Atika Lusi Tania - Jurusan Akuntansi FEB UNILA

advertisement
1
PENGARUH KEMANDIRIAN DAERAH, PERTUMBUHAN EKONOMI,
DAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP BELANJA MODAL
PEMERINTAH DAERAH
(Studi Empiris pada Kabupaten dan Kota di Pulau Sumatera)
Oleh
Atika Lusi Tania
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA EKONOMI
Pada
Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2013
2
Judul Skripsi
: PENGARUH KEMANDIRIAN DAERAH,
PERTUMBUHAN EKONOMI, DAN
JUMLAH PENDUDUK TERHADAP
BELANJA MODAL PEMERINTAH
DAERAH
Nama Mahasiswa
:
Nomor Pokok Mahasiswa
: 0911031032
Jurusan
: Akuntansi
Fakultas
: Ekonomi dan Bisnis
No.Telpon
: 085764286311/085279004401
E-Mail
: [email protected]
Pembimbing I
: Sudrajat, S.E., M.Acc., Akt.
Pembimbing II
: Pigo Nauli, S.E., M.Sc.
Atika Lusi Tania
3
ABSTRAK
PENGARUH KEMANDIRIAN DAERAH, PERTUMBUHAN EKONOMI,
DAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP BELANJA MODAL
PEMERINTAH DAERAH
Oleh
ATIKA LUSI TANIA
Universitas Lampung
Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan secara empiris pengaruh
kemandirian daerah, pertumbuhan ekonomi, dan jumlah penduduk terhadap
belanja modal pemerintah daerah.
Penelitian ini mengambil populasi seluruh kabupaten dan kota di Pulau
Sumatera pada periode pengamatan dari tahun 2007 s.d. 2011. Data yang
digunakan adalah data sekunder diperoleh melalui website Dirjen Perimbangan
Keuangan dan Badan Pusat Statistik. Jumlah populasi adalah 151 kabupaten dan
kota, dengan metode purposive judgment sampling diperoleh sampel sebanyak 45
kabupaten dan kota.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) kemandirian daerah,
pertumbuhan ekonomi, dan jumlah penduduk secara simultan berpengaruh
terhadap belanja modal pemerintah daerah, (2) kemandirian daerah dan jumlah
penduduk secara parsial berpengaruh positif signifikan terhadap belanja modal
pemerintah daerah, (3) pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh signifikan
terhadap belanja modal pemerintah daerah.
Kata kunci: Kemandirian Daerah, Pertumbuhan Ekonomi, Jumlah Penduduk, dan
Belanja Modal.
4
ABSTRACT
INFLUENCE OF LOCAL INDEPENDENCE, ECONOMIC GROWTH,
AND THE POPULATION OF THE LOCAL GOVERNMENT CAPITAL
EXPENDITURE
By
ATIKA LUSI TANIA
The purpose of this study is to demonstrate empirically of Influence of local
independence, economic growth, and the population of the local government
capital expenditure.
This study took the entire population of countries and cities on the island of
Sumatera in the observation period from 2007 to 2011. The data used are
secondary data obtained through the Director General of Fiscal Balance website
and the Central Bureau of Statistics. Total population was 151 countries and
cities, with Purposive Judgment Sampling Method obtained a sample of 45
countries and cities.
The result shows that: 1) local independence, economic growth, and the
population simultaneously affect the local government capital expenditures, 2)
local independence and the population is partially significant positive effect on
local government capital expenditures, 3) economic growth does not significantly
influence the local government capital expenditures.
Key words: local independence, economic growth, population, and the capital
expenditure.
5
1. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Belanja modal dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
merupakan salah satu unsur belanja langsung. Belanja modal merupakan
pengeluaran yang manfaatnya cenderung melebihi satu tahun anggaran
dan akan menambah aset atau kekayaan daerah, dan selanjutnya akan
menambah anggaran rutin untuk biaya rutin, biaya operasional dan
pemeliharaannya. Belanja modal terkait dengan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014, salah satu dari 11
(sebelas) prioritas pembangunan nasional tersebut adalah Infrastruktur.
Infrastruktur diprioritaskan dalam penganggaran belanja modal, setelah
dikurangi belanja pegawai pada kelompok belanja tidak langsung dan
belanja wajib lainnya sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun
2010 tentang RPJMN Tahun 2010-2014.
Penelitian mengenai belanja modal ini menarik untuk dilakukan karena
belanja modal diprioritaskan dalam pembangunan nasional tahun 2010
sampai dengan 2014. Faktor-faktor yang kemungkinan mempengaruhi
belanja modal juga menjadi hal yang menarik dibahas mengingat belanja
modal merupakan belanja pembangunan infrastruktur yang memicu
langsung peningkatan perekonomian penduduknya. Rencana
pembangunan nasional ini didukung dengan adanya Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) sesuai Peraturan
Presiden Nomor 5 Tahun 2010. Upaya pencapaian sasaran prioritas
pembangunan nasional dengan daerah tentunya perlu sinkronisasi capaian
sasaran dan target kinerja antara program dan kegiatan dengan menyusun
rancangan Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas dan Plafon
Anggaran Sementara (PPAS) dengan berpedoman pada Rencana Kerja
6
Pemerintah Daerah (RKPD). Sinkronisasi ini tertuang dalam rancangan
APBD.
