SUMBER MATA AIR PELESTARIAN FUNGSI MANFAATNYA Pegunungan Vulkanik, Sumber Mata Air Terbaik Air adalah zat atau materi atau unsur yang penting bagi semua bentuk kehidupan yang diketahui sampai saat ini di bumi. Tubuh manusia terdiri dari 55% sampai 78% air, tergantung dari ukuran badan. Agar dapat berfungsi dengan baik, tubuh manusia membutuhkan antara satu sampai tujuh liter air setiap hari untuk menghindari dehidrasi (jumlah pastinya bergantung pada tingkat aktivitas, suhu, kelembaban, dan beberapa faktor lainnya). Sebagian besar orang percaya bahwa manusia membutuhkan 8–10 gelas (sekitar dua liter) per hari. Namun hasil penelitian yang diterbitkan Universitas Pennsylvania pada tahun 2008 menunjukkan bahwa konsumsi sejumlah 8 gelas tersebut tidak terbukti banyak membantu dalam menyehatkan tubuh. Malah kadangkadang untuk beberapa orang, jika meminum air lebih banyak atau berlebihan dari yang dianjurkan dapat menyebabkan ketergantungan. Literatur medis lainnya menyarankan konsumsi satu liter air per hari, dengan tambahan bila berolahraga atau pada cuaca yang panas. Manusia diperkirakan hanya bertahan hidup tanpa mengkonsumsi air atau menahan haus sekitar tiga sampai lima hari. Sementara tanpa makan, dengan tetap mengkonsumsi air, manusia masih mampu bertahan hidup hingga delapan minggu. Namun dengan meminum air dari sumber air yang bagus dan kondisi fisiknya baik, seseorang akan bisa bertahan hidup lebih dari delapan minggu. Dari volume air tawar yang ada, ternyata tidak semua air tawar baik dikonsumsi oleh manusia dan makhluk hidup. Hal ini karena terjadinya pencemaran. Dahulu kala, sebelum terjadinya pencemaran, air permukaan tanah seperti yang ada di sungai, danau, layak dikonsumsi. Secara alamiah air permukaan tanah masih mampu menetralisir dari berbagai muatan yang merugikan bila dikonsumsi, seperti racun dan kotoran, sehingga tetap layak dikonsumsi. Sekarang ini, air yang masih layak untuk dikonsumsi tinggal air tanah. Itupun tidak semua air tanah, karena sudah terjadi pencemaran dan mulai terkontaminasinya air tanah dengan air laut yang merembes jauh ke dalam tanah. Para ahli hidrogeologi berpendapat, sumber mata air yang paling layak dan paling bagus dikonsumsi adalah sumber air yang berasal dari mata air pegunungan vulkanik. Dari hasil penelitian para ahli hidrogeologi menemukan fakta bahwa mata air pegunungan vulkanik memenuhi ketiga syarat karakteristik sumber air tanah, yaitu kualitas, kuantitas, dan kontinuitas. Kuantitas dipengaruhi oleh curah hujan, siklus air dan kondisi hidrogeologis area di sekitar sumber daya air tersebut. Kualitas dipengaruhi oleh faktor alami (kondisi serta komposisi tanah dan batuan) maupun aktivitas manusia (pertanian, pencemaran rumah tangga, industri, dan lain sebagainya). Sedangkan kontinuitas memberi keseimbangan antara pemakaian dan pengisian ulang. Terbentuknya air tanah bermula dari siklus hidrologi, dimana awan tersusun oleh jutaan tetes kecil air, yang sangat ringan, sehingga tetesan ini dapat melayang di udara, kemudian terangkat oleh aliran udara hangat dari darat dan akhirnya dapat berubah menjadi air hujan yang jatuh ke bumi. Air tersebut meresap dan tersimpan ke bawah permukaan tanah, yang kemudian karena pengaruh gaya gravitasi bergerak secara vertikal menembus lapisanlapisan tanah hingga mencapai zona jenuh air dan akhirnya tersimpan di dalam lapisan batuan pembawa air yang disebut akuifer. Suklis air di alam (Sumber: http://kimlingiwill.blogspot.com/2010/11/pegununganvulkanik-sumber-mata-air.html) Berdasarkan materi penyusun dan lingkungan fisiknya, terdapat beberapa jenis akuifer, yaitu akuifer allufial fan (berada di daerah pantai, daerah endapan sungai dan sekitarnya), akuifer sedimen (lapisan gambut, organik), akuifer karst (pegunungan kapur) dan akuifer vulkanik (di daerah pegunungan berapi), yang menjadi sumber air tawar terbaik. Akuifer ialah lapisan atau formasi batuan yang mampu menyimpan dan meloloskan air dalam jumlah yang cukup berarti, yang mampu memberi pasokan kepada sumur atau mata air. Indonesia merupakan daerah tropis basah dengan curah hujan yang relatif tinggi dan secara geologis terletak di daerah busur gunung api. Indonesia mempunyai lebih dari seratus gunung api aktif maupun non aktif. Secara geologis gunung-gunung api tersebut membentuk lapisan-lapisan batuan yang sangat kondusif untuk berperan sebagai sebagai akuifer. Selama pengalirannya, air tanah mengalami berbagai proses yang membuat air tanah mengadung berbagai macam mineral dan akhirnya mempunyai kualitas yang berbeda di setiap tempat. Sebagai kelanjutan proses alamiah, air tanah kemudian ada yang muncul di permukaan dan disebut sebagai mata air. Dalam hal ini, mata air di pegunungan dianggap sebagai sumber air yang sempurna, baik kuantitas maupun kualitasnya. Debit mata air di pegunungan umumnya besar dan terus menerus karena di daerah ini umumnya merupakan daerah basah dengan intensitas curah hujan tinggi serta masih memiliki daerah tangkapan air yang relatif baik. Pengelolaan Sumber Mata Air untuk Air Bersih Pembangunan yang dilaksanakan karena kemajuan IPTEK di Indonesia, telah berhasil meningkatkan kesehatan bangsa. Namun di dalam keberhasilan tersebut terdapat beberapa kendala. Salah satu diantaranya adalah kekurangan air bersih, yaitu air yang jernih, tidak berwarna, tawar dan tidak berbau. Ketersediaan air bersih sejak dahulu sudah menjadi salah satu ciri kesejahteraan masyarakat. Tanpa air bersih tidak mungkin terwujud masyarakat yang sehat. Air bersih merupakan barang yang semakin penting juga langka, karena air bersih sangat dibutuhkan oleh masyarakat dan pelaksana industri. Sebaliknya karena perkembangan IPTEK, mutu airpun dapat diperbaharui. Air merupakan kebutuhan pokok makhluk hidup baik manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Dan untuk kelangsungan hidupnya, harus tersedia air dalam bentuk cair. Manusia dan makhluk hidup lainnya yang tidak hidup dalam air, senantiasa mencari tempat tinggal dekat air supaya mudah untuk mengambil air untuk keperluan hidupnya. Semakin meningkatnya jumlah penduduk di Kelurahan Karanganyar Gunung, meningkat pula keperluan air bersih untuk keperluan sehari-hari. Namun hingga sekarang belum semua warga dapat menikmati air bersih secara layak, karena belum semua warga memiliki saluran air bersih/ PDAM. Para pemakai mata air ini dikelompokan menjadi tiga, yaitu pelanggan, membeli diwarung air yang dikelola, dan yang mengambil sendiri di mata air. Kemampuan penyediaan air bersih untuk kehidupan sehari-hari bagi manusia adalah hal yang sangat penting. Air, tanah dan manusia adalah hal yang tidak dapat dipisahkan. Ketersediaan air untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari merupakan masalah yang cukup pelik, baik pada musim penghujan maupun musim kemarau, warga memperoleh air bersih dari mata air yang dialirkan ke warung air, dan warga memperoleh dengan membeli air. Hal ini karena kondisi fisik wilayahnya berupa perbukitan dengan batuan yang keras, batu padas, sehingga tidak mudah bagi penduduk untuk membuat sumur. Air, tanah dan manusia adalah hal yang tidak dapat dipisahkan (Rismunandar, 2001). Air dari mata air mengandung Na, Mg, Ca, Fe, O2. Selain itu air sering kali mengandung bakteri/ mikro organisme lainnya. Air yang mengandung bakteri/ mikro organisme tidak dapat langsung digunakan sebagai air minum, tetapi harus direbus dahulu. Pada batas tertentu air minum diharapkan mengandung mineral agar terasa segar pada waktu di minum. Air bersih adalah air yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak terlebih dahulu (DepKes RI, 2002). Menurut Totok (2004) peningkatan kuantitas air adalah syarat kedua setelah kualitas, karena semakin maju tingkat hidup seseorang meningkat pula kebutuhan air dari masyarakat tersebut. Untuk maksud seperti itu, tersebut berbagai ekelembagaan di pedesaan telah mengelola sumber mata air dengan cara dibuatkan bak penampungan air yang kemudian dialirkan kewarung air dan rumah pelanggan. Pengertian air Secara alamiah air merupakan kekayaan alam yang dapat diperbaharui dan mempunyai daya regenerasi yaitu selalu mengalami sirkulasi dan mengikuti daur. Daur hidrologi diberi batasan sebagai tahapan-tahapan yang dilalui air dari atmosfer, penguapan dari tanah atau laut, kondensasi untuk membentuk awan, presipitasi akumulasi di dalam tanah maupun tubuh air dan menguap kembali. Menurut Undang-undang tentang sumber daya air pada pasal 1, yang dimaksud dengan air adalah semua air yang terdapat pada, diatas, ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat. Air adalah salah satu di antara pembawa penyakit yang berasal dari tinja untuk sampai kepada manusia. Supaya air yang masuk ketubuh manusia baik berupa makanan dan minuman tidak menyebabkan penyakit, maka pengolahan air baik berasal dari sumber, jaringan transmisi atau distribusi adalah mutlak diperlukan untuk mencegah terjadinya kontak antara kotoran sebagai sumber penyakit dengan air yang diperlukan. Air memiliki karakteristik yang tidak dimiliki oleh senyawa kimia lain, karakteristik tersebut antara lain : 1. Pada kisaran suhu yang sesuai bagi kehidupan, yakni 00 C (320 F) - 1000 C, air berwujud cair. 2. Perubahan suhu air berlangsung lambat sehingga air memiliki sifat sebagai penyimpan panas yang sangat baik. 3. Air memerlukan panas yang tinggi pada proses penguapan. Penguapan adalah proses perubahan air menjadi uap air. 4. Air merupakan pelarut yang baik. 5. Air memiliki tegangan permuakaan yang tinggi. 