perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HUBUNGAN MOTIVASI KADER POSYANDU TENTANG DETEKSI DINI TUBERKULOSIS PARU DENGAN ANGKA TEMUAN SUSPEK PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran NURHAYATI BUDI ASIH G0008146 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta 2011 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan dunia. Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis. Sekitar 75 % pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15 - 50 tahun) (Depkes, 2008). Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang menyebabkan kesakitan dan kematian di seluruh dunia, namun berbeda insidensinya di setiap negara. Di Indonesia, angka kematian akibat tuberkulosis mencapai angka 46 per 100.000 penduduk (Depkes, 2011). Directly Observed Treatment Short-course (DOTS) telah direkomendasikan oleh WHO sejak tahun 1995 sebagai strategi dalam penanggulangan TB. Bank Dunia menyatakan bahwa strategi DOTS sebagai salah satu intervensi kesehatan yang paling efektif. Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan pada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan penularan TB dan dengan demikian dapat menurunkan kejadian TB di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB (Depkes, 2008). Menurut Depkes tahun 2011, cakupan penemuan penderita TB di commit to user Indonesia sudah melebihi angka 70 %. Pada tahun 2009 sebesar 73,1 % dan 1 perpustakaan.uns.ac.id 2 digilib.uns.ac.id pada tahun 2010 sebesar 77,3 %. Meskipun cakupan penemuan penderita TB dalam skala nasional telah memenuhi target, akan tetapi untuk Provinsi Jawa Tengah sendiri masih kurang dari 70 %. Pada tahun 2009 cakupan penemuan kasus TB Paru BTA Positif di Jawa Tengah sebesar 48,5 % dan mencapai 53,72 % pada tahun 2010 (Dinkes Provinsi Jawa Tengah, 2011). Penemuan pasien TB merupakan langkah pertama dalam kegiatan progam penanggulangan TB. Penjaringan suspek pasien TB merupakan bagian dari penemuan pasien TB. Penjaringan suspek tentu saja tidak hanya dilakukan oleh petugas kesehatan yang mengangani masalah TB, akan tetapi peran serta masyarakat khususnya kader Posyandu dalam penjaringan suspek pasien TB akan memberikan kontribusi yang cukup besar dalam keberhasilan penemuan pasien TB. Namun hingga saat ini keikutsertaan kader Posyandu dalam penjaringan suspek pasien TB paru masih belum optimal. Faktor-faktor penyebab rendahnya jumlah suspek yang diperiksa adalah sebagai berikut: (1) Penjaringan suspek TB hanya dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan (Passive Case Finding, PCF); (2) Tidak terdapat Active Case Finding (ACF) atau penjaringan kasus oleh masyarakat; (3) Penjaringan kasus secara aktif hanya melalui Contact Survey terhadap anggota keluarga dan tetangga yang dicurigai TB. Seharusnya ACF dapat ditingkatkan dengan keikutsertaan kader Posyandu dalam deteksi dini TB. Kader merupakan sasaran yang tepat karena keberadaannya di dalam masyarakat sehingga kader akan lebih mengenal dan mengetahui keadaan sekitarnya. Deteksi dini oleh kader dianggap lebih baik karena konsisten commit to user 3 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id dengan salah satu elemen strategi baru WHO untuk menghentikan TB, yaitu pemberdayaan pasien dan komunitas (Murti dkk., 2010). Penelitian di Kabupaten Sragen melaporkan bahwa pengetahuan dan sikap kader berhubungan dengan praktek penemuan suspek pasien TB (Saputro, 2009). Selain pengetahuan dan sikap, motivasi juga merupakan salah satu unsur pembentuk perilaku (Notoadmodjo, 2003). Motivasi merupakan energi yang mendorong seseorang bangkit menjalankan pekerjaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Suyanto, 2008). Kader diharapkan dapat berperanserta dalam penemuan pasien TB paru, sehingga angka penemuan semakin bertambah. Semakin banyak penderita TB paru yang ditemukan dan diobati akan semakin menurunkan penularan penyakit TB paru. Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti ingin mengetahui hubungan antara motivasi kader Posyandu tentang deteksi dini tuberkulosis paru dengan angka temuan suspek pasien tuberkulosis paru di Kabupaten Karanganyar Provinsi Jawa Tengah. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang, dapat disusun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: apakah terdapat hubungan antara motivasi kader Posyandu tentang deteksi dini tuberkulosis paru dengan angka temuan suspek pasien tuberkulosis paru di Kabupaten Karanganyar? commit to user 4 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Menganalisis hubungan antara motivasi kader Posyandu tentang deteksi dini tuberkulosis paru dengan angka temuan suspek pasien tuberkulosis paru. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui tingkat motivasi kader Posyandu tentang deteksi dini tuberkulosis paru dalam penjaringan suspek pasien tuberkulosis paru di Kabupaten Karanganyar. b. Mengetahui jumlah suspek pasien tuberkulosis paru di Kabupaten Karanganyar. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Diharapkan dapat untuk menambah khasanah kepustakaan mengenai hubungan motivasi kader Posyandu tentang deteksi dini tuberkulosis paru dengan angka temuan suspek pasien tuberkulosis paru. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Pelaksanaan Program Diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam mendukung keberhasilan program penanggulangan masyarakat. commit to user tuberkulosis paru di 5 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id b. Bagi Penyusunan Kebijakan Diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam perencanaan, promosi kesehatan, evaluasi program, dan upaya peningkatan pelayanan kesehatan, khususnya penanggulangan tuberkulosis paru di masyarakat. c. Bagi Ilmu Pengetahuan Diharapkan dapat menjadi bahan rujukan untuk digunakan dalam pengembangan penelitian lain yang lebih spesifik terkait dengan motivasi kader Posyandu dan tuberkulosis paru. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Motivasi a. Pengertian Motivasi dan Motif Motivasi diartikan sebagai dorongan untuk bertindak untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Hasil dari dorongan ini diwujudkan dalam bentuk perilaku. Perubahan atau adopsi perilaku sendiri merupakan proses yang kompleks dan memerlukan waktu yang relatif lama. Seseorang akan menerima atau mengadopsi perilaku baru dalam kehidupannya melalui 3 tahap, yaitu: pengetahuan, sikap, dan tindakan (Notoatmodjo, 2003). Motivasi adalah energi yang mendorong seseorang bangkit menjalankan pekerjaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Suyanto, 2008). Sedangkan motif adalah alasan atau dorongan yang menyebabkan seseorang berbuat sesuatu atau bersikap tertentu. Usaha untuk menggiatkan motif menjadi tingkah laku konkret disebut motivasi (Handoko, 2002). Tingkah laku manusia timbul karena adanya suatu kebutuhan dan tingkah laku tersebut mengarah pada pencapaian tujuan yang dapat memenuhi kebutuhan itu. Begitu seterusnya sehingga terjadi commit to user cycle) (Handoko, 2002). suatu lingkaran motivasi (motivational 6 7 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Tingkah laku Tujuan Kebutuhan Gambar 2.1 Lingkaran motivasi Sumber: Handoko, 2002 Manusia sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial mempunyai berbagai macam kebutuhan material, kebendaan, maupun kebutuhan nonmaterial. Adapun tingkat atau hirarki kebutuhan menurut Maslow adalah sebagai berikut (Sarwono, 2002; Notoadmodjo, 2003): 1) Kebutuhan fisiologis: kebutuhan akan udara, makan, minum, dan sebagainya. 2) Kebutuhan rasa aman dan keamanan: kebutuhan yang berhubungan dengan jaminan keamanan, stabilitas, perlindungan, bebas dari rasa takut, dan sebagainya. 3) Kebutuhan sosial: kebutuhan untuk memiliki, asosiasi, penerimaan bawahan, memberi dan menerima persahabatan serta cinta. 4) Kebutuhan ego: terdiri dari dua macam, yang pertama adalah kebutuhan akan kekuatan, penguasaan, kemampuan, percaya diri, dan kemandirian. Sedangkan yang kedua adalah kebutuhan akan commit to user 8 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id penghargaan dari orang lain, status, ketenaran, dominasi, kebanggaan, dianggap penting, dan apresiasi dari orang lain. 5) Kebutuhan untuk aktualisasi diri: kebutuhan untuk merealisasikan potensi seseorang, untuk melanjutkan pengembangan pribadi, untuk menjadi kreatif secara menyeluruh. Gambar 2.2 Tingkat Kebutuhan Menurut Maslow (1954) Sumber: Arifiyanti, 2011 Pada dasarnya motivasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu motivasi internal dan eksternal. a) Motivasi Internal Motivasi internal merupakan motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang. Keperluan dan keinginan yang ada di dalam diri seseorang inilah yang akan menimbulkan motivasi internalnya (Ananda, 2011). Beberapa dimensi motivasi internal adalah sebagai berikut: Tanggung jawab dalam melaksanakan tugas, melaksanakan tugas dengan target yang jelas, memiliki tujuan yang commit to user 9 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id jelas, dan memiliki perasaan senang dalam bekerja (Hamzah, 2009). b) Motivasi Eksternal Motivasi eksternal memang tidak dapat dipisahkan dari motivasi internal. Teori motivasi eksternal menjelaskan kekuatankekuatan yang ada di dalam individu yang dipengaruhi oleh faktor ekstern. Motivasi eksternal biasanya dipahami sebagai usaha untuk mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu (Ananda, 2011). Berdasarkan penjelasan di atas, terdapat 3 motif yang mendasari motivasi eksternal yaitu motif biogenetis, sosiogenetis dan theogenetis (Handoko, 2002). (1) Motif biogenetis Motif biogenetis merupakan motif yang berasal dari kebutuhan organisme demi kelanjutan kehidupannya secara biologis. Motif biogenetis bersifat universal, artinya tidak terikat pada umur, jenis kelamin, suku, daerah, dan lain-lain. Motif ini bersifat asli dan berkembang dengan sendirinya. Contoh dari motif ini adalah lapar, haus, bernafas, dan sebagainya. (2) Motif Sosiogenetis Motif sosiogenetis merupakan motif yang berasal dari lingkungan kebudayaan tempat seseorang berada dan berkembang. Motif sosiogenetis timbul akibat adanya interaksi commit to user 10 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id dengan orang lain atau hasil kebudayaan. Contoh dari motif ini adalah mengatasi rintangan dan menyelidiki sesuatu. (3) Motif Theogenetis Motif theogenetis merupakan motif yang menggerakkan manusia untuk berhubungan dengan Tuhan. Manusia tidak cukup berhubungan dan mengenal lingkungannya, melainkan juga berhubungan dengan Tuhan. Contoh motif ini adalah keinginan untuk berbakti kepada Tuhan dan keinginan untuk melaksanakan perintah-perintahNya. b. Motivasi Kader Posyandu tentang Deteksi Dini Tuberkulosis Paru Kader posyandu atau dinamakan juga promotor kesehatan desa (prokes) adalah tenaga sukarela yang dipilih oleh masyarakat dan bertugas mengembangkan masyarakat melalui pos pelayanan terpadu (Posyandu) (Zulkifli, 2003). Selain menjalankan tugas di Posyandu, kader Posyandu dapat berperan