ANALISIS DAMPAK DEFISIT ANGGARAN

advertisement
ANALISIS DAMPAK DEFISIT ANGGARAN TERHADAP INVESTASI DAN
PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA:
STUDI KASUS TAHUN 1990 – 2011
Efdiono
Universitas Brawijaya Malang
Email: [email protected]
ABSTRACT
The purpose of this research is to observe the impact of the budget deficit policy on
investment and GDP in Indonesia, during 1990-2011. By using deficit, interest rates, Labor, GDP
next year and GDP last year as predetermined variables, and GDP and investment as an
endogenous variable, the parameters are estimated by using the Two Stage Least Squares (2SLS)
method. In this study using the gap theory from Keynesian and Neo-Classical influence policy on
the budget deficit to macroeconomic.
The study indicate that deficit spending has positive effect on investment through the
encouragement on aggregate demand, and investment has a positive effect on economic growth.
So the budget deficit made crowding-in on economic growth through investment.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh defisit anggaran terhadap investasi dan
pertumbuhan ekonomi di Indonesia dalam kurun waktu 1990 sampai 2011. Berdasarkan tujuan
tersebut, metode analisis data yang digunakan adalah Two Stages Least Square (2SLS) dengan
menggunakan variabel Defisit, Suku bunga, Tenaga kerja, GDP tahun seblumnya dan GDP tahun
depan sebagai variabel predetermined dan variabel GDP dan investasi sebagai variabel endogen.
Dalam penelitian ini menggunakan gap teori yang dikemukakan oleh aliran Keynesian dan NeoKlasik, tentang dampak defisit anggaran terhadap makroekonomi.
Dari hasil estimasi dan uji statistik diperoleh bahwa defisit anggaran terbukti berpengaruh
positif terhadap investasi melalui dorongan agregat demand, dan investasi berpengaruh positif
terhadap pertumbuhan ekonomi. Jadi Defisit anggaran menyebabkan crowding-in terhadap
pertumbuhan ekonomi melalui jalur peranan investasi.
Kata kunci: defisit anggaran, aggregate demand, crowding-in, investasi, pertumbuhan ekonomi
A. PENDAHULUAN
Pemerintah melakukan berbagai cara untuk meningkatkan investasi guna mendorong
pertumbuhan ekonomi. Salah satu kebijakan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan Investasi
adalah kebijakan fiskal ekspansif. Kebijakan fiskal yang ekspansif dinilai dapat mendorong
investasi melalui peningkatan peningkatkan Agregat Demand (permintaan Agregat). Kebijakan
fiskal pemerintah tersebut tertuang dalam APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara).
APBN memuat tentang keseluruhan penerimaan dan pengeluaran pemerintah. APBN disusun
berdasarkan perkiraan kemampuan pemerintah dalam menghimpun pendapatan negara. Dalam
perkiraan tersebut ada dua hal yang kemungkinan bisa terjadi yaitu surplus atau defisit anggaran.
Defisit Anggaran terjadi bila total pengeluaran pemerintah lebih besar dari penerimaan. Sesuai
dengan Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2003, defisit anggaran
pemerintah adalah selisih kurang antara pendapatan negara dan belanja negara dalam tahun
anggaran yang sama. Dan terjadi surplus anggaran apabila sebaliknya yaitu penerimaan negara
lebih besar dari belanja.
1
Grafik 1: Defisit Anggaran Indonesia (dalam milyar rupiah)
Struktur APBN
50.000
-50.000
Defisit
-100.000
-150.000
-200.000
Sumber Data : Kementerian Keuangan. Diolah
Pada kenyataannya kondisi ABPN di Indonesia dari tahun 1990 sampai 2012 cenderung
mengalami defisit anggaran yang terus meningkat. Sebenarnya jika dilihat pada periode tahun
1990 sampai dengan 1997, defisit APBN cenderung stabil. Pada periode tersebut pemerintah
mencoba untuk menetapkan balance budget. Akan tetapi tahun 1998 mulai terjadi defisit yang
cukup signifikan. Hal ini dikarenakan pada tahun 1998 adalah periode jatuhnya tempo pembayaran
bunga dan cicilan hutang pemerintah, yang didominasi oleh utang luar negeri kemudian disusul
dengan krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Pada saat krisis tersebut Pemerintah harus
melakukan kebijakan ekspansi fiskal. Hal ini dikarenakan lemahnya permintaan pada saat terjadi
krisis ekonomi. Dengan melakukan kebijakan ekspansi fiskal maka pemerintah mengharapkan
dapat meningkatkan daya beli masyarakat yang menurun tersebut.
Periode berikutnya setetelah terjadi kiris ekonomi yang melanda Indonesia, defisit anggaran
mangalami fluktuatif pada periode tahun 1999 sampai tahun 2005. Pada masa itu pemerintah
masih menyesuaikan dengan keadaan ekonomi pasca krisis, apakah mengambil kebijakan ekspansi
atau kontraksi. Kemudian pada periode 2006 sampai 2012 APBN selalu mengalami defisit
anggaran. Walaupun penerimaan pemerintah cenderung meningkat, akan tetapi pengeluaran
pemerintah terlebih untuk pembayaran cicilan utang dan bunga serta subsidi masih lebih besar
jumlahnya. Mulai tahun 2006 defsit anggaran dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan.
Bahkan pada tahun 2012 defisit APBN Indonesia telah mencapai angka 190.105 Milyar.
Menurut J.M Keynes Kebijakan fiskal yang ekspansif dinilai dapat mendorong investasi
melalui peningkatan peningkatkan Agregat Demand (permintaan Agregat). Keynes berpendapat
peningkatan permintaan agregat sangat dibutuhkan untuk meningkatkan investasi dan selanjutnya
akan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Menurut Keynes hal ini dikarenakan dengan
adanya kebijakan fiskal ekspansif dari pemerintah akan meningkatkan daya beli daya beli
masyarakat. Dengan meningkatnya daya beli masyarakat maka akan meningkatkan jumlah
permintaan yang pada akhirnya mendorong peningkatan produksi.
Sebaliknya, Kebijakan fiskal ekspansif menurut Neo Klasik defisit anggaran pemerintah
dapat merugikan perekonomian. Neo Klasik menganggap kebijakan ekspansif tersebut justru akan
dapat medesak investasi keluar karena defisit anggaran yang meningkat. Defisit anggaran
pemerintah dengan menurunkan tarif pajak akan meningkatkan suku bunga dan menurunkan
investasi, akibatnya pertumbuhan ekonomi akan turun (Crowding-out). Menurut Neo Klasik
kebijakan ekspansif akan cenderung menyebabkan inflasi, sehingga dapat menaikkan suku bunga.
Dengan naiknya suku bunga tersebut maka mengahambat investasi, sehingga menghambat
pertumbuhan ekonomi.
Dari data dan fakta tentang defifsit anggaran yang terus meningkat tersebut dikhawatirkan
terjadi crowding out effect sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya oleh teori aliran teori
Neo-Klasik. Oleh karena itu dalam penelitan ini ingin melihat batasan sejauh teori dari Keynes
(Crowding-in) apakah masih berlaku dalam keadaan perekonomian di Indonesia. Ataukah teori
2
dari teori Neo-Klasik (Crowding-out) yang berlaku. Penelitian ini melihat bagamana dampak
defisit terhadap peranan investasi dalam pertumbuhan ekonomi.
