BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi berimplikasi luas pada perkembangan industri di Indonesia. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang dihasilkan akan menyebabkan manusia menghadapi masalah, dimana pada satu sisi menghasilkan kemakmuran dan kesejahteraan manusia (dampak positif), namun disisi lain menghasilkan produk sampingan berupa limbah dan pencemaran lingkungan (dampak negatif). Meningkatnya pencemaran disebabkan teknologi penanganan atau pengolahan yang diterapkan belum mampu menekan laju pencemaran lingkungan. Berdasarkan pengamatan lapangan, umumnya industri membuang limbah langsung ke badan air sehingga mengakibatkan kualitas air mengalami penurunan secara dratis karena sebagian besar limbah cair industri yang dibuang ke badan air konsentrasinya tinggi. Limbah tersebut dapat berupa senyawa organik maupun anorganik seperti phenol, alkohol dan amina yang menimbulkan bau dan buih. Limbah cair yang dihasilkan oleh industri biasanya berasal dari berbagai proses yang masing-masing akan menghasilkan limbah yang berbeda. Karakteristik yang perlu diamati adalah warna, bau, turbiditas, BOD (Biological Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), chlorides, Kandungan deterjen, minyak, pH, temperatur, logam berat seperti Hg, Cr3+ (Rao et al., 2001). Munculnya dampak positif dan negatif akibat pengembangan industri menggambarkan suatu realita bahwa antara pembangunan ekonomi dan kualitas lingkungan merupakan dua hal yang tidak terpisahkan ( saling terkait), dengan demikian 1 apabila pembangunan industri dilakukan tanpa memperdulikan aspek lingkungan maka terjadi penurunan kualitas lingkungan hidup. Salah satu cara atau instrument yang dipergunakan untuk mencegah penurunan kualitas lingkungan adalah perangkat hukum yang mengatur perlindungan lingkungan hidup (Mahbub et al.,1990). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 1 ayat 2 menjelaskan bahwa upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan / atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakkan hukum. Pasal 1 ayat 4 menyebutkan bahwa rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang selanjutnya disingkat RPPLH adalah perencanaan tertulis yang memuat potensi, masalah lingkungan hidup, serta upaya perlindungan dan pengelolaannya dalam kurun waktu tertentu. Penentuan tingkat pencemaran terhadap sungai idealnya harus tetap memperhatikan kriteria peruntukan sungai bersangkutan, apakah untuk bahan baku air minum, irigasi, perikanan, industri, ataupun kegunaaan lainnya. Pencemaran sungai baru terjadi bila sungai mengalami penurunan kualitas sampai dibawah nilai baku mutu tertentu, mengacu pada peruntukkan dan pemanfaatan sumber daya air yang bersangkutan. Demikian pula dalam penentuan nilai baku mutu limbah (Effluent Standard) dan aliran (Stream Standard), peruntukan sumber daya air sungai yang bersangkutan harus tetap menjadi pertimbangan (Sudarmadji, 1997). Di wilayah Kota Yogyakarta terdapat 3 (tiga) sungai yang mengalir melewati kota yang merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai (DAS) utama yang ada di Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu Sungai Winongo, Code dan Gajahwong. 2 Ketiga sungai ini menerima limbah pertanian, domestik dan limbah industri sehingga peruntukkan sungai perlu terus-menerus mendapat evaluasi agar dapat diketahui beban pencemarannya. Sungai Gajahwong dipandang menerima limbah lebih banyak jika dibandingkan dengan sungai lainnya. Air sungai Gajahwong saat ini dipergunakan sebagai bahan baku air minum oleh Badan Pengelolaan Air Minum (BPAM) Kotagede juga berfungsi sebagai air pengairan dan budidaya perikanan. Sungai Gajahwong selain menerima limbah pertanian (salah satunya dari Kebun Binatang Gembira Loka), limbah domestik, limbah industri pabrik susu Sari Husada, juga limbah cair pabrik penyamakan kulit PT. Budi Makmur Jaya Murni (Wadono, 1992). Salah satu industri yang berpotensi mencemari lingkungan adalah industri penyamakan kulit. Debit limbah cair industri penyamakan kulit rata-rata berjumlah 8.000 –12.000 galon tiap 1.000 pond kulit basah yang diproses. Kandungan limbah rata-rata 8.000 ppm total padatan, 1.000 ppm