dalam upaya pemberantasan TB paru dengan menemukan orang-orang yang mempunyai gejala TB paru (Depkes, 1992). Gejala-gejala TB paru yang harus dikenali oleh kader, yaitu: batuk berdahak lebih dari 2-3 minggu, batuk berdarah/batuk bercampur darah, dan dada terasa nyeri. Selain mengenali gejalagejala tersebut, kader juga mempunyai tugas khusus dalam melayani penderita TB paru di Posyandu, antara lain: menanyakan keluhankeluhan yang sesuai dengan penyakit TB paru, memberi penjelasan commit to user 11 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id tatacara pemeriksaan sampai dengan pengobatan, dan menyerahkan pot dahak untuk dahak pagi serta mengambil dahak sewaktu untuk diperiksa di Puskesmas (Depkes, 1992; Depkes, 2008). c. Pengukuran Motivasi Kader Posyandu tentang Deteksi Dini Tuberkulosis Paru Motivasi adalah sebuah konsep psikologis yang intangible atau tidak kasat mata. Artinya motivasi tidak dapat dilihat secara langsung. Motivasi seseorang hanya dapat diketahui dengan cara menyimpulkan perilaku, perasaan dan perkataan ketika seseorang ingin mencapai tujuan. Salah satu cara untuk mengukur motivasi adalah melalui kuesioner dengan cara meminta klien untuk mengisi kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang dapat memancing motivasi klien (Notoatmodjo, 2005). d. Faktor yang Mempengaruhi Peran Kader Posyandu Faktor individu yang mempengaruhi peranan kader posyandu dalam pemberantasan TB paru meliputi: umur, status perkawinan, pekerjaan, pendidikan, penghasilan, penghargaan, lama menjadi kader, serta pembinaan kader (Efendi dan Cahyadi, 2005). Selain faktor individu seperti tersebut di atas, studi Saputro (2009) melaporkan bahwa pengetahuan dan sikap kader juga berhubungan dengan praktek penemuan suspek pasien TB paru. commit to user 12 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 2. Tuberkulosis a. Definisi Tuberkulosis Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Standridge dan Price, 2005; Depkes, 2008). b. Cara Penularan Penularan penyakit ini sebagian besar melalui inhalasi basil yang mengandung droplet nuclei, khususnya yang didapat dari pasien TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang mengandung Basil Tahan Asam (BTA). Kuman penyebab TB yaitu Mycobacterium tuberculosis, merupakan sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 - 4 µm dan tebal 0,3 - 0,6 µm. sebagian besar dinding kuman terdiri atas lipid, peptidoglikan dan arabinomannan. Keberadaan lipid ini membuat kuman lebih tahan terhadap asam, selain itu kuman ini juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin. Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dengan demikian, kuman dapat bangkit kembali dan penyakit tuberkulosis menjadi aktif lagi. Selain itu, kuman ini bersifat aerob. Sehingga kuman lebih menyukai jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Bagian apikal paru-paru merupakan tempat predileksi TB karena pada bagian tersebut mempunyai tekanan commit to user 13 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id oksigen paling tinggi dibandingkan bagian yang lain. Risiko penularan semakin meningkat jika pasien TB terlambat didiagnosis (Teo, 2002; Amin dan Bahar, 2005). Untuk memutus rantai penularan tuberkulosis perlu upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya rumah sehat dan perilaku hidup yang sehat. Petugas kesehatan terus meningkatkan upaya penemuan penderita agar tidak menjadi sumber kontak di lingkungannya, serta pemeriksaan terhadap keluarga yang mempunyai sumber kontak, dan pengobatan secara tuntas pada sumber kontak yang ada (Simbolon, 2007). c. Gejala Klinis Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 23 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Setiap orang yang datang ke Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) dengan gejala tersebut di atas, dianggap sebagai tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung (Depkes, 2008). commit to user 14 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id d. Penemuan Pasien TB Strategi penemuan pasien TB (Depkes, 2008), adalah sebagai berikut: 1) Penemuan pasien TB dilakukan secara pasif dengan promosi aktif. Penjaringan tersangka (suspek) pasien dilakukan di unit pelayanan kesehatan; didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka pasien TB. 2) Pemeriksaan terhadap kontak pasien TB, terutama pasien yang BTA positif dan pada keluarga anak yang menderita TB yang menunjukkan gejala sama, harus diperiksa dahaknya. 3) Penemuan secara aktif dari rumah ke rumah, dianggap tidak cost effective. e. Diagnosis TB Paru Kriteria diagnosis TB paru (Depkes, 2008; Wilson dkk., 2009), adalah sebagai berikut: 1) Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu-pagi-sewaktu (SPS). 2) Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). 3) Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan commit to user 15 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis. 4) Gambaran radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktivitas penyakit. f. Strategi DOTS Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) dikembangkan oleh WHO dan International Union Againts TB and Lung Disease (IUATLD) pada awal tahun 1990-an sebagai strategi penanggulangan TB dan telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang secara ekonomis paling efektif (cost-effective) (Khatri dkk., 2002; Depkes, 2008). Strategi DOTS terdiri dari lima komponen kunci (Depkes, 2008), yaitu: 1) Komitmen politis. 2) Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya. 3) Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan. 4) Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu. 5) Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program keseluruhan. commit to user 16 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id g. Indikator dalam Program Penanganan TB Beberapa indikator dalam program penanganan TB yang dipakai (Depkes, 2008), antara lain: 1) Angka Penjaringan Suspek Adalah jumlah suspek yang diperiksa dahaknya di antara 100.000 penduduk pada suatu wilayah tertentu dalam 1 tahun. Angka ini digunakan untuk mengetahui upaya penemuan pasien dalam suatu wilayah tertentu, dengan memperhatikan kecenderungannya dari waktu ke waktu (triwulan/tahunan). Jumlah suspek yang diperiksa X 100.000 Jumlah penduduk 2) Proporsi Pasien TB BTA positif di antara suspek Adalah prosentase pasien BTA positif yang ditemukan di antara seluruh suspek yang diperiksa dahaknya. Angka ini menggambarkan mutu dari proses penemuan sampai diagnosis pasien, serta kepekaan menetapkan kriteria suspek. Jumlah pasien TB BTA positif yang ditemukan X 100.000 Jumlah seluruh suspek TB yang diperiksa Angka ini sekitar 5 - 15 %. Bila angka ini terlalu kecil (<5%) kemungkinan disebabkan oleh penjaringan terlalu longgar atau terdapat masalah dalam pemeriksaan laboratorium (negatif commit to user 17 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id palsu). Bila angka terlalu besar (>15%) kemungkinan disebabkan oleh penjaringan terlalu ketat atau terdapat masalah dalam pemeriksaan laboratorium (positif palsu). 3) Angka Penemuan Kasus (Case Detection Rate = CDR) Adalah prosentase jumlah pasien baru BTA positif yang ditemukan dan diobati dibanding jumlah pasien baru BTA positif yang diperkirakan ada dalam wilayah tersebut. Case Detection Rate menggambarkan cakupan penemuan pasien baru BTA positif pada wilayah tersebut. Jumlah pasien baru TB BTA positif yang dilaporkan dalam TB.07 X 100.000 Perkiraan jumlah pasien batu TB BTA positif Target Case Detection Rate Program Penanggulangan Tuberkulosis Nasional minimal 70 %. 4) Angka Konversi (Convertion Rate) Angka konversi adalah prosentase pasien baru TB paru BTA positif yang mengalami perubahan menjadi BTA negatif setelah menjalani masa pengobatan intensif. Jumlah pasien baru TB paru BTA positif yang konversi X 100.000 Jumlah pasien baru TB paru BTA positif yang diobati Angka minimal yang harus dicapai adalah 80 %. commit to user 18 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 5) Angka Kesembuhan (Cure Rate) Angka kesembuhan adalah angka yang menunjukkan prosentase pasien baru TB paru BTA positif yang sembuh setelah selesai masa pengobatan diantara pasien baru TB paru BTA positif yang tercatat. Jumlah pasien baru TB paru BTA positit yang sembuh X 100.000 Jumlah pasien baru TB paru BTA positif yang diobati Angka minimal yang harus dicapai adalah 85 %. commit to user 19 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id B. Kerangka Pemikiran Hirarki kebutuhan menurut A.H Maslow: 1. Kebutuhan fisiologis 2. Kebutuhan rasa aman dan keamanan 3. Kebutuhan sosial 4. Kebutuhan ego 5. Kebutuhan untuk aktualisasi diri 1.Motivasi Internal a. Tanggung jawab b. Memiliki target dan tujuan yang jelas c. Perasaan senang dalam bekerja 2. Motivasi Eksternal a. Motif Biogenetis b. Motif Sosiogenetis c. Motif Theogenetis Motivasi Kader Posyandu Pengetahuan Perilaku Sikap Tindakan (melakukan deteksi dini TB Paru) Hasil (Menemukan suspek pasien TB Paru) Keterangan: = variabel yang diteliti = variabel yang tidak diteliti commit to user Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran 20 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id C. Hipotesis H0: Tidak ada hubungan antara motivasi kader Posyandu tentang deteksi dini tuberkulosis paru dengan angka temuan suspek pasien tuberkulosis paru di Kabupaten Karanganyar. H1: Ada hubungan antara motivasi kader Posyandu tentang deteksi dini tuberkulosis paru dengan angka temuan suspek pasien tuberkulosis paru di Kabupaten Karanganyar. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Jumantono Kabupaten Karanganyar, pada bulan Agustus dan September 2011. C. Subjek Penelitian Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kader Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Jumantono sebanyak 438 orang. 1. Kriteria inklusi dari subjek penelitian adalah : a. Kader di Wilayah Kerja Puskesmas Jumantono dan tercatat aktif sebagai kader. b. Kader sudah mendapatkan bekal pengetahuan tentang deteksi dini TB. c. Kader bersedia menjadi responden. commit to user 21 22 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 2. Kriteria eksklusi dari subjek penelitian adalah : a. Kader pindah dari lokasi penelitian. b. Kader mengklaim suspek pasien TB paru yang sama dengan kader yang lain. D. Teknik Sampling Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah probability sampling dengan teknik proportional random sampling. Proportional random sampling merupakan pengambilan sampel dengan memperhatikan proporsi jumlah sub-sub populasi (Setiawan, 2007). Besar sampel dihitung dengan rumus sebagai berikut: = . n = jumlah sampel N= jumlah populasi yaitu 438 0rang d= taraf signifikan yaitu 0,05 = = 438 1 + 438. 