Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 02, Nomor 02 : 1-12 Maret 2017 http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP DISKUSI POLITIK PENGUNJUNG WARUNG KOPI DAN PARTISIPASI POLITIK MENJELANG PEMILIHAN WALIKOTA BANDA ACEH 2017 Muhibbul Khairi, Radhi Darmansyah Program Studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsyiah [email protected] ABSTRAK Tulisan ini, menjelaskan tentang fenomena warung kopi di kota Banda Aceh sebagai ruang publik, yang setiap harinya dipenuhi oleh individu, komunitas, dan dengan latar belakang profesi yang beragam, tujuan, maupun kepentingan yang berbeda. Mulai dari membicarakan bisnis, silahturrahmi sesama kerabat, berdialog tanpa batas, hingga tak jarang pembicaraan melebar pada perdebatan politik yang terjadi sesama pengunjung dalam satu meja. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif-kualitatif atau metode campuran, dengan pendekatan ruang publik dan budaya politik. Pengumpulan data dilakukan melalui kajian kepustakaan, observasi, kuisioner, dan wawancara bersama pengunjung warung kopi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, diskusi pengunjung warung kopi berpengaruh dan memiliki hubungan terhadap partisipasi politik menjelang pemilihan walikota Banda Aceh 2017, dilihat berdasarkan indikator organ informasi, diskusi politik dan partisipasi politik, diskusi pengunjung warung kopi menyangkut situasi politik menjadi tolak ukur dalam menganalisis tingkat partisipasi politik yang terjadi di ruang publik warung kopi, yaitu dengan mengukur tingkat pengetahuan pengunjung warung kopi terhadap perkembangan situasi dan kondisi politik menjelang pemilihan walikota Banda Aceh 2017. Kata Kunci: warung kopi, organ informasi, diskusi politik, partisipasi politik. ABSTRACT This paper, describes the phenomenon of a coffee shop in the city of Banda Aceh as a public space, that each day is filled by individuals, communities, and with diverse professional backgrounds, goals, and interests. Starting from talking about business, silahturrahmi fellow relatives, a dialogue without borders, often talks to widen the political debate going on among visitors in the table. This study uses a quantitative-qualitative research methods or mixed methods, with approach to public space and political culture. Data collected through the study of literature, observation, questionnaires, and interviews along with a coffee shop visitors. The results showed that, discussions visitors coffee shop influential and has links to political participation ahead of the mayor of Banda Aceh in 2017, judging by the 1 Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 02, Nomor 02 : 1-12 Maret 2017 http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP indicators organ of information, political discussion and political participation, discussion visitors coffee shop concerning the political situation becomes a benchmark for analyzing the level of political participation occurring in public spaces coffee shop, by measuring the level of knowledge of the coffee shop visitors to the development of the situation and the political situation ahead of the election of the mayor of Banda Aceh in 2017. Keywords: a coffee shop, an organ of information, political discussion, political participation. PENDAHULUAN Warung kopi atau orang Aceh biasa menyebutnya keude kupi merupakan tempat penjualan minuman kopi dan makanan ringan seperti kue, yang mana aktivitas utamanya adalah minum kopi. Seiring berjalanya waktu, aktivitas pengunjung warung kopi di Aceh (Banda Aceh) terus berubah, tidak hanya sebatas minum kopi dan mencicipi kue. Akan tetapi terus berkembang mengikuti zaman era globalisasi, dimana warung kopi telah menyediakan fasilitas seperti Wifi (akses internet) yang dapat digunakan oleh pengunjung warung kopi, untuk mengakses informasi, pendidikan, ekonomi, sosial-budaya, maupun untuk kegiatan main game online oleh pengunjung warung kopi yang memiliki kesempatan. Menurut