HUBUNGAN KONFORMITAS TERHADAP TEMAN SEBAYA DAN BENTUK-BENTUK NILAI SEKSUAL PADA USIA REMAJA AWAL DI SMP X DI JAKARTA SELATAN Alexandra Christiana Universitas Bina Nusantara, Jakarta Barat, 08179120714, [email protected] ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan konformitas terhadap teman sebaya dan bentuk-bentuk nilai seksual pada usia remaja awal di Jakarta. Penelitian ini dilakukan dalam bentuk korelasi dimana kita mencari hubungan antara variabel prediktor dan variabel kriterion. Hasil dari penelitian ini adalah hanya ada 1 buah hubungan antara konformitas terhadap teman sebaya dengan nilai seksual hedonism. Hubungan ini bersifat negatif dimana semakin tinggi nilai konformitas terhadap teman sebaya maka semakin rendah nilai seksual hedonismnya dan juga sebaliknya. (AC) Kata Kunci : konformitas, nilai seksual. Abstract This research being made by the propose to know if there’s any connection between peer group conformity and the models of sexual value at early teenage years in Jakarta. This research being made in correlation view where we trying to find the connection between predictor variable and criterion variable. The result of this research is there is only one connection between peer group conformity and one models of sexual value, hedonism. This connection is negative where when they scored high on peer group conformity it means they have lower scored on hedonism. (AC) Key Words: Conformity, Sexual Values PENDAHULUAN Menurut Sexual Behavior Survey (2011) yang dilakukan pada remaja berusia 15-25 tahun oleh PT DKT Indonesia dan dua merek kondom terlaris sutra dan fiesta di 5 kota besar di Indonesia (JABODETABEK, Bandung, Yogyakarta, Surabaya dan Bali), rata-rata remaja telah melakukan hubungan seksual pada usia 19 tahun (Sindo, 2011). Namun sebuah survey yang dilakukan kembali oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada bulan Maret 2013, ternyata 43,8% remaja berusia 10-14 tahun sudah pernah melakukan hubungan pre-marital sex dan sisanya sebesar 41,8% remaja berusia 15-19 tahun, ini berarti hampir setengah dari remaja di Indonesia sudah pernah melakukan hubungan seksual sebelum menikah (Darmawan, 2013). Menurut data di atas terjadi pergeseran kelompok usia dimana pada awalnya ditemukan mereka umumnya melakukan hubungan seksual pertamakali pada usia 19 tahun di tahun 2011 berubah pada tahun 2013 ini menurut BKKBN dimana remaja berusia 10-14 tahun tercatat sudah melakukan hubungan seksual. Angka ini dapat dibuktikan melalui kejadian yang hangat terjadi yaitu dua siswa SMPN 4 Sawah Besar yang melakukan perilaku seksual di kelas berupa bercumbu dan meraba-raba (Ika, 2013). Mereka ditonton dan direkam oleh 10 orang temannya. Kedua siswa ini merupakan siswa kelas 8 dan 9 yang masih berusia 13 tahun, mereka melakukan hubungan ini sudah 3x di 3 tempat yang berbeda. Hal serupa juga pernah terjadi Mei 2013 dimana tersebar video mesum seorang siswa SMP dengan pacarnya di Kediri (Sari, 2013). Remaja tidak menyadari dampak-dampak yang akan terjadi bila mereka melakukan hubungan seksual seperti kehamilan dini dan juga penyakit menular seksual yang dapat mengakibatkan kematian. Hal ini terjadi karena remaja merupakan transisi perkembangan antara anak-anak dan orang dewasa dimana perubahan paling banyak terjadi secara fisik, pemikiran dan sosial-emosi (Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Pada saat remaja seseorang akan mencari jati dirinya dan salah satu hal yang memberikan pengaruh kepada diri seorang remaja adalah teman sebayanya. Hal ini disebabkan karena remaja adalah salah satu sumber afeksi, simpati, pengertian dan petunjuk moral; merupakan tempaat untuk melakukan berbagai eksperimen; dan sebuah tempat untuk memperoleh autonomi dan indepen dari orangtua (Papalia, Olds, Feldman, 2009). Salah satu bentuk pengaruh sosial adalah konformitas. Konformitas sendiri secara umum adalah salah satu bentuk pengaruh sosial dimana seseorang berubah secara mendalam, pribadi, dan cepat pada tingkahlaku dan sikapnya yang disebabkan karena tekanan dari grup (Hogg & Vaughan, 2008). Namun secara spesifik pada penelitian ini, konformitas terhadap teman sebaya adalah melihat apakah seseorang dapat menyesuaikan diri dengan tingkah laku atau benda yang dianggap tidak baik oleh grup tersebut (Santor, Messervey, & Kusumakar, 2000). Sedangkan menuru Werner-Wilson (1998), hubungan seseorang dengan teman sebayanya dapat mempengaruhi nilai seksual seorang remaja. Nilai seksual sendiri adalah petunjuk moral untuk membuat keputusan dalam hubungan sebelum menikah, saat menikah, hubungan homoseksual dan hubungan heteroseksual (Knox & Schacht, 2013). Menurut Knox & Schacht (dalam Juneman & Rahardjo, 2013), ada 2 bentuk nilai seksual: 1.) Absolutism dimana seseorang memiliki nilai seksual yang mengikuti prinsip-prinsip tradisional, agama hukum dan tradisi. Ia juga memiliki nilai yang kuat atas benar atau salah dan hitam atau putih; 2.) Relativism, dimana keputusan melakukan perilaku seksual adalah berdasarkan kondisi atau hubungan yang dilakukan. Mereka umumnya melakukan perilaku seksual atas dasar afeksi antar pasangan dan komitmen yang mereka miliki; 3.) Hedonism, seseorang yang memiliki nilai ini memiliki nilai yang sangat humanis yaitu untuk mendapatkan kepuasan dan menghilangkan rasa sakit, maka dari itu mereka melakukan hubungan seksual tanpa ada rasa afeksi pada pasangannya. METODE PENELITIAN Sampel pada penelitian ini adalah memiliki karakteristik pria ataupun wanita remaja awal dengan rentang usia 12-14 tahun dan pada saat ini sedang mengikuti kelas XII-IX di sekolahnya. Setiap subjek diberikan kuesioner yang berisikan 2 bagian, test konformitas yang berbentuk skala likert berjumlah 10 item dan juga test nilai seksual yang berjumlah 23 item berbentuk skala likert. Desain penelitian yang dipilih oleh peneliti adalah riset korelasional. Riset korelasional sendiri mencakup pengumpulan data untuk menentukan apakah ada hubungan antara dua buah variabel dalam bentuk korelasi. Semakin tinggi tingkat korelasi dari dua variabel maka prediksi hubungan mereka semakin tinggi (Sukardji, 2000). Data untuk penelitian ini didapatkan melalui studi pustaka untuk mencari fenomena-fenomena yang ada dan sesuai untuk dibahas. Lalu membagi kuesioner tersebut kepada siswa SMP X dan setelah itu mengolahnya dengan program statistic SPSS. HASIL DAN BAHASAN Hasil dari penelitian ini adalah: Tabel 1. Hasil Spearman-Rank Correlation No. 1 2 3 Dimensi Nilai Seksual Absolutism Nilai Seksual Relativism Nilai Seksual Hedonism Spearman-Rank Correlation 0,220 -0,039 -0,660 Nilai Korelasi (r = 0,220, p › 0,05) (r = -0,039, p › 0,05) (r = -0,660, p ‹ 0,05) Penelitian ini menggunakan Spearman-Rank Correlation karena hasil uji normalitas yang dilakukan pada SPSS mengambarkan bahwa persebaran data dari penelitian ini tidak normal sehingga penghitungan korelasinya menggunakan Spearman-Rank Correlation. Berdasarkan hasil uji korelasi ini dapat diketahui nilai korelasi