ANALISIS DAMPAK DEFISIT ANGGARAN TERHADAP INVESTASI DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA: STUDI KASUS TAHUN 1990 – 2011 Efdiono Universitas Brawijaya Malang Email: [email protected] ABSTRACT The purpose of this research is to observe the impact of the budget deficit policy on investment and GDP in Indonesia, during 1990-2011. By using deficit, interest rates, Labor, GDP next year and GDP last year as predetermined variables, and GDP and investment as an endogenous variable, the parameters are estimated by using the Two Stage Least Squares (2SLS) method. In this study using the gap theory from Keynesian and Neo-Classical influence policy on the budget deficit to macroeconomic. The study indicate that deficit spending has positive effect on investment through the encouragement on aggregate demand, and investment has a positive effect on economic growth. So the budget deficit made crowding-in on economic growth through investment. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh defisit anggaran terhadap investasi dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia dalam kurun waktu 1990 sampai 2011. Berdasarkan tujuan tersebut, metode analisis data yang digunakan adalah Two Stages Least Square (2SLS) dengan menggunakan variabel Defisit, Suku bunga, Tenaga kerja, GDP tahun seblumnya dan GDP tahun depan sebagai variabel predetermined dan variabel GDP dan investasi sebagai variabel endogen. Dalam penelitian ini menggunakan gap teori yang dikemukakan oleh aliran Keynesian dan NeoKlasik, tentang dampak defisit anggaran terhadap makroekonomi. Dari hasil estimasi dan uji statistik diperoleh bahwa defisit anggaran terbukti berpengaruh positif terhadap investasi melalui dorongan agregat demand, dan investasi berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Jadi Defisit anggaran menyebabkan crowding-in terhadap pertumbuhan ekonomi melalui jalur peranan investasi. Kata kunci: defisit anggaran, aggregate demand, crowding-in, investasi, pertumbuhan ekonomi A. PENDAHULUAN Pemerintah melakukan berbagai cara untuk meningkatkan investasi guna mendorong pertumbuhan ekonomi. Salah satu kebijakan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan Investasi adalah kebijakan fiskal ekspansif. Kebijakan fiskal yang ekspansif dinilai dapat mendorong investasi melalui peningkatan peningkatkan Agregat Demand (permintaan Agregat). Kebijakan fiskal pemerintah tersebut tertuang dalam APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). APBN memuat tentang keseluruhan penerimaan dan pengeluaran pemerintah. APBN disusun berdasarkan perkiraan kemampuan pemerintah dalam menghimpun pendapatan negara. Dalam perkiraan tersebut ada dua hal yang kemungkinan bisa terjadi yaitu surplus atau defisit anggaran. Defisit Anggaran terjadi bila total pengeluaran pemerintah lebih besar dari penerimaan. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2003, defisit anggaran pemerintah adalah selisih kurang antara pendapatan negara dan belanja negara dalam tahun anggaran yang sama. Dan terjadi surplus anggaran apabila sebaliknya yaitu penerimaan negara lebih besar dari belanja. 1 Grafik 1: Defisit Anggaran Indonesia (dalam milyar rupiah) Struktur APBN 50.000 -50.000 Defisit -100.000 -150.000 -200.000 Sumber Data : Kementerian Keuangan. Diolah Pada kenyataannya kondisi ABPN di Indonesia dari tahun 1990 sampai 2012 cenderung mengalami defisit anggaran yang terus meningkat. Sebenarnya jika dilihat pada periode tahun 1990 sampai dengan 1997, defisit APBN cenderung stabil. Pada periode tersebut pemerintah mencoba untuk menetapkan balance budget. Akan tetapi tahun 1998 mulai terjadi defisit yang cukup signifikan. Hal ini dikarenakan pada tahun 1998 adalah periode jatuhnya tempo pembayaran bunga dan cicilan hutang pemerintah, yang didominasi oleh utang luar negeri kemudian disusul dengan krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Pada saat krisis tersebut Pemerintah harus melakukan kebijakan ekspansi fiskal. Hal ini dikarenakan lemahnya permintaan pada saat terjadi krisis ekonomi. Dengan melakukan kebijakan ekspansi fiskal maka pemerintah mengharapkan dapat meningkatkan daya beli masyarakat yang menurun tersebut. Periode berikutnya setetelah terjadi kiris ekonomi yang melanda Indonesia, defisit anggaran mangalami fluktuatif pada periode tahun 1999 sampai tahun 2005. Pada masa itu pemerintah masih menyesuaikan dengan keadaan ekonomi pasca krisis, apakah mengambil kebijakan ekspansi atau kontraksi. Kemudian pada periode 2006 sampai 2012 APBN selalu mengalami defisit anggaran. Walaupun penerimaan pemerintah cenderung meningkat, akan tetapi pengeluaran pemerintah terlebih untuk pembayaran cicilan utang dan bunga serta subsidi masih lebih besar jumlahnya. Mulai tahun 2006 defsit anggaran dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan. Bahkan pada tahun 2012 defisit APBN Indonesia telah mencapai angka 190.105 Milyar. Menurut J.M Keynes Kebijakan fiskal yang ekspansif dinilai dapat mendorong investasi melalui peningkatan peningkatkan Agregat Demand (permintaan Agregat). Keynes berpendapat peningkatan permintaan agregat sangat dibutuhkan untuk meningkatkan investasi dan selanjutnya akan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Menurut Keynes hal ini dikarenakan dengan adanya kebijakan fiskal ekspansif dari pemerintah akan meningkatkan daya beli daya beli masyarakat. Dengan meningkatnya daya beli masyarakat maka akan meningkatkan jumlah permintaan yang pada akhirnya mendorong peningkatan produksi. Sebaliknya, Kebijakan fiskal ekspansif menurut Neo Klasik defisit anggaran pemerintah dapat merugikan perekonomian. Neo Klasik menganggap kebijakan ekspansif tersebut justru akan dapat medesak investasi keluar karena defisit anggaran yang meningkat. Defisit anggaran pemerintah dengan menurunkan tarif pajak akan meningkatkan suku bunga dan menurunkan investasi, akibatnya pertumbuhan ekonomi akan turun (Crowding-out). Menurut Neo Klasik kebijakan ekspansif akan cenderung menyebabkan inflasi, sehingga dapat menaikkan suku bunga. Dengan naiknya suku bunga tersebut maka mengahambat investasi, sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi. Dari data dan fakta tentang defifsit anggaran yang terus meningkat tersebut dikhawatirkan terjadi crowding out effect sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya oleh teori