Hiu dan Pari Manta Kini Resmi Dilindungi!

advertisement
WWF-Indonesia
Tel : +62 21 7829461
Gedung Graha Simatupang
Fax: +62 21 7829462
Tower 2C Lt.7-11
www.wwf.or.id
Jl. TB Simatupang Kav.38
Jakarta Selatan 12540
Indonesia
SIARAN PERS
16 September 2014
Hiu dan Pari Manta Kini Resmi Dilindungi!
Jakarta – Terhitung 14 September 2014, lima spesies hiu dan dua spesies pari manta yang terancam punah
mendapatkan perlindungan yang lebih serius dari Konvensi Perdagangan Internasional Terhadap Satwa dan
Tumbuhan yang Terancam Punah (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora
and Fauna/ CITES), melalui peraturan perlindungan dari aktivitas perikanan yang tidak berkelanjutan di
pasar perdagangan internasional. Perdagangan komersil akan diatur untuk memastikan hiu dan pari manta
berasal dari sumber yang legal dan diambil dengan praktik berkelanjutan, serta perdagangannya tidak
mengancam kelangsungan populasi mereka.
Ketujuh spesies ini dicantumkan dalam daftar Appendix II setelah diperolehnya 2/3 suara mayoritas dari
negara-negara yang meratifikasi CITES, termasuk Indonesia, di pertemuan sebelumnya. “Dengan diberikan
waktu selama 18 bulan sebelum pemberlakuan regulasi ini, negara-negara yang meratifikasi CITES
diharapkan dapat melakukan persiapan terlebih dahulu sehingga penerapannya dapat terlaksana dengan baik,“
ujar Dr. Colman O Criodain, Spesialis Perdagangan Satwa Liar, WWF-Internasional.
WWF berharap regulasi CITES tidak hanya dapat tegas penerapannya, tetapi juga mampu mendorong
pengelolaan perikanan berkelanjutan. Jumlah populasi beberapa spesies hiu dan manta yang berstatus langka
ini bahkan sudah pada tingkat yang sebenarnya tidak layak ditangkap lagi, dibutuhkan waktu pemulihan untuk
menyelamatkan spesies-spesies tersebut dari ancaman kepunahan,.
Indonesia sendiri merupakan habitat bagi empat jenis hiu dan dua jenis pari manta yang tercantum dalam
daftar Appendix II CITES ini. Spesies hiu dan pari manta tersebut adalah oceanic whitetip shark, 3 jenis
hammerhead shark (scalloped hammerhead, smooth hammerhead, great hammerhead), oceanic manta dan
reef manta.
Menanggapi regulasi CITES ini, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan perlindungan penuh
terhadap hiu paus, oceanic manta dan reef manta; serta menyusun Rencana Aksi Nasional. Selain itu,
Kementerian Kelautan dan Perikanan, melalui Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan (KKJI), juga
berkolaborasi dengan Ditjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) dalam penyusunan dokumendokumen pelengkap dalam pengelolaan perikanan hiu. “Upaya penyusunan rencana pengelolaan di tingkat
nasional perlu segera dilakukan dalam memastikan penerapan ratifikasi CITES ini dapat berjalan dengan baik
dan populasi hiu dapat dilestarikan,” kata Wawan Ridwan, Direktur Coral Triangle WWF-Indonesia.
Hiu adalah predator puncak dan memiliki peranan penting dalam menjaga kesehatan ekosistem laut.
Mengatur perdagangan adalah kunci untuk melindungi spesies penting ini dan memastikan laut tetap
produktif berkontribusi untuk ketahanan pangan. Diperkirakan 90% populasi hiu di beberapa lokasi di dunia
mengalami penurunan drastis. Spesies ini diburu untuk sirip, daging, kulit, minyak hati dan tulang rawannya.
Permintaan pasar akan sirip hiu terbesar berasal dari Asia, yang kemudian menjadi pendorong atas
penangkapan ikan secara berlebihan yang mengakibatkan penurunan populasi. Sirip oceanic whitetip dan
hammerhead diburu karena bernilai tinggi, sementara sepiring produk olahan insang pari manta dicari untuk
tonik kesehatan di Cina Selatan.
Kerjasama internasional dinilai sangat penting untuk implementasi langkah-langkah baru CITES. Konvensi
ini merupakan bagian dari solusi terpenting untuk mempercepat perbaikan dalam pengelolaan perikanan di
negara kepulauan. Akan tetapi, juga sangat penting untuk mengurangi konsumsi sirip hiu dan daging hiu.
Menurut Andy Cornish, pimpinan dari Sharks: Restoring the Balance, “Meskipun daftar CITES telah
dikeluarkan, hingga saat ini masih belum ada sertifikasi keberlanjutan untuk sirip hiu di pasar, sehingga
produk tersebut harus dihindari.”
WWF telah menginisiasi kampanye untuk mengajak perusahaan dan konsumen di beberapa negara Asia agar
berhenti membeli, menjual atau mengonsumsi sirip hiu. Pada Mei 2013 lalu, WWF-Indonesia meluncurkan
kampanye Save Our Sharks (#SOSharks) yang mengajak publik untuk menghentikan promosi kuliner,
konsumsi, penjualan produk-produk hiu di restoran, hotel, ritel, toko online, dan media massa. Kampanye ini
berhasil mendorong pencapaian komitmen maskapai penerbangan Garuda Indonesia untuk mengeluarkan
kebijakan embargo atas pengiriman kargo sirip hiu. Selain itu, kampanye #SOSharks juga mendapatkan
dukungan dari Pemprov DKI Jakarta dengan mengeluarkan instruksi gubernur mengenai pelarangan konsumsi
dan perdagangan secara internal di seluruh staff Pemprov, dan saat ini sedang menyiapkan Perda yang
mengatur restoran atau rumah makan di Jakarta agar berhenti menyajikan atau memperdagangkan produkproduk hiu serta turunannya.
-o0oCatatan untuk Editor:
- Sharks: Restoring the Balance adalah sebuah inisiatif global WWF dan TRAFFIC untuk
mempromosikan penangkapan hiu yang berkelanjutan, memperbaiki peraturan perdagangan
internasional untuk produk hiu, dan mengurangi permintaan konsumen untuk produk hiu dan pari
manta.
- Sebuah laporan yang dipimpin oleh Shark Specialist Group IUCN tahun 2014 menemukan bahwa
hampir seperempat dari semua jenis hiu dan pari manta dunia terancam punah. Laporan tersebut dapat
di http://bit.ly/1uz3UiM.
- Informasi lebih lanjut mengenai spesies dan ketentuan-ketentuan baru yang diberlakukan, silakan
kunjungi http://www.cites.org/prog/shark.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
Dwi Ariyoga Gautama, Bycatch Coordinator, WWF-Indonesia
Email: [email protected], Hp: +62 85253440450
Tentang WWF Indonesia
WWF-Indonesia adalah organisasi konservasi nasional yang mandiri dan merupakan bagian dari jaringan global WWF.
Mulai bekerja di Indonesia pada tahun 1962 dengan penelitian Badak Jawa di Ujung Kulon, WWF-Indonesia saat ini
bergiat di 27 wilayah kerja lapangan di 17 propinsi, mulai dari Aceh hingga Papua. Didukung oleh sekitar 500 staff,
WWF bekerja bersama pemerintah, masyarakat lokal, swasta, LSM, masyarakat madani, dan publik luas. Sejak 2006
hingga 2013, WWF Indonesia didukung oleh sekitar 64.000 supporter di dalam negeri. Kunjungi wwf.or.id.
2
Download