BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Havighurst (Nurihsan & Agustin, 2011: 19), bahwa tugas perkembangan adalah tugas yang muncul pada saat periode tertentu dari kehidupan individu, jika berhasil akan menimbulkan rasa bahagia dan membawa ke arah keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas berikutnya. Tugas perkembangan remaja pada usia 12-21 tahun perkembangan di antaranya adalah mencapai kebebasan emosional dari orangtua dan orang lainnya, dan secara sosial menghendaki dan mencapai kemampuan bertindak secara bertanggung jawab. Periode remaja adalah masa transisi dari periode anak-anak ke periode dewasa. Periode ini dianggap sebagai masa-masa yang amat penting dalam kehidupan seseorang khususnya dalam pembentukan kepribadian individu. Menurut Harold Alberty (Nurihsan dan Agustin, 2011: 55), masa remaja merupakan suatu periode dalam perkembangan yang dijalani seseorang yang terbentang semenjak berakhirya masa kanak-kanak sampai datang masa dewasa awal. Dalam pembentukan kepribadian, remaja dihadapkan pada kebingungan mengenai dirinya, sehingga remaja membutuhkan bantuan, serta bimbingan dari orang-orang terdekatnya, seperti keluarga dan teman sebayanya (Nurihsan dan Agustin, 2011: 19). Masa remaja awal berlangsung pada usia 12 sampai 15 tahun, masa remaja madya berlangsung pada usia 15 sampai 17 tahun, sedangkan masa remaja akhir berlangsing pada usia 17 sampai 21 tahun. Pada masa remaja, menurut teori krisis psikososial Erikson (dalam Desmita, 2005: 35) memberikan perhatian pada identity vs identitu confusion. Identity merupakan penentuan “siapa” dan “apa” yang diinginkan seorang remaja di masa yang akan datangnya, sedangkan identity confusion merupakan kondisi dimana seseorang mengalami kebingungan identitas yang dapat menyebabkan seseorang merasa terisolasi, hampa, cemas dan bimbang, masa dimana mencari identitas dan mencoba untuk melakukan segala hal. Rizzta Dwi Delviyanti, 2014 Kontribusi Konformitas Terhadap Kompetensi Interpersonal Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 2 Remaja lebih banyak menghabiskan waktu di lingkungan sekolah daripada di rumah, sehingga pengaruh lingkungan sekolah akan lebih besar berpengaruh pada remaja. Dengan begitu para remaja lebih banyak menghabiskan waktunya bersama kelompok teman di sekolah (Santrock, 1996: 50), yaitu dengan siapa mereka merasa nyaman dan dapat mengidentifikasi diri mereka, identifikasi bias dikatakan bahwa seseorang yang meniru penampilan atau tingkah laku dari orang lain yang bias menjadi idolanya. Dari kelompok-kelompok masyarakat yang ada, sebagai manusia yang tergabung di dalamnya dan menimbulkan perasaan-perasaan untuk menegaskan dirinya bahwa kita adalah bagian dari kelompok tertentu, dari perasaan seperti itu akan timbul tingkah laku yang disebut dengan konformitas. Konformitas adalah suatu bentuk pengaruh sosial yang dimana individu mengubah sikap dan tingkah lakunya agar sesuai dengan norma sosial. Konformitas sebagai bentuk perilaku sama dengan orang lain yang didorong oleh keinginan sendiri. Adanya konformitas dapat dilihat dari perubahan perilaku atau keyakinan karena adanya tekanan dari kelompok, baik yang sungguh-sungguh ada maupun yang dibayangkan saja. Konsep konformitas seringkali digeneralisasikan untuk masa remaja karena dari banyak penelitian terungkap bahwa pada masa remaja konformitas terjadi dengan frekuensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan masa pertumbuhan lainnya. Dari beberapa pendapat yang sudah dijelaskan konformitas adalah ketika individu melakukan aktivitas dimana terdapat dorongan yang kuat untuk melakukan sesuatu yang sama dengan yang lainnya, walaupun tindakan tersebut merupakan cara-cara yang menyimpang. Remaja yang mempunya tingkat konformitas tinggi akan lebih banyak tergantung pada aturan dan norma yang berlaku dalam kelompoknya, sehingga remaja cenderung ikut berkontribusi dalam setiap aktivitas sebagai usaha kelompok. Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya serta mencapai peran sosial baik sebagai pria maupun wanita. Menurut Syamsu Yusuf (2009: 55) salah satunya memiliki kemampuan berinteraksi sosial (human relationship) yang diwujudkan dalam Rizzta Dwi Delviyanti, 2014 Kontribusi Konformitas Terhadap Kompetensi Interpersonal Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 3 bentuk hubungan persahabatan, persaudaraan dengan sesama, remaja harus menyesuaikan diri dengan orang di luar lingkungan keluarganya, seperti kelompok teman sekolah. Condry, Simon dan Bronfenbrenner (Santrock, 1996: 57) melakukan suatu penelitian yang menyatakan bahwa dalam satu minggu, remaja menghabiskan waktu dua kali lebih banyak dengan kelompok teman sebayanya dibandingkan dengan orangtuanya. Hal tersebut menunjukkan bahwa seorang remaja lebih banyak berinteraksi dengan teman sebayanya dibandingkan dengan anggota keluarganya. Hubungan dengan teman sebaya yang ditujukan dengan interaksi yang terjalin di dalamnya, sehingga membuat remaja mempersepsi dirinya berdasarkan cerminan dari penilaian teman sebayanya. Kekurangmampuan remaja dalam membina hubungan secara interpersonal berakibat terganggunya kehidupan sosial. Seperti malu menarik diri, berpisah atau putus hubungan dengan seseorang yang pada akhirnya menyebabkan kesepian. Kompetensi interpersonal merupakan kunci bagi individu untuk mengkomunikasikan ide-ide cemerlangnya kepada orang lain. Orang yang memiliki kemampuan sosial dan dapat berkomunikasi dengan orang lain dalam waktu yang lama cenderung lebih berhasil dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki kemampuan tersebut dan salah satu faktor yang banyak menentukan keberhasilan dalam menjalin komunikasi dengan orang lain adalah kompetensi interpersonal. Keberhasilan remaja dalam menjalin hubungan secara interpersonal dengan orang lain berpengaruh dalam menciptakan kebahagiaan hidup individu, karena melalui hubungan interpersonal kebutuhan akan pengakuan dari orang lain berupa tanggapan yang menunjukkan bahwa dirinya normal, sehat dan berharga dapat terpenuhi. Menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain tidak hanya penting bagi remaja, tapi juga bagi orang-orang dalam setiap tahapan. Ada beberapa segi positif yang bisa diambil dari menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain, pertama, hubungan interpersonal membantu perkembangan intelektual dan sosial individu. Perkembangan intelektual dan sosial ini sangat Rizzta Dwi Delviyanti, 2014 Kontribusi Konformitas Terhadap Kompetensi Interpersonal Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 4 ditentungan oleh kualitas hubungan interpersonal individu dengan orang lain. Ketika kualitas hubungan interpersonal seseorang sudah baik akan terlihat dari banyaknya teman yang dimilikinya dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Kedua, melalui hubungan interpersonal dengan orang lain identitas atau jati diri seseorang akan terbentuk. Selama proses hubungan dengan orang lain secara sadar maupun tidak disadari individu mulai mengamati, memperhatikan dan mencatat dalan hati semua tanggapan yang diberikan oleh orang lain terhadap dirinya. Ketiga, hubungan interpersonal dengan orang lain khususnya dengan orang yang memiliki peran penting dalam kehidupan setiap individu seperti ayah, ibu, saudara kandung akan berpengaruh terhadap kesehatan mentalnya juga. Keempat, hubungan