut juga menuai banyak komentar dari Kompasianer. Pada masa kampanye pilpres, cukup terlihat adanya dua kubu antara Kompasianer Pro Jokowi dan Kompasianer Pro Prabowo. Kedua kubu tersebut, aktif melakukan kampanye, mulai dari menggeret isu hingga kampanye negatif dan kampanye hitam. Di Kompasiana, kampanye negatif dan kampanye hitam tidak diperbolehkan, sehingga admin langsung menghapus tulisan yang mengarah ke sana. Fenomena di atas dalam pengamatan penulis, sudah menunjukkan betapa proses literasi politik di Kompasiana berjalan dua arah, antara penulis dan pembaca. Gambar 4.5 Tulisan Kompasianer Perihal Politik Mengacu pada perkataan Crick dalam tulisan bahwa literasi politik lebih luas dari hanya sekedar pengetahuan politik, melainkan cara “membuat diri menjadi efektif dalam kehidupan publik” dan dorongan untuk “menjadi aktif, 95 partisipatif dalam melaksanakan hak dan kewajiban baik dalam keadaan resmi maupun di arena publik yang sifatnya suka rela.”137 Berikut penuturan Iskandar Zulkarnaen selaku editor Kompasiana:138 Gimana sih menerapkan ini di Kompasiana, akhirnya dibuatkan lah sebuah tempat yang khusus buat Kompasianer itu ngomongin soal politik. Yaudah namanya gampang aja, ya Kotak Suara gitu kan, itu sudah sangat Kompasiana, udah sangat warga gitu kan, ini kotak, isinya suara yang siapa pun bisa naro suara itu gitu kan itu udah sangat pemilu gitu kan. Yah... sehingga yang kita hadirkan di kotak suara ini adalah tulisan-tulisan tentang berita atau pun opini mereka terkait tentang pemilu, macam-macam dari pemilihan presiden sampe pemilihan legistlaitif dan kita tambahkan fiturefiture seperti polling dan segala macam dan ini memang kita buat agar pemilihan itu tidak berlalu tanpa ada pengawasan dari warga. 3. Sikap Dinamika yang terjadi pun turut hadir dalam Kompasiana. Dimana Kompasiana menyediakan rubrik untuk bisa mengekspresikan para Kompasianer dalam berbagai sikap seperti keinginan Kompasianer untuk mengusung siapa yang pantas menduduki jabatan presiden serta berupa gagasan atau ide yaitu Polling dan Pro Kontra. Tentu hal tersebut menjadi proses literasi politik yang masif yang bisa berimbas pada proses demokrasi yang baik. Menjelang pemilihan presiden pada rubrik polling berbagai tahapan muncul yaitu tahap pertama kontennya hanya menyediakan nama-nama yang digadanggadang sebagai Capres dan Cawapres, kemudian para Kompasianer bisa menciptakan Capres dan Cawapres yang mereka inginkan (user generated content). 137 Andi Faisal Bakti, dkk, Literasi Politik dan Konsolidasi Demokrasi, h. 117. Wawancara peneliti dengan Iskandar Zulkarnaen (Editor Kompasiana) pada Rabu, 30 April 2014 di kantor Kompas.com, Jakarta. 138 96 Gambar 4.6 Hasil Polling Konten Tahap Awal Tahap polling selanjutnya yaitu konten sudah berubah karena terkait tentang keputusan resmi KPU terkait dua pasangan capres dan cawapres seperti PrabowoHatta dan Jokowi-JK yang akan berkontestasi dalam Pilpres 2014. Dalam polling ini tidak ada unsur membela karena Kompasiana tidak menerima sponsor sehingga hasil yang diperoleh sangat natural. Polling tidak menerima sponsor, itu untuk mengantisipasi dan untuk menegaskan bahwa ini polling kita mau bikin aja, ga ada urusannya ama partai manapun itu berarti politik praktis.139 139 Wawancara peneliti dengan Iskandar Zulkarnaen (Editor Kompasiana) pada Rabu, 30 April 2014 di kantor Kompas.com, Jakarta. 97 Gambar 4.7 Hasil Polling Konten Tahap ke-2 Bisa dilihat, pergerakan hasil polling di Kompasiana cukup menarik, dimana sempat terjadi saling kejar antara kedua capres selama kurang lebih sepekan. Pada 13 Juni, pasangan Jokowi-JK memimpin dengan perolehan suara mencapai 50 persen, sedangkan Prabowo-Hatta menguntit dengan perolehan 35 persen suara. Dalam kurun waktu lima hari, Prabowo-Hatta menyalip perolehan suara dengan prosentase 59.11 persen, sedangkan Jokowi-JK melorot ke angka 38.26 persen. Berdasarkan pantauan saya di kanal Kotak Suara, hingga memasuki masa pencoblosan Pilpres 9 Juli, suara Jokowi-JK merangsek menjadi 43.81 persen suara, dan Prabowo-Hatta tetap memimpin dengan perolehan 54.7 persen suara. Namun perlu diketahui juga bahwa hasil polling Kompasiana ini bersifat non-scientific karena polling tersebut tidak ada standar ilmiah yang bisa dijadikan bahan acuan dan diukur kebenaraannya. Sebagaimana artikel yang ditulis Gun Gun Heryanto pada SindoNews bahwa survey terbagi dua. Pertama, nonscientific survey seperti SMS survey (call in survey) dan internet survey. Kedua, 98 scientific survey yang ketat pada standar-standar ilmiah untuk mengetahui, mengukur, memprediksi kehendak publik yang berkembang. 140 Beda halnya dengan lembaga survey yang digadang-gadang masuk dalam kategori scientific survey salah satunya Lembaga Survey Indonesia (LSI) yang ketat dan mempunyai standar ilmiah yang jelas. Seperti hasil survey sejak Januari 2014- Juni 2014, dukungan kepada Jokowi di segmen pemilih itu merosot di atas 50 persen menjadi di bawah 40 persen. Padahal jika dilihat jumlah pemilih tradisioanl sekitar 60-70 persen populasi. Tak heran, terjadi pergeseran dukungan dari Jokowi ke Prabowo. Kemudian awal Juni 2014, selisih kemenangan Jokowi hanya 6.3 persen. Namun di akhir Juni 2014, merosot lagi kemenangan Jokowi hanya 0.5 persen saja, di bawah margin of error. Selanjutnya hasil Quick Count LSI menyatakan Jokowi-JK unggul pada presentase 53,37% dan Prabowo-Hatta 46,63%, presentase tersebut dengan menggunakan sampel diambil secara acak di 2000 TPS di 33 propinsi, tersebar secara Proporsional berdasarkan Jumlah Pemilih. Dan dipilih secara acak di seluruh Wilayah di Kabupaten dan Kota, dengan tingkat kesalahan ± 1%.141 Dari fenomena tersebut tentu hasil polling Kompasiana tidak bisa diukur kebenarannya tetapi bisa menjadi tolak ukur bagaimana Kompasianer bisa mengekspresikan sikap mereka dan siapa saja yang ada dibalik akun-akun tersebut. 140 Artikel Gun Gun Heryanto pada Sindo News http://nasional.sindonews.com/read/657437/18/etika-lembaga-survei. Artikel ini diakses tanggal 15 Agustus 2014 pukul 23:00 WIB. 141 Sumber ini langsung dari Lembaga Survey Indonesia dengan alamat http://lsi.co.id/lsi/2014/07/10/jokowi-jk-pemenang-pemilu-presiden-versi-quick-count/ diakses tanggal 15 Agustus 2014 pukul 22:30 WIB. 99 Rubrik selanjutnya yaitu Pro Kontra, dimana Kompasiana mengangkat satu topik yang setiap minggunya selalu berganti dengan topik-topik yang hangat serta mengajak para Kompasianer untuk menentukan sikap. Pada rubrik Pro Kontra disediakan balong terpisah bersebelahan, sehingga nampak seperti saling bersahutan pendapat sesuai pilihannya dan menjadi arena diskursus terbuka tanpa intervensi. Program Pro Kontra ini bisa dibilang sebagai jajak pendapat yang sengaja dilakukan Kompasiana untuk menjaring pendapat bloggernya alias Kompasianer terkait suatu persoalan atau polemik kebijakan yang tengah terjadi. Gambar 4.8 Diskusi Rubrik Pro Kontra 100 Gambar 4.9 Sikap Para Kompasianer Menyoal Ambang Batas Pencalonan Presiden (Presidential Threshold) Dari data pada gambar di atas menunjukan gambaran partisipasi aktif dari Kompasiana mengenai topik yang disugguhkan admin salah satunya seputar Presidential Threshold (PT). Admin membuka arena diskursus mengenai setuju atau tidak setuju terkait pemberlakuan PT. Kompasiana yang setuju terhadap PT dan yang menolak pemberlakukan PT berimbang. Salah satu komentar yang diungkapkan seorang Kompasianer dalam topik ini yaitu Patrick S. Hutapea Jelas, supaya aspek keterwakilan diutamakan. Kalau parpol gurem bisa mencalonkan presiden sendirian, berapa banyak capres yang akan dipilih nantinya? Sedangkan yang kontra menurut Dudi Rustandi, 25% PT terlalu sedikit. Dia berharap prosentase PT lebih ditinggikan lagi diangka 35% sebab menurutnya hal tersebut akan merampingkan kekuatan di parlemen. 25 % itu terlalu sedikit, jika bisa dinaikan lagi menjadi 35 persen untuk menutup kemungkinan adanya capres lebih dari dua. jika 25 % akan terjadi kemungkinan capres lebih dari dua, bahkan bisa sampe empat. jika capres terlalu banyak bisa-bisa ada putaran kedua, habis2in duit negara aja bos. 101 Topik yang disuguhkan oleh admin di atas merupakan salah satu topik dari sekian banyak topik yang disuguhkan terkait tentang pemilihan presiden saat ini. Seperti topik calon presiden independen dan golput rusak sistem politik. Jelang pemilihan presiden dan semakin jelasnya siapa calon yang nantinya bakal berebut kursi RI-1, maka kanal Kotak Suara 2014 dimasuki oleh kelompok kepentingan (interest group), kelompok penekan (pressure group), dan juga tim sukses masing-masing capres, hingga pasukam siber (cyber army) yang disiagakan untuk menyanggah isu yang berkembang di Kompasiana, bahkan memainkan isu tertentu. Iskandar Zulkarnaen menjelaskan:142 Kita sengaja menampilkan presentasikan dalam jumlah suara biar keliatan oh ternyata sedikit, gitu, tapi bisa di nilai sendiri lah masyarakat, silahkan masyarakat diliat lagi hasil polling itu. Tapi paling tidak akan keliatan polanya siapa yang paling banyak ada di Kompasiana tim mana tapi akan menariknya di situ. Oh... ada Jokowi semua berarti konsen di Kompasiana Jokowi, dan kita sama sekali tidak ada tendensi untuk menunjukan bahwa Jokowi dari ada Kompasiana nggak. Itu murni apapun yang ada di Kompasiana tidak ada agenda setting, tidak ada rekayasa, tidak ada arahan dari kita sebagai pengelola bahkan menariknya setiap kali kita bikin event, modis atau pun nangkring, modislah mungkin, kan pertanyaan semua dari audiens dari Kompasianer. 142 Wawancara peneliti dengan Iskandar Zulkarnaen (Editor Kompasiana) pada Rabu, 30 April 2014 di kantor Kompas.com, Jakarta. 102 Gambar 4.10 Proses Literasi Politik di Kompasiana143 Pengetahuan ï‚· Aktifitas Online (LIPSUS) ï‚· Aktifitas Offline (MODIS) Menulis ï‚· Kompasianer menulis dari acara yang diberikan dan difasilitaskan pihak Kompasina seperti acara Dinamika PILPRES 2014 Noise Shared Group Proses Konvergesi Simbolik Sikap ï‚· Pro Kontra Dari hasil penemuan peneliti bahwa proses literasi politik di Kompasiana berawal dari dinamika PILPRES 2014 yang sedang ramai diperbincangkan di media online atau Kompasiana kemudian merujuk pada program-program online yang dilakukan secara berkala lewat kanal Kotak Suara 2014 yaitu program 143 Hasil temuan peneliti terkait tentang Literasi Politik Jelang Pemilihan Presiden (PILPRES) 2014 di Media Sosial Kompasiana. 103 liputan khusus Kawal Pemilu dan Kawal Pilpres dan offline yang dilakukan Kompasiana seperti monthly discussion (MODIS) sehingga tentu memunculkan pengetahuan baru untuk Kompasianer kemudian dari hal tersebut biasanya Kompasianer menulis dari berbagai aktifitas yang dilakukan dan difasilitasi Kompasiana selanjutnya timbulah sikap para Kompasianer memberikan penilaian terhadap PILPRES 2014 ini seperti yang ada di rubrik Pro Kontra. Dari paparan tersebut tentu ini memunculkan sharing group, artinya para Kompasianer bisa menyuarakan pendapat, berbagai informasi dan kritikan pada masing-masing tulisan Kompasianer hal tersebut sangat berkenaan dengan literasi politik yang merupakan upaya memahami seputar isu politik dan cara membuat diri lebih efektif seputar politk sehingga dari hal tersebut menghadirkan adanya proses konvergensi, dimana para Kompasianer membangun kesadaran simbolik bersama melalui suatu proses pertukaran pesan seperti saling berbagi pengalaman dan saling berinteraksi untuk bertindak bagi orang-orang atau kumpulan orang yang terlibat di dalamnya. Jika ditelaah lagi, noise dalam proses konvergensi simbolik di Kompasiana masuk dalam gangguan semantik dimana berkaitan langsung dengan pesan komunikasi yang pengertiannya menjadi rusak atau tersaring ke dalam pesan melalui penggunaan bahasa seperti tidak memahami seputar isu politik dan kurangnya memahami isi tulisan yang ditulis Kompasianer. Literasi Media Seperti yang ditulis Potter untuk membangun struktur ilmu pengetahuan kita memerlukan alat dan bahan baku. Alat yang dimaksud adalah kemampuan literasi 104 media, sedangkan bahan bakunya adalah informasi dari media dan informasi dari dunia yang sesungguhnya. 144 Begitupun Kompasiana, mekanisme yang diterapkan Kompasiana pun terlihat terstruktur karena ada sistem moderasi, artinya setiap tulisan yang masuk akan disaring ulang terkait dengan aturan dan tata cara yang sudah diberlakukan. Dari ulasan tersebut tentu Kompasiana sebagai media sosial sudah melakukan literasi media. Meski begitu, proses moderasi bukanlah menyortir tulisan melainkan lebih ke arah kurasi atau mengelola tulisan bila ada kesalahan teknis seperti typo (salah ketik dll). Kompasiana dengan model blog rembuk (user generated content) sudah menyediakan alatnya yaitu format blog dan netizen yang bergabung tinggal daftar, membuat akun secara gratis dan menulis. Dalam Konferensi Kepemimpinan Nasional Literasi Media (Nasional Leadership Conference of Media Literacy) di AS tahun 1992, literasi media didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi dan mengomunikasikan pesan.145 “Kita dulu melakukan moderasi jadi semua tulisan yang masuk tidak kita tayangkan dulu kita tahan dulu baru setelah tidak menyinggung SARA kita munculkan, sekarang kan liat di Facebook atau di twitter menulis bisa langsung ditayangkan gitu, tapi ini bisa menyimpan bahaya juga, nyimpan bahayanya adalah orang masuk lewat postingan SARA, atau orang yang judi, yang ngeseks, dan kalo tidak di filter maka akan terjadi kecolongan gitu seperti kasus kemarin. Sehingga ke depan orang yang masuk Kompasiana kita akan lakukan moderasi, orang yang baru mah harus diperiksa dulu sebelum ditayangkan”146 144 Potter, W. James, Media Literacy, (Thousand Oaks: Sage Publications), h. 4. Komisi Penyiaran Indonesia, Panduan Sosialisasi Lietasi Media Televisi, 2011. 146 Wawancara peneliti dengan Pepih Nugraha (Redaktur Pelaksana Kompas.com) dan selaku Pendiri Kompasiana pada Selasa, 08 April 2014 di kantor Kompas.com, Jakarta. 145 105 Ditambahkan juga oleh Iskandar Zulkarnaen : “Yang kita lakukan mulai dari menolak adanya copy paste, kita menolak adanya tulisan-tulisan dalam udang-undang dilarang kita tidak cuma menerapkan undang-undang IT tetapi lebih dari itu. Yah termasuk huruf kapital kita tidak bolehin trus data yang kita terapkan kayak gitu yang sangat teknis sekali, memang kita pastikan bahwa user itu loh kalau mau memposting di Kompasiana itu ada aturannya, kita bikin aturan bukan hanya Kompasianer yang nulis, misalnya Putri ya nulis, ini memang aturan bukan untuk Putri tapi kepada buat pembaca biar membaca nyaman. Kita bikinbikin aturan dari sisi konten, dari sisi penulisan sampe sisi ketentuan macem-macem ya, kemudian sanksinya kita terapkan juga mulai dari artikel dihapus, komentar dihapus, akun dihapus itu buat pembaca biar mereka nyaman kalau gak ada yang baca buat apa kita nulis kan kayak ya”147 Gambar 4.11 Moderasi Admin Kompasiana Jika dilihat pada gambar, berikut hasil laporan moderasi konten Kompasiana 2013 yang diunggah di berita admin, saat itu yang menggungguli berupa tulisan COPAS 44% disusul dengan tulisan yang mengandung Iklan 24%, Artikel pendek 21% dan selanjutnya Reposting 9% presentase yang lebih rendah. Di samping itu juga jika kita lihat, walaupun Kompasiana di bawah naungan media mainstream tetapi Kompasiana sangat fleksibel dan terbuka sekali pada 147 Wawancara peneliti dengan Iskandar Zulkarnaen (Editor Kompasiana) pada Rabu, 30 April 2014 di kantor Kompas.com, Jakarta. 106 warga. Keterbukaan Kompasiana bukan hanya menampung tulisan di berbagai rubrik tetapi Kompasiana membuat transparansi report sehingga para Kompasianer bisa melihat aktivitas apa saja yang dilakukan Kompasiana dalam pengelolaan konten setiap tahunnya. Kalau ngomongin konten di berita admin tahun Desember lalu, kita bikin laporan transparansi Kompasiana 2013 itu akan kelihatan berapa banyak konten yang dihapus, berapa banyak akun yang kita blokir, dan itu bagian dari pekerjaan kita mengedukasi blogger untuk kita yuk kita nulis dengan baik dan bermanfaat untuk masyarakat gitu. Dan di sisi lain bisnis kita mengedukasi brand juga klien untuk bisa masuk ke Kompasiana148 Gambar 4.12 Hasil Moderasi Admin Berikut juga konten berita admin yang melaporkan pemblokiran akun. Pada peringkat pertama dapat terlihat yang unggul yaitu tulisan yang berbau iklan dengan presentase mencapai setengahnya adalah 55%, tulisan COPAS dengan presentase 18% kemudian tidak jauh berbeda hasil presentase dari tulisan yang mengandung vulgar 14% selanjutnya presentase pendiskredit hanya 3%. Dari 148 Wawancara peneliti dengan Iskandar Zulkarnaen (Editor Kompasiana) pada Rabu, 30 April 2014 di kantor Kompas.com, Jakarta. 107 hasil tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Kompasiana bukan hanya melakukan literasi media tetapi telah menerapkan etika berinternet. Seperti yang dijelaskan Pepih Nugraha bahwa pelaku netizen harus mempunyai etika berinteraksi yang disebut netiquette, disebut netiquette karena ada dua kata yang dijadikan satu yakni networks dan etiquette maka jadilah netiquette. Dalam bahasa Indonesianya yaitu netiket. Netiket adalah etika berinternet yakni berperilaku sesuai etiket saat tersambung ke jaringan internet. 149 B. Pesan-Pesan Literasi Politik Kotak Suara 2014 Migrasinya web 1.0 cenderung pasif (one way communication) ke web 2.0 yang begitu cair dapat saling berinteraksi dan user genereted content. Maka memunculkan tipologi pada pengguna internet atau netizen tidak terkecuali Kompasiana yang berbentuk media sosial. Ada empat tipologi netizen di media baru yaitu diseminator, publisist, propagandis dan hactivist. Tabel 4.13 Tipologi Netizen dalam Kepentingan Politik150 Diseminator ï‚· Isu harian ï‚· Isu strategis ï‚· Isu jangka panjang Sharing and connecting Diseminasi dan literasi Publisist Propagandis Hactivist Isu personal/lembaga Isu strategis Isu sensitive Eksistensi diri Delegitimasi atau legitimasi Mengkonstruksi citra Membuat partisipasi aktif Perlawanan terhadap rezim kekuasaan politik dan ekonomi Meretas atau membobol 149 Pepih Nugraha, Ctizen Journalism Pandangan, Pemahaman dan Pengalaman, h. 116- 150 Gun Gun Heryanto& Shulhan Rumaru, Komunikasi Politik Sebuah Pengantar, h. 176. 117. 108 (pemikiran, ideologi, sikap dll) atau pasif informasi rahasia 1. Disseminator Merupakan kegiatan netizen dalam dunia virtual berupa tipologi yang menyampaikan isu harian, isu strategis dan isu jangka panjang. Prosesnya pun bersifat sharing and connecting sehingga memunculkan diseminasi dan literasi berupa pemikiran, ideologi dan sikap. Jika dianalisa Kotak Suara 2014 sudah banyak melahirkan gagasan, pemikiran, ideologi dan sikap karena Kompasiana membuat kanal tersebut salah tujuannya yaitu membuat wadah seputar politik untuk warga. Pepih Nugraha:151 Ya, kita menampung tulisan warga berkaitan dengan kegiatan pesta demokrasi lima tahunan ini misalnya kita secara sengaja dan secara setting kita bikin yang namanya Kotaksuara di Kompasiana itu adalah microsite boleh dibilang anak dari sebuah situs gitu memang dia punya subdom sendiri, halaman sendiri apa namanya Kotak Suara. lalu disana setiap orang kalo mau menulis tentang Pileg, Pilpres dan Serba Serbi, Pemilu ada di situ. Disitu artinya apa? artinya kita bisa mewadahi mereka dan memang ingin melaporkan kegiatan-kegiatan seputar pemilu begitu, mereka mau mempromosikan calegnya, atau jagoan presiden silahkan tetapi tidak menjelek-jelekkan orang lain itu kita jaga. Ditambahkan juga dari penjelasan Iskandar Zulkarnaen:152 Gimana sih menerapkan ini di Kompasiana, akhirnya dibuatkan lah sebuah tempat yang khusus buat Kompasianer itu ngomongin soal politik. Yaudah namanya gampang aja, ya Kotak Suara gitu kan, itu sudah sangat Kompasiana, udah sangat warga gitu kan, ini kotak, isinya suara yang siapa pun bisa naro suara itu gitu kan itu udah sangat pemilu gitu kan. Yah... sehingga yang kita hadirkan di 151 Wawancara peneliti dengan Pepih Nugraha (Redaktur Pelaksana Kompas.com) dan selaku Pendiri Kompasiana pada Selasa, 08 April 2014 di kantor Kompas.com, Jakarta. 152 Wawancara peneliti dengan Iskandar Zulkarnaen (Editor Kompasiana) pada Rabu, 30 April 2014 di kantor Kompas.com, Jakarta. 