1 PENGARUH KEMANDIRIAN DAERAH, PERTUMBUHAN EKONOMI, DAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP BELANJA MODAL PEMERINTAH DAERAH (Studi Empiris pada Kabupaten dan Kota di Pulau Sumatera) Oleh Atika Lusi Tania Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA EKONOMI Pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2013 2 Judul Skripsi : PENGARUH KEMANDIRIAN DAERAH, PERTUMBUHAN EKONOMI, DAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP BELANJA MODAL PEMERINTAH DAERAH Nama Mahasiswa : Nomor Pokok Mahasiswa : 0911031032 Jurusan : Akuntansi Fakultas : Ekonomi dan Bisnis No.Telpon : 085764286311/085279004401 E-Mail : [email protected] Pembimbing I : Sudrajat, S.E., M.Acc., Akt. Pembimbing II : Pigo Nauli, S.E., M.Sc. Atika Lusi Tania 3 ABSTRAK PENGARUH KEMANDIRIAN DAERAH, PERTUMBUHAN EKONOMI, DAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP BELANJA MODAL PEMERINTAH DAERAH Oleh ATIKA LUSI TANIA Universitas Lampung Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan secara empiris pengaruh kemandirian daerah, pertumbuhan ekonomi, dan jumlah penduduk terhadap belanja modal pemerintah daerah. Penelitian ini mengambil populasi seluruh kabupaten dan kota di Pulau Sumatera pada periode pengamatan dari tahun 2007 s.d. 2011. Data yang digunakan adalah data sekunder diperoleh melalui website Dirjen Perimbangan Keuangan dan Badan Pusat Statistik. Jumlah populasi adalah 151 kabupaten dan kota, dengan metode purposive judgment sampling diperoleh sampel sebanyak 45 kabupaten dan kota. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) kemandirian daerah, pertumbuhan ekonomi, dan jumlah penduduk secara simultan berpengaruh terhadap belanja modal pemerintah daerah, (2) kemandirian daerah dan jumlah penduduk secara parsial berpengaruh positif signifikan terhadap belanja modal pemerintah daerah, (3) pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh signifikan terhadap belanja modal pemerintah daerah. Kata kunci: Kemandirian Daerah, Pertumbuhan Ekonomi, Jumlah Penduduk, dan Belanja Modal. 4 ABSTRACT INFLUENCE OF LOCAL INDEPENDENCE, ECONOMIC GROWTH, AND THE POPULATION OF THE LOCAL GOVERNMENT CAPITAL EXPENDITURE By ATIKA LUSI TANIA The purpose of this study is to demonstrate empirically of Influence of local independence, economic growth, and the population of the local government capital expenditure. This study took the entire population of countries and cities on the island of Sumatera in the observation period from 2007 to 2011. The data used are secondary data obtained through the Director General of Fiscal Balance website and the Central Bureau of Statistics. Total population was 151 countries and cities, with Purposive Judgment Sampling Method obtained a sample of 45 countries and cities. The result shows that: 1) local independence, economic growth, and the population simultaneously affect the local government capital expenditures, 2) local independence and the population is partially significant positive effect on local government capital expenditures, 3) economic growth does not significantly influence the local government capital expenditures. Key words: local independence, economic growth, population, and the capital expenditure. 5 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Belanja modal dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu unsur belanja langsung. Belanja modal merupakan pengeluaran yang manfaatnya cenderung melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah, dan selanjutnya akan menambah anggaran rutin untuk biaya rutin, biaya operasional dan pemeliharaannya. Belanja modal terkait dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014, salah satu dari 11 (sebelas) prioritas pembangunan nasional tersebut adalah Infrastruktur. Infrastruktur diprioritaskan dalam penganggaran belanja modal, setelah dikurangi belanja pegawai pada kelompok belanja tidak langsung dan belanja wajib lainnya sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang RPJMN Tahun 2010-2014. Penelitian mengenai belanja modal ini menarik untuk dilakukan karena belanja modal diprioritaskan dalam pembangunan nasional tahun 2010 sampai dengan 2014. Faktor-faktor yang kemungkinan mempengaruhi belanja modal juga menjadi hal yang menarik dibahas mengingat belanja modal merupakan belanja pembangunan infrastruktur yang memicu langsung peningkatan perekonomian penduduknya. Rencana pembangunan nasional ini didukung dengan adanya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) sesuai Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010. Upaya pencapaian sasaran prioritas pembangunan nasional dengan daerah tentunya perlu sinkronisasi capaian sasaran dan target kinerja antara program dan kegiatan dengan menyusun rancangan Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) dengan berpedoman pada Rencana Kerja 6 Pemerintah Daerah (RKPD). Sinkronisasi ini tertuang dalam rancangan APBD. Faktor-faktor yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah Kemandirian