interpersonal memabantu remaja melakukan perbandingan sosial dalam rangka memahami kenyataan di sekelilingnya dan menguji kebenaran kesan-kesan dan pengertian yang dimiliki mengenai dunia di sekitarnya, individu membandingkannya dengan orang lain mengenai kenyataan yang sama. Terlihat banyak sekali manfaat yang diperoleh oleh seorang remaja dalam menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain akan tetapi tidak semua remaja mampu memiliki kemampuan menjalin hubungan interpersonal yang baik dengan ornag lain. Dapat dilihat dari fenomena yang sekarang terjadi, perkelahian pelajar yang pelakunya adalah remaja sekolah menengah pertama yang jika ditelusuri motif-motif yang melatarbelakangi mereka melakukan perkelahian hanya hal-hal sepele, misalnya saling ejek di dalam kelas, saling melotot kemudian tersinggung dan terjadi perkelahian. Selanjutnya ketika satu pihak tidak terima, dilain waktu atau di luar sekolah mereka bersama teman-temannya beramai-ramai menyerang dan perkelahian pun tidak dapat terelakkan lagi. Individu pada masa remaja mengalami hubungan yang kurang harmonis dengan anggota keluarganya yang biasanya disebabkan oleh kesalahan kedua belah pihak (Hurlock, 1991: 231). Rizzta Dwi Delviyanti, 2014 Kontribusi Konformitas Terhadap Kompetensi Interpersonal Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 5 Situasi kehidupan pada sekarang ini memiliki pengaruh yang besar pada dinamika kehidupan remaja, secara psikologis remaja pada masa pencarian jati diri. Fenomena yang nampak akhir-akhir ini seperti perkelahian antar pelajar, penyalahgunaan obat-obatan terlarang dan alkohol, reaksi emosional yang berlebihan dan berbagai perilaku yang mengarah kepada kriminal. Terlihat dari beberapa penelitian yang menyatakan bahwa banyak keluhan yang diutarakan oleh remaja, gejala negatif yang terlihat antara lain kurang mandiri dalam belajar yang berakibat pada gangguan mental setelah memasuki perguruan tinggi, karena kebiasaan belajar yang kurang baik yaitu tidak tahan lama, baru belajar setelah menjelang ujian, membolos, menyontek dan mencari bocoran soal ujian. Berdasarkan penelitian Asch (dalam Moesono, 2001: 79-87) menunjukkan adanya kecenderungan konformitas pada orang, sehingga keputusan yang dibuat secara individual dapat berubah ketika dipengaruhi kelompok. Keputusan seseorang cenderung bergeser lebih berani kearah putusan yang beresiko karena berada dalam pengaruh keputusan kelompok, dibandingkan keputusan individual. Begitu pentingnya kompetensi interpersonal untuk dimiliki oleh remaja, dari pemaparan di atas, diasumsikan bahwa semakin baik interaksi yang terjadi dalam kelompok teman sebayanya maka akan semakin tinggi kompetensi interpersonal yang dimilikinya. Menurut Hurlock (1991: 213) karena remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok, maka dapat dimengerti bahwa pengaruh teman sebaya terhadap sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar pengaruhnya daripada pengaruh keluarga. Berdasarkan penjelasan di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelaahan lebih lanjut yang berkenaan dengan Kontribusi Konformitas terhadap Kompetensi Interpersonal Siswa (Studi Deskriptif terhadap siswa kelas VIII Sekolah Menengah Pertama Negeri 15 Bandung Tahun Ajaran 2013 / 2014). Rizzta Dwi Delviyanti, 2014 Kontribusi Konformitas Terhadap Kompetensi Interpersonal Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 6 B. Identifikasi dan Rumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah Menurut Camarena, et.al. 1991 (Santrock, 1996: 44) mengatakan bahwa konformitas dengan tekanan teman-teman sebaya pada masa remaja dapat bersifat positif maupun negatif. Umumnya