BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Serangan 11 September pada tahun 2001 telah memberikan dampak yang signifikan terhadap perkembangan penetapan hukum di dunia ini, dimana serangan teroris tertentu telah berhasil membawa persepsi bahwa ancaman dapat terjadi kapan saja dan memicu suasana kerusuhan, apalagi sekarang ketika masyarakat global sering disajikan dan terkejut dengan berita yang berkaitan dengan terorisme internasional. Konsekuensi dari kegiatan teroris ini telah membuat Amerika Serikat (AS) mengatur strategi untuk melawan terorisme internasional dengan mengorganisir kampanye dan menawarkan bantuan kepada sejumlah negara Asia Tenggara yang terkena dampak aksi terorisme internasional dalam memerangi teror. Selanjutnya AS telah mengirim pasukan militer mereka ke Afghanistan pada tahun 2002 dan Irak pada tahun 2003 yang mereka sebut sebagai perang melawan segala aksi tindakan teroris yang ada karena diduga bahwa kedua negara tersebut terkait dengan kelompok teroris dan juga serangan 11 September. Langkah yang diambil oleh AS telah menyebabkan peningkatan sentimen anti AS dan telah langsung diperkuat serangan yang dilakukan oleh kelompok teroris internasional.1 Pelaksanaan perang melawan terorisme telah meningkatkan berbagai serangan yang semakin sulit untuk dipecahkan, dimana aktivitas terorisme internasional menyebar ke berbagai kawasan di dunia termasuk Asia Tenggara.2 1 2 Mohamad, et all. Journal of Asia Pacific Studies (2009) Vol 1 no 1 27-48. Massa, 29 September-5 Oktober 2001:43). 1 Munculnya kelompok- kelompok teroris dan pelaku kekerasan di Asia Tenggara telah memposisikan kawasan ini sebagai kawasan yang rentan terhadap aksi terorisme. Aksi terorisme mengalami peningkatan sejak 11 September 2001, yang mengakibatkan munculnya berbagai kelompok-kelompok teroris seperti Jemaah Islamiyah (JI) di Indonesia, Kelompok Abu Sayaf (KAS) di Filipina Selatan dan Kelompok Militan Malaysia (KMM). Malaysia juga sering dikaitkan dengan kegiatan teroris ini. Oleh karena itu, wilayah Asia Tenggara sebagai fokus utama untuk melawan isu terorisme.3 Bahkan, masalah yang lebih serius adalah bahwa beberapa pihak eksternal percaya bahwa terorisme terkait dengan Negara-negara tertentu. Sebagai contoh, Malaysia telah diberi label sebagai negara yang melindungi teroris dan memiliki banyak jaringan teroris internasional.4 Dampak yang lebih ironis dari serangan 11 September adalah pada komunitas Muslim, dicap sebagai teroris oleh dunia Barat sehingga harus terus dipantau. Selain itu, menurut Sulaiman5 doktrin jihad dalam Islam sering dikaitkan oleh Barat sebagai terorisme khusus. Munculnya aktivitas teroris di Asia Tenggara telah menarik perhatian AS, di mana AS telah menyelenggarakan kampanye dan memberikan bantuan kepada Negara-negara kawasan Asia Tenggara untuk melawan agresi ini. Sebagai contoh, Filipina telah menerima bantuan militer dari AS dalam hal keterampilan dan kekuatan militer untuk membasmi kelompok teroris seperti Front Pembebasan 3 Balakrishnan, K.S (2002). Keganasan Antarabangsa dan Kerjasama ASEAN (The International Terrorism and ASEAN cooperation). Jurnal Pemikir (29). July –September 4 Rohan Gunaratna, 2006. Terrorism in Southeast Asia : Threat and Response, Center for Eurasian policy occasional research paper series II, No, 1 Hudson Institute diakses pada http://counterterrorismblog.org/site-resource/images/Gunaratna-Terrorism.pdf 5 Shaharom, Sulaiman T.M (2002). Terrorisme global, jihad dan radikalisme politik (Global terorrism, Jihad and political radicalism) Jurnal Pemikir (28). April-Jun. 2 Islam Moro (MILF) dan KAS yang diduga memiliki hubungan dengan kelompok teroris internasional yang disebut Al-Qaeda. Aktivitas teroris ini telah meningkat melalui letusan serangkaian pemboman