antara konformitas dengan nilai seksual absolutism sebesar 0,220 dengan signifikansi › 0,05 berarti hipotesis null (h0) diterima. Hal ini berarti tidak ada hubungan antara konformitas dengan nilai seksual absolutism. Berikutnya adalah hasil uji korelasi nilai seksual relativism diketahui bahwa nilai korelasi antara konformitas terhadap teman sebaya dengan nilai seksual relativism sebesar -0,039 dengan signifikansi › 0,05 berarti hipotesis null diterima. Hal ini berarti tidak ada hubungan antara konformitas terhadap teman sebaya dengan nilai seksual relativism. Hasil uji korelasi yang terakhir antara konformitas dengan nilai seksual hedonism. Hasil uji korelasinya adalah -0.660 dengan signifikansi ‹ 0,05 yang berarti hipotesis null ditolak. Berarti, ada hubungan antara konformitas terhadap teman sebaya dengan nilai seksual hedonism. Namun hasil korelasinya berbanding terbalik yang berarti semakin tinggi konformitas seseorang terhadap teman sebayanya maka semakin rendah nilai seksual hedonismnya dan semakin tinggi nilai seksual hedonismnya maka semakin rendah nilai konformitas seseorang terhadap teman sebayanya. SIMPULAN DAN SARAN Penelitian ini dilakukan pada 60 orang siswa SMP kelas VII sampai IX dengan rentang usia 12-15 tahun, 60% dari subjek berjenis kelamin perempuan dan rata-rata usianya 13,3 tahun dengan standart deviasi 0,701. Menurut hasil penelitian, 50% dari seluruh subjek adalah siswa kelas VIII dan 30% dari mereka siswa kelas 7. Penghitungan korelasi penelitian ini dilakukan dengan mengunakan Spearman-rank Correlation dimana bila signifikansinya ‹ 0,05 maka H0 ditolak. Hubungan antara konformitas pada kelompok teman sebaya dan nilai seksual absolutism adalah r = 0,220 dengan p › 0,05 maka H0 diterima. Maka itu, tidak ada hubungan antara konformitas pada kelompok teman sebaya dan nilai seksual absolutism. Pada hasil korelasi antara konformitas pada kelompok teman sebaya dan nilai seksual relativism adalah r = -0,039 dengan p › 0,05 maka H0 diterima. Maka itu tidak ada hubungan antara konformitas pada kelompok teman sebaya dan nilai seksual relativism. Hasil korelasi antara konformitas pada kelompok teman sebaya dan nilai seksual hedonism adalah r = -0,660 dengan p ‹ 0,05 maka H0 ditolak, dengan begitu terdapat hubungan antara konformitas pada kelompok teman sebaya dan nilai seksual hedonism. Hasil dari korelasi ini adalah negatif, berarti hubungan yang terjadi terbalik. Hasil korelasi ini berarti bila semakin tinggi konformitas seorang remaja awal terhadap kelompok teman sebayanya maka semakin rendah nilai seksual hedonism-nya juga semakin tinggi nilai seksual hedonism seseorang maka semakin rendah konformitas seseorang remaja awal terhadap kelompok teman sebayanya. Konformitas terhadap teman sebaya ini juga diukur dengan cara apakah seseorang mengikuti atau tidak mengikuti perilaku yang dianggap tidak sesuai oleh kelompoknya (Santor, Messervey, & Kusumakar, 2000). Hal ini berarti kita dapat melihat apakah seseorang mengikuti nilai yang ada di kelompoknya. Maka dari itu, bila seseorang memiliki nilai konformitas yang tinggi, ia akan memiliki nilai pengukuran hedonism yang rendah. Hal ini disebabkan nilai seksual hedonism tidak dianggap sesuai dengan nilai dan norma kelompoknya. Begitupun sebaliknya, bila seseorang memiliki nilai hedonism yang tinggi, ia akan dianggap mengikuti perilaku yang tidak sesuai dengan kelompoknya. Maka, ia akan memiliki konformitas terhadap teman sebaya yang rendah. Sedangkan konformitas