protein, 300 ppm NaCl, 1.600 ppm total kesadahan, 1.000 ppm sulfida, 40 ppm kromium, 60 ppm nitrogen, 1.000 ppm BOD. Limbah tersebut mempunyai pH 11-12 dan secara normal menghasilkan 5 – 10 % konsentrasi sludge (lumpur) karena kandungan kapur dan sodium sulfida. Di Amerika Serikat, dari 1 ton bahan baku kulit menghasilkan limbah padat sebesar 600 kg dan mengandung 60.000 metrik ton kromium dengan kadar tinggi (Cabeza and Taylor,1998). Bahan organik dan krom dari limbah cair industri penyamakan kulit merupakan salah satu sumber pencemar yang dapat merubah kualitas air sungai. Pada pemantauan tahun 2010 oleh Bapedal Provinsi DIY, parameter BOD dan COD di sungai Gajahwong mengalami perubahan yang fluktuatif di daerah bagian hulu, tengah maupun hilir. Perubahan yang terjadi adalah kenaikan kualitas parameter BOD dan COD di daerah 3 hulu dan hilir, sedangkan di daerah tengah mengalami penurunan, namun sudah melampaui Nilai Ambang Batas (NAB) yang dipersyaratkan. Hal ini terjadi karena di daerah hilir dan hulu sudah banyak penduduk yang tinggal di sekitar sungai Gajahwong sehingga dari kegiatan sehari-hari terutama limbah cair yang dibuang ke badan air sungai Gajahwong. Kegiatan lain yang dapat memberikan kontribusi beban pencemaran bahan organik maupun anorganik terhadap sungai Gajahwong adalah kegiatan rumah sakit, industri dan perhotelan (BBTKL-PPM, 2010). Menurut Richard and Bourg (1991) Limbah industri penyamakan kulit merupakan masalah yang serius diantara limbah industri lainnya. Pencemaran terjadi antara lain disebabkan oleh bahan-bahan kimia yang digunakan dalam tahapan-tahapan proses yang tidak diserap dengan sempurna oleh kulit yang diolah sehingga limbah yang timbul pada proses pra penyamakan masih mengandung sisa-sisa bahan kimia dalam jumlah cukup besar, terutama krom. Krom dalam lingkungan perairan dengan konsentrasi tertentu dapat menimbulkan masalah. Cr (VI) dalam perairan mempunyai kelarutan yang tinggi dan bersifat toksik, korosif serta karsinogenik karena membentuk kompleks makromolekul dalam sel. Menurut Ohtake and silver ( 1994 ) struktur kimia CrO42- memiliki kemiripan dengan SO42- sebagai ion nutrien dalam sistem biologis. Hal ini menyebabkan CrO42dapat menembus membran sel dan dengan cepat mengalami reduksi. Selanjutnya Kaim and Schwerderski (1994) bahwa ion CrO42- dapat menembus membran inti sel dan merusak protein atau DNA yang menyebabkan lepasnya rantai DNA, kesalahan replikasi DNA dan mutasi gen pada organisme. Secara insidental keracunan krom sangat berbahaya bagi manusia yakni dapat mengakibatkan paru-paru luka bernanah kronis serta merusak selaput hidung (Klaasen et al., 1986). Cr (III) kurang toksik 4 dibanding Cr (VI) yang tidak korosif tetapi memiliki sifat mutagenik bahkan karsinogenik, namun keberadaan Cr (III) dalam tubuh dapat menyebabkan kanker paruparu (Kaim and Schwederski, 1994). Mengingat ancaman yang demikian besar dari pencemaran logam berat, maka berbagai upaya untuk mengatasi cemaran logam berat telah banyak dilakukan dengan berbagai metode antara lain metode reverse osmosis, elektrodialisis, ultrafiltrasi, resin penukar ion dan pengendapan, tetapi upaya tersebut sering tidak efektif. Dalam jangka waktu yang lama, cemaran logam berat dapat merusak lingkungan karena proses akumulasi logam berat yang tidak seimbang dengan kemampuan recovery (perbaikan) dari lingkungan itu sendiri. Salah satu upaya untuk mengatasi pencemaran limbah cair industri penyamakan kulit adalah dengan cara menghilangkan krom dan bahan organik dari limbah cair industri penyamakan kulit dengan adsorpsi menggunakan adsorben yang berbasis sumberdaya alam atau limbah yaitu dengan kitosan. Kitosan merupakan polimer kationik yang bersifat nontoksik, dapat mengalami biodegradasi dan biokompatibel (Griffon et al., 2006). Metode adsorpsi umumnya didasarkan pada interaksi logam dengan gugus fungsional pada permukaan adsorben melalui interaksi pembentukan ion kompleks. Adsorpsi tersebut umumnya terjadi pada permukaan padatan yang kaya akan gugus fungsional seperti –OH, -NH, -SH dan –COOH (Stumm dan Morgan, 1996). Kitosan juga memiliki kegunaan yang sangat luas dalam kehidupan sehari-hari misalnya sebagai