Muhajir Al Fairusy (2014: 15), diskusi pengunjung warung kopi tidak hanya sebatas menuangkan wacana dalam secangkir kopi, namun fungsi warung kopi sebagai ruang publik terbuka-melahirkan diskusi kritis, juga dapat terkonversi menjadi ruang "sengap" dan mengancam masa depan generasi muda, ketika saluran internet melekat disetiap warung kopi, dan digunakan secara disfungsi (bermain game online saban waktu). Salah satu warung kopi yang ditulis oleh Muhajir (2014: 3), dia menjelaskan, pesatnya perkembangan warung kopi, dan gencarnya diskusi-diskusi (pertemuan), telah melahirkan stereotip berdasar nama warung kopi yang ada di Banda Aceh. Kini (2014: 3) tercatat beberapa nama warung kopi, yang cukup familiar di tengah komunitas-penikmat kopi. Warung kopi tersebut yaitu Solong Kupi, Cut Nun Kupi, Zakir Kupi, Dhapu Kupi, Taufik Kopi dan beberapa nama lain, yang mulai tumbuh dan dihafal oleh masyarakat setempat. Muhajir Al Fairusy (2014: 2) menjelaskan, perkembangan warung kopi di Aceh, terus mengarah pada terminologi ruang publik, pertemuan, negosiasi, hingga tak jarang digunakan untuk kepentingan politik (seperti kampanye) setiap menjelang pemilihan kepala daerah berlangsung. Deskripsi ini, sesuai dengan maksud dan wajah public sphere (ruang publik) yang ditunjuk oleh Habermas, bahwa ruang publik merupakan tempat bernegosiasi-diskusi, isu-isu sosial dan politik, termasuk ruang warung kopi (coffee house). Setelah melihat berbagai 2 Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 02, Nomor 02 : 1-12 Maret 2017 http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP macam latar belakang yang ditimbulkan oleh aktivitas pengunjung warung kopi, penulis mencoba melihat aktivitas pengunjung warung kopi dari sisi sistem demokrasi di Indonesia khususnya di Aceh. Menurut Muhajir Al Fairusy (2014: 9), beberapa kali kampanye pemilihan gubernur di Aceh, justru memanfaatkan warung kopi sebagai arena kampanyenya. Kondisi ini menunjukkan, keberadaan warung kopi begitu efektif sebagai ruang publik, dan arena politik. Kehadiran warung kopi, telah merangsang individu, dan mempengaruhi kelompok untuk membentuk opini publik, mengekspresikan secara langsung kebutuhan dan kepentingan mereka yang mungkin akan mempengaruhi praktik politik. Dimana aktivitas pengunjung warung kopi menjadi bagian dari kebebasan dalam kehidupan berdemokrasi pada suatu negara yang di dalamnya terdapat masyarakat dengan berbagai macam bentuk budaya politik, salah satunya budaya politik partisipatif. Berdasarkan uraian diatas, jelas terlihat bahwa aktivitas pengunjung warung kopi menjadi bagian dari sistem demokrasi di Indonesia terutama di kota Banda Aceh. Adapun yang perlu dilihat lebih mendalam yaitu, terkait tingkat partisipasi politik yang terjadi pada ruang warung kopi menjelang pemilihan walikota Banda Aceh 2017. Oleh karena itu, penulis memerlukan data yang lebih objektif untuk menganalisis "Diskusi Pengunjung Warung Kopi Mempengaruhi Partisipasi Politik Menjelang Pemilihan Walikota Banda Aceh 2017". TINJAUAN PUSTAKA Salah satu pemikir yang sudah tidak asing lagi bagi para peneliti dalam konsep ruang publik ini adalah Jurgen Habermas, salah satu tulisan yang banyak dijadikan rujukan dalam penelitian ruang publik yaitu The Structural Transformation of The Public Sphere: an Inquire Into a Category of Bourjuis Society, yang diterbitkan sekitar tahun 1989 (Advan Navis Zubaidi 2011: 145). Melalui tulisan tersebut, Jurgen Habermas memaparkan sejarah perkembangan ruang publik. Menurutnya, ruang publik di Inggris dan Prancis sudah tercipta sejak abad ke-18. Pada zaman tersebut, di Inggris orang biasa berkumpul untuk berdiskusi secara tidak formal di warung-warung kopi (coffee house). Mereka disana biasa mendiskusikan persoalan-persoalan karya seni dan tradisi baca tulis. Oleh karena itu, sering pula diskusi-diskusi ini melebar ke-perdebatan ekonomi dan politik. Sementara di Prancis, perdebatan-perdebatan semacam ini biasa terjadi di salon-salon. (Advan