109 kotak suara ini adalah tulisan-tulisan tentang berita atau pun opini mereka terkait tentang pemilu, macam-macam dari pemilihan presiden sampe pemilihan legistlaitif dan kita tambahkan fiturefiture seperti polling dan segala macam dan ini memang kita buat agar pemilihan itu tidak berlalu tanpa ada pengawasan dari warga walaupun juga belum tentu kotak suara ini dibaca tapi sebagai sebuah arsip dia akan menjadi penting, ketika kita akan membuat suatu yang lebih baik. Oleh karenanya Kotak Suara 2014 menjadi proses sharing and connecting seperti jargon Kompasiana yang mengusung semangat berbagi dan saling terhubung. Akun-akun yang bertipologi diseminator banyak sekali seperti pengamat politik, akademisi, praktisi dan berbagai profesi lainnya. Beberapa bulan penulis mengamati menjelang pemilihan presiden, Kompasiana mengalami peningkatan sites ranking. Tahun 2009 pun Kompasiana yang masih berumur sangat muda mampu melonjak ke peringkat atas. Dari hal tersebut tentu kanal Kotak Suara 2014 mempunyai pengaruh besar terhadap fenomena yang terjadi. Berikut penjelasan Pepih Nugraha: 153 Buktinya tidak pernah sepi kan alurnya masih jalan lalu kemudian banyak hal-hal yang baru di sana dan mereka punya kepentingan seperti lazimnya pada tahun 2009, kita punya, dapet momentum dari PILEG dan PILPRES itu sehingga Kompasiana naik menjadi luar biasa ya... peringkatnya waktu itu mungkin dari 400-an menjadi langsung 250-anlah peringkat, sekarang sih berharap dari 30 sampe menjadi 25-an peringkatnya setelah PILEG dan PILPRES selalu ada harapan untuk pesta demokrasi lima tahunan ini. 153 Wawancara peneliti dengan Pepih Nugraha (Redaktur Pelaksana Kompas.com) dan selaku Pendiri Kompasiana pada Selasa, 08 April 2014 di kantor Kompas.com, Jakarta 110 Tabel 4.14 Top Sites in Indonesia154 1 Google.com 19 Ask.com 2 Facebook.com 20 Adf.ly 3 Google.co.id 21 Bp.blogspot.com 4 Youtube.com 22 Berniaga.com 5 Blogspot.com 23 Histats.com 6 Yahoo.com 24 Liputan6.com 7 Kaskus.co.id 25 Bankmandiri.co.id 8 Detik.com 26 Kompasiana.com 9 Wordpress.com 27 Tokopedia.com 10 Twitter.com 28 Lazada.co.id 11 Kompas.com 29 4shared.com 12 Blogger.com 30 Canadaaltax.com 13 Wikipedia.org 31 Bola.net 14 Klikbca.com 32 Adcash.com 15 Olx.do.id 33 Tempo.com 16 Tribunnews.com 34 Kapanlagi.com 17 Merdeka.com 35 Okezone.com 18 Viva.co.id 36 Instagram.com 154 Sumber ini dilansir Alexa.com di alamat http://www.alexa.com/topsites/countries;1/ID pada Minggu, 22 Juni 2014 pukul 22:30 WIB 111 Gambar 4.15 Akun Bersifat Diseminator (Taryadi Sum) 2. Publisist Merupakan netizen yang mempunyai kepentingan personal atau lembaga, tipologi tersebut biasanya menyampaikan isu personal atau lembaga untuk eksistensi diri dalam mengkonstruksi citra atau mendapatkan popularitas dan meningkatkan elektabiltas. Dengan dibuatnya kanal Kotak Suara 2014 memanfaatkan kesempatan lembaga atau personal (elit politk) untuk dapat melakukan publisitas. Penulis mengamati karena hadirnya web 2.0 telah membuat perkembangan politik di Indonesia menjadi semakin maju beragam aktivitas marketing politik dilakukan di sosial media khususnya Kotak Suara 2014. Sejarah mencatat bahwa salah satu kemenangan Barrack Obama sebagai Presiden Amerika yaitu pemaksimalan sosial media untuk menarik dukungan dan simpati pemilih pemula sangat serius dilakukan oleh Obama dan kemenangan Joko Widodo sebagai Gubernur DKI Jakarta seperti yang diungkapkan Jokowi 112 setelah kemenangan pada putaran pertama Rabu, 11 Juli 2012 di markas JokowiBasuki, Tugu Proklamasi Jakarta Pusat “Twitter, Facebook dan Blackberry sangat membantu kememangan mereka. Gambar. 4.16 Akun Bersifat Publisist (Jusuf Kalla) Dari contoh tersebut tentu sosial media menjadi sasaran empuk untuk para elit politik dan lembaga melakukan marketing politik. Kotak Suara 2014 salah satu kanal yang dilirik oleh elit politik dan lembaga politik dalam menyalurkan kepentingan mereka seperti AM. Fatma, Wiranto, Marzuki Alie, Anis Baswedan, Yusril Ihza Mahendra, Jusuf Kalla. Beragam tulisan terkait politik memenuhi Kotak Suara 2014. Menariknya lembaga pun ikut turut aktif dalam melakukan publisitas seperti Partai Gerindra dan Partai Hanura. Masifnya marketing politik di media sosial saat ini, penulis mengamati bahwa tidak adanya aturan yang membatasi waktu da konten sehingga begitu 113 mencair dan memberi ruang yang tidak terbatas untuk menggunakan sosial media khususnya Kotak Suara 2014. Gambar 4.17 Akun Partai Gerindra dan Partai Hanura 3. Propagandis Dalam praktik komunikasi politik, ada enam beberapa teknik propaganda yang biasa digunakan bahkan diandalkan dalam upaya mengubah cara pandang seseorang atau user.155 a. Name Calling Memberi label buruk kepada gagasan, orang, objek atau tujuan agar orang menolak sesuatu tanpa menguji kenyataannya. Salah satu ciri yang melekat pada teknik ini adalah propagandis menggunakan sebutan-sebutan yang buruk pada lawan yang dituju. Contoh Akun Terumbu, jika diperhatikan, akun tersebut menggunakan salah satu 155 Nurudin, Komunikasi Propaganda, (Bandung: PT Rosdakarya, 2002), h. 31. 114 teknik propaganda yaitu Name Calling dan bertipologi propagandis karena peneliti mengamati, tulisan tersebut bersifat menyudutkan satu pihak atau memberi label buruk pada lawan. Seperti contoh tulisannya yang mengandung propaganda dalam tulisannya yaitu: PDIP Mau Dirikan Sekolah Aneh, Capres Dodol Bulukutut, Waspadai Antek Asing Mengacaukan PILPRES 2014 serta Korupsi Century dan Korupsi Transjakarta dll. Gambar 4.18 Akun Tipologi Propagandist dengan nama Terumbu b. Glittering Generallites Menggunakan “kata baik” untuk melukiskan sesuatu agar mendapat dukungan, lagi-lagi tanpa menyelidiki ketepatan asosiasinya. Salah satu Kompasianer satu ini Ervipi, tulisan dengan judul Waduh Capres Satu Ini Dipuji, Ganteng. Jika diteliti tulisan tersebut menggambarkan 115 Prabowo tampan sehingga patut dipuji dan didukung tanpa ada alasan krediebel yang jelas. Gambar 4.19 Akun Tipologi Propagandist dengan nama Ervipi c. Card Stacking Memilih dengan teliti pernyataan yang akurat dan tidak akurat, logis dan tak logis dan sebagainya untuk membangun suatu kasus. Salah satu Kompasianer ini Esther Lima. Jika diperhatikan, melalui tulisan tersebut, Esther Lima membangun suatu kasus antara akurat dan tidak akurat sehingga timbul pernyataan dari pembaca. Seperti contohnya 116 tulisannya Prabowo Keturunan Yahudi, Prabowo Memiliki Kewarganegaraan Jordan. Gambar 4.20 Tipologi Propagandist dengan Nama Akun Esther Lima d. Plain Folks Imbauan yang mengatakan bahwa pembicara berpihak kepada khalayaknya dalam usaha bermakna kolaboratif. Teknik ini biasanya selalu berupaya menyerap empati publik. Kompasianer yang berakun Slamet Riyadi ini menulis artikel berjudul: Lagi SBY Kritik Capres Obrol Janji. Tulisan tersebut jika peneliti perhatikan bersifat promosi seakan SBY sebagai presiden turut peduli atas PILPRES 2014. 117 Gambar 4. 21 Akun Tipologi Propagandist dengan Nama Akun Slamet Riyadi e. Band Wagon Usaha untuk meyakinkan khalayak agar gagasan besarnya bisa diterima dan banyak orang akan turut serta ke dalam gagasan tersebut. Salah satu Kompasianer yang berakun Raden Nuh. Jika diperhatikan tulisan tersebut seperti meyakinkan pada khalayak bahwa gagasan tersebut bisa diterima. Seperti contoh tulisannya Otoritas Jasa Keuangan Harus Dibubarkan. 118 Gambar 4. 22 Akun Tipologi Propagandist dengan Nama Akun Raden Nuh f. Testimonial Berisi perkataan manusia yang dihormati atau dibenci bahwa ide atau program/produk adalah baik dan buruk. Testimonial adalah memperoleh ucapan orang yang dihormati atau dibenci untuk mempromosikan atau meremehkan suatu maksud. Kompasianer yang berakun Slamet Riyadi juga menulis dengan judul SBY Politisir UU Desa. 4. Hactivist Merupakan tipologi netizen yang biasanya menyebar isu sensitif. Thrill Seeker (mencari sensasi) salah satu kategori hactivist yang sangat cocok untuk Kompasiana. Salah satu Kompasianer yang berakun Susi Avivah yang menulis 119 Ardi Bakrie Murka Iklan Jokowi Muncul di Viva.co.id. tulisan tersebut mengundang banyak pembaca dengan kisaran 14058 kemudian dengan 32 komentar. Redaktur Pelaksana Kompas.com sekaligus pendiri Kompasiana menjelaskan tipologi hactivist. Dalam artikelnya Pepih Nugraha menyampaikan bagaimana tipologi tersebut begitu berpengaruh di Kompasiana. Gambar 4.23 Akun Bersifat Hactivist (Susi Avivah) Diamati juga kemunculan Kompasianer sebut saja cyber army biasanya hadir sewaktu-waktu saja, identitas akun yang digunakan oleh user belum terverifikasi dan bersifat terselubung. Seperti salah satu akun Kompasianer yang bernama Maryam Haryani dan Amanda Rachel yang jika ditelaah tulisan mereka mempunyai kesamaan yang mencolok seperti tulisan Maryam Haryani dengan judul Ini Settingan Wiranto untuk Hary Tanoe dan Amanda Rachel dengan judul tulisan Lupakan Jasa-jasa Hary Tanoe Wiranto Sangat Pragmatis. Tulisan tersebut sama-sama membahas tentang subyek dan obyek yang diperbincangkan. 120 Berikut penuturan Shulhan Rumaru: 156 Jelas ada cyber army. Biasanya mereka hadir untuk membela kelompok tertentu atau tokoh tertentu dan menyerang kelompok lain yang berseberangan ideologi politiknya. Biasanya mereka juga enggan memverifikasi akunnya, sehingga identitas mereka tetap saja tersembunyi atau anonym. Gambar 4.24 Akun Cyber Army Berikut peneliti mencoba menguraikan beberapa contoh penguna internet dengan macam-macam tipologi yang diuraikan pada pembahasan sebelumnya melalui tabel di bawah ini. Tabel 4.21 Contoh Penggunaan Internet di Kompasiana Tipologi Diseminator 156 Contoh Akun: ï‚· Hazmi Srondol: http://www.kompasiana.com/sro ndol Aktivitas Kampanye Capres dan sharing and connecting Hasil Perhatian publik Kompasianer terhadap caprescawapres dan Wawancara peneliti dengan Shulhan Rumaru (Staf Admin) pada Senin, 5 Mei 2014 di Ciputat, Tangerang Selatan. 121 ï‚· Publisist Thamrin Dahlan: http://www.kompasiana.com/tha mrindahlan ï‚· Pecel Tempe: http://www.kompasiana.com/ken -arok ï‚· Luciana Budiman: http://www.kompasiana.com/Ini dia ï‚· Taryadi Sum: http://www.kompasiana.com/Ka ng_Yadi ï‚· Syamril: http://www.kompasiana.com/sya mril ï‚· Hengky Hamilton: http://www.kompasiana.com/hen gky_hamilton ï‚· Ninoy N Karundeng: http://www.kompasiana.com/nin oy ï‚· RevaputraSugito: http://www.kompasiana.com/rev as ï‚· SlametRiyadi: http://www.kompasiana.com/riy adis2014 ï‚· SintongSilaban: http://www.kompasiana.com/Sin tong_Original Marketing Akun Politisi Politik ï‚· Jusuf Kalla: http://www.kompasiana.com/jusuf kalla ï‚· Wiranto: http://www.kompasiana.com/wiran to ï‚· Yusri Ihza Mahendra: http://www.kompasiana.com/Yusri lihza_Mahendra ï‚· Anis Baswedan: http://www.kompasiana.com/anies baswedan2014 ï‚· Marzuki Alie: http://www.kompasiana.com/marz ukialie ï‚· A.M Fatwa: diskusi seputar Pemilu 2014 Popularitas/elekt abilitas 122 http://www.kompasiana.com/amfat wa Akun Partai ï‚· Gerindra: http://www.kompasiana.com/Partai Gerindra ï‚· Hanura: http://www.kompasiana.com/pacpr iok Propagandist Akun: ï‚· Terumbu: http://www.kompasiana.com/Teru mbu ï‚· Esther Lima: http://www.kompasiana.com/Esth erLima Psyco Game Bubble Politic Cyber army kelompok politik tertentu atau membongkar skandal di instansi dan partai politik Artikel dari Admin Kompasiana Pepih Nugraha yang menjelaskan kelompok hactivist di Kompasiana: http://media.kom pasiana.com/new Akun Cyber army: ï‚· Jefri Hidayat: http://www.kompasiana.com/www .jefrihidayat.com ï‚· Amanda Rachel: http://www.kompasiana.com/am andarachel ï‚· Jimmy Goevedi: http://www.kompasiana.com/Jim myGeovedi ï‚· MiryamHaryani: http://www.kompasiana.com/mir yams ï‚· RiniMaly: http://www.kompasiana.com/Rin iMaly Hactivist Akun Hactivist: ï‚· Putra Angkasa: http://www.kompasiana.com/putraangkasa ï‚· Susi Avivah: http://www.kompasiana.com/susia vivah ï‚· Penulis UGM: http://www.kompasiana.com/penul isugm ï‚· Tuty Handayani: 123 http://www.kompasiana.com/tutiha nd ï‚· Jilbab Hitam: http://www.kompasiana.com/jilbab hitam media/2014/05/2 0/kompasianasebagai-mediawhistle-blowerpalingberpengaruh658244.html Selanjutnya peneliti melihat respon dan mewawancarai Kompasianer dengan beberapa kriteria yaitu Kompasianer turut aktif dalam menulis seputar politik 2014 dengan berbagai pekerjaan yang bermacam-macam mulai dari pekerja seni, akademisi dan wiraswasta. Oleh karena hal itu dinamikanya cenderung menarik. Tabel 4.23 Respon Kompasianer Terhadap Kotak Suara 2014 Penilaian Komentar Informan Positif Dilihat dari lingkup sosial media, kanal kotak suara cukup effektif. Paling tidak merupakan kanal untuk menampung aspirasi hak politik citizen journalis.157 TD Efektif Sangat bermanfaat..nyatanya tulisan kompasianer yang ada dikanal tersebut, khususnyà yang mengulas tentang Pilpres 2014 banyak di share di media social Sangat membantu warga biasa untuk menyalurkan aspirasinya, berbagi informasi, pengetahuan AJ Positif 157 DT Wawancara tertulis peneliti dengan Thamrin Dahlan selaku Kompasianer sekaligus dosen di Universitas Paramadina melalui email 124 dan sebagainya mengenai Pemilu 2014 ini. Kanal ini, seperti juga Kompasiana pada umumnya, pasti dibaca oleh sangat banyak orang, termasuk para politisi dan pengambil kebijakan di pemerintah. Salah satu tulisan Kompasianer AGA menulis tentang bagaimana media online saat ini semakin masif dalam melakukan pemberitaan dan informasi. Terhitung sejak kedua pasangan capres/cawapres resmi mendaftarkan diri di KPU, berbagai serangan yang ditujukan kepada keduanya kian hari kian meningkat intensitasnya baik di media offline maupun online, bahkan di media online intensitasnya jauh lebih tinggi dan lebih cepat, karena bisa di-upload setiap saat semisal di medsos sekelas facebook, tweeter, bahkan di blog sekelas Kompasiana sekalipun. C. Interprestasi Analisis Teks Untuk memudahkan analisis, tulisan-tulisan tersebut peneliti bedah mengikuti alur FTA yakni dimulai dari Initial basic concept. Istilah ini merupakan bagian komunikasi primer yang mewakilkan keseluruhan konsep dalam teks dan perbincangan. Hal tersebut tentu sangat berkaitan denagn elemen konvergensi simbolik tentang struktur pesan. Dimana peneliti melihat dinamika yang ada melalui teks dan perbincangan di Kompasiana. Ada terdapat empat istilah yang masuk ke dalam konsep dasar yakni Tema Fantasi, Tipe Fantasi, Symbolic cue dan Saga. ini yang menjadi konsep dasar dari teori konvergensi simbolik. 158 158 Lihat Disertasi Gun Gun Heryanto, Doktor lulusan Universitas Padjajaran (UNPAD) Bandung, Jurusan Ilmu Komunikasi Prodi Komunikasi Politik, dengan judul Konvergensi Simbolik di Komunitas Virtual: Studi pada Ruang Publik Baru dalam Komunikasi Politik di Situs Jejaring 125 Gambar 4.25 Model Initial Basic Concept Fantasy Theme Symbolic Cue Fantasy Type Saga Tabel 4.24 5 Sampel Tulisan Kompasianer Seputar PILPRES 2014 No Nama Judul Tulisan 1 DT (19 Komentar) Ternyata Prabowo pemain sinetron 2 SP (26 Komentar) Dahsyatnya Gerakan Sayang Jokowi Stop Bicara Capres Sebelah 3 SR (32 Komentar) Peluang Pencapresan Jokowi Bahasan Tulisan ini membahas tentang sikap Prabowo yang suka berakting Tulisan ini membicarakan untuk tidak memojokan Capres lawan dan fokus untuk Jokowi. Hadirnya gerakan sayang Jokowi mampu menaiki elektabilitas Jokowi yang sempat turun Tulisan ini mengisyaratkan gelagat peluang Sosial dan Weblog Interaktif Era Pemerintahan SBY-Boediono dalam Kasus Century, Disertasi ini disahkan tahun 2013. h. 327. 126 4 DR (6 Komentar) Analisis Media, Siapakah Presiden Berikutnya? 5 THM (29 Komentar) Nuansa Bermusuhan di Kampanye Kotor 1. pencapresan Jokowi dengan menyugguhkan fakta dan data Tulisan ini mencoba membaca peluang pemenang capres lewat analisis media seperti lembaga survey Tulisan ini menggambarkan dinamika kampanye Capres 2014 dengan berbagai kejadian dan istilah Analisis Tulisan 1: Ternyata Prabowo Pemain Sinetron159 Tulisan yang dibuat Kompasianer berinisial DT ini telah dibaca oleh 1841 hiter, direspon 19 komentar dan 17 rating . Tulisan ini menarik dikaji dalam kaitan persepsi penulis terkait Pilpres 2014. a. Tema Fantasi Tema fantasi mewujudkan sebuah pesan dramatis yang menggambarkan sebuah karakter pada sebuah seting/kasus yang menjelaskan keadaannya. Tema Fantasi juga merupakan penanda mengenal sesuatu yang harus ditemukan dalam komunikasi. Hal ini adalah bagian dari pesan drama-drama besar yang panjang dan rumit dari sebuah cerita yang dipaparkan melalui sebuah visi retorik. 160 Biasanya berkaitan dengan tema besar yang diangkat. 159 http://politik.kompasiana.com/2014/06/16/ternyata-prabowo-pemain-pemain-sinetronjuga-658993.html 160 Disertasi Gun Gun Heryanto, Konvergensi Simbolik di Komunitas Virtual: Studi pada Ruang Publik Baru dalam Komunikasi Politik di Situs Jejaring Sosial dan Weblog Interaktif Era Pemerintahan SBY-Boediono dalam Kasus Century, h. 327 127 Dalam konteks tulisan ini tema fantasi yang diangkat adalah: Prabowo Pemain Sinetron. Bisa dilihat dari tulisan berikut: “Ah, pantasan, ternyata Prabowo Subianto pemain sinetron juga!” Bathin saya ketika tadi sore (Senin, 9/6/2014) menonton tayangan berita di Metro TV, mengenai sikap Prabowo di balik panggung acara debat antarcapres, di Hotel Gren Melia, Jakarta, Minggu, 8 Juni 2014 itu. Sebenarnya, sebelumnya… Tema fantasi Prabowo Pemain Sinetron ini, kata-kata tersebut diulang berkali-kali menjadikan seakan-akan penulis memberi karakter bahwa Prabowo hanya melakukan akting dalam layar kaca ketika jabat tangan pada acara debat tersebut. Tulisan ini juga diawali dengan pernyataan disebuah TV swasta terkait masalah tersebut. b. Symbolic Cue Adalah stenografi yang mengindikasi atau membuat kode untuk tema fantasi jadi yang umum disepakati, sandi, isyarat dan simbolisasi yang memicu pembagian ulang dari tema fantasi. Symbolic cue bisa dilihat dalam tulisan berikut: Sikapnya di atas panggung di acara debat kedua itu terasa ada “sesuatunya”. Dia kelihatannya berubah, menjadi sangat ramah dengan Jokowi, tetapi pancaran wajah dan bahasa tubuhnya mengatakan yang sebaliknya. Penulis memberi karakter melalui simbol sesuatunya, pancaran wajah dan bahasa tubuhnya yaitu mencoba membuka tabir dari apa yang dilakukan Prabowo dengan meneliti dari pancaran wajah dan bahasa tubuh. c. Tipe Fantasi Tipe fantasi sering berfungsi sebagai rumah sosial dari visi retoris yang muncul karena yaitu kecenderungan untuk memunculkan makna, emosi dan motif 128 tindakan untuk setiap anggota dari komunitas retoris lebih mudah dari fantasi aslinya. Dalam tulisan ini tipe fantasi yang menonjol adalah : Ternyata sikap manisnya Prabowo terhadap Jokowi di atas panggung itu hanyalah sebuah sandiwara belaka. Rupanya, Prabowo “bermain sinetron” selama acara debat itu disiarkan langsung di televisi, dan disaksikan oleh seluruh rakyat Indonesia. Sikap aslinya terlihat di balik panggung, sesaat sebelum acara debat dimulai. Kata Rupanya Prabowo “bermain sinetron” menujukan pilihan makna dan motif yang dicoba untuk dibagikan penulis kepada pembaca bahwa, seluruh rakyat Indonesia menyaksikan dan mendapatkan pesan yang tersirat dalam sikap yang ditunjukan oleh Prabowo. d. Saga Semua organisasi menunjukan realitas simbolik yang berisi pengertian, emosi dan motif bertindak untuk setiap anggota. Dalam konteks tulisan Saga nampak pada kalimat: Waktu itu saya pikir, pasti ini hasil arahan tim penasihatnya, agar bisa menunjukkan sikap humanisnya agar bisa menarik simpatik banyak orang. Berikut tulisan Kompasianer ini: Waktu itu saya pikir, Pasti ini hasil arahan tim penasihatnya, agar bisa menunjukkan sikap humanisnya agar bisa menarik simpatik banyak orang. 129 2. Analisis Tulisan 2: Dahsyatnya Gerakan Sayang Jokowi Stop Bicara Capres Sebelah161 Tulisan yang ditulis oleh Kompasianer berinisial SP, dilihat oleh 2678 hiter dan dikomentari oleh 26 Kompasianer lainnya serta 41 rating. Tulisan ini menarik dikaji dalam kaitan dengan pemilihan presdin 2014. a. Tema Fantasi Dalam tulisan ini tema fantasi ada di kalimat dengan mengusung tema besar yaitu: Gerakan Sayang Jokowi Stop Bicara Capres Sebelah. Berikut ini tulisan Kompasianer SP: Angka-angka ini merupakan efek dari gerakan “Sayang Jokowi Stop Bicara Capres Sebelah”. Artinya dugaan selama ini bahwa naiknya popularitas dan elektabilitas capres sebelah justru karena sering diangkat oleh pendukung Jokowi sendiri semakin terbukti. Kompasianer SP mengekspresikan pemikiran utamanya, bahwa menurunnya elektabilitas Jokowi dikarenakan pendukung Jokowi yang sering memojokan Capres lawan. Tema fantasi yang dibangun SP diperkuat dengan merujuk hasil survey PoliticalWave terhadap elektabilitas Jokowi. b. Symbolic Cue Dalam tulisan ini symbolic cue ada pada kalimat “ Habitat Lama”. Berikut tulisan Kompasianer SP: Kini dengan data dan fakta yang diangkat oleh Survey PoliticaWave tersebut maka sudah saatnya kita Stop berbicara tentang capres sebelah dan kembali kepada habitat lama menulis tentang kesuksesan, kebaikan dan kehebatan programprogram Jokowi untuk mewujudkan Indonesia HEBAT. Jika ada kampanye hitam dan negatif cukup ditanggapi dan lebih fokus 161 http://politik.kompasiana.com/2014/06/22/dahsyatnya-gerakan-sayang-jokowi-stopbicara-capres-sebelah-660060.html 130 untuk mengangkat Jokowi. Tidak perlu lagi menyinggung capres sebelah. Toh polarisasi pemilih di Kompasiana sudah tidak bisa berubah lagi, yang baik berkumpul dengan yang baik dan yang bermasalah bersatu dengan yang bermasalah Kompasiner ini seakan mengajak para pembaca untuk kembali menjalani rutinitas yang hampir punah seperti fokus untuk menulis kesuksesan, kebaikan dan kehebatan program-program Jokowi untuk mengubah masa depan Indonesia menjadi baik tanpa menyinggung Capres lawan. c. Tipe Fantasi Dalam tulisan ini tipe fantasi yang menonjol adalah maka sudah saatnya kita Stop berbicara tentang capres sebelah. Penulis ini berbagi fantasi untuk focus dan menekankan untuk tetap fokus pada sang calon presiden yang diinginkan. Berikut unggahan kalimat Kompasianer yang berinsial SP : Kini dengan data dan fakta yang diangkat oleh Survey PoliticaWave tersebut maka sudah saatnya kita Stop berbicara tentang capres sebelah Maka sudah saatnya kita Stop berbicara tentang capres sebelah d. Saga Kalimat saga yang ada dalam tulisan SP ini adalah: perubahan angka-angka menjadi menarik karena sebelumnya kecenderungan capres sebelah selalu naik sementara Jokowi terus menurun. Tentu hal ini sangat berdampak pada elektabilitas Jokowi yang sempat menurun menjadi meningkat kembali. Berikut kalimat lengkapnya tulisan ini SP adalah: Grafik Trend of Awareness terhadap Jokowi langsung naik tajam sementara capres tetangga sebelah stagnan dan cenderung semakin menurun. Hal ini menunjukkan para netizens mulai fokus hanya membicarakan Jokowi dan mulai meninggalkan capres sebelah. Begitu juga dengan grafik Candidate Electability, net sentiment (berita positif) tentang Jokowi terus menanjak dan 131 membesar lingkarannya sementara net sentiment capres sebelah (berita positif) mengalami stagnasi. Grafik Share of Awareness Jokowi juga mulai membesar kembali setelah sebelumnya hampir mendekati 50% atau berimbang dengan capres sebelah, kini angka Share of Awareness Jokowi sudah mulai melebihi angka 60%. Begitu juga dengan grafik Share of Citizens yang merupakan representasi dari jumlah pengguna layanan di dunia maya mulai mendekati angka 60% setelah sebelumnya hampir berbagi angka 50%-50% dengan capres tetangga. Begitu juga dengan Media Trend khususnya di twitter, pembicaraan tentang Jokowi terus mengalami lonjakan. Tentu saja perubahan angka-angka tersebut menjadi menarik karena sebelumnya kecenderungan capres sebelah selalu naik sementara Jokowi terus menurun. 