Faktor-faktor yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah Kemandirian
Daerah, Pertumbuhan Ekonomi dan Jumlah Penduduk. Alasan yang
mendasari pengambilan variabel-variabel ini adalah terkait dengan
kemandirian daerah berhubungan erat dengan proporsi PAD maksimal
10% dari total pendapatan daerah, kontribusinya dalam anggaran cukup
besar (Abdullah dan Asmara dalam Abdullah dan Halim, 2006). Nanga
dalam Harianto dan Adi (2007) mengindikasikan terjadinya ketimpangan
fiskal antar daerah dapat mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi
daerah. Terjadinya ketimpangan fiskal antar daerah ini memunculkan
tuntutan yang semakin kuat untuk mengubah struktur belanja ke belanja
modal, khususnya pada daerah-daerah yang mengalami kapasitas fiskal
rendah (Halim dalam Adi, 2007). Selain itu rasio belanja modal terhadap
jumlah penduduk ini menurut Dirjen Perimbangan Keuangan dalam
Deskripsi dan Analisis APBD 2012, rasio tersebut menunjukkan
kecenderungan pola belanja daerah, apakah suatu daerah cenderung
mengalokasikan dananya untuk belanja yang terkait erat dengan upaya
peningkatan ekonomi, seperti belanja modal.
Kemandirian daerah menunjukkan seberapa besar ketergantungan
pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat dalam membiayai
pembangunan (Sukanto Reksohadiprojo, 1999).
Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu ukuran kuantitatif yang
menggambarkan perkembangan suatu perekonomian dalam suatu tahun
tertentu apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Sukirno, 2007).
Perkembangan tersebut dinyatakan dalam bentuk persentase perubahan
PDRB pada suatu tahun dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
7
Penduduk menurut Badan Pusat Statistik adalah mereka yang sudah
menetap di suatu wilayah paling sedikit enam bulan atau kurang dari enam
bulan tetapi bermaksud untuk menetap.
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitan yang dilakukan oleh
Yonia Ivana (2009). Perbedaan dengan penelitian sebelumnya terletak
pada variabel independen yang peneliti gunakan memasukkan variabel non
keuangan yaitu Jumlah Penduduk dan variabel keuangan yaitu
kemandirian daerah. Penelitian sebelumnya menggunakan variabel
independen yaitu DAU, PAD dan Pertumbuhan Ekonomi. Waktu yang
diambil memiliki rentan waktu lebih lama yaitu lima tahun dari tahun
2007-2011 yang sebelumnya tiga tahun. Objek penelitian sebelumnya
menjadikan Provinsi Lampung baik kabupaten dan kota, penelitian ini
memilih wilayah penelitian lebih luas dibanding penelitian sebelumnya,
yaitu Pulau Sumatera baik kabupaten maupun kota.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik mengetahui bagaimana
“Pengaruh Kemandirian Daerah, Pertumbuhan Ekonomi, dan
Jumlah Penduduk terhadap Belanja Modal Pemerintah Daerah.”
8
II.
2.1.
LANDASAN TEORI
Belanja Modal
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 Tahun 2011 Pasal 53,
belanja modal adalah belanja yang digunakan untuk pengeluaran yang
dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan asset
tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas)
bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam
bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan
jaringan, dan aset tetap lainnya.
Nilai pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud
sebagaimana dimaksud di atas, dianggarkan dalam belanja modal hanya
sebesar harga beli/bangun aset. Belanja honorarium panitia pengadaan dan
administrasi pembelian/pembangunan untuk memperoleh setiap aset yang
dianggarkan pada belanja modal, dianggarkan pada belanja pegawai
dan/atau belanja barang dan jasa.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 71 Tahun 2010,
klasifikasi aset tetap dalam neraca adalah sebagai berikut:
1) tanah
2) peralatan dan mesin
3) gedung dan bangunan
4) jalan, irigasi dan jaringan
5) aset tetap lainnya
6) konstruksi dalam pengerjaan.
9
2.2.
Kemandirian Daerah
Kemandirian Fiskal daerah merupakan salah satu aspek yang sangat
penting dari otonomi daerah secara keseluruhan. Menurut Mardiasmo
(1999) disebutkan bahwa manfaat adanya kemandirian fiskal adalah:
1.
mendorong peningkatan partisipasi prakarsa dan kreativitas
masyarakat dalam pembangunan serta akan mendorong pemerataan
hasil-hasil pembangunan (keadilan) di seluruh daerah dengan
memanfaatkan sumber daya serta potensi yang tersedia di daerah,
2.
memperbaiki alokasi sumber daya produktif melalui pergeseran
penghambilan keputusan publik ketingkat pemerintahan yang lebih
rendah yang memiliki informasi lebih lengkap.
Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber
keuangan yang digali dari dalam wilayah yang bersangkutan. Sumbersumber Pendapatan Asli Daerah terdiri dari:
1.
sesuai dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009, pajak daerah,
yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib kepada daerah
yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat,
2.
menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2009, retribusi daerah, yang
selanjutnya disebut retribusi, adalah pungutan daerah sebagai
pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus
disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau badan,
3.
hasil perusahaan milik daerah, merupakan hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan. Jenis penerimaan yang termasuk hasil
pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan antara lain
bagian laba, deviden dan penjualan saham milik daerah,
4.
lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, antara lain hasil penjualan
aset negara dan jasa giro.
10
Menurut Undang-undang No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah, jenis pajak dibagi menjadi:
1. Jenis Pajak provinsi terdiri atas:
a. Pajak Kendaraan Bermotor;
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
d. Pajak Air Permukaan; dan
e. Pajak Rokok.
2. Jenis Pajak kabupaten/kota terdiri atas:
a. Pajak Hotel;
b. Pajak Restoran;
c. Pajak Hiburan;
d. Pajak Reklame;
e. Pajak Penerangan Jalan;
f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
g. Pajak Parkir;
h. Pajak Air Tanah;
i. Pajak Sarang Burung Walet;
j. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan; dan
k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No.21 tahun 2011 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, kelompok pendapatan dana
perimbangan/transfer dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri atas:
a. dana bagi hasil (pajak dan bukan pajak;
b. dana alokasi umum; dan
c. dana alokasi khusus.
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, penerimaan pinjaman daerah
digunakan untuk menganggarkan penerimaan pinjaman daerah termasuk
11
penerimaan atas penerbitan obligasi daerah yang akan direalisasikan pada
tahun anggaran berkenaan.