B. KAJIAN PUSTAKA
Kebijakan Fiskal
Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi
perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran
pemerintah. Dari sisi pajak, jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada
ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan
industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan
daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum. Dalam literatur ekonomi,
terdapat beberapa perbedaan pandangan mengenai kebajikan fiskal, terutama menurut teori
Keynes dan teori klasik tradisional. Pada prinsipnya Keynes berpendapat bahwa kebijakan fiskal
lebih besar pengaruhnya terhadap output daripada kebijakan moneter. Hal ini didasarkan atas
pendapatnya bahwa, pertama elastisitas permintaan uang terhadap tingkat bunga kecil sekali,
sehingga kurva IS tegak. Kebijakan fiskal yang ekspansif akan menggeser kurva IS kekanan
sehingga output meningkat. Sedangkan ekspansi moneter dengan penambahan jumlah uang
beredar pada kurva IS yang tetap tidak akan berpengaruh terhadap output. Hal ini menunjukkan
bahwa kebijakan fiskal akan lebih efektif dibandingkan dengan kebijakan moneter.
Tujuan kebijakan fiskal adalah untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. Hal ini
dilakukan dengan jalan memperbesar dan memperkecil pengeluaran komsumsi pemerintah (G),
jumlah transfer pemerntah (Tr), dan jumlah pajak (Tx) yang diterima pemerintah sehingga dapat
mempengaruhi tingkat pendapatn nasional (Y).
Jenis Kebijakan Fiskal
Dari sudut ekonomi makro maka kebijakan fiskal dapat dibedakan menjadi dua yaitu
Kebijakan Fiskal Ekspansif dan Kebijakan Fiskal Kontraktif. Kebijakan Fiskal Ekspansif adalah
suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih
baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ekspansif
dilakukan dengan cara menaikkan pengeluaran pemerintah (G) atau menurunkan pajak (T) untuk
meningkatkan output (Y).
Sedangkan Kebijakan Fiskal Kontraktif adalah kebijakan pemerintah dengan cara
menurunkan belanja negara dan menaikkan tingkat pajak. Kebijakan ini bertujuan untuk
menurunkan daya beli masyarakat dan mengatasi inflasi. kebijakan pemerintah untuk membuat
pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Hal ini biasanya dilakukan saat anggaran
surplus ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating)
untuk menurunkan tekanan permintaan. pada saat munculnya ekpansionary gap. Ekspansionary
gap adalah suatu kondisi dimana output potensial lebih kecil dibandingkan dengan output Actual.
Defisit Anggaran
Defisit anggaran secara teori ekonomi makro dapat kita pahami melalui perokonomian
tertutup. Dimana dalam perekonomian tertutup dengan adanya tindakan fiskal pemerintah,
pendapatan nasional terdiri dari Pendapatan Nasional (Y), Pengeluaran Konsumsi (C), Investasi
(I), Pengeluaran Pemerintah (G) (Froyen, 2002).
Y=C+I+G
Dari Pendapatan Nasional ini, oleh penerima pendapatan sebagian dipergunakan untuk
membayar pajak (Tx) kepada pemerintah. Akan tetapi sebaliknya pemerintah juga memberikan
uang kepada orang-orang tertentu atau lembaga-lembaga tertentu tanpa mengharapkan adanya
balas jasa seecara langsung yang disebut transfer pemerintah (Tr). Pendapatan setelah
diperhitungkannya penerimaan transfer dari pemerintah dan pajak yang harus diserahkan kepada
pemerintah inilah yang disebut ”disposible income”, yaitu pendapatan yang sudah siap dipakai
3
untuk konsumsi dan untuk saving. Anggaran belanja pemerintah dikatakan dalam keadaan defisit
yaitu apabila Tx < G+Tr atau dalam keadaan surplus jika Tx > G + Tr.
Teori Pertumbuhan Neoklasik Tradisional
Dalam argumen pasar bebas neoklasik merupakan keyakinan bahwa liberalisasi pasar-pasar
nasional akan merangsang investasi, baik itu investasi domestik maupun yang berasal dari luar
negeri, sehingga dengan sendirinya akan memacu tingkat akumulasi modal. Bila diukur
berdasarkan satuan tingkat pertumbuhan Gross National Product (GNP), hal tersebut sama dengan
penambahan tingkat tabungan domestik, yang pada gilirannya akan meningkatkan rasio modaltenaga kerja (capital-labor ratios) dan pendapatan per kapita negara-negara berkembang yang pada
umumnya miskin modal. Model-model pertumbuhan neoklasik tradisional sesungguhnya bertolak
secara langsung dari model Harrod-Domar dan Solow.
Model pertumbuhan Harrod-Domar menjelaskan mekanisme perekonomian yang
mengandalkan peningkatan investasi dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi. Model ini
menyarankan bahwa setiap perekonomian pada dasarnya harus senantiasa mencadangkan atau
menabung sebagian tertentu dari pendapatan nasionalnya untuk menambah atau menggantikan
barang-barang modal (gedung, alat-alat, dan bahan baku) yang telah susut atau rusak. Namun,
untuk memacu pertumbuhan ekonomi dibutuhkan investasi baru yang merupakan tambahan neto
terhadap cadangan atau stok modal (capital stock).
Persamaan diatas merupakan versi sederhana dari persamaan teori pertumbuhan ekonomi
Harrod-Domar. Persamaan tersebut menjelaskan bahwa tingkat pertumbuhan Produk Domestik
Bruto (ΔY/Y) ditentukan secara bersama-sama oleh tabungan nasional (s) serta rasio modal-output
nasional (k).
Model pertumbuhan neoklasik selanjutnya yaitu model pertumbuhan neoklasik Solow. Pada
intinya, model ini merupakan pengembangan dari formulasi Harrod-Domar dengan menambahkan
faktor kedua, yakni tenaga kerja, serta memperkenalkan variabel independen ketiga, yaitu
teknologi ke dalam persamaan pertumbuhan. Berbeda dengan model Harrod-Domar yang
mengasumsikan skala hasil tetap (constant return to scale) dengan koefisien baku, model
pertumbuhan neoklasik Solow berpegang pada konsep skala hasil yang terus berkurang
(diminishing returns) dari input tenaga kerja dan modal jika keduanya dianalisis secara terpisah;
jika keduanya dianalisis secara bersamaan atau sekaligus, Solow juga memakai asumsi skala hasil
tetap tersebut. Kemajuan teknologi ditetapkan sebagai faktor residu untuk menjelaskan
pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang, dan tinggi rendahnya pertumbuhan itu sendiri oleh
Solow maupun para teoretisi lainnya diasumsikan bersifat eksogen atau tidak dipengaruhi oleh
faktor-faktor lain. Dalam bentuk yang lebih formal, model pertumbuhan neoklasik Solow
memakai fungsi produksi agregat standar, yakni:
Pada persamaan tersebut Y adalah Produk Domestik Bruto (PDB), K adalah stok modal fisik
dan modal manusia, L adalah tenaga kerja, dan A adalah produktivitas tenaga kerja, yang
pertumbuhannya ditentukan secara eksogen. Adapun simbol α melambangkan elastisitas output
terhadap modal. Karena tingkat kemajuan teknologi ditentukan secara eksogen, model neoklasik
Solow terkadang juga disebut sebagi model pertumbuhan “eksogen”.
