TUGAS PERSPEKTIF TEORI KOMUNIKASI RINGKASAN & KOMENTAR ATAS “UNIVERSALS OF VERBAL AND NONVERBAL MESSAGES” YANG DIAMBIL DARI BUKU DEVITO, JOSEPH A. DISUSUN OLEH: 1. Anindhita 1006797616 2. Audina Furi Nirukti 1006797660 3. Christy Natalina Eleonora 1006797704 4. Coenraad Rezky D. 1006797710 5. Fadil Patra Dwi Gumala 1006797761 6. Franky Houtman Simatupang 1006744622 7. Ursula Lirani Aireen 1006745096 PROGRAM PASCASARJANA MANAJEMEN KOMUNIKASI DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS INDONESIA 2011 INTERAKSI ANTARA PESAN VERBAL DAN NON VERBAL Cara terbaik dalam menyampaikan pesan saat komunikasi langsung (tatap muka) adalah dengan menggabungkan pesan verbal dan non verbal. Pesan non verbal banyak digunakan untuk: o Accent: menegaskan atau memberi penekanan terhadap sesuatu o Complement: menambah makna terhadap suatu pesan o Contradict: menunjukkan arti yang berlawanan dengan pesan verbal (contoh: berbohong) o Control: mengambil alih atau mempertahankan pembicaraan dari lawan bicara o Repeat: mengulang pesan verbal dengan tujuan untuk menekankan makna pesan o Substitute: menyampaikan pesan tanpa mengeluarkan pesan verbal (contoh: menggelengkan kepala) Untuk membuat komunikasi di dunia maya menjadi lebih hidup, seringkali emoticon digunakan. Emoticon adalah simbol yang digunakan untuk menggantikan pesan non verbal seperti komunikasi tatap muka pada umumnya. Perlu diingat bahwa penggunaan emoticon dapat berbeda antar satu budaya dengan yang lain (Pollack, 1996). Sebagai contoh, Amerika menggunakan :) sementara Jepang memakai (^.^) untuk arti tersenyum. PRINSIP-PRINSIP PEMAKNAAN Pemaknaan merupakan proses aktif yang diciptakan sebagai kooperasi antara sumber dan penerima, pembicara dan pendengar, serta penulis dan pembaca. Pemaknaan ada pada masing-masing individu Pemaknaan tidak sepenuhnya bergantung pada pesan (verbal, non verbal, atau keduanya) namun juga pada interaksi antara pesan tersebut dengan pemikiran dan perasaan penerima pesan. Tiap individu membentuk pemaknaan pesan berdasarkan perspektif sosial dan budaya masing-masing (agama, perilaku, nilai, dll). Maka untuk menemukan makna yang sebenarnya, kita harus dapat menggali pemikiran seseorang dan tidak bergantung sepenuhnya hanya pada kata-kata saja. Pemaknaan lebih dari sekedar kata-kata dan gerakan Dalam komunikasi pada kehidupan sehari-hari, kata-kata dan gerakan tidak dapat menyampaikan seluruh pemaknaan dengan sempurna. Atas dasar tersebut maka kita tidak akan pernah dapat mengetahui secara keseluruhan apa yang seseorang pikirkan atau rasakan. Kita hanya dapat mengira-ngira berdasarkan pemahaman kita yang terbatas. Pemaknaan bersifat unik Tidak ada dua orang yang dapat mendapatkan arti yang sama pada suatu pemaknaan. Hal ini dikarenakan sebuah pemaknaan diturunkan dari pesan yang dikomunikasikan dan diolah berdasarkan pemikiran dan perasaan penerimanya. Pemaknaan didasarkan pada konteks yang sedang berlangsung Sebuah kata atau perilaku yang sama dapat memiliki arti yang berbeda jika berada pada konteks yang berbeda. Misalnya pertanyaan “Bagaimana kabar anda?” akan memiliki makna yang berbeda jika ditanyakan saat kita berpapasan dengan seseorang di jalan dengan pada saat kita mengunjungi teman yang sedang dirawat di rumah sakit. METACOMMUNICATION Metacommunication merupakan komunikasi yang merujuk pada komunikasi lain. Misalnya seorang atasan membahas cara yang efektif bagi karyawan untuk mengekspresikan kreatifitasnya. Efektifitas komunikasi interpersonal kerap bergantung pada kemampuan metakomunikasi. PRINSIP-PRINSIP PESAN Dalam melakukan komunikasi