I. 1.1 PENDAHULUAN Latar Belakang Irigasi merupakan komponen penting bagi kegiatan pertanian di Indonesia yang sebagian besar berada di wilayah perdesaan. Indonesia adalah negara yang sebagian besar penduduknya hidup dari pertanian dengan makanan pokoknya beras, sagu, dan ubi hasil produksi pertanian. Kebijakan pemerintah dalam pembangunan sangat diperlukan untuk mendukung sektor tersebut antara lain tentang pengelolaan sistem irigasi ditingkat usaha tani telah ditetapkan dalam 2 (dua) landasan hukum yaitu UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2006 tentang Irigasi. Masyarakat Indonesia sejak awal telah akrab dengan budaya pengairan sehingga disebut masyarakat hidrolik. Indonesia merupakan Negara agraris dimana pembangunan dibidang pertanian merupakan prioritas pertama. Berdasarkan UU nomor 7 tahun 1996 tentang pangan menyatakan bahwa perwujudan ketahanan pangan merupakan kewajiban pemerintah bersama masyarakat (Partowijoto, 2003). Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi air permukaan, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa dan irigasi rawa. Pembangunan saluran irigrasi sebagai penunjang penyediaan bahan pangan nasional tentu sangat diperlukan, sehingga ketersediaan lahan akan terpenuhi walaupun lahan tersebut berada jauh dari sumber air permukaan. Dalam pertanian bahwa irigasi dan drainase merupakan suatu sub system pertanian yang sangat penting. Jika salah satunya tidak terpenuhi maka pertanian tidak akan berjalan. Irigasi merupakan proses pemberian air sedangkan drainase adalah proses pembuangan air. Pemanfaatan sumber daya air pada musim kemarau biasanya dirasasemakin bertambah besar, namun dibalik itu ketersediaan jumlahnyaterbatas, seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan aktivitasmasyarakat yang selalu meningkat, keterbatasan air bagi pertanian bukan saja terjadi pada musim kemarau, namun di musim hujanpun bisa terjadi. Hal ini disebabkan sebagian besar air hujan yang jatuh menjadi aliran permukaan dan tidak termanfaatkan, sehingga ketersediaan air menjadi berkurang dalam skala ruang dan waktu , keterbatasan air menyebabkan berkurangnya luas tanam, jenis dan jumlah produksi pertanian. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan prioritas dan efisiensi penggunaan air. Efisiensi penggunaan air yang tinggi dalam hal ini irigasi dapat terlaksana apabila manajemen operasional yang ditetapkan tepat pada sasaran dan sarana jaringan irigasi yang mewadahi baik jumlah maupun kualitasnya. Sarana yang dimaksud meliputi: saluran air, bangunan penangkap air, bangunan sadap, bangunan bagi, alat ukur debit danbangunan-bangunan lainnya. Bangunan ukur debit memegang peranan yang sangat penting dalam mendistribusikan air, sehingga diperoleh jumlah air yang diberikan akan sama jumlah air yang dibutuhkan. Apabila jumlah air yang diberikan lebih besar yang diminta, maka efisiensinya rendah sehingga penggunaan air boros, terbuang secara percuma. Demikian juga sebaliknya, jika jumlah air yang tidak mencukupi untuk kebutuhan tanaman pertanian akan berakibat produktivitas hasil pertanian menurun. Dengan demikian bangunan ukur debit harus tepat dalam memberikan jumlah air sesuai yang dibutuhkan. 