6. Air merupakan satu-satunya senyawa yang merenggang ketika membeku. Air kita perlukan untuk proses hidup dalam tubuh kita, tumbuhan dan juga hewan. Sebagian besar tubuh kita, tumbuhan dan hewan terdiri atas air. Air juga kita perlukan untuk berbagai keperluan rumah tangga, pengairan pertanian, industri, rekreasi dan lain-lain. Dengan tidak tersedianya air dan sanitasi yang baik, biasanya golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah adalah yang paling menderita, karena bukan saja disebabkan oleh kurang adanya pengertian bagaiamana caranya untuk mengurangi pengaruh negatif yang disebabkan untuk tempat tinggal yang tidak memenuhi syarat akibat pengaruh yang melemahkan dari kondisi hidup yang kurang sehat, sehingga mempengaruhi produktivitas dari mereka yang tidak mampu membiayai penyediaan sarana air bersih tersebut. Sumber air bermacam-macam, ada tiga sumber air yang paling banyak ditemukan, yakni air hujan, air permukaan, dan air tanah. 1. Air Permukaan Air permukaan adalah air hujan yang mengalir di permukaan bumi. Pada umumnya air permukaan ini mendapat pengotoran selama pengalirannya, misalnya oleh lumpur, batang-batang kayu, daun-daun, dan sebagainya. Air permukaan dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok utama, yaitu : (1). Perairan tergenang, dan (2). Badan air mengalir. 2. Air Tanah Air tanah merupakan air yang berada di bawah permukaan air tanah. Air tanah merupakan sumber utama, tapi bukan satu-satunya sumber air minum. Maka kelayakan air tanah tersebut menjadi persoalan utama. Air tanah adalah air yang keluar dengan sendirinya kepermukaan tanah. Mata air yang berasal dari tanah dalam, hampir tidak terpengaruh oleh musim dan kuantitas/ kualitasnya sama dengan keadaan air dalam (Totok Sutrisno, 2004). Menurut direktorat penyehatan air Ditjen PPM dan PLP departemen Kesehatan Republik Indonesia (1997), mata air/ air tanah adalah air yang berada di dalam tanah untuk memperolehnya dengan cara menggali/ dibor atau secara alamiah keluar ke permukaan tanah (mata air). Pada dasarnya, air tanah dapat berasal dari air hujan, baik melalui proses infiltrasi secara langsung maupun tidak langsung dari ais sungai, danau rawa, dan genangan air lainnya. Pada saat infiltrasi kedalam tanah, air permukaan mengalami kontak dengan mineral-mineral yang terdapat didalam tanah dan melarutkannya, sehingga kualitas air mengalami perubahan karena terjadi reaksi kimia. Kadar oksigen yang masuk ke dalam tanah menurun, digantikan oleh karbondioksida yang berasal dari proses biologis, yaitu dekomposisi bahan organik yang terlarut dalam air tanah. Menurut Totok Sutrisno (2004) air tanah terbagi atas : 1. Air tanah dangkal Terjadi karena daya proses peresapan air tanah. Lumpur akan tertahan , demikian pula dengan sebagian bakteri, sehingga air tanah akan jernih, tetapi lebih banyak mengandung zat kimia (garam-garam yang terlarut) karena melalui lapisan tanah yang mempunyai unsur-unsur kimia tertentu untuk masing-masing lapisan tanah. Lapisan tanah disini berfungsi sebagai penyaring. Air tanah dangkal ini terdapat pada kedalaman 15,00 m. Sebagai sumur air minum, air tanah ini ditinjau dari segi kualitas agak baik. Kuantitas kurang cukup dan tergantung pada musim. 2. Air tanah dalam Air tanah dalam terdapat setelah lapis rapat yang pertama. Pengambilan air tanah dalam, tak semudah pada air tanah dangkal. Kualitas dari air tanah dalam lebih baik dari air dangkal, karena penyaringannya lebih sempurna dan bebas dari bakteri. 3. Mata air Adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya kepermukaan tanah. Mata air yang berasal dari tanah dalam, hampir tidak terpengaruh oleh musim dan kuantitas/ kualitasnya sama dengan keadaan air dalam. Menurut direktorat penyehatan air Ditjen PPM dan PLP departemen Kesehatan Republik Indonesia (1997:6) mata air/ air tanah adalah air yang berada di dalam tanah untuk memperolehnya dengan cara menggali/ dibor atau secara alamiah keluar ke permukaan tanah (mata air). 4. Air Hujan Hujan terjadi karena penguapan, terutama air pemukaan laut yang naik ke atmosfer dan mengalami pendinginan kemudian jatuh kepermukaan bumi. Proses penguapan tersebut terus berlangsung., misalnya pada saat butiran hujan jatuh ke permukaan bumi, sebagian akan menguap sebelum mencapai permukaan bumi. Sebagian akan tertahan tanaman-tanaman dan oleh matahari diuapkan kembali ke atmosfer. Air hujan yang sampai di permukaan bumi, akan mengisi cekungan, kubangan dipermukaan bumidan sebagian akan mengalir pada permukaan bumi (Benyamin, 1997). Pengelolaan Sumberdaya Air Pengelolaan sumberdaya air adalah upaya merencanakan, malaksanakan, memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air dan pengendalian daya rusak air. (UU No7, 2004). Pengelolaan sumber daya air mencakup kepentingan lintas sektoral dan lintas wilayah yang memerlukan keterpaduan untuk menjaga dan memanfaatkan sumber air. Pengelolaan sumber daya air dilakukan melalui koordinasi antara pemerintah daerah dan masyarakat. Menurut KepMenKes No. 907/MENKES/SK/VII/2002, bahwa setiap pengelola sumber daya air diwajibkan melakukan pengelolaan dan pengawasan sumber mata air, dengan cara : 1. Menjamin air yang diproduksi memenuhi syarat-syarat kesehatan, dengan melakukan pemeriksaan secara berkala terhadap kualitas air yang diproduksi 2. Melakukan pengamanan terhadap sumber air baku yang dikelola dari segala bentuk pencemaran sesuai denga peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam melakukan pengelolaan terhadap sumber air yang memperoleh pengawasan dari pemerintah dan instansi terkait (Dinas Kesehatan). Kelayakan air Kelayakan air dapat diukur secara kualitas dan kuantitas. Kualitas air adalah sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain dalam air. Kualitas air 1. Persyaratan Fisik Menurut Kusnaedi (2004), syarat-syarat sumber mata air yang bisa digunakan sebagai air bersih adalah sebagai berikut : a. Kekeruhan Air yang berkualitas harus memenuhi persyaratan fisik seperti berikut jernih atau tidak keruh. Air yang keruh disebabkan oleh adanya butiran-butiran koloid dari bahan tanah liat. Semakin banyak kandungan tanah liat maka air semakin keruh. Derajat kekeruhan dinyatakan dengan satuan unit. b. Tidak berwarna Air untuk keperluan rumah tangga harus jernih. Air yang berwarna berarti mengandung bahan-bahan lain yang berbahaya bagi kesehatan. c. Rasanya tawar Secara fisika, air bisa dirasakan oleh lidah. Air yang terasa asam, manis, pahit, atau asin menunjukan bahwa kualitas air tersebut tidak baik. Rasa asin disebabkan adanya garam-garam tertentu yang larut dalam air, sedangkan rasa asam diakibatkan adanya asam organik maupun asam anorganik. d. Tidak berbau Air yang baik memiliki ciri tidak berbau bila dicium dari jauh maupun dari dekat. Air yang berbau busuk mengandung bahan-bahan organik yang sedang mengalami dekomoposisi (penguraian) oleh mikroorganisme air. e. Temperaturnya normal Air yang baik harus memiliki temperatur sama dengan temperatur udara (2026 C). Air yang secara mencolok mempunyai temperatur di atas atau di bawah temperatur udara berarti mengandung zat-zat tertentu yang mengeluarkan atau menyerap energi dalam air. f. Tidak mengandung zat padatan Bahan padat adalah bahan yang tertinggal sebagai residu pada penguapan dan pengeringan pada suhu 103 -105oC (Totok Sutrisno, 2004). Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/ MENKES/ SK/VII/2002, persyaratan fisik air adalah sebagai berikut : Tabel 2. Persyaratan Kualitas Air Bersih Secara Fisika Parameter Satuan Kadar Maksimum yang Keterangan diperbolehkan Paraneter fisik Tidak berbau dan Warna TCU 15 berasa Rasa dan bau Temperatur 0C Suhu udara 3oC Kekeruhan NTU 5 Sumber : Departemen Kesehatan RI ( 2002:14) 2. Persyaratan kimia Kualiats air tergolong baik bila memenuhi persyaratan kima sebagai berikut : a. pH netral. pH adalah merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan intensitas keadaan asam atau basa suatu larutan. Skala pH diukur dengan pH meter atau lakumus. Air murni mempunyai pH 7. Apabila pH di bawah 7 berarti air bersifat asam, sedangkan bila di atas 7 bersifat basa (rasanya pahit). b. Tidak mengandung bahan kimia beracun. Air yang berkualitas baik tidak mengandung bahan kimia beracun seperti sianida sulfida, fenolik c. Tidak mengandung garam-garam atau ion-ion logam. Air yang berkualitas baik tidak mengandung garam atau ion-ion logam seperti Fe, Mg, Ca, K, Hg, Zn, Cl, Cr, dan lain-lain. d. Kesadahan rendah. Kesadahan adalah merupakan sifat air yang disebabkan oleh adanya ion-ion (kation) logam valensi dua. Tingginya kesadahan berhubungan dengan garam-garam yang terlarut di dalam air terutama garam Ca dan Mg. e. Tidak mengandung bahan organik. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/ MENKES/ SK/VII/2002, persyaratan kimia air adalah sebagai berikut : Tabel 3. Persyaratan Kualitas Air Bersih Secara Kimia Parameter Satuan Antimon mg/L Kadar maksimum 0.005 Keterangan Air Raksa mg/L 0.001 Arsenic mg/L 0.01 Barium mg/L 0.7 Boron mg/L 0.3 Kadmium mg/L 0.003 Kromium(Valensi 6) mg/L 0.05 Tembaga mg/L 2 Sianida mg/L 0.07 Flourida mg/L 1.5 Timbal mg/L 0.01 Molybdenum mg/L 0.07 Nikel mg/L 0.02 Nitrat mg/L 50 Nitri mg/L 3 Selenium mg/L 0.01 Sumber : Departemen Kesehatan RI ( 2002:9) 3. Persyaratan Bakteriologis Air tidak boleh mengandung Coliform. Air yang mengandung golongan Coli dianggap telah terkontaminasi dengan kotoran manusia (Totok Sutrisno, 2004). Sedangkan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/ MENKES/ SK/VII/2002, persyaratan Bakteriologis air adalah sebagai berikut : Tabel 4. Persyaratan Kualitas Air Bersih secara Bakteriologis Parameter Satuan Kadar Maksimum yang Keterangan diperbolehkan Total Bakteri Jumlah per 100 ml 0 Coliform sampel Sumber : Departemen Kesehatan RI ( 2002:8) Kuantitas Air Kuantitas adalah jumlah atau banyaknya sesuatu ( EM Zul Fjri, dkk. 2000). Menurut I Wayan Sudiarsa (2004:27), permasalahan kuantitas air lebih menjurus pada kemampuan merosotnya daya dukung yang mengecil karena hal-hal berikut : 1. Eksploitasi berlebihan Eksploitasi air yang berlebihan dapat mengakibatkan imbangan air melampaui daya dukungnya. 