interpersonal sebaiknya kita dapat mengontrol pesan yang kita sampaikan. Terdapat tujuh prinsip pesan: 1. Pesan adalah satu kemasan Ketika kita melakukan komunikasi interpersonal tatap muka, pesan bukanlah hanya sebatas kata-kata yang terucap. Gerak tubuh melalui gerakan tangan atau mata merupakan bagian dari “kemasan” pesan itu sendiri. Setiap bagian saling menunjang satu dengan yang lainnya untuk menyampaikan pesan yang sama. Pada saat kita marah, biasanya selain ucapan yang lebih ‘keras’ dari biasanya, kita juga menunjukkan ekspresi yang menunjang, seperti mengepalkan tangan, wajah berkerut, dan lainnya. Jika seseorang melakukan kemasan diatas, orang di sekitarnya pasti akan paham bahwa orang tersebut sedang marah dan tidak mungkin mengartikan satu kemasan pesan itu bahwa orang tersebut sedang bahagia. Kesamaan dalam memaknai pesan ini terjadi karena secara verbal maupun nonverbal orang tersebut menunjukkan kemasan pesan yang alamiah, tidak dibuat-buat. Berbeda dengan seseorang yang menyatakan, “Senang bertemu dengan anda,” akan tetapi pada saat mengucapkannya ia menghindari kontak mata dan hanya melihat sekeliling. Kemasan verbal dan nonverbal yang dilakukannya terlihat begitu kontradiktif sehingga makna yang didapat pun bisa menjadi ambigu. 2. Pesan diatur oleh seperangkat aturan Pesan-pesan verbal sudah pasti memiliki aturan tersendiri, seperti aturan ketatabahasaan dalam bahasa Inggris, perbedaan tingkatan kosakata dalam bahasa Jawa, dan lainnya. Aturan-aturan ini ditunjukkan secara eksplisit. Tidak hanya pesan verbal, pesan nonverbal pun memiliki aturan sendiri yang ditentukan oleh norma yang berlaku di setiap daerah. Budaya-budaya yang ada di suatu daerah menimbulkan perbedaan mengenai apa yang layak dan tidak layak dilakukan saat berkomunikasi dengan orang lain. Apa yang dianggap layak di daerah A bisa saja menjadi tidak layak di daerah B. Misalnya, di Amerika Serikat kontak mata saat berkomunikasi melambangkan kejujuran dan keterbukaan namun di Amerika Latin kontak mata dianggap tidak pantas dilakukan jika berkomunikasi dengan orang yang lebih tua. Bagi seorang guru di Amerika Serikat jika siswanya (yang berasal dari Amerika Latin) menghindari kontak mata artinya siswa tersebut sedang berbohong atau tidak menghormati dirinya padahal siswa tersebut sedang melakukan apa yang menjadi budaya di daerahnya. Ini menunjukkan bahwa aturan dalam pesan nonverbal adalah tergantung pada budaya dan tidak dapat diberlakukan secara universal. 3. Abstraksi Pesan Beraneka Ragam Pesan verbal memiliki tingkatan mulai dari yang paling abstrak sampai pada makna yang konkrit. Misalnya saja kata film, film Indonesia, horor, Pocong Ngesot. Ketika kita mengucapkan kata ‘film’ orang lain bisa mengartikannya sebagai film Hollywood atau film Bollywood. Begitu juga saat kita mengucapkan ‘film Indonesia’, orang lain masih bisa mengartikannya sebagai film drama, film anak-anak, atau film komedi. Saat kita sudah membatasinya dengan kata ‘horor’ pemikiran orang lain akan lebih spesifik kepada film-film horor di Indonesia. Dan saat kita menyebutkan ‘Pocong Ngesot’ maka pesan ini sudah menjadi sangat spesifik, meskipun setiap orang memiliki fokus yang berbeda dalam mengingat adegan-adegan dalam film tersebut. Tingkatan abstraksi ini membantu kita mengarahkan pikiran lawan bicara kita dalam memahami obyek pembicaraan yang kita sampaikan. 