Daerah, Pertumbuhan Ekonomi dan Jumlah Penduduk. Alasan yang mendasari pengambilan variabel-variabel ini adalah terkait dengan kemandirian daerah berhubungan erat dengan proporsi PAD maksimal 10% dari total pendapatan daerah, kontribusinya dalam anggaran cukup besar (Abdullah dan Asmara dalam Abdullah dan Halim, 2006). Nanga dalam Harianto dan Adi (2007) mengindikasikan terjadinya ketimpangan fiskal antar daerah dapat mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi daerah. Terjadinya ketimpangan fiskal antar daerah ini memunculkan tuntutan yang semakin kuat untuk mengubah struktur belanja ke belanja modal, khususnya pada daerah-daerah yang mengalami kapasitas fiskal rendah (Halim dalam Adi, 2007). Selain itu rasio belanja modal terhadap jumlah penduduk ini menurut Dirjen Perimbangan Keuangan dalam Deskripsi dan Analisis APBD 2012, rasio tersebut menunjukkan kecenderungan pola belanja daerah, apakah suatu daerah cenderung mengalokasikan dananya untuk belanja yang terkait erat dengan upaya peningkatan ekonomi, seperti belanja modal. Kemandirian daerah menunjukkan seberapa besar ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat dalam membiayai pembangunan (Sukanto Reksohadiprojo, 1999). Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu ukuran kuantitatif yang menggambarkan perkembangan suatu perekonomian dalam suatu tahun tertentu apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Sukirno, 2007). Perkembangan tersebut dinyatakan dalam bentuk persentase perubahan PDRB pada suatu tahun dibandingkan dengan tahun sebelumnya. 7 Penduduk menurut Badan Pusat Statistik adalah mereka yang sudah menetap di suatu wilayah paling sedikit enam bulan atau kurang dari enam bulan tetapi bermaksud untuk menetap. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitan yang dilakukan oleh Yonia Ivana (2009). Perbedaan dengan penelitian sebelumnya terletak pada variabel independen yang peneliti gunakan memasukkan variabel non keuangan yaitu Jumlah Penduduk dan variabel keuangan yaitu kemandirian daerah. Penelitian sebelumnya menggunakan variabel independen yaitu DAU, PAD dan Pertumbuhan Ekonomi. Waktu yang diambil memiliki rentan waktu lebih lama yaitu lima tahun dari tahun 2007-2011 yang sebelumnya tiga tahun. Objek penelitian sebelumnya menjadikan Provinsi Lampung baik kabupaten dan kota, penelitian ini memilih wilayah penelitian lebih luas dibanding penelitian sebelumnya, yaitu Pulau Sumatera baik kabupaten maupun kota. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik mengetahui bagaimana “Pengaruh Kemandirian Daerah, Pertumbuhan Ekonomi, dan Jumlah Penduduk terhadap Belanja Modal Pemerintah Daerah.” 8 II. 2.1. LANDASAN TEORI Belanja Modal Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 Tahun 2011 Pasal 53, belanja modal adalah belanja yang digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan asset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya. Nilai pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud sebagaimana dimaksud di atas, dianggarkan dalam belanja modal hanya sebesar harga beli/bangun aset. Belanja honorarium panitia pengadaan dan administrasi pembelian/pembangunan untuk memperoleh setiap aset yang dianggarkan pada belanja modal, dianggarkan pada belanja pegawai dan/atau belanja barang dan jasa. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 71 Tahun 2010, klasifikasi aset tetap dalam neraca adalah sebagai berikut: 1) tanah 2) peralatan dan mesin 3) gedung dan bangunan 4) jalan, irigasi dan jaringan 5) aset tetap lainnya 6) konstruksi dalam pengerjaan. 9 2.2. Kemandirian Daerah Kemandirian Fiskal daerah merupakan salah satu aspek yang sangat penting dari otonomi daerah secara keseluruhan. Menurut Mardiasmo (1999) disebutkan bahwa manfaat adanya kemandirian fiskal adalah: 1. mendorong peningkatan partisipasi prakarsa dan kreativitas masyarakat dalam pembangunan serta akan mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan (keadilan) di seluruh daerah dengan memanfaatkan sumber daya serta potensi yang tersedia di daerah, 2. memperbaiki alokasi sumber daya produktif melalui pergeseran penghambilan keputusan publik ketingkat pemerintahan yang lebih rendah yang memiliki informasi lebih lengkap. Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber keuangan yang digali dari dalam wilayah yang bersangkutan. Sumbersumber Pendapatan Asli Daerah terdiri dari: 1. sesuai dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009, pajak daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat, 2. menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2009, retribusi daerah, yang selanjutnya disebut retribusi, adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan, 3. hasil perusahaan milik daerah, merupakan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Jenis penerimaan yang termasuk hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan antara lain bagian laba, deviden dan penjualan saham milik daerah, 4. lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, antara lain hasil penjualan aset negara dan jasa giro. 10 Menurut Undang-undang No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, jenis pajak dibagi menjadi: 1. Jenis Pajak provinsi terdiri atas: a. Pajak Kendaraan Bermotor; b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; d. Pajak Air Permukaan; dan e. Pajak Rokok. 