2. Eksploitasi yang tidak tepat sasaran Eksploitasi penggunaan air yang tidak tepat sasaran dan hanya mengejar kepentingan jangka pendek, misalnya pengeboran air tanah untuk irigasi. 3. Pengrusakan daerah resapan air Pengrusakan daerah resapan air, seperti hutan, yang menimbulkan puncak hidrograf yang tinggi dan berakibat menurunnya infiltrasi air untuk menjadi air tanah. 4. Belum adanya konsistensi dan komitmen yang tinggi dari usaha-usaha konservasi air, walaupun dengan cara-cara yang sederhana Kebutuhan Air Di Indonesia, penduduk yang masih tergantung pada air alam masih banyak tersebar diseluruh pelosok. Bahkan ada diantara mereka juga menggunakan air yang tidak berkualitas. Hal ini terpaksa mereka lakukan karena keterbatasan pengetahuan dan sarana penunjang penyediaan air bersih (Kusnaedi, 2004). Semakin maju tingkat hidup seseorang, maka akan semakin tinggi pula tingkat kebutuhan air dari masyarakat tersebut (Totok Sutrisno, 2004). Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 7 tahun 2004 tentang sumber daya air, yang dimaksud dengan kebutuhan pokok sehari-hari adalah air untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang digunakan pada atau diambil dari sumber air untuk keperluan sendiri guna mencapai kehidupan yang sehat, bersih dan produktif. Menurut Wisnu Arya Wardhana (2001) keperluan air per orang per hari terdiri dari keperluan air minum, keperluan air untuk memasak, air untuk Mandi Cuci Kakus (MCK), air untuk mencuci pakaian, air untuk wudhu, air untuk kebersihan rumah, air untuk menyiram tanaman, dan air untuk keperluan yang lainnya. Tabel 5. Keperluan Air Per Orang Per Hari Keperluan Air yang dipakai Minum 2.0 liter Memasak; kebersihan dapur 14.5 liter Mandi; kakus 20.0 liter Cuci pakaian 13.0 liter Air Wudhu 15.0 liter Air untuk kebersihan rumah 32.0 liter Air untuk menyiram tanaman 11.0 liter Air untuk mencuci kendaraan 22.5 liter Air untuk keperluan lain-lain 20.0 liter Jumlah 150.0 liter Sumber : Wisnu Arya Wardhana (2001) Pengelolaan Air Bersih Air bersih adalah air yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum jika telah diolah (DepKes RI, 2002). Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 7 tahun 2004 tentang sumber daya air, yang dimaksud dengan kebutuhan pokok sehari-hari adalah air untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang digunakan pada atau diambil dari sumber air untuk keperluan sendiri guna mencapai kehidupan yang sehat, bersih dan produktif. Sedangkan menurut Totok Sutrisno (2004) untuk keperluan minum, maka dibutuhkan air rata-rata sebanyak 5 liter/ hari. Tidak tersedianya air bersih dan sanitasi yang baik, biasanya golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah adalah yang paling menderita, karena bukan saja disebabkan oleh kurang adanya pengertian bagaiamana caranya untuk mengurangi pengaruh negatif yang disebabkan untuk tempat tinggal yang tidak memenuhi syarat akibat pengaruh yang melemahkan dari kondisi hidup yang kurang sehat, sehingga mempengaruhi produktivitas dari mereka yang tidak mampu membiayai penyediaan sarana air bersih tersebut. Pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan, malaksanakan, memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air dan pengendalian daya rusak air. (UU No7, 2004 : 8). Pengelolaan sumber daya air mencakup kepentingan lintas sektoral dan lintas wilayah yang memerlukan keterpaduan untuk menjaga dan memanfaatkan sumber air. Pengelolaan sumber daya air dilakukan melalui koordinasi antara pemerintah daerah dan masyarakat. Menurut KepMenKes No. 907/MENKES/SK/VII/2002, bahwa setiap pengelola sumber daya air diwajibkan melakukan pengelolaan dan pengawasan sumber mata air, dengan cara : 1. Menjamin air yang diproduksi memenuhi syarat-syarat kesehatan, dengan melakukan pemeriksaan secar aberkala terhadap kualitas air yang diproduksi melalui : a. Pemeriksaan instalasi pengolahan air b. Pemeriksaan pada jaringan pipa distribusi c. Pemeriksaan pada jaringan pipa sambungan ke konsumen 2. Melakukan pengamanan terhadap sumber air baku yang dikelola dari segala bentuk pencemaran sesuai denga peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam melakukan pengelolaan terhadap sumber air yang memperoleh pengawasan dari pemerintah dan instansi terkait (dinas kesehatan), maka setiap pengelola wajib menjamin kualitas air yang dikelola melalui langkah-langkah sebagai berikut : a. Memperbaiki dan menjaga kualitas air sesuai petunjuk yang diberikan Dinas Kesehatan berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan b. Melakukan pemeliharaan jaringan perpipaan dari kebocoran dan melakukan usaha-usaha untuk mengatasi korosifitas air dalam jaringan perpipaan secara rutin. c. Membantu petugas Dinas Kesehatan setempat dalam pelaksanaan pengawasan kualitas air dengan memberi kemudahan petugas memasuki tempat-tempat dimana tugas pengawasan kualitas air dilaksanakan. d. Mencatat hasil pemeriksaan setiap sampel air, meliputi tempat pengambilan sampel (pemukiman, jalan, nomor rumah, titik sampling), waktu pengambilan, hasil analisa pemeriksaan laboratorium termasuk metode yang dipakai, dan penyimpangan parameter. e. Mengirimkan duplikat pencatatan kepada Dinas Kesehatan setempat. Dokumen ini harus disimpan arsipnya untuk masa selama minimal 5 tahun. PENGELOLAAN SUMBER MATA AIR WIWET DAN BAMBANG UNTUK SUPLAI AIR BERSIH PENDUDUK DI KECAMATAN WAJAK KABUPATEN MALANG (Bayu Adiwena Mustika, Bagus Setiabudi Wiwoho dan Sugeng Utaya, 2010) Pengelolaan air merupakan cara menyediakan air untuk memenuhi kebutuhan penduduk sehari-hari. Pemenuhan kebutuhan air bersih penduduk di Desa Bringin berbeda dengan desa lain, hal ini ditunjukkan setiap dusunnya memiliki pengelolaan air bersih yaitu Dusun Bringin dan Dusun Garotan. Pelayanan air bersih di Dusun Garotan menurut masyarakat kurang maksimal di bandingkan Dusun Bringin, hal ini ditunjukkan pelayanan air penduduk Dusun Garotan menggunakan sistem batasan waktu dalam memperoleh air bersih yaitu 1-3 jam/KK sedangkan penduduk di Dusun Bringin memperoleh air selama 24 jam. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebutuhan air bersih penduduk Dusun Bringin dan Garotan, bagaimana kualitas air di sumber air dan di rumah penduduk, membandingkan cara pengelolaan sumber mata air di Dusun Bringin dan Garotan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif komparatif. Metode yang digunakan yaitu metode survey. Populasi dalam penelitian ini meliputi sumber air Wiwet dan Bambang dan penduduk Dusun Bringin dan Garotan. Sampel dalam penelitian ini ada dua yaitu, sampel air dan sampel responden. Sampel air diambil di sumber air dan rumah penduduk yang dilakukan dengan cara random sampling. Sampel responden ditentukan dengan stratified sampling dan jumlah responden ditentukan dengan proporsional random sampling. Jumlah responden di Dusun Bringin 38 responden dan Dusun Garotan 22 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Debit sumber mata air Wiwet 505612,8 liter/hari dan mata air Bambang 290822,4 liter/hari dan kebutuhan air bersih penduduk Dusun Bringin sebesar 322292,69 liter/hari dan Dusun Garotan sebesar 239790,65 liter/jiwa/hari, (2) Parameter bau, rasa, warna, kekeruhan, Fe, Mn, pH, CaCO3 memenuhi standar baku mutu air bersih, (3) Perbedaan pengelolaan air di Dusun Bringin dan Garotan yaitu di Dusun Bringin menggunakan bak penampungan yang tertutup dengan adanya saluran pembuangan, menggunakan katup, dan pengaliran air selama 24 jam, (4) Topografi di Dusun Garotan lebih mendukung dalam penyediaan air bersih, sedangkan partisipasi masyarakat, biaya, pengetahuan pengelola Dusun Bringin lebih baik dibandingkan dengan di Dusun Garotan. (5) Besaran kebutuhan air bersih penduduk Dusun Bringin dan Garotan dapat tercukupi dengan debit sumber air Wiwet dan Bambang, (6) Kualitas air di kedua dusun memenuhi standar baku mutu air bersih; (7) Pengelolaan air di Dusun Bringin lebih baik dibandingkan dengan pengelolaan air di Dusun Garotan, (8) Penyebab perbedaan pengelolaan mata air Wiwet dan Bambang yaitu perbedaan topografi, partisipasi masyarakat, keuangan, dan pengetahuan pengelola. Degradasi Sumber Mata Air Mata air di berbagai daerah di Indonesia semakin menyusut debitnya, termasuk di kawasan Gunung Ciremai. Ratusan ribu pelanggan air PDAM di Cirebon terancam tidak mendapatkan pasokan air bersih, setelah terjadi kerusakan lingkungan di kawasan Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan. Kerusakan lingkungan di kawasan Gunung Ciremai mengakibatkan kapasitas mata air terus menyusut. Di kawasan ini, dari sekitar 1500 mata air yang ada saat ini tinggal 52 buah mata air. Oleh karena itu, apabila tidak ada keseriusan melakukan konservasi atas kawasan yang menjadi sumber mata air tersebut, kemungkinan 20 tahun lagi warga Cirebon tidak bisa menikmati air bersih. Kerusakan lingkungan di kawasan Gunung Ciremai Kuningan dan Majalengka lebih disebabkan karena penggundulan hutan dan aktivitas galian C. Akibatnya, sumber mata air yang memasok air minum untuk