4. Derajat kesopanan berbeda antar satu pesan dengan pesan yang lain Menurut Brown dan Levinson (1998), kesopanan adalah ciri yang diperlukan dalam kebanyakan budaya. Kesopanan bisa dipengaruhi beberapa hal, diantaranya budaya, jenis kelamin, kedekatan hubungan, dan juga konteks komunikasi. Budaya memiliki cara berbeda dalam aturan menunjukkan kesopanan atau ketidaksopanan, dan juga hukuman karena melanggar aturan yang sudah ditetapkan (Mao, 1994; Strecker, 1993). Ini juga terjadi di budaya dunia bisnis. Kesopanan dianggap sebagai bagian penting dari interaksi interpersonal terutama pada level internasional. Karena itulah bisnis yang berhasil adalah yang mengajarkan para eksekutifnya untuk bersikap sopan dalam berbagai budaya asing. Perbedaan yang cukup besar terhadap kesopanan terdapat pada jenis kelamin. Wanita lebih menekankan kesopanan dibandingkan dengan pria, termasuk melalui telepon. Wanita pun mencari persetujuan dalam suatu pembicaraan atau situasi konflik dibandingkan pria. Namun meski begitu ada kesamaan kesopanan antar jenis kelamin yang tergantung pada budaya tempat mereka. Misal, pria dan wanita dari AS dan New Zealand memberikan pujian dengan cara yang hampir sama dan strategi yang sama dalam mengomunikasikan berita buruk dalam suatu organisasi. Hal lain yang mempengaruhi tingkat kesopanan adalah kepribadian dan pelatihan profesional. Kesopanan juga tergantung pada tipe hubungan yang dimiliki, apakah hubungan tersebut adalah hubungan antar orang asing, teman atau intim. Derajat kesopanan berdasarkan tipe hubungan tersebut digambarkan dengan model berikut ini dari Wolfson. Kemudian, konteks komunikasi juga bisa mempengaruhi, misalnya kesopanan lebih besar pada situasi formal dibandingkan pada situasi informal yang perbedaan kekuasaannya bersifat minimal. Nettiquette Internet memiliki aturan yang spesifik dalam kesopanan, disebut dengan nettiquette (Kallos, 2005). Nettiquette adalah aturan etis yang menyediakan panduan dalam situasi sosial untuk berkomunikasi di internet. Beberapa contoh aturan yang membuat komunikasi melalui internet menjadi lebih baik dan lebih mudah selain untuk mencapai efesiensi pribadi yang lebih baik, yaitu: 1. Membaca FAQ (frequently asked question). Sebelum menanyakan sesuatu lebih baik membaca FAQ dulu untuk mengetahui pertanyaan yang sering ditanya dan jawabannya. 2. Jangan berteriak. Menggunakan huruf kapital untuk semua huruf akan dianggap sebagai berteriak di internet. Tak masalah jika menggunakan huruf kapital hanya sebagai penekanan. 3. Mengintip sebelum berbicara. Mengintip adalah membaca pesan atau pembicaraan yang sudah ada sebelumnya. Aktivitas ini dilakukan sebelum mulai berkontribusi. Mengintip itu baik karena bisa membuat Anda mempelajari aturan dari suatu kelompok tertentu untuk mencegah kesalahan ucapan yang bisa menyinggung. 4. Jangan menambah kesibukan situs. Cobalah untuk berhubungan bukan pada jam sibuk jika memungkinkan. Jika tidak memungkinkan, cobalah pada saat yang lain. 5. Berusaha untuk singkat. Hanya komunikasikan informasi yang diperlukan dan sampaikan dengan cara yang singkat, jelas dan mudah dipahami. 6. Perlakukan orang baru dengan baik. 7. Jangan mengirimkan pesan komersial ke orang yang tak meminta. 8. Jangan melakukan spam. Spam terjadi jika seseorang mengirimkan surel pada orang lain atau satu kelompok yang bahkan tidak relevan karena akan memperlambat koneksi internet. 9. Jangan menyerang orang lain. 10. Hindari bahasa yang menyinggung. 