Menurut teori pertumbuhan neoklasik tradisional pertumbuhan output bersumber dari satu
atau lebih dari tiga faktor, yaitu kenaikan kuantitas dan kualitas tenaga kerja, penambahan modal,
dan penyempurnaan teknologi. Kenaikan kuantitas dan kualitas dari tenaga kerja dapat dilihat dari
pertumbuhan jumlah penduduk dan juga perbaikan pendidikan. Faktor penambahan modal dapat
dilihat melalui tabungan dan investasi.
Peranan Investasi
Penanaman modal atau investasi merupakan pengorbanan konsumsi di masa kini untuk
meningkatkan konsumsi di masa depan. Investasi atau pembentukan modal ini dapat berbentuk
4
investasi pada asset riil, dan asset finansial. Investasi pada asset riil misalnya pembelian tanah,
mesin, pembangunan pabrik dan lain-lain. Sementara itu, investasi pada asset finansial dapat
dilakukan di pasar uang atau di pasar modal.
Investasi akan sangat berpengaruh terhadap permintaan agregat dan akhirnya berakibat juga
pada output dan kesempatan kerja. Selain itu investasi menghimpun modal. Dengan membangun
gedung atau melakukan pembelian peralatan-perelatan, output potensial akan bertambah, dan
pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang juga meningkat. Dalam penelitian ini, konsep
investasi yang dimaksud adalah investasi secara keseluruhan yang merupakan pembentukan modal
bruto yang terjadi dalam kurun waktu satu tahun.
Keynes memformulasikan hubungan antara investasi dengan output nasional. Model
akselerator investasi menegaskan bahwa laju investasi akan sebanding dengan perubahan output
perekonomian (Mankiw, 2000). Unsur penting dari investasi adalah biaya investasi. Unsur ini
terkait erat dengan suku bunga yang merupakan mekanisme dalam kebijakan moneter pada
percaturan ekonomi modern. Pada saat jumlah uang yang beredar di masyarakat meningkat, maka
harga dari uang tersebut (suku bunga) akan berkurang. Berkurangnya suku bunga ini akan
membuat biaya investasi turun, dan perusahaan akan dapat lebih banyak membeli lebih banyak
mesin, dan bentuk investasi lainnya, dan nantinya akan dapat meningkatkan besaran investasi
secara agregat. Selain suku bunga, unsur lain yang berpengaruh dari segi biaya dalam keputusan
investasi adalah pajak. Tinggi rendahnya pajak yang ditetapkan tersebut digunakan pemerintah
untuk mendorong atau menghambat investasi di sektor swasta.
Kaum Neo Klasik dan Keynesian memiliki perbedaan mengenai pengeluaran investasi sektor
swasta. Neo Klasik berpendapat bahwa sektor swasta relatif stabil. Alasannya ialah karena
pengeluaran sektor swasta didasarkan pada teori pendapatan permanen sehingga pengeluaran
konsumsi akan relatif stabil. Pengeluaran konsumsi merupakan komponen pengeluaran yang
relatif besar dan hanya berubah secara perlahan, yaitu dalam rangka penyesuaian konsumsi
individu dengan perkiraan pendapatan permanen dalam jangka panjang. Faktor lain yang
menyebabkan pengeluaran konsumsi ini relatif stabil adalah elastisitas pengeluaran investasi
terhadap tingkat bunga yang cukup besar.
Fleksibilitas tingkat bunga dan harga juga menyebabkan pengeluaran investasi dan konsumsi
stabil. Jika terjadi penurunan investasi dan jumlah uang beredar yang tetap maka tingkat bunga
akan turun. Penurunan tingkat suku bunga ini akan menyebabkan investasi kembali terdorong naik
untuk mengimbangi penurunan investasi awal. Ini berarti investasi tidak banyak berubah. Apabila
kenaikan investasi dan/atau konsumsi tidak cukup untuk menutupi penurunan investasi maka
melalui perubahan harga pengeluaran swasta akan tetap stabil. Mekanismenya adalah penurunan
investasi akan berakibat pada timbulnya pengangguran sehingga upah dan kemudian harga akan
turun. Untuk jumlah uang beredar, turunnya harga berarti nilai riil uang akan naik. Kenaikan nilai
riil uang akan mendorong pengeluaran. Dalam alternatif pandangan Keynesian, naiknya nilai riil
uang akan menurunkan tingkat bunga kemudian akan mendorong kenaikan investasi.
Bertolak belakang dengan pemikiran Neo Klasik, Keynesian berpendapat bahwa sektor
swasta tidak stabil. Ketidakstabilan tersebut berasal dari pergeseran sikap dan perkiraan dari
pengusaha dan konsumen. Selain itu, ketidakstabilan sektor swasta juga disebabkan oleh harga
yang tidak fleksibel. Aliran Neo Klasik mengklaim bahwa terdapat 100% pendesakan investasi
oleh belanja pemerintah. Diasumsikan perekonomian mempunyai ciri-ciri paham Klasik dan Neo
Klasik. Kurva penawaran agregat (AS) adalah vertikal dan hanya uang yang dapat mempengaruhi
permintaan agregat. Apabila pemerintah meningkatkan pengeluarannya, kurva permintaan agregat
(AD) tidak akan bergeser. Ini dikarenakan hanya uang yang dapat mempengaruhi pengeluaran
total. Jika kebijakan fiskal tidak mempegaruhi permintaan, maka dampak dari kebijakan ini adalah
penurunan investasi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ketika kebijakan fiskal merangsang
perekonomian, permintaan uang akan meningkat, dan apabila jumlah uang beredar tidak berubah,
suku bunga akan meningkat, dan pada akhirnya suku bunga akan meningkat secukupnya
sedemikian rupa sehingga investasi turun sebesar jumlah dari kenaikan belanja pemerintah.
Sedangkan menurut pandangan Keynesian, dalam perekonomian diasumsikan terdapat
pengangguran, dan tingkat sensitifitas investasi oleh suku bunga adalah rendah. Oleh karena
terdapat pengangguran, perekonomian bekerja tidak pada tingkat full emplyoment. Kebijakan
moneter pun diasumsikan dapat mengimbangi kebijakan fiskal dengan baik. Dalam hal ini, bank
5
sentral akan menaikkan atau menurunkan jumlah uang beredar untuk mempertahankan suku bunga
agar tidak berubah ketika output meningkat. Dengan asumsi-asumsi tersebut, kebijakan ekspansi
fiskal dianggap tidak akan mempengaruhi suku bunga, dan kebijakan tersebut akan dapat
meningkatkan output dan pendapatan. Keynesian menganggap bahwa ada dampak yang positif
dari kebijakan ekspansi terhadap investasi yaitu dengan adanya ekspektasi positif dari para
investor. Ekspektasi positif tersebut berupa peningkatan kualitas dan kuantitas barang-barang
publik yang dapat menudukung kelancaran aktifitas ekonomi. Pada akhirnya ekspansi fiskal akan
berpengaruh positif terhadap investasi dengan kata lain investasi akan terdorong masuk (crowding
in).
Teori Keynesian
Pandangan Keynes berbeda dari standar paradigma neoklasik dalam dua hal yang mendasar.