aliran teori Neo-Klasik. Oleh karena itu dalam penelitan ini ingin melihat batasan sejauh teori dari Keynes (Crowding-in) apakah masih berlaku dalam keadaan perekonomian di Indonesia. Ataukah teori 2 dari teori Neo-Klasik (Crowding-out) yang berlaku. Penelitian ini melihat bagamana dampak defisit terhadap peranan investasi dalam pertumbuhan ekonomi. B. KAJIAN PUSTAKA Kebijakan Fiskal Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Dari sisi pajak, jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum. Dalam literatur ekonomi, terdapat beberapa perbedaan pandangan mengenai kebajikan fiskal, terutama menurut teori Keynes dan teori klasik tradisional. Pada prinsipnya Keynes berpendapat bahwa kebijakan fiskal lebih besar pengaruhnya terhadap output daripada kebijakan moneter. Hal ini didasarkan atas pendapatnya bahwa, pertama elastisitas permintaan uang terhadap tingkat bunga kecil sekali, sehingga kurva IS tegak. Kebijakan fiskal yang ekspansif akan menggeser kurva IS kekanan sehingga output meningkat. Sedangkan ekspansi moneter dengan penambahan jumlah uang beredar pada kurva IS yang tetap tidak akan berpengaruh terhadap output. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan fiskal akan lebih efektif dibandingkan dengan kebijakan moneter. Tujuan kebijakan fiskal adalah untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. Hal ini dilakukan dengan jalan memperbesar dan memperkecil pengeluaran komsumsi pemerintah (G), jumlah transfer pemerntah (Tr), dan jumlah pajak (Tx) yang diterima pemerintah sehingga dapat mempengaruhi tingkat pendapatn nasional (Y). Jenis Kebijakan Fiskal Dari sudut ekonomi makro maka kebijakan fiskal dapat dibedakan menjadi dua yaitu Kebijakan Fiskal Ekspansif dan Kebijakan Fiskal Kontraktif. Kebijakan Fiskal Ekspansif adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ekspansif dilakukan dengan cara menaikkan pengeluaran pemerintah (G) atau menurunkan pajak (T) untuk meningkatkan output (Y). Sedangkan Kebijakan Fiskal Kontraktif adalah kebijakan pemerintah dengan cara menurunkan belanja negara dan menaikkan tingkat pajak. Kebijakan ini bertujuan untuk menurunkan daya beli masyarakat dan mengatasi inflasi. kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Hal ini biasanya dilakukan saat anggaran surplus ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan. pada saat munculnya ekpansionary gap. Ekspansionary gap adalah suatu kondisi dimana output potensial lebih kecil dibandingkan dengan output Actual. Defisit Anggaran Defisit anggaran secara teori ekonomi makro dapat kita pahami melalui perokonomian tertutup. Dimana dalam perekonomian tertutup dengan adanya tindakan fiskal pemerintah, pendapatan nasional terdiri dari Pendapatan Nasional (Y), Pengeluaran Konsumsi (C), Investasi (I), Pengeluaran Pemerintah (G) (Froyen, 2002). Y=C+I+G Dari Pendapatan Nasional ini, oleh penerima pendapatan sebagian dipergunakan untuk membayar pajak (Tx) kepada pemerintah. Akan tetapi sebaliknya pemerintah juga memberikan uang kepada orang-orang tertentu atau lembaga-lembaga tertentu tanpa mengharapkan adanya balas jasa seecara langsung yang disebut transfer pemerintah (Tr). Pendapatan setelah diperhitungkannya penerimaan transfer dari pemerintah dan pajak yang harus diserahkan kepada pemerintah inilah yang disebut ”disposible income”, yaitu pendapatan yang sudah siap dipakai 3 untuk konsumsi dan untuk saving. Anggaran belanja pemerintah dikatakan dalam keadaan defisit yaitu apabila Tx < G+Tr atau dalam keadaan surplus jika Tx > G + Tr. Teori Pertumbuhan Neoklasik Tradisional Dalam argumen pasar bebas neoklasik merupakan keyakinan bahwa liberalisasi pasar-pasar nasional akan merangsang investasi, baik itu investasi domestik maupun yang berasal dari luar negeri, sehingga dengan sendirinya akan memacu tingkat akumulasi modal. Bila diukur berdasarkan satuan tingkat pertumbuhan Gross National Product (GNP), hal tersebut sama dengan penambahan tingkat tabungan domestik, yang pada gilirannya akan meningkatkan rasio modaltenaga kerja (capital-labor ratios) dan pendapatan per kapita negara-negara berkembang yang pada umumnya miskin modal. Model-model pertumbuhan neoklasik tradisional sesungguhnya bertolak secara langsung dari model Harrod-Domar dan Solow. Model pertumbuhan Harrod-Domar menjelaskan mekanisme perekonomian yang mengandalkan peningkatan investasi dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi. Model ini menyarankan bahwa setiap perekonomian pada dasarnya harus senantiasa mencadangkan atau menabung sebagian tertentu dari pendapatan nasionalnya untuk menambah atau menggantikan barang-barang modal (gedung, alat-alat, dan bahan baku) yang telah susut atau rusak. Namun, untuk memacu pertumbuhan ekonomi dibutuhkan investasi baru yang merupakan tambahan neto terhadap cadangan atau stok modal (capital stock). Persamaan diatas merupakan versi sederhana dari persamaan teori pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar. Persamaan tersebut menjelaskan bahwa tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (ΔY/Y) ditentukan secara bersama-sama oleh tabungan nasional (s) serta rasio modal-output nasional (k). Model pertumbuhan neoklasik selanjutnya yaitu model pertumbuhan neoklasik Solow. Pada intinya, model ini merupakan pengembangan dari formulasi Harrod-Domar dengan menambahkan faktor kedua, yakni tenaga kerja, serta memperkenalkan variabel independen ketiga, yaitu teknologi ke dalam persamaan pertumbuhan. Berbeda dengan model Harrod-Domar yang mengasumsikan skala hasil tetap (constant return to scale) dengan koefisien baku, model pertumbuhan neoklasik Solow berpegang pada konsep skala hasil yang terus berkurang (diminishing returns) dari input tenaga kerja dan modal jika keduanya dianalisis secara terpisah; jika keduanya dianalisis secara bersamaan atau sekaligus, Solow juga memakai asumsi skala hasil tetap tersebut. Kemajuan teknologi ditetapkan sebagai faktor residu untuk menjelaskan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang, dan tinggi rendahnya pertumbuhan itu sendiri oleh Solow maupun para teoretisi lainnya diasumsikan bersifat eksogen atau tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Dalam bentuk yang lebih formal, model pertumbuhan neoklasik Solow memakai fungsi produksi agregat standar, yakni: Pada persamaan tersebut Y adalah Produk Domestik Bruto (PDB), K