Bambu di Indonesia pada umumnya tumbuh berkoloni sebagai satu

advertisement
BAB II
SIFAT DASAR KULIT IKAN KAKAP
Sampai saat ini, kulit ikan masih terdengar asing untuk disejajarkan dengan kulit
kambing, kulit sapi, kulit ular, atau kulit reptil sebagai material bahan baku
produk, seperti produk fesyen layaknya tas, sepatu, jaket, dan lain-lain, juga
produk-produk lain. Padahal sebenarnya kulit ikan sudah lama diteliti dan
dieksplor untuk dijadikan material alternatif pengganti material kulit lainnya yang
harganya relatif tinggi. Di Indonesia, kulit ikan memiliki ketersediaan yang
melimpah karena ikan merupakan salah satu komoditi industri pangan utama.
Oleh karena itu, selain memiliki keunikan tersendiri, harga kulit ikan juga dapat
ditekan sekecil mungkin karena jumlahnya sangat banyak dan dapat dihasilkan
secara kontinu (terus-menerus). Kulit ikan yang sudah banyak diaplikasikan pada
produk, meskipun masih dijual terbatas, adalah kulit ikan pari.
Gambar 2.1 Dompet, tas, dan key holder dari kulit ikan pari (Sumber: Gallery Parri, Yogyakarta)
Selain kulit ikan pari, saat ini Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik (BBKKP)
Yogyakarta telah mengembangkan teknologi penyamakan untuk kulit ikan lainnya
seperti kerapu dan kakap. Ikan kakap adalah ikan yang banyak diproduksi dalam
bentuk filet dimana kulitnya hanya diolah menjadi kerupuk atau menjadi limbah
yang belum termanfaatkan.
6
2.1 Struktur Kulit Ikan
Berbeda dengan kulit hewan ternak, kulit ikan dalam kehidupannya di
perairan/lautan berfungsi sebagai jaringan pembatas, sebagai perlengkapan bagian
individu yang membedakan antar organisme dengan lingkungannya. 3 Kulit ikan
beserta struktur aksesorisnya, membentuk dan menutup seluruh tubuh ikan untuk
kontak dengan lingkungan luarnya. Kulit ikan juga memelihara kontinyuitas
dengan membran mukus dalam mulut dan lubang permukaan makroskopik pada
seluruh tubuh ikan. Kulit terbentuk sebagai fungsi pertahanan dan menjalankan
fungsi utamanya yaitu sebagai metabolisme tubuh.
Gambar 2.2 Penampang struktur kulit ikan (Sumber: www.google.com)
Struktur kulit ikan, seperti binatang vertebrata lainnya, terdiri dari dua lapisan
utama. Pada bagian luar terdapat epidermis dan pada bagian dalamnya terdapat
dermis yang disebut Corium. Lapisan ini sangat berbeda, tidak hanya dalam
posisinya, tetapi juga dalam asal-usul, struktur, karakter, dan fungsinya.
Epidermis terbentuk dari ectoderm embrio. Pada binatang sederhana, epidermis
adalah struktur sederhana yang berisi lapisan tunggal sel-sel (simple epithelium).
Pada Cyclotomes dan binatang vertebrata tinggi, epidermis mempunyai komposisi
berlapis-lapis (stratified epithelium). Lapisan ini bervariasi tergantung pada
spesies, bagian tubuh, danumur ikan. Sebagai contoh, pada ikan-ikan kecil
3
Brown, M.E., 1957.
7
(Osmerus), epidermis tebal dibagian kepala dan belakang, berisi dua belas sampai
lima belas lapisan, tetapi tipis di bagian sisi tubuh dan sangat tipis di bagian sirip
yang hanya terdiri dari empat atau lima lapisan saja.
2.2 Kulit Ikan Basah
Material kulit ikan yang akan dibahas lebih jauh dan dijadikan bahan eksperimen
dalam penelitian ini adalah material kulit ikan kakap yang berasal dari limbah
industri pengolahan filet ikan. Ikan yang diolah pada industri ini lebih tepatnya
disebut ikan kakap merah (Giant seaperch/Barramundi). Ikan kakap yang
merupakan bahan olahan organik menghasilkan limbah berupa kulit ikan kakap
yang juga bersifat organis. Seperti bahan organik lainnya, kulit ikan kakap
memiliki kadar air yang cukup tinggi sehingga seringkali disebut kulit ikan basah.