3. Analisis Tulisan 3: Peluang Pencapresan Jokowi162 Dalam tulisan ini, Kompasianer berinsial SR, menyodorkan pemikirannya terkait pencapresan Jokowi. Tulisan dibaca oleh 1533 hiter dan dikomentari oleh 32 orang Kompasianer lainnya serta 6 rating. Termasuk salah satu tulisan yang dibaca lebih dari 1000 orang di Kompasiana, dalam tulisan ini bagaimana penulis mencoba menganalisa dan memaparkan peluang calon kandidat presiden 2014. a. Tema Fantasi Tema fantasi dalam tulisan Kompasianer SR ini bisa kita baca pada tema besar yang dilayangkan penulis. Berikut ini kalimatnya: banyak suara berseliwueran Menyoal masuknya Jokowi dalam bursa capres 2014 banyak suara berseliweran menyoal masuknya Jokowi dalam bursa capres 2014, baik melalui sejumlah simulasi pemilu atau survei elektabilitas maupun pembicaraan para netizen di jagat virtual. Hal ini terbukti, di hampir semua survei elektabilitas, Jokowi selalu unggul. Bahkan, saat Jokowi dipasangkan dengan calon lain pun, pasangan Jokowi tetap diunggulkan. 162 http://politik.kompasiana.com/2013/10/09/peluang-pencapresan-jokowi-599944.html 132 Dalam tulisannya walaupun penulis bukan termasuk lingkaran partai namun mampu mengisyaratkan adanya peluang pencapresan Jokwi disertai data, fakta dan hasil survey elektabilitas. Menurutnya, faktor yang menadi peluang pencapresan Jokowi ada pada keinginan publik, retorika Jokowi dan restu partai. b. Symbolic Cue Symbolic cue dalam tulisan ini adalah : Jokowi sadar betul bahwa politik adalah Seni Kemungkinan. Penggalan kalimat tersebut dapat kita lihat dibawah ini: Tapi, sebagai figur politik, kita semua paham bahwa Jokowi bukan tokoh politik sembarangan. Semua tindak-tanduknya selalu membuka kemungkinan-kemungkinan, termasuk jawabannya pada awak media terkait bursa capres beberapa waktu lalu. Jokowi nampak sadar betul bahwa politik adalah seni kemungkinan, karena itu dia sangat berhati-hati memainkan retorika politiknya di hadapan media. Jawaban Jokowi pada penggalan wawancara di atas jelas masih membuka ruang atas pencapresan dirinya. Kata seni kemungkinan ini kompasianer SR seperti hendak menafsirkan bahwa Jokowi bisa saja menjadi calon Presiden, ditambah lagi penulis menyajikan data terkait wawancara langsung pihak media dengan Jokowi sehingga bisa membuka ruang penafsiran akan kemungkinan pencapresan Jokowi. Dibagian lain SR juga menggunakan simbol “Retorika Bersayap ” dengan maksud menunjukan apa yang menjadi peluang pencapresan Jokowi memang sudah terlihat dengan jawaban-jawaban Jokowi yang mengambang ketika ditanya seputar isu pencapresannya. Simak pernyataan Jokowi ini “Kalau wilayah politik, masalah politik, tanyakan ke DPP, tanyakan ke Ibu Mega.” Pernyataan ini bisa kita sebut sebagai retorika bersayap, yang membuak sejumlah kemungkinan politis. Kemungkinan pertama, Jokowi tak ingin disebut sebagai tokoh politik yang doyan loncat jabatan, ambisius akan jabatan tertentu, dan tak ingin membuat jawaban eksplisit atas 133 wacana pencapresan dirinya karena jawabannya berpotensi dipolitisasi lawan politik. Jawaban retoris, diplomatis, yang disuguhkan Jokowi memang sekilas menyiratkan apa adanya, namun sebenarnya mengandung makna bersayap dan multitafsir. Makanya, jangan heran, banyak rival politik yang mati-matian meminta Jokowi fokus pada Jakarta dan menyatakan secara eksplisit untuk tetap di tampuk DKI 1. Amin Rais yang berulang kali melakukan propaganda verbalistik, itu sebagai bukti ketidakpuasan atas sikap Jokowi yang masih 2 kaki, alias membuka peluang pencapresan dan menjaga lajunya di rel DKI. c. Tipe Fantasi Dalam tulisan ini tipe fantasi yang menonjol yaitu “Performa Impresif” penulis mengekspresikan bahwa Jokowi menuai banyak dukungan publik karena citra dirinya baik. Ini bisa kita temukan dalam kalimat berikut: Performa impresif yang ditunjukkan Jokowi selama ini, membuat citra dirinya terawat baik dan menuai dukungan publik. Tak jarang, publik yang semula kontra Jokowi, kini berbalik menyanjung ketulusan kinerjanya. Jokowi disukai publik karena dua hal: Pertama, kerja nyata. Kedua, taat konstitusi bukan taat konstituent. Tak heran, di tengah eskalatifnya isu bursa capres 2014, nama Jokowi sering digadang-gadang sebagai capres potensial. d. Saga Dalam tulisan ini, saga nampak pada kalimat berikut: pertimbangan penting, terutama di masa Jokowi yang banyak menyumbang insentif elektoral. Saga ini dimunculkan sebagai pergeseran partai PDIP yang cenderung sebagai opisisi pasca pemerintahan Megawati Soekarnoputri, kini bergerak masuk ke parlemen karena fakta elektabilitas parpol dan sosok Jokowi yang terus naik. Tradisi PDI-P selama ini selalu jadi oposisi di pemerintahan pasca masa presiden Megawati Soekarnoputri , namun tahun ini peta politik dan kalkulasi politik PDI-P bergeser. Melihat tren positif beberapa kadernya dalam dua tahun belakang, tentu matematika politik partai pun mulai dihitung. Salah satunya, berhitung peluang calon presiden 2014 yang akan diusung. Rakernas PDI-P pada 6-9 September kemarin, sudah memberi sinyal tersebut. Pencapresan 134 bukan hanya persoalan sosok yang bakal diusung namun momentum juga jadi pertimbangan penting, terutama di masa Jokowi yang banyak menyumbang insentif elektoral pada PDI-P. Tahun depan adalah waktunya PDI-P berhenti menjadi partai oposisi. Kenapa, karena kalau kita lihat sekarang, survei buat Pilpres, ya dengan rendah hati kita katakan, Mas Jokowi, Mbak Mega, surveinya sangat tinggi sekali. Sepanjang sejarah survei, baru sekarang ada dua calon presiden yang dari satu partai tinggi sekali surveinya,” uangkap politisi muda PDI-P Maruarar Sirait saat diwawancarai SCTV 4. Analisis Tulisan 4: Analisis Media, Siapakah Presiden Kita Berikutnya?163 Dalam tulisan ini yang diunggah 20 Juni 2014, Kompasianer berinsial DR, menyodorkan pemikirannya terkait tentang pemilihan presiden 2014. Tulisan dibaca 351 hiter dan dikomentari oleh 6 orang Kompasianer lainnya serta 2 rating. a. Tema Fantasi Tema fantasi dalam tulisan Kompasianer ini bisa kita baca pada kaliamt: Siapakah Presiden Kita Berikutnya? Kalimat tersebut dapat kita lihat dalam judul tulisan. Ide besar yang yang hendak didorong penulis adalah gambaran terhadap presiden berikutnya dengan menguatkan analisis media. Bagian ini pun mengajak para pembaca seakan analisis media kuat dalam meramalkan presiden berikutnya. b. Symbolic Cue Dalam tulisan DR, symbolic cue dapat kita amati dalam kalimat: Tsunami Pemberitaan. Bagian ini dapat kita baca dalam penggalan kalimat berikut ini: Nama Jokowi semakin melambung ketika Megawati sebagai Ketua Umum PDIP pada akhirnya memberikan mandat pencalonan Jokowi sebagai calon Presiden RI. Mandat ini menyebabkan terjadinya tsunami pemberitaan dan pembicaraan Jokowi sebagai 163 http://politik.kompasiana.com/2014/06/20/analisis-media-siapakah-presiden-kitaberikutnya-668011.html 135 presiden RI sangat kuat. Bahkan mengalahkan topik Jokowi lainnya seperti Banjir Jakarta, Blusukan, Pasar Tanah Abang, Monorail, dan segudang pemberitaan lainnya. Kata tsunami pemberitaan mempertegas bahwa media berduyun-duyun ramai memperbincangan soal pencapresan Jokowi yang dberi mandat oleh Megawati. Dibagian lain pun sepenggal kalimat berbentuk symbolic cue yaitu: Primadona Kampanye Setidaknya Surya Paloh, Win-HT dan ARB yang menjadi primadona kampanye dimasing-masing TV yang dimiliki sudah terbukti perolehan suaranya di Pemilu Legislatif lalu. c. Tipe Fantasi Dalam tulisan DR ini tipe fantasi yang digunakan adalah: Pemberitaan di Media Online terhadap masing-masing kandidat. Hal ini bisa kita temukan dalam kalimat: Jokowi dan Prabowo adalah contoh dimana efek berlanjut kampanye di media kerap dilakukan. Pemberitaan di Media Online terhadap masing-masing kandidat, membuka ruang diskusi terbuka yang berlanjut ke Facebook dan menjadi perdebatan hangat di Twitter. Hasilnya? Kubu Prabowo Hatta sukses meningkatkan tren popularitasnya, yang walaupun belum dapat mengalahkan, tetapi sudah dapat mendekati Joko Widodo dan Jusuf Kalla. d. Saga Dalam tulisan ini, saga bisa kita temukan dalam kalimat berikut: mengkerucut pada hanya pada dua poros pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden. Sebagaimana kita ketahui bahwa sebelum keputusam KPU dalam penetapan calon presiden dan wakil presiden, pengamat politik sempat menafsirkan hanya akan ada dua poros yang akan maju. 136 Perjalanan waktu pada akhirnya mengkerucut pada hanya pada dua poros pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden. Banyak pengamat menyakini sejak awal, bahwa pemilihan umum Presiden 2014 hanya akan diwakili oleh Joko Widodo dan Prabowo Subianto. Proses mencari pendamping Presiden pun mengarahkan Muhammad Jusuf Kalla sebagai Calon Wakil Presiden Joko Widodo dan Muhammad Hatta Rajasa sebagai Calon Wakil Presiden Prabowo Subianto. Pandangan beberapa pengamat politik yang menyatakan bahwa pemilihan umum Presiden 2014-2019 lebih merupakan pertarungan antara Jokowi dan Prabowo agaknya memang tepat. 5. Analisis Tulisan 5: Nuansa Bermusuhan di Kampanye Kotor164 Tulisan yang dibuat Kompasianer THM ini telah dibaca oleh 1390 Kompasianer dan 29 komentar serta 16 rating. Tulisan ini pun salah satu pembaca melebih 1000 kompasianer. Penulis memberi gambaran terkait pilpres 2014, dinama dinamika kampanye kotor yang terjadi pada masa kampanye. a. Tema Fantasi Tema fantasi yang ada pada tulisan THM ini yaitu: melihat lawan sebagai musuh bukan sebagai mitra tanding. Penggalan kalimat yang lengkap adalah: Pada sisi yang ekstrem, satu pihak lalu melakukan apa yang harihari ini terkenal dengan istilah kampanye hitam. (Saya sendiri lebih cenderung menyebut kampanye kotor atau kampanye tak beradab, karena istilah kampanye hitam bisa diartikan positif, yakni sebagai aksi membela hak-hak kaum berkulit hitam). Melihat lawan sebagai musuh, bukan sebagai mitra tanding, menyebabkan orang cenderung menggunakan kata-kata yang (maaf) kotor, menusuk hati, nggak pakai perasaan, dan bahkan - seperti saya tadi katakan tidak sopan dan tidak beradab. b. Symbolic Cue Dalam tulisan THM, banyak Symbolic cue dapat kita temukan antra lain kalimat: Capres boneka, penculik, pembunuh, kedoknya terbuka, tukan 164 659731.html http://politik.kompasiana.com/2014/06/20/nuansa-bermusuhan-di-kampanye-kotor-- 137 pencitraan dan jenderal stroke. Secara lengkap tulisan tersebut dapat kita baca dalam kutipan berikut ini: Sebut saja, istilah-istilah berikut: capres boneka, penculik, pembunuh, ‘kedoknya terbuka’, tukang pencitraan dll. Terakhir muncul istilah jenderal stroke! Semuanya menunjukkan suatu suasana hati dan pikiran yang cenderung ingin membunuh karakter lawan Pada pemilihan presiden 2014 ini banyak sekali istilah-istilah hadir terkait kampanye yang sedang berlangsung. Maka kompasianer ini mengungkapkan istilah tersebut dalam tulisannya. Di bagian lain, THM juga menggunakan beberapa simbol yang sama artinya dua sumbu, sumbu kiri, sumbu kanan, dua kubu. Pemilu presiden dengan mengonteskan dua calon ini adalah pengalaman baru, bagi banyak pihak. Dan, karena pada akhirnya harus ada yang menang dan kalah, maka upaya untuk memenangkan kontes tersebut menjadi sangat menegangkan karena semua energi ditarik hanya ke dua sumbu. Tidak ada sumbu alternatif. Sumbu kiri atau sumbu kanan. Atau dalam istilah yang sering dipakai jurnalis, ada dua kubu. Kubu No 1 dan Kubu No 2. c. Tipe Fantasi Dalam tulisan ini tipe fantasi yang menonjol adalah upaya penulis untuk mengekspresikan pesan: “kampanye kotor atau kampanye tak beradab” ini bisa kita temukan dalam kalimat berikut: Pada sisi yang ekstrem, satu pihak lalu melakukan apa yang harihari ini terkenal dengan istilah kampanye hitam. (Saya sendiri lebih cenderung menyebut kampanye kotor atau kampanye tak beradab, karena istilah kampanye hitam bisa diartikan positif, yakni sebagai aksi membela hak-hak kaum berkulit hitam). Terlihat dalam kalimat tersebut penulis cenderung low context artinya langsung menjadikan kalimat kampanye kotor atau kampanye tak beradab sebagai 138 penegasan dinamika kontestasi 2014 ini sudah diliputi rasa saling menghujat dan tak beradab. Penulis juga memberikan makna ganda bahwa kampanye hitam yang biasa kita tahu bisa menjadi makna positif d. Saga Yang menjadi tulisan saga, ada pada kalimat: harus menjadi bagian dari pembelajaran dan konsentrasi membangun negeri ini. Kita tahu bahwasannya dinamika kontestasi PILPRES 2014 sangat panas sehingga Kompasianer ini membuka wawasan dan mengajak para pembaca untuk membuka lebar-lebar demokrasi secara beradab dengan menjadi bagian dari pembelajaran. Pengalaman pertama dengan dua kontestan ini, dengan segala ketegangannya, bagaimanapun harus menjadi bagian dari pembelajaran. Sebagaimana carut-marut dalam mengembangkan demokrasi pada 10 tahun pertama alam reformasi juga menjadi bagian dari pembelajaran kita berdemokrasi secara beradab, rapi dan konstitusional. Kita tentu juga berharap bahwa nanti setelah 9 Juli, semua pihak kembali ke konsentrasi membangun negeri ini. Masing-masing memerankan peran pentingnya sesuai dengan kapasitasnya. Jangan malah membangun potensi permusuhan karena tidak menerima kekalahan. Kata konsentrasi membangun negeri. Artinya pesta demokrasi yang diselenggarakan 9 Juli 2014, THM mengisyaratkan dalam pelaksanaannya untuk tetap aman terkendali. Fenomena pertukaran pesan yang memunculkan kesadaran kelompok yang berimplikasi pada hadirnya makna, motif dan perasaan bersama. Artinya teori ini berusaha menerangkan bagaimana orang-orang secara kolektif membangun kesadaran simbolik bersama melalui suatu proses pertukaran pesan untuk bertindak bagi orang-orang atau kumpulan orang yang terlibat di dalamnya. 139 Karena interaksi terus menerus dilakukan maka ini berkaitan dengan Pemikiran Fisher juga berupaya menggambarkan dan menjelaskan komunikasi sebagai storytelling. Dalam pandangannya, storytelling bukanlah aktivitas sesaat, melainkan proses yang terus-menerus dimana kita merasakan dunia dan berkomunikasi satu sama lainnya, keuniversalan naratif ini mendorong Fisher untuk mengemukakan istilah homo narrans (mahluk pencerita) sebagai metafora untuk mendefinisikan kemanusiaan.165 Tabel 4. 26 Analisis Tulisan Konvergensi Simbolik di Kanal Kotak Suara 2014 Tema Fantasi Symbolic Cue Prabowo pemain sinetron ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· Gerakan sayang Jokowi stop bicara capres sebelah ï‚· Habitat lama Pelu menyoal masuknya Jokowi dalam bursa capres ï‚· Seni kemungkinan ï‚· Retorika bersayap 165 Sesuatu Pancaran wajah Bahasa tubuh keramahannya Tipe Fantasi Saga ï‚· Bermain Sinetron Pasti ini hasil arahan tim penasihatnya, agar bisa menunjukkan sikap humanisnya agar bisa menarik simpatik banyak orang. ï‚· Stop berbica ra tentang capres sebelah ï‚· Performa impresif ï‚· Capres pontensial kecenderungan capres sebelah selalu naik sementara Jokowi teru s menurun Gun Gun Heryanto, Dinamika Komunikasi Politik, h. 159 Menyumbang insentif elektoral 140 2014 Siapakah presiden berikutnya? Melihat lawan sebagai musuh ï‚· Tsunami pemberitaan ï‚· Primadona kampanye ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· Capres boneka Dua sumbu Dua kubu Sumbu kanan dan kiri ï‚· Tukang pencitraan ï‚· Jendral stroke ï‚· Pemberitaan di Media Online terhadap masing-masing kandidat ï‚· kampanye kotor atau kampanye tak beradab Mengkerucut hanya pada dua poros pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Harus menjadi bagian dari pembelajaran dan konsentrasi membangun negeri ini Dalam konteks pembahasan tentang konvergensi simbolik tentunya narasi memiliki peranan penting dalam mengurai kecenderungan dinamika perbincangan yang ada di kanal Kotak Suara 2014. Visi retoris Kompasianer dapat kita bagi menjadi 2 visi retoris yaitu: a) Masa kampanye CAPRES 2014 b) Hasil Lembaga Survey 6. Analisis Visi Retoris: Masa Kampanye CAPRES 2014 Pesan yang banyak digunakan dalam mengartikulasi visi retoris “masa kampanye CAPRES 2014” bisa kita identifikasi sebagai berikut: a. Dramatis Personae Yang banyak digunakan sebagai dramatis personae dalam perbincangan Kompasianer adalah: 1. Pencitraan 2. Kampanye kotor 141 Misalnya dramatis personae ini bisa kita temukan dalam kalimat yang diposting Kompasianer berinsial THM berikut: Pada sisi yang ekstrem, satu pihak lalu melakukan apa yang harihari ini terkenal dengan istilah kampanye hitam. (Saya sendiri lebih cenderung menyebut kampanye kotor atau kampanye tak beradab, karena istilah kampanye hitam bisa diartikan positif, yakni sebagai aksi membela hak-hak kaum berkulit hitam). Semua kalimat dramatise personae menjadi pemberian karakter para penulis atas dinamika pemilihan presiden 2014. Menjelang kontestasi kandidat dalam berbagai kesempatan para calon presiden melakukan kunjungan ke berbagai kawasan yang diharapkan menjadi basis massanya kelak. Tidak hanya permukiman penduduk, para Capres juga berkunjung ke sejumlah fasilitas umum yang menjadi tempat berkumpulnya masyarakat. Seperti, pasar-pasar tradisional, masjid dan tempat peribadatan lainnya, serta tempat-tempat lain yang terkadang sudah dipersiapkan oleh para tim pendukung. Berbagai aktifitas yang dilakukan para Capres di lapangan antara lain, menghadiri berbagai acara seremoni yang kebetulan secara bersamaan dilaksanakan, atau sengaja digelar dalam rangka kunjungan para Capres ini. Dalam kesempatan itu, tidak jarang para Capres mencoba menawarkan berbagai program kerja yang pro-rakyat dan berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Mereka juga mencoba untuk mendengarkan setiap keluhan dan permasalahan yang banyak dihadapi oleh warga masyarakat. Disamping kegiatan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat pemilih, para Capres juga aktif menjaga hubungan baik dengan berbagai lembaga terkait. Misalnya, organisasi kemasyarakatan (Ormas), lembaga swadaya masyarakat 142 (LSM), dan berbagai lembaga/insitusi lain, termasuk lembaga survei dan juga media massa, cetak, elektronik, dan media online. Di bulan Ramadhan tentu ini momentum untuk bersosialisasi dalam mendongkrak suara seperti dilansir media Republika online, Capres nomor urut 1 ini di akhir pekan masa kampanye mendatangi daerah Pekanbaru guna untuk kegiatan relegius seperti buka bersama, santunan anak yatim dan berkumpul dengan elit agama.166 Bahkan untuk tetap menjaga “citra positifnya” kandidat Capres ini sering pula mengajak awak media untuk melakukan peliputan. Tentunya, media yang bisa diajak kerjasama untuk membangun citranya di mata masyarakat, melalui publikasi dan pemberitaan yang positif. Dan bisa ditebak, alur pemberitaan yang ditulis media terhadap figur sang tokoh (Capres), menggambarkan kesemarakan acara dan penyambutan terhadap sang tokoh yang luar biasa Soal kampanye kotor sebagaimana kita tahu belum lama ini telah hadir Tabloid Obor Rakyat yang digadang-gadang sebagai produk jurnalistik, beragam kontroversi hadir karena memang Konten yang ditampilkan sangat tak beradab karena isinya menyudutkan calon presiden lain tentu ini dianggap sebagai kampanye kotor. Tak hanya itu, tabloid yang hampir sama sudah tersebar di Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara.167 166 Redaktur Mansyur Faqih, http://www.republika.co.id/berita/pemilu/menuju-ri1/14/07/03/n84q6c-ini-kegiatan-tim-prabowohatta-pada-pekan-terakhir-masa-kampanye diakses tanggal 03 Juli 2014 pukul 19:30 WIB 167 Redaktur Firman Hidayat http://pemilu.tempo.co/read/news/2014/07/02/269589770/Mirip-Obor-Rakyat-Martabat-Disebardi-Kaltim diakses tanggal 03 Juli 2014 pukul 19:30 WIB 143 b. Scene Scene merupakan detail lokasi simbolik dari tindakan. Setelah memberi karakter pada Kompasianer banyak menyebut seting lokasi simbolik antara lain: 1. Koalisi partai 2. Poros Prabowo 3. Kubu Jokowi Pernyatan ini bisa kita baca dari postingan tulisan Kompasianer berinisial DR: Pandangan beberapa pengamat politik yang menyatakan bahwa pemilihan umum Presiden 2014-2019 lebih merupakan pertarungan antara Jokowi dan Prabowo agaknya memang tepat. Pemantauan melalui sistem Evello memperlihatkan bahwa bergabungnya JK ke kubu Jokowi dan Hatta ke kubu Prabowo memang tidak terlalu berdampak signifikan memicu lonjakan pemberitaan dan pembicaraan di media online dan media sosial. Keberadaan JK dan Hatta Rajasa mulai berdampak terhadap popularitas masing-masing kandidat sering dengan mulai masifnya kedua kubu berkampanye. Sebagaimana kita ketahui pada pemilihan presiden 2014 memunculkan dua poros untuk berkontestasi menduduki kursi RI 1 yaitu poros Prabowo berasal dari partai Gerindra diikuti dengan partai yang lainnya PAN, PKS, PPP, PBB, Golkar dan Partai Demokrat dan Poros Jokowi berasal dari PDIP yang