1.2 Tujuan Bedasarkan latar belakang yang telah tertulis diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan pembuatan laporan ini adalah : 1.2.1 Mengetahui jumlah air yang dibutuhkan oleh tanaman 1.2.2 Mengetahui sistem irigasi yang tepat guna (efisien) digunakan II. 2.1 PEMBAHASAN Cropwat Sebagai Aplikasi Perhitungan Kebutuhan Air Tanaman Software Cropwat 8 CROPWAT 8,0 adalah program komputer untuk perhitungan kebutuhan air tanaman dan kebutuhan irigasi berdasarkan data tanah, iklim dan tanaman. Selain itu, program ini memungkinkan pengembangan jadual irigasi untuk kondisi manajemen yang berbeda dan perhitungan pasokan skema air untuk berbagai pola tanaman. CROPWAT 8,0 juga dapat digunakan untuk mengevaluasi praktek-praktek irigasi petani dan untuk menilai kinerja tanaman yang berhubungan dengan kebutuhan air. Prosedur perhitungan yang digunakan dalam semua CROPWAT 8,0 didasarkan pada dua publikasi dari FAO Irigasi dan Drainase Series, yaitu, No 56 "Evapotranspirasi Tanaman - Pedoman untuk kebutuhan air tanaman komputasi" dan Nomor 33 berjudul "Tanggapan Hasil untuk air". Sebagai titik awal, dan hanya untuk digunakan saat data lokal tidak tersedia, CROPWAT 8,0 termasuk tanaman standar dan data tanah. Ketika data lokal yang tersedia, file-file data dapat dengan mudah diubah atau yang baru dapat diciptakan. Demikian juga, jika data iklim lokal tidak tersedia, ini dapat diperoleh untuk lebih dari 5.000 stasiun di seluruh dunia dari CLIMWAT, database iklim terkait. Perkembangan jadwal irigasi di CROPWAT 8,0 didasarkan pada keseimbangan tanah-air setiap hari menggunakan pilihan yang ditetapkan pengguna berbagai untuk suplai air dan kondisi pengelolaan irigasi. Skema pasokan air dihitung sesuai dengan pola tanam yang ditentukan oleh pengguna, yang dapat berisi hingga 20 tanaman. 2.2 Macam – macam metode irigasi 1. Irigasi Permukaan (Surface Irrigation) Metode ini merupakan cara aplikasi irigasi yang tua dan paling banyak digunakan. Irigasi permukaan lebih cocok diterapkan pada lahan yang relatif seragam dan datar (slope < 2%) serta tanah dengan kapasitas infiltrasi rendah sampai sedang. Investasi awal yang diperlukan untuk membangun irigasi permukaan biasanya rendah namun efisiensinya relatif rendah karena banyak kehilangan air melalui evaporasi, perkolasi, run off maupun seepage. Beberapa tipe irigasi permukaan yang sering dijumpai adalah sawah/genangan (basin), luapan (border), alur (furrow), dan surjan. 1.1 Irigasi Genangan/Sawah (Basin Irrigation) Sistem irigasi ini banyak digunakan untuk tanaman padi.Air diberikan melalui siphon, saluran maupun pintu air ke kolam kemudian ditahan di kolam dengan kedalaman dan selama waktu yang dikehendaki. Irigasi sawah paling cocok untuk untuk tanah dengan laju infiltrasi sedang sampai rendah ( 50 mm/jam). Topografi lahan yang sesuai adalah kemiringan kecil (slope = 0-0,5). Apabila lahan miring atau bergelombang perlu diratakan (levelling) atau dibuat teras. Operasi dapat dilaksanakan oleh tenaga yang tidak ahli. Teknik pemberiaan air dengan genangan dapat digunakan untuk tanaman apapun dengan memperhatikan desain, layout, dan prosedur operasinya. Gambar Contoh irigasi genangan Sumber : Sudjarwadi, 1990 Prosedur desain irigasi genangan: 1. Menentukan layout petak - lokasi sumber air sedapat mungkin berada pada posisi yang memungkinkan seluruh lahan diairi secara gravitasi - bentuk lahan biasanya mengikuti topografi, tetapi bila memungkinkan bentuk