adsorben limbah logam berat, zat warna, pengawet, antijamur, kosmetik, farmasi, flokulan, antikanker dan antibakteri. Kitosan dapat aktif dan berinteraksi dengan sel, enzim atau matrik polimer yang bermuatan negatif (Stephen, 1995). Sumber kitosan 5 sangat melimpah di alam terutama dari hewan golongan crustaceans seperti kulit udang dan kepiting. Limbah kulit udang merupakan sumber pencemaran pada lingkungan namun banyak manfaatnya yaitu diolah menjadi kitosan yang merupakan agen pereduksi beban pencemaran limbah cair industri penyamakan kulit. Kitosan senyawa aktif dengan gugus amino dan hidroksil yang mampu menyerap logam berat dalam limbah cair (Marganof, 2003). Kitosan adalah agen pereduksi bahan pencemar yang efektif karena derajat deasetilasi tinggi (90 – 95%) dan memiliki gugus amino bebas sehingga bersifat polikationik yang mempunyai kemampuan untuk mengikat logam, protein dan zat warna (Zakaria et al., 2002). Dua parameter utama yang dapat menentukan sifat fisika dan kimia kitosan yaitu derajat deasetilasi dan berat molekul (Cervera et al.,2004). Kitosan dapat dijadikan sebagai koagulan dalam proses penanganan limbah cair baik organik maupun anorganik. Penggunaan kitosan sebagai biosorben telah banyak digunakan tetapi mempunyai kelemahan yaitu kitosan mudah larut pada pH rendah sehingga tidak mampu untuk mengadsorpsi logam Cr (III). Hal ini disebabkan situs aktif (gugus amina) dari kitosan mengalami protonasi dan kemampuan adsorpsinya mudah dipengaruhi oleh anion-anion dalam perairan. Menurut Onar dan Sarisik (2002) kitosan mudah larut pada pH < 6 dan stabil pada pH 7. Untuk mengatasi permasalahan larutnya kitosan pada pH rendah pada aplikasi pengolahan limbah cair industri penyamakan kulit, maka diperlukan substrat yang dapat menempelkan kitosan yaitu arang aktif. Untuk meningkatkan kemampuan adsorpsi suatu adsorben dapat dimodifikasi melalui beberapa cara seperti pengaturan kondisi adsorpsi dan impregnasi bahan 6 tertentu, antara lain dengan arang aktif tempurung kelapa. Arang aktif atau sering juga disebut karbon aktif adalah jenis karbon yang memiliki luas permukaan yang besar (500 m2 /g). Hal ini dicapai dengan proses pengaktifan karbon, baik secara kimiawi maupun fisika. Pengaktifan juga bertujuan untuk meningkatkan kemampuan adsorpsi karbon aktif. Mutu karbon aktif yang dihasilkan dari tempurung kelapa mempunyai daya serap tinggi karena arang ini berpori-pori dengan diameter yang kecil sehingga mempunyai internal yang luas. Arang aktif mempunyai daya serap yang tinggi dan mempunyai situs aktif yang dapat menyerap bahan-bahan organik dan anorganik maka karbon aktif bersifat sangat aktif dan akan menyerap apa saja yang kontak dengan arang aktif (Anonim., 2011). Menurut Rodrigues dan Reinoso (1998) arang aktif atau karbon aktif adalah jenis senyawa dengan karakter amfoterik yaitu dapat bermuatan positif atau negatif, sehingga tergantung pada pH larutan untuk menyerap bahan-bahan organik maupun anorganik. Adsorpsi anionik akan suka pada pH rendah dan sebaliknya untuk spesies kationik akan menyukai pH tinggi, karena kegunaannya untuk menyerap logam berat oleh sebab itu digunakan sebagai subtratnya kitosan dalam menyerap logam berat pada industri penyamakan kulit. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, maka disusun beberapa permasalahan yaitu: 1.2.1. Bagaimanakah karakteristik parameter kualitas limbah cair industri penyamakan kulit dan kualitas air sungai Gajahwong : Cr (total), BOD,COD, DO, TSS, temperatur, pH pada setiap titik lokasi pengambilan sampel dibandingkan 7 dengan Peraturan Gubernur DIY Nomor 7 Tahun 2010 dan Peraturan Gubernur DIY Nomor 20 Tahun 2008. 1.2.2. Bagaimanakah pengaruh pH dan konsentrasi Kitosan pelapis arang aktif tempurung kelapa yang mempunyai potensi sebagai adsorben terhadap efisiensi penurunan kandungan logam berat (Cr total), BOD, COD, TSS pada limbah cair penyamakan kulit 1.2.3. Bagaimanakah pengaruh waktu interaksi dan konsentrasi kitosan pelapis arang aktif tempurung kelapa yang mempunyai potensi sebagai adsorben terhadap efisiensi penurunan kandungan logam berat (Cr total), BOD, COD, TSS pada limbah cair penyamakan kulit 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Mengevaluasi karakteristik parameter fisik dan kimia air sungai Gajahwong (Cr total, BOD, COD, DO, pH, Temperatur, TSS) pada setiap lokasi pengambilan sampel serta dibandingkan dengan Peraturan Gubernur DIY Nomor 7 Tahun 2010 dan Peraturan Gubernur DIY Nomor 20 Tahun 2008. 