Karena kadar airnya yang tinggi tersebut, kulit ikan basah ini cepat sekali
mengalami pembusukan. Proses pembusukan ini disebut autolisis. Autolisis
ditandai dengan melunaknya kulit yang diikuti dengan timbulnya bau yang kurang
enak. Proses tersebut akan semakin berkembang hingga akhirnya butiran sisik
akan terlepas satu per satu. Apabila sudah mencapai tahap demikian, maka kulit
tersebut sudah tidak dapat digunakan lagi.
Gambar 2.3 Industri pengolahan filet ikan kakap
8
Proses pembuatan filet ikan sendiri menuntut bahan baku ikan segar berkualitas
dengan berat minimal 2 kg. Oleh karena itu ukuran limbah kulit ikan yang akan
dijadikan bahan eksperimen cukup besar untuk ukuran kulit ikan yaitu dengan
lebar minimal 20x10 cm. Pada saat-saat tertentu terdapat ikan dengan berat
mencapai 15 kg sehingga didapatkan kulit dengan lebar mencapai 40-50 cm.
Namun ukuran yang besar tersebut juga terkadang tidak dapat dimanfaatkan
secara maksimal karena ada bagian-bagian yang tergores atau lecet pada saat
proses pengulitan atau proses penyesetan yaitu proses pemisahan kulit dari daging
ikan.
Gambar 2.4 Proses pengulitan atau penyesetan kulit ikan kakap
Dalam industri filet, pemisahan daging dari kulit ikan dilakukan dengan pisau
khusus filet oleh tenaga kerja berpengalaman untuk menghindarkan tingginya
daging yang terbuang dan juga untuk memperoleh bentuk yang baik. Untuk
menghindari terjadinya luka pada kulit, maka pisau yang digunakan adalah pisau
yang tajam pada bagian sisinya namun tumpul pada bagian ujungnya, sehingga
tidak akan menusuk dan merusak kulit. Pada saat pengulitan, akan sangat tampak
adanya daerah perbatasan antara daging yang berwarna kemerahan dengan kulit
yang berwarna putih. Proses pemisahan kulit dari daging ini juga harus dilakukan
dalam irisan searah dengan kekebalan teratur untuk memperoleh filet segar
dengan bentuk seragam.
9
Gambar 2.5 Proses penyesetan dilakukan secara searah
Karena pemisahan kulit terutama untuk memperoleh kualitas daging yang baik,
maka hasil kulit ikan yang diperoleh kurang diperhatikan ketebalannya, sehingga
kulit ikan sangat mungkin berlubang dan tergores pisau. Kondisi kulit yang
diperoleh sangat dipengaruhi oleh keterampilam karyawan bagian seset kulit atau
pengulitan. Pada bagian tengah ikan, guna mengejar ketebalan daging maksimal,
biasanya terjadi goresan atau luka pada kulit. Sedang pada bagian atas dan ekor
ikan pada umumnya terjadi kekurang telitian karena kondisi filet yang basah dan
licin. Kondisi ini akan mengakibatkan kualitas kulit pada penyamakan kurang
bagus karena luas penampang kulit menjai lebih kecil atau sempit.
Gambar 2.6 Luka atau goresan pada bagian tengah kulit ikan
yang telah melalui proses pengulitan atau penyesetan
Untuk memperoleh kulit ikan dengan kualitas bagus, harus dilakukan pengulitan
dengan teratur dan hati-hati, namun di satu sisi industri filet juga dituntut untuk
sesegera mungkin menyelesaikan proses produksi filet demi efisiensi waktu
10
produksi. Oleh karena itu harus dilakukan kombinasi dan diperlukan koordinasi
yang tepat antara ketelitian dan kecepatan sehingga selain dapat meminimalisasi
daging yang terbuang, juga didapatkan kulit ikan dengan kualitas yang baik.
2.3 Proses Pengawetan
Kulit ikan basah memiliki sifat yang sangat sensitif, sekali terkena hujan, air, atau
lembab, kulit-kulit tersebut bisa rusak. Selain itu kulit ikan yang belum disamak
ini tidak memiliki kelenturan yang tinggi sehingga mudah robek. Oleh karena itu,
untuk menjaga agar kualitas kulit tetap terjaga dengan baik, maka pengulitan
dilakukan pada saat kondisi ikan masih segar. Penundaan waktu pengulitan akan
menyebabkan penurunan kualitas kulit karena terjadi pembususkan atau biasa
disebut autolisis.