diikuti oleh PKB, Hanura dan Nasdem. Poros tersebut hadir lantaran keputusan penetapan Mahkamah Konstitusi tentang Presidential Threshold (Ambang Batas Pencalonan Presiden) memutuskan persyaratan untuk yang berhak mencapreskan seseorang yaitu 25 persen suara sah nasional atau 20 persen kursi DPR tentu ini memaksa 144 partai yang tidak memenuhi syarat tersebut harus mengambil langkah gabungan partai atau yang sering kita kenal koalisi partai Perolehan suara pada pemilihan legislatif yang diumumkan KPU pada bulan mei yang diikuti 15 partai dan 3 partai lokal maka menghasilkan tidak adanya partai yang mampu memenuhi persyaratan yang ditetapkan MK yaitu 25 persen suara sah nasioanal. Berikut perolehan suara dari KPU. Gambar 4.27 Hasil Perolehan Suara Legistlatif 18% 16% 14% Partai Nasdem PKB 12% 10% 8% 6% 4% 2% 0% PKS PDIP Golkar Gerindra PKPI PBB Hanura PPP PD PAN Gerindra Golkar PDIP PKS PKB Partai Nasdem PD PAN PPP Sumber: Peneliti mengelola data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjadi diagram Rekapitulasi dalam perolehan suara yang bersumber dari KPU yaitu Partai Nasdem 6.72 persen, PKB 9.04 persen, PKS 6.79 persen, PDIP 18.95 persen, Golkar 14.75 persen, Gerindra 11.81 persen, Partai Demokrat 10.19 persen, PAN 145 7.59 persen, PPP 6.53 persen, Hanura 5.26 persen, PBB 1.46 persen dan PKPI 0.91 persen.168 c. Plot Line Menggambarkan tindakan atau plot visi. Sebagaimana telah dipaparkan, bahwa ada dua penggambaran tindakan atau plot yang banyak digunakan oleh Kompasianer: 1. Membangun potensi permusuhan 2. Cenderung ingin membunuh karakter lawan Kalimat seperti ini bisa kita temukan dalam postingan Kompasianer berinsial THM sebagai berikut: Sebut saja, istilah-istilah berikut: capres boneka, penculik, pembunuh, ‘kedoknya terbuka’, tukang pencitraan dll. Terakhir muncul istilah jenderal stroke! Semuanya menunjukkan suatu suasana hati dan pikiran yang cenderung ingin membunuh karakter lawan Seperti yang dibahas sebelumnya bahwa dinamika kontestasi pemilihan presiden 2014 merupakan hal yang sangat berbeda dibandingkan sebelumnya. Pada kemunculan tabloid Obor Rakyat d. Sanctioning Agent Membenarkan penerimaan atas visi retoris, maksudnya dinamika yang terjadi pada pemilihan presiden antar kontestasi 2014 ini muncul penerimaan semacam apa yang ada dipersepsi khalayak. Ternyata secara umum sari sampel visi retoris ini ada dua yakni: 1. Konsentrasi membangun negeri 2. Harus menjadi bagian dari pembelajaran 168 Sumber ini langsung dari Komisi Pemilihan Umumn (KPU) yang diumumkan pada bulan Mei, http://www.kpu.go.id/index.php/persentasepartai diakses tanggal 03 Juli 2014 pukul 22:40 WIB 146 Contoh sancitioning agent ini bisa kita temukan dalam tulisan Kompasianer berinisial THM: Pengalaman pertama dengan dua kontestan ini, dengan segala ketegangannya, bagaimanapun harus menjadi bagian dari pembelajaran. Sebagaimana carut-marut dalam mengembangkan demokrasi pada 10 tahun pertama alam reformasi juga menjadi bagian dari pembelajaran kita berdemokrasi secara beradab, rapi dan konstitusional. Kita tentu juga berharap bahwa nanti setelah 9 Juli, semua pihak kembali ke konsentrasi membangun negeri ini. Masing-masing memerankan peran pentingnya sesuai dengan kapasitasnya. Jangan malah membangun potensi permusuhan karena tidak menerima kekalahan. Dinamika pemilihan presiden 2014 ini agak berbeda dengan pilpres sebelumnya karena terlihat kontestasi yang dua kubu ini semakin menegang sehingga terlihat bukan untuk membenah Indonesia lebih baik tetapi memfokuskan untuk menang pada kontestasi ini. Dinamika tersebut menjadi pembelajaaran untuk publik. 7. Analisis Visi Retoris 2: Hasil Lembaga Survey Terkait Pemilihan Presiden 2014 Pesan yang banyak digunakan dalam mengartikulasi visi retoris “Hasil Lembaga Survey Terkait Pemilihan Presiden 2014” bisa kita identifikasi sebagai berikut: a. Dramatis Personae Dalam hasil survey terkait pemilihan presiden 2014 Kompasianer cenderung memberi gambaran terkait lembaga survey adalah: 1. Popularitas 2. Elektabilitas 147 Jurang Prosentase yang tinggi, dalam tempo lima bulan, terutama menjelang akhir maret 2014 mulai tipis dengan turunnya popularitas pemberitaan dan pembicaraan mengenai Joko Widodo dan meningkatnya popularitas Prabowo Subianto. Kerja keras tim sukses masing-masing kandidat akan sangat menentukan di bulan Juni 2014 untuk merebut hati pemilih. Turun naiknya elektabilitas dan popularitas pada pilpres kali ini begitu menarik dikaji, pasalnya tercatat. Soal popularitas dan elektabilitas seperti PoliticalWave yang fokus memantau secara sistematis percakapan di media sosial berkiatan dengan pemilu . Gambar 4.31 Hasil Survey Politicalwave Sumber: Politicawave169 Dari data yang ditampilkan politicawave.com ini, terlihat share of awaraness Jokowi-Jusuf Kalla berada di posisi pertama dengan memperoleh 61,4% suara dari 15 ribu sampai 60 ribu total buzz. Di posisi kedua, PrabowoHata Rajasa 38,6%. Dilihat dari media trend pun begitu, Jokowi banyak dibincangkan publik twitter, ketimbang di facebook, blog atau forum. 169 Sumber ini diambil dari www.politicawave.com Senin, 07 Juli 2014 pukul 16:28 WIB 148 Gambar 4.32 Media Trend Politicawave Data yang diambil saat ini tanggal 4 Juli 2014 bahwa terlihat bahwa sekilas survey ini menampilkan dikehendak publik akan sosok Jokowi pada presdien 2014 mendatang. Soal popularitas dan elektabilitas hasil lembaga survey tidak luput dari pantauan KPU karena semua sudah diatur dalam undang-undang peraturan KPU nomor 32 tahun 2013 seperti yang dilansir di Viva News menyatakan survei atau jajak pendapat dan penghitungan cepat (quick count) merupakan salah satu bentuk partisipasi masyarakat. Gambar 4.33 Media Trend Politicawave 149 Oleh karena itu para lembaga survey wajib mentaati peraturan dengan mendaftrakan diri ke KPU dan memenuhi beberapa syarat agar terdaftar dan diakui olek KPU antara lain memiliki akte pendiri/badan hukum lembaga, susunanan kepengurusan, surat keterangan domisili dari kelurahan/pemerintahan setempat, pas foto berwarna lembaga 4X6 empat dan harus menandatangin surat pernyataan seperti para lembaga survey tidak melakukan keberpihakan yang mengutungan atau merugikan peserta pemilu, tidak mengganggu proses penyelenggaraan tahapan pemilu guna untuk meningkatan partisipasi masyarakat secara luas, juga mendorong terwujudnya suasana kondusif bagi penyelenggaraan pemilu yang aman damai tertib dan lancar .170 KPU juga mengatur Lembaga survey menggunakan metode penelitian ilmiah dan melaporkan metodologi pencuplikan data (sampling), sumber dana, jumlah responden, tanggal dan tempat pelaksaanan survet atau jajak pendapat dan hitung cepat. Selanjutnya KPU juga mengatur kegiatan riset lembaga survey terkait pemilu yaitu surevy tentang perilaku pemilih, tentang hasil pemilu, survey tentang kelmbagaan pemilu seperti partai politik, parlemen/legislatif dan pemerintahan selanjutnya survey tentang calon anggota DPR, DPD, DPRD Pronvinsi/kabupaten dll. b. Scene Misalnya kalimat Scene dapat kita temukan dalam tulisan Kompasianer yang berinisial SR sebagai berikut: 1. Bursa Capres Tapi, sebagai figur politik, kita semua paham bahwa Jokowi bukan tokoh politik sembarangan. Semua tindak-tanduknya selalu 170 Reporter Muhammad Adam, Syahrul Ansyari M.news.viva.co.id/news/read/475792-inisyarat-pendaftaran-lembaga-surevi-ke-kpu diakses tanggal 07 Juli 2014 pukul 12:52 WIB 150 membuka kemungkinan-kemungkinan, termasuk jawabannya pada awak media terkait bursa capres beberapa waktu lalu. Jokowi nampak sadar betul bahwa politik adalah seni kemungkinan, karena itu dia sangat berhati-hati memainkan retorika politiknya di hadapan media. Jawaban Jokowi pada penggalan wawancara di atas jelas masih membuka ruang atas pencapresan dirinya. Pada fase bursa capres, banyak nama bermunculan dari hasil survey. Namun tidak setiap nama kemudian direstui partai atau disukai public secara meluas. Hanya Jokowi yang konsisten dan sering digadang-gadang masuk dalam bursa capres 2014 oleh media dan lembaga survei. c. Plot Line Menggambarkan tindakan atau plot visi. Sebagaimana telah dipaparkan, bahwa ada penggambaran tindakan atau plot yang banyak digunakan oleh Kompasianer: 1. Mulai Fokus Berikut Plot Line yang bisa kita temukan dalam tulisan Kompasianer berinisial SP: Hal ini menunjukkan para netizens mulai fokus hanya membicarakan Jokowi dan mulai meninggalkan capres sebelah. Saat elektabilitas Jokowi menurun para penggemarnya pun semakin fokus dalam menyuarakan tentang Jokowi. Data yang dilansir Kompasiana pertanggal 18 Juni 2014, suara jokowi menurun drastis dalam polling capres di Kompasiana dari 50 persen suara menjadi 38.26 persen. Selanjutnya, berangsur sampai tanggal 8 Juli, elektabilitas Jokowi merangkak naik menjadi 43.81 persen suara. 151 d. Sanctioning Agent Membenarkan penerimaan atas visi retoris, maksudnya hasil lembaga survey pada pemilihan presiden 2014 ini muncul penerimaan semacam apa yang ada dipersepsi khalayak. Ternyata secara umum sari sampel visi retoris ini ada yakni: 1. Memperlihatkan kecenderungan peningkatan popularitas Contoh sancitioning agent ini bisa kita temukan dalam tulisan Kompasianer berinisial DR: Grafik Tren memperlihatkan kecenderungan peningkatan popularitas Prabowo Subianto dari bulan Januari sampai dengan Mei 2014. Sementara Joko Widodo memiliki kecenderungan turun.Jika tren ini berlanjut, bukan tidak mungkin sampai dengan akhir Juni 2014 Prabowo Subianto dapat mengungguli Joko Widodo menjelang dilakukan putaran Pemilihan Presiden, 9 Juli 2014. Diakui memang bahwa para Kompasianer menyetujui pengingkatan popularitas sang Prabowo di berbagai hasil lembaga survey. Di Kompasiana sendiri, elektabilitas Prabowo juga meningkat dari 35 persen menjadi 59.11 persen dari tanggal 13 Juni-18 Juni 2014. Meski menjelang persentase suara Jokowi meningkat di Kompasiana namun tidak melebihi elektabilitas Prabowo yang bertahan di angka 54.7 persen suara. 152 Tabel 4.35 5 Sample Visi Retoris Visi Retoris Dramatis Personae Scene Plot Line Sanctioning Agent Masa Kampanye ï‚· Pencitraan ï‚· Koalisi Partai CAPRES 2014 ï‚· Kampanye Kotor ï‚· Koalisi Prabowo potensi membangun ï‚· Poros Jokowi pembangunan negeri ï‚· Membangun ï‚· Cenderung ingin Hasil lembaga survey ï‚· Popularitas ï‚· Bursa Capres ï‚· ï‚· Konsentrasi Harus Menjadi membunuh bagian karakter lawan pembelajaran ï‚· Mulai Fokus ï‚· Memperlihatkan kecenderungan ï‚· elektabilitas peningkatan popularitas 1 153 Jika peneliti kaji dari tabel tersebut bisa dilihat jelas bahwa gambaran keseluruhan dalam perbincangan dan kegiatan di kanal Kotak Suara 2014 tidak lepas dari hal-hal di atas dan tentu narasi memiliki peran penting dalam mengurai atau membangun kecenderungan dinamika perbincangan yang ada di kanal Kotak Suara 2014. Bisa dilihat seperti visi retoris, dramatis persoane, scene, plotline dan sanksi agen hal tersebut merupakan unsur-unsur penting membangun struktur pesan. 1 154 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Kompasiana adalah media sosial berbasis citizen journalism sudah menunjukan identitas yang signifikan yaitu sebagai komunitas pengontrol terhadap hiruk pikuk menjelang pemilihan presiden 2014, interaksinya pun begitu cair karena tidak ada zona prosemik yang digagas oleh Edward Hall. Tulisan yang masuk perhari dalam kanal Kotak Suara 2014 mencapai 300-500 tulisan dan secara umum tulisan yang masuk di Kompasiana mencapai 800-1000 tulisan perhari, tidak lupa juga Kompasiana melakukan literasi media. Literasi politik ada tiga tahapan yaitu: Pertama, Kompasianer memberikan edukasi dengan aktivitas online dan aktivitas offline seperti Modis (monthly Discussion). Kedua, dari pengetahuan yang didapat biasanya Kompasianer menulis dengan seputar pemilu yang diadakan oleh Kompasiana. Ketiga, sikap yang ditunjukan oleh Kompasianer tertuang didalam rubrik yang disediakan dalam kanal Kotak Suara 2014 seperti rubrik Polling dan Pro Kontra 2. Pesan-pesan literasi politik dalam kanal Kotak Suara 2014 mengacu pada tipologi netizen yaitu disseminator banyak melahirkan gagasan dan ideologi seputar pemilu, publisist Kompasiana merupakan salah satu alat untuk melakukan publisitas elit politik atau lembaga yang mempunyai kepentingan seperti caleg, capres, timses dan partai, propagandist 154 155 tipologi yang sensitif dan hactivist yang biasanya datang pada acaraacara tertentu. Selanjutnya dari lima sample tulisan Kompasianer peneliti meneliti, menelaah, mengolaborasikan dan menganalisis bahwa adanya proses konvergensi simbolik, dimana Kompasianer berbagai interaksi, visi retoris dan saling berdiskusi sehingga memunculkan kesadaran Kompasianer pada pemilihan presiden 2014 B. Saran a. Saran Akademis Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperkuat khasanah keilmuan komunikasi politik dengan pendekatan literasi politik bagi civitas akademika Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta b. Saran Praktisi Dalam pengelolaan, konten Kompasiana harusnya lebih masif membahas secara terus-menerus dan memberikan wacana seputar isu-isu politik agar proses literasi politik makin efektif. Seperti konten wacana untuk diskusi di dunia virtual 156 DAFTAR PUSTAKA Sumber Buku Abugaza, Anwar. Social Media Gerak Massa Tanpa Lembaga, Jakarta: PT. Tali Writing& Publishing House, 2013 Anttiroiko, Ari Veikko Anttiroiko & Mati Malkia. Encylopedia of Digital Government, USA: Idea Group Reference. Bakti, Andi Faisal, dkk, Literasi Politik dan Konsolidasi Demokrasi, 2012 Briggs, Asa, & Petter Burke, Sejarah Sosial Media Dari Gutenberg Sampai Internet, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2000 Bungin, Burhan. Sosiologi Komunikasi, Jakarta: Prenada Media Group, 2011. Burhanuddin, Tb Ace Hasan Syadzily, Civil Society& Demokrasi Survey Tentang Partisipasi Sosial-Politik Warga Jakarta, Ciputat: Incis, 2003. Budiarjo, Miriam, Dasar-dasar Ilmu Politik, Edisi Revisi Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008. Blossom, Jhon, Content Nation: Survivng and Thriving as Social Media Changes Our Work, Our Lives and Our Future, USA: Wiley Publishing, 2009. Cragan, Jhon F, Understanding Communication Theory: the Communicative Forces for Human Actions, (Needham Heights: a Viacom Company, 1998 Denzin, Norman K, Lincoln, Yvonna S, Handbook of Qualitative Research, Dariyanto dkk.Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009 Fidler, Roger, Mediamorfosis, Yogyakarta: Bentang Budaya, 2003 Hill, David & Krishna Sen. Media, Culture and Politics in Indonesia, (South Melbourne: Oxford University Press, 2007. Hill, David T & Krishan Sen. The Internet in Indonesia New Democracy, London: Routlegde, 2005 Hartley, Jhon. Communcation Cultural, & Media Studies, Yogjakarta: Jalasutra, 2010. Heryanto, Gun Gun & Shulhan Rumaru. Komunikasi Politik Sebuah Pengantar, Jakarta: Ghalia, 2013. 156 157 Heryanto, Gun Gun, Dinamika Komunikasi Politik, Jakarta: PT. Lasswell Visitama, 2011 Hidayati, Nurul, Metodologi Penelitian Dakwah dengan Pendekatan Kualitatif, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006. Kyong Chun, Wendy Hui & Thomas Keenan. New Media Old Media A History and Theory Reader, NewYork: Routledge, 2006. Keraf, Gorys, Argumen dan Narasi, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004. Kriyantono, Rachmat, Tekhnik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010. Komisi Penyiaran Indonesia, Panduan Sosialisasi Lietasi Media Televisi, 2011 McQuail. Mass Communication Theory: 16 Edition, Sage Publication: 2010. Milles, Matthew dan Huberman, Qualitative Data Analysis, London: Sage Publication, diterjemahkan oleh Tjetjep Rohendi Rohidi, Jakarta, Universitas Indonesia Press. 1984 Muis, Andi Abdul. Indonesia di Era Dunia Maya, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001. M Andreans, Kaplan, dan Michael Haenlein. User of the Word, Unite! The Challengesand Opportunities of Social Media, Business Horizons: 2010 Mayfield, Anthony, dan Michael A stelzner. What is Social Media Includes Annual Marketing Report, T. Tp: Penerbit iCrossing, 2008 Mulyana, Deddy, Komunikasi Politik Politik Komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013 Mulyana, Deddy, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Rosdakarya, 2007 Bandung: PT. Remaja McClosky, Herber. Political Participation International Encyclopedia of The Sosial Sciences, Edisi ke-2, New York: The Macmilan Company, 1972. Moeleng, Lexy J, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1993. John W. Creswell, Reserach Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches-3 rd ed, California: SAGE Publications Inc, 2009. Mas’oed, Mohtar & Colin MacAndrews. Perbandingan Sistem Politik, Yogjakarta: Gajah Mada University Press, 1995. 158 Nurudin, Komunikasi Propaganda, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002 Nimmo, Dan. Komunikasi Politik Komunikator, Pesan, dan Media, Bandung: Remaja Rosda Karya, Nasrullah, Rulli, Cyber Media, Yogjakarta: CV. Idea Sejahtera, 2013 Nasrullah, Rulli. Komunikasi AntarBudaya di Era Budaya Siber, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012. Nugraha, Pepih. Ctizen Journalism Pandangan, Pemahaman dan Pengalaman, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2012. Puntoadi, Danis. Menciptakan Penjualan Melalu Social Media, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2011. Potter, W. James, Media Literacy, Thousand Oaks: Sage Publications, Pilliang, Yasraf Amir. Dunia yang Dilipat Tamasya Melampaui Batas-batas Kebudayaan, Yogjakarta: Jalasutra, 2004. Richard West & Lynn H. Turner, Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi, Jakarta: Salemba Humanika, 2008. Sols & Breakendridge. Putting the Public Back in Public Relations: How Social Media is Reinventing teh Agging Business of PR. New Jersey: Pearson Education, 2009. Subiakto, Henry & Rachmah Ida, Komunikasi Politik, Media & Demokrasi, Jakarta: Kencana, 2012. Subakti, Ramlan. Memahami Ilmu Politik, Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 1992. Severin, Werner J, Severin & Janes W. Tankard, Jr, Teori Komunikasi Sejarah, Metode, dan Terapan di dalam Media Massa, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009. Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, Cetakan Ketiga, 2003. Wardhani, Diah & Afdal Makkuraga Putra, Repotition of Communication in the Dynamic of Convergence Reposisi Komunikasi dalam Dinamika Konvergensi, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012. Sumber Internet 159 Artikel Gun Gun Heryanto pada Sindo News http://nasional.sindonews.com/read/657437/18/etika-lembaga-survei. Artikel ini diakses tanggal 15 Agustus 2014 pukul 23:00 WIB Artikel Kompasianer berinsial DT “Ternyata Prabowo Pemain Sinetron” http://politik.kompasiana.com/2014/06/16/ternyata-prabowo-pemainpemain-sinetron-juga-658993.html Artikel Kompasianer berinisial SP “Dahsyatnya Gerakan Sayang Jokowi Stop Bicara Capres Sebelah” http://politik.kompasiana.com/2014/06/22/dahsyatnya-gerakan-sayangjokowi-stop-bicara-capres-sebelah-660060.html Artikel Kompasianer berinisial SR “Peluang Pencapresan Jokowi” http://politik.kompasiana.com/2013/10/09/peluang-pencapresan-jokowi599944.html Artikel Kompasianer berinsial DR “Analisis Media, Siapakah Presiden Kita Berikutnya” http://politik.kompasiana.com/2014/06/20/analisis-mediasiapakah-presiden-kita-berikutnya-668011.html Artikel Kompasianer berinsial THM “Nuansa Bermusuhan di Kampanye Kotor” http://politik.kompasiana.com/2014/06/20/nuansa-bermusuhan-dikampanye-kotor--659731.html Berita Online di Republika Online “Kegiatan Tim Prabowo Pada Pekan Teakhir Masa Kampanye” dengan Redaktur Mansyur Faqih diakses tanggal 03 Juli 2014 pukul 19:30 WIB http://www.republika.co.id/berita/pemilu/menuju-ri1/14/07/03/n84q6c-ini-kegiatan-tim-prabowohatta-pada-pekan-terakhirmasa-kampanye Berita Online di Viva News, Ini Persyaratan Pendaftaran Lembaga Survei ke KPU dengan Reporter Muhammad Adam, Syahrul Ansyari yang diakses tanggal 07 Juli 2014 pukul 12:52 WIB M.news.viva.co.id/news/read/475792-ini-syarat-pendaftaran-lembagasurevi-ke-kpu Berita Online di Tempo Online “Mirip Obor Rakyat Martabat Disebar di Kaltim” yang Redaktur Firman Hidayat yang diakses tanggal 03 Juli 2014 pukul 19:30 WIB, http://pemilu.tempo.co/read/news/2014/07/02/269589770/Mirip-OborRakyat-Martabat-Disebar-di-Kaltim Hasil survey terkait Pilpres 2014, www.politicawave.com Senin, 07 Juli 2014 pukul 16:28 WIB 160 Hasil survey menjelang pemilihan presiden (PILPRES) 2014 dan hasil quick count Lembaga Survey Indonesia dengan alamat http://lsi.co.id/lsi/2014/07/10/jokowi-jk-pemenang-pemilu-presiden-versiquick-count/ diakses tanggal 15 Agustus 2014 pukul 22:30 WIB Keputusan KPU yang diumumkan pada bulan 22 Mei 2014, diakses tanggal 03 Juli 2014 pukul 22:40 WIB http://www.kpu.go.id/index.php/persentasepartai Peringkat Top Sites http://www.alexa.com/topsites/countries;1/ID Minggu, 22 Juni 2014 pukul 22:30 WIB diakse pada Sumber data tersebut diakses dari www.socialbakers.com, pada hari Kamis, 27 Maret 2014, pukul 22:47 WIB Sumber Dokumen Disertasi Gun Gun Heryanto, Doktor lulusan Universitas Padjajaran (UNPAD) Bandung, Jurusan Ilmu Komunikasi Prodi Komunikasi Politik, dengan judul Konvergensi Simbolik di Komunitas Virtual: Studi pada Ruang Publik Baru dalam Komunikasi Politik di Situs Jejaring Sosial dan Weblog Interaktif Era Pemerintahan SBY-Boediono dalam Kasus Century, Disertasi ini disahkan tahun 2013. Skripsi Akmal Fauzi, mahasiswa UIN