bentuk segi empat merupakan bentuk yang paling menguntungkan - ukuran lahan (panjang dan lebar) ditentukan berdasarkan kapasitas infiltrasi dan debit 2. Menentukan kebutuhan air irigasi 3. Menentukan waktu infiltrasi (opportunity time) yaitu waktu yang diperlukan untuk air untuk meresap ke dalam tanah 4. Menentukan debit irigasi - debit harus cukup besar untuk memberikan air yang seragam ke seluruh lahan tetapi tidak terlalu besar sehingga dapat menimbulkan erosi 5. Menentukan waktu pemberian air irigasi (inflow time) yaitu waktu yang diperlukan untuk meresapkan sejumlah air yang diperlukan ke seluruh lahan. 1.2 Irigasi Luapan (Border) Irigasi luapan dilakukan dengan membuat galengan yang sejajar untuk menggiring selapis tipis air bergerak dari satu sisi ke sisi lahan yang lain. Lahan dibagi menjadi beberapa strip sejajar yang dipisahkan oleh galengan kecil. Sifat irigasi luapa ini adalah memberikan air irigasi dapal jumlah seragam di lahan. Irigasi luapan dapat cocok diterapkan di lahan dengan permukaan relatif datar atau dapat dibuat datar dengan murah dan tanpa mengurangi produksi.Umumnya irigasi luapan baik untuk untuk tanah dengan kapasitas infiltrasi sedang sampai rendah.Seringkali metode ini tidak cocok diterapkan di tanah pasiran kasar. Tahap-tahap desain irigasi genangan dapat diterapkan untuk desain irigasi luapan. Tahap terakhir ditambahkan menenetukan jumlah jalur yang akan diairi setiap pemberian irigasi. 1.3 Irigasi Alur (Furrow Irrigation) Irigasi alur dilakukan dengan mengalirkan air melalui alur-alur atau saluran kecil yang dibuat searah atau memotong slope.Air masuk ke dalam permukaan tanah dari dasar alur dan dinding alur.Teknik ini cocok untuk tanah berderet dengan tekstur medium sampai halus untuk mengalirkan air vertikal dan horisontal. Desain irigasi alur meliputi panjang alur, jarak antar alur, dan kedalaman alur.Panjang alur berkisar 100-200 m dengan memperhatikan perkolasi dan erosi.Jarak antar alur 1-2 m tergantung jenis tanaman dan sifat tanah.Kedalaman alur 20-30 cm untuk memudahkan pengendalian dan penetrasi air. Kelebihan dari irigasi alur ini adalah mengurangi kehilangan akibat evaporasi, mengurangi pelumpran tanah berat, dan mempercepat pengolahan tanah setelah pemberian air.Irigasi alur cocok untuk memberikan air pada tanaman yang mudah rusak bila bagian tanamannya terkena air.Tenaga kerja yang diperlukan untuk mengoperasikan sistem ini relatif lebih besar daripada irigasi kolam. alur alur Pola pembasahan Gambar Penampang irigasi alur Sumber : Sudjarwadi, 1990 2. Irigasi Sprinkle (Curah) Sistem Irigasi curah atau sprinkler merupakan salah satu alternative metode pemberian air dengan efisiensi pemberian air lebih tinggi dibandingkan dengan irigasi permukaan (surface irrigation). Air yang disemprot akan seperti kabut, sehingga tanaman mendapat air dari atas, daun akan basah lebih dahulu, kemudian menetes ke akar. Penyemprotan dibuat dengan mengalirkan air bertekanan melalui orifice kecil atau nozzle.Tekanan biasanya didapatkan dengan pemompaan. Untuk mendapatkan penyebaran air yang seragam diperlukan pemilihan ukuran nozzle, tekanan operasional, spasing sprinkler dan laju infiltrasi tanah yang sesuai. Irigasi curah dapat digunakan untuk hampir semua tanaman, pada hampir semua jenis tanah.Akan tetapi tidak cocok untuk tanah berstruktur liat halus, dimana laju infiltrasi kurang dari 4 mm per jam dan atau kecepatan angin lebih besar dari 13 km/jam. Disamping untuk memenuhi kebutuhan air tanaman.Sistem ini dapat pula digunakan untuk mencegah pembekuan, mengurangi erosi angin, memberikan pupuk dan lain-lain. Pada irigasi curah air dialirkan dari sumber melalui jaringan pipa yang disebut mainline dan sub-mainlen dan ke beberapa lateral yang masing-masing mempunyai beberapa mata pencurah. 