Setelah melalui proses pengulitan, kulit ikan sebaiknya langsung disamak. Namun
proses penyamakan akan lebih efisien jika dilakukan dalam jumlah besar atau
banyak sekaligus. Oleh karena itu penyamakan dilakukan setelah kulit mentah
terkumpul dalam jumlah yang cukup. Adanya tenggang waktu antara proses
pengulitan dengan proses penyamakan ini menyebabkan proses pengawetan ini
menjadi tahap yang sangat penting untuk menjaga kulit agar tidak membusuk
sebelum proses penyamakan. Pengawetan kulit ikan harus dilakukan selambatlambatnya 3-4 jam setelah pengulitan selesai, bahkan semakin cepat semakin baik.
Pengawetan dilakukan dengan tujuan membuat kulit mentah menjadi tahan
terhadap pembusukan atau kerusakan mikro organisme hingga dilakukannya
proses penyamakan. Ada beberapa metode pengawetan kulit mentah, yaitu
pengawetan jangka pendek untuk 3-4 hari, jangka menengah untuk 1-2 minggu,
dan jangka panjang untuk 1-2 bulan.
11
Proses Pengulitan
penimbunan
Proses Penyamakan
Proses Pengawetan
Bagan 2.1 Proses pengawetan yang dilakukan diantara proses pengulitan
dan proses penyamakan kulit ikan
2.3.1 Pengawetan Jangka Pendek
Sebelum pengawetan jangka pendek dilakukan, terlebih dahulu kulit dibersihkan
dari kotoran dan sisa daging yang masih melekat. Selanjutnya, 1 liter air dengan
200 g Kaporit dicampur. Campuran bahan kimia tersebut disemprotkan secara
merata pada permukaan bagian dalam (permukaan yang menempel pada daging)
dari tiap lembar kulit tersebut. Kulit-kulit yang telah disemprot selanjutnya
ditumpuk pada papan rata yang telah dilapisi dengan plastik, dengan posisi
permukaan bagian dalam berada di bawah (menghadap papan). Tumpukan kulit
sebaiknya tidak terlalu tinggi, yaitu tidak lebih dari setengah meter atau kurang
lebih tiga lembar kulit.
Apabila tidak tersedia kaporit, ada beberapa bahan kimia lain yang dapat
menggantikan fungsi kaporit. Beberapa bahan kimia tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Sodium Penta Clorphenate
Cara penggunaannya, mula-mula kulit mentah dimasukkan ke alam ember,
kemudian ditambahkan air sebanyak 50% dari berat kulit (jika kulit 1 kg maka
berat air 500 g) dan Sodium Penta Clorphenate 0,05% (5 g setiap 1 kg kulit). Kulit
direndam atau diaduk-aduk selama 30 menit, kemudian diangkat, ditiriskan, dan
ditumpuk.
12
b. Biquanidine Hydrochlorida (Ventocil)
Biquanidine Hydrochlorida konsentrasi 10% disemprotka pada permukaan bagian
dalam kulit (bagian yang menempel pada daging) secara merata, kemudian
ditumpuk.
Pengawetan
dengan
Biquanidine
Hydrochlorida
ini
dapat
mempertahankan kulit mentah selama kurang lebih empat hari.
2.3.2 Pengawetan Jangka Menengah
Kulit yang telah bersih dari kotoran dan daging dimasukkan ke dalam campuran
yang terdiri dari 30% air (persentase dihitung berdasarkan berat kulit setelah
dibersihkan), 3% Natrium Sulphit, dan 1% Asam Asetat (asam cuka) dengan pH
4,5-4,7. Kulit direndam dalam campuran tersebut selama 60 menit kemudian
diangkat, ditiriskan, dan ditumpuk.