Pertama, memungkinkan bahwa beberapa sumber daya ekonomi unemployment. Kedua, itu
mengandaikan adanya sejumlah besar myopic atau liquidity constrained dari individu. Asumsi
kedua ini menjamin bahwa konsumsi agregat sangat sensitif terhadap perubahan pendapatan
disposable. Dalam model Keynesian sederhana, peningkatan defisit anggaran sebesar $ 1
menyebabkan peningkatan output secara berkebalikan dengan Marginal Propensity to Save
(MPS). Dalam standar analisis ekonomi moneter IS-LM, peningkatan output akan meningkatkan
permintaan uang. Jika Money Supply adalah tetap (defisit dibiayai obligasi), suku bunga akan naik,
dan investasi swasta jatuh. Hal ini pada gilirannya akan mengurangi output dan sebagian
keseimbangan efek multiplier Keynes (Bernheim, 1989).
Menurut kaum Keynesian, defisit anggaran akan meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan, dan konsumsi pada giliran berikutnya. Defisit anggaran yang dibiayai utang, yang
berarti beban pajak pada masa sekarang relatif menjadi lebih ringan, akan menyebabkan
peningkatan pendapatan yang siap dibelanjakan. Peningkatan pendapatan yang siap dibelanjakan
akan meningkatkan konsumsi dan sisi permintaaan secara keseluruhan. Jika perekonomian belum
dalam kondisi kesempatan penuh, peningkatan sisi permintaan akan mendorong produksi dan
selanjutnya peningkatan pendapatan nasional. Pada periode selanjutnya, peningkatan pendapatan
nasional akan mendorong perekonomian melalui efek multiplier Keynesian. Karena defisit
anggaran meningkatkan konsumsi dan ingkat pendapatan sekaligus, tingkat tabungan dan
akumulasi kapital juga meningkat. Menurut kaum Keynesian secara keseluruhan, defisit anggaran
dalam jangka pendek akan menguntungkan perekonomian (Pamudji, 2008). Tapi perlu menjadi
catatan bahwa asumsi Keynes yang menyebutkan bahwa perekonomian akan terus berproduksi
sebanyak yang diminta (supply adalah infinitely elastic) terjadi pada masa depresi pada waktu itu,
bukan pada kondisi normal (Nelson, 2006). Indonesia sendiri mengalami krisis yang diawali
dengan krisis moneter yang melanda sejak awal pertengahan tahun 1997 dan berubah menjadi
krisis ekonomi.
Teori Neo Klasik
Bernhein, (1989) menyebutkan bahwa model neoklasik standar memiliki tiga fitur utama.
Pertama, konsumsi setiap individu ditentukan sebagai solusi untuk masalah optimasi antar waktu,
di mana borrowing dan lending diperbolehkan pada tingkat bunga pasar. Kedua, individu memiliki
rentang hidup yang terbatas. Setiap konsumen termasuk dalam kelompok tertentu atau generasi,
dan rentang hidup generasi berturut-turut tumpang tindih. Ketiga, Market Clearing umumnya
diasumsikan dalam semua periode. Mereka berpendapat bahwa setiap individu mempunyai
informasi yang cukup, sehingga mereka dapat merencanakan tingkat konsumsi sepanjang waktu
hidupnya. Defisit anggaran akan meningkatkan tingkat konsumsi sepanjang waktu hidupnya.
Defisit anggaran akan meningkatkan tingkat konsumsi dalam jangka panjang dengan cara
membebankan pajak untuk generasi berikutnya. Jika seluruh sumber daya secara penuh dapat
digunakan, maka peningkatan konsumsi akan menurunkan tingkat tabungan dan suku bunga akan
meningkat. Teori ini menyimpulkan bahwa dalam kondisi full employment, defisit anggaran yang
permanen akan menyebabkan investasi swasta tergusur. Defisit anggaran pemerintah dengan
menurunkan tarif pajak akan meningkatkan suku bunga dan menurunkan investasi swasta.
6
Akibatnya pertumbuhan ekonomi akan turun (Crowding-out). Secara umum kaum klasik
berpendapat bahwa defisit anggaran akan merugikan perekonomian.
C. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data perekonomian Indonesia pada periode
tahun 1990-2011. Metode yang digunakan adalah Two Stage Least Square (2SLS). Metode
analisis ini digunakan dalam penelitian karena terdapat 2 (tiga) persamaan yang terdapat dalam
model analisis dan satu diantara variabelnya berperan sebagai variabel dependen sekaligus sebagai
variabel independen pada persamaan lain dalam model. Model persamaannya adalah sebagai
berikut:
Model I :
GDP = f (Labor, Invest)
Model II
Invest = f (Def, interest, GDPt+1 ,GDPt-1)
Dimana:
GDP (Gross Domestic Product) = Pendapatan nasional
Labor
= Jumlah Tenaga Kerja
Interest = Suku Bunga
Invest
= Investasi (Gross Fixed Capital Formation)
Def
= Defisit Anggaran
GDPt+1 = Pendapatan Nasional tahun sesudahnya
GDPt-1 = Pendapatan Nasional tahun sebelumnya
Dalam model penelitian ini, yang perfungsi sebagai variabel endogen adalah variabel GDP
(Pertumbuhan Ekonomi) dan Invest (Investasi). Sedangkan variabel yang berfungsi sebagai
variabel predetermined adalah: Labor (Tenaga Kerja), Defisit (Defisit Anggaran), dan Interest
(Suku bunga). Serta variabel beda kala (lagged variabel) yaitu GDPt+1 (GDP tahun sesudahnya)
dan GDPt-1 (GDP tahun sebelumnya). Sedangkan variabel Invest selain berfungsi sebagai variabel
endogen pada persamaan kedua, juga berfungsi sebagai variabel eksogen pada persamaan pertama.
Indentifikasi Kondisi Order
Permasalahan identifikasi dalam persamaan simultan merupakan hal yang penting untuk
dapat sampai pada proses analisis ekonomi selanjutnya. Yuliadi (2009) menyebutkan bahwa
masalah identifikasi dimaksudkan untuk mengestimasi parameter persamaan struktural yang
diperoleh dari koefisien reduced form estimated. Jika syarat ini dapat dipenuhi artinya persamaan
tersebut dapat diidentifikasi dan jika syarat ini tidak dapat dipenuhi artinya bahwa persamaan
tersebut tidak dapat diidentifikasi. Permasalahan identifikasi dilakukan karena dari suatu
himpunan data yang sama dapat diperoleh taksiran koefisien dari fungsi/model/hipotesa yang
berbeda.
Untuk mengetahui apakah suatu persamaan dalam persamaan simultan dapat diidentifikasi
atau tidak dapat diuji melalui metode pengujian order condition. Metode pengujian ini merupakan
prasyarat untuk dapat mengidentifikasi suatu model persamaan simultan. Suatu persamaan
dikatakan dapat diidentifikasi manakala persamaan tersebut memenuhi ketentuan sebagai berikut :
7
K-k > m-1
Dimana :
K = jumlah variabel predetermined dalam model
k = jumlah variabel predetermined eksogen dalam persamaan yang diestimasi
m = jumlah variabel endogen dalam persamaan yang diestimasi
Ketentuan dalam identifikasi suatu model persamaan adalah :
1) Jika K-k > m-1 disebut overidentified
2) Jika K-k = m-1 disebut exact identified
3) Jika K-k < m-1 disebut under identified
Dalam penelitian ini, hasil uji identifikasi persamaan simultan menunjukkan bahwa kedua
persamaan diatas overidentified seperti yang terlihat pada Tabel 3.1 sehingga dapat dilanjutkan
dengan menggunakan metode simultan.