Jakarta, Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, dengan judul Pemanfaatan Media Sosial Dalam Survei Politicawave Pada Pilkada DKI jakarta 2012, skripsi ini disahkan tahun 2013. Lampiran-lampiran Foto I Peneliti dengan Narasumber Pepih Nugraha Selaku Redaktur Kompas.com II Peneliti dengan Narasumber Iskandar Zulkarnaen selaku Editor Kompasiana III Peneliti dengan Narasumber Shulhan Rumaru Selaku Staf Admin Kompasiana Transkip Wawancara Tahap 1 Judul Skripsi : Literasi Politik Jelang Pemilhan Presiden (PILPRES) 2014 di Media Sosial Kompasiana Nama : Pepih Nugraha Jabatan : Redaktur Pelaksana Kompas.com sekaligus Pendiri Kompasiana Tempat : Gedung Kompas Gramedia, Unit II Lt. 6 Jl. Palmerah Barat No. 22-28, Jakarta 10270 Waktu : Selasa, 08 April 2014/ 14:00-14:30 WIB T: Saya baca di buku Kompasiana Etalase Warga Biasa, disebutkan kompasiana itu awalnya dari blog internal wartawan kompas. Bisa diceritakan sejarahnya, mungkin ada info menarik lain yang tak sempat diulas dalam buku? J: Yah.. info pentingnya bahwa sejak awal memang bikin blog itu dalam hal ini Kompas (Kompas.com), bikin blog ini untuk menampung tulisan-tulisan wartawan, wartawan Kompas khususnya, makanya kita sebut Jurnalis Blog. Ya kan, Jurnalis Net, Jurnalis Blog lah istilahnya, jadi yang saya bayangkan waktu itu adalah sebuah blog bersama isinya itu adalah selain wartawan yang menulis juga ada orang yang diundang untuk menulis yang disebut blogger tamu ya guest blog dan satu lagi sebenarnya platform untuk seleb blog gitu ya. Artinya saya beranggapan waktu itu wah...mungkin kalo artis, selebritis ngblog bakal banyak orang yang masuk ke kita, ya ternyata semua itu tidak kemudian ikut menarik perhatian kalo mau dibilang begitu tapi hustru yang disini menarik perhatian warga masyarakat pembaca karena Kompasiana itu milik Kompas. Kepemilikan atau nama itu sangat berpengaruh mungkin juga, saya boleh mengatakan bahwa Kompasiana tidak akan sebesar ini kalo dibelakangnya tidak ada nama Kompas gitu. Memang pada kenyataanya yang saya temukan dilapangan adalah bahwa semangatnya wartawan Kompas paling hanya sekedar tiga bulan aja. Ya kan... hangat hangat tai ayam, jadi saya juga tidak menyalahkan mereka karena saya juga adalah bagian dari mereka. Kita bisa merasakan penatnya mereka dan mungkin fashion mereka tidak seperti itu, mereka nulisnya nulis resmi sementara mungkin mereka jarang menulis catatan harian atau bahkan ngblog gitu ya, sementara saya berpikir jangan-jangan mereka ikut menjadi Kompasiana dulu dan mau menulis mungkin juga karena kasihan aja ama saya. Saya bekerja sendiri dari pada tidak ada yang menemani gitu, akhirnya mereka menyatakan meniatkan diri untuk nulis dan memang ada beberapa diantara mereka menulis lalu kemudian mendapatkan respon positif di mata pembaca. Tetapi itu tadi ketika mereka sudah tidak menulis lagi lalu guest blogger juga jarang-jarang hanya beberapa aja. Saya menyebut beberapa contoh misalnya hmm...pak Cecep Hakim sudah mulai lalu kemudian di sisi lain orang-orang terkenal seperti mas Budi Putra yang saya masukan sebagai guest Blog dan Pamantio juga saya masukan sebagai guest blog itu, mereka tidak menulis lagi lalu pada akhirnya di timeline itu cuma muncul nama Pepih Nugraha jadi sehingga saya diledek ini jangan-jangan Pepihsana, lalu kan saya ditugaskan oleh Kompas Print untuk bekerja di Kompas.com dan itu sudah biasa ditempat kami tuh dan lalu di Kompas.com itu saya ditantang untuk bikin sebuah sosial media dan yang kepikir adalah membuat sebuah blog. Tadinya betul-betul blog karena adalah saya ini adalah juga blogger yang saya sudah mulai sejak tahun 2005-2006an gitu, ketika para wartawan belum tahu caranya ngeblog saya sudah lebih dulu tahu ngeblog maksudnya wartawan Kompas. Mungkin saya adalah wartawan Kompas pertama kali ngeblog di situ dan saya baca buku di luar we media itu kira-kira tahun 2005 ya, habis itu saya terinsipirasi oh ya saya harus coba, ini barang baru ngeblog itu lah. Saya ini wartawan profesional tetapi saya tidak ada lah salahnya sebagai pribadi saya juga bisa ngeblog menulis gitu kan, tidak semua apa yang ingin saya tulis bisa muncul di Kompas tapi bisa juga kalo saya punya angan-angan, punya opini, punya puisi, boleh juga dong saya tulis suatu tempat yang tentu namanya blog. Lalu dari situ saya mengembangkannya sebagai blog sosial. Nah...ketika pada saat muncul Pepihsiana itu saya tidak mau dong Kompasiana yang saya bangun mati ditengah jalan artinya layu sebelum berkembang, atau mati sebelum dewasa bahkan sebelum jadi anak-anak. Lalu karena saya berjejaring ada yang beberapa mengusulkan antara lain Prayitno Ramlan itu saya sebut ya “kang coba dibuka saja gitu untuk umum” di saat saya memang kelimpungan waktu itu dan saya bilang waktu itu saya sudah punya pikiran untuk itu bahkan agentnya pun sudah kami siapkan, cuma tinggal nunggu dari pimpinan aja gitu untuk membuka kran Kompasiana ini sebagai blog publik gitu ya. Hmm...lalu dari situ juga sebelumnya pernah coba, uji coba sebelumnya yang apa yang saya sebut sebagai gelar komentar. Gelar komentar itu adalah komentar warga yang mengomentari tulisan saya misalnya, tulisan wartawan atau tulisan Kompasianer yang wartawan yang muncul di Kompasiana, itu sebenarnya, satu komentar tuh bisa panjang gitu ya. Saya pikir ini kan satu tulisan gitu ya, bisa jadi satu tulisan terbit dan beda dengan apa yang dikomentari atau dengan sisi lain yang dia komentari dari sudut yang berbeda gitu, itu satu hal yang sama. Lalu saya kemudian coba bikin akun hm,, akun waktu itu Opini Publik, akunnya Opini Publik namanya, maksud saya ingin menampung gelar komentar ini jadi setiap komentar yang panjang, bagus, ekslusif, lalu kemudian mencerahkan, dan menambah wawasan, serta memperkuat tulisan yang dia komentari. Saya coba untuk kemudian bikin kan akunnya yang namanya Opini Publik dan saya taro di situ, saya kasih judul lalu kemudian penulisnya adalah saya tulis dibagian atasnya, misalnya oleh Prayitno Ramlan tapi akunnya adalah Opini Publik karena itu belum dibuka, sebenarnya sudah dicoba sejak awal dan yang saya liat ternyata tulisan mereka tidak kalah menarik dari sisi pembaca gitu loh, ternyata pembaca juga banyak yang menulis dan bahkan mengomentari komentar panjang itu gitu. Saya bilang, ini kan satu hal yang saya pikir menarik yah...itu. Sejak awal, saya sudah berpikiran untuk membuka kran itu. Kran itu dibuka ketika ada kasus dimana yang nulis cuma saya doang kan “ga lucu dong ini blogger keroyokan masa yang nulis cuma saya aja gitu.” Kalau saya tetap menulis karena saya harus menjaga Kompasiana jangan sampai layu sebelum berkembang atau mati sebelum jadi anak-anak. Ya...akhirnya pada tanggal eh...satu tahun kemudianlah atau sorry...sorry 6 bulan kemudian ya, gak sampe 1 tahun, Kompasiana mulai membuka kran ke publik. Jadi inget betul mei itu kita baru uji coba untuk mengonlinekan Kompasiana mei 2008 gitu ya. Baru pada tanggal 22 Oktober itu peresmian dimana Kompasiana itu lepas dari versi betanya dan sudah betul-betul merupakan Kompasiana, tapi waktu itu masih belum dibuka kran dan tidak lama setelah itu kita sudah buka kran jadi bebas buat siapapun. Bahkan pada kopdar (kopi darat) pertama itu pada bulan April sekitar tanggal pertengahan April 2009 itu masih pada kopdar pertama itu masih apa namanya orang-orang itu masih merasakan Kompasiana baru dibukanya sebagai publik jadi rame, kalo gak gitu gak kan banyak orang masuk seperti itu lah. Setelah dibuka malah tidak bisa terbendung. Alhasil, minat warga untuk menulis tuh luar biasa banyak bahkan melebihi wartawan sendiri dari ibu-ibu, mahasiswa, anak-anak sekolah, itu ternyata mereka demen nulis gitu karena mereka punya wadahnya yaitu Kompasiana. Dan usia Kompasiana 6 tahun. Kita dulu melakukan moderasi jadi semua tulisan yang masuk tidak kita tayangkan dulu kita tahan dulu baru setelah tidak menyinggung SARA kita munculkan, sekarang kan liat di Facebook atau di twitter menulis bisa langsung ditayangkan gitu, tapi ini bisa menyimpan bahaya juga, nyimpan bahayanya adalah orang masuk lewat postingan SARA, atau orang yang judi, yang ngeseks, dan kalo tidak di filter maka akan terjadi kecolongan gitu seperti kasus kemarin. Sehingga ke depan orang yang masuk Kompasiana kita akan lakukan moderasi, orang yang baru mah harus diperiksa dulu sebelum ditayangkan, coba kalo orang-orang yang lama yang dibiarkan status seperti sekarang ini gitu. T: Bagaimana Kompasiana bisa eraih beberapa penghargaan bergengsi tingkat Asia di usia yang masih balita (penghargaan Asian Digital Media Awards (ADMA) 2010? J: Itu kan tahun 2010, berarti baru 2 tahun, kan sebenarnya pada saat itu dibilang saingan kita banyak ada Ocnis dari Thailand, Stomer dari Singapore, ada juga Ohmynews dari Korea, ada No Public dari Kanada, dan masih banyak lagi sebenaranya. Mereka yang mengirimkan, dammy, mengirimkan linknya dan mengirimkan tentang propose kompasianif tuh apa tapi kan yang menjadikan kejutan bagi kita bahwa Kompasiana di usianya yang ke-2 tuh udah langsung meraih penghargaan perak se-Asia gitu ya, dan itu sampe sekarang pun Kompasiana belum lagi meraih gelar apapun tetapi kendati kita tetap ikut, apa namanya lomba-lomba tersebut artinya itu kan penghargaan yang bergengsi di tingkat Asia Pasifik. T: Tapi menurut saya sih emang luar biasa sekali Kompasiana, di umurnya yang masih balita baru 2 tahun langsung mendapatkan penghargaan bergensi. J: Waktu itu ada Marketirs juga dapet, ada pesta blogger apalagi beberapa kali gitu bahwa kita ini dianggap sebagai pelopor gitu. karena memang melihat lawanlawan pesaing-pesaing kita lah bahwa saya tuh pernah be smart artian dalam meniru bukan meniru sih, melihat kelebihan dan kekurangan blog lain seperti misalnya Panying Blog. Panying Blog tuh sama seperti Kompasiana tapi dia lokal di Makassar, kelebihannya apa kekurangannya apa saya pelajari sehingga pada saat itu Panying tuh pada tahun 2008 saat Kompasiana berdiri itu masih ada eksis. Beliau berdiri tahun 2006, 2 tahun lebih awal artinya sebagai pelopor di Indonesia ya dari tapi kemudian mati lalu kenapa mati kan saya pelajari, ada juga Ohmynews kenapa dia tumbuh lalu kemudian menjadi turun saya pelajari juga. Justru sekarang yang lagi gonjang-ganjing di Singapore. Di Singapore ada Stom orangnya disebut Stomer, ada keinginan warga disana untuk menutup Stom, karena sering membuat Hoks tulisan-tulisan yang tidak bisa dipercaya terutama foto-foto gitu kan, mereka bikin petisi yang kemudian didukung oleh ribuan warga Singapura yang menghendaki Stom ditutup. Nah,, Kita kan tidak mau dong seperti itu ya kan, kita terus dan marsing. Gimana caranya oh, berarti itu kan persoalan konten, masyarakat ingin konten yang kredibel, jadi kita memang harus urus konten itu, tidak kasar bahwa mungkin nanti tidak ada orang yang rame disitu, ya,, ga papa, kalo mau yang cari keramean, cari keramean aja mungkin kaskus lebih rame mungkin platformnya bukan menulis tapi dia kan forum tukar menukar link, dapet informasi dari media mana cemplungin aja kesana banyak dikomentari tapi kalo Kompasiana memang ketat memang harus untuk menulis platform kita menulis. T: Di tahun politik ini, apa yang sudah dilakukan Kompasiana dalam merayakan pesta demokrasi Pemilu 2014? Tentu yang sesuai dengan model media Kompasiana. J: Ya, kita menampung tulisan warga berkaitan dengan kegiatan pesta demokrasi lima tahunan ini misalnya kita secara sengaja dan secara setting kita bikin yang namanya Kotaksuara di Kompasiana itu adalah microsite boleh dibilang anak dari sebuah situs gitu memang dia punya subdom sendiri, halaman sendiri apa namanya Kotaksuara. lalu disana setiap orang kalo mau menulis tentang Pileg, Pilpres dan Serba Serbi, Pemilu ada di situ. Di situ artinya apa? artinya kita bisa mewadahi mereka dan memang ingin melaporkan kegiatan-kegiatan seputar pemilu begitu, mereka mau mempromosikan calegnya, atau jagoan presiden silahkan tetapi tidak menjelek-jelekkan orang lain itu kita jaga. T: Bagaimana respon kompasianer sendiri terhadap kanal ini/ kotaksuara? J: Buktinya tidak pernah sepi kan alurnya masih jalan lalu kemudian banyak halhal yang baru di sana dan mereka punya kepentingan seperti lazimnya pada tahun 2009, kita punya, dapet momentum dari PILEG dan PILPRES itu sehingga Kompasiana naik menjadi luar biasa ya... peringkatnya waktu itu mungkin dari 400-an menjadi langsung 250-anlah peringkat, sekarang sih berharap dari 30 sampe menjadi 25-an peringkatnya setelah PILEG dan PILPRES selalu ada harapan untuk pesta demokrasi lima tahunan ini. T: Sebenarnya apa tujuan dibuatnya kanal Kotasuara tersebut? J: Pertama, karena memang kita a wear dan menyambut pesta lima tahunan ini kenapa tidak gitu , kalo kita tidak menyambut atau menyatakan bisnis gitu, pesta demokrasi tidak akan kita buatkan microsite, tidak akan kita buatkan Kotaksuara, yah...cukup berita yang mengalir biasa-biasa saja. Justru karena europia masyarakat untuk menulis mengenai kegiatan pemilu itu, maka kita bikinkanlah sebuah wadah gitu ya,, wadah dimana di situ kan ada sub rubrik yang namanya Pilpres, orang cerita tentang sebuah Pilpres, ada juga Pileg dan Serba-serbi begitu ya. Nah,, di situ boleh menulis apapun kegiatan, kejadian mengenai sekitar Pemilu tahun 2014 ini gitu. T: Biasanya Kompasianer melakukan aktivitas apa saja di kanal Kotaksuara? J: Mereka terutama yang mereka ini ada yang Caleg, ada juga yang aktivis Parpol, ada juga yang masyarakat biasa, mereka menulis postingan dan juga mereka mengomentari postingan. Itu lumrah saja si, bagi saya si ga masalah selagi dia tetap berpegang kepada aturan yang dibikin Kompasiana gitu, antara lain tidak berbau SARA, tidak menyerang lawan gitu ya, menyerang lawan boleh si bolehboleh aja asal purposional artinya kalo membandingkan boleh tapi dengan tangkap gitu dengan fakta membandingkannya silahkan. T: Pasca pemilu, apakah kanal kotaksuara ini akan dibekukan? Mengingat kanal ini terlihat khusus hadir pada saat Pemilu 2014. J: Toh nanti seperti biasa microsite ini akan dicabut setelah usai pemilu mungkin setelah presiden terpilih gitu ya karena dia akan disembunyikan sebagai microsite sublemen tapi masih bisa diakses tapi tidak ditampilkan di depan muka gitu, di halaman muka gitu seperti biasa karena itu menjadi kekayaan kita. The next Pemilu tahun 2019 mungkin kita akan bikin lagi, kalo Kompasiana masih ada dan republik ini masih berdiri. T: Apa saja program yang sudah direalisasikan dalam kanal Kotaksuara ini? J: Kita pernah memanggungkan Pak Wiranto sebagai bakal Capres dari HANURA ya itu dalam bentuk monthly discussion, kita tadinya ingin mengundang para CAPRES juga untuk hadir di Kompasiana tapi itu ga keburu karena memang kita khawatir Kompasiana dikira sebagai sebuah ajang untuk promosi atau untuk kampanye gitu karena memang kita ingin di kantor ini. Jadi itu yang program-program itu yang dilaksanakan. Sekarang program katakanlah untuk mengarahkan atau untuk memberitahu mengenai tentang pemilihan Kotaksuara pergi ke TPS itu mereka bikin sendiri jadi tidak harus kita arah- arahkan sebenarnya karena memang kita bukan media mainstream kalo Kompas.com atau Kompas Print mungkin harus bikin apa tata caranya, harus bikin apa namanya grafisnya. Kalo kita grafis yah kalo ada yang bikin, bikin yah silahkan aja tapi itu adalah program-program yang kita laksanakan, kalo kita sudah membuat microsite di sini sudah merupakan program kita menyambut pemilu ini. T: Dapatkah kanal Kotaksuara dipercaya sebagai informasi seputar politik yang kredibel bagi masyarakat? J: Yah selama ini sih masyarakat terbelah ya. Bagi mereka yang tidak percaya sama sekali juga ada tapi mereka tetep memerlukan bacaan yang sifatnya alternatif gitu ya, karena di Kompasiana orang berani, lebih berani, lebih cair mengemukakan pendapat atau kalo mengkritik lebih terasa vulgar dan to the point kritikannya maka kadang-kadang gaya warga untuk mengkritik ini lebih disukai buktinya apa keterbacaan dari postingan-postingan di Kotaksuara itu tinggi ternyata, itu bisa dihitung site metter, site metter itu pengukur situs, ya bisa kita lihat misalnya jumlah pembacanya berapa, lalu kemudian berapa artikel itu dishare orang ke Facebook, ke Twitter, maupun ke Jimblas gitu ya. Karena kan kita punya tiga tool untuk di sharing Facebook, Twitter dan Jimblas. T: Apakah ini bagian dari perhatian Kompasiana terhadap proses literasi politik atau melek politik di kalangan warga? J: Untuk menyediakan wadah untuk berinteraksi berarti kita turut memberikan peluang mereka mengekspresikan warna-warna demokrasi seperti apa. Karena saya si berkeyakinan demokrasi tuh ga bisa ditumbukan seperti orang menanamkan tiang listrik gitu ya, dia harus dibibiti harus dicari, harus disirami, disiangin, harus ditumbuhkan ketika sudah gede, harus dikokohkan, harus tetap dirawat seperti itu, itulah demokrasi. Saya tidak percaya demokrasi dibangun dalam sehari itu, seperti membangun tiang listrik langsung jadi. Tapi dibangun karena waktu gitu lalu kemudian juga kedewasaan orang-orang berdemokratis juga ditempa karena waktu juga saya kira. Makin lama orang makin berdemokratis karena mereka pemahamannya lebih dapat dari apa yang mereka baca secara langsung lewat media massa atau media sosial selama ini gitu. Dan saya kira yang namanya media sosial seperti hanya Kompasiana turut mempercepat proses demokratisasi itu maka kita sediakan ruang-ruang menuju demoktratisasi itu. T: Pada pemilu sebelumnya, sudah ada kah kanal Kotaksuara serupa ini? J: ga ada, karena dulu kita belum tertata, orangnya juga masih sedikit gitu ya, masih beberapa orang paling ya karena selama setahun saya sendiri saja. Jadi setelah satu tahun baru ada beberapa orang gabung mungkin ada tiga atau empat orang. Yah itu belum ada mungkin berpikir untuk kesana tapi terasa banget tahun 2009 kita dapet limpahan orang yang yang dateng ke Kompasiana begitu banyak. Karena ini hidup mati soal bagaimana mengurus media sosial di Indonesia jadi tidak bohong. Saya bisa mempertanggung jawab kan. T: Bisa dijelaskan rubrik kanal Kotaksuara seperti PILEG, PILPRES, Serba-serbi, Kandidat dan Poling? J: Kalo PILEG itu cerita tentang tulisan-tulisan atau berita-berita warga mengenai kegiatan para CALEG bukan hanya para CALEG namanya PILEG, legistlatif berarti dia kan diusung partai jadi dia kan bercerita tentang partainya, kegiatan partai. Kalo PILPRES udah jelas jadi siapa pun presidennya, siapa pun yang diajukan sebagai presiden misalnya saya memilih atau referensi saya terhadap si A maka dia akan menulis tentang A itu yang paling bagus, meninggikan dia gak papa, yang penting jangan kemudian menjelekan-jelekkan B, C dan seterusnya seperti itu ya, itu dari sisi orang yang ingin menulis mengenai sosok pilihannya . Tapi bagi orang yang betul-betul terlibat (orang partai) dia akan menulis dari sisi bahwa dia ini adalah orang partai, sehingga dia merinci programprogram yang akan dia kemukakan dari PILEG untuk legistlatif untuk anggota dewan. Kalo PILPRES untuk pemilihan tanggal 9 juni nanti, kalo PILEG untuk tanggal 9 April besok mereka silahkan menulis Serba-serbi itu. Kalo Serba-serbi itu diluar PILEG PILPRES karena misalnya suka ada aja yang misalnya yang lucu-lucu biasanya, orang tiba-tiba koq mau saja misalnya meredem di air untuk cari wangsit, dikuburan itu Serba-serbi, perilaku di luar mainstream orang seharusnya berpolitik. Kalo berpolitik itu kan mereka ketemu muka, ketemu konstituen, lalu mengajak mereka untuk bergabung ke partai, mengemukakan program-program bukan kemudian masuk ke sebuah sungai yang berair dingin lalu mengadakan pemujaan di situ lah bagian Seba-serbi gitu. Nah...kalo Kandidiat itu hanya bercerita tentang calon legistlatif secara sosok ya, apa kiprahnya, siapa orangnya, dimana berada gitu kan, apa yang dilakukan, mengapa dia lakukan itu. Dan satu lagi adalah Poling, Polling itu sebenernya untuk mengukur referensi dari Kompasianer terhadap kombinasi beberapa orang ya, mereka disuruh memilih tapi kita sediakan CAPRES yang sering disebut-sebut ini adalah A B C ya untuk sekian lama persennya berapa, silahkan anda gabunggabungkan hasilnya yah itu pilihan dari warga Kompasiana, mungkin ada yang tidak senang, mungkin ada yang keberatan dengan Poliing itu, yah namanya Polling itu kan warga Kompasiana kalo menurut warga Kompasiana presiden si A wakil presiden si B begitu, silahkan aja bikin Polling yang lain, kita tidak pakai metode-metodean siapa aja namanya juga Polling gitu ya, bukan survey yang harus ketat dengan sample, berapa margin error dan seterusnya. T: Untuk rubrik polling, apakah sejauh ini sudah bisa dijadikan alat ukur untuk meraba keinginan publik tentang paket Capres-Cawapres? J: Saya bayangkan kalo seandainya Kompasiner ini diisi orang-orang yang beragam yah kan, maksudnya dari sisi prefensif politik, dari sisi pekerjaan, dari sisi usia, dari sisi gender itu malah Refresentatif banget, gitu loh. Cuma kan kita gak punya data-data. Kalo penelitian aslinya kan responnya sudah ditentukan, respondennya mau berapa gitu, katakanlah mau 500, ditentukanlah 500 lalu kemudian bagaimana perbandingannya gitu kan, berapa margin erornya, samplingnya berapa, klaster berapa, itu ditentukan. Kalo kita kan terbuka siapapun dateng gitu kecuali ada aja orang partisipan dari partai tertentu misalnya, mengerahkan orangnya ayo milih si ini, si ini, si ini, yah silakan aja, namanya juga usaha warga gitu untuk mempengaruhi orang, tapi ya itu adalah cara yang kita lakukan dan kita adalah, tidak