di beberapa lokasi yang memiliki hubungan dan kepentingan dengan AS di Asia Tenggara. Pada tahun 2002, Asia Tenggara terkejut oleh serangkaian pemboman JW Marriot Hotel di Bali, Indonesia, yang menewaskan wisatawan terutama kebanyakan berasal dari Barat. Teror ini terkait dengan kelompok Islam. Kejadian ini merupakan isu global yang mempengaruhi kebijakan politik seluruh Negara-negara di dunia, sehingga menjadi titik tolak persepsi untuk memerangi terorisme sebagai musuh internasional. Aktivitas terorisme yang menewaskan banyak korban tersebut telah mempersatukan dunia melawan terorisme internasional. Terlebih lagi dengan diikuti terjadinya tragedi Bali tanggal 12 Oktober 2002 yang merupakan tindakan teror menimbulkan korban sipil terbesar di dunia, yaitu menewaskan 184 orang dan melukai lebih dari 300 orang.6 Perang terhadap terorisme yang dipimpin oleh Amerika, mula-mula mendapat sambutan dari sekutunya di Eropa. Pemerintahan Tony Blair termasuk yang pertama mengeluarkan Anti Terrorism, Crime and Security Act, Desember 2001, diikuti tindakan dari Negara-negara lain yang pada intinya adalah melakukan perang atas tindak terorisme di dunia seperti Filipina dengan mengeluarkan Anti Terrorism Bill.7 Negara-negara ASEAN menyadari perlunya meningkatkan konsolidasi, kohesivitas dan efektifitas kerjasama. Dimana kerjasama-kerjasama dalam 6 Indriyanto Seno Adji, Bali, “Terorisme dan HAM” dalam Terorisme: Tragedi Umat Manusia, (Jakarta: O.C. Kaligis & Associates, 2001), hal.51 7 Hilmar Farid, “Perang Melawan Teroris”, http://www.elsam.or.id/txt/asasi/2002_ 0910/05.html 3 ASEAN tidak lagi hanya berfokus pada kerjasama-kerjasama ekonomi namun harus juga didukung oleh kerjasama lainnya di bidang keamanan dan sosial budaya. Agar tercipta keseimbangan tersebut, pembentukan akan pengembangan ASEAN didasari dengan tiga pilar, yaitu Komunitas Politik Keamanan ASEAN (ASEAN Political-Security Community), Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community), Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN SocioCultural Community).8 Keseimbangan baru ini diperlukan mengingat banyak masalah bilateral yang terus membayangi dan karena sensitivitasnya perlu di dorong oleh rasa kekitaan dan keterbukaan (we feeling) agar urusan tidak menjadi timbunan beban bersama. Dalam perjalanannya, ada tiga macam konflik yang sering mempengaruhi ASEAN, yakni: 1) perselisihan perbatasan atau teritorial, 2) perselisihan yang mengancam stabilitas keamanan dan 3) perselisihan yang muncul sehubungan dengan kebijakan pengelolaan.9 Namun belakangan ini pemasalahan keamanan di kawasan Asia Tenggara lebih berat dengan munculnya serangkaian aksi serangan teroris di berbagai negara anggota ASEAN. Berbeda dengan konflik yang sering terjadi dimana saling melibatkan dua negara atau lebih, isu terorisme muncul sebagai musuh baru bersama yang dapat mengancam setiap negara dan harus ditanggulangi bersama. Sebagai organisasi regional, ASEAN adalah wadah dalam menyelesaikan permasalahan keamanan yang mengancam setiap anggotanya. Kalau sebelumnya ASEAN menghadapi perselisihan dua negara atau lebih mengenai perbatasan atau 8 Menunggu Implementasi Piagam ASEAN, http://harianberitasore.go.id diakses tanggal 14 Mei 2008 9 Asvi Warman Adam, dkk, Konflik Teritorial di ASEAN, Jakarta : PPW-LIPI, 1992, hal. 1-2 4 teritorial, kini ASEAN menerima beban berat dengan munculnya masalah primordialisme yang dapat menimbulkan masalah terorisme. Isu terorisme adalah isu yang mengancam Negara-negara Asia Tenggara, meskipun lebih banyak terjadi di Indonesia tetapi tetap saja turut melibatkan negara lain khususnya negara tetangga di Asia Tenggara. Teror memang bukan hal baru di Asia Tenggara, sebab ada beberapa kelompok pemberontak yang kerap menggunakan