2.3.
Pertumbuhan Ekonomi
Tambunan (2006) mengatakan, pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan
berkelanjutan merupakan kondisi utama atau suatu keharusan bagi
kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan.
Karena jumlah penduduk bertambah setiap tahun yang dengan sendirinya
kebutuhan konsumsi sehari-hari juga bertambah setiap tahun, maka
dibutuhkan penambahan pendapatan setiap tahun.
Selain dari sisi permintaan (konsumsi), dari sisi penawaran, pertumbuhan
penduduk juga membutuhkan pertumbuhan kesempatan kerja (sumber
pendapatan). Pertumbuhan ekonomi tanpa dibarengi dengan penambahan
kesempatan kerja akan mengakibatkan ketimpangan dalam pembagian dari
penambahan pendapatan tersebut (cateris paribus), yang selanjutnya akan
menciptakan suatu kondisi pertumbuhan ekonomi dengan peningkatan
kemiskinan. Pemenuhan kebutuhan konsumsi dan kesempatan kerja itu
sendiri hanya bisa dicapai dengan peningkatan output agregat (barang dan
jasa) atau PDB yang terus-menerus. Dalam pemahaman ekonomi makro,
pertumbuhan ekonomi adalah penambahan PDB, yang berarti peningkatan
Pendapatan Nasional.
2.4.
Jumlah Penduduk
Penduduk menurut Badan Pusat Statistik adalah mereka yang sudah
menetap disuatu wilayah paling sedikit enam bulan atau kurang dari enam
bulan tetapi bermaksud untuk menetap.
Penduduk atau warga suatu negara atau daerah bisa didefinisikan menjadi
dua:
a.
orang yang tinggal di daerah tersebut,
b.
orang yang secara hukum berhak tinggal di daerah tersebut, dengan
kata lain orang yang mempunyai surat resmi untuk tinggal di daerah
12
itu. Misalkan bukti kewarganegaraan, tetapi memilih tinggal di daerah
lain.
2.5.
Model Penelitian
Model penelitian ini disusun berdasarkan variabel-variabel penelitian,
yaitu:
Gambar 1. Model Penelitian
Kemandirian daerah
Pertumbuhan ekonomi
Belanja Modal
Jumlah Penduduk
2.6.
Pengembangan Hipotesis
2.6.1. Kemandirian Daerah dan Belanja Modal
Kemandirian dihitung melalui rasio kemandirian daerah dengan cara
membandingkan jumlah penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
dibagi dengan jumlah pendapatan transfer dari pemerintah pusat dan
provinsi serta pinjaman daerah. Semakin tinggi angka rasio ini
menunjukkan semakin tinggi kemandirian keuangan daerahnya (Mahmudi,
2011). Hal ini menunjukkan keterkaitan erat antara Pendapatan Asli
Daerah (PAD) dengan kemandirian daerah. Berdasarkan penelitian
sebelumnya yang menguji tentang adanya keterkaitan atau hubungan
antara Pendapatan Asli Daerah dengan Belanja Modal yang dilakukan oleh
Priyo Hari Adi (2007).
Berdasarkan penjelasan tersebut dibentuklah hipotesis:
H1: Kemandirian daerah berpengaruh positif terhadap belanja modal.
2.6.2. Pertumbuhan Ekonomi dan Belanja Modal
13
Kajian empiris tentang pertumbuhan ekonomi oleh Lin dan Liu dalam
Darwanto dan Yustikasari (2007) menunjukkan desentralisasi memberikan
dampak yang sangat berarti bagi pertumbuhan ekonomi daerah. Nanga
dalam Harianto dan Adi (2007) mengindikasikan terjadinya ketimpangan
fiskal antar daerah dapat mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi
daerah. Ketimpangan fiskal antar daerah ini memunculkan tuntutan yang
semakin kuat untuk mengubah struktur belanja ke belanja modal,
khususnya pada daerah-daerah yang mengalami kapasitas fiskal rendah
(Halim dalam Adi, 2007).
Berdasarkan penjelasan tersebut dibentuklah hipotesis:
H2: Pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap belanja
modal.
2.6.3. Jumlah Penduduk dan Belanja Modal
Menurut Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Daerah, dalam
evaluasi dana desentralisasi dan perekonomian daerah;
“Rasio belanja modal terhadap jumlah penduduk merupakan Rasio
Belanja Modal per kapita menunjukkan seberapa besar belanja
yang dialokasikan pemerintah untuk pembangunan infrastruktur
daerah per penduduk. Rasio Belanja Modal per kapita memiliki
hubungan yang erat dengan pertumbuhan ekonomi karena Belanja
Modal merupakan salah satu jenis belanja pemerintah yang
menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi. Rasio ini bermanfaat
untuk menunjukkan perhatian pemerintah dalam meningkatkan
perekonomian penduduknya dari pembangunan infrastruktur yang
dikeluarkan”.
Hasil penelitian tesis Akbar (2011) membuktikan bahwa secara simultan
Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Jumlah Penduduk dan
Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah
kabupaten/kota di Sumatera Utara dengan Adjusted R2 sebesar 74,10%.
14
Secara parsial variabel Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan
Jumlah Penduduk berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah.
Berdasarkan penjelasan tersebut dibentuklah hipotesis:
H3: Jumlah Penduduk berpengaruh positif terhadap belanja modal.
15
III. METODE PENELITIAN
3.1.
Sampel dan Data Penelitian
Populasi untuk penelitian ini adalah seluruh kabupaten dan kota di Pulau
Sumatera. Teknik pengambilan sampel ini dilakukan dengan metode
purposive judgement sampling yaitu penentuan sampel secara tidak acak
yang informasinya diperolah dengan menggunakan pertimbangan tertentu
(Indriantoro dan Supomo, 2002).