warga Kota Cirebon dan sumber mata air untuk pelanggan PDAM terus mengalami penyusutan debit setiap tahunnya. Debit pada sumber mata air di kaki Gunung Ciremai saat ini telah menyusut hingga 20 persen akibat aktivitas galian C di kawasan hutan lindung, sehingga diperlukan perhatian serius untuk konservasi sumber mata air yang dimanfaatkan untuk ratusan ribu warga Cirebon itu. Pengguna air termasuk sejumlah perusahaan yang memanfaatkan mata air Gunung Ciremai seperti Indocement, PT Kereta Api dan Pertamina diharapkan dapat ebersinergi untuk bersama-sama melakukan konservasi sumber mata air. Hilangnya Sumber Mata Air dan “Desertification” Indonesia yang dahulu dikenal sebagai negara yang "gemah ripah loh jinawi, ijo royo-royo" sebentar lagi akan menjadi wilayah yang gersang, kering kerontang, tandus dan tidak produktif apabila tidak ada usaha konkrit dalam perbaikan pengelolaan sumberdaya air menurut ruang (spatial) dan waktu (temporal). Mengapa demikian? Argumentasinya sangat kuat, karena saat ini pemerintah, apalagi masyarakat terlihat tidak berdaya, masa bodoh, bahkan tidak merasa berkepentingan untuk mencegah apalagi memperbaiki pengelolaan sumberdaya air dan sumber mata air yang semakin memburuk ini. Indikatornya sangat jelas yaitu jumlah sumber mata air dan kemampuan pasokan airnya terus merosot tajam, sementara kebutuhan air antar sektor terus meningkat kuantitas, kualitas maupun kontinyuitasnya. Beruntung, di tengah suasana dan sikap apatis sebagian besar masyarakat dan pemerintah terhadap pengelolaan sumberdaya air, pemerintah secara khusus memberikan perhatian tentang fenomena penurunan jumlah sumber mata air dan kondisi lokasinya di daerah aliran sungai utama nasional. Mengapa penurunan jumlah mata air dan kemampuan pasokan air sampai mendapatkan perhatian dan penekanan pemerintah. Ancaman terjadinya gurun pasir (desertification) dan ambruknya perekonomian nasional adalah jawabannya. Desertification Meskipun pertanyaan itu membuat kalang kabut banyak pihak, namun harus jujur diakui bahwa perhatian pemerintah sangat penting untuk ditindaklanjuti (followup) agar masalah desertification dapat ditekan laju dan dampaknya. Signal klimatologis, hidrologis dan agronomis yang memicu terjadinya gurun (desert) di beberapa wilayah Indonesia sudah dapat dilihat langsung dan dirasakan dampaknya. Signal klimatologis terjadinya gurun pasir dapat dijelaskan melalui konsep neraca energi (energy balance). Berdasarkan konsep tersebut terlihat, bahwa energi yang diterima permukaan bumi pertama kali akan digunakan untuk menguapkan air tanah (soil water) dan lengas tanah (soil moisture) (LE), baru kemudian untuk memanaskan tanah (S) dan sisanya untuk memanaskan udara (A). Kandungan air tanah dan lengas tanah yang sangat rendah (energi untuk LE kecil) akan menyebabkan radiasi matahari (solar radiation) yang jatuh ke permukaan dalam bentuk radiasi netto sebagian besar akan digunakan untuk memanaskan tanah dan udara sehingga suhunya meningkat. Dalam kondisi ekstrem, akan berdampak terhadap pengurasan cadangan air tanah (water storage) dan meningkatkan konsumsi air tanaman melalui transpirasi. Menurunnya kemampuan pasokan air tanah dan meningkatnya laju transpirasi akan menyebabkan defisit air meningkat dan pemanasan permukaan tanah dan atmosfer tidak bisa dihindari. Pemanasan atmosfer dalam jangka panjang akan menurunkan kelembaban udara, sehingga dua syarat terjadinya kondensasi yaitu (suhu udara yang rendah dan kelembaban udara yang tinggi) menjadi tidak favorable. Inilah salah satu penjelasan mengapa Bogor yang sebelumnya dikenal sebagai kota hujan, sekarang tinggal kenangan. Diprediksi dalam jangka menengah kota-kota yang berhawa sejuk seperti: Malang, Tawangmangu, Brastagi dan lainnya akan mengalami hal serupa, apabila tidak dilakukan pencegahan secara dini. Sementara itu signal hidrologi sudah tidak terbantahkan, jumlah mata air yang terus merosot, demikian juga kemampuan pasokan airnya menunjukkan bahwa ada ketimpangan (gap) antara pemasukan (recharge) dan pengambilan (exploitation). Pengambilan air bumi (ground water) untuk keperluan minum dan industri serta irigasi yang overexploited akan menyebabkan cadangan air bumi merosot, sehingga debit mata air menurun tajam. Kondisi ini diperburuk dengan matinya tanaman utama pelindung mata air akibat penebangan yang tidak terkendali. Signal agronomi juga sangat signifikan terlihat di lapangan, karena berdasarkan pemantauan di lapangan terlihat bahwa ada penurunan jenis tanaman dan populasinya baik tahunan maupun musiman, akibat penurunan pasokan air, suhu udara yang terus meningkat dengan kelembaban udara yang terus menurun. Dalam budidaya pertanian implikasi signal agronomi terlihat dari menurunnya indek pertanaman (cropping intensity), luas areal tanam (area of planting) dan produktivitas (productivity). Itulah salah satu sebab mengapa upaya peningkatan produksi pangan nasional yang sangat sensitive terhadap ketersediaan air terkesan jalan di tempat dan tidak menyelesaikan masalah esensialnya. Dalam jangka panjang kondisi ini akan menurunkan kualitas, kuantitas dan kontinyuitas keragaman hayati (biodiversity) kita yang tidak ternilai harganya. Fenomena ini juga sekaligus meruntuhkan berlakunya “natural recorvery theory” yang menyatakan alam akan me-recovery dirinya sendiri apabila dalam jangka waktu tertentu tidak terganggu. Sementara itu, faktanya: intensitas, frekuensi dan durasi gangguan terhadap alam jauh melebihi kemampuan pemulihannya (recovery). Dalam jangka panjang meluasnya wilayah gurun menurut ruang dan waktu akan berdampak terhadap pertumbuhan perekonomian dan kinerja pembangunan nasional. Pertanyaan selanjutnya: bagaimana antisipasinya agar dampak yang ditimbulkan dapat diminimalkan? Penebangan Liar Ancam Sumber Mata Air Baumata ”Sumber mata air Baumata, sekitar 12 km selatan Kupang, ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), terus mengalami penyusutan akibat kawasan hutan di bagian hulunya terus mengalami perusakan berupa aksi penebangan liar”. Jika musim kemarau tiba, debit air turun drastis sehingga tidak mampu mensuplai kebutuhan air minum bagi masyarakat dan sekitarnya secara total. Semuanya ini terjadi akibat adanya aksi perusakan hutan di daerah hulu yang menjadi daerah resapan air. Masyarakat desa di wilayah sumber mata air sudah lama memotong dan menebang kayu usia muda berdiameter antara 5-10 cm untuk dijual kepada para kontraktor sebagai tiang penyangga bangunan. Hampir semua ruas jalan dalam wilayah kecamatan, terlihat batangan pohon muda dengan ukuran panjang antara 4-6 meter, bertengger di sepanjang jalan tersebut. Satu batang (pohon ukuran kecil dengan diameter sekitar lima centimer, red), kami jual dengan harga sekitar Rp3.000. Jika ukurannya agak lebih besar (diameter sekitar 10 cm, red), kami jual dengan harga lebih dari Rp 4.000/batang. Para penjual kayu gelondongan usia muda itu mengaku bahwa setiap kali melewati pos penjagaan selalu dikenakan pungutan senilai Rp200/batang. Menurut pos jaga, "Setiap kendaraan yang lewat memuat kayu atau batangan kayu tetap dipungut retribusi sebesar Rp200/batang. PDAM mengakui bahwa sumber mata air yang memberi kontribusi terbesar bagi PDAM dalam melayani kebutuhan air minum bagi masyarakat Kota dan sekitarnya, terus mengalami ancaman. Jika musim kemarau tiba, debit air turun drastis sehingga tidak mampu melayani kebutuhan masyarakat secara total. Diharapkan masyarakat di sekitar sumber mata air untuk menghentikan kebiasaan menebang pohon di sekitar itu, karena akan mengganggu debit air pada musim kemarau. Kelestarian hutan di daerah hulu harus tetap dijaga guna menghindari kemerosotan ekosistem yang menjadi sumber resapan air. Penebangan Pohon : Sebanyak 119 Sumber Mata Air di Kulon Progo Terancam Hilang Sedikitnya 119 sumber mata air di daerah Kabupaten Kulon Progo dinyatakan dalam kondisi kritis dan terancam akan hilang. Hal ini diakibatkan makin berkurangnya jumlah areal hutan dan berubah fungsi lahan yang ada di sekitar sumber mata air tersebut. Hal ini diakui peneliti Badan Pengelola Daerah Aliran Sungai ((BPDAS) Yogyakarta, dalam kegiatan penyuluhan “Penyelamatan dan Pemanfaatan Air Bagi Kepentingan Masyarakat Banjaroya,” di Balai Desa Banjaroya. Tingkat kekritisan sumber mata air ini disebabkan semakin hilangnya tanaman keras pepohonan dalam radius 200 meter dari sumber mata air tersebut. Tanaman keras pepohonan berfungsi sebagai vegetasi penutup tanah yang berperan dalam menyimpan air. Kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya tanaman ini menyababkan kurangnya vegetasi pada suatu wilayah sehingga berdampak pada bencana banjir, kelangkaan mata air dan air sungai selama mujsim kemarau. Di Kulon Progo, ketergantungan masyarakat sekitar kepada sumber mata air ini cukup tinggi yang biasa digunakan memenuhi kebutuhan rumah tangga dan pertanian. Dari 119 sumber mata air ini, termasuk tiga diantaranya, sumber mata air Semawung, Tonogoro dan Semagung yang berada di lokasi Desa Banjarharjo, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo. Berkuranngnya sumber mata air ini dikarenakan menurunnya muka air tanah. Hasil penelitian yang dilakukan oleh para peneliti teknik geodesi dari UGM, menunjukkan bahwa menyusutnya muka air tanah di Yogyakarta berkisar 0,5 meter per tahun. Sedangkan, di Sleman, tingkat penyusustan sekitar 20-30 cm per tahun. Teknik yang dapat dilakukan untuk konservasi sumber daya alam dengan cara membuat tanah resapan, sumur resapan, biopori, dan kolam tampungan air hujan. Teknik-teknik ini sangat bagus untuk menampung air hujan dan menyimpannya dalam tanah. Sedikitnya 80 persen air hujan dapat disimpan di dalam tanah. Sebaliknya dengan dibuatnya sistem plaster pada jalan dan halaman, maka hanya 10 persen air yang tertampung, sisanya akan masuk ke sungai dan kembali ke laut. Pemetaan Sumber Mata Air Pemetaan jumlah, posisi/lokasi, potensi dan kondisi sumber mata air aktual merupakan langkah awal yang harus dilakukan. Mengapa demikian, karena berdasarkan pengalaman, maka peningkatan ketersediaan air secara spatial dan temporal memungkinkan masyarakat melakukan improvisasi apa saja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya? Selanjutnya berdasarkan informasi tersebut, maka dapat dirancang skenario pengembangan, peningkatan dan pemantapan sumber mata air. Pengembangan sumber mata air dilakukan apabila di wilayah tersebut belum ditemukan sumber mata air, namun secara potensial wilayah tersebut mempunyai peluang terjadinya. mata air. Peningkatan kuantitas dan durasi aliran dasar (base flow) dengan memasukkan air hujan dan aliran permukaan sebanyak mungkin menurut ruang dan waktu yang diikuti penanaman tanaman tahunan permanen merupakan tahap awal yang perlu diimplementasikan. Dengan demikian dalam jangka panjang kebutuhan air insitu diharapkan dapat dipenuhi sendiri (self sufficient) dengan memanfaatkan sumberdaya air setempat. Sementara itu peningkatan sumber mata air difokuskan pada wilayah yang sudah memiliki sumber mata air, namun kuantitas, kualitas dan kontinyuitas pasokannya menurun. Untuk itu upaya peningkatan jenis dan kualitas vegetasi serta perlindungan sumberdaya alam yang mendukungnya harus diintensifkan. Sementara pemantapan sumber mata air dapat dilakukan dengan mempertahankan model pengelolaan yang sudah ada. Pekerjaan karakterisasi sumber mata air ini sangat penting karena berdasarkan prediksi, diprakirakan kekeringan cenderung terus meluas wilayah, intensitas dan durasinya, sehingga fenomena desertification harus mendapatkan perhatian khusus, agar besaran (magnitude): luas dan intensitas dapat dideteksi lebih dini serta diminimalkan dampaknya. Pelestarian Sumber Mata Air UPAYA PELESTARIAN SUMBER MATA AIR May 1st, 2010 | By Magetan News | Category: blogger magetan Magetan, MN Tidak bisa di pungkiri bahwa sumber mata air yang berada di lereng Gunung Lawu makin hari makin menurun seiring setelah sering terjadinya kebakaran pada musim kemarau dan beberapa titik yang mengalami kelongsoran. Untuk mengantisipasi semakin parahnya persoalan yang muncul, bersamaan dengan peringatan hari air sedunia PDAM Magetan dalam memberikan penyaluran air bersih kepada masyarakat baru-baru ini mengadakan penghijauan di lingkungan mata air di lereng Gunung Lawu. Menurt Sofyan, ST, MM mengatakan hutan merupakan penyangga utama air baku PDAM sehingga sangat perlu di jaga kelestarianya. “ Program kelestarian hutan di laksanakan setiap tahun, untuk tahun ini pihak PDAM bekerja sama dengan perhutani/KB KBH Lawu Selatan.” Terang Sofyan. Di jelaskan Sofyan, Program pengijauan telah menjadi komitmen PDAM Kabupaten Magetan dalam kontribusinya untuk selalu menjaga keseimabngan alam dan kelestarian sumber mata air, dan juga untuk pemberdayaan masyarakat yang ikut serta dalam penanaman bibit pohon keras produktif, seperti Durian, Alpokat dan Petai. Sementara untuk kegiatan penghijauan adalah jenis tanaman yang dapat menyerap air, di antaranya Kina dan Tristania. Bupati Magetan Drs. H. Sumantri, MM saat pencanangan penghijauan mengharapkan akan menumbuhkan sikap dari masyarakat dalam menjaga kelestarian air dan lingkungan, karena kelestarian lingkungan sumber air sangat menetukan kelangsungan kualitas, kuantitas dan kontinyuitas pelayanan PDAM kepada masyarakat. “ Kepada masyarakat sekitar sumber utama lingkungan Gondangan Gede agar membantu pengamanan, pelestarian dan ikut mejaga lingkungan sumber agar lestari dan bermanfaat bagi anak cucu.” Harap Sumantri. (tok) Partisipasi masyarakat menjaga Kualitas Kali Konto (Ecoton, 25 August 2010 ) Kegiatan inventarisasi ini diharapkan bisa menginventarisasi potensi sumbermata air dan diharapkan muncul inisiatif warga untuk ikut melestarikan keberadaan mata air,” Kali Konto yang bersumber dari Gunung Kawi adalah sungai strategis yang masuk dalam Wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas. Sumber Kali Konto juga berasal dari mata air yang terletak didesa-desa di kaki gunung Kawi. Salah satu desa yang memberikan sumber mata air bagi Kali Konto adalah desa Bendosari Kecamatan Pujon Malang. Di desa yang terletak 1000 dpl memiliki 44 mata air. Sayangnya selama ini pengelolaan dan pengawasan kualitas airnya belum dilakukan secara maksimal. Mulai Rabu (18/8) hingga Rabu (25/8) Pemerintah Desa Bendosari bersama ecoton (Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah) dengan didukung oleh Perum Jasa Tirta 1 Malang melakukan kegiatan inventarisasi sumber mata air dan di kawasan Wilayah Desa Bendosari. “Kawasan Bendosari terdapat sumber mata air yang penting bagi kali Konto, selain itu sumber mata air yang ada sangat menunjang kegiatan keseharian, pertanian dan peternakan sapi perah,” Ungkap M . Khoirum SE kepala Desa Bendosari. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa data keberadaan sumbermata air selama ini belum terdokumentasi dengan baik sehingga kesulitan bagi warga desa untuk melakukan upaya rehabilitasi kawasan tangkapan air. Selama ini diketahui terdapat 38 sumber mata air di Desa Bendosari yang mengaliri dua sungai utama yaitu Kalianget dan Coban Sewu. Bahkan di Cuban Sewu airnya dipercaya bisa menyembuhkan beragam penyakit. Kegiatan inventarisasi dan training pemantauan kualitas air diikuti oleh Perangkat Desa Bendosari, Tokoh Masyarakat dan BPD dengan tujuan untuk mendokumentasikan lokasi-lokasi mata air secara tepat dan mengetahui kondisi lingkungan dan tegakan pohon yang ada disekitar sumber mata air. ” Kegiatan inventarisasi ini diharapkan bisa menginventarisasi potensi sumbermata air dan diharapkan muncul inisiatif warga untuk ikut melestarikan keberadaan mata air,” Ujar M Khoirun SE. Kegiatan inventarisasi akhirnya menemukan 6 lokasi baru, sehingga total sumber mata air di Desa Bendosari kini berjumlah 44 mata air. “ mata air yang dimiliki desa bendosari hingga saat ini berjumlah 44, empat diantaranya adalah sumber mata air terbesar yaitu Kalianget, Katesan, Kokopan dan Gunung Tumangan,” Ujar Sukoyo (50 th) Kuwowo atau manajer pengelolaan sumberdaya air di desa Bendosari. Daerah pegunungan umumnya kaya akan sumber mata air, didaerah puncak gunung umumnya berfungsi sebagai daerah tangkapan air, kemudian kawasan punggung/lereng gunung berfungsi sebagai daerah yang meresapkan air atau daerah resapan, kemudian di kaki gunung atau kawasan yang berdekatan dengan desa atau pemukiman muncullah mata air-mata air. Sayangnya saat ini banyak daerah pegunungan sudah berfungsi menjadi perkebunan sehingga mengurangi daerah tangkapan dan resapan air yang pada gilirannya mengurangi jumlah mata air. “Keberadaan sumber mata air dicirikan dengan banyaknya tumbuhan yang rimbun disebuah kawasan dan umumnya terletak di kaki gunung, “ ungkap Joko Wasis (37) Warga bendosari yang sering menjadi penunjuk jalan ke sumber mata air. Kualitas air Kualitas air yang mengalir memasuki Desa Bendosari sebelumnya kualitasnya masih baik namun setelah memasuki pemukiman yang padat dengan aktivitas peternakan sapi kualitas air menurun drastis. Penduduk Desa bendosari umumnya bermatapencarian sebagai peternak sapi. “Dari penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa kondisi hulu sungai di Desa bendosari masih sangat bersih dengan masih ditemukkannya jenis anggang-anggang, nimpha capung jarum, plecoptera, ephemeroptera, udang air tawar dan yuyu atau kepiting air tawar, kondisi ini berbeda dengan hilir yang terletak setelah desa bendosari kualitas airnya tercemar organic dengan banyak ditemukannya cacing merah dan larva mrutu,” ungkap Amirudin Mutaqien. Pencemaran organic yang ada di desa bendosari berasal dari buangan kotoran sapi sebanyak 3000 ekor yang sebagian besar belum dikelolah dengan baik. “Kami berkomitmen kuat untuk memulihkan kondisi kualitas air di Desa Bendosari, pada tahun 2011 akan dibangun 12 instalasi biogas dari 4 instalasi biogas yang telah dibangun, selanjutnya desa juga telah menyiapkan lahan untuk pembangunan IPAL (Instalasi pengolahan Air limbah)Komunal,” Ujar M Khoirun Kades Bendosari, Kades Lulusan fakultas Ekonomi UNISMA Malang angkatan 1993 ini juga sudah menyusun program-program penyelamatan lingkungan dan sumbermata air dengan melibatkan pamong desa, warga, Sekolah dan Pemuda bendosari. Program yang akan diimplementasikan tahun 2011 yaitu Program satu rumah satu taman bunga, Bank Clethong (kotoran sapi), pemantauan kualitas air secara berkala pada sumber-sumber mata air di Bendosari dan rehabilitasi lahan tangkapan air di kawasan lereng gunung Kawi. “ Kami tidak ingin mewariskan air mata pada anak cucu tapi kita ingin mewariskan mata-air mata air yang bisa menjadi sumber kehidupan bagi generasi yang akan datang,” Ujar M Khoirun. Penghijauan dan Penanaman Pohon Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Purwakarta menghijaukan tanah yang ada disekitar sumber mata air. Penghijauan tersebut untuk menjaga kelestarian lingkungan, terutama air sebagai sumber kehidupan. Pasalnya, apabila tak dijaga sejak dini, maka sumber mata air tersebut terancam tak bisa dinikmati generasi penerus pada sepuluh tahun mendatang. Kepala Badan Lingkungan Hidup Purwakarta, menyatakan setelah diinventarisir