Navis Zubaidi, 2011: 145-146). Menurut Jurgen Habermas yang dikutip oleh Y. Somaryanto dalam tesisnya (2010: 19), ruang publik terdiri atas organ informasi dan debat politik seperti surat kabar, jurnal, dan institusi-institusi diskusi politik seperti parlemen, klub politik, salon-salon kesusastraan, pertemuan-pertemuan umum, rumah minum dan kedai kopi, ruang-ruang pertemuan, dan ruang publik lainnya dimana 3 Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 02, Nomor 02 : 1-12 Maret 2017 http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP terjadi diskusi sosial-politik. Dalam tulisan tersebut juga ditegaskan, di tempattempat tersebut, kebebasan berbicara, berkumpul, dan berpartisispasi dalam debat politik dijunjung tinggi. Kepublikan yang terjadi dalam ruang publik dengan sendirinya mengandung daya kritis terhadap proses-proses pengambilan keputusan yang tidak bersifat publik. Menurut penjelasan Advan Navis Zubaidi (2011: 146), ruang publik merupakan sumber dari opini publik yang dibutuhkan oleh masyarakat dalam beraspirasi dan berpendapat tanpa tekanan dan perlawanan dari pihak manapun. Oleh karena itu, warung kopi telah menjadi tanda yang mengukuhkan sebuah identitas baru, mulai bertemunya beragam orang, lembaga, status sosial dan bahkan identitas yang multikultur sekaligus. Aktivitas di warung kopi tidak hanya konsumsi kopi melainkan ada nilai-nilai tersendiri sehingga kebanyakan orang lebih memilih konsumsi kopi di warung kopi (Zulfahri Huraera, 2015: 14). Menurut Andi Faisal (2008: 65), ruang publik secara politis adalah ruang demokrasi bagi publik dalam beraktivitas, dan keberadaan ruang publik dapat menggambarkan keadaan budaya politik yang tengah berkembang, seperti yang telah diteliti pada ruang publik Phoenam (warung kopi) sebagai bagian dari budaya politik kontemporer Makasar. Secara tidak langsung dapat mempengaruhi partisipasi politik pengunjung warung kopi atau dalam sosiologi politik ini dikenal dengan kesadaran politik. Kesadaran politik berhubungan dengan partisipasi politik, sebagaimana yang ditulis oleh Miriam Budiardjo dalam bukunya (2008: 369), bahwa partisipasi politik erat sekali kaitannya dengan kesadaran politik, karena semakin sadar bahwa dirinya sedang diperintah orang kemudian menuntut diberikan hak bersuara, dalam penyelengaraan pemerintah. Budaya politik menurut Mary Grisez Kweit adalah cara hidup suatu politik masyarakat. Melihat definisi tersebut, peneliti budaya politik memusatkan perhatiannya secara menyeluruh, pada apa yang dipelajari dan dalam kenyataannya, menyempitkan fokus perhatian peneliti. Dengan hanya melihat pada hal-hal yang diyakini sebagai sikap politik, nilai politik dan kenyakinan politik fundamental di suatu negara tertentu (1986: 111-112). Menurut Anwar Arifin dalam bukunya (2011: 25), bahwa budaya politik merupakan keseluruhan dari pandangan-pandangan politik, seperti norma-norma, pola-pola terhadap politik dan pandangan hidup pada umumnya. Hal ini sejalan dengan definisi budaya politik yang ditulis oleh Inu Kencana (2002: 135), Budaya politik adalah pola prilaku seseorang atau sekelompok orang yang orientasinya berkisar tentang kehidupan politik yang berjalan, dipikir, dikerjakan, dan dihayati oleh anggota masyarakat setiap harinya serta dicampurbaurkan dengan prestasi dibidang peradaban. Dalam kehidupan bermasyarakat menurut Alamsyah, terdapat tiga tipe budaya politik,yaitu budaya politik parokial, budaya politik kawula, dan budaya politik partisipan (2010: 416). Menurut Budi Mulyawan dalam bukunya (2015: 2), Budaya politik parokial (parochial political culture) ditandai dengan tingkat 4 Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 02, Nomor 02 : 1-12 Maret 2017 http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP partisipasi politik masyarakat yang sangat rendah. Hal ini disebabkan faktor kognitif, salah satunya tingkat pendidikan masyarakat yang rendah. Sedangkan budaya Politik Kawula atau Subyek (subject political