remaja terlibat dalam semua bentuk perilaku konformitas yang negatif. Akan tetapi banyak sekali konformitas teman sebaya yang tidak negatif dan keinginan untuk dilibatkan di dalam dunia teman sebaya, seperti berpakaian seperti teman-ternan dan keinginan untuk meluangkan waktu dengan anggota-anggota suatu klik. Selama masa remaja, khususnya awal masa remaja, remaja lebih mengikuti standar-standar teman sebaya daripada yang remaja lakukan pada masa anak-anak: Para peneliti Berndt, et.al. 1979, telah menemukan bahwa pada kelas delapan dan sembilan, konformitas dengan teman-ternan sebaya khususnya dengan standar-standar antisosial mereka memuncak dan pada kelas 11 dan 12 remaja menunjukkan tanda-tanda berkembangnya gaya kompetensi interpersonal yang lebih bebas dari pengaruh orang tua dan teman sebaya (Santrock, 2003: 222). Menurut Hurlock (1991: 217) karena remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok, maka dapat dimengerti bahwa pengaruh teman sebaya terhadap sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar pengaruhnya daripada pengaruh keluarga. Santrock (2003: 220) menuliskan bahwa Ditolak atau tidak diperhatikan oleh teman sebaya dapat mengakibatkan para remaja merasa kesepian dan timbul rasa permusuhan. Selanjutnya penolakan dan pengabaian dari teman sebaya ini berhubungan dengan kesehatan mental individu dan masalah kriminal. Beberapa ahli teori juga menggambarkan budaya teman sebaya remaja sebagai pengaruh merusak yang mengabaikan nilai-nilai dan kontrol orang tua. Teman sebaya juga dapat mengenalkan remaja dengan alkohol, obat-obatan, kenakalan, dan bentuk tingkah laku lain yang dianggap oleh orang dewasa sebagai maladaptif. Kompetensi interpersonal pada remaja merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan pada masa remaja awal. Kompetensi interpersonal akan membantu remaja mempunyai rasa percaya Rizzta Dwi Delviyanti, 2014 Kontribusi Konformitas Terhadap Kompetensi Interpersonal Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 7 diri untuk melakukan komunikasi secara efektif dengan orang lain. Kompetensi interpersonal memungkinkan seseorang untuk mengembangkan dan mempertahankan hubungan-hubungan lain yang akan mereka jalani di dalam kehidupannya, selain itu dapat membantu seseorang untuk mengurangi kecemasan dan depresi ketika tidak memiliki hubungan dengan orang lain. Brooks (dalam Hamner & Turner, 1996) memahami proses interaksi yang berkelanjutan antara orangtua dan anak sebagai sebuah proses pengasuhannya. Dalam proses ini orangtua akan melakukan proses pemeliharaan, perlindungan dan mengarahkan anak pada perkembangannya. Proses pengasuhan memiliki kontribusi yang besar terhadap perkembangan individu untuk menuju tahapan selanjutnya. Pada perkembangan awal individu, orangtua memiliki peran yang dominan sehingga bagaimana sikap ataupun pemikiran ornagtua akan sedikit banyak mempengaruhi cara berperilaku, cara berpikir anak. Hanya ketika anak sudah mulai bertambah usia, peran orangtua yang tadinya dominan akan menjadi berkurang dan bahkan bergeser pada kelompok teman sebayanya. Perubahan peran tersebut menegaskan bahwa meskipun pada awalnya ornagtua merupakan sumber utama bagi dukungan sosial dan emosional anak untuk masa-masa awal kehidupan anak, tetapi pada tahun berikutnya teman sebaya memiliki peran pengganti yang cukup signifikan. Dengan adanya teman sebaya menjadikan anak memodifikasi cara berpikir, perasaan dan partisipasi, dan mereka terima atau sebarkan kepada sesamanya. Dalam interaksi dengan teman sebayanya, seorang anak akan saling mempengaruhi antar sesamanya. Interaksi dengan teman sebaya akan menyediakan peluang untuk belajar cara berinteraksi dengan