2.3.3 Pengawetan Jangka Panjang
Kulit yang telah bersih dimasukkan ke dalam larutan garam dengan kepekatan
kurang lebih 25o Be, yang dapat dibuat dengan mencampurkan air 200% dan
garam 30% (berdasarkan berat kulit mentah bersih). Perendaman dalam larutan
garam tersebut dilakukan selama kurang lebih 15 jam. Kemudian kulit diangkat
dan ditiriskan hingga tidak ada lagi air yang menetes. Selanjutnya, kulit tersebut
ditaburi secara merata campuran antara garam 2,5%, Soda abu 0,5%, dan
Nafthalen 0,5%. Kulit diletakkan diatas papan yang rata dengan permukan kulit
bagian luar menghadap ke atas. Penumpukan kulit dilakukan hingga sebanyak
kurang lebih 30 lembar.
2.4 Proses Penyamakan
Proses penyamakan sederhana biasanya dilakukan pada penyamakan kulit skala
kecil (industri kecil atau rumah tangga). Alat alat yang dipergunakan dalam proses
penyamakan kulit ikan dapat berupa seperangkat peralatan modern ataupun
seperangkat peralatan yang sederhana. Dengan peralatan yang sederhana bukan
13
berarti hasil akhirnya menjadi lebih buruk, namun dengan peralatan sederhana
tersebut proses penyamakan tersebut juga dapat dilakukan secara tepat guna,
murah, dan dapat dengan mudah dimodifikasikan. Apabila penyamakan dilakukan
dalam skala besar, maka penggunaan peralatan yang modern jelas akan sangat
membantu dalam menciptakan efisiensi proses.
Proses penyamakan sederhana dilaksanakan dalam beberapa tahapan proses. Tiap
tahapan proses tersebut terdiri atas bagian-bagian proses yang saling terkait satu
sama lain, walaupun tujuan proses berbeda. Namun demikian, pada akhirnya akan
menghasilkan kulit siap pakai seperti yang diharapkan. Setiap proses yang
dilakukan harus dapat memenuhi standar kontrol yang telah ditentukan.
Kegagalan salah satu tahapan proses akan menyebabkan kegagalan pada proses
yang lain,sehingga kualitas produk akhir proses penyamakan tersebut juga akan
menyimpang dari yang diharapkan.
Selama proses pengolahan kulit ikan ini, digunakan berbagai bahan kimia yang
terbagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok bahan kimia umum dan kelompok
bahan kimia khusus. Kelompok bahan kimia umum dapat diperoleh di toko kimia,
toko besi, ataupun apotek. Yang termasuk bahan kimia umum dapat dilihat pada
Tabel 2.1.
No.
Nama Bahan Kimia
Rumus Kimia
1
Kapur
Ca(OH)2
2
Natrium Karbonat / Soda Abu
Na2CO3
3
Natrium Bikarbonat / Soda Kue
NaHCO3
4
Soda Api
NaOH
5
Asam Formiat / Asam Semut
HCOOH
6
Asam Oksalat
COOH2
7
Asam Sulfat
H2SO4
8
Natrium Bisulfit
NaHSO3
9
Natrium Hipoklorit
NaOCl
10
Garam dapur
NaCl
14
11
Formalin
HCOH
12
Glutaraldehid
OCH CH2 CH2 CHO
13
Papain (pengempuk daging) Enzim / Protease
14
Tiner
15
Alkohol
16
Detergen / Tepol
17
Kaporit
CaOcl2
18
Amonium Sulfat
ZA=(NH4) 2SO4
19
Nitroselulose / Kolodion / Piroksilin
C6O8NO2
20
Emulsi Paliurethan
21
Pigmen (pewarna)
22
Amonia
23
Kalium Permanganat
24
Sodium Thio Sulfat
Tabel 2.1 Kelompok bahan kimia umum
Sedangkan kelompok bahan kimia khusus (produk paten) dapat diperoleh pada
agen perwakilan yang ada, toko pengecer, atau pabrik-pabrik kulit. Yang termasuk
bahan kimia khusus adalah:
a. Minyak kelapa atau kelapa sawit yang tersulfatasi.
b. Minyak ikan yang disulfatasi atau sintesanya.
c Minyak ikan yang disulfiasi atau sintesanya.
d. Minyak Lanolin (emulsi lemak wol) / Minyak kaki sapi.
e. Pewarna celup (cat asam, cat direk atau cat katun, dan cat reaktif).
f. Naftalena sebagai bahan penyamak pembantu.
g. Bahan penyamak sintesis, mineral.