culture) menurut Budi Mulyawan, dimana anggota-anggota masyarakatnya memiliki minat, perhatian, mungkin pula kesadaran terhadap sistem secara keseluruhan, terutama terhadap output-nya, namun perhatian atas aspek input serta kesadarannya sebagai aktor politik, boleh dikatakan nol, atau tidak ada sama sekali (2015: 2). Budaya politik partisipan yaitu budaya politik yang ditandai dengan kesadaran politik yang sangat tinggi. Masyarakat mampu memberikan opininya dan aktif dalam kegiatan politik. Mereka memiliki pengetahuan yang memadai mengenai sistem politik secara umum, tentang peran pemerintah dalam membuat beserta penguatan, dan berpartisipasi aktif dalam proses politik yang berlangsung. Masyarakat cenderung diarahkan pada peran pribadi yang aktif dalam semua dimensi, meskipun perasaan dan evaluasi mereka terhadap peran tersebut bisa saja bersifat menerima atau menolak (Khoirul & Achmat, 2015: 316). Pendekatan budaya politik jika dilihat dari sistem politik suatu negara menurut Sukarna, (Efriza dkk, 2006: 49) merupakan suatu masyarakat yang anggota-anggotanya telah terdidik dan mempunyai budaya yang tinggi akan berpengaruh terhadap suatu sistem politik dari negara tersebut. Dalam konteks ini juga ditegasan bahwa "suatu masyarakat yang berpendidikan dan budayanya masih rendah, merupakan hambatan untuk dibawa kearah pengembangan suatu sistem politik yang modern. Dalam pemilihan kepala daerah seperti gubernur dan bupati/walikota sejak Indonesia merdeka, hanya dipilih melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah setempat, maka menurut ketentuan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 harus dilakukan pemilhan langsung. Perubahan konstelasi sistem pemilihan ini tentunya menyebabkan semua pihak terutama dikalangan para politisi dan elit daerah harus memasang kuda-kuda dengan baik jika mau ikut bertarung dalam pemilihan pimpinan daerah (Hafied Cangara, 2009: 259). Menurut Wahyu Widodo, pilkada langsung adalah wujud nyata dari pembentukan demokratisasi di daerah. Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah dipilh dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Pengajuan pasangan calon Kepala Daerah bisa dilakukan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki kursi di DPRD dengan persyaratan tertentu dan/atau dari calon perseorangan dengan persyaratan tertentu pula (2015: 683). Pilkada langsung merupakan pengejawantahan amanat konstitusi dan UUD 1945. Pasal 18 ayat (4) UUD 1945, berbunyi gubernur, bupati dan walikota, masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis. Kemudian, diatur lebih lanjut dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan PP No. 6 Tahun 2005, pilkada langsung sebagai sarana civic education (pendidikan demokrasi dan politik bagi rakyat), pilkada langsung sebagai sarana memperkuat otonomi daerah, dan pilkada 5 Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 02, Nomor 02 : 1-12 Maret 2017 http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP langsung sebagai sarana penting bagi kaderisasi kepemimpinan nasional (Moh. Ilyas Rolis, 2012: 62). METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini, metode yang digunakan yaitu metode kombinasi model atau desain concurrent embedded (campuran tidak berimbang) adalah metode penelitian yang menggabungkan antara metode penelitian kualitatif dan kuantitatif dengan cara mencampur kedua metode tersebut secara tidak seimbang. Dalam satu kegiatan penelitian mungkin 70% menggunakan metode kuantitatif dan 30% metode kualitatif (metode kuantitatif sebagai metode primer dan metode kualitatif sebagai metode sekunder) atau sebaliknya. Metode tersebut digunakan secara bersama-sama, dalam waktu yang sama, tetapi independen untuk menjawab rumusan masalah yang sejenis (Sugiyono, 2013: 537). Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugyono, 2013: 119). Sampel dalam penelitian ini adalah pengunjung keempat warung kopi, diantaranya yaitu pengunjung warung kopi Zakir 25 orang, Cut Nun 25 orang, Solong 25 orang dan pengunjung warung kopi Taufik 25 orang, yang peneliti tentukan berdasarkan sampling incidental. Menurut Sugyono (2013: 126), Sampling incidental adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang peneliti temui secara kebetulan (incidental) dengan peneliti maka dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok dijadikan sebagai sumber informasi data. Data menurut asal sumbernya dapat dibagi menjadi dua: pertama (1) data primer, adalah data yang langsung diperoleh dari objek yang akan diteliti yaitu responden dan informan. Sedangkan kedua (2) data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari lembaga atau institusi tertentu, seperti Biro Pusat Statistik, Departemen Pertanian, Perpustakaan, Dokumen Peraturan Perundang-undangan, Arsip dan Lain-lain (Bagong Suyanto & Sutinah, 2008: 55-56). sumber data primer dalam penelitian ini adalah pengunjung yang duduk di warung kopi. Sedangkan yang menjadi data sekunder yaitu berupa buku teks, jurnal, dan lain-lain, yang menjadi rujukan penulis dalam melakukan penelitian ini. Variabel merupakan pusat perhatian di dalam penelitian kuantitatif. Secara singkat, variable dapat didefinisikan sebagai konsep yang memiliki variasi atau memiliki lebih dari satu nilai. Jenis variable dalam penelitian ini yaitu variabel bebas atau variabel X merupakan variabel yang mempengaruhi variabel lain (Nanang, 2011:49-50). Variabel X dalam penelitian ini adalah aktivitas pengunjung warung kopi. Selanjutnya variabel terikat atau variabel Y merupakan variabel yang diakibatkan oleh variabel bebas. Variabel Y pada penelitian ini adalah partisipasi politik pengunjung warung kopi menjelang pemilihan walikota 6 Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 02, Nomor 02 : 1-12 Maret 2017 http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP Banda Aceh 2017. Menurut Sugiyono, Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur, sehingga alat ukur tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data kuantitatif (2012: 92). Dengan menggunakan skala pengukuran, maka nilai variabel yang diukur dengan variabel tertentu dapat dinyatakan dalam bentuk angka, sehingga akan lebih akurat, efisien dan komunikatif. Untuk memperoleh data atau informasi keterangan yang diperlukan, peneliti perlu menjelaskan metode-metode teknik pengumpulan data yang dilakukan, sebagai berikut; Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian (Hadari Nawawi, 1993: 100). Dalam metode observasi penulis melakukan pengamatan bertujuan untuk mendapatkan data tentang prilaku, situasi disekitar responden dan situasi ruang publik yang diteliti, sehingga diperoleh pemahaman atau sebagai alat pembuktian terhadap informasi yang diperoleh sebelumnya sambil mencari informasi mengenai permasalahan yang sedang diteliti (Mastura Sari, 2010: 30). Menurut Nawawi kuisioner atau angket merupakan alat pengumpulan data yang paling efektif untuk memperoleh informasi dari responden tentang informasi pribadi dan informasi keadaan diluar pribadinya (Hani, 2010: 49). Selain itu, wawancara dilakukan untuk mencari kejelasan jawaban responden pada kuisioner yang telah diisi jika sewaktu-waktu diperlukan peneliti. Oleh karena itu peneliti perlu melengkapi data-data yang telah ada dengan melakukan wawancara secara mendalam (indepth) terhadap beberapa informan yang perlu untuk peneliti wawancara lebih lanjut demi mendapatkan data yang lebih objektif. Dan selanjutnya wawancara secara bebas, yaitu wawancara tanpa ada persiapan terlebih dahulu ke lapangan. Wawancara ini dilakukan ketika peneliti secara kebetulan bertemu dengan informan atau kelompok tertentu yang sedang berdiskusi baik itu diskusi dalam bentuk forum organisasi ataupun diskusi antara individu yang bertempat di warung kopi. Analisis data deskriptif atau statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adaanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi (Sugiyono. 