1 PENGANTAR Latar Belakang Industri kulit serta produk dari kulit

advertisement
PENGANTAR
Latar Belakang
Industri kulit serta produk dari kulit merupakan salah satu industri andalan
Nasional. Bahan baku industri ini berbasis kepada sumber daya alam dalam
negeri, sehingga memberikan nilai tambah yang cukup tinggi. Kulit dan produk
kulit dari Indonesia diminati oleh pasar luar negeri. Produk yang disukai oleh
konsumen luar negeri diantaranya adalah produk sarung tangan, alas kaki,
pakaian jadi, jaket, dan garmen kulit lainnya. Produk sarung tangan khususnya
sarung tangan golf buatan Indonesia sudah dikenal konsumen internasional
terutama konsumen di Amerika, Eropa, dan Jepang. Indonesia menguasai 36,3%
pangsa pasar dunia untuk sarung tangan kulit, 15% untuk sepatu olahraga,
1 – 2% sepatu non-olahraga, 4,3% produk pakaian jadi, jaket dan garmen kulit,
serta 5% untuk produk tas, dompet, dan ikat pinggang (Untari et al., 2009).
Diterimanya produk kulit dari Indonesia di pasar internasional karena
secara umum kulit yang berasal dari Indonesia memiliki kelebihan seperti
permukaan rajahnya halus, rata dan kompak, serta struktur jaringan kulitnya kuat
dan padat. Sejak zaman dahulu kulit sapi dari Indonesia, khususnya kulit sapi
yang berasal dari Pulau Jawa, telah dikenal dengan sebutan Java box. Kulit
Java box ini sangat terkenal di seluruh Negara Eropa. Kulit domba yang berasal
dari Indonesia juga memiliki kelebihan dibandingkan dengan domba yang
berasal dari negara lain karena struktur rajahnya lebih halus, rata, dan kompak,
sehingga apabila kulit tersebut diproduksi dengan cara yang baik maka akan
menghasilkan kulit dengan kualitas yang baik pula. Kualitas kulit yang baik,
menyebabkan Indonesia menjadi salah satu negara pengekspor kulit dan produk
kulit utama dunia bersama Cina, India, dan Thailand (Thanikaivelan et al., 2005).
1
Di Indonesia kualitas kulit domba berbeda antara berbagai bangsa dan
asal kulit. Kulit Domba Garut memiliki kualitas yang baik karena tingkat
kecacatannya relatif lebih sedikit, hal ini disebabkan karena sistem pemeliharaan
yang dilakukan sangat intensif. Kulit Domba Garut juga memiliki luas yang lebih
dibandingkan dengan kulit domba lainnya, hal ini disebabkan karena bobot
Domba Garut relatif lebih berat dibandingkan dengan bangsa domba lainnya.
Domba dengan bobot potong lebih berat akan menghasilkan berat kulit mentah
yang lebih besar (Yurmiati dan Suradi, 2010) dan berat kulit mentah yang besar
akan menghasilkan kulit jadi yang lebih besar pula (Gumilar, 2010). Kualitas kulit
yang lebih baik dan luas kulit yang lebih besar menyebabkan kulit Domba Garut
cocok digunakan sebagai bahan baku pembuatan produk garmen seperti jaket,
baju, rok, dan celana panjang.
Industri kulit dipandang sebagai industri penting, tetapi masih banyak
permasalahan yang masih perlu dibenahi. Salah satu permasalahan yang
dihadapi
oleh
industri
ini
adalah
teknologi produksi,
seperti
teknologi
penyamakan. Berbagai jenis zat kimia digunakan pada proses penyamakan kulit
sehingga limbahnya dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Isu produksi
bersih dan isu lingkungan telah menjadi sorotan utama berbagai pihak.
Konsumen luar negeri terutama konsumen Eropa dan Jepang mensyaratkan
produk kulit tidak mengandung zat-zat berbahaya dan tidak mencemari
lingkungan.
Beban cemaran pada proses penyamakan kulit dihasilkan dari tiap
tahapan proses produksi. Tahapan yang paling banyak menghasilkan limbah
adalah tahap pra penyamakan yang menyumbangkan limbah sebanyak 70 –
80%. Pada tahap pra-penyamakan yang paling banyak menghasilkan limbah
2
adalah tahap buang rambut. Penggunaan kapur dan natrium sulfida (Na2S)
menyebabkan peningkatan limbah berupa lumpur kapur dan bubur rambut.
Penggunaan natrium sulfida untuk menghancurkan kulit juga menyebabkan
timbulnya limbah beracun berupa hidrogen sulfida yang dapat menyerang
susunan syaraf manusia (Thanikaivelan et al., 2005).