2. Jenis Pajak kabupaten/kota terdiri atas: a. Pajak Hotel; b. Pajak Restoran; c. Pajak Hiburan; d. Pajak Reklame; e. Pajak Penerangan Jalan; f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; g. Pajak Parkir; h. Pajak Air Tanah; i. Pajak Sarang Burung Walet; j. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan; dan k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No.21 tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, kelompok pendapatan dana perimbangan/transfer dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri atas: a. dana bagi hasil (pajak dan bukan pajak; b. dana alokasi umum; dan c. dana alokasi khusus. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, penerimaan pinjaman daerah digunakan untuk menganggarkan penerimaan pinjaman daerah termasuk 11 penerimaan atas penerbitan obligasi daerah yang akan direalisasikan pada tahun anggaran berkenaan. 2.3. Pertumbuhan Ekonomi Tambunan (2006) mengatakan, pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi utama atau suatu keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan. Karena jumlah penduduk bertambah setiap tahun yang dengan sendirinya kebutuhan konsumsi sehari-hari juga bertambah setiap tahun, maka dibutuhkan penambahan pendapatan setiap tahun. Selain dari sisi permintaan (konsumsi), dari sisi penawaran, pertumbuhan penduduk juga membutuhkan pertumbuhan kesempatan kerja (sumber pendapatan). Pertumbuhan ekonomi tanpa dibarengi dengan penambahan kesempatan kerja akan mengakibatkan ketimpangan dalam pembagian dari penambahan pendapatan tersebut (cateris paribus), yang selanjutnya akan menciptakan suatu kondisi pertumbuhan ekonomi dengan peningkatan kemiskinan. Pemenuhan kebutuhan konsumsi dan kesempatan kerja itu sendiri hanya bisa dicapai dengan peningkatan output agregat (barang dan jasa) atau PDB yang terus-menerus. Dalam pemahaman ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi adalah penambahan PDB, yang berarti peningkatan Pendapatan Nasional. 2.4. Jumlah Penduduk Penduduk menurut Badan Pusat Statistik adalah mereka yang sudah menetap disuatu wilayah paling sedikit enam bulan atau kurang dari enam bulan tetapi bermaksud untuk menetap. Penduduk atau warga suatu negara atau daerah bisa didefinisikan menjadi dua: a. orang yang tinggal di daerah tersebut, b. orang yang secara hukum berhak tinggal di daerah tersebut, dengan kata lain orang yang mempunyai surat resmi untuk tinggal di daerah 12 itu. Misalkan bukti kewarganegaraan, tetapi memilih tinggal di daerah lain. 2.5. Model Penelitian Model penelitian ini disusun berdasarkan variabel-variabel penelitian, yaitu: Gambar 1. Model Penelitian Kemandirian daerah Pertumbuhan ekonomi Belanja Modal Jumlah Penduduk 2.6. Pengembangan Hipotesis 2.6.1. Kemandirian Daerah dan Belanja Modal Kemandirian dihitung melalui rasio kemandirian daerah dengan cara membandingkan jumlah penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibagi dengan jumlah pendapatan transfer dari pemerintah pusat dan provinsi serta pinjaman daerah. Semakin tinggi angka rasio ini menunjukkan semakin tinggi kemandirian keuangan daerahnya (Mahmudi, 2011). Hal ini menunjukkan keterkaitan erat antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan kemandirian daerah. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang menguji tentang adanya keterkaitan atau hubungan antara Pendapatan Asli Daerah dengan Belanja Modal yang dilakukan oleh Priyo Hari Adi (2007). Berdasarkan penjelasan tersebut dibentuklah hipotesis: H1: Kemandirian daerah berpengaruh positif terhadap belanja modal. 2.6.2. Pertumbuhan Ekonomi dan Belanja Modal 13 Kajian empiris tentang pertumbuhan ekonomi oleh Lin dan Liu dalam Darwanto dan Yustikasari (2007) menunjukkan desentralisasi memberikan dampak yang sangat berarti bagi pertumbuhan ekonomi daerah. Nanga dalam Harianto dan Adi (2007) mengindikasikan terjadinya ketimpangan fiskal antar daerah dapat mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi daerah. Ketimpangan fiskal antar daerah ini memunculkan tuntutan yang semakin kuat untuk mengubah struktur belanja ke belanja modal, khususnya pada daerah-daerah yang mengalami kapasitas fiskal rendah (Halim dalam Adi, 2007). Berdasarkan penjelasan tersebut dibentuklah hipotesis: H2: Pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap belanja modal. 