5. Pesan berbeda-beda dalam hal inklusivitas. Beberapa pesan bersifat inklusif yang melibatkan orang-orang yang hadir dan mengakui relevansi dari yang lainnya. Tetapi, ada beberapa pesan yang dibuat dengan mengecualikan orang-orang atau bahkan kelompok budaya tertentu (ekslusif). Pesan seperti ini umumnya digunakan dalam percakapan anggota kelompok yang tak melibatkan anggota lain diluar kelompok. Misalnya, para dokter berkumpul dan membicarakan tentang masalah pengobatan. Kemudian, pesan yang bersifat eksklusif juga biasa terjadi pada kelompok orang-orang dengan kebangsaan yang sama atau yang menggunakan bahasa yang sama. Selain itu, penggunaan istilah dalam suatu kelompok budaya tertentu bisa saja tidak memungkinkan untuk diaplikasikan bagi semua kelompok budaya. Contoh, dalam agama, penggunaan kata “masjid” atau “gereja” hanya berlaku untuk penganut agama tertentu. Sedangkan penggunaan kata “tempat ibadah” dapat digunakan untuk keseluruhan agama atau bersifat universal. Pada intinya, daripada mengecualikan beberapa anggota dengan penggunaan kata-kata tertentu, lebih baik menggunakan kata yang bisa melibatkan dan dipahami semua kelompok. Apa pun tipe interaksi yang sedang dilakukan, semua yang hadir perlu dilibatkan dalam interaksi tersebut. Cara lain untuk mempraktikkan inklusifitas adalah dengan menambahkan detil yang relevan pada kelompok atau orang-orang yang tak mengetahuinya. Sebenarnya mempraktekkan inklusifitas sangat mudah sehingga sedikit mengejutkan bahwa prinsip ini sering dilanggar. Saat inklusifitas dipraktekkan, semua orang yang terlibat mendapat kepuasaan yang lebih besar sebagai hasil dari interaksi itu. 6. Cara Penyampaian Pesan yang Berbeda-beda Terdapat dua cara untuk menyampaikan sebuah pesan, langsung atau tidak langsung. Keuntungan pada penyampaian pesan secara tidak langsung adalah menyampaikan keinginan pribadi tanpa menyinggung perasaan orang lain dan memungkinkan si penyampai pesan untuk lebih memerhatikan etika bersopan santun dalam berkomunikasi. Bahkan penyampaian pesan dengan cara yang tidak langsung juga dapat digunakan untuk keuntungan pribadi yaitu ketika seseorang ingin mendapatkan pujian dari orang lain. Akan tetapi, penyampaian pesan secara tidak langsung dapat juga menimbulkan masalah jika orang lain tidak mengerti atau cenderung tidak mau melakukan pesan yang disampaikan, sehingga ada pihak yang menang dan kalah, baik si pemberi pesan maupun si penerima pesan. Situasi ini menyebabkan kekecewaan, bahkan dapat menjadi persaingan yang tidak sehat. Dalam penyampaian sebuah pesan terhadap orang lain, seseorang sebaiknya melihat situasi dan kondisi terlebih dahulu. Terkadang penyampaian pesan secara langsung akan lebih baik daripada pesan yang disampaikan secara tidak langsung. Penyampaian pesan juga sangat berhubungan dengan perbedaan jenis kelamin dan budaya. Pada negara tertentu, contohnya Amerika, wanita cenderung menyampaikan keinginannya secara tidak langsung sehingga menunjukkan ketidakberdayaannya. Sedangkan pria cenderung menyampaikan keinginannya secara langsung, bahkan terkadang karena keterusterangannya menjadi kasar karena ingin menunjukkan kekuasaannya. Deborah Tannen (1994b) berpendapat bahwa wanita dalam menyampaikan keinginannya secara tidak langsung pun dapat menunjukkan kekuasannnya, tergantung bagaimana “gaya” penyampaiannya. Tannen juga berpendapat bahwa pria cenderung menggunakan penyampaian pesan secara tidak langsung jika mengekspresikan kelemahannya, mengungkapkan permasalahan yang dialaminya, atau mengakui kesalahannya. Pria juga menggunakan cara ini untuk menolak sesuatu dalam peningkatan hubungan percintaan. Lain halnya pada budaya Asia dan Amerika Latin yang menggunakan “nilai” dari penyampaian pesan secara tidak langsung untuk tidak mempermalukan diri dengan menghindari kritik dan kontradiksi (Kapoor, Hughes, Baldwin & Blue, 2003). Perbandingan ini menggambarkan betapa sulitnya untuk melakukan generalisasi