Kriteria yang digunakan dalam pemilihan sampel penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a.
kabupaten dan kota yang menerbitkan laporan keuangan secara
berturut-turut pada tahun 2007-2011 melalui situs Dirjen Perimbangan
Keuangan,
b.
kabupaten dan kota yang memuat secara lengkap data-data variabel
independen dalam penelitian ini.
Data-data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
sekunder merupakan sumber dari penelitian yang diperoleh peneliti secara
tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak
lain). Data dalam penelitian ini adalah data realisasi anggaran dan belanja
daerah (APBD) kabupaten dan kota di Pulau Sumatera tahun 2007-2011
yang diperoleh dari wesite Dirjen Perimbangan Keuangan
(www.djpk.depkeu.go.id). Selain itu, data jumlah penduduk dan PDRB
diperoleh dari website Badan Pusat Statistik (www.bps.go.id).
3.2.
Operasional Variabel Penelitian
A. Variabel Dependen
16
Variabel dependen atau juga dikenal variabel terikat adalah variabel
yang dipengaruhi oleh variabel independen. Variabel dependen dalam
penelitian ini adalah belanja modal. Menurut Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 Pasal 53, adalah belanja yang
digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka
pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang
mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk
digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah,
peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan,
dan aset tetap lainnya. Nilai pembelian/pengadaan atau pembangunan
aset tetap berwujud sebagaimana dimaksud di atas, dianggarkan dalam
belanja modal hanya sebesar harga beli/bangun aset. Belanja
honorarium panitia pengadaan dan administrasi
pembelian/pembangunan untuk memperoleh setiap aset yang
dianggarkan pada belanja modal, dianggarkan pada belanja pegawai
dan/atau belanja barang dan jasa.
B. Variabel Independen
Variabel independen atau juga dikenal variabel bebas adalah variabel
yang mempengaruhi variabel terikat. variabel independen dalam
penelitian ini adalah:
1.
Kemandirian Daerah
Menurut Halim (2002), gambaran citra kemandirian dalam
berotonomi dapat diketahui melalui berapa besar kemampuan
sumber daya keuangan untuk daerah tersebut, agar mampu
membangun daerahnya di samping mampu pula untuk bersaing
secara sehat dengan provinsi lainnya dalam mencapai otonomi
sesungguhnya. Upaya nyata dalam mengukur tingkat kemandirian
yaitu dengan membandingkan besarnya realisasi PAD dengan
pendapatan transfer dari pemerintah pusat dan provinsi serta
pinjaman dikali 100% (Mahmudi, 2011).
Rumus:
17
π‘ƒπ‘’π‘›π‘‘π‘Žπ‘π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘› 𝐴𝑠𝑙𝑖 π·π‘Žπ‘’π‘Ÿπ‘Žβ„Ž (𝑃𝐴𝐷)
π‘‡π‘–π‘›π‘”π‘˜π‘Žπ‘‘ πΎπ‘’π‘šπ‘Žπ‘›π‘‘π‘–π‘Ÿπ‘–π‘Žπ‘› = π‘ƒπ‘’π‘›π‘‘π‘Žπ‘π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘› π‘‡π‘Ÿπ‘Žπ‘›π‘ π‘“π‘’π‘Ÿ+π‘ƒπ‘–π‘›π‘—π‘Žπ‘šπ‘Žπ‘› π‘₯ 100%
2.
Pertumbuhan Ekonomi
Indikator pertumbuhan ekonomi yang digunakan adalah Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB). Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) merupakan ukuran kinerja makro kegiatan
ekonomi di suatu wilayah. PDRB suatu wilayah menggambarkan
struktur ekonomi daerah, peranan sektor-sektor ekonomi dan
pergeserannya yang didasarkan pada PDRB atas dasar harga
berlaku. Di samping itu PDRB menunjukkan laju pertumbuhan
ekonomi baik secara total maupun per sektor dengan
membandingkan PDRB tahun berjalan terhadap tahun
sebelumnya menggunakan atas dasar harga tetap tahun 2000.
(www.bps.go.id)
Rumus:
π‘ƒπ‘’π‘Ÿπ‘‘π‘’π‘šπ‘π‘’β„Žπ‘Žπ‘› πΈπ‘˜π‘œπ‘›π‘œπ‘šπ‘– =
𝑃𝐷𝑅𝐡𝑑 − 𝑃𝐷𝑅𝐡𝑑−1
π‘₯ 100%
𝑃𝐷𝑅𝐡𝑑−1
Keterangan:
3.
PDRBt
= PDRB tahun tertentu
PDRBt-1
= PDRB tahun sebelumnya
Jumlah Penduduk
Penduduk menurut Badan Pusat Statistik (BPS) adalah mereka
yang sudah menetap di suatu wilayah paling sedikit enam bulan
atau kurang dari enam bulan tetapi bermaksud untuk menetap.
Rasio belanja modal terhadap jumlah penduduk merupakan Rasio
Belanja Modal per kapita menunjukkan seberapa besar belanja
yang dialokasikan pemerintah untuk pembangunan infrastruktur
daerah per penduduk.
18
3.3.
Alat Analisis
3.3.1. Pengujian Asumsi Klasik
Pengujian ini bertujuan agar asumsi-asumsi yang mendasari model linear
dapat dipenuhi dan penelitian tidak menjadi bias. Pengujian ini dilakukan
sebelum suatu model regresi linear digunakan. Pengujian asumsi klasik
yang dilakukan adalah:
a.
Uji Normalitas.
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah variabel bebas/variabel terikat
kedua-duanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Uji normalitas
data dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov satu
arah.
b.
Uji Multikolinieritas.
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independent).
c.
Uji Autokorelasi.
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah terjadi korelasi (hubungan)
antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan
pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Autokorelasi dalam
konsep regresi linier berarti komponen error berkorelasi berdasarkan
waktu (pada data time series) atau urutan ruang (pada data cross
sectional). Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari
autokorelasi. Untuk mengetahui apakah terjadi autokorelasi dalam
model regresi, digunakan uji Durbin Watson.
19
Tabel 1. Tabel Uji Durbin Watson
d.
Hipotesis Nol
Keputusan
Jika
Tidak ada autokorelasi (+)
Tolak
0 < d < dl
Tidak ada autokorelasi (+)
No decision
dl ≤ d ≤ du
Tidak ada autokorelasi (-)
Tolak
4-dl < d < 4
Tidak ada autokorelasi (-)
No decision
4-du ≤ d ≤ 4-dl
Tidak ada autokorelasi (+) (-)
Tidak Tolak
du < d < 4-du
Uji Heteroskedastisitas
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi masih
terjadi ketidaksamaan variance dari suatu residual satu pengamatan ke
pengamatan lain. Jika variance dari suatu residual satu pengamatan
ke pengamatan lain tetap, maka disebut homokedastisitas dan jika
berbeda disebut heteroskedastisitas.
3.3.2. Uji Regresi Linear Berganda
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan model analisis regresi
berganda bertujuan untuk memprediksi kekuatan pengaruh seberapa
variabel independen terhadap variabel dependen (Sekaran, 1992).
Persamaan regresi adalah :
Y
= α + ß1KD + ß2PE + ß3JP + e
dimana :
Y
: Belanja Modal (BM)
α
: Konstanta
β1, β2, β3
: Slope atau koefisien regresi
KD
: Kemandirian Daerah
PE
: Pertumbuhan Ekonomi
20
JP
: Jumlah penduduk
e
: error
3.3.3. Uji Hipotesis
Secara statistik, ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai
aktual dapat diukur dari nilai koefisien determinasi, nilai statistik F, dan
nilai statistik t. Perhitungan statistik disebut signifikan secara statistik
apabila nilai uji statistik nya berada dalam daerah kritis (daerah dimana Ho
ditolak). Sebaliknya disebut tidak signifikan bila nilai uji statistiknya
berada dalam daerah dimana Ho diterima.
1.
Uji Koefisien Determinasi.
Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen.
Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang
kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam
menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang
mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan
hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi
variabel dependen.
2.
Uji Signifikan Parameter Individual (Uji Statistik t).
Pengujian hipotesis yang dilakukan secara parsial bertujuan untuk
mengetahui pengaruh dari signifikasi dari masing-masing variabel
independen terhadap variabel dependen. Pengujian hipotesis terhadap
koefisien regresi secara parsial dilakukan dengan menggunakan uji-t
pada tingkat keyakinan 95% dengan tingkat kesalahan analisis (α) 5%.
Apabila sig > 0,05, maka Ha ditolak, dan sebaliknya jika sig < 0,05,
maka Ha diterima.
3.
Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F).
Pengujian ini dilakukan untuk menguji kelayakan model regresi yang
digunakan, sehingga nilai koefisien regresi secara bersama-sama dapat
21
diketahui. Tujuan uji F adalah untuk mengetahui pengaruh bersamasama variabel independen terhadap variabel dependen. Jika p-value
lebih kecil dari level of significant yang ditentukan maka uji F
menunjukkan bahwa variabel independen secara bersama-sama
berpengaruh terhadap variabel dependen.
22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Sampel Penelitian
Berdasarkan pengambilan sampel secara purposive judgement sampling
dengan kriteria yang digunakan dalam pemilihan sampel penelitian ini
yaitu:
a.
kabupaten dan kota yang menerbitkan laporan keuangan secara
berturut-turut pada tahun 2007-2011 melalui situs Dirjen Perimbangan
Keuangan,
b.
kabupaten dan kota yang memuat secara lengkap data-data variabel
independen dalam penelitian ini,
maka diperoleh 45 kabupaten dan kota sebagai sample penelitian.
4.2.
Statistik Deskriptif
Variabel Kemandirian Daerah memiliki nilai terkecil (minimum) sebesar
0.00 atau 0,00% yang terjadi di Kabupaten Mandailing Natal, Asahan,
Pakpak Bharat tahun 2007 dan nilai terbesar (maksimum) sebesar 40.64
atau sebesar 40,64% terjadi pada Kota Medan tahun 2010.
Variabel Pertumbuhan Ekonomi mempunyai nilai terkecil (minimum)
yaitu -81.32 atau sebesar -81,32% terjadi pada tahun 2010 di Kabupaten
Nias. Sedangkan Pertumbuhan Ekonomi terbesar (maksimum) yaitu pada
tahun 2007 di Kabupaten Tanjung Jabung Timur sebesar 35.31 atau
sebesar 35,31%. Nilai rata-rata Variabel Pertumbuhan Ekonomi pada
periode 2007-2011 adalah 10,24%.
23
Variabel Jumlah Penduduk paling sedikit (minimum) yaitu 38.726,00
terjadi pada tahun 2007 di Kabupaten Pakpak Bharat. Sedangkan Jumlah
Penduduk terbanyak (maksimum) yaitu 2.1206 atau sebesar 2.115.338
jiwa pada tahun 2011 di Kota Medan.
Variabel Belanja modal memiliki nilai terkecil (minimum) sebesar 5.8109
atau sebesar Rp 5.805.174.406,00 pada Kota Padang Sidimpuan tahun
2009 dan nilai terbesar (maksimum) sebesar 6.82011 atau sebesar Rp
681.884.000.000 pada Kota Medan tahun 2011.
4.3.