jumlah sumber mata air yang ada di 17 kecamatan, mencapai 400 titik. Saat ini, kondisi lingkungannya masih terjaga. Namun untuk mengantisipasi kerusakan ekosistem hayatinya, maka tahun ini harus digalakkan kembali penanaman pohon. Apabila dihitung secara matematis, satu titik sumber mata air yang luasnya mencapai empat hektare, pohon yang dibutuhkan sebanyak 1.600 batang. Pohon untuk penghijauan itu dipilih yang mampu menyerap dan menyimpan air seperti pohon beringin dan sukun. Ketika musim hujan, akar-akar pohon itu diharapkan mampu menyerap air. Kemudian, air yang tersimpan dalam tanah bisa dikeluarkan saat musim kemarau. Sehingga, masyarakat di sekitar sumber mata air tersebut, tak akan kesulitan mencari air bersih. Pada saat ini, yang paling sulit adalah melestarikan alam di sekitar sumber mata air itu, tidak sedikit warga yang menebangi pohon di sekitar mata air. Pengerukan Sedimen Dampak Curah Hujan Tinggi: Puluhan Warga Bersihkan Sumber Mata Air Tertimbun Lumpur Hujan deras disertai longsor akhir-akhir ini membuat sumber mata air (Umbulan) di Dusun Mulyosari, Desa Donomulyo, Kecamatan Donomulyo, Kabupaten Malang, tertimbun lumpur. Ketebalan sedimen lumpur akibat longsoran tanah dari beberapa pegunungan Donomulyo mengakibatkan sumber mata air tertutup endapan lumpur sangat tebal. Sejumlah tanggul yang dibuat warga dari tanah liat pun ambrol. Karena tidak ada dana bantuan untuk membuat plengsengan dikanan kiri sumber, membuat luapan lumpur memenuhi kedung penanggul sumber mata air. Sumber mata air di desa ini menjadi satu-satunya untuk mengairi ratusan hektar sawah. Sumber mata air yang ada di Dusun Mulyosari juga digunakan untuk keperluan air minum, MCK serta mengairi sedikitnya 200 hektar sawah. Tak hanya warga Desa Donomulyo saja, warga diluar Desa semacam Desa Tempursari dan Desa Mentaraman juga merasakan manfaat sumber mata air. Sumber mata air di Dusun Mulyosari terpaksa dilakukan pembersihan. Terbatasnya dana dan tidak adanya anggaran untuk memperbaiki kedung penampung mata air tersebut, dirinya terpaksa mengerahkan puluhan warga desa untuk kerja bhakti membersihkan material sedimen dan lumpur. Selain menggunakan tangan untuk mengais batu-batu berukuran besar yang terbawa gelontoran banjir dan longsor, warga juga menggunakan pacul serta alat membajak sawah berukuran sedang. Tujuannya adalah agar sedimen lumpur bisa mencair dan terangkat kepermukaan. Dengan demikian, aliran air sumber bisa dirasakan lebih dari 400 Kepala Keluarga dan 200 hektar sawah. Sumber mata air ini adalah satu-satunya bagi masyarakat. Meski musim kemarau, sumber ditempat ini bisa mengairi dan menghidupi ribuan jiwa. Warga sangat memerlukan bantuan dari Pemkab Malang ataupun Dinas terkait untuk membangun saluran sumber air agar tetap terjaga. Selain bentuk plengsengan penahan luapan air, warga juga berharap ada pipanisasi yang bagus untuk kepentingan masyarakat luas. Sejauh ini sumber mata air Mulyosari masih belum mendapatkan bantuan. Kami berharap pada tahun depan, ada dana untuk membuat pipanisasi ataupun plengsengan; sumber mata air ini adalah nadi untuk menumbuhkan ekonomi masyarakat. (sumber: http://www.beritajatim.com/detailnews.php/8/Peristiwa/2010-12-29/88314) Di lokasi sumber mata air ini kegigihan masyarakat setempat sangat luar biasa dalam melestarikan sumber mata air. Meski tidak ada dana perbaikian, upaya warga untuk kerja bakti membersihkan kedung dan sumber mata air dari sedimen lumpur. Warga dapat membuat proposal pengajuan bentuk-bentuk kegunaan dana untuk mempertahankan sumber mata air yang punya debit air sangat tinggi itu. Jika tidak, luapan airnya sangat mubazir. Mengingat, manfaat dan kegunaan sumber mata air ini sangat besar bagi warga Donomulyo dan sekitarnya. Dengan cara ini dana bantuan dimungkinkan untuk diperoleh dari pemerintah daerah. Kemitraan Konservasi Mata Air Wonosalam Kelestarian vegetasi dan upaya konservasi lingkungan di Kecamatan Wonosalam menjadi garda terdepan penyelamatan Hutan Lindung dan perlindungan mata air. Kecamatan Wonosalam merupakan kawasan penyangga hutan lindung Taman Hutan Rakyat R. Suryo, sehingga kelestarian vegetasi dan upaya konservasi lingkungan di Kecamatan Wonosalam menjadi kunci penyelamatan Hutan Lindung dan perlindungan mata air. Lokasi Wonosalam yang memiliki tutupan vegetasi atau hutan yang luas membawa berkah tersendiri karena hutan yang berfungsi sebagai tangkapan air dan kawasan resapan air akan memunculkan sumber-sumber mata air. Keberadaan sumber-sumber mata air di Wonosalam tidak hanya penting bagi warga Wonosalam namun juga menjadi salah satu sumber penting bagi Kali Brantas, dua sungai besar di Kecamatan Wonosalam yang bermuara di Kali Brantas adalah Kali Jurang jero terletak di Desa Panglungan (12 Km) dan Kali Gunting di Desa Wonosalam-Mojoagung (12 Km), sungai-sungai besar ini mengalirkan air yang berasal dari 40 sumber mata air di Kecamatan Wonosalam. Kemitraan Masyarakat Wonosalam Untuk melestarikan keberadaan sumber mata air diperlukan kerjasama kemitraan antara semua fihak di Tingkat Desa , Pemerintah Kabupaten Jombang, sekolah, dunia usaha, Media dan Lembaga Swadaya Masyarakat. Kerjasama kemitraan ini kini mulai dirintis oleh Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Jombang, ecoton, SMPN 1 Wonosalam, Pemerintah Desa Wonosalam, Pemerintah Desa Panglungan, Perum Jasa Tirta 1 Malang dan LSM lingkungan yang berada di Wonosalam yaitu Padepokan Wonosalam Lestari (PWL). Upaya kemitraan sudah menjadi amanat Pemkab Jombang sebagaimana isi Pasal 63 undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH ) yang menyatakan bahwa Dalam PPLH Pemkab berwenang melakukan dan melaksanakan kerjasama dan kemitraan. Kegiatan awal yang sudah dilakukan oleh PWL adalah dengan melakukan kegiatan inventarisasi keanekaragaman hayati dan kualitas air sumber-sumber Mata Air Wonosalam. Hasil inventarisasi yang dilakukan oleh BLH Jombang pada tahun 2010 menunjukkan bahwa Kecamatan Wonosalam memiliki 40 sumber mata air yang tersebar di Tujuh Desa. Lebih lanjut bahwa 40 mata air terletak di Desa Sambirejo (6 Mata Air), Desa Wonosalam (5 Mata Air), Desa Panglungan (6 Mata Air), Desa Galeng Dowo (4 mata air), Desa Carang Wulung (8 mata air), Desa Jarak (6 mata air) dan Desa Wonomerto (5 mata air). PWL menjadi motor untuk menginisiasi kegiatan, BLH Jombang mendukung sepenuhnya kegiatan yang dimotori oleh PWL, karena partisipasi dalam pengelolaan lingkungan bukan hanya kewenangan Pemerintah namun juga menjadi tanggung jawab masyarakat. Pelestarian kawasan hutan di Wonosalam sangat penting karena tutupan lahan berpengaruh pada sumber air. Semakin banyak tanaman maka terpelihara juga fungsi hidrologis air dan pada gilirannya menjaga kelestarian sumber air. Kegiatan kemitraan konservasi mata air (KKMA) merupakan upaya kerjasama untuk memantau kualitas air dengan menggunakan cara yang mudah yaitu bioindikator dan tutupan vegetasi sungai. Semakin tinggi kerapatan dan tutupan vegetasi disekitar sungai maka bisa diindikasikan kualitas air sungainya masih bagus atau tidak tercemar. Untuk melihat kualitas air bisa juga digunakan indikator biologi seperti serangga air atau makroinvertebrata benhos (biota tidak bertulang belakang) seperti capung atau kinjeng, anggang-anggang, bibis, senggatru, kepik air, yuyu (kepiting air tawar). Kegiatan pemantauan kualitas air akan dilakukan rutin bersama-sama dua bulan sekali oleh anggota kemitraan konservasi mata air dari BLH, masyarakat, pelajar dan LSM. Hasil pemantauan akan dikaji untuk menentukan kualitas air dan rencana pengelolaan sungai untuk masa yang akan datang. Rekomendasi hasil pemantauan akan disosialisasikan kepada masyarakat dengan tujuan agar menjaga kualitas air dan mengurangi aktivitas yang menimbulkan penurunan kualitas air sungai. Dari hasil pematauan kualitas air bulan Agustus 2010 oleh KKMA kawasan hulu sungai Jurang jero dan Kali Gogor menunjukkan kualitas air yang masih sangat bagus atau belum tercemar. KKMA mengundang warga Jombang untuk memberikan saran dan masukan dalam upaya untuk menyelamatkan sumber-sumber mata air di Jombang dan Wonosalam, melalui Padepokan Wonosalam Lestari : Dusun Wonosalam. PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya kehidupan dan perencanaan serta pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan juga mengandung fungsi pelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan serta nilai sejarah dan budaya bangsa, yang memerlukan pengaturan bagi pengelolaan dan perlindungannya; b. bahwa dengan semakin terbatasnya ruang, maka untuk menjamin terselenggaranya kehidupan dan pembangunan yang berkelanjutan dan terpeliharanya fungsi pelestarian, upaya pengaturan dan perlindungan di atas perlu dituangkan dalam kebijaksanaan pengembangan pola tata ruang; c. bahwa dalam rangka kebijaksanaan pengembangan pola tata ruang tersebut perlu ditetapkan adanya kawasan lindung dan pedoman pengelolaan kawasan lindung yang memberi arahan bagi badan hukum dan perseorangan dalam merencanakan dan melaksanakan program pembangunan. Mengingat: 1. Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945; 2. Monumenten Ordonantie Tahun 1931 (Staatsblad Tahun 1931 Nomor 238); 3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043); 4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2823); 5. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2831); 6. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38. Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037); 7. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengairan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3046); 8. Undang-undang Nomor 4 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan (lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3294); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1986 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Tahun 1986 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3338); 11. Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1989 tentang Tim Koordinasi Pengelolaan Tata Ruang Nasional. MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN PRESIDEN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG REPUBLIK INDONESIA TENTANG BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Keputusan Presiden ini yang dimaksud dengan : 1. Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembagunan berkelanjutan. 2. Pengelolaan Kawasan Lindung adalah upaya penetapan, pelestarian dan pengendalian pemanfaatan kawasan lindung. 3. Kawasan Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitar maupun bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta memelihara kesuburan tanah. 4. Kawasan Bergambut adalah kawasan yang unsur pembentuk tanahnya sebagian besar berupa sisa-sisa bahan organik yang tertimbun dalam waktu yang lama. 5. Kawasan Resapan air adalah daerah yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akifer) yang berguna sebagai sumber air. 6. Sempadan Pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai. 7. Sempadan Sungai adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai, termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer, yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. 8. Kawasan sekitar Danau/Waduk adalah kawasan tertentu disekeliling danau/waduk yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi danau/waduk. 9. Kawasan Sekitar Mata Air adalah kawasan di sekeliling mata air yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi mata air. 10. Kawasan Suaka Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. 11. Kawasan Suaka Alam Laut dan Perairan Lainnya adalah daerah yang mewakili ekosistem khas di lautan maupun perairan lainnya, yang merupakan habitat alami yang memberikan tempat maupun perlindungan bagi perkembangan keanekaragaman tumbuhan dan satwa yang ada. 12. Kawasan Pantai Berhutan Bakau adalah kawasan pesisir laut yang merupakan habitat alami hutan bakau (mangrove) yang berfungsi memberikan perlindungan kepada perikehidupan pantai dan lautan 13. Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan,pendidikan,pariwisata dan rekreasi. 14. Taman Hutan Raya adalah kawasan pelestarian yang terutama dimanfaatkan untuk tujuan koleksi tumbuhan dan/atau satwa, alami atau buatan, jenis asli dan/atau bukan asli, pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan latihan, budaya pariwisata dan rekreasi. 15. 16. 17. Taman wisata Alam adalah kawasan pelestarian alam di darat maupun di laut yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam. Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan adalah kawasan yang merupakan lokasi bangunan hasil budaya manusia yang bernilai tinggi maupun bentukan geologi alami yang khas. Kawasan Rawan Bencana adalah kawasan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana alam. BAB II. TUJUAN DAN SASARAN Pasal 2 (1) Pengelolaan kawasan lindung bertujuan untuk mencegah timbulnya kerusakan fungsi lingkungan hidup. (2) Sasaran pengelolaan kawasan lindung adalah : a. Meningkatkan fungsi lindung terhadap tanah, air, iklim, tumbuhan dan satwa serta nilai sejarah dan budaya bangsa; b. Mempertahankan keanekaragaman tumbuhan, satwa, tipe ekosistem, dan keunikan alam. BAB III. RUANG LINGKUP Pasal 3 Kawasan lindung yang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 meliputi : 1. Kawasan yang Memberikan Perlindungan Kawasan Bawahannya. 2. Kawasan perlindungan Setempat. 3. Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya. 4. Kawasan Rawan Bencana Alam. Pasal 4 Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 terdiri dari : 1. Kawasan Hutan Lindung. 2. Kawasan Bergambut 3. Kawasan Resapan Air. Pasal 5 Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 terdiri dari : 1. Sempadan Pantai 2. Sempadan Sungai 3. Kawasan Sekitar Danau/Waduk. 4. Kawasan Sekitar mata Air. Pasal 6 Kawasan suaka alam dan cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 terdiri dari : 1. Kawasan Suaka Alam. 2. Kawasan Suaka Alam Laut dan Perairan Lainnya. 3. Kawasan Pantai Berhutan Bakau. 4. Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan taman Wisata Alam. 5. Kawasan Cagar Budaya Ilmu Pengetahuan. BAB IV POKOK-POKOK KEBIJAKSANAAN KAWASAN LINDUNG Bagian Pertama Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Kawasan Bawahannya Pasal 7 Perlindungan terhadap kawasan hutan lindung dilakukan untuk mencegah terjadinya erosi, bencana banjir, sedimentasi, dan menjaga fungsi hidroologis tanah untuk menjamin ketersediaan unsur hara tanah, air tanah, dan air permukaan. Pasal 8 Kriteria kawasan hutan lindung adalah: a. Kawasan hutan dengan faktor-faktor lereng lapangan, jenis tanah, curah hujan yang melebihi nilai skor 175, dan/atau; b. Kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40% atau lebih, dan/atau; c. Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian diatas permukaan laut 2.000 meter atau lebih. Pasal 9 Perlindungan terhadap kawasan bergambut dilakukan untuk mengendalikan hidrologi wilayah, yang berfungsi sebagai penambat air dan pencegah banjir, serta melindungi ekosistem yang khas di kawasan yang bersangkutan. Pasal 10 Kriteria kawasan bergambut adalah tanah bergambut dengan ketebalan 3 meter atau lebih yang terdapat di bagian hulu sungai dan rawa. Pasal 11 Perlindungan terhadap kawasan resapan air dilakukan untuk memberikan ruang yang cukup bagi peresapan air hujan pada daerah tertentu untuk keperluan penyediaan kebutuhan air tanah dan penaggulangan banjir, baik untuk kawasan bawahannya maupun kawasan yang bersangkutan. Pasal 12 Kriteria kawasan resapan air adalah curah hujan yang tinggi, struktur tanah yang mudah meresapkan air dan bentuk geomorfologi yang mampu meresapkan air hujan secara besar-besaran. Bagian Ke dua Kawasan Perlindungan Setempat Pasal 13 Perlindungan terhadap sempadan pantai dilakukan untuk melindungi wilayah pantai dari kegiatan yang menggangu kelestarian fungsi pantai. Pasal 14 Kriteria sempadan pantai adlah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Pasal 15 Perlindungan terhadap sempadan sungai dilakukan untuk melindungi sungai dari kegiatan manusia yang dapat menganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar sungai serta mengamankan aliran sungai. Pasal 16 Kriteria sempadan sungai adalah : a. Sekurang-kurangnya 100 meter di kiri kanan sungai besar dan 50 meter di kiri kanan sungai anak sungai yang berada di luar pemukiman. b. Untuk sungai di kawasan permukiman berupa sempadan sungai yang diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi antara 10-15 meter. Pasal 17 Perlindungan terhadap kawasan sekitar danau/waduk dilakukan untuk melindungi danau/waduk dari kegiatan budi daya yang dapat menggangu kelestarian fungsi danau/waduk. Pasal 18 Kriteria kawasan sekitar danau/waduk adalah daratan sepanjang tepian danau/waduk yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik danau/waduk antara 50-100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Pasal 19 Perlindungan terhadap kawasan sekitar mata air dilakukan untuk melindungi mata air dari kegiatan budi daya yang dapat merusak kualitas air dan kondisi fisik kawasan sekitarnya. Pasal 20 Kriteria kawasan sekitar mata air asalah sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200 meter disekitar mata air. Bagian Ke tiga Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya Pasal 21 Perlindungan terhadap kawasan suaka alam silakukan untuk melindungi keanekaragaman biota, tipe ekosistem, gejala dan keunikan alam bagi kepentingan plasma nutfah, ilmu pengetahuan dan pembangunan pada umumnya. Pasal 22 Kawasan suaka alam terdiri dari cagar alam, suaka margasatwa, hutan wisata, daerah perlindungan plasma nutfah dan daerah pengungsian satwa. Pasal 23 (1) Kriteria cagar alam adalah : a. Kawasan yang ditunjuk mempunyai keanekaragam jenis tumbuhan dan satwa dan tipe ekosistemnya; b. Mewakili formasi biota tertentu dan/atau unit-unit penyusun; c. Mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan tidak atau belum diganggu manusia; d. Mempunyai luas dan bentuk tertentu agar menunjang pengelolaan yang efektif dengan daerah penyangga yang cukup luas; e. Mempunyai ciri khas dan dapat merupakan satu-satunya contoh di suatu daerah serta keberadaannya memerlukan upaya konservasi. (2) Kriteria suaka marga satwa adalah : a. Kawasan yang ditunjuk merupakan tempat hidup dan perkembangbiakan dari suatu jenis satwa yang perlu dilakukan upaya koservasinya; b. Memiliki keanekaragaman dan populasi satwa yang tinggi; c. Merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu. d. Mempunyai luas yang cukup sebagai habitat jenis satwa yang bersangkutan. (3) Kriteria hutan wisata adalah : a. Kawasan yang ditunjuk memiliki keadaan yang menarik dan indah baik secara alamiah maupun buatan manusia. b. Memenuhi kebutuhan manusia akan rekreasi dan olah raga serta terletak dekat pusat-pusat permukiman penduduk; c. Mengandung satwa buru yang dapat dikembangbiakkan sehingga memungkinkan perburuan secara teratur dengan mengutamakan segi rekreasi, olah raga dan kelestarian satwa; d. Mempunyai luas yang cukup dan lapangannya tidak membahayakan. (4) Kriteria daerah perlindungan plasma nutfah