2013: 199). Statistik deskriptif dapat digunakan bila peneliti hanya ingin mendeskripsikan data sampel, dan tidak ingin membuat kesimpulan yang berlaku untuk populasi dimana sampel diambil. Tetapi bila peneliti ingin membuat kesimpulan yang berlaku untuk populasi, maka teknik anlisis yang digunakan adalah statistik inferensial. Statistik inferensial, (sering juga disebut statistik induktif atau statistik probabilitas), adalah teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis data sampel dan hasilnya diberlakukan untuk populasi. Statistik ini akan cocok 7 Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 02, Nomor 02 : 1-12 Maret 2017 http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP digunakan bila sampel diambil dari populasi yang jelas, dan teknik pengambilan sampel dari populasi itu dilakukan secara random (Sugiyono, 2013: 201). Analisis inferensial dilakukan dengan bantuan software SPSS. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis faktor. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, faktor-faktor yang mempengaruhi pengunjung warung kopi menjelang pemilihan calon walikota Banda Aceh 2017 yaitu organ informasi, diskusi politik dan partisipasi politik. Berdasarkan kuesioner yang telah disebarkan diperoleh hasil sebagai berikut: Berdasarkan temuan peneliti di lapangan (ruang publik warung kopi) dan deskripsi hasil penelitian, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi politik pengunjung warung kopi menjelang pemilihan walikota Banda Aceh 2017. Beberapa faktor partisipasi pengunjung warung kopi tersebut yaitu, organ informasi, diskusi politik dan partisipasi politik, terdapat dua indikator yang dominan mempengaruhi partisipasi politik pengunjung warung kopi menjelang pemilihan walikota Banda Aceh 2017, yaitu indikator diskusi politik dan organ informasi. Untuk hasil pembahasan secara indepth (mendalam) akan dipaparkan lebih lanjut oleh peneliti, berikut ini. 2. Diskusi Politik, Diskusi politik merupakan salah satu indikator yang mempengaruhi partisipasi politik pengunjung warung kopi. Hal ini dapat dilihat berdasarkan data yang diperoleh oleh peneliti, dimana nilai component terbesar (lihat lampiran 4) atau Item kebiasan menyampaikan pendapat saat duduk di warung kopi, memanfaatkan warung kopi sebagai tempat berdiskusi, dan bebas berbicara di ruang terbuka warung kopi. Hal ini sejalan dengan konsep ruang publik yang dimaksud oleh pemikir kritis seorang Jurgen Habermas, ke-publikan yang terjadi di warung kopi di Banda Aceh sangat sesuai dengan apa yang ditulis oleh Habermas dalam bukunya. Melalui tulisannya, Jurgen Habermas memaparkan sejarah perkembangan ruang publik. Menurutnya, ruang publik di Inggris dan Prancis sudah tercipta sejak abad ke-18. Pada zaman tersebut, di Inggris orang biasa berkumpul untuk berdiskusi secara tidak formal di salon-salon, rumah minum atau warung kopi (coffee house). Mereka disana biasa mendiskusikan persoalan-persoalan karya seni dan tradisi baca tulis. Dan sering pula diskusidiskusi ini melebar ke-perdebatan ekonomi dan politik. Sementara di Prancis, perdebatan-perdebatan semacam ini biasa terjadi di salon-salon. (Advan Navis Zubaidi, 2011: 145-146) Dengan demikian, warung kopi menjadi pintu masuknya informasi seperti isu sosial, ekonomi, diskusi kritis, oleh siapa saja yang meluangkan waktunya di 8 Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 02, Nomor 02 : 1-12 Maret 2017 http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP warung kopi dan bahkan dijadikan ruang untuk membicarakan bisnis, sebagaimana wawancara dengan salah seorang pengunjung warung kopi solong, berikut hasil wawancaranya. Hasbalah mendiskusikan terkait politik di Aceh bersama peneliti. Dia menceritakan dan menjelaskan, bahwa warung kopi tidak mempengaruhi situasi menjelang pilkada 2017, karena politik saat ini sudah tidak menarik lagi untuk dibicarakan. Disebabkan politik yang dimainkan saat ini merupakan politik kronis (merugikan masyarakat). Oleh sebab itu, lebih baik