2.6.3. Jumlah Penduduk dan Belanja Modal Menurut Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Daerah, dalam evaluasi dana desentralisasi dan perekonomian daerah; “Rasio belanja modal terhadap jumlah penduduk merupakan Rasio Belanja Modal per kapita menunjukkan seberapa besar belanja yang dialokasikan pemerintah untuk pembangunan infrastruktur daerah per penduduk. Rasio Belanja Modal per kapita memiliki hubungan yang erat dengan pertumbuhan ekonomi karena Belanja Modal merupakan salah satu jenis belanja pemerintah yang menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi. Rasio ini bermanfaat untuk menunjukkan perhatian pemerintah dalam meningkatkan perekonomian penduduknya dari pembangunan infrastruktur yang dikeluarkan”. Hasil penelitian tesis Akbar (2011) membuktikan bahwa secara simultan Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Jumlah Penduduk dan Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah kabupaten/kota di Sumatera Utara dengan Adjusted R2 sebesar 74,10%. 14 Secara parsial variabel Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Jumlah Penduduk berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah. Berdasarkan penjelasan tersebut dibentuklah hipotesis: H3: Jumlah Penduduk berpengaruh positif terhadap belanja modal. 15 III. METODE PENELITIAN 3.1. Sampel dan Data Penelitian Populasi untuk penelitian ini adalah seluruh kabupaten dan kota di Pulau Sumatera. Teknik pengambilan sampel ini dilakukan dengan metode purposive judgement sampling yaitu penentuan sampel secara tidak acak yang informasinya diperolah dengan menggunakan pertimbangan tertentu (Indriantoro dan Supomo, 2002). Kriteria yang digunakan dalam pemilihan sampel penelitian ini adalah sebagai berikut: a. kabupaten dan kota yang menerbitkan laporan keuangan secara berturut-turut pada tahun 2007-2011 melalui situs Dirjen Perimbangan Keuangan, b. kabupaten dan kota yang memuat secara lengkap data-data variabel independen dalam penelitian ini. Data-data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder merupakan sumber dari penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data dalam penelitian ini adalah data realisasi anggaran dan belanja daerah (APBD) kabupaten dan kota di Pulau Sumatera tahun 2007-2011 yang diperoleh dari wesite Dirjen Perimbangan Keuangan (www.djpk.depkeu.go.id). Selain itu, data jumlah penduduk dan PDRB diperoleh dari website Badan Pusat Statistik (www.bps.go.id). 3.2. Operasional Variabel Penelitian A. Variabel Dependen 16 Variabel dependen atau juga dikenal variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel independen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah belanja modal. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 Pasal 53, adalah belanja yang digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya. Nilai pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud sebagaimana dimaksud di atas, dianggarkan dalam belanja modal hanya sebesar harga beli/bangun aset. Belanja honorarium panitia pengadaan dan administrasi pembelian/pembangunan untuk memperoleh setiap aset yang dianggarkan pada belanja modal, dianggarkan pada belanja pegawai dan/atau belanja barang dan jasa. B. Variabel Independen Variabel independen atau juga dikenal variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel terikat. variabel independen dalam penelitian ini adalah: 1. Kemandirian Daerah Menurut Halim (2002), gambaran citra kemandirian dalam berotonomi dapat diketahui melalui berapa besar kemampuan sumber daya keuangan untuk daerah tersebut, agar mampu membangun daerahnya di samping mampu pula untuk bersaing secara sehat dengan provinsi lainnya dalam mencapai otonomi sesungguhnya. Upaya nyata dalam mengukur tingkat kemandirian yaitu dengan membandingkan besarnya realisasi PAD dengan pendapatan transfer dari pemerintah pusat dan provinsi serta pinjaman dikali 100% (Mahmudi, 2011). Rumus: 17 ππππππππ‘ππ π΄π ππ π·ππππβ (ππ΄π·) πππππππ‘ πΎππππππππππ = ππππππππ‘ππ πππππ πππ+ππππππππ π₯ 100% 2. Pertumbuhan Ekonomi Indikator pertumbuhan ekonomi yang digunakan adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan ukuran kinerja makro kegiatan ekonomi di suatu wilayah. PDRB suatu wilayah menggambarkan struktur ekonomi daerah, peranan sektor-sektor ekonomi dan pergeserannya yang didasarkan pada PDRB atas dasar harga berlaku. Di samping itu PDRB menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi baik secara total maupun per sektor dengan membandingkan PDRB tahun berjalan terhadap tahun sebelumnya menggunakan atas dasar harga tetap tahun 2000. (www.bps.go.id) Rumus: ππππ‘π’πππ’βππ πΈππππππ = ππ·π π΅π‘ − ππ·π π΅π‘−1 π₯ 100% ππ·π π΅π‘−1 Keterangan: 3. PDRBt = PDRB tahun tertentu PDRBt-1 = PDRB tahun sebelumnya Jumlah Penduduk Penduduk menurut Badan Pusat Statistik (BPS) adalah mereka yang sudah menetap di suatu wilayah paling sedikit enam bulan atau kurang dari enam bulan tetapi bermaksud untuk menetap. Rasio belanja modal terhadap jumlah penduduk merupakan Rasio Belanja Modal per kapita menunjukkan seberapa besar belanja yang dialokasikan pemerintah untuk pembangunan infrastruktur daerah per penduduk. 