Tabel 1: Uji Identifikasi Persamaan Simultan
Persamaan
K
k
m
K-k
Tanda
m-1
Kondisi
Model I
4
2
2
2
>
1
Overidentified
Model II
5
4
1
1
>
0
Overidentified
Sumber : Hasil uji Persamaan simultan, diaolah
Keterangan :
Model I :
K : meliputi varieabel = Def, interest, GDPt+1 ,GDPt-1, Labor
k : meliputi varieabel = Labor
m : meliputi varieabel = GDP, invest
Model I :
K : meliputi varieabel = Def, interest, GDPt+1 ,GDPt-1, Labor
k : meliputi varieabel = Def, interest, GDPt+1 ,GDPt-1
m : meliputi varieabel = invest
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode analisis Two Stage Least Square (2SLS). Proses estimasi
variabel dari 2 model persamaan tersebut menggunakan program aplikasi Eviews7.2. Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data time series yang diambil dari tahun 1990 sampai 2011.
Oleh karena itu sebelumnya harus dilakukan adalah uji stasioneritas data dan uji lag optimal.
Uji Stasioneritas Data
Uji stasioneritas dimaksudkan untuk menganalisis dan membuktikan apakah masing-masing
variabel mempunyai akar unit atau tidak. Hal ini dikarenakan data time series di bidang ekonomi
biasanya merupakan data yang tidak stasioner, sehingga ketika dipergunakan sebagai suatu
variabel dalam suatu model regresi akan menghasilkan estimasi yang palsu atau regresi lancung,
yaitu situasi dimana regresi menunjukan koefisien regresi yang signifikan dan nilai koefisien
determinasi yang tinggi namun hubungan antara variabel independen danvariabel dependen tidak
saling berhubungan. Hal ini terjadi karena hubungan keduanya merupakan data time series hanya
menunjukan trend saja. Akibatnya, memberikan arahan yang keliru dalam kesimpulan dan
implikasi kebijakan.
Pengujian stasioneritas dalam penelitian ini menggunakan Augmented Dickey-Fuller Unit
Root Test (ADF), yaitu dengan cara membandingkan antara ADF statistic dengan critical values.
8
H0 : terdapat unit root (data tidak stasioner)
H1 : tidak terdapat unit root (data stasioner)
Jika nilai absolute ADF lebih besar dari nilai critical value maka hipotesa H0 ditolak dan hal
ini berarti data time series bersifat stasioner. Sebaliknya apabila nilai absolut ADF lebih kecil dari
nilai critical value maka H0 diterima yang artinya pada data time series tersebut terdapat unit root
atau data tidak stasioner.
Uji stasioneritas data dilakukan terhadap setiap variabel yang digunakan dalam penelitian,
yaitu Pertumbuhan Ekonomi (GDP), tenaga kerja (Labor), suku bunga (Interest), Investasi
(Invest), defisit anggaran (Def), GDP tahun sesudahnya (GDPt+1), dan GDP tahun sebelumnya
(GDPt-1).
Tabel 2: Hasil Uji Akar Unit Pada Derajat Level
Variable
T-statistik
GDP
Critical values
1%
5%
10%
-0.491859
-4.467895
-3.644963
-3.261452
Labor
-0.042448
-4.440739
-3.632896
-3.254671
Interest
-3.190928
-4.467895
-3.644963
-3.261452
Invest
0.308873
-4.467895
-3.644963
-3.261452
Def
-3.474087 ***
-4.616209
-3.710482
-3.297799
GDPt+1
-1.159278
-4.467895
-3.644963
-3.261452
GDPt-1
-0.700417
-4.467895
-3.644963
-3.261452
Keterangan:
* menunjukkan signifikansi pada tingkat 1%
** menunjukkan signifikansi pada tingkat 5%
*** menunjukkan signifikansi pada tingkat 10%
Berdasarkan uji unit root seperti terlihat pada tabel 4.1 di atas ditemukan bahwa variabel
GDP, Labor, Interest rate, Investasi, GDP tahun sesudahnya (GDPt+1), dan GDP tahun
sebelumnya (GDPt-1) memiliki unit root pada nilai ADF pada level data baik nilai kritis 1%, 5%
maupun 10%. Hal ini menunjukkan data time series ini tidak stasioner. Kecuali untuk variabel
Defisit pada tingkat signifikansi level 10% menunjukkan nilai absolute ADF lebih besar dari nilai
critical value. Hal ini berarti variabel defisit bersifat stasioner pada level 10%.
Untuk mendapatkan data yang stasioner maka pada tahap berikutnya perlu dilakukan
pengujian unit root pada first different.
Tabel 3: Hasil Uji Akar Unit Pada First Different
Variable
T-statistik
GDP
Critical values
1%
5%
10%
-4.182876 **
-4.498307
-3.658446
-3.268973
Labor
-4.431724 **
-4.667883
-3.733200
-3.310349
Interest
-5.143885 * **
-4.532598
-3.673616
-3.277364
Invest
-3.923747 **
-4.498307
-3.658446
-3.268973
Def
-10.22225 * **
-4.498307
-3.658446
-3.268973
GDPt+1
-4.802224 **
-4.498307
-3.658446
-3.268973
GDPt-1
-5.068303 * **
-4.498307
-3.658446
-3.268973
9
Keterangan:
* menunjukkan signifikansi pada tingkat 1%
** menunjukkan signifikansi pada tingkat 5%
*** menunjukkan signifikansi pada tingkat 10%
Pada hasil uji stasioner dengan menggunakan first difference semua variabel menunjukkan
hasil stasioner pada tingkat signifikasi 5%. Bahkan Sebagian variabel yaitu Interest rate, Defisit
dan GDP tahun sebelumnya stasioner pada tingkat signifikasi 1% dan 5%. Hasil uji stasioner
tersebut menunjukkan bahwa semua variabel sudah stasioner pada first difference pada tingkat
signifikansi 5%. Ketika variabel-variabel penelitian memiliki derajat integrasi yang sama, maka
data tersebut valid digunakan untuk pengujian selanjutnya.
Penentuan Lag Optimal
Penentuan Lag optimal merupakan jumlah lag yang memberikan pengaruh atau respons yang
signifikan. Pemilihan lag yang tepat akan menghasilkan residual yang terbebas dari permasalahan
autokorelasi dan heterokedastisitas. Penentuan panjang lag dimanfaatkan untuk mengetahui
lamanya periode keterpengaruhan suatu variabel terhadap variabel masa lalunya maupun terhadap
variabel endogen lainnya. Penentuan lag dapat digunakan dengan beberapa pendekatan antara lain
Likelihood Ratio (LR), Final Prediction Error (FPE), Akaike Information Criterion (AIC) dan
Schwarz Information Criterion (SC).
Penentuan panjang lag optimal dalam penelitian ini menggunakan kriteria Schwarz Criterion
(SC). Panjang lag optimal ditunjukkan dengan nilai SC terkecil dari pada hasil pengujian. Kita
juga dapat melihat panjang lag optimal berdasarkan jumlah bintang yang terdapat pada setiap lag.
Panjang lag optimal terdapat pada lag yang mempunyai jumlah bintang terbanyak.