teman seusianya, untuk mengontrol perilaku sosial, untuk mengembangkan keterampilan dan minat yang sesuai dengan usia dan saling membagi permasalahan atau perasaan yang sama. Interaksi antar teman sebaya pun merupakan sumber utama bagi perkembangan kognitif dan sosial anak, terutama bagi perkembangan pengambilan peran dan empati. Rizzta Dwi Delviyanti, 2014 Kontribusi Konformitas Terhadap Kompetensi Interpersonal Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 8 Anak dengan teman sebayanya dapat lebih mengembangkan fantasi yang dimilikinya, mencoba berbagai peran di antaranya, mempelajari dan menerima cara pandang ornag lain, mengembangkan kompetensi sosialnya, memahami berbagai aturan sosial, budaya dan norma yang ada di lingkungannya. Hubungan di antara teman sebaya bukanlah hubungan satu arah saja, tetapi lebih merupakan hubungan interaksi dua arah yang saling memberi dan menerima, hal ini yang mengakibatkan anak dapat secara lebih baik dalam mengembangkan nilai yang dimiliki serta kompetensi interpersonalnya, interaksi dengan teman sebaya memiliki kontribusi terhadap kompetensi interpersonal. Dari penjelasan tersebut mengadakan interaksi antar sesamanya, seorang anak akan banyak mengembangkan kemampuan yang dimilikinya. Kemampuan yang digunakan dalam proses berinteraksi dengan orang lain, baik dalam kelompok sebayanya maupun dengan individu lainnya. Salah satu kemampuan yang dikembangkan anak dalam interaksi dengan teman sebayanya adalah kompetensi interpersonal yaitu sebuah kompetensi yang di pandang memiliki peran penting dalam efektivitas kepemimpinan, efektivitas kehidupan individu dan kehidupan pekerjaan seseorang. Dapat diungkap bahwa kompetensi interpersonal dapat menjadi penentu keberhasilan seseorang dalam berinteraksi dengan individu lainnya, jika interaksi dan komunikasi antar individu dapat berjalan dengan baik, maka diharapkan individu yang bersangkutan akan sukses di kehidupannya dan tahapan perkembangan selanjutnya. Serta untuk menyeimbangkan perilaku remaja dengan tata cara perilaku pergaulannya dengan teman sebaya, tidak terjebak pada perilaku konformitas yang dapat menyebabkan kerugian pada remaja itu sendiri. 2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan, maka didapatkan rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Rizzta Dwi Delviyanti, 2014 Kontribusi Konformitas Terhadap Kompetensi Interpersonal Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 9 a. Seperti apa gambaran perilaku konformitas siswa kelas VIII di SMP Negeri 15 Bandung Tahun Ajaran 2013 / 2014? b. Seperti apa gambaran kompetensi interpersonal siswa kelas VIII di SMP Negeri 15 Bandung Tahun Ajaran 2013 / 2014? c. Seberapa besar kontribusi perilaku konformitas terhadap kompetensi interpersonal siswa kelas VIII di SMP Negeri 15 Bandung Tahun Ajaran 2013 / 2014? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan identifikasi dan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan umum penelitian adalah untuk memperoleh gambaran empiris kontribusi konformitas terhadap kompetensi interpersonal pada siswa SMP Negeri 15 Bandung kelas VIII Tahun Ajaran 2013 / 2014. Tujuan khusus penelitian ialah mengidentifikasi secara rinci hal berikut: 1. Memperoleh gambaran perilaku konformitas siswa kelas VIII di SMP Negeri 15 Bandung. 2. Memperoleh gambaran kompetensi interpersonal pada siswa di kelas VIII SMPN 15 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014. 