Uji Asumsi Klasik
4.3.1. Uji Normalitas
Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa model regresi memiliki pola
distribusi normal. Hal ini sesuai dengan titik-titik pada gambar normal plot
yang terlihat mengikuti arah garis diagonal dan penyebarannya mendekat
di sekitar garis diagonal. Begitu juga berdasarkan uji statistik
Kolmogorov-Smirnov menunjukkan nilai sebesar 1,069 dengan
probabilitas Asymp. Sig. (2-tailed) Unstandardized Residual sebesar 0,203
lebih besar dari signifikansi 0,05 sehingga dapat dinyatakan bahwa nilai
residual data penelitian terdistribusi secara normal.
4.3.2. Uji Multikolinearitas
Hasil perhitungan nilai tolerance menunjukkan tidak ada variabel
independen yang memiliki nilai tolerance kurang dari 0.10 yang berarti
tidak ada korelasi antar variabel independen yang nilainya lebih dari 95%.
Hasil perhitungan nilai Variance Inflation Factor (VIF) juga menunjukkan
hal yang sama tidak ada satu variabel independen yang memiliki nilai VIF
lebih dari 10. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas
antar variabel independen dalam model regresi.
4.3.3. Uji Autokorelasi
24
Dari hasil pengujian Autokorelasi, dapat dinyatakan hasil uji autokorelasi
dengan nilai Durbin-Watson sebesar 1,894 dimana nilai d berada di atas dU
=1,799 dan di bawah 4- dU =2,201. Hal ini berarti hasil pengujian
menghasilkan kesimpulan bahwa tidak terdapat autokorelasi.
4.3.4. Uji Heteroskedastisitas
Dari gambar scatterplot di atas tampak bahwa titik-titik menyebar secara
acak serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y
sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada
model regresi.
4.3.5. Goodness of Fit Test
Besarnya adjusted R2 adalah 0,190 hal ini berarti 19% variasi Belanja
Modal dapat dijelaskan oleh ketiga variabel independen yang terdiri dari
Kemandirian Daerah, Pertumbuhan Ekonomi dan Jumlah Penduduk.
Sedangkan 81% dijelaskan sebab-sebab lain di luar model.
4.4.
Uji Statistik F
Dari uji ANOVA atau F test didapat nilai F hitung (1.034) lebih kecil
daripada F tabel (2.66) yang berarti model regresi adalah dalam bentuk
linear. Sedangkan signifikansi 0,000 berarti probabilitas lebih kecil dari
0,05 maka model regresi pada penelitian ini layak digunakan dan dapat
digunakan untuk menjelaskan Belanja Modal. Dari F test ini juga dapat
dikatakan bahwa variabel Kemandirian Daerah, Pertumbuhan Ekonomi
dan Jumlah Penduduk secara bersama-sama berpengaruh terhadap Belanja
Modal.
Dengan demikian model yang digunakan dalam penelitian ini dapat
digunakan untuk menjelaskan perilaku Belanja Modal dalam Realisasi
APBD pemerintah daerah Kabupaten dan Kota di Pulau Sumatera.
Pengolahan data menggunakan bantuan program SPSS (Statistical
Package for Social Science) for windows release 16.0.
25
4.5.
Uji Regresi Linier Berganda
Berdasarkan hasil uji dari ke tiga variabel independen yang dimasukkan ke
dalam model regresi yaitu kemandirian daerah dan Jumlah Penduduk
menunjukkan hasil signifikansi masing-masing 0,00 dan 0,027. Sedangkan
Pertumbuhan Ekonomi tidak menunjukkan hasil yang signifikan.
Pada variabel kemandirian daerah dan jumlah penduduk, angka beta 0,397
dan 0,138 menunjukkan bahwa setiap penambahan 10% kemandirian
daerah akan menambah Rp 397 belanja modal, dan peningkatan jumlah
penduduk sebesar 1000 jiwa akan meningkatkan jumlah belanja modal Rp
138. Sedangkan nilai B2 (0,397x0,397)= 0,157 dan (0,138x0,138)= 0,019
menunjukkan besarnya pengaruh kemandirian daerah dan jumlah
penduduk terhadap belanja modal. Hal ini berarti sebesar 15,7% belanja
modal dapat dijelaskan oleh variabel kemandirian daerah, dan 1,9%
belanja modal dapat dijelaskan oleh variabel jumlah penduduk, sedangkan
sisanya dijelaskan oleh variabel lain.
Dari tabel di atas dapat dibentuk suatu persamaan regresi berganda yaitu :
BM = 15,111 + 0,397KD + 0,028PE + 0,138JP
Keterangan :
4.6.
BM
: Belanja Modal
KD
: Kemandirian Daerah
PE
: Pertumbuhan Ekonomi
JP
: Jumlah Penduduk
Pengujian Hipotesis
4.6.1. Pengujian Hipotesis Pertama
Hipotesis pertama (H1) yang diuji dalam penelitian ini adalah
”Kemandirian Daerah berpengaruh positif terhadap Belanja Modal”.
Pengujian hipotesis dilakukan secara individual bertujuan untuk
26
mengetahui pengaruh signifikan dari masing-masing variabel independen
terhadap variabel dependen.
Pada Tabel 10 di atas tampak bahwa hasil pengujian regresi menunjukkan
nilai signifikansi sebesar 0,000 menyatakan bahwa pengaruh Kemandirian
Daerah terhadap Belanja Modal adalah signifikan (di bawah 0,05) maka
H1 didukung.
Menurut penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Priyo Hari Adi
(2007) menguji adanya keterkaitan antara Pendapatan Asli Daerah dengan
Belanja Modal. Oleh karena itu setelah mengetahui bahwa Pendapatan
Asli Daerah (PAD) berhubungan dengan Belanja Modal, serta besar PAD
terkait dengan tingkat Kemandirian Daerah, selanjutnya peneliti menguji
pengaruh Kemandirian Daerah terhadap Belanja Modal. Hasil penemuan
dalam penelitian ini menunjukkan Kemandirian daerah berpengaruh
signifikan terhadap Belanja Modal.