adalah stok modal fisik dan modal manusia, L adalah tenaga kerja, dan A adalah produktivitas tenaga kerja, yang pertumbuhannya ditentukan secara eksogen. Adapun simbol α melambangkan elastisitas output terhadap modal. Karena tingkat kemajuan teknologi ditentukan secara eksogen, model neoklasik Solow terkadang juga disebut sebagi model pertumbuhan “eksogen”. Menurut teori pertumbuhan neoklasik tradisional pertumbuhan output bersumber dari satu atau lebih dari tiga faktor, yaitu kenaikan kuantitas dan kualitas tenaga kerja, penambahan modal, dan penyempurnaan teknologi. Kenaikan kuantitas dan kualitas dari tenaga kerja dapat dilihat dari pertumbuhan jumlah penduduk dan juga perbaikan pendidikan. Faktor penambahan modal dapat dilihat melalui tabungan dan investasi. Peranan Investasi Penanaman modal atau investasi merupakan pengorbanan konsumsi di masa kini untuk meningkatkan konsumsi di masa depan. Investasi atau pembentukan modal ini dapat berbentuk 4 investasi pada asset riil, dan asset finansial. Investasi pada asset riil misalnya pembelian tanah, mesin, pembangunan pabrik dan lain-lain. Sementara itu, investasi pada asset finansial dapat dilakukan di pasar uang atau di pasar modal. Investasi akan sangat berpengaruh terhadap permintaan agregat dan akhirnya berakibat juga pada output dan kesempatan kerja. Selain itu investasi menghimpun modal. Dengan membangun gedung atau melakukan pembelian peralatan-perelatan, output potensial akan bertambah, dan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang juga meningkat. Dalam penelitian ini, konsep investasi yang dimaksud adalah investasi secara keseluruhan yang merupakan pembentukan modal bruto yang terjadi dalam kurun waktu satu tahun. Keynes memformulasikan hubungan antara investasi dengan output nasional. Model akselerator investasi menegaskan bahwa laju investasi akan sebanding dengan perubahan output perekonomian (Mankiw, 2000). Unsur penting dari investasi adalah biaya investasi. Unsur ini terkait erat dengan suku bunga yang merupakan mekanisme dalam kebijakan moneter pada percaturan ekonomi modern. Pada saat jumlah uang yang beredar di masyarakat meningkat, maka harga dari uang tersebut (suku bunga) akan berkurang. Berkurangnya suku bunga ini akan membuat biaya investasi turun, dan perusahaan akan dapat lebih banyak membeli lebih banyak mesin, dan bentuk investasi lainnya, dan nantinya akan dapat meningkatkan besaran investasi secara agregat. Selain suku bunga, unsur lain yang berpengaruh dari segi biaya dalam keputusan investasi adalah pajak. Tinggi rendahnya pajak yang ditetapkan tersebut digunakan pemerintah untuk mendorong atau menghambat investasi di sektor swasta. Kaum Neo Klasik dan Keynesian memiliki perbedaan mengenai pengeluaran investasi sektor swasta. Neo Klasik berpendapat bahwa sektor swasta relatif stabil. Alasannya ialah karena pengeluaran sektor swasta didasarkan pada teori pendapatan permanen sehingga pengeluaran konsumsi akan relatif stabil. Pengeluaran konsumsi merupakan komponen pengeluaran yang relatif besar dan hanya berubah secara perlahan, yaitu dalam rangka penyesuaian konsumsi individu dengan perkiraan pendapatan permanen dalam jangka panjang. Faktor lain yang menyebabkan pengeluaran konsumsi ini relatif stabil adalah elastisitas pengeluaran investasi terhadap tingkat bunga yang cukup besar. Fleksibilitas tingkat bunga dan harga juga menyebabkan pengeluaran investasi dan konsumsi stabil. Jika terjadi penurunan investasi dan jumlah uang beredar yang tetap maka tingkat bunga akan turun. Penurunan tingkat suku bunga ini akan menyebabkan investasi kembali terdorong naik untuk mengimbangi penurunan investasi awal. Ini berarti investasi tidak banyak berubah. Apabila kenaikan investasi dan/atau konsumsi tidak cukup untuk menutupi penurunan investasi maka melalui perubahan harga pengeluaran swasta akan tetap stabil. Mekanismenya adalah penurunan investasi akan berakibat pada timbulnya pengangguran sehingga upah dan kemudian harga akan turun. Untuk jumlah uang beredar, turunnya harga berarti nilai riil uang akan naik. Kenaikan nilai riil uang akan mendorong pengeluaran. Dalam alternatif pandangan Keynesian, naiknya nilai riil uang akan menurunkan tingkat bunga kemudian akan mendorong kenaikan investasi. Bertolak belakang dengan pemikiran Neo Klasik, Keynesian berpendapat bahwa sektor swasta tidak stabil. Ketidakstabilan tersebut berasal dari pergeseran sikap dan perkiraan dari pengusaha dan konsumen. Selain itu, ketidakstabilan sektor swasta juga disebabkan oleh harga yang tidak fleksibel. Aliran Neo Klasik mengklaim bahwa terdapat 100% pendesakan investasi oleh belanja pemerintah. Diasumsikan perekonomian mempunyai ciri-ciri paham Klasik dan Neo Klasik. Kurva penawaran agregat (AS) adalah vertikal dan hanya uang yang dapat mempengaruhi permintaan agregat. Apabila pemerintah meningkatkan pengeluarannya, kurva permintaan agregat (AD) tidak akan bergeser. Ini dikarenakan hanya uang yang dapat mempengaruhi pengeluaran total. Jika kebijakan fiskal tidak mempegaruhi permintaan, maka dampak dari kebijakan ini adalah penurunan investasi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ketika kebijakan fiskal merangsang perekonomian, permintaan uang akan meningkat, dan apabila jumlah uang beredar tidak berubah, suku bunga akan meningkat, dan pada akhirnya suku bunga akan meningkat secukupnya sedemikian rupa sehingga investasi turun sebesar jumlah dari kenaikan belanja pemerintah. Sedangkan menurut pandangan Keynesian, dalam perekonomian diasumsikan terdapat pengangguran, dan tingkat sensitifitas investasi oleh suku bunga adalah rendah. Oleh karena terdapat pengangguran, perekonomian bekerja tidak pada tingkat full emplyoment. Kebijakan moneter pun diasumsikan dapat mengimbangi kebijakan fiskal dengan baik. Dalam hal ini, bank 5 sentral akan menaikkan atau menurunkan jumlah uang beredar untuk mempertahankan suku bunga agar tidak berubah ketika output meningkat. Dengan asumsi-asumsi tersebut, kebijakan ekspansi fiskal dianggap tidak akan mempengaruhi suku bunga, dan kebijakan tersebut akan dapat meningkatkan output dan pendapatan. Keynesian menganggap bahwa ada dampak yang positif dari kebijakan ekspansi terhadap investasi yaitu dengan adanya ekspektasi positif dari para investor. Ekspektasi positif tersebut berupa peningkatan kualitas dan kuantitas barang-barang publik yang dapat menudukung kelancaran aktifitas ekonomi. Pada akhirnya ekspansi fiskal akan berpengaruh positif terhadap investasi dengan kata lain investasi akan terdorong masuk (crowding in). Teori Keynesian Pandangan Keynes berbeda dari standar paradigma neoklasik dalam dua hal yang mendasar. Pertama, memungkinkan bahwa beberapa sumber daya ekonomi unemployment. Kedua, itu mengandaikan adanya sejumlah besar myopic atau liquidity constrained dari individu. Asumsi kedua ini menjamin bahwa konsumsi agregat sangat sensitif terhadap perubahan pendapatan disposable. Dalam model Keynesian sederhana, peningkatan defisit anggaran sebesar $ 1 menyebabkan peningkatan output secara berkebalikan dengan Marginal Propensity to Save (MPS). Dalam standar analisis ekonomi moneter IS-LM, peningkatan output akan meningkatkan permintaan uang. Jika Money Supply adalah tetap (defisit dibiayai obligasi), suku bunga akan naik, dan investasi swasta jatuh. Hal ini pada gilirannya akan mengurangi output dan sebagian keseimbangan efek multiplier Keynes (Bernheim, 1989). Menurut kaum Keynesian, defisit anggaran akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan, dan konsumsi pada giliran berikutnya. Defisit anggaran yang dibiayai utang, yang berarti beban pajak pada masa sekarang relatif menjadi lebih ringan, akan menyebabkan peningkatan pendapatan yang siap dibelanjakan. Peningkatan pendapatan yang siap dibelanjakan akan meningkatkan konsumsi dan sisi permintaaan secara keseluruhan. Jika perekonomian belum dalam kondisi kesempatan penuh, peningkatan sisi permintaan akan mendorong produksi dan selanjutnya peningkatan pendapatan nasional. Pada periode selanjutnya, peningkatan pendapatan nasional akan mendorong perekonomian melalui efek multiplier Keynesian. Karena defisit anggaran meningkatkan konsumsi dan ingkat pendapatan sekaligus, tingkat tabungan dan akumulasi kapital juga meningkat. Menurut kaum Keynesian secara keseluruhan, defisit anggaran dalam jangka pendek akan menguntungkan perekonomian (Pamudji, 2008). Tapi perlu menjadi catatan bahwa asumsi Keynes yang menyebutkan bahwa perekonomian akan terus berproduksi sebanyak yang diminta (supply adalah infinitely elastic) terjadi pada masa depresi pada waktu itu, bukan pada kondisi normal (Nelson, 2006). Indonesia sendiri mengalami krisis yang diawali dengan krisis moneter yang melanda sejak awal pertengahan tahun 1997 dan berubah menjadi krisis ekonomi. Teori Neo Klasik Bernhein, (1989) menyebutkan bahwa model neoklasik standar memiliki tiga fitur utama. Pertama, konsumsi setiap individu ditentukan sebagai solusi untuk masalah optimasi antar waktu, di mana borrowing dan lending diperbolehkan pada tingkat bunga pasar. Kedua, individu memiliki rentang hidup yang terbatas. Setiap konsumen termasuk dalam kelompok tertentu atau generasi, dan rentang hidup generasi berturut-turut tumpang tindih. Ketiga, Market Clearing umumnya diasumsikan dalam semua periode. Mereka berpendapat bahwa setiap individu mempunyai informasi yang cukup, sehingga mereka dapat merencanakan tingkat konsumsi sepanjang waktu hidupnya. Defisit anggaran akan meningkatkan tingkat konsumsi sepanjang waktu hidupnya. Defisit anggaran akan meningkatkan tingkat konsumsi dalam jangka panjang dengan cara membebankan pajak untuk generasi berikutnya. Jika seluruh sumber daya secara penuh dapat digunakan, maka peningkatan konsumsi akan menurunkan tingkat tabungan dan suku bunga akan meningkat. Teori ini menyimpulkan bahwa dalam kondisi full employment, defisit anggaran yang permanen akan menyebabkan investasi swasta tergusur. Defisit anggaran pemerintah dengan menurunkan tarif pajak akan meningkatkan suku bunga dan menurunkan investasi swasta. 6 Akibatnya pertumbuhan ekonomi akan turun (Crowding-out). Secara umum kaum klasik berpendapat bahwa defisit anggaran akan merugikan perekonomian. C. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data perekonomian Indonesia pada periode tahun 1990-2011. Metode yang digunakan adalah Two Stage Least Square (2SLS). Metode analisis ini digunakan dalam penelitian karena terdapat 2 (tiga) persamaan yang terdapat dalam model analisis dan satu diantara variabelnya berperan sebagai variabel dependen sekaligus sebagai variabel independen pada persamaan lain dalam model. Model persamaannya adalah sebagai berikut: Model I : GDP = f (Labor, Invest) Model II Invest = f (Def, interest, GDPt+1 ,GDPt-1) Dimana: GDP (Gross Domestic Product) = Pendapatan nasional Labor = Jumlah Tenaga Kerja Interest = Suku Bunga Invest = Investasi (Gross Fixed Capital Formation) Def = Defisit Anggaran GDPt+1 = Pendapatan Nasional tahun sesudahnya GDPt-1 = Pendapatan Nasional tahun sebelumnya Dalam model penelitian ini, yang perfungsi sebagai variabel endogen adalah variabel GDP (Pertumbuhan Ekonomi) dan Invest (Investasi). Sedangkan variabel yang berfungsi sebagai variabel predetermined adalah: Labor (Tenaga Kerja), Defisit (Defisit Anggaran), dan Interest (Suku bunga). Serta variabel beda kala (lagged variabel) yaitu GDPt+1 (GDP tahun sesudahnya) dan GDPt-1 (GDP tahun sebelumnya). Sedangkan variabel Invest selain berfungsi sebagai variabel endogen pada persamaan kedua, juga berfungsi sebagai variabel eksogen pada persamaan pertama. Indentifikasi Kondisi Order Permasalahan identifikasi dalam persamaan simultan merupakan hal yang penting untuk dapat sampai pada proses analisis ekonomi selanjutnya. Yuliadi (2009) menyebutkan bahwa masalah identifikasi dimaksudkan untuk mengestimasi parameter persamaan struktural yang diperoleh dari koefisien reduced form estimated. Jika syarat ini dapat dipenuhi artinya persamaan tersebut dapat diidentifikasi dan jika syarat ini tidak dapat dipenuhi artinya bahwa persamaan tersebut tidak dapat diidentifikasi. Permasalahan identifikasi dilakukan karena dari suatu himpunan data yang sama dapat diperoleh taksiran koefisien dari fungsi/model/hipotesa yang berbeda. Untuk mengetahui apakah suatu persamaan dalam persamaan simultan dapat diidentifikasi atau tidak dapat diuji melalui metode pengujian order condition. Metode pengujian ini merupakan prasyarat untuk dapat mengidentifikasi suatu model persamaan simultan. Suatu persamaan dikatakan dapat diidentifikasi manakala persamaan tersebut memenuhi ketentuan sebagai berikut : 7 K-k > m-1 Dimana : K = jumlah variabel predetermined dalam model k = jumlah variabel predetermined eksogen dalam persamaan yang diestimasi m = jumlah variabel endogen dalam persamaan yang diestimasi Ketentuan dalam identifikasi suatu model persamaan adalah : 1) Jika K-k > m-1 disebut overidentified 2) Jika K-k = m-1 disebut exact identified 3) Jika K-k < m-1 disebut under identified Dalam penelitian ini, hasil uji identifikasi persamaan simultan menunjukkan bahwa kedua persamaan diatas overidentified seperti yang terlihat pada Tabel 3.1 sehingga dapat dilanjutkan dengan menggunakan metode simultan. Tabel 1: Uji Identifikasi Persamaan Simultan Persamaan K k m K-k Tanda m-1 Kondisi Model I 4 2 2 2 > 1 Overidentified Model II 5 4 1 1 > 0 Overidentified Sumber : Hasil uji Persamaan simultan, diaolah Keterangan : Model I : K : meliputi varieabel = Def, interest, GDPt+1 ,GDPt-1, Labor k : meliputi varieabel = Labor m : meliputi varieabel = GDP, invest Model I : K : meliputi varieabel = Def, interest, GDPt+1 ,GDPt-1, Labor k : meliputi varieabel = Def, interest, GDPt+1 ,GDPt-1 m : meliputi varieabel = invest D. HASIL DAN PEMBAHASAN Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode analisis Two Stage Least Square (2SLS). Proses estimasi variabel dari 2 model persamaan tersebut menggunakan program aplikasi Eviews7.2. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series yang diambil dari tahun 1990 sampai 2011. Oleh karena itu sebelumnya harus dilakukan adalah uji stasioneritas data dan uji lag optimal. Uji Stasioneritas Data Uji stasioneritas dimaksudkan untuk menganalisis dan membuktikan apakah masing-masing variabel mempunyai akar unit atau tidak. Hal ini dikarenakan data time series di bidang ekonomi biasanya merupakan data yang tidak stasioner, sehingga ketika dipergunakan sebagai suatu variabel dalam suatu model regresi akan menghasilkan estimasi yang palsu atau regresi lancung, yaitu situasi dimana regresi menunjukan koefisien regresi yang signifikan dan nilai koefisien determinasi yang tinggi namun hubungan antara variabel independen danvariabel dependen tidak saling berhubungan. Hal ini terjadi karena hubungan keduanya merupakan data time series hanya menunjukan trend saja. Akibatnya, memberikan arahan yang keliru dalam kesimpulan dan implikasi kebijakan. Pengujian stasioneritas dalam penelitian ini menggunakan Augmented Dickey-Fuller Unit Root Test (ADF), yaitu dengan cara membandingkan antara ADF statistic dengan critical values. 8 H0 : terdapat unit root (data tidak stasioner) H1 : tidak terdapat unit root (data stasioner) Jika nilai absolute ADF lebih besar dari nilai critical value maka hipotesa H0 ditolak dan hal ini berarti data time series bersifat stasioner. Sebaliknya apabila nilai absolut ADF lebih kecil dari nilai critical value maka H0 diterima yang artinya pada data time series tersebut terdapat unit root atau data tidak stasioner. Uji stasioneritas data dilakukan terhadap setiap variabel yang digunakan dalam penelitian, yaitu Pertumbuhan Ekonomi (GDP), tenaga kerja (Labor), suku bunga (Interest), Investasi (Invest), defisit anggaran (Def), GDP tahun sesudahnya (GDPt+1), dan GDP tahun sebelumnya (GDPt-1). Tabel 2: Hasil Uji Akar Unit Pada Derajat Level Variable T-statistik GDP Critical values 1% 5% 10% -0.491859 -4.467895 -3.644963 -3.261452 Labor -0.042448 -4.440739 -3.632896 -3.254671 Interest -3.190928 -4.467895 -3.644963 -3.261452 Invest 0.308873 -4.467895 -3.644963 -3.261452 Def -3.474087 *** -4.616209 -3.710482 -3.297799 GDPt+1 -1.159278 -4.467895 -3.644963 -3.261452 GDPt-1 -0.700417 -4.467895 -3.644963 -3.261452 Keterangan: * menunjukkan signifikansi pada tingkat 1% ** menunjukkan signifikansi pada tingkat 5% *** menunjukkan signifikansi pada tingkat 10% Berdasarkan uji unit root seperti terlihat pada tabel 4.1 di atas ditemukan bahwa variabel GDP, Labor, Interest rate, Investasi, GDP tahun sesudahnya (GDPt+1), dan GDP tahun sebelumnya (GDPt-1) memiliki unit root pada nilai ADF pada level data baik nilai kritis 1%, 5% maupun 10%. Hal ini menunjukkan data time series ini tidak stasioner. Kecuali untuk variabel Defisit pada tingkat signifikansi level 10% menunjukkan nilai absolute ADF lebih besar dari nilai critical value. Hal ini berarti variabel defisit bersifat stasioner pada level 10%. Untuk mendapatkan data yang stasioner maka pada tahap berikutnya perlu dilakukan pengujian unit root pada first different. Tabel 3: Hasil Uji Akar Unit Pada First Different Variable T-statistik GDP Critical values 1% 5% 10% -4.182876 ** -4.498307 -3.658446 -3.268973 Labor -4.431724 ** -4.667883 -3.733200 -3.310349 Interest -5.143885 * ** -4.532598 -3.673616 -3.277364 Invest -3.923747 ** -4.498307 -3.658446 -3.268973 Def -10.22225 * ** -4.498307 -3.658446 -3.268973 GDPt+1 -4.802224 ** -4.498307 -3.658446 -3.268973 GDPt-1 -5.068303 * ** -4.498307 -3.658446 -3.268973 9 Keterangan: * menunjukkan signifikansi pada tingkat 1% ** menunjukkan signifikansi pada tingkat 5% *** menunjukkan signifikansi pada tingkat 10% Pada hasil uji stasioner dengan menggunakan first difference semua variabel menunjukkan hasil stasioner pada tingkat signifikasi 5%. Bahkan Sebagian variabel yaitu Interest rate, Defisit dan GDP tahun sebelumnya stasioner pada tingkat signifikasi 1% dan 5%. Hasil uji stasioner tersebut menunjukkan bahwa semua variabel sudah stasioner pada first difference pada tingkat signifikansi 5%. Ketika variabel-variabel penelitian memiliki derajat integrasi yang sama, maka data tersebut valid digunakan untuk pengujian selanjutnya. Penentuan Lag Optimal Penentuan Lag optimal merupakan jumlah lag yang memberikan pengaruh atau respons yang signifikan. Pemilihan lag yang tepat akan menghasilkan residual yang terbebas dari permasalahan autokorelasi dan heterokedastisitas. Penentuan panjang lag dimanfaatkan untuk mengetahui lamanya periode keterpengaruhan suatu variabel terhadap variabel masa lalunya maupun terhadap variabel endogen lainnya. Penentuan lag dapat digunakan dengan beberapa pendekatan antara lain Likelihood Ratio (LR), Final Prediction Error (FPE), Akaike Information Criterion (AIC) dan Schwarz Information Criterion (SC). Penentuan panjang lag optimal dalam penelitian ini menggunakan kriteria Schwarz Criterion (SC). Panjang lag optimal ditunjukkan dengan nilai SC terkecil dari pada hasil pengujian. Kita juga dapat melihat panjang lag optimal berdasarkan jumlah bintang yang terdapat pada setiap lag. Panjang lag optimal terdapat pada lag yang mempunyai jumlah bintang terbanyak. Tabel 4 : Pengujian Panjang Lag Optimal Lag LogL 0 -3020.724 LR NA FPE AIC SC HQ 4.0e+116 288.3547 288.7029 288.4303 1 -2884.541 168.6078* 1.3e+113* 280.0515* 282.8369* 280.6560* Sumber: Pengujian Lag Optimal dengan Eviews7.2 Berdasarkan hasil uji length lag criteria secara keseluruhan, maka dapat disimpulkan bahwa panjang lag optimal yang akan digunakan pada uji kointegrasi adalah lag 1. Uji Spesifikasi Hausman Hasil uji spesifikasi Hausman terhadap data pada penelitian ini menunjukkan bahwa persamaan model I dengan variabel endogen GDP tidak mempunyai masalah simultanitas. Jadi pada persamaan penelitian ini tidak terjadi bias semiltan. Jadi pada tersebut dapat diselesaikan dengan metode simultan. Tabel 5: Hasil Uji Spesifikasi Hausman Persamaan Prob. Residu Keterangan Model I Invest = 0,003 Simultan Sumber: Hasil uji Speesifikasi Hausman dengan Eviews7.2 Hasil Estimasi 2SLS Dalam penelitian ini digunakan teknik analisis statistik parametik dengan analisis model persamaan simultan dengan menggunakan metode Two-Stage Least Square (2SLS) atau metode 10 kuadratik terkecil dua tahap. Analisis data dalam pengujian model ini menggunakan aplikasi STATA versi 11. Data yang diperoleh dari hasil pengujian STATA adalah sebagai berikut : Tabel 6: Hasil Estimasi Model Model I : Dependent Variable: GDPR Method: Two-Stage Least Squares Variable C Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. -7.650225 7.224723 -1.058895 0.3029 INVESTASIR 2.886274 0.132173 21.83702 0.0000 LABOR 0.141113 0.078462 1.798495 0.0880 Model II : Dependent Variable: INVESTASIR Method: Two-Stage Least Squares Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -1.149715 0.755043 -1.522714 0.1462 DEFISIT 0.000430 0.000139 3.086971 0.0067 INTERESTR -0.648874 0.320867 -2.022250 0.0592 GDPMINR 0.332645 0.075551 4.402937 0.0004 GDPPLUSR 0.084192 0.052171 1.613774 0.1250 Sumber : Pengujian model menggunakan Eviews7.2 Dari hasil estimasi pengolahan data diatas maka diperoleh persamaan model sebagai berikut : Model I : GDP = -7.650225 + 2.886274 Invest + 0.141113 Labor Model II : Invest = -1.1497+0.00043Def - 0.6488interest + 0.3326GDPt+1 +0.0842GDPt-1 Berdasarkan hasil pengujian di atas, persamaan model I menunjukkan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,978033 atau 97,8%. Artinya dalam model tersebut variabel bebas tenaga kerja (Labor), dan Investasi (Invest) dapat menjelaskan variabel dependen GDP sebesar 97,8%. Sedangkan pada persamaan model II menunjukkan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.9748 atau 97.48%. Artinya dalam model tersebut variabel bebas Defisit Anggaran (Def), Suku bunga (interest), GDP tahun sesudahnya (GDPt+1) dan GDP tahun sebelumnya (GDPt-1) dapat menjelaskan variabel dependen Investasi (Invest) sebesar 99.33%. Dari output hasil pengolahan data pada Tabel 4.5, dapat dibuat interpretasi terhadap setiap hasil persamaan dalam model sebagai berikut: 1) Bertambahnya Investasi mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap GDP pada level 1%. Hal ini dapat dilihat dari probabilitas t-hitung variabel ini sebesar 0,000 < dari 0,01. Koefisien Investasi sebesar 2.886274 berarti bahwa setiap kenaikan US$ 1 11 milyar maka akan mengakibatkan kenaikan GDP sebesar US$ 2.886274 Milyar dengan asumsi cateris paribus. 2) Bertambahnya jumlah tenaga kerja mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap GDP pada level 10%. Hal ini dapat dilihat dari probabilitas t-hitung variabel ini sebesar 0.088 < dari 0,10. Koefisien Laborforce sebesar 0.141113 berarti bahwa setiap kenaikan 1 juta tenaga maka akan mengakibatkan kenaikan GDP sebesar US$ 0.141113 Milyar dengan asumsi cateris paribus. 3) Pada Model II, Meningkatnya Defisit Anggaran mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Investasi pada level 1%. Hal ini dapat dilihat dari probabilitas thitung variabel ini sebesar 0,0067 < dari 0,01. Koefisien Defisit Anggaran sebesar 0.00043 berarti bahwa setiap kenaikan defisit anggaran sebesar Rp. 1 milyar maka akan mengakibatkan kenaikan Investasi sebesar US$ 0.00043 Milyar dengan asumsi cateris paribus. 4) Bertambahnya tingkat suku bunga mempunyai pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap Investasi pada level 10%. Hal ini dapat dilihat dari probabilitas t-hitung variabel ini sebesar 0,059 < dari 0,10. Koefisien Interest Rate sebesar 0.648874 berarti bahwa setiap kenaikan suku bunga riil sebesar 1% maka akan mengakibatkan penurunan angka investasi US$ 0.648874 Milyar dengan asumsi cateris paribus. 5) Meningkatnya GDP tahun sebelumnya mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan pada level 1% terhadap Investasi pada masa sekarang ini. Hal ini dilihat dari probabilitas t-hitung variabel ini sebesar 0,000 < dari 0,01. Koefisien GDPt-1 sebesar 0.332645 berarti bahwa setiap kenaikan GDP tahun sebelumnya sebesar US$ 1 milyar maka akan mengakibatkan kenaikan Investasi sebesar US$ 0.332645 Milyar dengan asumsi cateris paribus. 6) Sedangkan variabel GDP tahun sesudahnya tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel Investasi pada masa sekarang ini. Hal ini dilihat dari probabilitas thitung variabel ini sebesar 0.1250 yang lebih besar dari 0,10. Implikasi Hubungan labor force, dan investasi terhadap GDP Dari hasil analisis diatas didapatkan bahwa bertambahnya labor force berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi (GDP) secara langsung. Hal ini dikarenakan dengan bertambahnya jumlah tenaga kerja akan mengakibatkan pertambahan jumlah barang dan jasa yang diproduksi oleh tenaga kerja tersebut. GDP dapat dihitung dengan mengalikan total output nasional suatu negara dengan harga output. Oleh karena itu dengan meningkatnya produktivitas barang dan jasa maka akan meningkatkan GDP. Selain varibel tenaga kerja, variabel investasi juga berpengaruh signifikan positif terhadap GDP secara langsung. Dengan bertambahnya jumlah Investasi maka otomatis akan menambah jumlah akan meningkatkan GDP, sesuai dengan teori keynes: Y=C+I+G Investasi merupakan suatu faktor krusial bagi kelangsungan proses pembangunan ekonomi (suistanable development) atau pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Pembangunan ekonomi melibatkan kegiatan-kegiatan produksi (barang dan jasa) di semua sektor-sektor ekonomi. Dengan adanya kegiatan produksi, maka terciptalah kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat meningkat, yang selanjutnya menciptakan atau meningkatkan permintaan di pasar. Pasar berkembang dan berarti juga volume kegiatan produksi, kesempatan kerja dan pendapatan di dalam negeri meningkat, dan seterusnya, maka terciptalah pertumbuhan ekonomi. Investasi adalah peran penting dalam menggerakkan perekonomian, karena investasi memperbesar kapasitas produksi, menaikkan pendapatan nasional maupun menciptakan lapangan kerja baru. 12 Hubungan Defisit, interest rate, GDPt+1 , GDPt-1 Terhadap Investasi Secara Langsung dan Terhadap GDP Secara Tidak Langsung. Dalam penelitian ini, tujuan utama penulis adalah ingin mengetahui pengaruh Defisit Anggaran terhadap pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan indikator GDP. Yang pertama dilakukan adalah mengetahui seberapa besar pengaruh Defisit Anggaran terhadap Investasi. Berdasarkan hasil analisis dan hasil hipotesis, dapat diketahui bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dan positif dari Defisit Anggaran tersebut terhadap Investasi. Defisit menunjukkan adanya ekspansi fiskal, yaitu adanya pertambahan pengeluaran pemerintah yang bertujuan untuk mendorong bertambahnya jumlah investasi. Sebagai contoh sederhana, pemerintah melakukan ekspansi fiskal dengan melakukan penambahan pengeluaran pemerintah melalui pembangunan sebuah gedung. Dengan adanya pembangunan gedung tersebut maka dibutuhkan tenaga kerja untuk membangun gedung. Dari sini maka akan ada tenaga kerja baru yang terserap. Kemudian dari pembangunan gedung itu sendiri memerlukan bahan-bahan material, sehingga hal tersebut dapat meningkatkan permintaan pasar. Dengan adanya tenaga kerja baru yang terserap dan peningkatan permintaan tersebut akan mendorong permintaan secara agregat. Penambahan permintaan secara agregat ini akan direspon oleh para produsen. Pada akhirnya produsen akan menambah kapasitas produksinya. Dan untuk menambah kapasitas produksi, produsen membutuhkan penambahan investasi. Sehingga dapat disimpulkan defisit anggaran berpengaruh positif terhadap investasi. Adapun varibel lain yang berpengaruh terhadap investasi adalah GDP tahun sebelumnya. GDP tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap Investasi saat ini karena dijadikan sebagai track record atau catatan bagi para investor untuk melakukan investasi. Dengan mengetahui GDP tahun sebelumnya maka investor akan tahu bagaimana perjalanan pertumbuhan ekonomi pada tahun sebelumnya. Investor membutuhkan kepastian pertumbuhan ekonomi yang tercermin dari GDP tahun sebelumnya. Sedangkan variabel GDP tahun depan tidak berpengaruh signifikan terhadap Investasi saat ini. Hal ini sebabkan ketidakpastian pertumbuhan ekonomi. Para investor tidak mau berspekulasi terhadap GDP tahun depan sebelum melakukan investasi. Para investor hanya melihat perjalanan pertumbuhan ekonomi pada tahun sebelumnya. Selian itu GDP tahun sebelumnya berpengaruh secara tidak langsung terhadap GDP melalui variabel investasi. Begitu juga dengan variabel defisit yang berpengaruh positif terhadap GDP secara tidak langsung melalui variabel investasi. Menurut hasil analisis diatas, besarnya pengaruh variabel defisit terhadap GDP melalui peningkatan investasi adalah: Jadi, artinya setiap kenaikan defisit Rp. 1 Milyar maka akan mengakibatkan kenaikan GDP sebesar US$ 0.00124109782 Milyar dengan asumsi cateris paribus. Adanya defisit Anggaran ini merupakan suatu kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam upaya peningkatan perekonomian. Defisit Anggaran merupakan wujud dari kebijkan ekspansi fiskal yang dilakukan pemerintah untuk mendorong daya beli masyarakat yang melemah. Dengan adanya dorongan dari pemerintah melalui kebijakan defisit anggaran ini, maka daya beli masyarakat akan naik dan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Keynes, bahwa defisit anggaran akan menyebabkan Crowding-in. Teori keynes lebih bisa diimplementasikan pada perekonomian Indonesia selama periode tahun 1990 sampai 2011, dari pada teori Neo-klasik. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya penambahan permintaan aggregate demand mampu diikuti oleh peningkatan aggregate supply. Sehingga pada akhirnya defisit mampu menambah investasi dan akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi (Crowding-in). Hasil penelitian juga sesuai dengan yang penelitian dilakukan oleh Maryatmo (2004) pada tahun 1883 sampai 2002. Dia menyatakan bahwa dalam jangka panjang Kebijakan defisit anggaran pemerintah mengakibatkan ”Crowding-in” bagi perekonomian. Maryatmo berpendapat, bahwa defisit anggaran berpengaruh terhadap variabel moneter melalui dua jalur, yaitu melalui jalur sektor riil dan jalur sektor moneter. Melalui jalur moneter defisit anggaran akan 13 mempengaruhi jumlah uang beredar. Sedangkan defisit anggaran akan mempengaruhi sektor riil melalui pengeluaran dan penerimaan pemerintah dan selanjutnya dapat mempengaruhi pertambahan daya beli masyarkat dan juga menambah permintaan agregat. Di lain pihak dalam penelitian ini, ada variabel interest rate yang berpengaruh negatif terhadap investasi. Sesuai dengan teori Neo klasik mengenai pengaruh suku bunga terhadap investasi, seperti yang dinyatakan oleh Putong 2003, “Tabungan berbanding lurus dengan suku bunga sementara investasi berbanding terbalik degan suku bunga.” Jadi Semakin tinggi suku bunga, maka tabungan semakin meningkat, dan investasi akan menurun. Hal ini dikarenakan para investor akan cenderung menabung uang di bank dari pada digunakan untuk berinvestasi. Interest rate berpengaruh negatif secara secara tidak langsung terhadap GDP secara melalui variabel investasi. Oleh karena itu suku bunga yang terus meningkat bisa sebagai penghambat peran investasi dalam pertumbuhan ekonomi. Menurut hasil analisis diatas, besarnya pengaruh variabel suku bunga terhadap GDP melalui peningkatan investasi adalah: Jadi, artinya setiap kenaikan suku bunga riil 1 % maka akan mengakibatkan penurunan GDP sebesar US$ 1.8728 Milyar dengan asumsi cateris paribus. Defisit anggaran diakibatkan adanya pengeluaran pemerintah yang lebih besar dari pada pengeluaran dalam struktur APBN. Rata-rata penggunaan pengeluaran pemerintah dari tahun 1990 sampai dengan tahun 2011 sebagian besar digunakan untuk belanja pegawai, belanja subsidi serta pembayaran cicilan hutang beserta bunganya. Penyebab defisit anggaran di Indonesia lebih kepada hal-hal yang lebih bersifat konsumtif dan bukan ditanamkan pada sektor2 riil, seperti investasi. Seharusnya pemerintah mulai menambah porsi pengeluaran negara terhadap sektor belanja modal atau investasi pemerintah yang langsung bisa mendorong kegiatan-kegiatan produksi (barang dan jasa) di semua sektor-sektor ekonomi. Dengan adanya penambahan porsi terhadap sektor belanja modal diharapkan dampak dari kebijakan defisit anggaran ini akan lebih efektif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. E. KESIMPULAN Kebijakan Ekspansi fiskal yang dilakukan oleh pemerintah melalui defisit anggaran dapat meningkatkan daya beli masyarakat. Dengan adanya peningkatan daya beli masyarakat maka dapat menambah Aggregate Demand. Pada akhirnya Aggregate Demand akan direspon oleh penambahan Aggregate Supply dan mampu mendorong peningkatan investasi. Selanjutnya peningkatan investasi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yaitu dengan cara peningkatan GDP. Peningkatan defisit Anggaran tidak menyebabkan crowding out effect. Seperti yang diuraikan oleh kaum Neo Klasik. Tetapi sebaliknya peningkatan defisit anggaran menyebabkan Crowding-in sesuai dengan teory Keynes, karena dapat menigkatkan GDP melalui peningkatan investasi. Pertambahan tenaga kerja akan menambah kapasitas produksi barang dan jasa sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi yaitu dengan meningkatnya GDP. Di sisi lain, terjadinya peningkatan Suku bunga akan menyebabkan penurunan GDP melalui variabel investasi. Sehingga suku bunga menjadi penghambat peran investasi dalam pertumbuhan ekonomi. Peningkatan variabel GDP tahun sebelumnya mempengaruhi pertambahan investasi saat ini. Sebab investasi mempunyai ekspektasi rasional terhadap GDP tahun sebelumnya. UCAPAN TERIMA KASIH Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu sehingga jurnal ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih khusus kami sampaikan kepada Asosiasi Dosen Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya dan Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya yang memungkinkan jurnal ini bisa diterbitkan. 14 DAFTAR PUSTAKA Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pengendalian Jumlah Kumulatif Defisit Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara, Dan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah, Serta Jumlah Kumulatif Pinjaman Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Arif, Stritua. 1993 Metode Penelitian Ekonomi. Jakarta: Penertbit Universitas Indonesia (UI-Press) Asian Development Bank. 2012. Key Indicators for the Asia and the Pasific. http://www.adb.org/ diakses pada 20 Mei 2013. Bernheim, B. Douglas. 1989. “A Neo Classical Perspective on Budget Deficits”. Jurnal of Economic Performance,Volume 3,Number 2 pages 55-72. https://www.vwl.uniwuerzburg.de diakses pada tanggal 15 April 2013. Tanuwidjaja, Enrico. 2006 Central Bank Credibility And Monetary Policy In Indonesia. Journal of Policy Modeling. www.sciencedirect.com diakses 3 Maret 2013 Fatima, Goher 2011 Fiscal Deficit and Economic Growth: An Analysis of Pakistan’s Economy Period : 1980 – 2009 http://www.ijtef.org/papers/156-W10064.pdf diakses pada 05 Februari 2013 Gujarati, Damodar. 2004. Ekonometrika Dasar (Diterjemahkan oleh Sumarno Zain). Jakarta: Erlangga. Kementrian Keuangan Republik Indonesia. 2013 DATA POKOK APBN 2006–2012 http://www.anggaran.depkeu.go.id diakses pada 05 Mei 2013 Kementerian Sekretariat Negara. 2013 Kajian Kebijakan Prospek Perekonomian Indonesia Tahun 2013 http://www.setneg.go.id diakses pada 30 Juni 2013 Krajewski, Piotr and Mackiewicz, MichaĆ M. 2011 Fiscal Deficit, Size Of The Public Sector And Investment Rate – A Panel Study http://congress.utu.fi diakses pada 20 Maret 2013 Kuncoro, Mudrajad. 2012. http://female.kompas.com/read/2012/06/15/03295989/Kuatkah.Fondasi.Ekonomi.Kita. diakses tanggal 05 Januari 2013 Mankiw, N. Gregory. 2000 Teori Makro Ekonomi edisi ke-4 (Diterjemahkan oleh Imam Nurmawan, Yuli Sumiharti). Jakarta: Erlangga Maryatmo, R. 2004. Dampak Moneter Kebijakan Defisit Anggaran Pemerintah Dan Peranan Asa Nalar Dalam Simulasi Model Makro-Ekonomi Indonesia (1983:1-2002:4). Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2004. http://www.bi.go.id diakses pada 02 Juli 2013. Nelson, Charles R. 2006. "Keynesian Fiscal Policy and the Multipliers". Chapter 11, Internet Edition as of January 1, 2006. www.econ.washington.edu/cnelson/chap11.pdf diakses pada 25 Mei 2013 Nuryanto, Ndaru 2011. Pengaruh Kebijakan Defisit Anggaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia: Studi Kasus Tahun 1981 – 2010. Skripsi, Universitas Brawijaya, Malang Paiko, 2012 Deficit Financing And Its Implication On Private Sector Investment: The Nigerian Experience. 1990 -2007 period http://www.arabianjbmr.com/pdfs/OM_VOL_1_(10)/4.pdf diakses pada 30 Mei 2013 Pamudji, Teguh, 2008, “Analisis Dampak Defisit Anggaran Terhadap Ekonomi Makro Di Indonesia (Tahun 1993-2007), Tesis, Universitas Diponegoro, Semarang. 15 Putong, Iskandar 2003 Ekonomi Mikro dan Makro Edisi Ke-2. Jakarta: Ghalia Indonesi Anggota IKAPI Snyder, Tricia 2011 Do federal budget deficits cause crowding http://www.aabri.com/manuscripts/11808.pdf diakses pada 20 April 2013 out?, Sukirno, Sadono, 1985. Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah dan Kebijakan. Cetakan keempat. Jakarta: Bima Grafika. Wahyuningtyas, Agustina Endah 2010 Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Dan Defisit Anggaran Terhadap Investasi di Indonesia. Skripsi, Universitas Diponegoro, Semarang Winarno, Wing Wahyu. 2009. Analisis Ekonometri dan Statistika dengan Eviews. Edisi Kedua. Yogyakarta: STIE YKPN. Waluyo, Joko, 2004, “Pengaruh Pembiayaan Defisit Anggaran Terhadap Inflasi Dan Pertumbuhan Ekonomi: Suatu Simulasi Model Ekonomi Makro Indonesia 1970 – 2003, Univesitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta. http://www.uajy.ac.id diakses pada 30 Juni 2013. Widarjono, Agus 2010 Analisis Statistika Multivariat Terapan. Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN Wisnu, AS. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia http://www.metrotvnews.com/metronews diakses pada 30 Juni 2013 2013. Yuliadi, Imamudi. 2009. Ekonometrika Terapan. Yogyakarta: Unit Penerbitan Fakultas Ekonomi UGM. 16