Berbagai upaya dikembangkan oleh peneliti-peneliti di seluruh dunia agar
proses pengolahan kulit tidak membahayakan konsumen dan lingkungan.
Pendekatan baru diantaranya dikemukakan oleh Thanikaivelan et al. (2004) yaitu
dengan menghindari sumber polusi agar limbahnya dapat diminimalisasi,
sedangkan Kumar et al. (2011) mengemukakan konsep green chemistry dengan
cara meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku, menghindari penggunaan
zat kimia berbahaya dan beracun selama proses produksi, serta mengurangi
limbah yang dihasilkan.
Mengubah proses penyamakan kulit dari proses penyamakan secara
kimiawi menjadi proses menggunakan agen biologis (bioproses) menjadi
alternatif penyamakan kulit ramah lingkungan. Agen biologis yang dapat
digunakan adalah enzim. Enzim dapat bereaksi dengan substrat yang spesifik
sesuai dengan tujuan proses yang dilakukan. Hal inilah yang mengubah
paradigma berpikir dari proses produksi berbasis bahan kimia menjadi proses
produksi menggunakan agen biologis. Oleh karena itu dikembangkan beberapa
penelitian untuk mengganti zat kimia beracun seperti (Na2S) pada proses buang
rambut dengan menggunakan enzim. Keuntungan penggunaan enzim pada
proses buang rambut adalah: kulit yang dihasilkan lebih baik karena rambut
dapat terlepas secara sempurna, meminimalisir penggunaan (Na2S) sehingga
dapat
mengurangi kandungan hidrogen sulfida (H2S) yang berbahaya pada
3
limbah, kualitas rambut yang dihasilkan masih baik, serta dapat meningkatkan
efisiensi produksi (Brandelli, 2008).
Enzim yang sudah banyak dipelajari sebagai agensia bioproses pada
penyamakan kulit adalah enzim protease. Enzim ini digunakan pada proses
perendaman, buang rambut, serta pengikisan protein. Penggunaan enzim
protease pada proses penyamakan kulit memberikan nilai tambah yang sangat
baik bagi industri ini. Penggunaan enzim protease pada beberapa tahap
penyamakan kulit memberikan dampak positif bagi lingkungan karena beban
pencemaran menjadi lebih rendah, serta kualitas kulit jadinya lebih baik
dibandingkan dengan kulit jadi hasil proses penyamakan secara kimiawi.
Penggunaan enzim yang lebih spesifik untuk mendegradasi rambut, kini
mulai berkembang. Salah satu enzim yang dikembangkan sat ini adalah enzim
keratinase. Enzim keratinase adalah kelompok enzim serin protease yang
mampu mendegradasi keratin, bekerja optimum pada kondisi basa, dan pada
umumnya dihasilkan oleh mikroorganisme secara ekstra seluler. Penggunaan
keratinase secara komersial masih sangat sedikit, baru digunakan untuk
mendegradasi bulu unggas sebagai bahan baku pakan (Gupta dan Ramnani,
2006).
Penggunaan enzim keratinase untuk buang rambut pada proses
penyamakan
kulit,
baru
pada
tahap
penelitian
laboratorium
dengan
menggunakan potongan-potongan kulit, seperti penggunaan enzim keratinase
sebagai perontok rambut pada potongan kulit kambing (Prakash et al., 2010).
Penggunaan enzim keratinolitik protease menarik untuk digunakan dalam proses
penyamakan kulit karena memiliki aktivitas kolagenase yang sangat rendah
4
sehingga enzim ini dapat merontokan rambut dengan baik tanpa mempengaruhi
kekuatan tarik kulit (Macedo et al., 2005).
Beberapa mikroorganisme keratinolitik yang berasal dari kelompok
eukariotik, bakteri, dan archea dapat menghasilkan enzim keratinase. Sebagian
besar enzim keratinase tersebut diekstraksi dan dimurnikan dari bakteri
keratinolitik di berbagai lokasi, mulai dari tanah di Antartika sampai pada air
panas di pegunungan, termasuk di lingkungan aerobik dan anaerobik, limbah
peternakan unggas, limbah penyamakan kulit, danau basa, bulu yang
membusuk, rumah potong ayam, dan rambut rusa (Brandelli et al., 2010).
Bakteri memiliki karakteristik yang berbeda-beda, pada umumnya sesuai
dengan habitat asalnya. Bakteri dapat hidup dan berproduksi secara optimum
pada kondisi lingkungan yang mendukung. Bakteri keratinolitik dapat tumbuh
dengan baik pada substrat yang mengandung keratin. Kemampuan bakteri
dalam mendegradasi keratin dan memproduksi enzim keratinase ekstra seluler
tergantung kepada spesies, waktu kultivasi, substrat keratin, dan kondisi kultur
seperti pH media serta suhu media.