Tabel 4 : Pengujian Panjang Lag Optimal
Lag
LogL
0 -3020.724
LR
NA
FPE
AIC
SC
HQ
4.0e+116 288.3547 288.7029 288.4303
1 -2884.541 168.6078* 1.3e+113* 280.0515* 282.8369* 280.6560*
Sumber: Pengujian Lag Optimal dengan Eviews7.2
Berdasarkan hasil uji length lag criteria secara keseluruhan, maka dapat disimpulkan bahwa
panjang lag optimal yang akan digunakan pada uji kointegrasi adalah lag 1.
Uji Spesifikasi Hausman
Hasil uji spesifikasi Hausman terhadap data pada penelitian ini menunjukkan bahwa
persamaan model I dengan variabel endogen GDP tidak mempunyai masalah simultanitas. Jadi
pada persamaan penelitian ini tidak terjadi bias semiltan. Jadi pada tersebut dapat diselesaikan
dengan metode simultan.
Tabel 5: Hasil Uji Spesifikasi Hausman
Persamaan
Prob. Residu
Keterangan
Model I
Invest = 0,003
Simultan
Sumber: Hasil uji Speesifikasi Hausman dengan Eviews7.2
Hasil Estimasi 2SLS
Dalam penelitian ini digunakan teknik analisis statistik parametik dengan analisis model
persamaan simultan dengan menggunakan metode Two-Stage Least Square (2SLS) atau metode
10
kuadratik terkecil dua tahap. Analisis data dalam pengujian model ini menggunakan aplikasi
STATA versi 11. Data yang diperoleh dari hasil pengujian STATA adalah sebagai berikut :
Tabel 6: Hasil Estimasi Model
Model I :
Dependent Variable: GDPR
Method: Two-Stage Least Squares
Variable
C
Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
-7.650225 7.224723 -1.058895 0.3029
INVESTASIR 2.886274 0.132173 21.83702 0.0000
LABOR
0.141113 0.078462 1.798495 0.0880
Model II :
Dependent Variable: INVESTASIR
Method: Two-Stage Least Squares
Variable
Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C
-1.149715 0.755043 -1.522714 0.1462
DEFISIT
0.000430 0.000139 3.086971 0.0067
INTERESTR -0.648874 0.320867 -2.022250 0.0592
GDPMINR
0.332645 0.075551 4.402937 0.0004
GDPPLUSR 0.084192 0.052171 1.613774 0.1250
Sumber : Pengujian model menggunakan Eviews7.2
Dari hasil estimasi pengolahan data diatas maka diperoleh persamaan model sebagai
berikut :
Model I :
GDP = -7.650225 + 2.886274 Invest + 0.141113 Labor
Model II :
Invest = -1.1497+0.00043Def - 0.6488interest + 0.3326GDPt+1 +0.0842GDPt-1
Berdasarkan hasil pengujian di atas, persamaan model I menunjukkan nilai koefisien
determinasi (R2) sebesar 0,978033 atau 97,8%. Artinya dalam model tersebut variabel bebas
tenaga kerja (Labor), dan Investasi (Invest) dapat menjelaskan variabel dependen GDP sebesar
97,8%. Sedangkan pada persamaan model II menunjukkan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar
0.9748 atau 97.48%. Artinya dalam model tersebut variabel bebas Defisit Anggaran (Def), Suku
bunga (interest), GDP tahun sesudahnya (GDPt+1) dan GDP tahun sebelumnya (GDPt-1) dapat
menjelaskan variabel dependen Investasi (Invest) sebesar 99.33%.
Dari output hasil pengolahan data pada Tabel 4.5, dapat dibuat interpretasi terhadap setiap
hasil persamaan dalam model sebagai berikut:
1) Bertambahnya Investasi mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap GDP
pada level 1%. Hal ini dapat dilihat dari probabilitas t-hitung variabel ini sebesar 0,000 <
dari 0,01. Koefisien Investasi sebesar 2.886274 berarti bahwa setiap kenaikan US$ 1
11
milyar maka akan mengakibatkan kenaikan GDP sebesar US$ 2.886274 Milyar dengan
asumsi cateris paribus.
2) Bertambahnya jumlah tenaga kerja mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan
terhadap GDP pada level 10%. Hal ini dapat dilihat dari probabilitas t-hitung variabel ini
sebesar 0.088 < dari 0,10. Koefisien Laborforce sebesar 0.141113 berarti bahwa setiap
kenaikan 1 juta tenaga maka akan mengakibatkan kenaikan GDP sebesar US$ 0.141113
Milyar dengan asumsi cateris paribus.
3) Pada Model II, Meningkatnya Defisit Anggaran mempunyai pengaruh yang positif dan
signifikan terhadap Investasi pada level 1%. Hal ini dapat dilihat dari probabilitas thitung variabel ini sebesar 0,0067 < dari 0,01. Koefisien Defisit Anggaran sebesar
0.00043 berarti bahwa setiap kenaikan defisit anggaran sebesar Rp. 1 milyar maka akan
mengakibatkan kenaikan Investasi sebesar US$ 0.00043 Milyar dengan asumsi cateris
paribus.
4) Bertambahnya tingkat suku bunga mempunyai pengaruh yang negatif dan signifikan
terhadap Investasi pada level 10%. Hal ini dapat dilihat dari probabilitas t-hitung variabel
ini sebesar 0,059 < dari 0,10. Koefisien Interest Rate sebesar 0.648874 berarti bahwa
setiap kenaikan suku bunga riil sebesar 1% maka akan mengakibatkan penurunan angka
investasi US$ 0.648874 Milyar dengan asumsi cateris paribus.
5) Meningkatnya GDP tahun sebelumnya mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan
pada level 1% terhadap Investasi pada masa sekarang ini. Hal ini dilihat dari probabilitas
t-hitung variabel ini sebesar 0,000 < dari 0,01. Koefisien GDPt-1 sebesar 0.332645
berarti bahwa setiap kenaikan GDP tahun sebelumnya sebesar US$ 1 milyar maka akan
mengakibatkan kenaikan Investasi sebesar US$ 0.332645 Milyar dengan asumsi cateris
paribus.
6) Sedangkan variabel GDP tahun sesudahnya tidak mempunyai pengaruh signifikan
terhadap variabel Investasi pada masa sekarang ini. Hal ini dilihat dari probabilitas thitung variabel ini sebesar 0.1250 yang lebih besar dari 0,10.
Implikasi
Hubungan labor force, dan investasi terhadap GDP
Dari hasil analisis diatas didapatkan bahwa bertambahnya labor force berpengaruh positif
terhadap pertumbuhan ekonomi (GDP) secara langsung. Hal ini dikarenakan dengan
bertambahnya jumlah tenaga kerja akan mengakibatkan pertambahan jumlah barang dan jasa yang
diproduksi oleh tenaga kerja tersebut. GDP dapat dihitung dengan mengalikan total output
nasional suatu negara dengan harga output. Oleh karena itu dengan meningkatnya produktivitas
barang dan jasa maka akan meningkatkan GDP.
Selain varibel tenaga kerja, variabel investasi juga berpengaruh signifikan positif terhadap
GDP secara langsung. Dengan bertambahnya jumlah Investasi maka otomatis akan menambah
jumlah akan meningkatkan GDP, sesuai dengan teori keynes:
Y=C+I+G
Investasi merupakan suatu faktor krusial bagi kelangsungan proses pembangunan ekonomi
(suistanable development) atau pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Pembangunan ekonomi
melibatkan kegiatan-kegiatan produksi (barang dan jasa) di semua sektor-sektor ekonomi. Dengan
adanya kegiatan produksi, maka terciptalah kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat
meningkat, yang selanjutnya menciptakan atau meningkatkan permintaan di pasar. Pasar
berkembang dan berarti juga volume kegiatan produksi, kesempatan kerja dan pendapatan di
dalam negeri meningkat, dan seterusnya, maka terciptalah pertumbuhan ekonomi. Investasi adalah
peran penting dalam menggerakkan perekonomian, karena investasi memperbesar kapasitas
produksi, menaikkan pendapatan nasional maupun menciptakan lapangan kerja baru.