bisa satu komputer itu kemudian memilih berulang-ulang karena kita sudah menditek berdasarkan IP addres gitu, kalo IP addres yang sama hanya berhak memilih calon satu kali aja, gitu. Itu apa namanya cara kita untuk jangan sampe ada orang dalam komputer yang sama udah aja, ketik ini ini terus berulang kali, seribu kali, itu bisa merubah itu, kan bisa jadi kalo misalnya pengerahan cyber argum tuh, udah dikerahkan aja bisa seribu orang mengetik misalnya10 kali, bisa berubah tuh ini nya hasilnya seperti itu. T: Adakah tekanan politik dari pihak luar terhadap kompasiana menyoal rubrik polling? J: Ga ada, ga ada. Aman aman. T: Dalam pengelolaan kompasiana dan kotaksuara, apakah admin terbuka mendengar masukan dari user? J: Sangat, contohnya misalnya ada kita mengerahkan admin tuh tidak hanya bersosialisasi di Kompasiana tapi kita kerahkan juga media sosial lain seperti Twitter terutama Facebook ya, jadi kita minta admin melototi pesan-pesan yang ada di Facebook mengenai Kompasiner. Di situ kita bisa menakar keinginan, protes, atau hasrat dari pengguna Kompasianer sesungguhnya. Misalnya sesungguhnya, kata-kata lah Kompasiana terlalu Jokowi banget ni, apa-apa muat Jokowi gitu kan sementara dari Gerindra gak, itu harus didengar, kita mengarahkan temen-temen membuka mata dan telinga untuk mendengar kelurahan orang, itu sudah kita lakukan. T: Tapi apakah memang Kompasiner kebanyakan Jokowi ? J: Tidak terhindarkan, ya karena mungkin pencinta Jokowi lebih banyak gitu ya, sebenarnya gampang aja tinggal diimbangi aja sama yang lainnya persoalannya yang lain mencintai orang itu gak, gitu loh ya kan. Misalnya kalo saya orang Prabowo, saya bisa mengerahkan orang-orang ayo bang untuk menulis tentang Prabowo, kan bisa begitu. T: Apa harapan Apa harapan kang pepih/ Mas Is kedepan terkait kompasiana dan Kotaksuara? J: Kalo Kotaksuara pasti akan berhenti setelah pemilihan presiden, kita bisa lihat lagi nanti kapan-kapan Kotaksuara yang lain tahun 2019. Kalo harapan tentang Kompasiana ya hidup terus ya bahkan terus meningkat gitu. Tidak hanya sekedar dia sebagai tambang uang tapi saya punya misi disini juga. Karena untuk bertepatan sebuah oase atau taman dimana orang saling bertemu, saling bagi ilmu, saling berpidato di podium, pidatonya itu sebuah tulisan yang dihasilkan gitu ya, berkumpul dengan menghormati apa yang dilontarkan gitu ya, saya ingin demokrasi itu justru jalan dan sopan santun berinternet itu justru terbangun di Kompasiana ini gitu. Maka tidak henti-hentinya saya punya program Peptalk di Kompas.com khusus untuk mengabarkan berinternet yang sehat, bercerita tentang di sosial media seperti ancaman kepala negara di sosial media, jangan rasis di Internet dalam bentuk video. Kayak gini gini saya tetep saya melakukannya demi untuk sebuah apa kebudayan, demi sebuah peradaban yang saya sebut peradaban literasi. Dimana orang melek tulisan, melek bacaan kayak gitu gitu. Kepengen saya, lewat Kompasiana ini yang saya bangun, lalu kemudian mengkhendaki adanya sebuah peradaban baru yang intelek lah, yang di situ terbebas dari orang itu S1, S2, S3 atau mungkin lulusan SD atau segala macem, mereka itu terlepas dari sukunya apa, agama apa, tapi yang jelas mereka ini adalah orang-orangnya berkumpul dan seperti sharing connecting adalah jargon mereka, mereka membagikan sesuatu sharing dan kemudian tersambung satu sama lain, itu yang sama mau. Satu lagi sebenarnnya yang ingin saya kemukakan di jargon Kompasiana tuh selain sharing connecting juga mungkin controling. Karena ternyata Kompasiana sudah menjadi pengontrol empat pilar demokrasi itu, jadi dia bisa mengontrol pemerintah, bisa mengontrol DPR, bisa mengontrol yudikatif, lembaga-lembaga yudikatif, bisa mengontrol media massa mainstream gitu, jadi empat pilar dia kontrol sekaligus. Jadi termasuk literasi media itu. Saya kira udah ada di sini juga ( buku Kompasiana Etalase Warga Biasa) ketemu di lima pilar itu ya. Kompasiana sebagai lima pilar itu ya. Harapan saya Kompasiana menjadi lima pilar itu. T: Sebagai pendiri Kompasiana apa harapan ke kompasianer sendiri? J: Selain mereka bisa melakukan personal branding bahwa di Kompasiana orang ga bisa nyari duit sekaligus misalnya kita dengan satu tulisan kemudian kita dapet uang karena Kompasiana tidak membayar para penulisnya kan gitu. Tapi mereka bisa melakukan personal branding. Personal branding itu adalah dengan kita menulis konsisten seperti judul buku yang saya tulis ini (Kompasiana Etalase Warga Biasa) dengan sendirinya orang punya cap masing-masing orang punya cap sendiri dan itu branding itu diterapkan oleh para pengguna bukan oleh kita. Kalo saya nulis tentang blog atau tentang sosial media gitu loh orang akan gampang mengindetifikasi oh... wartawan Kompas yang suka nulis sosial media ya pasti ke saya, itu personal branding. Oh..nulisnya itu tentang dunia intelegent melulu dan itu dapat personal branding nya di situ. Pada akhirnya dia di dapuk sebagai pakar intelegent, menjadi dosen pembimbing intelegent gitu karena konsistensi dia. Di Kompasiana banyak orang sekarang menjadi editor buku, karena apa dia konsisten menulis bagaimana cara menulis gitu, ada yang menjadi dosen juga, ada bahkan yang membuka khursus penulis coba hanya karena konsisten menulis dan banyak orang tertarik dengan apa yang dia tulis lalu kemudian dia sendiri merasa oke saya membuka khursus menulis maka jadilah bisnis gitu itu lah personal branding. Saya sendiri menjadi saya seperti ini dengan menulis lima buku gitu, karena dia juga karena Kompasianer juga. Sehingga saya kalo menawarkan satu naskah kepada penerbit mereka tahu oh ya yang mendirikan Kompasiana ya itu personal branding seperti itu lah. Narasumber Peneliti Transkip Wawancara Tahap 2 Judul Skripsi : Literasi Politik Jelang Pemilihan Presiden (PILPRES) 2014 di Media Sosial Kompasiana Narasumber : Iskandar Zulkarnaen Jabatan : Editor Kompasiana Tempat : Gedung Kompas Gramedia, Unit II Lt. 6 Jl. Palmerah Barat No. 22-28, Jakarta 10270 Waktu : Rabu, 30 April 2014/ 10:00- 11:30 WIB T: Kenapa Kompasiana mengambil model bisnis citizen journalism? J: Karena belum ada yang serius mengambil bukan posisi maksudnya model media sih mungkin kita bicara medianya dulu ya, karena kan kalau itu berarti ngomongin produk jadi kalau saya melihat selama kemarin 2008 kebelakang berarti kan ya, waktu itu memang belum ada satu pun media yang fokus atau serius masuk ke citizen journalism dalam arti mengingcorrect, memberdayakan masyarakat untuk terlibat aktif dalam proses journalism. Journalism itu kan mencari, meliput, mengumpulkan teorinya kan gitu. Jadi yang selama ini yang terjadi hanya ada blog, blog itu sebagai personal me media udah pernah denger, jadi itu sangat personal sekali, setiap orang mengelola blognya masukin widget, desagin, segala macem, ada yang serius di konten, ada yang serius jualan, ada yang serius di google exsains kan gitu macem-macem. Tapi belum ada nih yang satu pihak yang memang dalam tanda petik mengurusi konten-konten itu dan mengajak orang untuk yuk rame-rame kita menjadi bagian dari journalism ini, itu belum belum saya lihat bahkan ketika Kompasiana terlahir pertama kali di 2008 pun tidak kesitu arahnya, pasti udah tahu ceritanya. Nampaknya ketika saya masuk, saya di 2008 udah aktif cuma saya baru masuk terlibat dalam tim di 2009, dia udah fokusnya yang saya arahkan adalah bagaimana agar produk ini betul- betul menjadi sosial blog menjadi webiste seeze yang nasional white gitu kan, dan ternyata lebih lebih dari itu sekedar skala nasional tetapi skala dunia karena ya walaupun kita Indonesia wife tetapi usernya itu kan menyebar kemana-kemana. Bukan cuma pembaca usernya berarti kan orang yang mengakses website kita dengan loginlah katakanlah bukan cuma pembaca yang kemudian berkomentar tapi juga kontributor dalam arti orang yang mengposting artikel, memposting berita, opini atau pun fiksi dari semua dari penjuru dunia ada gitu, terverifikasi dengan jelas. Dan ini muatan yang ada di Kompasiana kemudian menjadi sangat unik karena memang dari awal kita mempertahankan bahwa kita tidak sedang membuat website ini menjadi versi Indonesia-nya wordpress atau versi Indonesianya blogspot seperti yang dibikin oleh media-media lain tapi kita bikin sosial media berbazis citizen journalism menurut kita sendiri gitu, jadi memang udah banyak sekali di dunia sana apa namanya contoh-contoh suksesnya seperti ada No Public di Kanada, ada OhMyNews dulu ya dulu OhMyNews bagus di Korea Selatan tapi sekarang kontennya konon sudah gak bagus, ada Stom dari Singapura gitu kan, Nah... kemudian di Indonesia gak ada gitu akhirnya kita buat itu. Nah fokusnya sama kalau mau mengelola media kontennya is the King kita harus betul-betul mengutamakan mendudukan konten sebagai raja di website kita. Yang kita lakukan mulai dari menolak adanya copy paste, kita menolak adanya tulisantulisan dalam udang-undang dilarang kita tidak cuma menerapkan undang-undang IT tetapi lebih dari itu. Yah termasuk huruf kapital kita tidak bolehin trus data yang kita terapkan kayak gitu yang sangat teknis sekali, memang kita pastikan bahwa user itu loh kalau mau memposting di Kompasiana itu ada aturannya, kita bikin aturan bukan hanya Kompasianer yang nulis, misalnya Putri ya nulis, ini memang aturan bukan untuk Putri tapi kepada buat pembaca biar membaca nyaman. Kita bikin-bikin aturan dari sisi konten, dari sisi penulisan sampe sisi ketentuan macem-macem ya, kemudian sanksinya kita terapkan juga mulai dari artikel dihapus, komentar dihapus, akun dihapus itu buat pembaca biar mereka nyaman kalau gak ada yang baca buat apa kita nulis kan kayak ya. Kita pun menyiapkan media ini dengan promix dengan janji atau dibaca banyak orang dan orang pun melihatnya seperti itu. Dia nulisnya di blognya yang baca dalam kita hitung dalam hitungan perhari ya, kalau di blog dalam satu hari tulisan copas yang lucu yang berbau-bau seks gitu ya itu dalam sehari ramainya hitungan ramainya itu 50 pembaca 50 hits, itu kalau yang sepi yang serius atau yang sangat personal atau yang gak penting banget, katakanlah dia punya teman 100 di Facebook 100 di Twitter dia sebar sama atau bareng-bareng paling 5, 10 yang baca gitu kan tapi kalau di Kompasiana bisa lebih dari situ karena memang pertama ada yang sebagian mantengin Kompasiana untuk menemukan tulisan-tulisan yang menarik di situ, ada sebagian matengin di Twitter di Facebook, ada sebagian orang baca langsung di share langsung di share karena dilihat oh ini dari Kompasiana gitu. Apa namanya dari sisi medianya juga kita sudah bersatu ya, kalau dalam islam Aljama’ah Barokah. Jadi karena kita kumpul dalam sebuah media yang kemudian menggunakan konsep we media media kami, media bersama maka tingkat terbacaannya jauh lebih tinggi. Kalau di Kompasiana tulisan di biasa itu di angka 40, 50 hits, kita ya menghitungnya sebagai pembaca, kalau yang bagus gitu 100, 200, kalau yang apa nomenal dalam arti dia bisa membuat artikel yang menarik judul yang seksi itu bisa 1000, 2000 dalam sehari, belum kalau dalam seminggu, dalam perbulan, untuk lebih dalam coba teliti blog-blog yang lain sebagai pembanding Kompasiana dengan platform blog yang lain itu seperti apa. Kalau di Blog Detik saya liat sama lah cuma versi yang lainnya blogspot aja cuma namanya Blog detik tapi agentnya dan sistemnya sama pake widget segala macem. Tapi kalau di Kompasiana piur kita untuk tampilan kita mungkin bisa dibilang kayak Facebook, kayak Twitter gitu ya, gak peduli beda-beda tampilan untuk sekarang sama karena memang fokus kita yaudah nulis nulis dan nulis gitu kan. Jadi karena kita serius mengelolanya ini sehingga akhirnya berhasil gitu dan sekarang ya kita kalau tadi kan pertanyaan kenapa, kan udah kejawab ya karena memang belum ada yang masuk dan kita udah mengisi ruang kosong itu, mungkin karena memang kita melihat belum ada yang bermain ke citizen jornalism secara serius di lingkup nasional terus kita masuk dengan pakem yang standar yang tinggi dan mengelola konten sehingga kita cepat naiknya. Kalau bicara lokal sih udah ada, mungkin udah tahu ada yang namanya Payingpo, udah ada komunitas PPWI, yang kayak-kayak gitu. T: Kalau untuk saat ini ada gak yang menyerupai bisnis seperti Kompasiana atau citizen journalism? J: Kalau untuk saingan sih gak ada tapi kalau yang baru muncul mungkin ada yang namanya Indonesiana punyanya Tempo itu baru banget seperti apa coba di cek aja formatnya tapi sepanjang yang saya tahu, yang saya baca dan lihat itu sama ama Kompasiana konsepnya. Ada yang Viva punya namanya Viva Lock tahu, kalau Viva Lock itu lebih sebagai provider, dia cuma yuk kita bikin sent up, begini kalau Viva itu konsepnya sebenarnya bagus menarik dia mengkurasi, memfit, mengumpulkan konten-konten bagus dari masing-masing blognya orang gitu loh. Jadi kalau seandainya punya blog silahkan daftarkan punya ada di Viva lalu nanti Viva akan mengambil konten-konten yang dari blog-blog kita itu dari Wordpress, yang di Blogspot gitu kan, dipilih yang bagus ditaro di Viva, baca selengkapnya di tempat saya gitu, modelnya gitu. Sebenarnya itu bagus cuma itu sangat bagus cuma dia gak dapet apa-apa akhirnya, kadang-kadang page view tersebar ada di halaman artikel kan, kebayang gak. Jadi kalau seandainya saya bikin Kompasiana.com orang buka Kompasiana.com paling cuma satu orang paling cuma buka satu tapi kemudian kalau Kompasiana.com dia membaca satu artikel, dua artikel, tiga artikel bisa sampe 10 artikel sekali dia visit gitu kan. Jadi yang paling banyak yah artikel karena bisa 10 kelipatanyan kan yang kayak gitu makanya kalo kayak Viva dia cuma dapet satunya aja sementara artikelnya masuk ke masing-masing blognya orang, masuk ke blog saya pribadi bukan ke Viva, di IskandarJet.blogspot.com misalnya atau Putri.blogspot.com gitu jadi itu. Kalau Detik saya sudah cerita tadi, Detik itu versi lainnya, dia blog provider menurut saya ya tapi kalau mau di konfirmasi silahkan tanya ke pihak terkait karena mereka yang paling tahu sebagai pembanding. Apa lagi yang lain? T: Apa saja Produk Kompasiana? J: Yang pasti Kompasiana itu satu produk yang pengembangannya masih banyak banget yang bisa dikembangi dari Kompasiana, tapi kalau untuk yang lain-lainnya ini bisa produk website atau produk bisnis? T: Produk Bisnis dulu aja mas J: Kalau bisnis kita mengtrik klien itu dengan dua jenis produk pertama, online activity lalu offline activity. Kalau online activity itu aktivitas yang ada di online yang semua orang bisa ikut disitu dengan syarat di harus login dulu Kompasiana kan gitu, kalau yang offline gak semua orang bisa ikut karena berbatas dengan waktu, lokasi, jadi orang yang punya waktu, dan dekat dengan lokasi yang bisa ikut tapi tetep dia harus login di Kompasiana, dua besaran itu sih yang mungkin memang kita sekarang dijalankan selama 2010 kesini tapi belakangan kita ada model bisnis lain yang memang mau dikembangkan cuma masih dalam proses ya. T: Kalau untuk bisnis online activity dengan offline activity apa aja ya mas? J: Kalau online activity lebih fokusnya kebagaimana sebuah brand bisa membuat suatu kegiatan yang orang-orang itu kemudian menulis sesuatu terkait dengan brand itu. Jadi hmm... modelnya macam-macam bisa cuma sekedar ajakan yuk nulis soal hutan misalnya atau yuk nulis soal hidup sehat dari Lifeboy misalnya atau dia minta, saya punya produk baru hmm... yuk tulis tentang produk baru saya gitu kan, karena lebih ke produk ekperiens. Kalau yang tadi tuh yang pertama, lebih ke tulisan umumlah tapi di sponsori oleh sponsor tertentu, misalnya Nokia bikin apa namanya kampanye hijau lalu mengajak Kompasinaer menulis soal lingkungan hidup disponsori oleh Nokia. Tapi kalau yang kedua tadi lebih kepada produk review, ini ada produk baru atau saya ada produk baru, silahkan bagaimana pengalaman anda menggunakan produk ini misalnya Promaag, apa Caring atau kecantikan macem-macem atau atau Garuda Indonesia bagaimana anda terbang bersama Garuda Indonesia itu kan produk eksperiens atau satu lagi lebih ke lifestyle, lifestyle itu misalnya Garuda bikin campaign soal terbang nyaman di udara tapi dia tidak minta Kompasianer atau ormas masyarakat atau tulis pengalaman terbang ke Garuda, apapun maskapaianya silahkan yang penting tuliskan pengalaman anda selama ada di udara, jadi itu lebih lifestyle terkait dengan produk tapi tidak produk review gitu. Jadi dan nanti macem-macem ada sih produknya ini nyiapin hadiahnya, ada yang gak tergantung campagin-nya. T: Berarti yang saya amati itu J: Iya betul T: Nah.. kalau untuk Freeze, topik pilihan itu bisnis seperti apa ya? J: Nah... itu beda lagi, topik pilihan, freez nah itu sebetulnya produk konten sih ya, awalnya dia sebagai konten, kita mengembangkan kan kalau artikel aja kan artikel-artikel terbaru, alinia-alinia baru kurang variatif jadi kita buatkan topik pilihan tuh biar lebih menarik, mengangkat tema-tema tertentu yang menurut kita, ini kayaknya kalo Kompasiana bakal banyak yang nulis nih jadi kita buatkan itu topik pilihan. Nanti kalau ada klien yang mau ambil itu mensponsori satu topik tertentu yah kita akan sebut sebagai sponsor topik gitu kan, jadi topik yang disponsori oleh klien tertentu. Kalau yang Freez juga dia pengembangan konten biar si Kompasianer semangat nulis kita buatkan cetak, kita pilih lima artikel dalam seminggu untuk kita masukan ke Kompas. Jadi itu memang bagian dari campaign agar masyarakat menulis gitu kan, macem-macem kan mulai dari tadi kita angkat tulisan sebagai headline, kita sebarkan tulisan di sosial media biar banyak yang baca, lalu cara lainnya kita sponsorin, kita angkat juga dicetak, dan kita angkat juga di Kompas.com dan seperti itu yang bagain dari habbit journalsim ada bagian dari apa namanya, nih kalau yang Freez habbit journaslim juga sih jadi wartawan, warga menulis artikel lalu kita olah lagi oleh wartawan, oleh mainstream, oleh kita sebagai pengelola lalu jadilah sesuatu yang baru gitu loh. Jadi yang ada kolaborasi yang ada di Freez atau Freez cetak atau pun yang ada di Kompas.com itu sesuatu yang baru yang memang dihasilkan oleh warga tetapi kita olah lagi, jadi ada dua keterlibatan jadi hybrit gitu. T: Tadi ada 2 produk ya mas produk bisnis dengan produk konten seperti contoh kanal Jakarta lebih baik, Fiksiana, Gempita Brazil, Kotak Suara seperti apa mas? J: Itu semua produk konten atau produk website, kalau kanal Jakarta lebih baik itu lebih bagaimana kita membuat sebuah tema besar yang ini bisa continue kemudian kita fokus pada satu isu yang memang, kita ngebayanginnya kalau orang akan terus menulis soal itu, kalau model Jakarta lebih baik itu sebenarnya payled project untuk masuk ke ever local dalam arti kita masuk sebuah ulasan yang lebih sempit lagi, lebih tipis lagi dan lebih lokal atau lebih dekat dengan pembaca atau nanti audiensinya gak akan banyak memang. Ngomong Jakarta lebih baik berarti yang berkepentingan orang-orang Jakarta aja dong, pembaca di Jakarta, penulis di Jakarta dan konsepnya itu kita minta pada Kompasianer untuk nulis sesuatu buat Jakarta, buat tulisan yang sumbangsih saran, ide, keluhan, apapun makanya rubrik-rubriknya beda transportasi, wisata, sosial budaya. Jadi apa yang menurut kita pelayan publik, lebih ke pelayanan publik public service, apa yang menurut kita kurang bagus atau sangat bagus perlu di support perlu dipromosikan buat terkait dengan adanya di Jakarta. Freez juga gitu tadi habbit journalism kita. Kalau Fiksiana sebetulnya mungkin karena dia, dia sebenarnya bagian dari Kompasiana tapi memang kemudian jadi produk luar karena kontennya itu sangat beda dibanding dengan porsi Kompasiana secara umum kan gitu. T: Kalau ke konten lain untuk Fiksiana maksudnya apa ya mas? J: Kan kalau Fiksiana lebih ke karay fiksi tapi kan Kompasiana secara umum kan, maksudnya gini sebetulnya awalnya fiksiana gak perlu dibedai tapi karena memang dia adalah karya fiksi dan kita ingin agar orang bisa dengan gampang membedakan ini fiksi dan ini bukan fiksi karena itu kan 2 untuk di jurnalistik itu sangat benang merahnya kan harus jelas kan gitu ya. Kalau yang fiksi lo mau ngomong apa silahkan di fiksi, tapi kalau di luar fiksi yah ini juga harus ada faktanya, harus ada landasannya, ada argumennya makanya kalau di non fiksi kan ada news ada opini. Di berita juga kan di koran juga kan ada opini, ada berita gitu. Jadi kalau yang fiksi di khusus lembar-lembar tertentu, kalo misalnya koran Kompas cuma ada di hari minggu gitu kan. Jadi emang kita bedakan, yah akhirnya bisalah di anggap menjadi produk ya tapi sebetulnya kalau fiksiana ini satu produk yang khusus isinya karya fiksi gitu T: Apa saja aktivitas Kompasiana sebagai citizen journalism? J: Yah itu tadi, banyak yang tadi itu. Mulai dari kalau yang untuk bisnis kan offline dan online gitu kan, yah kadang juga offline dan online tidak harus bisnis, tidak harus ada klien, kita juga ngadain juga karena kita nangkring, kita ngundang tokoh atau ngundang pakar untuk nambah inside Kompasianer, kita bikin lomba yang memang menjadi kepedulian bersama seperti kartini atau hari ibu gitu atau kemerdekaan itu, tidak harus melulu menunggu brand. Makanya kalau ditanya aktivitas Kompasiana apa, yah banyak banget, kalau online-nya kan Kompasiana blogshop competition, saya sudah jelaskan yang online karena kan tadi seperti itu tadi kegiatannya, tapi kan kalau yang offline itu tadi modis, nangkring, kompasiananival. T: Lantas apa bedanya dengan modis dan nangkring karena yang saya baca, kalau nangkring itu non formal dan