0,05Ê 438 2,095 = 209,01 ~209 sampel commit to user 23 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Pembagian sampel untuk masing-masing desa adalah sebagai berikut: Tabel 3.1 Proporsi Sampel untuk Masing-Masing Desa No Desa Jumlah kader Proporsi Jumlah Kader terhadap populasi (%) Jumlah Sampel (Desimal) Jumlah sampel (Pembulatan) 1. Sambirejo 25 5,71 % 11,93 12 2. Sukosari 27 6,16 % 12,87 13 3. Tugu 42 9,59 % 20,04 20 4. Sedayu 34 7,76 % 16,2 16 5. Kebak 37 8,45 % 17,66 18 6. Ngunut 48 10,96 % 22,9 23 7. Blorong 32 7,31 % 15,28 15 8. Sringin 39 8,9 % 18,6 19 9. Genengan 47 10,73 % 22,43 22 10. Gemantar 48 10,96 % 22,9 23 11. Tunggul Rejo 58 13,24 % 27,67 28 JUMLAH 209 commit to user 24 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id E. Rancangan Penelitian Kader Posyandu di Jumantono (N=438) Proportional random sampling n=209 Kuesioner pengukuran motivasi Motivasi Motivasi Motivasi rendah sedang tinggi Angka temuan suspek pasien TB Uji Chi Square Gambar 3.1 Rancangan Penelitian F. Identifikasi Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini adalah : 1. Variabel bebas : motivasi kader Posyandu tentang deteksi dini TB paru 2. Variabel terikat : angka temuan suspek pasien TB paru commit to user perpustakaan.uns.ac.id 25 digilib.uns.ac.id G. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Motivasi kader Posyandu tentang deteksi dini TB paru Motivasi kader Posyandu tentang deteksi dini TB paru merupakan dorongan bagi kader Posyandu untuk melakukan deteksi dini TB paru, terdiri atas motivasi internal dan eksternal. Motivasi internal dapat diketahui dari tanggung jawab, tujuan, target yang jelas, dan perasaan senang dalam bekerja yang dimiliki oleh kader Posyandu. Motivasi eksternal dapat diketahui dari motif biogenetis, sosiogenetis, dan theogenetis. Secara operasional diukur dengan kuesioner yang terdiri dari 25 pernyataan. Rentang jawaban dinyatakan dengan skor yang diperoleh dari jawaban sangat setuju (5), setuju (4), kurang setuju (3), tidak setuju (2), dan sangat tidak setuju (1). Skala pengukuran: ordinal. Penilaian motivasi rendah apabila skor (0 - 33 %), sedang apabila skor (34 % - 66 %), dan tinggi apabila skor (67 % - 100 %) (Wahyudi, 2010). 2. Angka temuan suspek pasien TB paru Angka temuan suspek pasien TB paru adalah jumlah suspek pasien TB paru yang dirujuk oleh kader dalam kurun waktu Januari 2011 sampai dengan Juli 2011. Secara operasional diukur dengan kuesioner yang berisi pertanyaan seputar penemuan suspek pasien TB dan data sekunder di Puskesmas (Form TB - 06). Cara pengukurannya yaitu kader mengisi kuesioner kemudian dicek dengan form TB - 06 yang ada di Puskesmas. Skala pengukuran: rasio. Kategori suspek yang ditemukan: 0,1, 2, 3,... commit to user 26 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id H. Instrumen Penelitian 1. Kuesioner identitas Untuk mengetahui identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Penghasilan, dan Lama Menjadi Kader). 2. Kuesioner motivasi kader Posyandu tentang deteksi dini TB paru Kuesioner yang berisi pernyataan tentang motivasi kader Posyandu tentang deteksi dini TB paru. Motivasi internal dapat diketahui dari tanggung jawab, tujuan, target yang jelas, dan perasaan senang dalam bekerja yang dimiliki oleh kader Posyandu. Motivasi eksternal dapat diketahui dari motif biogenetis, sosiogenetis, dan theogenetis. Kuesioner ini digunakan untuk mengetahui tingkat motivasi kader tentang deteksi dini TB paru. 3. Kuesioner angka temuan suspek pasien TB Kuesioner yang berisi pertanyaan tentang keberhasilan penemuan suspek pasien TB paru, jumlah suspek pasien TB paru yang ditemukan, nama suspek pasien TB paru yang ditemukan, dan keberhasilan merujuk suspek pasien TB paru ke Puskesmas. 4. Data sekunder dari Puskesmas Jumlah suspek pasien TB (Form TB - 06) di Puskesmas Jumantono. commit to user 27 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id I. Cara Kerja 1. Memilih kader Posyandu yang sesuai dengan kriteria inklusi. 2. Meminta kader Posyandu terpilih mengisi kuesioner pengukuran motivasi tentang deteksi dini TB paru dan kuesioner angka temuan suspek pasien TB. 3. Melakukan pengecekan terhadap jumlah suspek pasien TB yang dirujuk oleh kader berdasarkan data sekunder dari Puskesmas (Form TB-06). 4. Melakukan analisis data untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara motivasi kader tentang deteksi dini TB paru dengan angka temuan suspek pasien TB. J. Teknik Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini diuji dengan metode Chi Square ( Ê ). Tabel 3.2 Chi Square ( Ê ) dalam tabel 2x2 Terdapat Angka Temuan Suspek Motivasi Tinggi Motivasi Sedang Total A C A+C Tidak Terdapat Angka Temuan Suspek B D B+D Total A+B C+D A+B+C+D a. H0 = tidak terdapat hubungan antara motivasi kader Posyandu tentang deteksi dini TB paru dengan angka temuan suspek pasien TB paru commit to user 28 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id b. H1 = terdapat hubungan antara motivasi kader Posyandu tentang deteksi dini TB paru dengan angka temuan suspek pasien TB paru c. Nilai +s+an+u R+D = d. Nilai Ê = Ʃ( il k il ) kū il k iki pek e. Nilai α = 0,05 (level of significance) f. Degree of freedom = (r-1) (k-1) = (2-1) (2-1) = 1 Maka nilai χ2 0,05 ; 1 = 3,841 g. Cara pengambilan kesimpulan: 1) Jika χ2 > 3,841, H0 ditolak dan H1 diterima 2) Jika χ2 < 3,841, H0 diterima dan H1 ditolak commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Jumantono Kabupaten Karanganyar yang dilaksanakan pada bulan Agustus dan September 2011. Kader Posyandu yang menjadi sampel penelitian ini sebanyak 209 responden yang berasal dari 11 Desa. A. Karakteristik Responden 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Usia Frekuensi Persentase < 25 tahun 4 1,91 % 25-35 tahun 80 38,28 % >35 tahun 125 59,81 % Jumlah 209 100 % Sumber: Data Primer Penelitian bulan Agustus-September 2011 Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa dari 209 kader Posyandu yang menjadi sampel penelitian, paling banyak berusia lebih dari 35 tahun yaitu sejumlah 125 orang (59,81 %). Usia kader Posyandu yang mampu melakukan pelayanan secara optimal adalah 20-50 tahun. Keaktifan kader posyandu pada umur tersebut terkait dengan motivasi kerja yang positif dan lebih bertanggung jawab dalam melaksanakan pekerjaan (Handayani dkk., 2006) to user commit 29 30 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 2. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Pendidikan Terakhir Frekuensi Persentase SD 71 33,97 % SMP 70 33,49 % SMA 55 26,32 % PT/Akademi 13 6,22 % Jumlah 209 100 % Sumber: Data Primer Penelitian bulan Agustus-September 2011 Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa kader Posyandu paling banyak menempuh pendidikan terakhir Sekolah Dasar yaitu sejumlah 71 orang (33,97 %) meskipun angka tersebut tidak terpaut jauh dengan pendidikan terakhir Sekolah Menengah Pertama yaitu sejumlah 70 orang (33,49 %). Salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi adalah tingkat pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan semakin tinggi motivasinya untuk melakukan pekerjaannya (Robin, 1996). commit to user 31 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Pekerjaan Frekuensi Persentase IRT 168 80,38 % Wiraswasta 11 5,26 % Swasta 21 10,05 % PNS 9 4,31 % 209 100 % Jumlah Sumber: Data Primer Penelitian bulan Agustus-September 2011 Berdasarkan tabel di 4.3 dapat diketahui bahwa kader Posyandu paling banyak bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga yaitu sejumlah 168 orang (80,38 %). Pekerjaan hanya sebagai kader Posyandu akan membuat kader semakin bertanggung jawab atas pekerjaannya dan tidak terabaikan oleh pekerjaan yang lain (Irawati, 2000). 4. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Perkawinan Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Status Perkawinan Status Perkawinan Belum Menikah Menikah Janda Jumlah Frekuensi Persentase 1 0,48 % 204 97,61 % 4 1,91 % 209 100 % Sumber: Data Primer Penelitian bulan Agustus-September 2011 commit to user 32 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa status perkawinan sebagian besar kader Posyandu adalah menikah, yaitu sejumlah 204 orang (97,61%). Kader Posyandu yang telah menikah pada umumnya mempunyai motivasi yang tinggi dalam pekerjaannya. Akan tetapi dapat juga sebaliknya karena adanya larangan dari suami sehingga kader Posyandu mengabaikan pekerjaannya (Nurhayati, 1997). 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Menjadi Kader Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Menjadi Kader Lama Menjadi Kader Frekuensi Persentase <5 tahun 35 16,75 % 5-10 tahun 70 33,49 % >10 tahun 104 49,76 % Jumlah 209 100 % Sumber: Data Primer Penelitian bulan Agustus-September 2011 Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa kader Posyandu yang telah menjadi kader lebih dari 10 tahun adalah yang paling banyak yaitu sejumlah 104 orang (49,76 %). Kader Posyandu yang aktif mempunyai masa kerja 5-10 tahun (Syafrida, 2003). Kader Posyandu yang mempunyai motivasi tinggi dimungkinkan dapat bertahan lebih dari 10 tahun untuk menjalankan pekerjaannya. commit to user 33 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 6. Karakteristik Responden Berdasarkan Penghasilan Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Penghasilan Penghasilan Frekuensi Persentase ≤ Rp 800.000,-/bulan 176 84,21 % >Rp 800.000,-/bulan 33 15,79 % Jumlah 209 100 % Sumber: Data Primer Penelitian bulan Agustus-September 2011 Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui bahwa jumlah kader Posyandu yang berpenghasilan kurang dari atau sama dengan Rp 800.000,- setiap bulan lebih banyak daripada kader Posyandu yang berpenghasilan lebih dari Rp 800.000,- setiap bulan. Kader Posyandu yang berpenghasilan kurang dari atau sama dengan Rp 800.000,- setiap bulan sejumlah 176 orang (84,21%). Kader Posyandu yang memiliki penghasilan yang tetap dan cukup untuk menghidupi kebutuhan keluarganya tentu dapat melaksanakan pekerjaan sebagai kader tanpa terbebani dengan kondisi kehidupan ekonomi keluarganya (Lubis, 2010). commit to user 34 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id B. Deskripsi Hasil Penelitian 1. Motivasi Kader Posyandu tentang Deteksi Dini Tuberkulosis Paru Hasil pengukuran motivasi kader Posyandu tentang deteksi dini TB paru melalui kuesioner didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 4.7 Tingkat Motivasi Kader Posyandu tentang Deteksi Dini Tuberkulosis Paru Motivasi Frekuensi Persentase Tinggi 166 79,4 % Sedang 43 20,6 % Rendah 0 0% Jumlah 209 100 % Sumber: Data hasil penelitian bulan Agustus dan September 2011 Berdasarkan tabel 4.7 dapat diketahui bahwa kader Posyandu yang mempunyai motivasi tinggi berjumlah paling banyak yaitu 166 orang (79,4%). Tidak didapatkan kader yang mempunyai motivasi rendah. 