12
Hubungan Defisit, interest rate, GDPt+1 , GDPt-1 Terhadap Investasi Secara Langsung dan
Terhadap GDP Secara Tidak Langsung.
Dalam penelitian ini, tujuan utama penulis adalah ingin mengetahui pengaruh Defisit
Anggaran terhadap pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan indikator GDP. Yang pertama
dilakukan adalah mengetahui seberapa besar pengaruh Defisit Anggaran terhadap Investasi.
Berdasarkan hasil analisis dan hasil hipotesis, dapat diketahui bahwa terdapat pengaruh yang
signifikan dan positif dari Defisit Anggaran tersebut terhadap Investasi. Defisit menunjukkan
adanya ekspansi fiskal, yaitu adanya pertambahan pengeluaran pemerintah yang bertujuan untuk
mendorong bertambahnya jumlah investasi.
Sebagai contoh sederhana, pemerintah melakukan ekspansi fiskal dengan melakukan
penambahan pengeluaran pemerintah melalui pembangunan sebuah gedung. Dengan adanya
pembangunan gedung tersebut maka dibutuhkan tenaga kerja untuk membangun gedung. Dari sini
maka akan ada tenaga kerja baru yang terserap. Kemudian dari pembangunan gedung itu sendiri
memerlukan bahan-bahan material, sehingga hal tersebut dapat meningkatkan permintaan pasar.
Dengan adanya tenaga kerja baru yang terserap dan peningkatan permintaan tersebut akan
mendorong permintaan secara agregat. Penambahan permintaan secara agregat ini akan direspon
oleh para produsen. Pada akhirnya produsen akan menambah kapasitas produksinya. Dan untuk
menambah kapasitas produksi, produsen membutuhkan penambahan investasi. Sehingga dapat
disimpulkan defisit anggaran berpengaruh positif terhadap investasi.
Adapun varibel lain yang berpengaruh terhadap investasi adalah GDP tahun sebelumnya.
GDP tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap Investasi saat ini karena dijadikan sebagai
track record atau catatan bagi para investor untuk melakukan investasi. Dengan mengetahui GDP
tahun sebelumnya maka investor akan tahu bagaimana perjalanan pertumbuhan ekonomi pada
tahun sebelumnya. Investor membutuhkan kepastian pertumbuhan ekonomi yang tercermin dari
GDP tahun sebelumnya.
Sedangkan variabel GDP tahun depan tidak berpengaruh signifikan terhadap Investasi saat
ini. Hal ini sebabkan ketidakpastian pertumbuhan ekonomi. Para investor tidak mau berspekulasi
terhadap GDP tahun depan sebelum melakukan investasi. Para investor hanya melihat perjalanan
pertumbuhan ekonomi pada tahun sebelumnya.
Selian itu GDP tahun sebelumnya berpengaruh secara tidak langsung terhadap GDP melalui
variabel investasi. Begitu juga dengan variabel defisit yang berpengaruh positif terhadap GDP
secara tidak langsung melalui variabel investasi. Menurut hasil analisis diatas, besarnya pengaruh
variabel defisit terhadap GDP melalui peningkatan investasi adalah:
Jadi, artinya setiap kenaikan defisit Rp. 1 Milyar maka akan mengakibatkan kenaikan GDP
sebesar US$ 0.00124109782 Milyar dengan asumsi cateris paribus.
Adanya defisit Anggaran ini merupakan suatu kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah
dalam upaya peningkatan perekonomian. Defisit Anggaran merupakan wujud dari kebijkan
ekspansi fiskal yang dilakukan pemerintah untuk mendorong daya beli masyarakat yang melemah.
Dengan adanya dorongan dari pemerintah melalui kebijakan defisit anggaran ini, maka daya beli
masyarakat akan naik dan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Keynes, bahwa defisit anggaran akan menyebabkan
Crowding-in. Teori keynes lebih bisa diimplementasikan pada perekonomian Indonesia selama
periode tahun 1990 sampai 2011, dari pada teori Neo-klasik. Hal ini disebabkan karena pada
dasarnya penambahan permintaan aggregate demand mampu diikuti oleh peningkatan aggregate
supply. Sehingga pada akhirnya defisit mampu menambah investasi dan akhirnya mendorong
pertumbuhan ekonomi (Crowding-in).
Hasil penelitian juga sesuai dengan yang penelitian dilakukan oleh Maryatmo (2004) pada
tahun 1883 sampai 2002. Dia menyatakan bahwa dalam jangka panjang Kebijakan defisit
anggaran pemerintah mengakibatkan ”Crowding-in” bagi perekonomian. Maryatmo berpendapat,
bahwa defisit anggaran berpengaruh terhadap variabel moneter melalui dua jalur, yaitu melalui
jalur sektor riil dan jalur sektor moneter. Melalui jalur moneter defisit anggaran akan
13
mempengaruhi jumlah uang beredar. Sedangkan defisit anggaran akan mempengaruhi sektor riil
melalui pengeluaran dan penerimaan pemerintah dan selanjutnya dapat mempengaruhi
pertambahan daya beli masyarkat dan juga menambah permintaan agregat.
Di lain pihak dalam penelitian ini, ada variabel interest rate yang berpengaruh negatif
terhadap investasi. Sesuai dengan teori Neo klasik mengenai pengaruh suku bunga terhadap
investasi, seperti yang dinyatakan oleh Putong 2003, “Tabungan berbanding lurus dengan suku
bunga sementara investasi berbanding terbalik degan suku bunga.” Jadi Semakin tinggi suku
bunga, maka tabungan semakin meningkat, dan investasi akan menurun. Hal ini dikarenakan para
investor akan cenderung menabung uang di bank dari pada digunakan untuk berinvestasi.
Interest rate berpengaruh negatif secara secara tidak langsung terhadap GDP secara melalui
variabel investasi. Oleh karena itu suku bunga yang terus meningkat bisa sebagai penghambat
peran investasi dalam pertumbuhan ekonomi. Menurut hasil analisis diatas, besarnya pengaruh
variabel suku bunga terhadap GDP melalui peningkatan investasi adalah:
Jadi, artinya setiap kenaikan suku bunga riil 1 % maka akan mengakibatkan penurunan GDP
sebesar US$ 1.8728 Milyar dengan asumsi cateris paribus.
Defisit anggaran diakibatkan adanya pengeluaran pemerintah yang lebih besar dari pada
pengeluaran dalam struktur APBN. Rata-rata penggunaan pengeluaran pemerintah dari tahun 1990
sampai dengan tahun 2011 sebagian besar digunakan untuk belanja pegawai, belanja subsidi serta
pembayaran cicilan hutang beserta bunganya. Penyebab defisit anggaran di Indonesia lebih kepada
hal-hal yang lebih bersifat konsumtif dan bukan ditanamkan pada sektor2 riil, seperti investasi.