3. Irigasi Tetes Irigasi Tetes adalah suatu sistem untuk memasok air (dan pupuk) tersaring ke dalam tanah melalui suatu pemancar (emiter / dripper). Air akan menyebar di tanah baik ke samping maupun ke bawah karena gaya kapiler dan gravitasi. Bentuk sebarannya tergantung jenis tanah, kelembaban, permeabilitas tanah, dan jenis tanaman. Irigasi tetes sering juga disebut sebagai irigasi mikro, irigasi bawah tanah, iigasi rembesan, tau irigasi gelembung yang memiliki kriteri rancangan dan pengelolaan yang sama. 4. Irigasi Tradisional dengan Ember Di sini diperlukan tenaga kerja secara perorangan yang banyak sekali.Di samping itu juga pemborosan tenaga kerja yang harus menenteng ember. 5. Irigasi Lokal Sistem ini air distribusikan dengan cara pipanisasi. Di sini juga berlaku gravitasi, di mana lahan yang tinggi mendapat air lebih dahulu.Namun air yang disebar hanya terbatas sekali atau secara lokal. 6. Irigasi dengan Penyemprotan Penyemprotan biasanya dipakai penyemprot air atau sprinkle. Air yang disemprot akan seperti kabut, sehingga tanaman mendapat air dari atas, daun akan basah lebih dahulu, kemudian menetes ke akar. 7. Irigasi Pompa Air Air diambil dari sumur dalam dan dinaikkan melalui pompa air, kemudian dialirkan dengan berbagai cara, misalnya dengan pipa atau saluran. Pada musim kemarau irigasi ini dapat terus mengairi sawah. (Hansen, 2002) 2.3 Kondisi Iklim Lokasi Wilayah provinsi Jawa Timur (misal : Halim Perdana Kusuma) termasuk tipe iklim C dan D menurut klasifikasi iklim Schmit Ferguson dengan curah hujan rata-rata sepanjang tahun 2.000 mm. Bulan Januari Februari Tabel 1 Data Parameter Iklim Kawasan Halim Perdana Kusuma Curah Radiasi Temperatur Kelembaban Kecepatan Hujan Matahari rata-rata (˚) (%) angin (knots) (mm) (%) 18.23 269.1 24.4 59.7 2.2 23.59 536.6 40.3 75.4 3.4 Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember 23.91 26.93 24.36 26.77 26.43 23.76 27.1 24.52 27.23 26.52 199 214.6 144.7 87.6 97.6 77.4 77.7 156 186.9 216.7 50.1 60.5 62.2 69.4 75.1 71.4 67.4 57 53 43.9 74.4 82.7 73.6 79.6 78.3 68.1 75.1 69.1 78.3 81.4 Berdasarkan data pada tabel 1, menunjukkan data iklim selama 10 tahun yang digunakan sebagai masukan pada parameter di program Cropwat 8.0, sehingga dapat diperoleh jumlah evapotranspirasi acuan (ETo). Evapotranspirasi acuan ini digunakan untuk menentukan besar evapotranspirasi tanaman (ETc). Berikut hasil perhitungan evapotranspirasi acuan (ETo) pada program Cropwat 8.0 Gambar 1. hasil perhitungan evapotranspirasi acuan (ETo) pada program Cropwat 8.0 Pada gambar 1 menunjukkan hasil perolehan evapotranspirasi acuan (ETo). Nilai evapotranspirasi acuan maksimum terjadi pada bulan September sebesar 4,60 mm/hari, dan nilai evapotranspirasi acuan minimum terjadi pada bulan 2.9 3 2.6 2.8 3.2 3 3.3 2.5 3.9 3.5 Januari dan Juni sebesar 3,48 mm/hari. Selanjutnya data curah hujan dimasukkan pada menu rain sehingga diperoleh curah hujan efektif. Gambar 2. Curah hujan efektif yang diperoleh dari program cropwat Berdasarkan gambar 2 diketahui bahwa curah hujan efektif maksimum terjadi pada bulan Februari sebesar 178,7 mm. Curah hujan efektif jumlah hujan yang jatuh selama periode pertumbuhan tanaman dan hujan itu berguna untuk memenuhi kebutuhan air tanaman (KAT). Jumlah curah hujan efektif pada areal tanaman tergantung pada intensitas hujan, topografi lahan, sistem pengolahan tanah serta tingkat pertumbuhan tanaman (Oldeman dan Syarifuddin, 1977 dalam Sari, N, Y, 2004). Curah hujan memegang peranan pertumbuhan dan produksi tanaman pangan. Hal ini disebabkan air sebagai pengangkut unsur hara dari tanah ke akar dan dilanjutkan ke bagian-bagian lainnya. Fotosintesis akan menurun jika 30% kandungan air dalam daun hilang, kemudian proses fotosintesis akan berhenti jika kehilangan air mencapai 60% (Thornthwaite, 1974). Dalam kondisi alami, kelebihan air kurang bermasalah jika dibandingkan dengan kekeringan. Menurut Thornthwaite (1974) dalam Tjasyono (2004), kekeringan didefinisikan sebagai sebuah keadaan yang membutuhkan air untuk transpirasi dan penguapan langsung melalui jumlah air yang tersedia di tanah. 2.4 Kebutuhan Air Irigasi Tanaman Kebutuhan air irigasi setiap tanaman di setiap wilayah dengan kondisi tertentu berbeda beda. Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi air permukaan, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa dan irigasi rawa. Semua proses kehidupan dan kejadian di dalam tanah yang merupakan tempat media pertumbuhan tanaman hanya dapat terjadi apabila terdapat air di dalamnya. Oleh karena itu, sangat jelas bahwa air merupakan sumber bagi kehidupan makhluk hidup. Dalam kata lain irigasi berarti mengalirkan air secara buatan dari sumber air yang tersedia ke suatu lahan untuk memenuhi kebutuhan tanaman (Dardji, 1979). Kondisi lingkungan sangat menentukan jumlah air yang digunakan untuk mengairi lahan. Parameterparameter lingkungan yang menentukan adalah parameter yang dimasukkan ke dalam program Cropwat 8.0. Gambar 3 Tampilan Program Cropwat 8 Berdasarkan gambar 3 ditunjukkan nilai Kc jenis tanaman semakin tinggi sehingga crop water requirement (CWR) semakin besar pula. Kemudian diketahui pula jadwal dilakukan irigasi pada kawasan tersebut yaitu pada bulan Juli sampai September. Kebutuhan air irigasi netto merupakan kebutuhan air irigasi yang dianggap sesuai dengan kebutuhan tanaman. Tidak melebihi kapasitasnya, dan juga tidak kekurangan, sehingga air yang diirigasikan ke lahan bisa diserap sepenuhnya oleh tanaman. Berbeda dengan air irigasi gross. Air irigasi gross sudah memperhitungkan air irigasi yang akan hilang di lahan karena beberapa penyebab. Diantaranya limpasan permukaan dan perkolasi ke dalam tanah yang tidak terjangkau oleh perakaran tanaman. Berikut ditampilkan CWR tanaman pisang pada program Cropwat 8.0. Kemudian ditampilkan hasil evapotranspirasi tanaman (ETc). Gambar 4. Tampilan menu crop pada cropwat 8.0 Berdasarkan gambar 4 diperoleh data nilai Kc pada tanaman pisang untuk kebutuhan irigasi efektif sebesar 1,10. Hal ini parameter resistansi permukaan sering digabungkan menjadi satu parameter, parameter resistansi permukaan 'massal' yang beroperasi di seri dengan resistansi aerodinamis. Resistansi permukaan, rs, menggambarkan