orang berfikir kreatif untuk kepentingannya, dari pada mendiskusikan politik. Menanggapi hal tersebut, antara yang terjadi di ruang publik warung kopi di Banda Aceh memiliki terminologi ruang publik yang sama dengan yang ditulis oleh Jurgen Habermas dalam bukunya, namun memiliki perbedaan tempat dan waktu, yaitu ruang publik yang dikonsepkan oleh Habermas terdiri atas organ informasi dan debat politik, seperti surat kabar, jurnal, dan institusi-institusi diskusi politik seperti parlemen, klub politik, salon-salon kesusastraan, pertemuan-pertemuan umum, rumah minum dan kedai kopi, ruang-ruang pertemuan, dan ruang publik lainnya dimana terjadi diskusi sosial-politik (Y. Sumaryanto, 2010: 19). Dalam era keterbukaan ruang publik saat ini, berbagai kasus yang tersaji oleh media menunjukkan bahwa telah dibukanya kesempatan berpartisipasi warga, menjadi lebih memiliki perhatian terhadap permasalahan yang dihadapi di lingkunganya, dan memiliki kepercayaan diri bahwa mereka dapat berkontribusi untuk ikut mengawasinya. Sehingga permasalahan-permasalahan di sekitar lingkungan individu ini menjadi salah satu pemicu terjadinya ruang diskusi seperti di warung kopi terutama saat-saat menjelang pilkada. 3. Organ Informasi Organ informasi dalam konteks ruang publik meliputi media online (seperti Facebook, Detiknews, Serambinews dan lain-lain), media elektronik (Televisi, Handphone dan lain sebagainya), media cetak (Koran, Surat kabar dan Jurnal). Ruang publik tidak hanya bersifat abtraks akan tetapi juga bersifat fisik seperti warung kopi, oleh karena itu, informasi yang berkembang di warung kopi tidak hanya sebatas informasi olah raga, akan tetapi terus berkembang mengikuti perkembangan zaman, sebagaimana wawancara peneliti dengan salah seorang pengunjung warung kopi Zakir. Hal ini diungkapkan oleh salah seorang konsumen warkop taufik, minum kopi tidak lengkap kalau tidak mendiskusikan isu-isu hangat, seperti saat sekarang menjelang pilkada 2017. Informasi dapat diakses melalui media cetak seperti Koran Serambi Indonesia, adapun yang menjadi perbincangan tidak hanya persoalan politiknya, tetapi juga diskusi program kerja sehari-hari yang menjadi prioritas utama ketika duduk diwarung kopi. Mendengar apa yang diutarakan oleh pengunjung warung kopi, maka ini menjadi acuan penulis dalam menganalisis fenomena yang terjadi khususnya dinamika politik dan pengaruhnya terhadap budaya politik atau kesadaran politik seseorang yang dapat menentukan sejauh mana partisipasi politiknya. Seperti yang 9 Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 02, Nomor 02 : 1-12 Maret 2017 http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP dijelaskan menurut Mary Grisez Kweit (1986: 111-112), Budaya politik adalah cara hidup suatu politik masyarakat. Melihat definisi tersebut, peneliti budaya politik memusatkan perhatiannya secara menyeluruh, pada apa yang dipelajari dan dalam kenyataannya, menyempitkan fokus perhatian peneliti, dengan hanya melihat pada hal-hal yang diyakini sebagai sikap politik, nilai politik dan kenyakinan politik fundamental disuatu negara tertentu. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, berikut beberapa hal yang dapat disimpulkan: 1. Indikator organ informasi terdapat 59% pengunjung warung kopi menjawab setuju, sedangkan 41% lainnya menjawab tidak setuju. Sehingga indikator organ informasi berpengaruh besar terhadap tingkat partisipasi politik menjelang pemilihan walikota Banda Aceh 2017. Indikator diskusi politik terdapat 52% pengunjung warung kopi menjawab setuju, sedangkan 48% lainnya menjawab tidak setuju. Sehingga indikator diskusi politik berpengaruh besar terhadap partisipasi politik menjelang pemilihan walikota Banda Aceh 2017. Indikator partisipasi politik terdapat 50,75% pengunjung warung kopi menjawab setuju dan sangat setuju, sedangkan sisanya menjawab tidak setuju dan sangat tidak setuju. Sehingga indikator partisipasi politik sedikit berpengaruh menjelang pemilihan walikota Banda Aceh 2017. Setelah dilakukan analisis faktor terdapat empat faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi politik pengunjung warung kopi menjelang pemilihan walikota Banda Aceh 2017 yaitu pengkategorian faktor dilihat dari nilai component terbesar. 