18 3.3. Alat Analisis 3.3.1. Pengujian Asumsi Klasik Pengujian ini bertujuan agar asumsi-asumsi yang mendasari model linear dapat dipenuhi dan penelitian tidak menjadi bias. Pengujian ini dilakukan sebelum suatu model regresi linear digunakan. Pengujian asumsi klasik yang dilakukan adalah: a. Uji Normalitas. Uji ini bertujuan untuk menguji apakah variabel bebas/variabel terikat kedua-duanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Uji normalitas data dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov satu arah. b. Uji Multikolinieritas. Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independent). c. Uji Autokorelasi. Uji ini bertujuan untuk menguji apakah terjadi korelasi (hubungan) antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Autokorelasi dalam konsep regresi linier berarti komponen error berkorelasi berdasarkan waktu (pada data time series) atau urutan ruang (pada data cross sectional). Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Untuk mengetahui apakah terjadi autokorelasi dalam model regresi, digunakan uji Durbin Watson. 19 Tabel 1. Tabel Uji Durbin Watson d. Hipotesis Nol Keputusan Jika Tidak ada autokorelasi (+) Tolak 0 < d < dl Tidak ada autokorelasi (+) No decision dl ≤ d ≤ du Tidak ada autokorelasi (-) Tolak 4-dl < d < 4 Tidak ada autokorelasi (-) No decision 4-du ≤ d ≤ 4-dl Tidak ada autokorelasi (+) (-) Tidak Tolak du < d < 4-du Uji Heteroskedastisitas Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi masih terjadi ketidaksamaan variance dari suatu residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika variance dari suatu residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. 3.3.2. Uji Regresi Linear Berganda Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan model analisis regresi berganda bertujuan untuk memprediksi kekuatan pengaruh seberapa variabel independen terhadap variabel dependen (Sekaran, 1992). Persamaan regresi adalah : Y = α + ß1KD + ß2PE + ß3JP + e dimana : Y : Belanja Modal (BM) α : Konstanta β1, β2, β3 : Slope atau koefisien regresi KD : Kemandirian Daerah PE : Pertumbuhan Ekonomi 20 JP : Jumlah penduduk e : error 3.3.3. Uji Hipotesis Secara statistik, ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari nilai koefisien determinasi, nilai statistik F, dan nilai statistik t. Perhitungan statistik disebut signifikan secara statistik apabila nilai uji statistik nya berada dalam daerah kritis (daerah dimana Ho ditolak). Sebaliknya disebut tidak signifikan bila nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana Ho diterima. 1. Uji Koefisien Determinasi. Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. 2. Uji Signifikan Parameter Individual (Uji Statistik t). Pengujian hipotesis yang dilakukan secara parsial bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari signifikasi dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Pengujian hipotesis terhadap koefisien regresi secara parsial dilakukan dengan menggunakan uji-t pada tingkat keyakinan 95% dengan tingkat kesalahan analisis (α) 5%. Apabila sig > 0,05, maka Ha ditolak, dan sebaliknya jika sig < 0,05, maka Ha diterima. 3. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F). Pengujian ini dilakukan untuk menguji kelayakan model regresi yang digunakan, sehingga nilai koefisien regresi secara bersama-sama dapat 21 diketahui. Tujuan uji F adalah untuk mengetahui pengaruh bersamasama variabel independen terhadap variabel dependen. Jika p-value lebih kecil dari level of significant yang ditentukan maka uji F menunjukkan bahwa variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen. 22 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sampel Penelitian Berdasarkan pengambilan sampel secara purposive judgement sampling dengan kriteria yang digunakan dalam pemilihan sampel penelitian ini yaitu: a. kabupaten dan kota yang menerbitkan laporan keuangan secara berturut-turut pada tahun 2007-2011 melalui situs Dirjen Perimbangan Keuangan, b. kabupaten dan kota yang memuat secara lengkap data-data variabel independen dalam penelitian ini, maka diperoleh 45 kabupaten dan kota sebagai sample penelitian. 4.2. Statistik Deskriptif Variabel Kemandirian Daerah memiliki nilai terkecil (minimum) sebesar 0.00 atau 0,00% yang terjadi di Kabupaten Mandailing Natal, Asahan, Pakpak Bharat tahun 2007 dan nilai terbesar (maksimum) sebesar 40.64 atau sebesar 40,64% terjadi pada Kota Medan tahun 2010. Variabel Pertumbuhan Ekonomi mempunyai nilai terkecil (minimum) yaitu -81.32 atau sebesar -81,32% terjadi pada tahun 2010 di Kabupaten Nias. Sedangkan Pertumbuhan Ekonomi terbesar (maksimum) yaitu pada tahun 2007 di Kabupaten Tanjung Jabung Timur sebesar 35.31 atau sebesar 35,31%. Nilai rata-rata Variabel Pertumbuhan Ekonomi pada periode 2007-2011 adalah 10,24%. 23 Variabel Jumlah Penduduk paling sedikit (minimum) yaitu 38.726,00 terjadi pada tahun 2007 di Kabupaten Pakpak Bharat. Sedangkan Jumlah Penduduk terbanyak (maksimum) yaitu 2.1206 atau sebesar 2.115.338 jiwa pada tahun 2011 di Kota Medan. Variabel Belanja modal memiliki nilai terkecil (minimum) sebesar 5.8109 atau sebesar Rp 5.805.174.406,00 pada Kota Padang Sidimpuan tahun 2009 dan nilai terbesar (maksimum) sebesar 6.82011 atau sebesar Rp 681.884.000.000 pada Kota Medan tahun 2011. 