3. Mengetahui seberapa besar kontribusi konformitas terhadap kompetensi interpersonal pada siswa di kelas VIII SMP Negeri 15 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014. D. Manfaat Penelitian Secara teoritis, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi dan memperkaya sumber referensi ilmu psikologi remaja dan ilmu bimbingan dan konseling khususnya berkaitan dengan kajian teoretik konseptual mengenai kompetensi interpersonal pada remaja dan pengembangan intervensi perilaku melalui program bimbingan dan konseling untuk siswa Sekolah Menengah Pertama. Secara praktis, hasil penelitian dapat memberikan manfaat sebagai berikut: Rizzta Dwi Delviyanti, 2014 Kontribusi Konformitas Terhadap Kompetensi Interpersonal Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 10 1. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling Sebagaian besar guru bimbingan dan konseling di sekolah tidak mengindahkan perkembangan para siswa, dapat menimbulkan beberapa permasalahan yang akan terjadi terhadap siswa. Kompetensi interpersonal pada siswa akan berpengaruh besar terhadap fungsi-fungsi psikis lainnya dan berpengaruh pada perkembangan selanjutnya, sehingga posisi guru Bimbingan dan Konseling di sekolah sangat strategis dalam mengembangkan kompetensi interpersonal, sikap percaya diri siswa, memiliki rasa tanggung jawab terhadap keputusan yang sudah diambilnya. 2. Bagi Siswa Membiasakan diri untuk memahami perbedaan antara perasaan dan tindakan dalam melakukan aktivitas sehari-hari baik di sekolah maupun di luar lingkungan sekolah, sehingga siswa mampu meningkatkan kompetensi interpersonal, kepercayaan diri, memiliki rasa tanggung jawab terhadap keputusan yang sudah dilakukannya. E. Struktur Organisasi Penulisan Penyusunan skripsi ini terdiri atas lima bab. Adapun uraian mengenai isi dari penulisan setiap babnya adalah sebagai berikut: Dalam BAB I Pendahuluan, berisi uraian tentang pendahuluan dan merupakan bagian awal dari penyusunan skripsi ini. Bab ini tersusun atas latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian mengenai korelasi konformitas dengan kompetensi interpersonal siswa kelas VIII di SMP Negeri 15 Bandung dan struktur penulisan. Selanjutnya dalam BAB II Kajian Pustaka, Kerangka Pemikiran. Bab ini berfungsi sebagai landasan teoritik dalam menyusun pertanyaan penelitian, tujuan, serta hipotesis mengenai korelasi konformitas dengan kompetensi interpersonal siswa kelas VIII di SMP Negeri 15 Bandung. Kemudian BAB III berisi penjabaran yang rinci mengenai metode penelitian termasuk komponen berikut: lokasi dan subjek populasi / sampel penelitian, desain penelitian, definisi operasional yang dirumuskan untuk setiap varibelnya, Rizzta Dwi Delviyanti, 2014 Kontribusi Konformitas Terhadap Kompetensi Interpersonal Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 11 hipotesis, instrumen penelitian, proses pengembangan instrumen, teknik pengumpulan data dan alasan rasionalnya serta analisis data. Selanjutnya BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, berisi tentang dua hal utama, yaitu pengolahan atau analisis data (untuk menghasilkan temuan berkaitan dengan masalah penelitian, tujuan penelitian, pertanyaan penelitian, hipotesis, tujuan penelitian) dan pembahasan atau analisis temuan (untuk mendiskusikan hasil temuan yang dikaitkan dengan dasar teoritik yang telah dibahas dalam BAB II). Dan yang terakhir adalah BAB V Kesimpulan dan Saran. Bab ini menyajikan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian mengenai kontribusi konformitas dengan kompetensi interpersonal siswa kelas VIII di SMP Negeri 15 Bandung. Kemudian saran atau rekomendasi yang ditulis, ditujukan kepada pengguna hasil penelitian, seperti pihak dari jurusan PPB, pihak dari sekolah, dan peneliti selanjutnya. Rizzta Dwi Delviyanti, 2014 Kontribusi Konformitas Terhadap Kompetensi Interpersonal Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu