JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN PADA PT. KERETA API

advertisement
JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN PADA PT. KERETA API
INDONESIA (PERSERO) DAOP 5 PURWOKERTO
SKRIPSI
Oleh:
FERLITA YUNIAR SETYANINGRUM
E1A008117
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2012
Lembar Pengesahan Skripsi
JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN PADA PT. KERETA API
INDONESIA (PERSERO) DAOP 5 PURWOKERTO
Disusun Oleh :
FERLITA YUNIAR SETYANINGRUM
E1A0081 17
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman
Diterima dan disahkan
Pada tanggal Juli 2012
Pembimbing I
Sutikno,SH.
NIP. 19480704 198003 1 001
Pembimbing II
Sri Hartini, SH., MH
NIP. 19630926 199002 2 001
Penguji
Hj. Setiadjeng Kadarsih, SH.,MH
NIP. 19491003 198203 2 001
Mengetahui,
Dekan Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman
Hj. Rochani Urip Salami, SH.,MS
NIP.19520603 198003 2 001
II
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya,
Nama
: FERLITA YUNIAR SETYANINGRUM
NIM
: E1A008117
Judul Skripsi
: JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN
PADA PT. KERETA API INDONESIA
(PERSERO) DAOP 5 PURWOKERTO
Menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini adalah betul-betul hasil karya saya
sendiri dan tidak menjiplak hasil karya orang lain maupun dibuatkan oleh orang
lain.
Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut
diatas, maka saya bersedia dikenakan sanksi apapun dari fakultas.
Purwokerto, Juli 2012
Ferlita Yuniar Setyaningrum
E1A0081 17
III
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul : JAMINAN PEMELIHARAAN
KESEHATAN PADA PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) DAOP 5
PURWOKERTO. Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan dalam memperoleh
gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman.
Berbagai kesulitan dan hambatan penulis hadapi dalam penyusunan skripsi ini.
Namun berkat bimbingan, bantuan dan moril serta pengarahan dari berbagai pihak,
maka skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, penulis ingin
menyampaikan terima kasih yang tulus kepada :
1. Ibu Hj. Rochani Urip Salami, S.H,.M.S, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman.
2. Bapak Sutikno, S.H. selaku dosen pembimbing I Skripsi, atas segala bantuan,
arahan, dukungan, waktu, masukan dan kebaikan selama penulisan skripsi ini.
3. Ibu Sri Hartini, S.H., M.H. selaku dosen Pembimbing II Skripsi atas segala
bantuan, arahan, dukungan, masukan, menyediakan waktu dan kebaikan yang
telah diberikan selama penulisan skripsi ini.
4. Ibu Hj. Setiadjeng Kadarsih, S.H., M.H. selaku dosen penguji Skripsi yang
telah memberi saran dan perbaikan pada skripsi penulis.
5. Bapak Supriyanto, S.H., M.H. selaku Kepala Bagian Hukum Administrasi
Negara atas semua bantuannya.
iv
6. Bapak Waidin, S.H. selaku Dosen Pembimbing Akademik atas kebaikannya
kepada penulis selama berproses kuliah di Fakultas Hukum.
7. Seluruh dosen dan staf akademik di Fakultas Hukum Universitas Jenderal
Soedirman.
8. Vice President PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto yang
telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian.
9. Bapak Sugriyatno selaku Assistant Manager Hiperkes dan Keselamatan Kerja
PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto atas bantuan dan
waktunya.
10. Kedua orang tua, kakak, adik dan seluruh keluarga yang telah mendukung dan
selalu memberi semangat kepada penulis.
11. Mohamad Abd. Maulana yang senantiasa mendampingi dalam kondisi
apapun.
12. Tetehku juga sahabatku, Anissa Rahayuningtyas yang selalu mendukung dan
memberi semangat selama ini.
13. Teman-temanku Wiwit, Dian, Cathy, Sasa, Lilis, Dini, Dita, Puput, Desy,
Mimizz, Nina, Bangkit, Tari, dll.
14. Seluruh rekan-rekan Fakultas Hukum Unsoed Angkatan 2008.
15. Semua pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
V
Semoga amal kebaikan serta bantuan yang telah diberikan mendapat balasan dari
Allah SWT. Skripsi ini hanya karya manusia biasa yang memiliki banyak kekurangan
oleh karenanya kritik dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini sangat penulis
harapkan.
Purwokerto, Juli 2012
Ferlita Yuniar Setyaningrum
E1A008117
vi
ABSTRAK
JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN PADA PT. KERETA API
INDONESIA (PERSERO) DAOP 5 PURWOKERTO
OLEH
FERLITA YUNIAR SETYANINGRUM
E1A0081 17
Jaminan pemeliharaan kesehatan merupakan salah satu program Jamsostek
yang membantu tenaga kerja dan keluarganya mengatasi masalah kesehatan. Jaminan
pemeliharaan kesehatan merupakan satu-satunya program Jamsostek yang dapat
diselenggarakan secara mandiri asalkan diselenggarakan dengan manfaat lebih baik.
Salah satu perusahaan yang menyelenggarakan sendiri Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan bagi pegawainya adalah PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5
Purwokerto. Adapun perumusan masalah yang diteliti adalah bagaimanakah
penerapan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi pekerja PT. Kereta Api Indonesia
(Persero) di DAOP 5 Purwokertoserta hambatan normatif apakah yang timbul dari
penerapan tersebut.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis
normatif, dengan spesifikasi penelitian deskriptif normatif. Sumber data yang
digunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum
tersier.
Berdasarkan hasil penelitian, Jaminan Pemeliharaan Kesehatan di PT. Kereta
Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto dilaksanakan berdasarkan surat
Keputusan Direksi Nomor: KEP.U/KP.503/XI/4/KA-201 1 tentang Fasilitas Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan (JPK) di Lingkungan PT. Kereta Api Indonesia (Persero).
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan berdasarkan keputusan direksi tersebut telah sesuai
dengan Pasal 2 ayat (4) PP Nomor 84 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Program
Jamsostek karena mempunyai manfaat yang lebih baik dari paket jamina n
pemeliharaan kesehatan dasar yang diselenggarakan oleh PT. Jamsostek (Persero).
Hambatan normatif yang timbul dari penerapan Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan tersebut terletak pada Pasal 9 ayat (1) huruf d dan ayat (2) PP Nomor 84
Tahun 2010. Seharusnya besaran dari iuran Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
disesuaikan dengan yang ditentukan dalam peraturan pemerintah tersebut dan
ditanggung sepenuhnya oleh perusahaan.
Kata Kunci : Tenaga Kerja, Jamsostek.
VIII
ABSTRACT
THE HEALTH INSURANCE PROGRAM IN PT. KERETA API INDONESIA
(PERSERO) DAOP 5 PUR WOKERTO
BY
FERLITA YUNIAR SETYANINGRUM
E1A00811 7
The Health Insurance Program is one of the social security program that
can help workers and their family to solve their healthy problems. This is the only
social program that can be conducted independently, but it has to be held to get the
better benefits. One of the company that organized the health insurance program for
their workers by themselves is PT Kereta Api Indonesia (Persero) DAO P 5
Purwokerto. The points of this research are, “How does the implementation of the
health insurance program for the workers of PT Kereta Api Indonesia (Persero)
DAO P 5 Purwokerto? ”, and “What does the normative barrier from the
implementation of this program?”.
This research method was normative judicial approach with normative
description as the research’s spesification. The source of this research was primary
law material, secondary law material, and tertiary law material.
Based on the research’s result, the health insurance program in PT Kereta
Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto was held based on Director Decree
Number KEP. U/KP.503/XI/4/KA-2011 about health insurance facility in PT. Kereta
Api Indonesia (Persero) ’s region. This has been being suitable with article 2
paragraph (4) PP Number 84 year 2010 about the implementation of the social
security program, because it has the better benefits than the basic health insurance
package by PT. Jamsostek (Persero).
A normative barrier that appears from the implementation of the health
insurance program is on Article 9 paragraph (1d) and paragraph (2) PP Number 84
year 2010. The health insurance fee must be appropriate with that government rules
and should be covered by the company.
Keywords: Manpower, The Social Security Program, Healthy.
VIII
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...........................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................................. ii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................................ iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................iv
ABSTRAK .......................................................................................................... vii
ABSTRACT ...................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Be la ka ng ................................................................. 1
B. Perumusan Masalah .............................................................. 11
C. Tujuan Penelitian ................................................................. 11
D. Kegunaan Penelitian .................................................................. 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia .......................................................13
1. Pengertian dan Sumber Hukum Ketenagakerjaan ....................... 13
1.1 Pengertian Hukum Ketenagakerjaan................................................. 13
1.2. Sumber Hukum Ketenagakerjaan .................................................... 17
2. Pihak-Pihak dalam Hukum Ketenagakerjaan ................................ 18
3. Hubungan Kerja, Perjanjian Kerja dan Perjanjian Kerja Bersama ........28
3.1. Hubungan Kerja...........................................................................................28
x
3.2. Perjanjian Kerja ............................................................................................ 29
3.3. Perjanjian Kerja Bersama .................................................................... 32
B. Jaminan Sosial Tenaga Kerja ........................................................................ 35
1. Pengertian Jaminan Sosial Tenaga Kerja ...................................... 35
2. Ruang Lingkup Jaminan Sosial Tenaga Kerja ............................. 38
3. Kepesertaan Jaminan Sosial Tenaga Kerja ................................... 44
C. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan ............................................................... 48
1. Pengertian, Tujuan, dan Manfaat Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan .......................................................................................... 48
2. Iuran Jaminan Pemeliharaan Kesehatan ....................................... 50
3. Pro sedur Pemberian Pelayanan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan ... 53
4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Mandiri ................................... 56
BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan ................................................................ 59
B. Spesifikasi Penelitian ..................................................................59
C. Lokasi Penelitian ................................................................... 60
D. Su m ber D ata ................................................................... 60
E. Metode Pengumpulan Data ......................................................... 63
F. Metode Penyajian Data....................................................................... 63
G. Metode Analisis Data ................................................................... 63
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian .............................................................................................. 64
x
B. Pembahasan ................................................................................................................106
BAB V PENUTUP
A. S im p u la n ................................ ................................ ... 121
B. Saran .................................................................................................... 122
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian dari PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5
Purwokerto.
Lampiran 2. Perjanjian Kerja Bersama Periode 2011-2013 antara PT. Kereta Api
Indonesia (Persero) dengan Serikat Pekerja Kereta Api (SPKA).
Lampiran 3. Keputusan Direksi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Nomor
KEP.U/KP.50 1 /XII/2/KA-20 10 tentang Pengelolaan Program Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan Bagi Pegawai dan Pensiunan PT. Kereta Api Indonesia
(Persero) Beserta Keluarga;
Lampiran 4. Keputusan Direksi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Nomor:
kep.u/kp.503/II/28/ka-201 1 tentang Penge lolaa n Program Jam ina n
Pemeliharaan Kesehatan Bagi Pegawai dan Pensiunan Beserta Keluarga Eks
PNS Departemen Perhubungan RI di Lingkungan PT. Kereta Api Indonesia
(Persero).
Lampiran 5. Keputusan Direksi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Nomor:
KEP.U/KP.503/XI/4/KA-201 1 tentang Fasilitas Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan (JPK) di Lingkungan PT. Kereta Api Indonesia (Persero);
Lampiran 6. Keputusan Direksi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Nomor:
KEP.U/KP.208/IV/1 1/KA-2012 tentang Skala Gaji Pokok Pegawai PT. Kereta
Api Indonesia (Persero) Tahun 2012;
xII
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang
berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara
untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional yang termaktub dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu melindungi segenap bangsa dan
seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Pembangunan nasional dilaksanakan secara merata di seluruh tanah air dan
tidak hanya untuk suatu golongan atau sebagian dari masyarakat, tetapi untuk seluruh
masyarakat, serta benar-benar harus dapat dirasakan seluruh rakyat sebagai perbaikan
tingkat hidup yang berkeadilan sosial, yang menjadi tujuan dan cita-cita kemerdekaan
bangsa Indonesia.
Sejak negara ini didirikan, bangsa Indonesia telah menyadari bahwa pekerjaan
merupakan kebutuhan asasi warga negara sebagaimana diamanatkan dalam Pasal
27 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan: Tiap-tiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Dalam amandemen
UUD 1945 tentang Ketenagakerjaan juga disebutkan dalam Pasal 28d ayat (2)
UUD 1945. 1
Pemerintah dalam mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi warganya telah
berusaha untuk melaksanakan ketentuan dalam UUD 1945 tersebut dengan
1
Adrian Sutedi, 2009, Hukum Perburuhan, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 1.
2
memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi warga negara untuk memilih
bidang kerja yang diinginkan.
Pemerintah juga mengeluarkan kebijakan untuk melindungi tenaga kerja serta
pemerataan kesempatan kerja di berbagai bidang. Hal ini disebabkan karena rakyat
Indonesia juga memiliki harkat dan martabat sebagai manusia, sehingga perlu
dilindungi hak-haknya yang salah satunya adalah hak untuk mendapatkan pekerjaan
dan penghidupan yang layak bagi dirinya maupun keluarganya, seperti yang tertuang
dalam Pasal 27 ayat (2) UUD 1945.
Tenaga kerja merupakan elemen yang sangat penting, yakni menjadi pilar
penyangga utama sekaligus penggerak roda organisasi dalam usaha untuk
mewujudkan visi, misi dan tujuan perusahaan. Sumber daya ini harus dipastikan
dikelola dengan sebaik mungkin. Dalam rangka meningkatkan produktivitas kerja
agar mampu memberi kontribusi secara optimal pada upaya pencapaian tujuan
perusahaan, maka kepada tenaga kerja dirasakan perlu untuk diberikan perlindungan,
pemeliharaan, dan peningkatan kesejahteraannya.
Pasal 86 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
menyebutkan bahwa:
1. Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:
a. keselamatan dan kesehatan kerja
b. moral dan kesusilaan
c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilainilai agama.
2. Untu k melindung i kesela matan pekerja/buruh guna mewujud ka n
produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan
kesehatan kerja.
3
3. Perlindungan tersebut dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Keberadaan tenaga kerja semakin diperhatikan, mengingat besarnya kontribusi
bagi kelangsungan hidup suatu negara. Tenaga kerja dalam menjalankan
pekerjaannya juga mempunyai suatu tanggung jawab yang besar. Tanggung jawab ini
juga akan melahirkan suatu risiko. Risiko tersebut terdapat dalam berbagai bidang,
dan jika dilihat dari sudut “akibatnya” dapat digolongkan dalam dua kelompok utama
yaitu risiko fundamental dan risiko khusus. Risiko fundamental ini sifatnya kolektif
dan dirasakan oleh seluruh masyarakat, seperti risiko politis, ekonomis, sosial,
hankam, dan internasional, sedangkan risiko khusus sifatnya lebih individual karena
dirasakan oleh perorangan, seperti risiko terhadap harta benda, terhadap diri pribadi,
dan terhadap kegagalan usaha.2
Selain itu, dari segi objek yang dapat terkena risiko, menurut Emmy Pangribuan
Simanjuntak, risiko terdiri dari:
a. Risiko perorangan (personal risk);
b. Risiko harta kekayaan (property risk); dan
c. Risiko tanggung jawab (liability risk).3
Ketiga jenis risiko tersebut ada yang mempunyai hubungan dengan jaminan
sosial tenaga kerja, yaitu risiko perorangan. Dikatakan sebagai risiko perorangan
karena ris iko jenis ini menyangkut saat kematian atau saat seseorang tidak
2
Zainal Asikin, 2002, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Cet 4, Jakarta: Grafindo Persada, hal.
77.
3
Zaeni Asyhadie, 2008, Aspek-Aspek Hukum Jamsostek. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada ,
4
mendapatkan penghasilan yang biasa diperoleh. Risiko jenis ini timbul baik karena
seseorang itu sakit, kecelakaan, atau meninggal dunia.
Upaya-upaya dalam menanggulangi risiko tersebut dapat dilaksanakan dalam
be ntu k per lindu nga n da n perb a ika n kes e ja htera a n te nag a ker ja d e nga n
menyelenggarakan pertanggungan sosial sebagai wujud dari program Jaminan Sosial.
Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu tanggung jawab dan
kewajiban Negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada
m a s ya r a ka t. S es u a i k ond is i ke m a m p u a n ke u a ng a n N e g ar a , Ind o ne s ia
mengembangkan program jaminan sosial berdasarkan funded social security, yaitu
jaminan sosial yang didanai oleh peserta dan masih terbatas pada masyarakat pekerja
di sektor formal.
Jaminan Sosial adalah pembayaran yang diterima pihak buruh dalam hal buruh
di luar kesalahannya tidak dapat melakukan pekerjaan, jadi menjamin kepastian
pendapatan (income security) dalam hal buruh kehilangan upahnya karena alasan di
luar kehendaknya.4 Pada perkembangannya sekarang, jaminan sosial bagi pekerja
atau buruh bukan hanya berupa pembayaran saja, tetapi juga berupa pelayanan,
bantuan, dan lain sebagainya, oleh karena itu dalam Pedoman Pelaksanaan Hubungan
Industrial Pancasila (HIP), dirumuskan pengertian jaminan sosial secara luas:
“Jaminan Sosial adalah jaminan kemungkinan hilangnya atau bertambahnya
4
hal.24.
Iman Soepomo, 1983, Pengantar Hukum Perburuhan, Jakarta: Djambatan, hal. 138-139.
6
5
pengeluaran karena risiko sakit, kecelakaan, hari tua, meninggal dunia atau risiko
sosial lainnya.”5
Di Indonesia, sistem jaminan sosial diamanatkan dalam UUD 1945 Pasal 28H
ayat (3) yang menyebutkan bahwa setiap orang mempunyai hak dasar untuk
me ndapatka n pela ya na n peme nuha n kebutuha n dasar hidupnya untu k
mengembangkan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. Pasal 34
ayat (2) UUD 45 menyebutkan bahwa negara mengembangkan sistem jaminan
sosial bagi seluruh rakyat serta memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak
mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. Berdasarkan amanat tersebut
kemudian disusunlah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional.6
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
tersebut merupakan undang-undang “payung” yang akan melandasi penyelenggaraan
program jaminan sosial di Indonesia.
Salah satu bentuk upaya untuk melindungi dan memelihara kesejahteraan
tenaga kerja adalah dengan program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) yang
diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992. Program Jamsostek merupakan
pengganti dari program Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK) yang didirikan
menurut Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977.7
Jaminan sosial tenaga kerja merupakan program publik yang memberikan
perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi risiko sosial ekonomi tertentu
yang penyelenggaraannya menggunakan mekanisme asuransi sosial. Sebagai
program publik, Jamsostek memberikan hak dan membebani kewajiban secara
pasti (compulsory) bagi pengusaha dan tenaga kerja berdasarkan Undang-Undang
Zaeni Asyhadie, Op.cit. hal. 35.
Kurniawan Triwibowo, 2011, Konsep Pengaturan Jaminan Sosial Dalam Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional di Indonesia, tersedia di website
http ://www.pengacara online.com/konsep-pengaturan-jaminan-sosial-dalam-undang-undang-nomor40-tahun-2004-tentang-sistem-jaminan-sosial-nasional-di-indonesia.htm. diakses tanggal 29 Maret
2012.
7
Abdul Khakim, 2003, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Berdasarkan Undangundang Nomor 13 Tahun 2003, Cet. 1, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, hal. 69.
5
6
6
Nomor 3 Tahun 1992, berupa santunan tunai dan pelayanan medis, sedangkan
kewajiban peserta adalah tertib administrasi dan membayar iuran.8
Pada hakikatnya program jaminan sosial tenaga kerja ini memberikan kepastian
berlangsungnya atas penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian
atau seluruh penghasilan yang kemungkinan bisa hilang, oleh karena itu jaminan
sosial tenaga kerja ini dikatakan mempunyai beberapa aspek, antara lain:
a. Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal bagi
tenaga kerja beserta keluarganya;
b. Merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah menyumbangkan tenaga
kerja dan pikirannya kepada perusahaan tempatnya bekerja.
Program Jamsostek ini sangat bermanfaat bagi pekerja maupun bagi pengusaha.
Bagi pekerja, program ini dapat memberikan rasa aman baik bagi pekerja itu sendiri
maupun keluarganya, karena telah terjam in keselamatan, kesehatan, dan
kesejahteraannya sehingga pekerja tidak perlu khawatir apabila mengalami suatu
keadaan yang tidak diinginkannya seperti sakit, mengalami musibah kecelakaan, dan
sebagainya.
Bagi pengusaha, program ini sangat bermanfaat karena pengusaha tersebut
menyadari bahwa keberadaan pekerja sangatlah penting dalam suatu perusahaan
karena perusahaan tidak dapat berjalan tanpa adanya pekerja, sehingga untuk
mencegah terjadinya hal tersebut maka pengusaha yang bersangkutan melaksanakan
8
Adrian Sutedi, Op.cit. hal. 185-186.
7
program Jamsostek. Jenis-jenis jaminan dalam program Jamsostek yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek meliputi:
1. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)
2. Jaminan Kematian (JKM)
3. Jaminan Hari Tua (JHT)
4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK).
Pada prinsipnya, modal utama dalam upaya mensejahterakan tenaga kerja
bukan hanya terletak dari tingkat pendapatan (upah) yang diberikan oleh pihak
perusahaan saja, tetapi ada beberapa faktor lainnya. Salah satunya adalah adanya
perhatian dari para pengusaha berkaitan dengan masalah jaminan pemeliharaan
kesehatan tenaga kerja.
Jaminan pemeliharaan kesehatan dimaksudkan untuk meningkatka n
produktivitas pekerja, sehingga dapat melaksanakan tugas sebaik-baiknya dan
merupakan upaya kesehatan di bidang penyembuhan (kuratif).9
Di samping itu, pengusaha tetap berkewajiban mengadakan pemeliharaan
pekerja yang meliputi upaya peningkatan (promotif), pencegahan (preventif),
penyembuhan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif). Dengan demikian,
diharapkan tercapainya derajat kesehatan pekerja yang optimal sebagai potensi
yang produktif bagi pembangunan. Jaminan pemeliharaan kesehatan selain untuk
pekerja yang bersangkutan juga untuk keluarganya.10
Tujuan umum program jaminan pemeliharaan kesehatan adalah memberikan
perlindungan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan bagi tenaga kerja dan
99
Asri Wijayanti, 2009, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Jakarta: Sinar Grafika,
hal.140.
10
Ibid, hal. 141.
8
keluarganya, sedangkan tujuan khususnya adalah memberikan perlindungan
kesehatan bagi tenaga kerja guna meningkatkan produktivitas baik kualitas maupun
kuantitasnya.11
Pada kenyataannya masih dijumpai beberapa permasalahan yang antara lain:
pelaksanaan law enforcement tidak dijalankan sesuai dengan ketentuan; sosialisasi
belum dilaksanakan secara optimal sehingga masih cukup banyak pekerja/buruh
belum memahami program jaminan pemeliharaan kesehatan Jamsostek;
pengelolaannya belum transparan; peserta jaminan pemeliharaan Jamsostek
didaftarkan perusahaan hanya sebagian upahnya (tidak sebenarnya); pelayanan
masih dilakukan oleh pihak ketiga dengan mutu pelayanannya masih rendah. 12
Sudah tentu kesalahan tidak semua terletak pada PT Jamsostek, karena yang
sering dikeluhkan adalah pelayanan dari pelaksana pelayanan kesehatan (PPK),
mutu obat, dan pembayaran klaim, karena hal tersebut berkaitan dengan PPK dan
main provider yang ditunjuk oleh PT Jamsostek. Walaupun penyebabnya timbul
pada tingkat main provider dan PPK, tetapi yang jelas konsekuensinya akan
memperburuk citra Jamsostek sebagai satu-satunya perusahaan yang diamanatkan
undang-undang menjadi badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja.
Pelayanan Jamsostek dianggap kurang baik, sehingga sebagian perusahaan
melaksanakan jaminan pemeliharaan kesehatan mandiri.13
Dalam rangka menyelenggarakan program jaminan pemeliharaan kesehatan,
perusahaan dapat menyelenggarakannya sesuai dengan ketentuan dasar Jaminan
Sosial Tenaga Kerja atau lebih baik daripada Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Dasar
Jaminan Sosial Tenaga Kerja, seperti yang tercantum dalam Pasal 2 ayat (4) PP No.
84 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Dengan demikian, pengusaha tidak berkewajiban untuk mengikutsertakan pekerjanya
11
Yuli Ratnasari, 2004, Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Pelaksanaan
Jam inan Pemeliharaan Kesehatan Pada PT. Nyonya Meneer di Semarang, Skripsi, Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, hal. 65.
12
Adrian Sutedi, Op.cit. hal.199.
13
Loc.cit.
9
dalam program jaminan pemeliharaan kesehatan berdasarkan Undang-Undang Nomor
3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Salah satu perusahaan yang menyelenggarakan secara mandiri program jaminan
pemeliharaan kesehatan bagi pekerja dan keluarganya adalah PT. Kereta Api
Indonesia (Persero). PT. Kereta Api Indonesia (Persero) khususnya Daerah Operasi 5
Purwokerto merupakan salah satu BUMN terbesar di Indonesia yang memiliki ribuan
tenaga kerja. Sebagai suatu perusahaan yang berhubungan dengan masyarakat dalam
hal jasa angkutan umum, PT. Kereta Api Indonesia (Persero) memiliki tujuan terbesar
yaitu peningkatan mutu dan kualitas pelayanan kepada pengguna jasa kereta api,
dengan tetap mengutamakan keselamatan, ketepatan waktu, pelayanan dan
kenyamanan.
Sebelumnya, PT. Kereta Api Indonesia (Persero) telah menggunakan Asuransi
Kesehatan (ASKES) sebagai badan penyelenggara program jaminan pemeliharaan
kesehatan. PT. Kereta Api Indonesia (Persero) merupakan BUMN yang berbentuk
perseroan terbatas, maka berdasarkan PP Nomor 64 Tahun 2007 tentang Penyesuaian
Pensiun Eks Pegawai Negeri Sipil Departemen Perhubungan pada PT. Kereta Api
Indonesia (Persero), penyelenggaraan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi pegawai
dan penerima pensiun beserta keluarganya dilakukan oleh PT. Asuransi Kesehatan
(Persero) dengan iuran dan program yang sama sebagaimana berlaku bagi Pegawai
Negeri Sipil.
Berdasarkan hasil evaluasi oleh Pengurus dan Anggota Serikat Pekerja Kereta
Api (SPKA) dinilai penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) oleh
10
PT. ASKES (Persero) dalam pelayanannya sangat tidak memuaskan dan tidak efektif.
Jenis pelayanannya yang diterima ternyata lebih rendah dari yang didapat oleh PNS.
Salah satu contohnya adalah pelayanan dalam hal perawatan, di mana kelas
perawatan yang didapat hanya kelas I dan II saja, sedangkan PNS bisa mendapatkan
kelas utama. Selain itu dalam hal mendapat rujukan, pegawai juga mendapat kesulitan
dalam pengurusannya.
Penyelenggaraan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi pegawai di PT. Kereta
Api Indonesia (Persero) pada saat dikelola oleh PT. ASKES (Persero) ternyata
terdapat berbagai kendala, sehingga diusulkan bahwa penyelenggaraan jaminan
pemeliharaan kesehatan bagi pegawai aktif dan penerima pensiun beserta keluarganya
dikelola sendiri melalui Unit Kesehatan (UK) PT. Kereta Api Indonesia (Persero)
mengingat bahwa selama ini penyelenggaraan JPK tersebut dibiayai oleh perusahaan,
iuran pegawai dan pensiunan (tidak dibiayai oleh Pemerintah), dan dilakukan revisi
terhadap PP nomor 64 tahun 2007 pasal 14 ayat (2) yang dimaksud.
Berdasarkan usulan dari Serikat Pekerja Kereta Api (SPKA) tersebut, maka
berdasarkan Keputusan Direksi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Nomor
KEP.U/KP.501/XII/2/KA-2010 tanggal 13 Desember 2010 tentang Pengelolaan
Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Pegawai dan Pensiunan PT. Kereta
Api Indonesia (Persero) beserta Keluarga, untuk jaminan pemeliharaan kesehatan
bagi pekerja dan penerima pensiun beserta keluarganya diselenggarakan sendiri oleh
Unit Usaha Kesehatan PT. Kereta Api Indonesia (Persero), sedangkan pelaksanaan
dari Surat Keputusan tersebut diatur dalam Keputusan Direksi PT. Kereta Api
11
Indonesia (Persero) Nomor : KEP.U/KP.503/XI/4/KA-201 1 tentang Fasilitas Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan (JPK) di Lingkungan PT. Kereta Api Indonesia (Persero).
Berdasarkan uraian tersebut mendorong penulis untuk melakukan penelitian yang
berjudul “JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN PADA PT. KERETA
API INDONESIA (PERSERO) DAOP 5 PURWOKERTO”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis
mengambil pokok permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah penerapan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi pekerja PT.
Kereta Api Indonesia (Persero) di DAOP 5 Purwokerto?
2. Hambatan normatif apakah yang timbul dalam penerapan jaminan pemeliharaan
kesehatan tersebut?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui penerapan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi pekerja PT.
Kereta Api Indonesia (Persero) di DAOP 5 Purwokerto.
2. Untuk mengetahui hambatan normatif yang timbul dalam penerapan jaminan
pemeliharaan kesehatan.
12
D. Kegunaan Penelitian
Penulisan ini diharapkan dapat memberikan kegunaan antara lain :
1. Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan sebagai instrumen pengembangan ilmu
pengetahuan khususnya dalam bidang Hukum Ketenagakerjaan dan menjadi acuan
ilmiah bagi pengembangan Hukum Ketenagakerjaan di masa mendatang, serta
dapat memberikan atau menambah perbendaharaan wacana bagi pengembangan
ilmu hukum yang berkaitan dengan Hukum Ketenagakerjaan khususnya mengenai
penerapan jaminan pemeliharaan kesehatan dan hambatan normatif yang timbul
dalam penerapan jaminan pemeliharaan kesehatan tersebut.
2. Kegunaan Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca,
khususnya bagi mereka yang bergerak di bidang ilmu hukum ketenagakerjaan.
Selain itu untuk bahan kajian dan referensi mengenai penerapan jaminan
pemeliharaan kesehatan dan hambatan normatif yang timbul dalam penerapan
jaminan pemeliharaan kesehatan, khususnya bagi pekerja pada PT. Kereta Api
Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia
1. Pengertian dan Sumber Hukum Ketenagakerjaan
1.1. Pengertian Hukum Ketenagakerjaan
Manusia dalam kehidupannya mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam,
untuk dapat memenuhi semua kebutuhan tersebut manusia dituntut untuk bekerja
baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain. Pekerjaan
yang diusahakan sendiri maksudnya adalah bekerja atas usaha modal dan tanggung
jawab sendiri, sedangkan bekerja pada orang lain maksudnya adalah bekerja
dengan bergantung pada orang lain yang memberi perintah dan mengutusnya,
karena harus tunduk dan patuh pada orang lain yang memberikan pekerjaan
tersebut.
Kaitannya dengan Hukum Perburuhan bukanlah orang yang bekerja atas
usaha sendiri, tetapi yang bekerja pada orang atau pihak lain. Ketentuan tersebut
sangat luas sehingga diadakan pembatasan-pembatasan tentang pekerjaan yang
tidak tercakup dalam hukum perburuhan. Menurut G. Karta Sapoetra, pembatasan
tersebut yakni sebagai berikut:
Hukum Perburuhan adalah sebagian dari hukum yang berlaku (segala
peraturan-peraturan) yang menjadi dasar dalam mengatur hubungan kerja antara
14
buruh (pekerja) dengan majikan atau perusahaannya, mengenai tata kehidupan
dan tata kerja yang langsung bersangkut paut dengan hubungan kerja tersebut.14
Dalam Hukum Perburuhan atau Hukum Ketenagakerjaan terdapat beberapa
istilah yang beragam, seperti buruh, pekerja, karyawan, pegawai, majikan atau
pengusaha. 15 Secara yuridis dalam hubungan antara buruh dan majikan, buruh
adalah bebas karena prinsip negara kita tidak seorangpun dapat diperbudak
maupun diperhamba. Semua bentuk dan jenis perbudakan, peruluran dan
perhambaan dilarang, tetapi kenyataannya buruh itu tidak bebas sebagai orang
yang tidak mempunyai bekal hidup yang lain selain tenaganya. Terkadang buruh
terpaksa untuk menerima hubungan kerja dengan majikan meskipun memberatkan
bagi buruh itu sendiri, lebih-lebih dengan banyaknya jumlah tenaga kerja yang
tidak sebanding dengan lapangan pekerjaan yang tersedia.
Hubungan antara buruh/pekerja dan pengusaha dalam suatu perusahaan
menimbulkan adanya hak dan kewajiban yang timbul secara timbal balik dan
semuanya itu diatur dalam Hukum Ketenagakerjaan. Secara prinsip pengertian
Hukum Perburuhan dan Hukum Ketenagakerjaan jelas berbeda, istila h
Ketenagakerjaan lebih luas pengertiannya daripada Hukum Perburuhan. Hanya
saja keduanya berasal dari kata Arbeidsrecht yang diterjemahkan sebagai hukum
perburuhan.
14
G. Karta Sapoetra dan RG. Widianingsih, 1982, Pokok-Pokok Hukum Perburuhan, Cet.1,
15
Bandung: Amico, hal. 2.
15
Abdul Khakim, Op.cit. hal. 1.
Agusmidah, 2010, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Dinamika dan Teori, Bogor: Ghalia
Indonesia, hal. 4.
16
16
Para ahli mengemukakan pendapat yang berbeda-beda mengenai pengertian
Hukum Perburuhan/Ketenagakerjaan, tetapi pada prinsipnya mempunyai arti yang
sama. Berikut ini pendapat beberapa ahli hukum mengenai pengertian hukum
perburuhan:
a. Molenaar
Arbeidsrecht adalah bagian hukum yang berlaku, yang pokoknya
mengatur hubungan antara buruh dengan majikan, antara buruh dengan buruh
serta antara buruh dengan penguasa.
b. Iman Soepomo
Hukum Perburuhan adalah himpunan peraturan, baik tertulis maupun
tidak yang berkenaan dengan kejadian dimana seseorang bekerja pada orang
lain dengan menerima upah.
c. Soetiksno
Hukum Perburuhan adalah keseluruhan peraturan hukum mengenai
hubungan kerja yang mengakibatkan seseorang secara pribadi ditempatkan di
bawah perintah/pimpinan orang lain dan mengenai keadaan-keadaan
penghidupan yang langsung bersangkutan dengan hubungan kerja tersebut.
Dewasa ini, sesungguhnya penggunaan kata perburuhan, buruh, majikan dan
sebagainya sudah digantikan dengan istilah ketenagakerjaan, sehingga dikenal
istilah hukum ketenagakerjaan untuk menggantikan istilah hukum perburuhan. 16
16
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah
merumuskan pengertian istilah ketenagakerjaan sebagai segala hal yang
berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa
kerja. 17 Berdasarkan pengertian Ketenagakerjaan tersebut dapat dirumuskan
pengertian Hukum Ketenagakerjaan adalah semua peraturan hukum yang berkaitan
dengan tenaga kerja baik sebelum bekerja, selama atau dalam hubungan kerja, dan
sesudah hubungan kerja.18
Menurut Abdul Khakim, istilah Hukum Ketenagakerjaan lebih tepat
dibanding dengan istilah Hukum Perburuhan, mengingat istilah tenaga kerja
mengandung pengertian yang amat luas dan untuk menghindarkan adanya
kesalahan persepsi terhadap penggunaan istilah lain yang kurang sesuai dengan
tuntutan perkembangan hubungan industrial. Abdul Khakim merumuskan
pengertian hukum ketenagakerjaan dari unsur-unsur yang dimiliki, yaitu:
1) Serangkaian peraturan yang berbentuk tertulis dan tidak tertulis;
2) Mengatur tentang kejadian hubungan kerja antara pekerja dan
pengusaha/majikan;
3) Adanya orang yang bekerja pada dan di bawah orang lain, dengan
mendapat upah sebagai balas jasa;
4) Mengatur perlindungan pekerja/buruh, meliputi: masalah keadaan sakit,
haid, hamil, melahirkan keberadaan organisasi pekerja/buruh dan
sebagainya.19
Ibid, hal. 5.
Lalu Husni, 2010, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Edisi Revisi, Cet.10,
Jakarta: Rajawali Pers, hal. 35.
17
18
19
Ibid, hal. 5-6.
17
Hukum ketenagakerjaan menurut Abdul Khakim adalah peraturan hukum
yang mengatur hubungan kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha/majikan
dengan segala konsekuensinya. Hal ini jelas bahwa hukum ketenagakerjaan tidak
mencakup pengaturan mengenai:
1) Swapekerja
2) Kerja yang dilakukan untuk orang lain atas dasar kesukarelaan
3) Kerja seorang pengurus atau wakil suatu organisasi/perkumpulan.
1.2. Sumber Hukum Ketenagakerjaan
Sebagaimana halnya dengan sumber hukum pada umumnya, hukum
ketenagakerjaan mempunyai sumber yang tidak jauh berbeda. Sumber hukum
adalah segala apa yang dapat menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai
kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang apabila dilanggar
mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata. 20 Sumber hukum itu sendiri
dibedakan menjadi dua macam, yaitu sumber hukum formil dan sumber hukum
materiil. Berbicara mengenai sumber hukum ketenagakerjaan maka jelas yang
dimaksudkan adalah sumber hukum formil, sebab sumber hukum ketenagakerjaan
dalam artian materiil adalah Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum.
Adapun sumber-sumber hukum ketenagakerjaan dalam artian formil tersebut
adalah sebagai berikut:
1) Undang-undang
18
2) Peraturan lain yang lebih rendah kedudukannya dengan Undang-undang
3) Kebiasaan
4) Putusan
5) Perjanjian
6) Traktat
7) Doktrin / Pendapat Para Ahli
Saat ini yang berlaku sebagai sumber hukum yang digunakan untuk
mengatur sekaligus sebagai pedoman mengenai masalah ketenagakerjaan di
I n d o n e s ia a d a la h U n d a n g - U n d a n g N o m o r 1 3 T a h u n 2 0 0 3 te n t a n g
Ketenagakerjaan.
2. Pihak-pihak dalam Hukum Ketenagakerjaan
Dalam hukum ketenagakerjaan, terdapat pihak-pihak yang bersangkutan
bukan hanya buruh/pekerja dengan pengusaha saja, melainkan juga badan-badan
lain seperti organisasi pekerja/buruh, organisasi pengusaha, dan badan-badan
pemerintah.
a. Buruh/pekerja
Istilah buruh digunakan sejak zaman penjajahan Belanda sebelum
berlakunya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Pada zaman penjajahan Belanda yang dimaksudkan dengan buruh adalah
pekerja kasar seperti kuli, tukang, mandor yang melakukan pekerjaan kasar
yang disebut sebagai Blue Collar, sedangkan yang melakukan pekerjaan di
19
kantor pemerintah atau swasta disebut sebagai “karyawan/pegawai” (White
Collar).
Setelah merdeka, semua orang yang bekerja di sektor swasta baik pada
orang maupun badan hukum disebut buruh. Hal ini disebutkan dalam UndangUndang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan
yakni Buruh adalah “barangsiapa yang bekerja pada majikan dengan menerima
upah” (Pasal 1 ayat 1 a). 21 Sampai saat ini, istilah buruh masih sering dipakai
sebagai sebutan untuk kelompok tenaga kerja yang sedang memperjuangkan
program organisasinya.
Seiring dengan perkembangan hukum ketenagakerjaan di Indonesia,
istilah buruh diupayakan untuk diganti dengan istilah pekerja. Alasan
pemerintah mengganti istilah tersebut karena istilah buruh kurang sesuai dengan
kepribadian bangsa, buruh lebih cenderung menunjuk pada golongan yang
selalu ditekan dan berada di bawah pihak lain yakni majikan.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menetapkan, bahwa penggunaan
istilah pekerja selalu dibarengi dengan istilah buruh yang menandakan bahwa
dalam UU ini dua istilah tersebut memiliki makna yang sama. Dalam Pasal 1
angka 3 dapat dilihat pengertian dari pekerja/buruh yaitu :
Setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam
bentuk lain.
21
Lalu Husni, Op.cit. hal. 43-44.
20
Pengertian ini agak umum namun maknanya lebih luas karena dapat
mencakup semua orang yang bekerja pada siapa saja baik perorangan,
persekutuan, badan hukum atau badan lainnya dengan menerima upah atau
imbalan dalam bentuk apapun. 22 Di sini jelas pengertiannya terkait dalam
hubungan kerja, bukan di luar hubungan kerja.
Dalam praktek istilah pekerja sering dipakai untuk menunjukkan status
hubungan kerja, seperti pekerja kontrak, pekerja borongan, pekerja harian,
pekerja honorer, pekerja tetap, dan sebagainya. Istilah yang sepadan dengan
pekerja ialah karyawan, yakni orang yang berkarya atau bekerja, yang lebih
diidentikkan pada pekerjaan nonfisik, sifat pekerjaannya halus atau tidak kotor.
Di samping istilah tersebut, masih terdapat istilah tenaga kerja yang
mengandung pengertian yang lebih luas yang meliputi pejabat negara, pegawai
negeri sipil, militer, pengusaha, buruh, swapekerja, penganggur, dan lain-lain.23
Pengertian tenaga kerja menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah:
Setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan
barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk
masyarakat.
22
23
Ibid, hal. 45.
Abdul Khakim, Op.cit. hal. 2.
21
Istilah tenaga kerja digunakan baik di luar maupun di dalam hubungan kerja,
sedangkan pekerja khusus di dalam hubungan kerja. Berarti setiap pekerja
sudah pasti tenaga kerja, tetapi setiap tenaga kerja belum tentu pekerj a.24
b. Pengusaha
Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, istilah majikan sangat dikenal karena perundang-undangan
pada zaman dahulu menggunakan istilah majikan. Namun, sekarang ini istilah
majikan sudah diganti dengan istilah pengusaha.
Sebagaimana halnya dengan istilah buruh, istilah majikan kurang sesuai
dengan konsep Hubungan Industrial Pancasila karena istilah majikan
berkonotasi sebagai pihak yang selalu berada di atas sebagai kelompok
penekan dari buruh, padahal antara buruh dan majikan secara yuridis
merupakan mitra kerja yang mempunyai kedudukan yang sama. Karena itu
lebih tepat jika disebut dengan istilah pengusaha.25
Hardija n Rus li dala m buku n ya Hu ku m K etenaga ker jaa n 2003
memberikan pengertian pengusaha. Menurutnya, secara umum pengertian
pengusaha mencakup orang pribadi, persekutuan, atau badan hukum yang
menjalankan suatu perusahaan. 26 Dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003, pengertian pengusaha adalah:
a. orang perseoranga n, persekutuan, atau badan huku m ya n g
menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara
berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
Ibid, hal.3.
Ibid, hal. 46.
26
Hardijan Rusli, 2004, Hukum Ketenagakerjaan 2003, Jakarta: Ghalia Indonesia, hal.
24
25
17.
22
c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di
Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 juga memberikan pengertian
mengenai pemberi kerja dalam Pasal 1 angka 4 yakni :
Orang perorangan, pengusaha, badan hukum atau badan-badan lainnya
yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan
dalam bentuk lain.
Selain itu, pengertian perusahaan dalam Pasal 1 angka 6 Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 adalah :
a. setiap bentu k usaha yang berbadan hu ku m atau tida k yang
mempekerjakan pekerja dengan tujuan mencari keuntungan atau tidak,
milik orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum, baik milik
swasta maupun milik negara yang mempekerjakan buruh/pekerja
dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk apapun;
b. Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus
dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan
dalam bentuk lain.
c. Organisasi Pekerja/Buruh
Pekerja/buruh sebagai warga negara mempunyai persamaan kedudukan
dalam hukum, hak untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak,
mengeluarkan pendapat, berkumpul dalam suatu organisasi, serta mendirikan
dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh. 27 Hak menjadi anggota
serikat pekerja/serikat buruh merupakan hak asasi pekerja/buruh yang telah
dijamin oleh Pasal 28 UUD 1945.
Zaeni Asyhadie, 2007, Hukum Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan
Kerja, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, hal. 22.
27
23
Dalam rangka menjamin kelangsungan dan menikmati perlindungan hakhak pekerja/buruh sejak dahulu telah diupayakan pekerja/buruh memperkuat
kedudukan dengan cara berorganisasi. Kehadiran organisasi pekerja/buruh
merupakan salah satu sarana untuk memperjuangkan hak dan kepentingan
pekerja dan keluarganya serta ikut serta dalam menciptakan hubungan industrial
yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan sehingga tidak diperlakukan
sewenang-wenang oleh pihak pengusaha. Terwujudnya hal tersebut sangat
tergantung dari kesadaran para pekerja itu sendiri dalam mengorganisasikan
dirinya, karena itulah kaum pekerja di Indonesia harus menghimpun dirinya
dalam suatu wadah atau organisasi.
Di samping itu, dimaklumi bahwa pekerja/buruh sifatnya lemah, baik dari
segi ekonomi maupun segi kedudukan dan pengaruhnya terhadap pengusaha.
Akibatnya, pekerja/buruh tersebut tidak mungkin bisa memperjuangkan hakhaknya ataupun tujuannya secara perorangan tanpa mengorganisasi dirinya
dalam suatu wadah untuk mencapai tujuannya. Wadah yang dimaksud itu
sekarang disebut serikat pekerja/serikat buruh.
Hak berserikat bagi pekerja/buruh, diatur dalam Konvensi International
Labor Organization (ILO) Nomor 87 tentang Kebebasan Berserikat dan
Perlindungan Hak untuk Berorganisasi, serta Konvensi ILO Nomor 98
tentang Berlakunya Dasar-dasar daripada Hak untuk Berorganisasi dan
untuk Berunding Bersama. Kedua konvensi tersebut sudah diratifikasi oleh
Indonesia sehingga konsekuensi yuridisnya Indonesia menjadi terikat untuk
melakukan isi peraturan internasional tersebut dan diimplementasikan
24
menjadi bagian dari peraturan perundang-undangan yang berlaku secara
nasional.28
Salah satu implementasi dari konsekuensi yuridis tersebut adalah telah
diundangkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat
Pekerja/Serikat Buruh, yang merupakan undang-undang yang secara khusus
mengatur tentang pelaksanaan hak berserikat bagi pekerja/buruh. Kehadiran
undang-undang tersebut diharapkan sebagai sarana pembaruan hukum di bidang
ketenagakerjaan, khususnya organisasi ketenagakerjaan di Indonesia.
Di dalam ketentuan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2000, yang mengatur tentang pengertian/konsepsi serikat pekerja/serikat buruh
ditentukan bahwa:
Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh
dan untuk pekerja/buruh, baik di perusahaan maupun di luar perusahaan,
yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab
guna memperjuangkan, membela, serta melindungi hak dan kepentingan
pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan
keluarganya.
Dengan demikian, jelaslah bahwa keberadaan serikat pekerja/buruh sangat
penting artinya dalam rangka memperjuangkan, membela dan melindungi hak
dan kepentingan pekerja/buruh serta mela kukan upaya -upa ya untuk
meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.
25
d. Organisasi Pengusaha
S a m a h a ln ya d e n g a n p e k e r ja ya n g m e m i lik i w a d a h u n tu k
memperjuangkan hak-haknya, pengusaha juga memiliki wadah untuk
meningkatkan keikutsertaannya dalam kegiatan pembangunan nasional. Di
Indonesia terdapat dua wadah bagi organisasi pengusaha yakni KADIN dan
APINDO. Pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 49 Tahun 1973
membentuk Kamar Dagang dan Industri (KADIN).
KADIN adalah wadah bagi pengusaha Indonesia dan bergerak dalam
bidang perekonomian. KADIN merupakan organisasi yang berbentuk
kesatuan, bersifat mandiri, bukan organisasi pemerintah, bukan organisasi
politik dan merupakan bagian yang dalam melakukan kegiatannya mencari
keuntungan material. Untuk mencapai tujuannya Kamar Dagang dan Industri
mempunyai tugas pokok :
1) Membina serta mengembangkan kerjasama yang serasi antara ketiga unsur
pelaku ekonomi antar pengusaha besar, pengusaha menengah, dan
pengusaha kecil.
2) Memupuk dan meningkatkan kesadaran nasional dan patriotisme pengusaha
nasional dalam hal tanggung jawabnya sebagai warga Negara dan tanggung
jawab sosialnya sebagai warga masyarakat.
Organisasi pengusaha yang khusus mengurus masalah yang berkaitan
dengan ketenagakerjaan adalah Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO).
Asosiasi Pengusaha Indonesia adalah suatu wadah kesatuan para pengusaha
26
yang ikut serta untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dalam sunia usaha
melalui kerja sama yang terpadu dan serasi antar pemerintah, pengusaha, dan
pekerja. Tujuan dibentuknya APINDO ialah untuk:
1) Mempersatukan dan membina pengusaha serta memberikan pelayanan
kepentingannya didalam bidan hubungan industrial.
2) Menciptakan dan memelihara keseimbangan, ketenangan dan
kegairahan kerja serta usaha dalam pembinaan hubungan industrial
dan ketenagakerjaan.29
Eksistensi organisasi pengusaha lebih ditekankan sebagai wadah untuk
mempersatukan para pengusaha Indonesia dalam upaya turut serta memelihara
ketenangan kerja dan berusaha, atau lebih pada hal-hal yang teknis
menyangkut pekerjaan/kepentingannya.
Hal ini juga dikemukakan oleh Iman Soepomo bahwa dasar dan tujuan
organisasi pengusaha adalah kerja sama antara anggota-anggotanya dalam
soal-soal teknis dan ekonomis belaka tidak juga semata-mata merupakan
badan yang mengurus soal-soal perburuhan, baik atas dasar inisiatif sendiri
maupun atas desakan dari buruh atau organisasi buruh.30
Meskipun demikian, organisasi pengusaha tetap memberi manfaat dalam
hubungan ketenagakerjaan yakni sebagai anggota tripartit yang berperan sama
dengan serikat pekerja dalam menangani setiap permasalahan yang terjadi,
kare na itu se yog ya n ya perhatia n orga nisasi pengusa ha tida k ha nya
Kurnianingsih, 2010, Bab VI Organ isasi Pen gusaha, tersedia di website
http://kurnianingsih31207335.wordpress.com/2010/04/18/bab-vi-organisasi-pengusaha/
diakses tanggal 12 Mei 2012.
30
Lalu Husni, Op.cit. hal. 57.
29
27
memperjuangkan kepentingannya tetapi juga kepentingan pekerja sebagai
salah satu komponen produksi yang eprlu mendapatkan perlindungan hukum.
e. Pemerintah
Campur tangan pemerintah dalam hukum ketenagakerjaan adalah
meupakan faktor yang sangat penting, karena dengan adanya campur tangan
pemerintah maka hukum ketenagakerjaan akan menjadi adil. Hal tersebut
karena apabila hubungan antara pekerja dengan pengusaha yang sangat
berbeda secara sosial ekonomi diserahkan sepenuhnya kepada para pihak,
maka tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hubungan ketenagakerjaan
akan sulit tercapai. Berdasarkan alasan tersebut, pemeritah akhirnya turut
campur tangan melalui peraturan perundang-undangan untuk menjamin
kepastian hak dan kewajiban para pihak.
Pengawasan terhadap peraturan di bidang ketenagakerjaan dilakukan
oleh Departemen Tenaga Kerja yang sekarang namanya diubah menjadi Dinas
Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Secara normatif, pengawasan
perburuhan diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1948 jo. UndangUndang Nomor 3 Tahun 1951 tentang pengawasan perburuhan. Pengawasan
terhadap pelaksanaan ketentuan hukum di bidang ketenagakerjaan akan
menjamin pelaksanaan hak-hak normatif pekerja, yang pada gilirannya
mempunyai dampak terhadap stabilitas usaha. Selain itu, pengawasan
ketenagakerjaan juga akan dapat mendidik pengusaha dan pekerja untuk selalu
28
taat menjalankan ketentuan perundang-undangan yang berlaku di bidang
ketenagakerjaan sehingga akan tercipta suasana kerja yang harmonis.
3. Hubungan Kerja, Perjanjian Kerja, dan Perjanjian Kerja Bersama
3.1. Hubungan Kerja
Adanya kedudukan dan kepentingan yang sama antara pekerja dengan
pengusaha maka timbullah hubungan kerja antara keduanya. Hubungan kerja
adalah hubungan antara pekerja dengan pengusaha yang terjadi setelah adanya
perjanjian kerja. Dalam Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa hubungan kerja adalah :
Hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarka n
perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.
Hubungan kerja jika ditinjau dari segi hukum dan perundang-undangan
yang berlaku sekarang mempunyai arti sebagai berikut:
Kegiatan-kegiatan pengerahan tenaga/jasa seseorang secara terus
menerus dalam waktu tertentu dan secara teratur demi kepentingan orang
yang memerintahkannya (pengusaha/majikan) sesuai dengan perjanjian
kerja yang disepakati bersama.31
Dengan demikian, jelas bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya
perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh. Substansi perjanjian kerja
yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan perjanjian perburuhan atau
29
31
G. Karta Sapoetra, Op.cit. hal. 29.
Iman Soepomo, 1974, Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja, Jakarta:
Djambatan, hal. 9.
32
29
Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang ada, demikian halnya dengan peraturan
perusahaan.
Hubungan kerja pada dasarnya meliputi hal-hal mengenai:
1) Pembuatan perjanjian kerja karena merupakan titik tolak adanya suatu
hubungan kerja;
2) Kewajiban buruh melakukan pekerjaan pada atau di bawah pimpinan
majikan, yang sekaligus merupakan hak majikan atas pekerjaan buruh;
3) Kewajiban majikan membayar upah kepada buruh yang sekaligus
merupakan hak buruh atas upah;
4) Berakhirnya hubungan kerja; dan
5) Caranya perselisihan antar piha k-pihak yang bersangkutan
diselesaikan dengan sebaik-baiknya.32
Hubungan kerja menunjukkan kedudukan para pihaknya, yang
menggambakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban kedua belah pihak yaitu
hak-hak dan kewajiban pekerja/buruh terhadap pengusaha serta hak-hak dan
kewajiban-kewajiban pengusaha terhadap pekerja/buruh. Hubunga n
pekerja/buruh dengan pengusaha bersifat timbal balik, di mana kewajiban
pihak yang satu merupakan hak bagi pihak lain dan begitu pula sebaliknya.