2. Jumlah Suspek Pasien Tuberkulosis Paru yang Diperiksa di Puskesmas Tabel 4.8 Jumlah Suspek Pasien TB Paru yang Diperiksa Dahak SPS di Puskesmas Jumantono (periode Januari-Juli) Hasil Pemeriksaan BTA Frekuensi Persentase BTA + 22 7,97 % BTA - 254 92,03 % Jumlah 276 100 % Sumber: Data sekunder dari puskesmas (Form TB-06) commit to user 35 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Dengan demikian dapat diketahui proporsi pasien TB paru BTA + terhadap suspek yaitu = ÊÊ Ê6) x 100 % = 7,97 %. Angka ini termasuk dalam kisaran yang normal (5 – 15 %). C. Hasil Analisis Hubungan Antarvariabel Tabel 4.9 Motivasi Kader Posyandu tentang Deteksi Dini Tuberkulosis Paru dengan Angka Temuan Suspek Pasien Tuberkulosis Paru di Kabupaten Karanganyar Terdapat Angka Temuan Suspek Tidak Terdapat Total Angka Temuan Suspek Motivasi Tinggi 53 113 166 Motivasi Sedang 3 40 43 Total 56 153 209 Sumber: Data hasil penelitian bulan Agustus dan September 2011 Dengan menggunakan SPSS 17 for Windows, data hasil penelitian diuji dengan Chi Square (α = 5%). Setelah dilakukan perhitungan analisis dengan Chi Square didapatkan nilai χ2 hitung (10,840) lebih besar dari nilai χ2 tabel (3,841) dengan derajat kemaknaan 0,00 (p < 0,05), sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi kader Posyandu tentang deteksi dini tuberkulosis paru dengan angka temuan suspek pasien tuberkulosis paru. Di samping itu, juga didapatkan Odds Ratio (OR) sebesar 6,254. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB V PEMBAHASAN Kader Posyandu mempunyai tugas utama dalam pelayanan di Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Karena keberadaannya di tengah-tengah masyarakat, kader Posyandu merupakan pihak yang potensial untuk ikut serta dalam menemukan suspek pasien TB paru dan merujuk suspek tersebut ke Puskesmas. Penelitian berjudul “Hubungan Motivasi Kader Posyandu tentang Deteksi Dini Tuberkulosis Paru dengan Angka Temuan Suspek Pasien Tuberkulosis Paru di Kabupaten Karanganyar” mendapatkan hasil penelitian sebagai berikut: kader Posyandu yang mempunyai motivasi tinggi sebanyak 79,4%, motivasi sedang sebanyak 20,6%, dan tidak didapatkan kader Posyandu yang mempunyai motivasi rendah. Selain motivasi kader Posyandu, hasil penelitian lain adalah dapat diketahui jumlah suspek yang diperiksa dahak SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu) di Puskesmas Jumantono pada bulan Januari sampai dengan Juli 2011, rinciannya adalah sebagai berikut: jumlah keseluruhan suspek yang diperiksa sejumlah 276 suspek, dari pemeriksaan BTA didapatkan BTA(+) pada 22 suspek dan BTA(-) pada 254 suspek. Proporsi pasien TB paru BTA(+) terhadap keseluruhan suspek sebesar 7,97%. Angka ini termasuk dalam kisaran yang normal yaitu 5%-15% (Depkes, 2008). Dalam rentang waktu Januari sampai dengan Juli 2011, jumlah keseluruhan suspek yang ditemukan dan dirujuk oleh kader Posyandu yang menjadi sampel commit to user 36 perpustakaan.uns.ac.id 37 digilib.uns.ac.id penelitian di Wilayah Kerja Puskesmas Jumantono adalah 83 suspek. Angka tersebut mencapai 30,1% dari keseluruhan suspek pasien TB paru yang telah diperiksa dahak SPSnya. Kader Posyandu dengan motivasi tinggi yang berhasil menemukan dan merujuk 2 suspek pasien TB paru sebanyak 27 orang. Kader Posyandu dengan motivasi tinggi yang berhasil menemukan dan merujuk 1 suspek pasien TB paru sebanyak 26 orang. Kader Posyandu dengan motivasi sedang yang berhasil menemukan dan merujuk 1 suspek pasien TB paru sebanyak 3 orang. Dalam penelitian ini tidak dilakukan analisis terhadap motivasi rendah karena tidak didapatkan kader Posyandu yang memiliki motivasi rendah. Dari hasil penelitian ini, didapatkan adanya hubungan yang signifikan antara motivasi kader Posyandu tentang deteksi dini tuberkulosis paru dengan angka temuan suspek pasien tuberkulosis paru (p = 0,00) dan mempunyai OR sebesar 6,254. Dengan demikian, semakin tinggi motivasi kader Posyandu untuk melakukan deteksi dini TB paru akan semakin banyak menemukan suspek pasien TB paru. Kader Posyandu yang mempunyai motivasi tinggi memiliki kemungkinan enam kali lebih besar untuk menemukan suspek pasien TB paru dibandingkan dengan Kader Posyandu yang mempunyai motivasi sedang. Motivasi merupakan kekuatan atau dorongan yang menggerakkan seseorang untuk berperilaku tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Motivasi juga akan mempengaruhi kinerja dari kader Posyandu. Motivasi yang tinggi untuk melakukan deteksi dini TB paru akan mendorong kader Posyandu semakin aktif untuk menemukan suspek pasien TB paru di lingkungan sekitarnya. Sehingga akan semakin banyak suspek pasien TB paru yang dirujuk ke Puskesmas untuk commit to user perpustakaan.uns.ac.id 38 digilib.uns.ac.id dilakukan pemeriksaan dahak SPS. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sudarsono (2010). Motivasi merupakan dorongan untuk mencapai tujuan yang akan diwujudkan dalam perilaku. Perilaku kader Posyandu untuk menemukan suspek pasien TB paru diadopsi dari pengetahuan, sikap, dan tindakan yang dimilikinya tentang deteksi dini TB paru. Oleh sebab itu, kriteria responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah responden yang sudah memiliki pengetahuan tentang deteksi dini TB paru. Hasil penelitian bahwa motivasi kader akan mempengaruhi tindakan kader Posyandu untuk berperan aktif dalam menemukan suspek pasien TB paru sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Efendi (2011). Keterkaitan erat perilaku dengan pengetahuan dan sikap juga ditunjukkan oleh hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Saputro (2009). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan dan sikap kader berhubungan dengan praktek penemuan suspek pasien TB paru. Pada penelitian ini, motivasi kader Posyandu tentang deteksi dini TB paru diukur dengan kuesioner dan didapatkan motivasi kader Posyandu tinggi dan sedang. Motivasi seseorang tidak selalu timbul dengan sendirinya. Motivasi dapat ditimbulkan, dikembangkan, dan diperkuat. Untuk bisa menimbulkan motivasi seseorang dapat dilakukan dengan cara menjelaskan tujuan yang akan dicapai, menjelaskan pentingnya mencapai tujuan, dan menjelaskan insentif yang akan diperoleh akibat tindakan yang dilakukan untuk mencapai tujan tersebut. Sedangkan untuk mengembangkan dan memperkuat motivasi, dapat dilakukan dengan memperjelas tujuan yang akan dicapai, memadukan motif yang dimiliki, commit to user perpustakaan.uns.ac.id 39 digilib.uns.ac.id merumuskan tujuan sementara yang sifatnya lebih dekat, memberitahukan hasil kerja yang telah dicapai, dan pemberian contoh yang positif (Handoko, 2002). Motivasi kader Posyandu tentang deteksi dini TB paru dapat ditimbulkan dengan memberikan penjelasan tentang tujuan dari deteksi dini TB itu sendiri misalnya dengan deteksi dini TB paru dapat menemukan suspek pasien TB paru baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat sekitar, membuat kader Posyandu secara pribadi maupun lingkungan masyarakat di sekitarnya semakin sadar akan kesehatan terutama yang berkaitan dengan TB paru. Pentingnya mencapai tujuan tersebut juga perlu untuk dijelaskan, misalnya dengan ditemukan suspek pasien TB paru maka akan dapat diketahui apakah suspek tersebut positif pasien TB atau bukan setelah dilakukan pemeriksaan dahak di Puskesmas. Jika suspek yang ditemukan terdiagnosis TB paru BTA (+), maka pasien tersebut akan segera mendapatkan pengobatan dan penularan kepada orang-orang sekitar akan dapat dicegah. Menjelaskan insentif yang akan diperoleh juga dapat dilakukan untuk menimbulkan motivasi kader Posyandu. Insentif yang dapat diberikan dapat bersifat materi maupun non materi. Insentif non materi misalnya dapat dengan pujian ataupun penghargaan yang lain sehingga membuat kader Posyandu akan merasa usahanya tidak sia-sia. Motivasi kader Posyandu tentang deteksi dini TB paru dapat dikembangkan dan diperkuat dengan memperjelas tujuan yang ingin dicapai. Perlu dijelaskan kembali secara terperinci tentang tujuan awal dari deteksi dini TB paru dan segala hal yang berkaitan dengan proses deteksi dini TB paru itu sendiri. Motif-motif yang sudah dimiliki kader Posyandu termasuk di dalamnya motif biogenetis, commit to user perpustakaan.uns.ac.id 40 digilib.uns.ac.id sosiogenetis, dan theogenetis perlu dipadukan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan yaitu menemukan suspek pasien TB paru. Tujuan sementara yang sifatnya lebih dekat juga perlu dijelaskan kepada kader Posyandu, misalnya dengan ditemukannya suspek yang akhirnya terdiagnosis TB paru BTA (+), berarti kader telah berhasil mengurangi penderitaan pasien karena pasien tersebut segera mendapatkan pengobatan. Hasil kerja yang telah dicapai, dalam hal ini keberhasilan kader Posyandu dalam menemukan dan merujuk suspek pasien TB paru perlu diberitahukan. Dengan demikian, kader akan merasa usaha yang mereka lakukan berarti dan tidak melemahkan usaha selanjutnya. Pemberian contoh yang positif juga penting untuk mengembangkan dan memperkuat motivasi kader Posyandu. Contoh yang konkret dapat mendorong kader Posyandu untuk menemukan pasien TB paru, misalnya dengan memberikan contoh adegan membina komunikasi yang baik antara kader Posyandu dengan suspek pasien TB. Kader Posyandu akan semakin memahami perannya dan akan semakin terdorong untuk menemukan suspek pasien TB. Usaha untuk menimbulkan, mengembangkan, dan memperkuat motivasi ini dapat berjalan dengan baik jika dilakukan secara terus-menerus. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah membuka luas kesempatan bagi kader Posyandu untuk bertanya kepada bidan wilayah ataupun petugas TB yang ada di Puskesmas jika ada hal-hal yang kader Posyandu kurang mengerti tentang deteksi dini TB itu sendiri maupun hal lain yang berkaitan dengan TB. Selain itu, evaluasi dan monitoring secara berkala harus tetap dilakukan untuk mengetahui permasalahan di lapangan dan cara mengatasinya serta untuk mencegah terjadinya penjaringan commit to user 41 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id suspek pasien TB paru yang terlalu ketat. Dengan dukungan dari pihak Puskesmas tersebut diharapkan motivasi kader Posyandu akan semakin tinggi untuk menemukan suspek pasien TB paru. Upaya untuk memberdayakan kader Posyandu dalam penemuan suspek pasien TB paru secara active case finding diharapkan dapat mendukung program DOTS yang sudah ada saat ini agar jumlah pasien TB terutama tipe menular yang diobati mencapai jumlah maksimal. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara motivasi kader Posyandu tentang deteksi dini tuberkulosis paru dengan angka temuan suspek pasien tuberkulosis paru (p = 0,00 ; OR = 6,254). Semakin tinggi motivasi kader Posyandu untuk melakukan deteksi dini TB paru semakin banyak suspek pasien TB paru yang ditemukan. Kader Posyandu yang mempunyai motivasi tinggi memiliki kemungkinan enam kali lebih besar untuk menemukan suspek pasien TB paru dibandingkan dengan Kader Posyandu yang mempunyai motivasi sedang. B. Saran 1. Bagi Dinas Kesehatan selaku pembuat kebijakan, diharapkan dapat melibatkan kader dalam penemuan suspek pasien TB paru untuk meningkatkan cakupan penemuan. 2. Bagi Puskesmas, diharapkan dapat meningkatkan motivasi kader Posyandu dalam keterlibatannya menemukan suspek pasien TB paru. 3. Bagi peneliti lain, diharapkan dapat dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui faktor lain yang mempengaruhi angka temuan suspek pasien tuberkulosis paru. commit to user 42