4.3. Uji Asumsi Klasik 4.3.1. Uji Normalitas Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa model regresi memiliki pola distribusi normal. Hal ini sesuai dengan titik-titik pada gambar normal plot yang terlihat mengikuti arah garis diagonal dan penyebarannya mendekat di sekitar garis diagonal. Begitu juga berdasarkan uji statistik Kolmogorov-Smirnov menunjukkan nilai sebesar 1,069 dengan probabilitas Asymp. Sig. (2-tailed) Unstandardized Residual sebesar 0,203 lebih besar dari signifikansi 0,05 sehingga dapat dinyatakan bahwa nilai residual data penelitian terdistribusi secara normal. 4.3.2. Uji Multikolinearitas Hasil perhitungan nilai tolerance menunjukkan tidak ada variabel independen yang memiliki nilai tolerance kurang dari 0.10 yang berarti tidak ada korelasi antar variabel independen yang nilainya lebih dari 95%. Hasil perhitungan nilai Variance Inflation Factor (VIF) juga menunjukkan hal yang sama tidak ada satu variabel independen yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi. 4.3.3. Uji Autokorelasi 24 Dari hasil pengujian Autokorelasi, dapat dinyatakan hasil uji autokorelasi dengan nilai Durbin-Watson sebesar 1,894 dimana nilai d berada di atas dU =1,799 dan di bawah 4- dU =2,201. Hal ini berarti hasil pengujian menghasilkan kesimpulan bahwa tidak terdapat autokorelasi. 4.3.4. Uji Heteroskedastisitas Dari gambar scatterplot di atas tampak bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi. 4.3.5. Goodness of Fit Test Besarnya adjusted R2 adalah 0,190 hal ini berarti 19% variasi Belanja Modal dapat dijelaskan oleh ketiga variabel independen yang terdiri dari Kemandirian Daerah, Pertumbuhan Ekonomi dan Jumlah Penduduk. Sedangkan 81% dijelaskan sebab-sebab lain di luar model. 4.4. Uji Statistik F Dari uji ANOVA atau F test didapat nilai F hitung (1.034) lebih kecil daripada F tabel (2.66) yang berarti model regresi adalah dalam bentuk linear. Sedangkan signifikansi 0,000 berarti probabilitas lebih kecil dari 0,05 maka model regresi pada penelitian ini layak digunakan dan dapat digunakan untuk menjelaskan Belanja Modal. Dari F test ini juga dapat dikatakan bahwa variabel Kemandirian Daerah, Pertumbuhan Ekonomi dan Jumlah Penduduk secara bersama-sama berpengaruh terhadap Belanja Modal. Dengan demikian model yang digunakan dalam penelitian ini dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku Belanja Modal dalam Realisasi APBD pemerintah daerah Kabupaten dan Kota di Pulau Sumatera. Pengolahan data menggunakan bantuan program SPSS (Statistical Package for Social Science) for windows release 16.0. 25 4.5. Uji Regresi Linier Berganda Berdasarkan hasil uji dari ke tiga variabel independen yang dimasukkan ke dalam model regresi yaitu kemandirian daerah dan Jumlah Penduduk menunjukkan hasil signifikansi masing-masing 0,00 dan 0,027. Sedangkan Pertumbuhan Ekonomi tidak menunjukkan hasil yang signifikan. Pada variabel kemandirian daerah dan jumlah penduduk, angka beta 0,397 dan 0,138 menunjukkan bahwa setiap penambahan 10% kemandirian daerah akan menambah Rp 397 belanja modal, dan peningkatan jumlah penduduk sebesar 1000 jiwa akan meningkatkan jumlah belanja modal Rp 138. Sedangkan nilai B2 (0,397x0,397)= 0,157 dan (0,138x0,138)= 0,019 menunjukkan besarnya pengaruh kemandirian daerah dan jumlah penduduk terhadap belanja modal. Hal ini berarti sebesar 15,7% belanja modal dapat dijelaskan oleh variabel kemandirian daerah, dan 1,9% belanja modal dapat dijelaskan oleh variabel jumlah penduduk, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain. Dari tabel di atas dapat dibentuk suatu persamaan regresi berganda yaitu : BM = 15,111 + 0,397KD + 0,028PE + 0,138JP Keterangan : 4.6. BM : Belanja Modal KD : Kemandirian Daerah PE : Pertumbuhan Ekonomi JP : Jumlah Penduduk Pengujian Hipotesis 4.6.1. Pengujian Hipotesis Pertama Hipotesis pertama (H1) yang diuji dalam penelitian ini adalah ”Kemandirian Daerah berpengaruh positif terhadap Belanja Modal”. Pengujian hipotesis dilakukan secara individual bertujuan untuk 26 mengetahui pengaruh signifikan dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Pada Tabel 10 di atas tampak bahwa hasil pengujian regresi menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,000 menyatakan bahwa pengaruh Kemandirian Daerah terhadap Belanja Modal adalah signifikan (di bawah 0,05) maka H1 didukung. Menurut penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Priyo Hari Adi (2007) menguji adanya keterkaitan antara Pendapatan Asli Daerah dengan Belanja Modal. Oleh karena itu setelah mengetahui bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) berhubungan dengan Belanja Modal, serta besar PAD terkait dengan tingkat Kemandirian Daerah, selanjutnya peneliti menguji pengaruh Kemandirian Daerah terhadap Belanja Modal. Hasil penemuan dalam penelitian ini menunjukkan Kemandirian daerah berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal. Hasil penemuan yang positif