Hasil penemuan yang positif signifikan ini berarti tingkat kemandirian
daerah mempengaruhi besarnya realisasi belanja modal pemerintah daerah.
Semakin tinggi tingkat kemandirian daerah maka semakin tinggi pula
realisasi belanja modal. Rasio kemandirian diperoleh dengan
membandingkan jumlah penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
dibagi dengan jumlah pendapatan transfer dari pemerintah pusat dan
provinsi serta pinjaman daerah. Dalam realisasi Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD), Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah
satu komponen total pendapatan daerah, belanja modal merupakan salah
satu komponen belanja daerah. Jadi besarnya belanja daerah dipengaruhi
oleh besarnya total pendapatan daerah, meskipun proporsi PAD dalam
total pendapatan daerah masih di bawah 10%.
Hasil penemuan dalam penelitian ini yaitu ada pengaruh Kemandirian
Daerah terhadap Belanja Modal ternyata sejalan dengan penelitian Priyo
27
Hari Adi (2007) yang menguji adanya keterkaitan antara Pendapatan Asli
Daerah dengan Belanja Modal.
4.6.2. Pengujian Hipotesis Kedua
Hipotesis kedua (H2) yang diuji dalam penelitian ini adalah ”Pertumbuhan
Ekonomi berpengaruh positif terhadap Belanja Modal”. Pengujian
hipotesis dilakukan secara individual bertujuan untuk mengetahui
pengaruh signifikan dari masing-masing variabel independen terhadap
variabel dependen.
Pada Tabel 10 di atas tampak bahwa hasil pengujian regresi menunjukkan
nilai signifikansi sebesar 0,802 menyatakan bahwa pengaruh Pertumbuhan
Ekonomi terhadap Belanja Modal adalah tidak signifikan (di atas 0,05),
maka H2 tidak didukung.
Salah satu kegunaan PDRB adalah untuk menentukan tingkat pertumbuhan
ekonomi yang dicapai suatu daerah dari tahun ke tahun. Dengan
mengamati tingkat pertumbuhan PDB yang tercapai dari tahun ke tahun
dapat dinilai prestasi dan kesuksesan negara mengendalikan kegiatan
ekonominya dalam jangka pendek dan usaha peningkatan jangka panjang.
Dalam kegiatan perekonomian yang sebenarnya, pertumbuhan ekonomi
berarti perkembangan fisikal produksi barang dan jasa yang berlaku
disuatu negara, seperti pertambahan dan jumlah produksi barang industri,
perkembangan infrastruktur, pertambahan jumlah sekolah, pertambahan
produksi sektor jasa dan pertambahan produksi barang modal (Sukirno,
2007). Perkembangan infrastruktur dan jumlah sekolah dibiayai oleh
belanja modal. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi diduga oleh
peneliti mempengaruhi realisasi anggaran salah satunya realisasi belanja
modal.
Namun hasil penelitian ini menunjukkan pertumbuhan ekonomi tidak
berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. Hal ini terjadi karena
28
pertumbuhan ekonomi dihitung dari Produk Domestik Bruto (PDB),
sedangkan PDB didapat berdasarkan nilai barang dan jasa dalam suatu
negara yang diproduksikan oleh faktor-faktor produksi milik warga negara
tersebut dan negara asing. Barang dan jasa diproduksi bukan saja oleh
perusahaan milik penduduk negara tersebut tetapi oleh penduduk negara
lain (Sukirno, 2007). Produk Domestik Bruto (PDB) diwilayah dinamakan
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Adanya faktor-faktor produksi
yang berasal dari luar negeri inilah yang menyebabkan Pertumbuhan
Ekonomi tidak berpengaruh terhadap Belanja Modal.
Penemuan tentang tidak adanya pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap
belanja modal ini sama dengan penelitian sebelumnya yang meneliti
tentang pengaruh PDRB terhadap belanja modal (Yonia Ivana, 2009),
yaitu PDRB tidak berpengaruh signifikan terhadap belanja modal.
4.6.3. Pengujian Hipotesis Ketiga
Hipotesis ketiga (H3) yang diuji dalam penelitian ini adalah ”Jumlah
Penduduk berpengaruh positif terhadap Belanja Modal”. Pengujian
hipotesis dilakukan secara individual bertujuan untuk mengetahui
pengaruh signifikan dari masing-masing variabel independen terhadap
variabel dependen.
Pada Tabel 10 di atas tampak bahwa hasil pengujian regresi menunjukkan
nilai signifikansi sebesar 0,027 menyatakan bahwa pengaruh Jumlah
Penduduk terhadap Belanja Modal adalah signifikan (di bawah 0,05) maka
H3 didukung.
Hal ini terjadi karena jumlah penduduk mempengaruhi seberapa besar
belanja yang dialokasikan pemerintah untuk pembangunan infrastruktur
daerah, menurut tim Subdirektorat Evaluasi Dana Desentralisasi dan
Perekonomian Daerah dalam APBD tahun 2012, yang ada dalam evaluasi
dana desentralisasi dan perekonomian daerah yaitu perhitungan rasio
29
belanja modal per jumlah penduduk. Rasio ini bermanfaat untuk
menunjukkan perhatian pemerintah dalam meningkatkan perekonomian
penduduknya dari pembangunan infrastruktur yang dikeluarkan. Semakin
bertambahnya jumlah penduduk maka semakin banyak pula infrastruktur
yang diperlukan. Jadi bertambahnya jumlah penduduk akan menambah
pula jumlah realisasi belanja modal.
Penemuan ini mendukung penelitan Akbar (2011) bahwa Jumlah
Penduduk berpengaruh terhadap belanja daerah. Dalam penelitian ini
jumlah penduduk berpengaruh terhadap belanja modal, salah satu
komponen belanja daerah.
