UNIVERSITAS MERCU BUANA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

advertisement
UNIVERSITAS MERCU BUANA
Mata kuliah
Materi kuliah
Fakultas
Program studi
Semester
Modul
Dosen
: ETIK UMB
: Kecerdasan Emosional Spiritual
: Ekonomi Dan Bisnis
:Manajemen/Akuntansi
: Ganjil /Genap
: XIV
: Zulfitri,MSi,MM
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MERCU BUANA
Jakarta
‘12
1
Etika
Ir. Zulfithri, MS. MM.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar
Universitas Mercu Buana http://www.mercubuana.ac.id
Kecerdasan Emosional Spiritual
Anggapan bahwa intelektualitas adalah segala-galanya atau setidak-tidaknya
merupakan faktor utama yang akan membawa orang pada kesuksesan dalam
kehidupan karir atau kehidupan nyata di masyarakat, kini terbantah telak sejak Daniel
Goleman menulis buku "Emotional Intelligence: Why It Can Matter More than IQ" (1995).
Buku yang merupakan hasil riset yang luas ini -- yang kemudian direspon positif oleh
sejumlah ilmuwan yang kemudian melakukan riset lanjutannya -- sungguh sangat
menyentak kesadaran pembacanya. Kecerdasan akademik atau kecerdasan intelektual
dalam mengantar orang pada kesuksesan hidup, yaitu apa yang dinamakan kecerdasan
emosional (emotional intelligence).
Goleman menunjukkan betapa banyak orang yang pada waktu di sekolah atau
kuliah tergolong pintar, menduduki rangking-akademik atas, namun terbukti gagal dalam
kehidupan karirnya. Banyak pula orang yang di sekolah biasa-biasa saja capaian
akademiknya, terbukti sukses dalam karir, menjadi orang berprestasi dan berguna bagi
masyarakat. Orang yang cerdas secara intelektual namun bodoh secara emosional,
dalam kehidupan kerjanya mungkin akan menjadi orang kritis yang hobinya pamer
kepintaran dan menjatuhkan orang lewat kritisismenya, arogan, atau mudah
tersinggung, gampang marah, mudah runtuh motivasinya ketika menghadapi kesulitan
kerja, sulit bekerja-sama, dan sejumlah perilaku negatif lainnya. Alhasil orang demikian
akan berkontribusi rendah, bahkan mungkin negatif dalam bekerjasama, dan akan
menuai rentetan kegagalan.
Kecerdasan intelektual memang penting, karena dengan itu orang secara kognitif
dapat menganalisis persoalan yang dihadapi secara logis, sistematis, dan sekaligus
mampu menemukan konsepsi pemecahan masalah secara kreatif. Namun bagaimana
mengimplementasikan
pemikiran
kognitifnya
itu
di
lapangan
sosial,
orang
membutuhkan kecerdasan emosional. Emotional Intelligence adalah suatu kemampuan
untuk memahami dan mengelola emosi diri dan emosi orang lain, ketika seseorang
berhubungan
dengan
diri
sendiri
(intrapersonal
relationship)
maupun
ketika
berhubungan dengan orang lain (interpersonal relationship).
Orang pintar yang jahat
Betapapun
pentingnya
kecerdasan
intelektual
maupun
emosional
kesuksesan seseorang, kita tidak boleh berhenti di situ. Apalah artinya orang yang pintar
‘12
3
Etika
Ir. Zulfithri, MS. MM.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar
Universitas Mercu Buana http://www.mercubuana.ac.id
bagi
Membalik skala prioritas-paradigmatik
Dengan demikian jelaslah bahwa seharusnya urutan prioritas dalam pengasahan
kemampuan manusiawi (human capability) dalam pendidikan adalah pencerdasan
spiritualitas sebagai yang utama, yang kedua pencerdasan emosionalitas, dan yang
ketiga
pencerdasan
intelektualitas.
Ketiganya
penting,
namun
urutan
kepentingannya haruslah seperti itu, tidak terbalik seperti dalam praktik pendidikan kita.
Sayang sekali, selama ini ketika orang berbicara tentang upaya peningkatan
moralitas atau spiritualitas siswa di sekolah, orang langsung menyebut tentang perlunya
penambahan jam pelajaran agama, pemberian pelajaran budi pekerti, atau dulu
penataran P-4. Cara-cara demikian sesungguhnya sangat tidak mencukupi untuk
pencerdasan spiritualitas siswa. Penambahan pelajaran agama dan budi pekerti, paling
jauh hanya menambah pengetahuan siswa tentang mana yang baik dan mana yang
buruk. Dus, hanya masuk di ranah kognitif, yang hanya berguna untuk menjawab soal
ulangan atau ujian. Namun untuk menjadikan pengetahuan moral tersebut masuk dan
mengeram di ranah afektif dan menjadi
bagian dari kepribadian siswa, diperlukan
perubahan pola kependidikan yang bukan sekedar superfisial seperti itu, melainkan
paradigmatik sifatnya. Harus diwaspadai pula, bahwa pengajaran agama yang salah
penanganan bisa membawa siswa pada fanatisme sempit dan arogansi religius yang
justru menjauhkan siswa dari spiritualitas.
Ada sejumlah hal yang harus dikerjakan oleh sistem persekolahan kita kalau
benar-benar ingin menciptakan manusia Indonesia yang berkualitas secara spiritual,
emosional, maupun intelektual.
Pertama, sekolah harus menegaskan misinya untuk mengasah ketiga aspek
human capability utama peserta didik, yaitu kecerdasan spiritual sebagai top priority,
kecerdasan emosional sebagai second priority, dan kecerdasan intelektual sebagai third
priority.
Kedua, misi tersebut harus benar-benar dijadikan dasar dan semangat dari
setiap kebijakan, peraturan, program, maupun perilaku keseharian institusional sekolah.
Kejujuran, misalnya
harus benar-benar ditegakkan dalam semua proses akademik
maupun seluruh proses manajemen persekolahan.
Ketiga, setiap guru, bidang studi apapun, sungguh-sungguh menginsyafi dan
berkomitmen penuh bahwa kehadirannya di sekolah, tampilnya di kelas, adalah sebagai
guru dalam spiritualitas, emosionalitas, dan intelektualitas sekaligus. Perhatian setiap
guru atas murid-muridnya haruslah yang pertama pada kinerja spiritual mereka, yang
‘12
5
Etika
Ir. Zulfithri, MS. MM.
Pusat Pengembangan Bahan Ajar
Universitas Mercu Buana http://www.mercubuana.ac.id
nilai
Download