signifikan ini berarti tingkat kemandirian daerah mempengaruhi besarnya realisasi belanja modal pemerintah daerah. Semakin tinggi tingkat kemandirian daerah maka semakin tinggi pula realisasi belanja modal. Rasio kemandirian diperoleh dengan membandingkan jumlah penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibagi dengan jumlah pendapatan transfer dari pemerintah pusat dan provinsi serta pinjaman daerah. Dalam realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu komponen total pendapatan daerah, belanja modal merupakan salah satu komponen belanja daerah. Jadi besarnya belanja daerah dipengaruhi oleh besarnya total pendapatan daerah, meskipun proporsi PAD dalam total pendapatan daerah masih di bawah 10%. Hasil penemuan dalam penelitian ini yaitu ada pengaruh Kemandirian Daerah terhadap Belanja Modal ternyata sejalan dengan penelitian Priyo 27 Hari Adi (2007) yang menguji adanya keterkaitan antara Pendapatan Asli Daerah dengan Belanja Modal. 4.6.2. Pengujian Hipotesis Kedua Hipotesis kedua (H2) yang diuji dalam penelitian ini adalah ”Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh positif terhadap Belanja Modal”. Pengujian hipotesis dilakukan secara individual bertujuan untuk mengetahui pengaruh signifikan dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Pada Tabel 10 di atas tampak bahwa hasil pengujian regresi menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,802 menyatakan bahwa pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Belanja Modal adalah tidak signifikan (di atas 0,05), maka H2 tidak didukung. Salah satu kegunaan PDRB adalah untuk menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai suatu daerah dari tahun ke tahun. Dengan mengamati tingkat pertumbuhan PDB yang tercapai dari tahun ke tahun dapat dinilai prestasi dan kesuksesan negara mengendalikan kegiatan ekonominya dalam jangka pendek dan usaha peningkatan jangka panjang. Dalam kegiatan perekonomian yang sebenarnya, pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan fisikal produksi barang dan jasa yang berlaku disuatu negara, seperti pertambahan dan jumlah produksi barang industri, perkembangan infrastruktur, pertambahan jumlah sekolah, pertambahan produksi sektor jasa dan pertambahan produksi barang modal (Sukirno, 2007). Perkembangan infrastruktur dan jumlah sekolah dibiayai oleh belanja modal. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi diduga oleh peneliti mempengaruhi realisasi anggaran salah satunya realisasi belanja modal. Namun hasil penelitian ini menunjukkan pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. Hal ini terjadi karena 28 pertumbuhan ekonomi dihitung dari Produk Domestik Bruto (PDB), sedangkan PDB didapat berdasarkan nilai barang dan jasa dalam suatu negara yang diproduksikan oleh faktor-faktor produksi milik warga negara tersebut dan negara asing. Barang dan jasa diproduksi bukan saja oleh perusahaan milik penduduk negara tersebut tetapi oleh penduduk negara lain (Sukirno, 2007). Produk Domestik Bruto (PDB) diwilayah dinamakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Adanya faktor-faktor produksi yang berasal dari luar negeri inilah yang menyebabkan Pertumbuhan Ekonomi tidak berpengaruh terhadap Belanja Modal. Penemuan tentang tidak adanya pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap belanja modal ini sama dengan penelitian sebelumnya yang meneliti tentang pengaruh PDRB terhadap belanja modal (Yonia Ivana, 2009), yaitu PDRB tidak berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. 4.6.3. Pengujian Hipotesis Ketiga Hipotesis ketiga (H3) yang diuji dalam penelitian ini adalah ”Jumlah Penduduk berpengaruh positif terhadap Belanja Modal”. Pengujian hipotesis dilakukan secara individual bertujuan untuk mengetahui pengaruh signifikan dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Pada Tabel 10 di atas tampak bahwa hasil pengujian regresi menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,027 menyatakan bahwa pengaruh Jumlah Penduduk terhadap Belanja Modal adalah signifikan (di bawah 0,05) maka H3 didukung. Hal ini terjadi karena jumlah penduduk mempengaruhi seberapa besar belanja yang dialokasikan pemerintah untuk pembangunan infrastruktur daerah, menurut tim Subdirektorat Evaluasi Dana Desentralisasi dan Perekonomian Daerah dalam APBD tahun 2012, yang ada dalam evaluasi dana desentralisasi dan perekonomian daerah yaitu perhitungan rasio 29 belanja modal per jumlah penduduk. Rasio ini bermanfaat untuk menunjukkan perhatian pemerintah dalam meningkatkan perekonomian penduduknya dari pembangunan infrastruktur yang dikeluarkan. Semakin bertambahnya jumlah penduduk maka semakin banyak pula infrastruktur yang diperlukan. Jadi bertambahnya jumlah penduduk akan menambah pula jumlah realisasi belanja modal. Penemuan ini mendukung penelitan Akbar (2011) bahwa Jumlah Penduduk berpengaruh terhadap belanja daerah. Dalam penelitian ini jumlah penduduk berpengaruh terhadap belanja modal, salah satu komponen belanja daerah. 