perlawanan uap mengalir melalui stomata bukaan, total area daun dan tanah permukaan. Resistansi aerodinamis, ra, menggambarkan perlawanan dari vegetasi ke atas dan melibatkan gesekan dari air yang mengalir di atas permukaan vegetatif. Proses pertukaran di lapisan vegetasi terlalu rumit untuk sepenuhnya dijelaskan oleh kedua faktor resistansi, korelasi yang baik dapat diperoleh antara tingkat mengukur dan menghitung evapotranspirasinya, terutama untuk rumput dengan permukaan seragam (Departemen Sumber Daya Alam dan Lingkungan, 2006). Gambar 5. Tampilan menu soil pada Cropwat 8.0 Berdasarkan pada gambar 5 dapat ditentukan jenis tanah yang akan ditanamkan tanaman pisang. Sebagai contoh, jenis tanah yang dipilih adalah medium (loam). Jenis tanah ini yang sangat diinginkan atau banyak diminati untuk lahan pertanian untuk tanaman pisang. Sasaran dari pengelolaan air adalah tercapainya 4 tujuan pokok: (1) efisiensi penggunaan air dan produksi tanaman yang tinggi; (2) efisiensi biaya penggunaan air; (3) pemerataan penggunaan air atas dasar sifat keberadaan air yang selalu ada tapi terbatas dan tidak menentu kejadian serta jumlahnya; (4) tercapainya keberlanjutan sistem penggunaan sumberdaya air yang hemat lingkungan (Sari, 2004). III. 3.1 PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan analisis kebutuhan air tanaman dengan menggunakan program Cropwat versi 8.0, kebutuhan air tanaman acuan di kawasan Halim Perdana Kusuma berdasarkan kondisi iklimnya diperoleh evapotranspirasi acuan maksimum terjadi pada bulan September sebesar 4,60 mm/hari, dan nilai evapotranspirasi acuan minimum terjadi pada bulan Januari dan Juni sebesar 3,48 mm/hari. Kemudian kebutuhan air tanaman semakin besar setiap bulannya. Selanjutnya, kebutuhan irigasi air untuk tanaman pisang di kawasan Halim Perdana Kusuma dilakukan pada bulan Juli sampai September. 3.2 Saran Program Cropwat 8.0 ini dapat dijadikan sebagai pemecahan dalam menentukan jadwal dan besar nilai kebutuhan air irigasi. Namun disamping itu, perludilakukan pembagian air secara giliran, apabila debit air irigasi terbatas dengan melakukan kajian penentuan koefisien Kc secara tepat. DAFTAR PUSTAKA Dardji. 1979. Ilmu Pengairan (Irigasi). Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Departemen Kehutanan. 2013. Provinsi DKI Jakarta. [Terhubung berkala]. http://www.dephut.go.id/uploads/files/caab39cf305142d2390aae45634c0a4e. pdf (Diakses tanggal 31 Desember 2014). Departemen Sumber Daya Alam dan Lingkungan. 2006. FAO Penman-Monteith Equation. [Terhubung berkala] http://www.fao.org/docrep/ (Diakses tanggal 31 Desember 2014). Hansen, CV.C.O.W, Israel Son G.B. Stingherm., 2002. Dasar – Dasar dan Praktek Irigasi. Erlangga; Jakarta. Peraturan Pemerintah No.20. Tentang Irigasi. Tahun 2006 Sari, N, Y, 2004. Optimasi Pola Tanam Berdasarkan Ketersediaan Debit Air Irigasi di Daerah Irigasi Situbala Kabupaten Bogor, Jawa Barat [Skripsi]. Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor. Sudjarwadi, 1990.Teori dan Praktek Irigasi. Pusat Antar Universitas Ilmu Teknik. UGM. Yogyakarta. Tjasyono, Bayon. 2004. Klimatologi. Bandung : ITB TUGAS INDIVIDU MATA KULIAH IRIGASI DAN DRAINASE “Analisis Kebutuhan Air Tanaman Pisang” Disusun oleh : Suvi Wahyu Indriyani 115040101111133 PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015