2. Hubungan antara diskusi pengunjung warung kopi dan partisipasi politik yaitu, diskusi yang dibahas oleh pengunjung warung kopi terkait situasi politik menjelang pemilihan walikota Banda Aceh 2017, menjadi acuan dalam melihat relevansi partisipasi politik yang terjadi di ruang publik warung kopi, sehingga tolak ukur pengetahuan pengunjung warung kopi terhadap isu politik, opini, informasi yang berkembang saat-saat menjelang pemilihan walikota Banda Aceh 2017, dan hubungannya hanya sebatas opini yang berkembang dari satu individu ke individu yang lain tanpa ada aksi nyata dari pengunjung warung kopi itu sendiri. DAFTAR PUSTAKA Sumber Buku: Arifin Anwar. 2011. Komunikasi Politik: Filsafat,Pradigma,Teori,Tujuan,Strategi 10 Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 02, Nomor 02 : 1-12 Maret 2017 http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP dan Komunikasi Politik Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu. Arikunto. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Rineka Cipta. Bagong Suyanto & Sutinah.2008.Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Prenada Media Group. Efriza, dkk. 2006. Mengenal teori-teori politik. Bandung: Penerbit Nuansa. Hadari Nawawi. 2001. Metode Penelitian Bidang Sosial, Gajah Mada University Press, Yogjakarta. Hafied Cangara. 2009. Komunikasi Politik: Konsep, Teori dan Strategi. Jakarta: Raja Grasindo Persada. Inu Kencana Syafiie, dkk. 2002. Sistem Pemerintahan Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. Maurice Duverger. 2002. Sosiologi Politik. Jakarta: Raja Grasindo Persada. Mary Grisez Kweit & Robert W. Kweit. 1986. Konsep dan Metode Analisa Politik. Jakarta: Bina Akasara. Miriam Budiardjo. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta. Sumber Jurnal: Advan Navis Zubaidi. 2011. Ruang Publik dalam Media Baru (www. Kaskus. Us). Jurnal Ilmu Komunikasi, ISSN: 2088-981X, Vol. 01, No. 02. 11 Agustus 2016. Budi Mulyawan. 2015. Budaya Politik Masyarakat Indonesia Dalam Perspektif Pembangunan Politik. FISIP UNWIR, ISSN 2087-2208, Vol. 05, No. 02. 11 Agustus 2016. Faisal Andi. 2008. Ruang Publik Phoenam Sebagai Bagian Budaya Politik Kontemporer Makasar. Penelitian pada Warung Kopi Phoenam Makasar. Universitas Indonesia. 10 Juli 2016. Khoirul Saleh & Achmat Munif. 2015. Membangun Budaya Politik Dalam Berdemokrasi. Universitas Sultan Fatah Demak, Vol. 05, No. 02. 23 Juni 2016. M. Nur Alamsyah. 2010. Budaya Politik Dan Iklim Demokrasi Di Indonesia. 11 Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 02, Nomor 02 : 1-12 Maret 2017 http://jim.unsyiah.ac.id/JIMFISIP Jurnal Academica Fisip Untad, ISSN: 1411-3341, Vol. 02, No. 02. 23 Juni 2016. Muhajir Alfairusy. 2014. Public Sphere Dalam Secangkir Kopi. Meneropong Ruang Publik dan Produksi Wacana di Warung Kopi Aceh. 12 Juli 2016. Moh. Ilyas Rolis. 2012. performance Partai Politik Dalam Panggung Pilkada Jawa Timur. Review Politik: Vol. 02, No. 01, Juni 2012. Purwoko. 2010. Sistem Politik dan Pemerintahan Indonesia setelah Reformasi. Jurnal Ilmu Politik, ISSN: 2086-7344, Vol. 01, No. 01. 20 Juni 2016. Somariyanto, Y. 2010. Ruang Publik Jurgen Habermas dan Tinjauan atas Perpustakaan Umum Indonesia. Universitas Indonesia. Jakarta-Depok. 12 Agustus 2016. Widodo Wahyu. 2015. Pelaksanaan Pilkada Berdasarkan Asas Demokrasi Dan Nilai-nilai Pancasila. CIVIS. Vol. V, No. 01, Januari 2015. Zulfahri Huraera. 2015. Fenomena warung Kopi. Suatu Penelitian di Warung Kopi 49 Andalas Kelurahan Paguyaman Kecamatan Kota Tengah Gorontalo. 11 Juni 2016. Sumber skripsi: Syaiful Huda. 2014. Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pemilukada 2012 Kabupaten Pati. Program Sarjana. Universitas Islam Sunan Kalijaga Yogyakarta. 12