adalah : a. Areal yang ditunjuk memiliki jenis plasma nutfah tertentu yang belum terdapat di dalam kawasan konservasi yang telah ditetapkan; b. Merupakan areal tempat pemindahan satwa yang merupakan tempat kehidupan baru bagi satwa tersebut; c. Mempunyai luas cukup dan lapangannya tidak membahayakan. (5) Kriteria daerah pengungsian satwa adalah: a. Areal yang ditunjuk merupakan wilayah kehidupan satwa yang sejak semula menghuni areal tersebut; b. Mempunyai luas tertentu yang memungkinkan berlangsungnya proses hidup dan kehidupan serta berkembangbiaknya satwa tersebut. Pasal 24 Perlindungan terhadap kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya dilakukan untuk melindungi keanekaragaman biota, tipe ekosistem, gejala dan keunikan alam bagi kepentingan plasma nuftah, keperluan pariwisata dan ilmu pengetahuan. Pasal 25 Kriteria kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya adalah kawasan berupa perairan laut, perairan laut, perairan darat, wilayah pesisir, muara sungai, gugusan karang dan atol yang mempunyai ciri khas berupa keragaman dan/atau keunikan ekosistem. Pasal 26 Perlindungan terhadap kawasan pantai berhutan bakau dilakukan untuk melestarikan hutan bakau sebagai pembentuk ekosistem hutan bakau dan tempat berkembangbiaknya berbagai biota laut di samping sebagai pelindung pantai dan pengikisan air laut serta pelindung usaha budi daya di belakangnya. Pasal 27 Kriteria kawasan pantai berhutan bakau adalah minimal 130 kali nilai rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah tahunan diukur dari garis air surut terendah ke arah darat. Pasal 28 Perlindungan terhadap taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam dilakukan untuk pengembangan pendidikan, rekreasi dan pariwisata, serta peningkatan kualitas lingkungan sekitarnya dan perlindungan dari pencemaran. Pasal 29 Kriteria taman nasional, taman hutan raya dan taman nasional dan wisata alam adalah kawasan berhutan atau bervegetasi tetap yang memiliki tumbuhan dan satwa yang beragam, memiliki arsitektur benteng alam yang baik dan memiliki akses yang baik untuk keperluan pariwisata. Pasal 30 Perlindungan terhadap kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan dilakukan untuk melindungi kekayaan budaya bangsa berupa peninggalan-peninggalan sejarah, bangunan arkeologi dan monumen nasional, dan keragaman bentukan geologi, yang berguna untuk pengembangan ilmu pengetahuan dari ancaman kepunahan yang disebabkan oleh kegiatan alam maupun manusia. Pasal 31 Kriteria kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan adalah tempat serta ruang di sekitar bangunan bernilai budaya tinggi, situs purbakala dan kawasan dengan bentukan geologi tertentu yang mempunyai manfaat tinggi untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Bagian Ke empat Kawasan Rawan Bencana Alam Pasal 32 Perlindungan terhadap kawasan rawan bencana alam dilakukan untuk melindungi manusia dan kegiatannya dari bencana yang disebabkan oleh alam maupun secara tidak langsung oleh perbuatan manusia. Pasal 33 Kriteria kawasan rawan bencana alam adalah kawasan yang diidentifikasi sering dan berpotensi tinggi mengalami bencana alam seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, dan tanah longsor. BAB V. PENETAPAN KAWASAN LINDUNG Pasal 34 (1) Pemerintah Daerah Tingkat I menetapkan wilayah-wilayah tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 sebagai kawasan lindung daerah masing-masing dalam suatu Peraturan Daerah Tingkat I, disertai dengan lampiran penjelasan dan peta dengan tingkat ketelitian minimal skala 1:250.000 serta memperhatikan kondisi wilayah yang bersangkutan. (2) Dalam menetapkan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pemerintah Daerah Tingkat I harus memperhatikan peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan penetapan wilayah tertentu sebagai bagian dari kawasan lindung. (3) (4) Pemerintah Daerah Tingkat II menjabarkan lebih lanjut kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) bagi daerahnya ke dalam peta dengan tingkat ketelitian minimal skala 1: 100.000, dalam bentuk Peraturan Daerah Tingkat II. Pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara terpadu dan lintas sektoral dengan mempertimbangkan masukan dari Pemerintah Daerah Tingkat II. Pasal 35 Apabila dalam penetapan wilayah tertentu terjadi perbenturan kepentingan antar sektor, Pemerintah Daerah Tingkat I dapat mengajukan kepada Tim Pengelolaan Tata Ruang Nasional untuk memperoleh saran penyelesaian. Pasal 36 (1) Pemerintah Daerah Tingkat II mengupayakan kesadaran masyarakat akan tanggungjawabnya dalam pengelolaan kawasan lindung. (2) Pemerintah Daerah Tingkat I dan Tingkat II mengumumkan kawasan-kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 kepada masyarakat. BAB VI. PENGENDALIAN KAWASAN LINDUNG Pasal 37 (1) Di dalam kawasan lindung dilarang melakukan kegiatan budi daya, kecuali yang tidak mengganggu fungsi lindung. (2) Di dalam kawasan suaka alam dan kawasan cagar budaya dilarang melakukan kegiatan budi daya apapun, kecuali kegiatan yang berkaitan dengan fungsinya dan tidak mengubah bentang alam, kondisi penggunaan lahan, serta ekosistem alami yang ada. (3) Kegiatan budi daya yang sudah ada di kawasan lindung yang mempunyai dampak penting terhadap lingkungan hidup dikenakan ketentuan-ketentuan yang berlaku sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1986 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. (4) Apabila menurut Analisis Mengenai Dampak Lingkungan kegiatan budi daya mengganggu fungsi lindung harus dicegah perkembangannya, dan fungsi sebagai kawasan lindung dikembalikan secara bertahap. Pasal 38 (1) (2) (3) (4) Dengan tetap memperhatikan fungsi lindung kawasan yang bersangkutan di dalam kawasan lindung dapat dilakukan penelitian eksplorasi mineral dan air tanah, serta kegiatan lain yang berkaitan dengan pencegahan bencana alam. Apabila ternyata di kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdapat indikasi adanya deposit mineral atau air tanah atau kekayaan alam lainnya yang bila diusahakan dinilai amat berharga bagi Negara, maka kegiatan budi daya di kawasan lindung tersebut dapat diizinkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengelolaan kegiatan budi daya sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan dengan tetap memelihara fungsi lindung kawasan yang bersangkutan. Apabila penambangan bahan galian dilakukan, penambang bahan galian tersebut wajib melaksanakan upaya perlindungan terhadap lingkungan hidup dan (5) melaksanakan rehabilitasi daerah bekas penambangannya, sehingga kawasan indung dapat berfungsi kembali. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), diatur lebih lanjut oleh Menteri yang berwenang, setelah mendapat pertimbangan dari Tim Koordinasi Pengelolaan Tata Ruang Nasional. Pasal 39 (1) Pemerintah Daerah Tingkat II wajib mengendalikan pemanfaatan ruang di kawasan lindung. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi kegiatan pemantauan,pengawasan dan penertiban. (3) Apabila Pemerintah Daerah Tingkat II tidak dapat menyelesaikan pengendalian pemanfaatan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), wajib diajukan kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I untuk diproses langkah tindak lanjutnya. (4) Apabila Gubernur Kepala Daerah Tingkat I tidak dapat menyelesaikan pengendalian pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), wajib diajukan kepada Tim Koordinasi Pengelolaan Tata Ruang Nasional. BAB VII. KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 40 (1) Selambat-lambatnya dua tahun setelah Keputusan Presiden ini ditetapkan, setiap Pemerintah Daerah Tingkat I sudah harus menetapkan Peraturan Daerah tentang penetapan kawasan lindung, dan segera sesudah itu Pemerintah Daerah Tingkat II menjabarkannya lebih lanjut bagi daerah masing-masing. (2) Penetapan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), apabila dipandang perlu dapat disempurnakan dalam waktu setiap lima tahun sekali. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 41 Keputusan Preseiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 25 Juli 1990 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd SOEHARTO DAFTAR PUSTAKA Agnis Purwitasari, Mardiana dan Oktia Woro. 2006. Studi Kelayakan Sumber Mata Air Kali Bajak Sebagai Pemenuhan Kebutuhan Air Bersih Warga Di Wilayah Kelurahan Karanganyar Gunung Kecamatan Candisari Semarang Tahun 2006. Skripsi. Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang. Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat Laboratorium Kesehatan. 2002. Pedoman Pemeriksaan Fisika Air Minum/ Air Bersih. Jakarata : DepKes RI Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat Laboratorium Kesehatan. 2002. Pedoman Pemeriksaan Kimia Air Minum/ Air Bersih. Jakarata : DepKes RI Gatot Irianto. 2004. Hilangnya Sumber Mata Air dan Dampaknya terhadap Desertification. Penulis dari Puslitbangtanak, Bogor, Tabloid Sinar Tani, 30 Juni 2004. Hefni Effendi. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta : Kanisius I Wayan Sudiarsa. 2004. Air Untuk Masa Depan. Jakarta : PT. Rieneka Cipta KepMenKes RI No. 907/MENKES/SK/VII/2002 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum. 2002. Jakarta Kusnaedi. 2004. Mengolah Air Gambut dan Air Kotor Untuk Air Minum. Jakarta : Puspa Swara Nana Sudjana. 2001. Tuntunan Penulisan Karya Ilmiah. Bandung : Sinar Baru Algaesindo Onny Untung. 2004. Menjernihkan Air Kotor. Jakarta : Puspa Swara Rismunandar. 2001. Air Fungsi dan Kegunaannya Bagi Pertanian. Bandung : Sinar Baru Algaesindo.