30 V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Berdasarkan hasil pengujian dan analisis data yang dikemukakan pada bab sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Kemandirian daerah berpengaruh positif signifikan sebesar 15,7% terhadap belanja modal pemerintah daerah kabupaten dan kota di Pulau Sumatera pada tahun 2007-2011. Pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh signifikan terhadap belanja modal pemerintah daerah kabupaten dan kota di Pulau Sumatera pada tahun 2007-2011. Jumlah penduduk berpengaruh positif signifikan sebesar 1,9% terhadap belanja modal pemerintah daerah kabupaten dan kota di Pulau Sumatera pada tahun 2007-2011. 5.2. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini pada dasarnya masih memiliki beberapa keterbatasan. Keterbatasan ini diharapkan dapat dijadikan penyempurnaan untuk penelitian selanjutnya. Keterbatasan tersebut antara lain: Penelitian ini mengambil sampel kabupaten dan kota yang telah lama ada tanpa memperhatikan apakah mengalami pemekaran selama periode pengamatan. Pengambilan sampel penelitian yang tidak merata mewakili tiap-tiap provinsi di Pulau Sumatera. 31 5.3. Saran Untuk keperluan penelitian dimasa mendatang agar diperoleh hasil yang lebih baik dan akurat, perlu diperhatikan saran-saran sebagai berikut: Penelitian selanjutnya sebaiknya memperhatikan kabupaten dan kota yang mengalami pemekaran selama periode pengamatan. Berikut daerah otonomi baru selama periode pengamatan pada provinsi yang kabupaten dan kotanya menjadi sampel, antara lain; Kab.Padang Lawas 2007, Kab.Padang Lawas Utara 2007, Kab.Batu Bara 2007, Kab.Labuhan Batu Selatan 2008, Kab.Labuhan Batu Utara 2008, Kab.Nias Utara 2008, Kab.Nias Barat 2008, Kota Gunungsitoli 2008, Kota Sungai Penuh 2008, Kab.Pesawaran 2007, Kab.Pringsewu 2008, Kab.Mesuji 2008, dan Kab.Tulang Bawang Barat 2008. Penelitian selanjutnya agar mencari dan mengembangkan variabel-variabel lain selain dalam penelitian ini. Faktor-faktor lain diluar model regresi yang mempengaruhi belanja modal adalah Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan komponen lain dari pendapatan daerah. Penelitian selanjutnya sebaiknya memperhatikan pemungutan sampel penelitian, tidak random tetapi diambil beberapa kabupaten dan kota merata mewakili masing-masing provinsi di Pulau Sumatera. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan sampel lain selain Pulau Sumatera. 32 DAFTAR PUSTAKA Abdul, Halim. 2002 . Akuntansi Keuangan Daerah .Jakarta. Salemba Empat. Akbar, Ali MHD. 2011. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Jumlah Penduduk, dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Belanja Daerah pada Pemda di Sumatera Utara. Tesis. Medan. Universitas Sumatera Utara. Darwanto & Yulia Yustikasari.2007.Pengaruh Pertumbuhan ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, dan Dana Alokasi Umum terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal.Makassar. Jurnal Akuntansi. SNA X. Direkorat Jenderal Perimbangan Keuangan.2012. Deskripsi dan analisis APBD 2012. Dwirandra. 2007. Efektivitas dan Kemandirian Keuangan Daerah Otonom (Kabupaten/Kota di Propinsi Bali Tahun 2002-2006). Skripsi. Bali. FE Udayana. Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariat Dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Halim, Abdul & Syukriy Abdullah. 2006. Hubungan dan masalah keagenan di pemerintahan daerah: sebuah peluang penelitian anggaran dan akuntansi. Jurnal Akuntansi Pemerintah. Harianto, David dan Priyo Hari Adi. 2007. Hubungan Antara Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah, Belanja Modal, dan Pendapatan Perkapita.Jurnal Akuntansi. SNA X. Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo.2002.Metodologi Penelitian Bisnis. Yogyakarta.BP-FE Yogyakarta. Ivana, Yonia. 2009. Analisis Pengaruh Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah, dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Belanja Modal Pemerintah daerah (Studi empiris pada Provinsi Lampung). Skripsi.Akuntansi-FEB UNILA. Kuncoro. 2004. Metode Penelitian. Jakarta. Prenhallindo. Mahmudi, Yogya.2011.Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta.UII Press. 33 Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta. Penerbit Andi. __________.1999. Akuntansi Sektor Publik. Jakarta. Erlangga. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi pemerintahan. Radianto, Elia. 1997. Otonomi Keuangan Daerah Tingkat II, Suatu Studi di Maluku. Prisma No.3 Tahun XXVI. Jakarta. LP3ES. Reksohadiprodjo, Sukanto.1999. Ekonomika Publik (Untuk Keuangan dan Pembangunan Daerah).Yogyakarta.BPFE. Sekaran, Uma.1992. Research Methods for Business (A Skill Building Approach), Second Edition, John Wiley & Sons, New York. Sukirno, Sadono.2007. Makro Ekonomi Modern. Jakarta.PT.Raja Grafindo Persada. Tambunan, Tulus. 2006. Perekonomian Indonesia sejak Orde Lama hingga Pasca Krisis.Jakarta.Pustaka Quantum Jakarta. Undang-undang No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. www.djpk.depkeu.go.id www.bps.go.id