kekerasan, seperti: Pattani (Thailand), Jemaah Islamiyah (Indonesia, Malaysia dan Thailand) dan Moro Islamic Liberation Front/MILF (Filipina Selatan) sehingga menyebarkan ketakutan di masyarakat.10 Untuk mengantisipasi gerakan terorisme sebagai kejahatan lintas negara maka setiap organisasi internasional, Negara-negara dalam hal ini Thailand, Laos, Kamboja, Myanmar, Indonesia, Malaysia, Singapura dan Filipina menaruh perhatian yang serius dalam hal penanganan isu terorisme tersebut. Berbagai perjanjian dan kesepakatan pun tak urung dibuat dengan tujuan mengkounter isu terorisme agar tidak berkembang menjadi ancaman yang nyata (real threatment), baik bagi kepentingan nasional sebuah negara maupun kepentingan kelompok organisasi dalam lingkup regional. Dalam hal ini ASEAN sebagai sebuah organisasi regional yang fokus terhadap permasalahan khususnya keamanan (security) juga menjadikan permasalahan terorisme ini menjadi agenda dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan termasuk dalam ide Komunitas ASEAN 2015. Dalam ASEAN Community khususnya dalam poin kerjasama ASEAN Security Community (ASC) 10 Ibid. 5 menempatkan permasalahan terorisme ini sebagai sebuah permasalahan bersama yang harus segera diatasi.11 1.2 Rumusan Masalah Urgensi terciptanya keamanan regional mendapat porsi perhatian lebih oleh Negara-negara ASEAN. Dalam merespon hal tersebut, Negara-negara ASEAN berpegang teguh pada ASEAN Security Community (ASC). Munculnya aktivitas teroris di Asia Tenggara baik terorisme yang mengatasnamakan agama, politik maupun sosial budaya. Permasalahan keamanan di kawasan Asia Tenggara lebih berat dengan munculnya serangkaian aksi serangan teroris di berbagai negara anggota ASEAN. Berbeda dengan konflik yang sering terjadi dimana saling melibatkan dua negara atau lebih, isu terorisme muncul sebagai musuh baru bersama yang dapat mengancam setiap negara dan harus ditanggulangi bersama. 1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka penulis dapat mengajukan pertanyaan penelitian ini adalah sebagai berikut: ”Bagaimana upaya yang dilakukan oleh ASEAN untuk mengatasi aksi terorisme dalam kerangka ASEAN Security Community ?” 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan diadakannya penelitian ini adalah: 1. Untuk lebih mengetahui bagaimana upaya yang dilakukan oleh ASEAN untuk mengatasi aksi terorisme dalam kerangka ASEAN Security Community. 11 Asvi Warman Adam, dkk, Op.Cit., 6 2. Untuk lebih mengetahui bagaimana upaya yang dilakukan oleh ASEAN sebagai organisasi regional Asia Tenggara dalam mengatasi tindakan dan aksi terorisme. 1.5 Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah untuk: 1. Bagi Penulis penelitian ini sangat bermanfaat untuk melihat penerapan konsep-konsep ilmu hubungan internasional dalam kehidupan praktis dimasyarakat. 2. Secara akademis diharapkan bermanfaat bagi kalangan mahasiswa ilmu hubungan internasional untuk dapat menjadi sumber rujukan bagi pengembangan pengembangan kegiatan konsep ilmiah dan khususnya tindakan teorisme berkaitan dalam dengan hubungan internasional. 3. Membentuk pemahaman baru dalam lingkup hubungan internasional khususnya di kawasan Asia Tenggara terkait masalah terorisme. 1.6 Studi Pustaka Penelitian terdahulu yang cukup relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Lubis (2011)12 yang berjudul ASEAN Community 2015 dan Keamanan Regional (Studi Kasus: Upaya ASEAN Dalam Mengatasi Terorisme di Kawasan Asia Tenggara). Serangan terorisme yang diwarnai dengan ledakan bom yang menewaskan banyak korban di beberapa kawasan Asia 12 Lubis, Fuad Hasan.2011. ASEAN Community 2015 Dan Keamanan Regional (Studi Kasus : Upaya ASEAN Dalam Mengatasi Terorisme Di Kawasan Asia Tenggara). Skripsi. Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara 7