terhadap teman sebaya tidak memiliki hubungan dengan nilai seksual absolutism karena nilai seksual absolutism menekankan pada keputusan perilaku seksual dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip tradisional, agama, dan hukum. Dimana menurut Werner-Wilson (1998), dikatakan bahwa lingkungan sosiokultural seperti agama dan ras memiliki peranan yang paling penting dalam perilaku seksual seorang remaja. Sehingga pengaruh sosial yang diberikan teman sebayanya dalam bentuk konformitas sekalipun, tidak akan memberikan hubungan yang signifikan karena dalam lingkungan sosiokultural sistem nilai yang ada akan membangun perilaku seksual yang bertanggung jawab yaitu absen atau tidak melakukan hubungan seksual sama sekali. Sedangkan hubungan konformitas terhadap teman sebaya tidak memiliki hubungan dengan nilai seksual relativism, disebabkan karena pengaruh perkembangan kognitif dari remaja itu sendiri. Hal ini disebabkan karena dalam bentuk nilai seksual relativism mereka harus membuat suatu syarat atau kondisi sebelum mereka melakukan perilaku seksual tertentu dan dalam mengambil keputusan, remaja awal kurang kompeten dibandingkan ketika nanti memasuki remaja akhir. Menurut Klaczynski, Byrnes & Jacobs (dalam Santrock, 2007) remaja awal kurang bisa meregulasi emosi dan membuat keputusan berdasarkan konsekuensinya. Saran metodologis yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan penyepitan subjek sehingga hanya kelompok teman sebaya tertentu yang diteliti, lebih banyak item pada alat test dan juga dilakukan ke lebih banyak lagi subjek. REFERENSI Ika. (2013, November 2). Siswa Video SMPN 4 Jakarta Kurang Ajar. Retrieved from Sidominews: http://sidomi.com/232475/siswa-video-mesum-smpn-4-jakarta-kurang-ajar/ Juneman & Rahadjo, W. (2013). The Influence of Sexual Values on Perceived Risk of Interfaith Marriage Among Unmarried Urban Students in Jakarta. Humaniora, 3-13. Knox, D., & Schacht, C. (2013). Choices in Relationship. Belmont: Cengage Learning. Nardi, P. M. (2006). Doing Survey Research A Guide to Quantitative Methods. Boston: Person Education, Inc. Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2009). Human Development. New York: McGraw-Hill. Santor, D. A., Messervey, D., & Kusumakar, V. (2000). Measuring Peer Presure, Popularity, and Conformity in Adolescent Boys and Girls: Predicting School Performance, Sexual Attitudes, and Substance Abuse. Journal of Youth and Adolescence, 163-182. Santrock, J. W. (2007). Remaja. Jakarta: Erlangga. Sari, H. R. (2013, Oktober 28). Pemeran Perempuan Video Mesum SMPN 4 Mengaku Dipaksa. Retrieved from merdeka.com: http://www.merdeka.com/peristiwa/pemeran-perempuan-video-mesumsmpn-4-mengaku-dipaksa.html Sukardji, S. (2000). Menyusun dan Mengevaluasi Laporan Penelitian. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Susanto, C. E. (2013, Mei 28). Angka Kehamilan Remaja Meningkat. Retrieved from MetroTV News: http://www.metrotvnews.com/lifestyle/read/2013/05/28/913/157031/Angka-Kehamilan-RemajaMeningkat Werner-Wilson, R. J. (1998). Gender Differences in Adolescent Sexual Attitudes: The Influence of Individual and Family Factors. Adolescence, 519-531. Wetherill, R. R., Neal, D. J., & Fromme, K. (2010). Parent, Peers, and Sexual Values Influence Sexual Behaviour During Transition to College. Arch Sex Behav, 682-694. RIWAYAT PENULIS Alexandra Christiana lahir di kota Jakarta pada 1 Juli 1991. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang psikologi pada tahun 2014.