penyampaian pesan jika dihubungkan pada kecenderungannya dalam budaya tertentu. Perlu diperhatikan bahwa dalam menyampaikan sebuah pesan, orang lain dapat menjadi tidak mengerti bahkan salah pengertian. Sebagai contoh, A yang menyampaikan pesan secara tidak langsung untuk menunjukkan sopan santunnya seperti budaya di negaranya, berkomunikasi dengan B yang menganggap penyampaian pesan secara tidak langsung dapat bersifat manipulatif di budaya negaranya, maka salah pengertian dalam penyampaian pesan pun tak terelakkan lagi. 7. Keberagaman Pesan Menurut Tingkat Kepercayaan Diri (Assertiveness) Terdapat lima pernyataan yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik komunikasi yang asertif. Tanggapan yang dihasilkan terhadap kelima pernyataan tersebut dapat mencerminkan seberapa tinggi tingkat kepercayadirian diri yang dimiliki oleh pemberi tanggapan. Kelima pernyataan tersebut sebagai berikut: No. 1 2 3 4 5 Pernyataan Saya akan mengekspresikan pendapat saya dalam suatu kelompok bahkan jika pandangan saya menentang pendapat yang lainnya Saat diminta untuk melakukan sesuatu yang benar-benar tidak saya inginkan, saya dapat berkata “tidak” tanpa merasa bersalah Saya dapat mengekspresikan pendapat saya kepada atasan saya Saya dapat memulai suatu percakapan dengan orang yang belum dikenal dalam bis atau pada pertemuan bisnis tanpa rasa takut Saya menyuarakan keberatan terhadap perilaku orang jika saya merasa orang tersebut melanggar hak saya Nilai Komentar Keterangan: Pilihan Komentar Nilai Komentar 1 Selalu atau hampir selalu salah 2 Biasanya salah 3 Suatu saat benar, suatu saat salah 4 Biasanya benar 5 Selalu atau hampir selalu benar Jumlah total kolom “Nilai Komentar” menunjukkan “semakin tinggi jumlah nilai yang dicapai melalui pemberian tanggapan tersebut menunjukkan semakin tinggi tingkat kepercayadirian si pemberi tanggapan dan sebaliknya”. Sifat-Sifat Komunikasi Asertif Terdapat tiga jenis komunikator berdasarkan tingkat kepercayadiriannya, yaitu: Nonassertiveness Agressiveness Assertiveness (Ketidakpercayadirian) (Keagresifan) (Kepercayadirian) Filosofinya “Kamu Filosofinya “Kamu menang, Filosofinya “Saya menang, menang, saya kalah” saya menang” kamu kalah” Melaksanakan apa yang Mengasumsikan dikatakan orang lain semua pihak bahwa Memusatkan dapat pada diri kebutuhannya hanya dan kepadanya untuk memperoleh sesuatu dari memiliki kepedulian yang dikerjakan tanpa interaksi mempertanyakan peduli yang dan bahkan interpersonal kecil terhadap keinginan dari suatu orang lain hak-hak yang Berpikir sedikit terhadap terbaik konfrontasi baginya Gagal menyatakan hak- Meyakini haknya dimilikinya pendapat, nilai, atau keyakinan orang lain Seringkali memohon izin Menyampaikan buah Seringkali terlibat dalam dari orang lain melakukan untuk pikirannya sekaligus adu argumentasi dengan yang menyambut pendapat dan orang lain merupakan haknya sikap orang lain sebagaimana adanya Situasi-situasi sosial Tidak menimbulkan kecemasan orang baginya melukai lain perasaan dalam berinteraksi Penghargaan terhadap diri Bersikap lebih positif dan Peka terhadap kritik yang sendiri rendah secara memberi nilai lebih rendah diajukan umum dalam keputusasaan kepada mengukur perilakunya daripada komunikator yang bersifat nonasertif Hasil riset (Velting, 1999) mengungkapkan perbedaan-perbedaan sebagai berikut: Orang yang bersifat asertif Orang yang bersifat nonasertif Lebih terbuka Kurang terbuka Sedikit dilanda kecemasan Lebih Lebih suka berdebat Tidak mudah mudah dilanda kecemasan diintimidasi (ditakut-takuti) atau dibujuk Sedikit minat untuk berdebat Lebih