1.3.2. Menganalisa pengaruh pH dan konsentrasi kitosan pelapis arang aktif tempurung kelapa yang mempunyai potensi sebagai adsorben terhadap efisiensi penurunan kandungan logam berat Cr (total), BOD, COD, TSS pada limbah cair penyamakan kulit. 1.3.3. Menganalisa pengaruh waktu interaksi dan konsentrasi kitosan pelapis arang aktif tempurung kelapa yang mempunyai potensi sebagai adsorben terhadap efisiensi penurunan kandungan logam berat Cr (total), BOD, COD, TSS pada limbah cair penyamakan kulit. 8 1.4. Manfaat Penelitian. Berdasarkan latar belakang dan tujuan diatas, maka hasil terbaik dari penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi: 1.4.1. Ilmu Pengetahuan, diharapkan memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu lingkungan khususnya tentang penanggulangan pencemaran lingkungan. 1.4.2. Pemerintah Khususnya Daerah Istimewa Yogyakarta dalam mengurangi pencemaran lingkungan terutama dalam pengaturan sistem pembuangan limbah cair industri penyamakan kulit harus sesuai dengan baku mutu limbah cair yang telah ditetapkan. 1.4.3. Pengusaha industri umumnya dan industri penyamakan kulit khususnya yang jumlahnya cukup banyak di DIY, hal ini dapat memberi masukan lebih lanjut dalam meningkatkan usaha-usaha pemurnian buangan limbah cair industri penyamakan kulit sebelum dibuang ke sungai. 1.5. Keaslian Penelitian Penelitian yang dilakukan dengan judul “Potensi kitosan pelapis arang aktif tempurung kelapa sebagai adsorben pencemaran limbah cair industri penyamakan kulit (kasus di sungai Gajahwong Yogyakarta)” belum pernah dilakukan oleh peneliti lain dengan Judul, Perumusan Masalah dan Tujuan Penelitian yang sama. Penelitian terdahulu pada lokasi yang sama di sungai Gajahwong dengan kajian yang berbeda. Penelitian lain yang menjadi sumber acuan penelitian ini antara lain seperti tertera pada Tabel 1.1. 9 Tabel 1.1. Keaslian Penelitian No. Nama, Tahun Judul Penelitian Tujuan Penelitian 1. Ouki dan Neufeld., 1997 Use of activated carbon a. Mengetahui penggunaan karbonbed for the recovery of yangdiaktifkan dari kromium pada chromium from dasar karbon aktif. industrial wastewater. b. Mengetahui potensi regenerasi karbon untuk solusi kromium terkonsentrasi yang digunakan dalam operasi penyepuhan. 2. Horsfall and Spiff., 2002 Distribution and a. Mempelajari kandungan logam berat partitioning of trace dalam sedimen. metal in sediments of the lower reaches of the new Calabar river 3. Anazawa et al., 2004 Heavy Metal Distribution in River Waters and Sediments around a Firefly Village, Shikoku Japan: Application of Multivariate Analysis a. Mempelajari sebaran logam berat di perairan sungai dan sedimen denganaplikasi analisis multivariat. 4. Nomanbhay and Palanisamy., 2005 Removal of Heavymetal from industrial wastewater using chitosan coated oil palm shell charcoal. a. Mengetahui proses diadsorpsi dan mengembangkan biaya teknologi yang efektif untuk penurunan logam berat limbah cair. 5. Capello et al., 2008 Immobilized Chitosan As Biosorbent for The Removal of Cd (II) , Cr (III) and Cr (VI) from Aqueous Solution. a. Untuk membuat film komposit silikatkitosan pada permukaan kaca sebagai dukungan fisik untuk absorben b. Mengkarakteristik dan mengevaluasi kemampuan film dalam penghilangan Cd (II), Cr(III), dan Cr (VI) dari larutan encer 10 6. Pambayun, et al., 2013 Pembuatan karbon a. Membuat karbon aktif dari arang aktif dari arang tempurung kelapa sesuai dengan SII tempurung kelapa no. 0258-79 untuk mengetahui dengan acti vator karakteristik kadar air, kadar abu, ZnCl2 dan Na2CO3 iodine number dan surface area karbon sebagai adsorben untuk aktif dari arang tempurung kelapa. mengurangi kadar fenol dalam air limbah. b. Untuk mempengaruhi pengaruh konsentrasi dan jenis activator terhadap efisiensi penurunan, komsentarsi kandungan fenol (% removal) menggunakan karbon aktif dari arang tempurung kelapa. 11