30
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Simpulan
Berdasarkan hasil pengujian dan analisis data yang dikemukakan pada bab
sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
Kemandirian daerah berpengaruh positif signifikan sebesar 15,7%
terhadap belanja modal pemerintah daerah kabupaten dan kota di Pulau
Sumatera pada tahun 2007-2011.
Pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh signifikan terhadap belanja
modal pemerintah daerah kabupaten dan kota di Pulau Sumatera pada
tahun 2007-2011.
Jumlah penduduk berpengaruh positif signifikan sebesar 1,9% terhadap
belanja modal pemerintah daerah kabupaten dan kota di Pulau Sumatera
pada tahun 2007-2011.
5.2.
Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini pada dasarnya masih memiliki beberapa keterbatasan.
Keterbatasan ini diharapkan dapat dijadikan penyempurnaan untuk
penelitian selanjutnya. Keterbatasan tersebut antara lain:
Penelitian ini mengambil sampel kabupaten dan kota yang telah lama ada
tanpa memperhatikan apakah mengalami pemekaran selama periode
pengamatan.
Pengambilan sampel penelitian yang tidak merata mewakili tiap-tiap
provinsi di Pulau Sumatera.
31
5.3.
Saran
Untuk keperluan penelitian dimasa mendatang agar diperoleh hasil yang
lebih baik dan akurat, perlu diperhatikan saran-saran sebagai berikut:
Penelitian selanjutnya sebaiknya memperhatikan kabupaten dan kota yang
mengalami pemekaran selama periode pengamatan. Berikut daerah
otonomi baru selama periode pengamatan pada provinsi yang kabupaten
dan kotanya menjadi sampel, antara lain; Kab.Padang Lawas 2007,
Kab.Padang Lawas Utara 2007, Kab.Batu Bara 2007, Kab.Labuhan Batu
Selatan 2008, Kab.Labuhan Batu Utara 2008, Kab.Nias Utara 2008,
Kab.Nias Barat 2008, Kota Gunungsitoli 2008, Kota Sungai Penuh 2008,
Kab.Pesawaran 2007, Kab.Pringsewu 2008, Kab.Mesuji 2008, dan
Kab.Tulang Bawang Barat 2008.
Penelitian selanjutnya agar mencari dan mengembangkan variabel-variabel
lain selain dalam penelitian ini. Faktor-faktor lain diluar model regresi
yang mempengaruhi belanja modal adalah Dana Alokasi Umum (DAU),
Dana Alokasi Khusus (DAK), dan komponen lain dari pendapatan daerah.
Penelitian selanjutnya sebaiknya memperhatikan pemungutan sampel
penelitian, tidak random tetapi diambil beberapa kabupaten dan kota
merata mewakili masing-masing provinsi di Pulau Sumatera.
Penelitian selanjutnya dapat menggunakan sampel lain selain Pulau
Sumatera.
32
DAFTAR PUSTAKA
Abdul, Halim. 2002 . Akuntansi Keuangan Daerah .Jakarta. Salemba Empat.
Akbar, Ali MHD. 2011. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum,
Jumlah Penduduk, dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Belanja Daerah
pada Pemda di Sumatera Utara. Tesis. Medan. Universitas Sumatera Utara.
Darwanto & Yulia Yustikasari.2007.Pengaruh Pertumbuhan ekonomi, Pendapatan
Asli Daerah, dan Dana Alokasi Umum terhadap Pengalokasian Anggaran
Belanja Modal.Makassar. Jurnal Akuntansi. SNA X.
Direkorat Jenderal Perimbangan Keuangan.2012. Deskripsi dan analisis APBD
2012.
Dwirandra. 2007. Efektivitas dan Kemandirian Keuangan Daerah Otonom
(Kabupaten/Kota di Propinsi Bali Tahun 2002-2006). Skripsi. Bali. FE
Udayana.
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariat Dengan Program SPSS.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Halim, Abdul & Syukriy Abdullah. 2006. Hubungan dan masalah keagenan di
pemerintahan daerah: sebuah peluang penelitian anggaran dan akuntansi.
Jurnal Akuntansi Pemerintah.
Harianto, David dan Priyo Hari Adi. 2007. Hubungan Antara Dana Alokasi
Umum, Pendapatan Asli Daerah, Belanja Modal, dan Pendapatan
Perkapita.Jurnal Akuntansi. SNA X.
Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo.2002.Metodologi Penelitian Bisnis.
Yogyakarta.BP-FE Yogyakarta.
Ivana, Yonia. 2009. Analisis Pengaruh Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli
Daerah, dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Belanja Modal Pemerintah
daerah (Studi empiris pada Provinsi Lampung). Skripsi.Akuntansi-FEB
UNILA.
Kuncoro. 2004. Metode Penelitian. Jakarta. Prenhallindo.
Mahmudi, Yogya.2011.Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta.UII Press.
33
Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta.
Penerbit Andi.
__________.1999. Akuntansi Sektor Publik. Jakarta. Erlangga.
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 Tahun 2011 Tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.71 Tahun 2010 tentang Standar
Akuntansi pemerintahan.
Radianto, Elia. 1997. Otonomi Keuangan Daerah Tingkat II, Suatu Studi di
Maluku. Prisma No.3 Tahun XXVI. Jakarta. LP3ES.
Reksohadiprodjo, Sukanto.1999. Ekonomika Publik (Untuk Keuangan dan
Pembangunan Daerah).Yogyakarta.BPFE.
Sekaran, Uma.1992. Research Methods for Business (A Skill Building Approach),
Second Edition, John Wiley & Sons, New York.
Sukirno, Sadono.2007. Makro Ekonomi Modern. Jakarta.PT.Raja Grafindo
Persada.
Tambunan, Tulus. 2006. Perekonomian Indonesia sejak Orde Lama hingga Pasca
Krisis.Jakarta.Pustaka Quantum Jakarta.
Undang-undang No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
www.djpk.depkeu.go.id
www.bps.go.id
Download