mudah diintimidasi atau dibujuk Dari sisi kebudayaan, terdapat perbedaan dalam memandang sifat percaya diri. Misalnya, nilai percaya diri lebih dipuji pada kebudayaan individual daripada kebudayaan kolektif. Dengan demikian, kepercayadirian mungkin merupakan strategi yang efektif dalam suatu kebudayaan tetapi mungkin menimbulkan persoalan dalam kebudayaan yang lain. Prinsip dasar meningkatkan kepercayadirian dalam berkomunikasi Pada dasarnya beberapa orang mengalami ketidakpercayadirian dalam berkomunikasi, dan apabila kita mengalaminya maka ada kebiasaan yang harus diubah untuk meningkatkan kepercayadirian dalam berkomunikasi (Windy & Consantaninou, 2005; Bower & Bower, 2005). Menganalisa kepercayadirian dalam berkomunikasi Langkah pertama dalam meningkatkan kepercayadirian dalam berkomunikasi adalah mengerti prinsip dasar berkomunikasi, yaitu memahami dan menganalisa pesan yang ada. Belajarlah untuk membedakan antara kepercayadirian, keagresifan dan pesan yang bersifat non-asertif. Kemudian, fokus memahami terhadap apa yang biasa terjadi dalam kebiasaan orang berkomunikasi. Setelah melewati tahap analisa tersebut, terapkan dalam berbagai situasi kehidupan kita: bagaimana kita berbicara, bagaimana komunikasi non verbal dikomunikasikan dan bagaimana karakter komunikasi dalam setiap situasi yang berbeda. Melatih kepercayadirian dalam berkomunikasi Pilih situasi yang biasanya kita mengalami ketidakpercayadirian, kemudian bangun suatu tingkatan yang membuat pesan dalam komunikasi tidak berjalan baik. Sebagai contoh, situasi di lingkungan kerja. Buatlah sebuah situasi seperti pada saat kita berbicara langsung kepada atasan. Langkah pertama adalah yakin akan pesan yang hendak kita sampaikan. Cara yang paling mudah untuk melatihnya adalah dengan memvisualisasikan situasi tersebut. Dalam berlatih hal ini, yang paling harus di latih adalah bagaimana gerak tubuh pesan non verbal dan dimensi vokal yang akan dikomunikasikan. Kita bisa melakukan ini dengan orang – orang terdekat kita. Setelah melakukan latihan ini kita bisa lanjut ke tahap selanjutnya. Kepercayadirian dalam berkomunikasi Langkah selanjutnya bisa dibilang langkah yang paling sulit tapi juga yang paling penting. Hal-hal inilah yang mengeneralisasikan efektifitas kepercayadirian dalam berkomunikasi: Deskripsikan permasalahan anda, jangan mengevaluasi atau menghakiminya Gambarkan bagaimana masalah ini mengganggu anda; katakan kepada orang lain bagaimana perasaan anda Susun langkah untuk membuat solusi yang baik dan hadapi orang atau situasi yang mengganggu tersebut. Pahami situasi agar tidak salah dalam mengambil langkah atau salah berkomunikasi. KOMENTAR KELOMPOK Dalam komunikasi interpersonal, tanpa disadari kita seringkali melakukan komunikasi yang bersifat eksklusif. Komunikasi yang bersifat eksklusif ini bisa membawa akibat yang kurang baik, di antaranya menciptakan blok-blok tertentu di dalam masyarakat. Sehingga, alangkah baiknya jika di dalam melakukan komunikasi interpersonal, kita bisa memilih katakata yang bersifat universal agar semua pihak yang terlibat dalam komunikasi tersebut bisa memahami maksud dari pesan tersebut. Itulah pentingnya kita memahami latar belakang lawan bicara sehingga komunikasi berjalan efektif. Selain itu, komunikasi interpersonal juga sebaiknya menggabungkan antara pesan verbal dan non-verbal dengan tetap memperhatikan arti dan prinsip pesan tersebut. Dan juga kita sebaiknya memperhitungkan konteks waktu dan tempat saat komunikasi itu berlangsung agar tidak terjadi salah interpretasi atas gerakan nonverbal yang dilakukan secara tidak sengaja.