Seharusnya pemerintah mulai menambah porsi pengeluaran negara terhadap sektor belanja modal
atau investasi pemerintah yang langsung bisa mendorong kegiatan-kegiatan produksi (barang dan
jasa) di semua sektor-sektor ekonomi. Dengan adanya penambahan porsi terhadap sektor belanja
modal diharapkan dampak dari kebijakan defisit anggaran ini akan lebih efektif untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi.
E. KESIMPULAN
Kebijakan Ekspansi fiskal yang dilakukan oleh pemerintah melalui defisit anggaran dapat
meningkatkan daya beli masyarakat. Dengan adanya peningkatan daya beli masyarakat maka
dapat menambah Aggregate Demand. Pada akhirnya Aggregate Demand akan direspon oleh
penambahan Aggregate Supply dan mampu mendorong peningkatan investasi. Selanjutnya
peningkatan investasi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yaitu dengan cara peningkatan
GDP. Peningkatan defisit Anggaran tidak menyebabkan crowding out effect. Seperti yang
diuraikan oleh kaum Neo Klasik. Tetapi sebaliknya peningkatan defisit anggaran menyebabkan
Crowding-in sesuai dengan teory Keynes, karena dapat menigkatkan GDP melalui peningkatan
investasi. Pertambahan tenaga kerja akan menambah kapasitas produksi barang dan jasa sehingga
mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi yaitu dengan meningkatnya GDP.
Di sisi lain, terjadinya peningkatan Suku bunga akan menyebabkan penurunan GDP melalui
variabel investasi. Sehingga suku bunga menjadi penghambat peran investasi dalam pertumbuhan
ekonomi. Peningkatan variabel GDP tahun sebelumnya mempengaruhi pertambahan investasi saat
ini. Sebab investasi mempunyai ekspektasi rasional terhadap GDP tahun sebelumnya.
UCAPAN TERIMA KASIH
Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu sehingga
jurnal ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih khusus kami sampaikan kepada Asosiasi Dosen
Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya dan Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Brawijaya yang memungkinkan jurnal ini bisa diterbitkan.
14
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pengendalian
Jumlah Kumulatif Defisit Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara, Dan Anggaran
Pendapatan Dan Belanja Daerah, Serta Jumlah Kumulatif Pinjaman Pemerintah Pusat
Dan Pemerintah Daerah.
Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Arif, Stritua. 1993 Metode Penelitian Ekonomi. Jakarta: Penertbit Universitas Indonesia (UI-Press)
Asian Development Bank. 2012. Key Indicators for the Asia and the Pasific. http://www.adb.org/
diakses pada 20 Mei 2013.
Bernheim, B. Douglas. 1989. “A Neo Classical Perspective on Budget Deficits”. Jurnal of
Economic Performance,Volume 3,Number 2 pages 55-72. https://www.vwl.uniwuerzburg.de diakses pada tanggal 15 April 2013.
Tanuwidjaja, Enrico. 2006 Central Bank Credibility And Monetary Policy In Indonesia. Journal of
Policy Modeling. www.sciencedirect.com diakses 3 Maret 2013
Fatima, Goher 2011 Fiscal Deficit and Economic Growth: An Analysis of Pakistan’s Economy
Period : 1980 – 2009 http://www.ijtef.org/papers/156-W10064.pdf diakses pada 05
Februari 2013
Gujarati, Damodar. 2004. Ekonometrika Dasar (Diterjemahkan oleh Sumarno Zain). Jakarta:
Erlangga.
Kementrian Keuangan Republik Indonesia. 2013 DATA POKOK APBN 2006–2012
http://www.anggaran.depkeu.go.id diakses pada 05 Mei 2013
Kementerian Sekretariat Negara. 2013 Kajian Kebijakan Prospek Perekonomian Indonesia Tahun
2013 http://www.setneg.go.id diakses pada 30 Juni 2013
Krajewski, Piotr and Mackiewicz, MichaƂ M. 2011 Fiscal Deficit, Size Of The Public Sector And
Investment Rate – A Panel Study http://congress.utu.fi diakses pada 20 Maret 2013
Kuncoro, Mudrajad. 2012.
http://female.kompas.com/read/2012/06/15/03295989/Kuatkah.Fondasi.Ekonomi.Kita.
diakses tanggal 05 Januari 2013
Mankiw, N. Gregory. 2000 Teori Makro Ekonomi edisi ke-4 (Diterjemahkan oleh Imam
Nurmawan, Yuli Sumiharti). Jakarta: Erlangga
Maryatmo, R. 2004. Dampak Moneter Kebijakan Defisit Anggaran Pemerintah Dan Peranan Asa
Nalar Dalam Simulasi Model Makro-Ekonomi Indonesia (1983:1-2002:4). Buletin
Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 2004. http://www.bi.go.id diakses pada
02 Juli 2013.
Nelson, Charles R. 2006. "Keynesian Fiscal Policy and the Multipliers". Chapter 11, Internet
Edition as of January 1, 2006. www.econ.washington.edu/cnelson/chap11.pdf diakses
pada 25 Mei 2013
Nuryanto, Ndaru 2011. Pengaruh Kebijakan Defisit Anggaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Di Indonesia: Studi Kasus Tahun 1981 – 2010. Skripsi, Universitas
Brawijaya, Malang
Paiko, 2012 Deficit Financing And Its Implication On Private Sector Investment: The Nigerian
Experience.
1990
-2007
period
http://www.arabianjbmr.com/pdfs/OM_VOL_1_(10)/4.pdf diakses pada 30 Mei 2013
Pamudji, Teguh, 2008, “Analisis Dampak Defisit Anggaran Terhadap Ekonomi Makro Di
Indonesia (Tahun 1993-2007), Tesis, Universitas Diponegoro, Semarang.
15
Putong, Iskandar 2003 Ekonomi Mikro dan Makro Edisi Ke-2. Jakarta: Ghalia Indonesi Anggota
IKAPI
Snyder,
Tricia
2011
Do
federal
budget
deficits
cause
crowding
http://www.aabri.com/manuscripts/11808.pdf diakses pada 20 April 2013
out?,
Sukirno, Sadono, 1985. Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah dan Kebijakan. Cetakan
keempat. Jakarta: Bima Grafika.
Wahyuningtyas, Agustina Endah 2010 Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Dan Defisit Anggaran
Terhadap Investasi di Indonesia. Skripsi, Universitas Diponegoro, Semarang
Winarno, Wing Wahyu. 2009. Analisis Ekonometri dan Statistika dengan Eviews. Edisi Kedua.
Yogyakarta: STIE YKPN.
Waluyo, Joko, 2004, “Pengaruh Pembiayaan Defisit Anggaran Terhadap Inflasi Dan
Pertumbuhan Ekonomi: Suatu Simulasi Model Ekonomi Makro Indonesia 1970 – 2003,
Univesitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta. http://www.uajy.ac.id
diakses pada 30 Juni 2013.
Widarjono, Agus 2010 Analisis Statistika Multivariat Terapan. Yogyakarta: Unit Penerbit dan
Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN
Wisnu,
AS.
Proyeksi
Pertumbuhan
Ekonomi
Indonesia
http://www.metrotvnews.com/metronews diakses pada 30 Juni 2013
2013.
Yuliadi, Imamudi. 2009. Ekonometrika Terapan. Yogyakarta: Unit Penerbitan Fakultas Ekonomi
UGM.
16
Download