Proses penyamakan kulit pada dasarnya adalah kegiatan mengubah kulit mentah
atau basah yang bersifat organis dan labil yang sangat cepat membusuk menjadi
kulit tersamak (leather) yang sangat stabil untuk jangka waktu yang tidak terbatas
dan mempunyai nilai jual yang sangat signifikan. Garis besar tahapan kegiatan
15
dalam proses penyamakan kulit ikan yang dilakukan oleh Balai Besar Kulit, Karet
dan Plastik (BBKKP) Yogyakarta ini secara sederhana dapat dilihat pada Bagan
2.2 di bawah ini.
Perendaman / pencucian
Pengapuran
Pembuangan sisik & sisa daging
Pembuangan kapur & pencucian
Pengikisan protein & lemak
Pencucian
Pengasaman
Penyamakan
Nabati
sintan
krom
Netralisasi
Peminyakan
Fiksasi
Pewarnaan dasar
Pencucian
Lapisan pewarna
Penambahan binder
Pekerjaan fisik
Lapisan laminasi
– Plate
– Pengampelasan
Perapihan/finishing
Bagan 2.2 Proses penyamakan kulit ikan
Dapat dilihat pada bagan tersebut bahwa secara garis besar proses penyamakan
dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok berdasarkan bahan kimia utama
yang digunakannya, yaitu:
16
2.4.1
Penyamakan Nabati
Penyamakan nabati menggunakan bahan penyamak berupa ekstrak tumbuhtumbuhan, misalnya: mimosa, quebracho, gambir, akasia, dll. Kulit hasil samak
nabati ini cukup ulet dan cukup kuat terhadap panas. Oleh karena itu kulit ikan
hasil penyamakan ini dapat difinishing dengan plate yang panasnya mencapai
1000oC. Proses pemberian plate atau yang sering disebut plating ini adalah proses
pemberian laminasi atau lapisan transparan yang berguna untuk menutup pori-pori
kulit serta melindungi kulit dari air atau kelembaban yang berlebihan. Plate juga
berfungsi untuk memperkuat struktur kulit.
Kulit ikan yang disamak dengan bahan nabati ini memiliki kecendrungan warna
coklat, sehingga jika diberi pewarna warna apapaun hasil akhirnya tetap akan
berwarna gelap dan kecoklat-coklatan. Oleh karena itu kulit dengan samak nabati
ini paling cocok untuk produk yang menonjolkan warna-warna tanah atau gelap.
Gambar 2.7 Kulit hasil samak nabati setelah melalui proses plating
2.4.2
Penyamakan Mineral
Penyamakan mineral menggunakan mineral sebagai agensia penyamak, misalnya:
krom, besi, zirkonium, dll. Mineral-mineral tersebut digunakan dalam bentuk
garam. Mineral yang digunakan dalam proses penelitian ini adalah mineral krom,
yaitu mineral yang paling sering digunakan pada banyak proses penyamakan,
17
termasuk penyamakan kulit hewan ternak. Hal ini karena mineral krom
memberikan hasil terbaik dibanding mineral-mineral lain. Kulit ikan hasil
penyamakan dengan mineral krom memiliki tingkat keuletan dan kelenturan yang
paling tinggi dibandingkan denga jenis penyamakan lain. Selain itu kulit ini juga
memiliki daya tahan pada panas yang sangat tinggi sehingga tidak memiliki
masalah saat akan dilakukan proses finishing dengan plate yang sangat panas.
Sayangnya bahan penyamak berupa mineral krom ini tidak terlalu ramah terhadap
lingkungan.
Kulit ikan hasil penyamakan krom memiliki kecendrungan warna biru. Misalnya
jika diberi pewarna merah maka hasil akhir kulit akan berwarna keungu-unguan,
dan jika diberi pewarna kuning maka hasil akhirnya akan berwarna kehijauhijauan.
Gambar 2.8 Kulit hasil samak krom setelah melalui proses plating
2.4.3
Penyamakan Organik
Penyamakan organik mengunakan bahan penyamak organik seperti formaldehid,
sintetik, dll pada proses penyamakannya. Pada penelitian ini bahan organik yang
digunakan adalah bahan penyamak sintan. Kulit hasil samak sintan memiliki
karakter yang sangat berbeda dibading penyamakan nabati maupun penyamakan
mineral. Baik dalam hal keuletan, kelenturan, maupun ketahan terhadap panas,
18
kulit hasil penyamakan sintan memiliki kualitas yang sangat rendah. Karena
ketidak tahanannya terhadap panas, kulit hasil penyamakan ini tidak dapat diberi
finishing dengan cara plating. Hal ini karena kulit akan mengkerut dan rusak
strukturnya saat terkena plate yang panasnya mencapai 1000oC.