modis formal? J: Yah Karena memang nangkring dan modis, kalau saya di buku itu gak jelas di buku itu disebut karena memang kalau event segala macam, konten itu banyak ke saya yang ngehendel. Kalau secara keseluruhan mulai dengan konsep dan eksekusi. Jadi kalau modis itu disebut sebuah pertemuan antara Kompasianer dengan tokoh yang karena ketokohannya inilah dia kita undang, misalnya karena dia ketua DPR, karena dia ketua PMI, dia adalah menteri kependidikan itu yang pernah ya, dia adalah gubernur Jakarta. Jadi kita undang karena dia tokoh lalu setelah kita hadirkan Kompasianer silahkan lu kalo mau nanya aja ke tokoh ini monggo, jadi memang ini ajang pertemuan antara tokoh dengan Kompasianer sebagian masyarakat termasuk dia sebagai walikota Surabaya atau dia sebagai waktu itu abita Anggita Abdi Mayu sebagai dosen UGM sih cuma karena memang ketokohannya udah lumayan tinggi gitu. Jadi yang dia si tokoh ini kita hadirkan untuk di ibaratnya di pretelin oleh Kompasianer, jadi itu adalah sebuah ajang yang memang mirip dengan konsferensi pers tapi yang hadir tuh bukan pers atau orang blogger gitu, sehingga moderatornyo cuma sebagai pengatur lalu lintas pertanyaan aja, sebagai pemandu acara diskusi aja. Beda kalau nangkring, nangkring itu memnbahas tema gitu, tema membahas satu tema, kita hadirkan satu narasumber atau satu atau tiga nanti dari moderatornya yang akan memandu lebih mempersilahkan kepada narasumber untuk presentasi menjelaskan masalah apa gitu kan, kan produknya apa kalau memang ada brand-nya. Lalu si moderator akan bertanya membedah apa yang tema itu dibahas lalu ada sesi tanya jawab cuma beberapa aja di akhir penguat event jadi sangat berbeda sekali konsepnya termasuk kalau blogshop udah tahu kan blogshop itu seperti apa. Nah... aktivitas online yang tadi, yang saya sebutkan tadi berarti blog competition itu blog online activity yang memang ada hadiahnya dan memang lebih mose likely online activity kita formatnya blog competition, jadi orang nulis ada reward-nya, ada hadiahnya. Ada yang kita jalani sendiri tapi lebih banyak dari sponsor karena kan itu bisnis kita seperti itu, brand ingin para blogger menulis brand dia, yaudah apa ini daya tariknya, daya tariknya temanya harus menarik, dan hadiahnya juga harus bagus, kalau gak ada hadiah orang gak mau nulis juga T: Apa kendala yang dihadapkan Kompasiana terkait tentang produk dan aktivitas? J: Kalau untuk yang konten memang kita masih punya masalah bagaimana bisa mengelola ini secara zero erorr mungkingitu ya, dalam arti gak ada kesalahan untuk pengelolaan konten tapi memang agak susah karena itu juga masih ada keterbatasan dalam arti kalau mau, kita kan sekarang paling baru ada 10 orang yang bertugas dilapangan menjaga konten, mengelola konten itu, jadi akan ada yang konten itu lolos dari pantauan atau tidak termoderasi, sehingga dari Kompasianer kemudian melaporkan gitu¸ ya walaupun kalau kita di sisi kita ngaggapnya sistem pelaporan itu sebagian dari pengawasan konten tapi pada Kompasianernya mengganggap dengan lolosnya konten-konten yang harus dihapusnya Kompasiana belum dijaga secara ideal gitu ya¸ dan itu memang kendala di kita. Artinya kita punya tanggung jawab untuk menjaga semua kontenkonten terawasi dan itu memang konflik internal kita. Kalau dari segi bisnis lebih kemana bagaiamana kendala itu, kita bisa menyakinkan klien bahwa apa yang kita tawarin itu, bisa bermanfaat buat dia. Jadi kita selalu melakukan soialisasi, edukasi, pelayan gitu karena itu, kan model bisnisnya baru di Kompasiana juga karena mungkin kalau blog udah banyak ya, kalau biasanya blog yang mencar- mencar grounted community itu grounted community itu harus datang itu satusatulah. Kalau di Kompasiananya semuanya udah ngumpul di Kompasiana. Tapi walaupun begitu banyak juga brand belum yakin bahwa beraktivitas di Kompasiana bisa memberikan benefit kepada dia, itu satu. Kendala kedua keinginan yang ingin dicapai oleh brand itu kadang beda-beda jadi kita mesti mengedukasi mereka memberi satu pemahaman oh blogger tuh seperti ini, targetnya harusnya begini. Kita tidak dalam rangka memberi SIO yang bagus, kita bukan prouduk SIO jadi macem-macem mereka punya ekspetasi macammacam sehingga kadang kita turuti tetapi lebih banyak kita memberikan mereka bahwa oh kita gak kan bisa seperti itu, kita bukan produk seperti itu. Jadi sambil jalan kita di dua sisi nih , satu tadi disisi konten kita mengedukasi blogger untuk bisa menulis sesuai aturan main yang kita buat, yaitu kan kita bisa melihat masih banyak sekali konten-konten yang melanggar nanti buka aja sebagai kalau ngomongin konten di berita admin tahun Desember lalu, kita bikin laporan transparansi Kompasiana 2013 itu akan kelihatan berapa banyak konten yang dihapus, berapa banyak akun yang kita blokir, dan itu bagian dari pekerjaan kita mengedukasi blogger untuk kita yuk kita nulis dengan baik dan bermanfaat untuk masyarakat gitu. Dan di sisi lain bisnis kita mengedukasi brand juga klien untuk bisa masuk ke Kompasiana T: Untuk transparansi report apakah rutin dilakukan setiap tahun? J: Itu baru di mulai tahun kemarin kebetulan, tapi memang komitmen untuk tiap tahun akhir tahun untuk kita laporkan, apa yang kita lakukan sepanjang tahun ini terkait tentang pengelelolan konten. T: berarti sangat terbuka sekali ya mas? J: Iya donk, karena kan kontennya bukan cuma kita seperti user geneted content T: Untuk tulisan yang melanggar aturan bisa lolos itu kenapa ya mas? J: Mungkin yang paling gampang karena memang banyak artikel yang harus dibaca dan kita tidak baca detail, kalau baca detail itu gak ada waktu, kita kan pass reading, kedua bisa jadi juga ada kecurigaan walaupun juga perlu dibuktikan, di hari pertama di nulis begini, hari ke-2 dirubah total isinya, jadi ada kemungkian begitu karena kan masih ada fiture editnya kan. Jadi cuma kita kebetulan belum bisa mengideteksi itu, kalau memang itu ada indikasi kesana kita akan siapkan fiture untuk bisa mengideteksi, mempelajari historynya tapi yang pasti kalau menurut saya sih kalau di sosial media yang seperti itu akan selalu terjadi, apalagi kalau bicara bahkan baca tulisan saya Kompasiana di antara dua kutub. Kita selalu berada di apa namanya dua persepsi yang berbeda ada orang yang melihat Kompasiana terlalu ketat sehingga dia gak mau masuk Kompasiana, gak mau nulis di Kompasiana, ada yang melihat Kompasiana telalu liberal teralu bebas sehingga dia tidak mau Kompasiana gitu, jadi dua kutub ini yang selalu berusaha menekan Kompasiana mengikuti kemauan mereka masing-masing kan. Dan saya yakin saya liat ya wajar gitu karena sosial media tidak akan menjadi media yang sempuran buat semua orang karena yah bagaimana kita bisa membuat ini sebagai konten yang bagus dan sempurnya ya nulisnya banyak orang tanpa ada prsyarat, tidak ada kalau di guru itu istilahnya persamaan, kualitas, mutu, ya tidak ada persamaan kualitas artinya kalau mau yang sama semua yang nulis Kompasiana harus jurusan komunikasi misalnya, harus bisa nulis, ada testnya gitu, itu bukan sosial media namanya. Yah anak SD, anak SMP, tukang sampah, tukang sayur semuanya bisa menulis, tidak ada aturan main dulu, harus bisa nulis dulu, harus melalui jenjang-jenjang yang begini. Yah walaupun ada aja orang berpikiran seperti itu, kenapa lu gak nulis karena ah saya gak bisa nulis, kenapa gak bisa nulis, saya kirain gak semua orang bisa nulis gitu jadi ada macam-macam itu persepsi dia. Jadi karena kita jaga kontennya dengan bagus sehingga kontennya yang muncul adalah yang bagus-bagus, jadi orang yang merasa gak bisa nulis gak berani nulis padahal semua yang aja di situ juga sebagai proses belajar gitu kan. T: Apa yang melatarbelakngi kanal Kotak Suara 2014? J: Yah... Kotak Suara itu dikelurakan sebetulnya bagian dari, dulu kan saya 2012 itu ke Amerika, ikut IVLP International Visiter Leardership Program temanya tuh elektoral mekanik mesin pemilu, jadi disana saya ditunjukin bagaimana pemilu presiden berlangsung, karena kan bulan Agustus menjelang pemilu masih di Amerika 2012 mulai dari KPU-nya bertemu dengan KPU, apa namanya kongresmen, segala macem lah semuanya ditemukan. Dan kemudian gimana sih menerapkan ini di Kompasiana, akhirnya dibuatkan lah sebuah tempat yang khusus buat Kompasianer itu ngomongin soal politik. Yaudah namanya gampang aja, ya Kotak Suara gitu kan, itu sudah sangat Kompasiana, udah sangat warga gitu kan, ini kotak, isinya suara yang siapa pun bisa naro suara itu gitu kan itu udah sangat pemilu gitu kan. Yah... sehingga yang kita hadirkan di kotak suara ini adalah tulisan-tulisan tentang berita atau pun opini mereka terkait tentang pemilu, macam-macam dari pemilihan presiden sampe pemilihan legistlaitif dan kita tambahkan fiture-fiture seperti polling dan segala macam dan ini memang kita buat agar pemilihan itu tidak berlalu tanpa ada pengawasan dari warga walaupun juga belum tentu kotak suara ini dibaca tapi sebagai sebuah arsip dia akan menjadi penting, ketika kita akan membuat suatu yang lebih baik dikemudian hari karena kan berproses ya dan pemilu tidak akan berhenti di tahun ini tentunya. Jadi kita berharap biar nanti pemilu-pemilu berikutnya khususnya pemilu-pemilu pilkada itu bisa terus jalan di kotak suara ini, bagaimana mana caranya biar itu menjadi pengawasan dan kita terus memikirkan pengembangannya, nah itu satu. Yang kedua lebih ke antusiasme Kompasianer, pembaca kita, tiap kali pemilu itu selalu berlimpah jadi dalam sejarahnya Kompasiana sejak 2009 sampe sekarang setiap kali ada pemilu skala nasional posisi kita di Alexa itu semakin meningkat, traffic kita semakin berlipat dari sebelumnya cuma di 300 ratus, naik ke 100 waktu ke pemilu presdien, kita masuk ke 300 dulu presiden 2009, lalu ketika pemilu Jokowi dari urutan ke 50-an tahun 2012 kita langsung melesat ke 30-an sekarang juga seperti itu, kita udah di 30 terus gak pernah berkembang sekarang kita udah di 26an gitu, sangat tinggi sekali dan memang selalu seperti itu polanya makanya kita tahun pemilu, moment pemilu kita langsung ambil dengan kita buatkan kotak suara ini karena kita yakin makin meningkatkan apa namanya hits kita dan tarffic kita semakin bagus dan sekarang ini kan posisi Kompasiana di Alexa, kita ada di urutan ke 6 untuk kategori website news, jadi ada nomor pertama ada Detik.com, ada Kompas.com, ada Tribbun, ada Merdeka kalau gak salah, setalah itu Viva baru Kompasiana. Dibawahnya itu masih ada Kapanlagi, masih ada Okezone, Tempo, Republika gitu kan, Inilah, yah makanya kalau biacara Indonesiana karena mereka masih baru ya kalau apalagi blog detik itu masih jauh ya, dia di posisi 89-70-an. Makanya kita lagi naik daun dan ini sudah terjadi sejak 2010 atau 2011 ya untuk amannya 2011 itu udah terus-terus menjadi traffic kita selalu bagus gitu ya. Dulu kita sempet di posisi ke-empat untuk kategori news, waktu itu cuma ada Detik, Kompas, Viva ama Kompasiana, Tribbun dan Merdeka itu masih dibawah kita jauh karena masih baru , dia kanI, baru bergeliyat gitu, dia pasang ikan jor-joran di Facebook gitu ya, iklannya gak pernah berhenti sekali, sebulan 3 milyar dan habis gitu, Detik juga gitu, Kompas.com juga rajin beriklan, Tribbun apalagi sehingga hits-nya naik langsung traffic-nya naik masuk ke Alexa. Beda dengan Kompasiana, dari dulu Kompasiana gak pernah beriklan jadi kita sangat organik, kalau kita dari managemennya berani beriklan mengelurakan uang untuk pasang iklan konten wah itu lebih dahsyat lagi. Sekarang aja secara organik dan hasilnya udah bisa dilihat. T: Bagaimana respon atau komentar para Kompasianer terhadap kanal Kotak Suara 2014 yang telah hadir ini? J: Saya liat respon mereka bagus, bisa liat ditanya juga beberapa Kompasianer karena untuk penguat data tapi itu terlihat dari sudah sangat banyak sekali aliran konten di Kompasiana. Coba diperhatikan saja nanti yang terbaru itu beberapa menit, beberapa menit yang lalu, kalau misalnya dua menit yang lalu di trus di refresh masih dua menit atau satu menit yang lalu berarti tiap menit yang masuk. Jadi alirannya sudah sangat cepat sekali. T: Kalau untuk kanal-kanal yang lain mas? J: Kalau saya bagaimana dengan konten itu mengalir ya kan itu sebuah berarti fakta, bahwa yang kita buat laku kan mereka suka. Kalau yang lain kalau fiksiana pasti udah rame, kalau sekarang kita bikin Gempita Brazil itu masih belum karena mungkin bulan mei baru mulai rame ya, makanya kita belum masih banyak konten disana, apalagi Jakarta lebih baik show show tapi dia gak rame banget gak sepi banget karena memang dia harusnya sepi tapi karena memang banyak orang Jakarta yang memblog di Kompasiana udah lumayanlah untuk sebagai sebuah icon lokal dia udah lumayan. T: Apa saja aktivitas yang dilakukan Kompasiana dalam Kanal Kotak Suara 2014? J: Kalau aktivitasnya sekarang baru sebatas kita minta mereka untuk menulis soal politik, tapi selain itu kita juga pernah bikin Monthly Discussion untuk tema-tema politik kayak kemarin kita diskusi bareng Wiranto, dalam kapasitas dia sebagai capres dari Hanura, kita juga pernah diskusi dengan oh gak gak waktu itu sih tahun kemarin Ahok, paling baru dengan Wiranto diskusi. Tapi kita memang ingin nanti ketika udah masuk pilpres ini menggiatkan acara-acara yang bisa mempertemukan Kompasianer dengan orang yang ada di lingkaran politik bukan hanya politikus, atau calon presiden tapi juga tim sukses juga politisi ya mungkin seperti itu. Kita ada rencana membuat obrolan politiklah untuk Kompasianer, kalau yang di online-nya di Kotak Suara Paling sekarang tambahannya ada Polling, poliing itu mereka bebas bikin pasangan lu mau ambil capresnya ini, cawapresnya ini yah silahkan saja, mereka yang menciptakan sendiri, kita cuma ngasih tokohnya aja, ini tokohnya silahkan diciptakan pasangan yag menurut anda layak gitu kan, mungkin nanti kalau udah ada defenitifnya nanti kita baru kita ganti dengan yang ada definitifnya. Serba-serbi, serba-serbi sebenarnya sama itu konten aja, serba-serbi ngomongin soal pemilu secara umum, kalau pilpres ngomongin pilpres, kalau pileg ngmongin pileg. Ada satu lagi prokontra tapi koq kayaknya belum keluar, prokontar ini yah kita lempar satu isu lalu mereka akan setuju atau tidak setuju terhadap isu yang kita lempar apa alasannya, itu lebih ke adu mulutlah ya, harusnya udah keluar mungkin coming soon sebentar lagi. T: Rencana terdekat untuk merealisasikan program kanal Kotak Suara ini seperti apa? J: Kedepan itu tadi tim sukses, tim nya pasukan nasi buku mungkin yang kayakkayak gitu, satria bergitar yang gitu-gitu kita hadirkan. T: Dapatkah kanal Kotak Suara 2014 dipercaya sebagai informasi seputar politik yang kredibel? J: Saya tidak bisa bilang iya atau pun tidak, karena itu ada di persepsi pembacanya, kita belum juga membuat survey atau pun menanyakan kepada pembaca seperti yang dilanjutkan cuma paling tidak ketika kita bicara di sosial media, kita tidak akan bisa bicara soal ini kredibel atau tidak kredibel, kalau bicara kredibel atau tidak kredibel kita bicaranya di mainstream. Mainstream dibuat media massa pers dan jurnalistik, dia dibuat sebagai dia yang harus kredibel nanti baru masyarakat yang menilai baru kita bisa mengambil penilaiannya mana yang kredibel point atas, mana yang kurang, mana yang tidak kredibel kan gitu. karena memang dia ad di porsinya lu bikin media kontennya harus kredibel harus betul kalau tidak betul maka anda tidak bisa bikin media massa. Tapi kalau sosial media kita penilaiannya beda bagaimana kita membuat media yang semua orang bisa masuk ke situ, jadi kita lebih ke open space, kita buat sebuah ruang terbuka jadi nanti masalah kredibel, gak kredibelnya bagaimana kita menciptakan agent-nya itu, sekarang kan kita baru bicara kita baru ada verifikasi sistem akun nanti saya akan mengembangkan yang namanya verifikasi yang lebih lagi yang lebih tinggi lagi tingkatannya terkait tentang kredibilitas konten. Jadi kalau sekarang akun terverifikasi belum tentu kontennya terverifikasi, nanti kita akan membuat sebuah sistem agar kontennya juga bisa terverifikasi dengan adanya sebuah lencana khusus yang orang akan selalu melihat oh ini kalau yang nulis Putri pasti kontennya terverifikasi atau pasti kredibel karena kita memberikan dia sebuah lencana khsusus yang sedang saya kembangkan. T: Kalau menurut mas sendiri terkait tentang artikel-artikel yang ada di kanal Kotak Suara 2014 seperti apa? J: Menurut saya, yang ditulis oleh para Kompasianer itu kan latar belakangnya sangat macam-macam, motivasinya sangat beragam, mulai dari bagian kampanye, ada yang masyarakat murni, tidak ada kepentingannya dengan kampanye ,atau ada yang menulis karena dia bagian dari politik praktis, ada yang tidak dan latar belakang pendidikannya akan berpengaruh. Tapi sejauh yang saya baca Kompasianer memilih untuk membuat suatu tulisan yang tidak mudah diserang orang lain mungkin gitu. Sehingga yang akan mereka buat mereka akan membuat regulasi sendiri terutama jangan hoax, jangan menyebarkan berita bohong apalagi fitnah, jangan membuat sebuah berita tidak ada isinya tanpa argumen mungkin jadi dia kalau mau bikin sebuah tulisan katakanlah tendensius dengan maksud menyerang, menjatuhkan lawan, itu akan dia akan buat dengan fakta, dengan argumen kalau emang faktanya kurang gitu ya dengan menyakinkan sehingga ketika saya baca walaupun ada banyak sekali saling serang segala macem tapi dialognya itu panjang. Kalau sebuah tulisan tidak ada isinya, isinya hoax maka dialognya pun umurnya pendek, orang udah akan ninggalin aja ach gak penting. Jadi Kompasiana ketika karena dia tahu saya sedang perang ya, perang opini gitu, ini ini kita berbicara berpolitik praktis, maka isinya pun sedikit banyak mau gak mau akan masuk dalam wilayah mutu tertentu ya ada bobotnya lah walaupun pasti akan ada dipilah-pilah lagi, itu perlu di analisa lagi kontennya dan itu perlu waktu dan itu disertasi, silhakan aja kalau ada waktu. Tapi secara umum saya menilainya seperti itu jadi termasuk yang orang-orang yang tidak masuk ke politik parktis, itu lebih enak lebih bermutu lagi bisa saya bilang, karena dia akan berpikir bagaimana membuat tulisan yang edukatif, yang orang bisa mendapatkan sesuatu tercerahkan terkait politik tidak terbawa emosi, tidak tercekoki oleh timtim kampanye yang bermain di Kompasiana jadi lebih murni dia bermainnya, lebih kepada bagaimana informasi bisa mencerahkan, bisa merubah pikiran para pembaca. T: Kapan kanal Kotak Suara 2014 hadir? J: Saya bikinnya sejak akhir 2013, mulai on-nya banget Januari 2014 akhir ya gitu. T: Apakah ini bagian dari perhatian Kompasiana terhadap proses literasi politik atau melek politik di kalangan warga? J: Yah... persis persis, memang kita punya media ini maka kita gunakan untuk sebisa mungkin bermanfaat buat masyarakat. Itu akan sekali banyak temanya, bicara politik berarti ke situ arahnya, makanya kita akan buatkan offline activity, gathering-gathering para Kompasianer, menambah wawasan mereka terkait politik dengan ngobrol langsung dengan orangnya dengan orangnya yang langsung in ke politik itu, tidak hanya mereka baca dari sumber ke-2 katakanlah yang mereka menulis di media massa, dia bisa bertemu langsung dengan berinteraksi langsung. Yah... kalau bicara tema-tema lain yah sama, tema sosial budaya, tema public service itu pasti dengan adanya media ini namanya fungsi media kan katakanlah disebut pilar ke-empat dalam demokrasi dalam masyarakat. Maka ketika dimiliki oleh masyarakat sendiri itu hasilnya akan lebih bombastis dan itu yang kita harus lakukan. T: Pada pemilu sebelumnya, sudah adakah kanal serupa seperti ini? J: Belum persis, karena kan pemilu Kompasiana baru ada di dua pemilu aja, 2009,2014 baru ini aja. Ini skripsi yang sangat akan aktual sekali. T: Untuk polling, Apakah sejauh ini sudah bisa dijadikan alat ukur untuk meraba keinginan publik terkait paket capres-cawapres? J: Mungkin karena memang kita belakangan ya telat jadi agak kurang banyak juga yang masuk, kita sengaja menampilkan presentasikan dalam jumlah suara biar keliatan oh ternyata sedikit gitu gitu tapi bisa di nilai sendiri lah masyarakat, silahkan masyarakat diliat lagi hasil polling itu. Tapi paling tidak akan keliatan polanya siapa yang paling banyak ada di Kompasiana tim mana tp akan menariknya di situ. Oh... ada Jokowi semua berarti konsen di Kompasiana Jokowi, dan kita sama sekali tidak ada tendensi untuk menunjukan bahwa Jokowi dari ada Kompasiana nggak. Itu murni apapun yang ada di Kompasiana tidak ada agenda setting, tidak ada rekayasa, tidak ada arahan dari kita sebagai pengelola bahkan menariknya setiap kali kita bikin event, modis atau pun nangkring, modislah mungkin, kan pertanyaan semua dari audiens dari Kompasianer. Kita nggak ada yang namanya nunjuk orang, eh lu nanti nanya ini ya, atau kita atur, natural sekali karena itu yang kita jaga citizen media. T: Adakah tekanan politik dari pihak luar terhadap Kompasiana menyoal rubrik Polling? J: Nggak ada, aman. Gak ada urusannya makanya kan saya berani bilang, polling tidak menerima sponsor, itu untuk mengantisipasi dan untuk menegaskan bahwa ini polling kita mau bikin aja, ga ada urusannya ama partai manapun itu berarti politik praktis. T: Pasca pemilu, apakah kanal Kotak Suara 2014 ini akan dibekukan? Mengingat kanal ini terlihat khusus hadir pada saat pemilu 2014. J: gak dong, kan pemilu running terus. Pilkada makanya tadi saya bilang kita akan coba memikirkan bagaimana dia nanti Kotak Suara bisa terus jalan tidak matinya mungkin tampletnya yang ada sekarang, kita