Enzim memiliki reaksi yang sangat spesifik dengan substrat. Pemilihan
bakteri penghasil enzim di alam dapat disesuaikan dengan substrat yang akan
didegradasinya, seperti halnya untuk mendegradasi bulu ayam, maka bakteri
keratinolitiknya diisolasi dari limbah industri unggas (Mazotto et al., 2011) dan
untuk mendegradasi wol, maka enzimnya diproduksi oleh bakteri keratinolitik
yang diisolasi dari wol Domba Merino (Infante et al., 2010).
Pencarian isolat bakteri keratinolitik untuk menghasilkan enzim keratinase
yang dapat diaplikasikan pada proses buang rambut, sesuai dengan kondisi di
Indonesia perlu dilakukan. Letak geografis Indonesia pada titik koordinat antara
5
6º LU – 11º LS dan 95º BT - 141º BT menyebabkan Indonesia memiliki iklim
tropis. Hal ini mengakibatkan suhu di Indonesia cukup tinggi antara 24 – 34oC,
dengan curah hujan cukup banyak antara 700 mm – 7000 mm per tahun, serta
kelembaban tinggi mencapai 60 – 90%. Kondisi seperti ini menyebabkan
Indonesia memiliki keaneka ragaman hayati yang sangat banyak, mulai dari
berbagai jenis spesies hewan, tumbuhan, sampai berbagai jenis mikroorganisme
termasuk berbagai jenis bakteri. Lingkungan peternakan Domba Garut
khususnya pada tempat pencukuran rambut dan limbah penyamakan kulit
banyak mengandung substrat keratin. Bakteri keratinolitik dapat tumbuh pada
lingkungan yang mengandung keratin (Brandelli, 2008).
Saat ini informasi mengenai bakteri keratinolitik, serta enzim keratinase yang
dihasilkannya, terutama bakteri-bakteri dari lingkungan peternakan domba garut
dan limbah penyamakan kulit yang dapat digunakan untuk buang rambut pada
proses penyamakan kulit domba garut belum tersedia. Oleh karena itu penulis
tertarik untuk melakukan penelitian mengenai isolasi dan identifikasi bakteri serta
produksi enzim keratinase sebagai agensia buang rambut ramah lingkungan
pada proses penyamakan kulit Domba Garut.
Berdasarkan penjelasan pada latar belakang tersebut, maka dapat
dirumuskan beberapa permasalahan yang menjadi dasar dalam melaksanakan
penelitian ini, yaitu:
1. Apakah bakteri yang memiliki aktivitas keratinolitik dapat diisolasi dari
lingkungan peternakan Domba Garut dan pada limbah penyamakan kulit.
2. Apakah kondisi produksi optimum dan karakteristik enzim keratinase yang
dihasilkan oleh bakteri keratinolitik terbaik dari lingkungan peternakan Domba
6
Garut dan limbah penyamakan kulit dapat digunakan untuk buang rambut
pada proses penyamakan kulit Domba Garut.
3. Bagaimanakah pengaruh penggunaan enzim keratinase yang dihasilkan oleh
bakteri keratinolitik terbaik dari lingkungan peternakan Domba Garut dan
limbah penyamakan kulit, pada proses buang rambut terhadap kualitas kulit
Domba Garut dan beban cemaran yang dihasilkannya.
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui apakah bakteri yang memiliki aktivitas keratinolitik dapat diisolasi
dari lingkungan peternakan Domba Garut dan pada limbah penyamakan kulit.
2. Mengetahui apakah kondisi produksi optimum dan karakteristik enzim
keratinase yang dihasilkan oleh bakteri keratinolitik terbaik dari lingkungan
peternakan Domba Garut dan limbah penyamakan kulit dapat digunakan
untuk buang rambut pada proses penyamakan kulit Domba Garut.
3. Mengetahui bagaimana pengaruh penggunaan enzim keratinase yang
dihasilkan oleh bakteri keratinolitik terbaik dari lingkungan peternakan Domba
Garut dan limbah penyamakan kulit pada proses buang rambut terhadap
kualitas kulit Domba Garut dan beban cemaran yang dihasilkannya.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini, selain untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi, diharapkan pula dapat bermanfaat bagi pengembangan industri
penyamakan kulit, agar dihasilkan kulit yang memiliki kualitas lebih baik dan
proses
penyamakannya
menjadi
lebih
ramah
lingkungan,
sehingga
keberlangsungan industri ini dapat terus dipertahankan.
7
Download