Namun dalam hal warna, kulit hasil samak sintan ini memiliki keunggulan
dibandingkan dengan penyamakan lain. Kecenderungan warna kulit samak sinta
yang putih membuat kulit ini dengan mudah menerima warna jenis apapun tanpa
merubah hasil akhirnya. Jika diberi warna merah maka hasil akhirnya tetap merah,
kuning tetap kuning, biru tetap biru, berlaku juga untuk warna-warna lain,
termasuk warna-warna muda. Oleh karena itu bisa dibilang bahwa kulit ikan
dengan samak nabati ini meski kualitas strukturnya buruk namun kaya akan
warna.
Gambar 2.9 Kulit hasil samak sintan setelah melalui proses plating
Secara garis besar, dapat disimpulkan bahwa terdapat banyak perbedaan antara
kulit ikan hasil samak krom, nabati, dan sintan. Perbedaan-perbedaan tersebut
dapat dibandingkan pada Tabel 2.2. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa kulit
dengan bahan penyamak sintan memiliki sifat dan karakter yang paling berbeda
dibandingkan kulit-kulit hasil penyamak lain.
19
Penyamak
Krom
Nabati
Sintan
Keuletan
+++
++
+
Kelenturan
+++
+++
+
Kekuatan terhadap panas
+++
++
+
Plate / nonplate
Plate / nonplate
nonplate
Biru
Coklat
Putih
Variasi warna
+
+
+++
Keramahan terhadap
+
+++
+++
Sifat
Finishing yg memungkinkan
Kecenderungan warna
lingkungan
Keterangan :+++ = baik
++ = cukup
+ = kurang
Tabel 2.2 Perbandingan sifat kulit hasil samak krom, nabati, dan sintan
2.5 Penggunaan Material Kulit Ikan Tersamak
Kulit ikan tersamak yang telah diproses sampai akhir hingga plating memiliki
struktur dan tekstur yang hampir sama dengan kulit hewan ternak tersamak seperti
kulit kambing atau kuli sapi. Hal ini disebabkan kulit ikan ini diperlakukan
hampir sama dengan kulit hewan ternak. Tekstur kantung sisik yang menjadi ciri
khas kulit ikan ini diabaikan dan ditutup dengan lapisan plate hingga halus
permukaannya pun sama seperti kulit kambing tersamak. Bedanya, kulit ikan
memiliki pola-pola yang terbentuk dari kantung sisik. Kulit kambing atau sapi
juga dapat dicetak dengan pola menyerupai pola sisik kulit ikan tersebut, sehingga
tidak menjadi sebuah keistimewaan tersendiri. Kulit ikan yang telah tersamak
dengan kulit kambing yang dicetak dengan pola sisik ikan tidak terlihat beda,
seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.10.
20
Gambar 2.10 Kulit ikan tersamak dan kulit kambing yang dicetak dengan pola sisik ikan,
tidak terlihat beda
Material kulit ikan tersamak yang telah diteliti dan dijadikan bahan eksperimen
juga telah diuji coba dengan diterapkan sebagai material bahan baku produk.
Sayangnya pemanfaatkan material ini sebagai bahan baku produk hanya terbatas
pada produk-produk fesyen seperti jaket, sepatu, tas, dompet, dan ikat pinggang
(Gambar 2.11). Dan karena ukurannya yang kecil, material ini hanya menjadi
material komplemen, bukan bahan baku utama produk sehingga karakter kulit
ikan tidak terlihat menonjol. Selain itu, material kulit ikan kakap ini diperlakukan
sama seperti kulit ternak sehingga karakter kulit ikan yang memiliki keunikan
tersendiri justru tenggelam dan tidak terlihat bedanya dengan kulit ternak lain
seperti kulit sapi atau kulit kambing. Padahal dengan teksturnya yang unik,
material ini sangat potensial untuk dijadikan bahan baku industri lain seperti
furnitur, elemen estetis interior rumah dan mobil, houseware, office tool, dan lainlain.
21
Gambar 2.11 Produk-produk dengan bahan komplemen material kulit ikan kakap tersamak
22
Download