pikirkan menu-menunya gitu kan. Itu juga tugas saya sih karena saya yang bikin jadi saya harus biar hidup terus gimana caranya karena pilkada selalu ada, tidak akan pernah mati walaupun kalau yang pileg itu selesai ya lima tahun sekali tapi kalau pilkada terus running dan itu Indonesia ini, kalau kita mau menjadikan politik suatu yang serius, ingin mengembangkannya secara betul-betul dengan hati nurani dia buat, artinya oke berpolitik praktis silahkan tapi ada orang yang fokus menjadikan ini sebagai suatu yang politik yang bermutu, yang berisi, kalau kita melakukan itu dengan pemilu lima tahunan langsung, pemilu pilkada setiap sepanjang masa karena kita bisa menjadi kiblat demokrasi ke2 di dunia setelah Amerika. Tapi kalau mau nyamain Amerika jangan dulu deh karena saya baru belajar dari sana dan itu kayaknya imajinasinya terlalu tinggi tapi kalau ke-2 mungkin, kita bisa loh menjadikan rujukan negara-negara bahwa ini adalah negara terbaik untuk anda belajar bagaimana untuk berdemokrasi dan bagaimana berpemilu. Karena ketika saya ke Amerika pun, mereka banyak pertanyaan bagaimana mereka pemilu langsung di Indonesia karena di Amerika pun gak langsung pemilu. T: Dalam pengelolaannya Kompasiana dan Kotak Suara, apakah admin terbuka mendengar masukan dari useri? J: Sangat terbuka sekali mulai dari urusan fiture produk ya mulai dari masalah produk, masalah konten, masalah bisnis ya. Kemarin kan kita bikin gathering nangkirng itu khusus ngomongin masalah Kompasiana, kita bikin continue udah 2 kali kita gelar, terakhir bulan Mei kemarin, mungkin yah gak tiap bulan tapi 2 bulan atau 3 bulan sekali undang Kompasianer khusus buat ngomongin Kompasiana masukan-masukannya apa. Tapi memang kita masukan itu tidak semuanya kita bisa wujudkan, yah karena kita itu tadi kita kan yang saya bilang gak punya kepentingan, tidak punya keberpihakkan, kepada satu komponen, satu komunitas, atau satu bagian masyarakat manapun. Sehingga Ketika si a mengusulkan ini dengan membawa bukan membawa sih mempresetasikan kepentingan yang bagian tertentu, kelompok tertentu, makanya itu akan tidak bisa diterapkan karena hanya bagian ini aja terakomodir, makanya kita selalu memikirkan bagaimana Kompasiana bisa diterima semua orang tapi untuk hal-hal teknis, krtikan, protes, itu kita udah selalu selalu, ini kurang, ini kurang kita perbaiki. Kemarin banyak yang lolos-lolos kita tambah adminnya paling gitu, kita buatkan sebuah mekanisme kerja yang bisa lebih mengakomodir di malam hari, menangani bagaimana selalu melakukan perbaikan-perbaikan berdasarkan masukan-masukan dari Kompasianer. Mungkin kan fiture-fiture kita itu harus membuat fiture betul-betul produk dengan memperbanyak, kita memperbanyak produk dengan menyediakan sebanyak mungkin fiture yang memungkinkan masyarakat untuk terlibat dalam memberikan masukan ke Kompasiana karena pengembangan. T: Apa rencana kedepan untuk perkembangan Kompasiana khususnya untuk Kotak Suara 2014? J: Kalau Kotak Suara itu tadi ya, tetap namanya Kotak Suara, kita akan menjadikan ini sebagai media literasi politik untuk semua kegiatan pilkada di Indonesia. Mimpi saya sih menjadikan isu pilkada menjadi isu nasional tidak lagi bermain di lokal karena kalau bermain di lokal itu hanya menciptakan raja-raja lokal yang tidak terpantau secara keseluruhan. Jadi kita tidak bisa mengambil pelajaran dari apa yang terjadi di masing-masing daerah gitu ya, lalu juga kita mau bikin kegiatan obrolan politik itu saya sebutnya sebagai Optik itu akan yah kita-kita itu akan memang perlu sebuah komitmen biar teman-teman bisa masuk kesini karena kalau memang biacara politik berarti tidak bicara bisnis, lu kalau udah ngomongin politik, konsep di politik gak bakalan dapet iklan kan gitu, iya gak sih, karena udah semakin serius ngomongin politik semakin alergi bisnis masuk ke situ. Jadi nanti perlu strategi baru untuk bisa mengembangin Kotak Suara ini. Tapi kalau Kompasiana secara keseluruhan, saya melihatnya Kompasiana ini yang tadi saya bilang di awal masih perlu banyak sekali pengembangan karena dari sisi produk sendiri, kita masih menggunakan teknologi katakanlah teknologi dua tiga tahun yang lalu jadi kita harusnya sudah bertransformasi menjadi yang lebih canggih lagi sekarang, dari sisi konten juga kadang kita pengen saya pengen biar Kompasiana ini menjadi sebuah tempat banyak orang yang menggunakan konten dari Kompasiana, secara lebih pire, secara lebih adil, secara lebih transfran, artinya mungkin ilustrasi kasarnya ya jadi ini saya baru kepikiran tadi, kalau sekarang koran-koran tidak mampu menerima tulisan yang sudah pernah ditulis di blog mungkin nanti akan ada satu masa ketika koran-koran itu menjadi blog untuk dibuat di koran mereka. Karena saatnya orang berpikir ngapain gua nulis di Koram mendingan gua nulis di blog gua aja sendiri. Jadi semakin orang punya pikiran gitu semakin bagus nantinya isi blog itu khususnya di Kompasiana yang memang kita kelola, yah begitu kita memang dulu untuk freez sendiri saya sudah punya konsep untuk mengembangkan freez sekarang kan lagi gak terbit nih di Kompas cetak, yaudah biarin aja, saya cuma bilang ini yang rugi Kompas cetak karena kita ada rencana nanti freez ini kita taro di koran-koran yang lain gitu aja itu lebih gampang. Kita pernah rencana kemarin majalah cuma saya masih belum yakin majalah ini bisa lebih bagus dari versi korannya karena yang paling pas memang koran tiap minggu tiap minggu, isunya siap running bisa hot gitu, kalau majalah dari sisi konten belum mungkin harus dicoba tapi belumlah nanti kita coba berusaha. T: Seperti apa harapan untuk Kompasianer sendiri? J: Yah... Let’s mix Indonesia better true Writing, itu aja sih alasan saya, Kampanye saya kan selalu menulis yuk nulis yuk nulis jangankan ke masyarakat ke instansi, ke humas, ke pejabat-pejabat, mengajak nulis aja udah artinya kita gak punya tendensi untuk menjadikan warga itu sebagai jurnalis. Warga yah warga dengan profesi dia masing-masing siswa, dokter, karyawan, sekretaris, wirausaha apapun be your self but read is your self. Transkip Wawancara Tahap 3 Judul Skripsi : Literasi Politik Jelang Pemilhan Presiden (PILPRES) 2014 di Media Sosial Kompasiana Nama : Shulhan Rumaru Jabatan : Staf Admin Kompasiana Tempat : Ciputat, Tangerang Selatan Waktu : Senin, 05 Mei 2014/ 14:00-14:30 WIB T: Sebagai yang dipercaya dalam mengelola Kotak Suara 2014, Bagaimana dinamika yang terjadi? J: Sejak kanal Kotak suara online pada bulan Januari 2014 dengan microsite sendiri namun masih dalam domain Kompasiana, saya langsung membuat pengumuman atau berita admin yang diujukan kepada para Kompasianer. Tujuannya untuk mengajak sebanyak mungkin Kompasianer agar berpartisipasi aktif menulis seputar peristiwa pemilu berupa reportase maupun opini. Pada hari pertama, Kotak Suara langsung diserbu sekitar 100 tulisan yang dibagi sesuai dengan kategori tagging yang digunakan di Kotak Suara. Masing-masing tulisan langsung masuk ke rubrik yang ada, seperti rubrik Pilpres, Pileg dan Serbaserbi Pemilu. Belakangan, Admin menambahkan beberapa rubrik baru yaitu Polling dan Pro Kontra. Untuk menambah riuhnya suasana di Kotak Suara, Admin juga mendongkraknya dengan Topik Pilihan khusus seperti Kawal Pilpres dan Kawal Pemilu yang semua berupa reportase. Alhamdulillah, ratusan tulisan mengenai peristiwa pemilu berhasil dijaring di Kotak Suara. Hal ini menunjukkan bahwa Kompasianer aktif dalam mengabarkan peristiwa pemilu juga menyumbang opini seputar pemilu. T: Sebagai Media sosial bagi warga apakah kanal tersebut efektif sebagai suara rakyat? J: Sebenarnya untuk melihat efektivitas kanal ini, kita perlu minta tanggapan dari Kompasianer. Meski begitu, menurut saya, kanal ini cukup efektif karena mampu merangsang warga atau netizen untuk lebih aktif terlibat dalam prosesi pemilu. Seagai contoh, ada laporan warga tentang money politics yang dilakukan beberapa caleg yang tengah berkontestasi, juga reportase lainnya. Kesadaran mengabarkan peristiwa kecurangan dalam pemilu ini lahir karena kesadaran akan pentingnya pemilu bersih oleh Kompasianer. Dengan saling berbagi berita dan opini seputar pemilu, sesungguhnya Kompasianer sudah menyadari pentingnya menjaga mutu pemilu itu sendiri. Berhubung publik Kompasiana bisa kita golongkan sebagai attentive public alias publik yang berperhatian, maka mereka juga bisa memilah dan memilih berita mana yang akan mereka bagi dengan yang lain atau berita apa yang mereka tulis terkait pemilu. Kompasiana juga jadi ruang diskusi yang terbuka di antara netizen untuk membahas seputar pemilu. T: Apakah informasi seputar politik khususnya pemilu sudah cukup baik dan memadai? J: Sebenarnya informasi seputar pemilu yang bersifat teknis memang tidak disajikan oleh admin, seperti tulisan yang membahas seputar tatacara pencoblosan dll. Namun dari Kompasianer sendiri, mereka berinisiatif menuliskan informasi tersebut, bahkan berbagi tips seputar kegiatan pemilu. Selebihnya, berita dan opini politik terkait pemilu secara kuantitas tumpah ruah di Kompasiana. Mulai dari tulisan yang bersifat propaganda, opini, sampai kampanye negatif pun ada. Bedanya, di Kompasiana tidak menolelir kampanye hitam dan masih mentoleransi kampanye negative yang bisa diverivikasi kebenarannya. Uniknya lagi, berita seputar pemilu yang tidak berhasil dicover oleh media mainstream bisa kita dapatkan di Kompasiana. Misalkan, berita seputar surat perintah menghadiri kampanye salah satu partai yang ditujukkan kepada seluruh karyawan dari si pemilik media yang memang beraviliasi secara politis di partai tersebut. T: Menurut Anda, Apakah tulisan yang ditulis oleh Kompasianer sudah kredibel? J: Kompasiana menyediakan sistem verifikasi akun bagi setiap kompasianer untuk membedakan mana akun terpercaya dan mana akun abal-abal atau anonym. Sistem verifikasi ini juga sebagai tanda bahwa penulisnya terdaftar secara riil di data base admin, dan mereka yang terverifikasi akan mendapat banyak akses ekslusif untuk mengikuti berbagai kegiatan di Kompasiana, termasuk diprioritaskan untuk masuk klom headline. Hal ini untuk memacu kompasianer agar memberitakan sesuatu yang positif dengan akun terverifikasi. Jadi, ukuran kredibel ini bisa kita lihat dari konten yang disajikan sekaligus status verifikasi akun tersebut. Tapi tidak dimungkiri, ada saja akun yang membandel yang kadang mengambil posisi sebagai nitizen bertipologi propagandis yang tentu tulisannya bisa diragukan kualitas dan akurasi faktanya. T: Sebagai pengelola Kotak Suara 2014 menyoalkan politik, dari mana saja pengetahuan politik yang didapat selain Kompasiana? J: Saya pribadi selalu mengikuti berita seputar politik dari mainstream media, karena bisa menjadi tolak ukur kebenaran dan verifikasi beritanya bisa dibilang akurat. Hanya saja, dalam suasana pemilu, memang tidak mudah mencari media yang nonpartisan. Sebab itu, diakali dengan membaca berita dari berita dari berbagai sumber terpercaya. Untuk Kompasianer sendiri, saya melihat mereka banyak menggali berita dari sumber mainstream, lalu mereka meng-create opini dan membuat berita sendiri. Terkadang, mereka juga aktif dalam diskusi publik yang diadakan Kompasiana dan kopdar yang dilakukan sendiri oleh kompasianer. T: Apakah hadirnya kanal Kotak Suara 2014 sudah cukup mewadahi masyarakat dalam proses literasi politik? J: Kompasiana menjadi ruang alternative dalam proses literasi politik sebab di Kompasiana, setiap netizen yang sudah terdaftar sebagai kompasianer, bebas menuliskan pemikirannya seputar politik dan berdiskusi langsung lewat kolom komentar. Terkadang, tulisan dibalas tulisan atau dari diskusi di kolom komentar bisa melahirkan tulisan baru. Sedangkan dari admin, kita membuka wacana seputar isu politik terhangat dalam bentuk pro-kontra yang tersedia di kanal kotak suara, juga berbagai kegiatan offline seperti monthly discussion (Modis) menyoal politik dengan tokoh-tokoh politik nasional. T: Biasanya menjelang pilpres 2014 ini apakah ada Kompasianer yang tibatiba hadir untuk menulis dengan tujuan kepentingan seperti cyber army? J: Jelas ada cyber army. Biasanya mereka hadir untuk membela kelompok tertentu atau tokoh tertentu dan menyerang kelompok lain yang berseberangan ideologi politiknya. Biasanya mereka juga enggan memverifikasi akunnya, sehingga identitas mereka tetap saja tersembunyi atau anonym. T: Untuk mengatasi hal-hal seperti cyber army atau propaganda. Apakah pihak Kompasiana menindak tegas hal seperti itu? J: Kompasiana sudah punya warning sistem yang dilakukan oleh admin untuk menegur setiap Kompasianer yang berperilaku di luar term on conditions (TaC) yang sudah baku di Kompasiana. Kalau ada tulisan yang bersifat tendensius, memfitnah atau menyerang siapapun, maka tulisan tersebut akan dihapus admin. Kemudian, admin mengirimkan pesan peringatan kepada Kompasianer tersebut agar tidak mengulangi kesalahannya. Jika tetap membandel lebih dari tiga kali sesuai ketentuan, maka akunnya terancam dibekukan admin. T: Sebagai Admin, Apa harapan untuk Kompasiana? J: Harapan saya, Kompasiana tetap membuka ruang-ruang diskusi yang lebih luas lagi dan inovatif bagi Kompasianer. Semoga Kompasiana ke depannya makin dicintai netizen dan menjadi media warga yang terdepan dalam mengabarkan peristiwa di sekitar warga. Transkip Wawancara Tahap 4 Judul Skripsi : Literasi Politik Jelang Pemilhan Presiden (PILPRES) 2014 di Media Sosial Kompasiana Nama : Thamrin Dahlan Jabatan : Kompasianer/ Dosen Universitas Gunadarma Tempat : Via Email ([email protected]) Waktu : Senin, 26 Mei 2014/ 09:34 WIB T: Bagaimana respon bapak dengan hadirnya kanal Kotak Suara 2014? Respon saya terhadap hadirnya Kotak Suara 2014? J: POSITIF T: Sebagai Media sosial bagi warga apakah kanal tersebut efektif sebagai suara rakyat? J: Dilihat dari lingkup social media kanal kotak suara cukup effektif, paling tidak merupakan kanal untuk menampung aspirasi hak politik citizen jurnalis T: Apakah infomasi seputar politik khussunya pemilu sudah cukup baik dan memadahi? J: Tulisan kompasianer lebih banyak berbentuk opini, sehingga pendapat yang disampaikan berdasarkan informasi politik yang berkembang sesuai dengan kubu yang diusung pada pilpres 2014. Sejauh ini informasi lebih banyak bersifat subjketif. T: Apakah tulisan yang ditulis oleh Kompasianer sudah kredibel? J: Kompasianer sangat beragam dilihat dari latar belakang pendidikan, profesi dan niat menyampaikan pendapat tetang pilpres. Kualitas tulisan berbanding lurus dengan seberapa lama kompasianer telah bergabung di soail media dan dilihat juga apakah akun ybs ter verifikasi. T: Sebagai yang aktif menulis tentang politik, dari mana saja pengetahuan politik yang didapat selain Kompasiana? J: Ilmu pengetahuan politik yang didapat lebih banyak otodidak, banyak membaca ulasan ulasan pengamat politik seperti Bapak Gun Gun Heryanto serta dikaitkan dengan pengalaman selama bekerja di birokrasi dan organisai profesi serta masyarakat. T: Biasaanya selain menulis, Apakah aktivitas kompasianer dlm seputar politik? J: Saya tergabung sebagai Kader Partai Gerindra namun berusaha dalam menyampaikan opini berpijak kepada objektivitas serta motto menulis : penasehat, penakawan penasaran. T: Apakah hadirnya kanal Kotak Suara 2014 sudah cukup mewadahi masyarakat dalam proses literasi politik? J: Kotak suara cukup mewadahi masyarakat tertentu seperti komunitas penulis dan berdampak kepada pembaca (silent rider) . Literasi politik mungkin tidak seberapa, artinya kompasianer yang akhirnya menerbitkan buku politik sangat sedikit. Dari kompasiana baru ada buku Jokowi bukan untuk Presiden, Ahok untuk Indonesia dan Prabowo Presidenku. T: Sebagai Kompasianer, Apa harapan untuk Kompasiana? J: Harapan saya sebagai kompasianer, Admin kompasiana tetap netral dan objektif menilai setiap tulisan yang masuk terutama dalam “membesarkan” posting ke kanal HL. TA dan ter ter ter. Semoga jawaban saya menlengkapi Penelitian Putri Terima kasih Salam Indonesia Raya TD Transkip Wawancara Tahap 5 Judul Skripsi : Literasi Politik Jelang Pemilhan Presiden (PILPRES) 2014 di Media Sosial Kompasiana Nama : A. Najiullah Thaib Jabatan : Kompasianer/ Pekerja Seni Tempat : Via Email ([email protected]) Waktu : Kamis, 26 Juni 2014/ 11:44 WIB T: Bagaimana respon dan penilaian bapak dengan hadirnya kanal Kotak Suara 2014? J: Sangat bermanfaat..nyatanya tulisan kompasianer yang ada dikanal tersebut, khususnyà yang mengulas tentang Pilpres 2014 banyak di share di media sosial. T: Sebagai Media sosial bagi warga apakah kanal tersebut efektif sebagai suara rakyat dalam membincangkan Pemilu 2014? J: Menjadi sangat efektif kalau apa yang disampaikan berimbang dan mampu memberikan pencerahan bagi para pembaca..apalagi kalau sampai bisa dijadikan referensi. T: Apakah infomasi seputar politik khususnya pemilu, sudah cukup baik dan memadai? J: Saya sudah lama tidak membuka Kompasiana, jadi kuràng mengamati konten tulisan yang ada. T: Apakah tulisan yang ditulis oleh Kompasianer seputar politik dan pemilu 2014 sudah bisa dinilai kredibel? J: Beberapa yang sempat saya baca karena dishare di Facebook memang isinya masih kurang berimbang, masih terlalu berpihak kepada salah satu capres yang diidolakan, itulah yang membuat saya berhenti sejenak menulis dikanal politik Kompasiana karena takut tidak bisa menyampaikan imformasi secara objektif. T: Sebagai Kompasianer yang aktif menulis tentang politik, dari mana saja pengetahuan politik yang didapat selain Kompasiana? J: Dari mengamati berbagai peristiwa politik dari berbagai media, baik media cetak, elektronik maupun media online..dan kebetulan juga atmosfir dilingkungan keluarga adalah atmosfir politik. T: Biasanya selain menulis, Apakah aktivitas bapak seputar politik atau Pemilu 2014? J: Seputar Pemilu 2014 saya hanya menulis politik di status facebook..selebihnya aktivitas saya dikesenian, khususnya film.. T: Apakah hadirnya kanal Kotak Suara 2014 sudah cukup mewadahi masyarakat dalam proses literasi politik, khususnya Kompasianer? J: Sangat mewadahi..khususnya bagi masyarakat yang ingin mengamati dan berminat untuk menyampaikan aspirasi politik. T: Sebagai Kompasianer, Apa harapan untuk Kompasiana? J: Saya sangat berharapa Kompasiana tetap bisa dijadikan bahan referensi dan inspirasi bagi masyarakat pembacanya, tetap konsisten sebagai media sosial yang memberikan imformasi yang objektif. Transkip Wawancara Tahap 6 Judul Skripsi : Literasi Politik Jelang Pemilhan Presiden (PILPRES) 2014 di Media Sosial Kompasiana Nama : Daniel H.T Jabatan : Kompasianer Surabaya/ Wiraswasta Tempat : Via Email ([email protected]) Waktu : Senin, 14 Juli 2014/ 09:45 WIB T: Bagaimana respon dan penilaian bapak dengan hadirnya kanal Kotak Suara 2014? J: Sangat membantu warga biasa untuk menyalurkan aspirasinya, berbagi informasi, pengetahuan dan sebagainya mengenai Pemilu 2014 ini. Kanal ini, seperti juga Kompasiana pada umumnya, pasti dibaca oleh sangat banyak orang, termasuk para politisi dan pengambil kebijakan di pemerintah. T: Sebagai Media sosial bagi warga apakah kanal tersebut efektif sebagai suara rakyat dalam membincangkan Pemilu 2014? J: Sangat efektif. Mengingat Kompasiana juga sudah merupakan media sosial yang paling diperhitungkan. Kotak Suara menjadi saluran paling efesien dan efektif bagi warga biasa untuk menyalurkan aspirasi, informasi, dll. Jika tidak ada kanal ini, entah ke mana sekian banyak aspirasi yang selama ini ditulis di kanal tersebut bisa disalurkan. Saya yakin artikel-artikel tersebut juga dibaca oleh orang-orang penting, termasuk mereka yang terlibat langsung di Pemilu (Pileg dan Pilpres) ini. T: Apakah infomasi seputar politik khususnya pemilu, sudah cukup baik dan memadai? J: Ya. Sangat banyak informasi yang bisa didapat di kanal ini, karena yang menulisnya juga dari berbagai profesi dan latar belakang. Mereka semua saling berbagi informasi, pengetahuan, dan opini. Ini sangat bagus untuk Kompasianer untuk menambah wawasan. T: Apakah tulisan yang ditulis oleh Kompasianer seputar politik dan pemilu 2014 sudah bisa dinilai kredibel? J: Sepengetahuan saya, sebagian besar bisa dipercaya (kredibel). Kompasinaer juga terdiri dari orang-orang yang berpendidikan tinggi dan berwawasan luas, sehingga jika ada artikel yang “abai-abai”, SARA, dan lain-lain, pasti akan mendapat kritikan dan kecaman keras. T: Sebagai Kompasianer yang aktif menulis tentang politik, dari mana saja pengetahuan politik yang didapat selain Kompasiana? J: Saya sejak kecil suka membaca. Jadi, pengetahuan politik yang saya peroleh, ya, dari membaca. Sumbernya bisa di media berita di internet, maupun media cetak, seperti Harian Kompas, dan Majalah Tempo. T: Biasanya selain menulis, Apakah aktivitas bapak seputar politik atau Pemilu 2014? J: Tidak ada. T: Apakah hadirnya kanal Kotak Suara 2014 sudah cukup mewadahi masyarakat dalam proses literasi politik, khususnya Kompasianer? J: Sangat cukup. Alasan-alasannya sudah saya kemukakan di atas. T: Sebagai Kompasianer, Apa harapan untuk Kompasiana? J: Saya mengharapkan Kompasiana akan semakin berperan penting dalam pembangunan bangsa dan negara, yaitu melalui aspirasi-aspirasi, opini, informasi, dan ilmu pengetahuan yang ditulis para Kompasiner. Kompasiana akan semakin diperhitungkan oleh para pengambil keputusan di negeri ini, bahkan termasuk Presiden. Saya mengharapkan Kompasiana kelak dijadikan salah satu rujukan penting bagi politisi dan pejabat pemerintah tingkat daerah sampai pusat dalam mengambil kebijakan-kebijakan mereka.