3.2. Perjanjian Kerja
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 1
angka 14 memberikan pengertian perjanjian kerja yakni:
Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh denga n
pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan
kewajiban para pihak.
30
Berdasarkan pengertian perjanjian kerja tersebut, dapat ditarik
kesimpulan bahwa unsur-unsur yang terkandung dalam perjanjian kerja adalah
: 1) adanya pekerjaan; 2) adanya perintah/petunjuk dari pengusaha; dan 3)
adanya upah. Jadi, bila seseorang telah mengikatkan diri dalam suatu
perjanjian kerja, berarti ia secara pribadi otomatis harus bersedia bekerja di
bawah perintah orang lain.
Selain itu, pengertian mengenai perjanjian kerja juga diketengahkan oleh
Iman Soepomo. Beliau mengemukakan bahwa:
Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian di mana pihak kesatu, buruh,
mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah pada pihak lainnya,
majikan, yang mengikatkan diri untuk mengerjakan buruh itu dengan
membayar upah.33
Jika dibandingkan dengan kedudukan para pihak dalam perjanjian, maka
kedudukannya akan berlainan, di mana pihak dalam perjanjian kerja tidak
dalam kedudukan yang sama dan seimbang karena pihak yang satu yaitu
pekerja mengikatkan diri dan bekerja di bawah perintah orang lain yaitu
pengusaha. Adanya perbedaan yang prinsip antara perjanjian pada umumnya
dengan perjanjian kerja merupakan kenyataan yang tidak dapat dipungkiri. Hal
ini disebabkan jika dalam suatu perjanjian antara para pihak yang membuatnya
mempunyai derajat dan kondisi yang sama serta mempunyai hak dan
kewajiban yang sama dan seimbang.
Djumadi, Op.cit, hal. 29-30.
Iman Soepomo, 1974, Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja, Jakarta:
Djambatan, hal. 9.
33
32
31
Tidak demikian halnya dengan ketentuan dalam perjanjian kerja, karena
antara para pihak yang mengadakan perjanjian kerja walaupun pada prinsipnya
mempunyai kedudukan dan derajat yang sama dan seimbang, akan tetapi
dikarenakan berbagai aspek yang melingkari di sekelilingnya maka kenyataan
menunjukkan bahwa kedudukan dan derajat para pihak yang mengadakan
perjanjian kerja tersebut menjadi tidak sama dan seimbang.
Dalam Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa perjanjian kerja dibuat atas dasar:
1)
2)
3)
4)
Kesepakatan kedua belah pihak;
Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
Adanya pekerjaan yang diperjanjikan;
Pekerjaan yang diperjanjikan tidak boleh bertentangan dengan
ketertiban umum, kesusilaan, dan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Keempat syarat tersebut bersifat komulatif artinya harus dipenuhi semuanya
baru dapat dikatakan bahwa perjanjian tersebut sah.
Berdasarkan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan, perjanjian kerja dapat dibuat dalam bentuk tertulis
atau lisan. Secara normatif bentuk tertulis menjamin kepastian hak dan
kewajiban para pihak, sehingga jika terjadi perselisihan akan sangat membantu
proses pembuktian. Ketentuan dalam perjanjian kerja, menyangkut besarnya
upah dan cara pembayarannya serta syarat-syarat kerja yang memuat hak dan
kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh tidak boleh bertentangan dengan
32
peraturan perundang-undangan yang berlaku, Peraturan Perusahaan atau
Perjanjian Kerja Bersama yang ada dalam perusahaan.
Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
juga diatur mengenai jenis perjanjian kerja untuk waktu tertentu. Pasal 59 ayat
(1) memberikan pengertian mengenai perjanjian kerja waktu tertentu. Menurut
pasal tersebut yang dimaksud dengan perjanjian kerja waktu tertentu adalah:
Perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha yang hanya
dibuat untuk pekerjaan tertentu, menurut jenis dan sifat atau kegiatan
pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu.
Perjanjian kerja waktu tertentu didasarkan atas:
a) Jangka waktu tertentu sesuai dengan jangka waktu berlakunya perjanjian
kerja tersebut; atau
b) Selesainya suatu pekerjaan tertentu.
Perjanjian kerja waktu tertentu dibuat secara tertulis dengan bahasa
Indonesia dan huruf latin, karena bila perjanjian kerja waktu tertentu ini dibuat
secara tidak tertulis, maka perjanjian kerja tersebut menjadi perjanjian kerja
waktu tidak tertentu. Jangka waktu perjanjian waktu tertentu adalah paling
lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) tahun.
3.3. Perjanjian Kerja Bersama
Istilah Perjanjian Perburuhan dikenal dalam Undang-Undang Nomor 21
Tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan antara serikat buruh dengan
pengusaha/majikan, undang-undang ini merupakan salah satu undang-undang
33
yang dicabut dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.
Perjanjian perburuhan berbeda dengan perjanjian kerja, karena perjanjian
perburuhan mengenai syarat-syarat perburuhan harus diperhatikan dalam
membuat perjanjian kerja serta tak ada unsur wenang perintah, sedangkan
perjanjian kerja mengenai penunaian kerja dengan upah serta ada unsur
wenang perintah.34
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
menggunakan istilah Perjanjian Kerja Bersama (PKB) karena substansi PKB
itu sendiri memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak
yang dihasilkan memalui perundingan dan isinya bersifat mengikat. Konsepsi
perjanjian kerja seperti yang ditentukan Pasal 1 angka 14 Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan obyeknya akan sama dengan
obyek yang diperjanjikan di dalam Perjanjian Kerja Bersama seperti ditentukan
dalam Pasal 1 angka 21 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, yang menentukan bahwa:
Perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil
perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat
pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau
perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan
kewajiban kedua belah pihak. 35
F.X. Djumialdji dan Wiwoho Soejono, 1985, Perjanjian Perburuhan dan Hubungan
Perburuhan Pancasila, Jakarta: PT Bina Aksara, hal. 11.
35
Djumadi, 2004, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja, Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, Cet.5, hal. 123.
34
34
PKB disusun oleh pengusaha dan serikat pekerja yang terdaftar dan
dilaksanakan secara musyawarah untuk mencapai mufakat. PKB hanya dapat
dirundingkan dan disusun oleh serikat pekerja yang didukung oleh pekerja di
perusahaan yang bersangkutan. Dengan demikian, para pihak yang membuat
PKB adalah dari pihak pekerja diwakili oleh serikat pekerja atau beberapa
serikat pekerja di perusahaan itu dengan pengusaha atau perkumpulan
pengusaha.
Undang-Undang No.13 Tahun 2003 menyebutkan bahwa dalam hal di
satu perusahaan hanya terdapat satu serikat pekerja/serikat buruh, maka
serikat pekerja/serikat buruh tersebut berhak mewakili pekerja/buruh dalam
perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama dengan pengusaha apabila
memiliki jumlah anggota lebih dari 50% dari jumlah seluruh pekerja/buruh
di perusahaan yang bersangkutan. Jika dalam hal di satu perusahaan terdapat
lebih dari satu serikat pekerja/serikat buruh maka yang berhak mewakili
pekerja/buruh melakukan perundingan dengan pengusaha yang jumlah
keanggotaannya lebih dari 50% dari seluruh jumlah pekerja/buruh di
perusahaan tersebut.36
Masa berlakunya PKB paling lama 2 (dua) tahun dan hanya dapat
diperpanjang satu kali untuk paling lama 1(satu) tahun berdasarkan
kesepakatan tertulis antara serikat pekerja/buruh dengan pengusaha. Pada Pasal
124 ayat (1) Undang-Undang No.13 Tahun 2003 disebutkan bahwa Perjanjian
Kerja Bersama paling sedikit memuat:
a. Hak dan kewajiban pengusaha;
b. Hak dan kewajiban serikat pekerja/serikat buruh serta pekerja/buruh;
c. Jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya perjanjian kerja bersama;
36
Lalu Husni, Op.cit. hal. 83.
35
d. Tanda tangan para pihak membuat perjanjian kerja bersama.
B. Jaminan Sosial Tenaga Kerja
1. Pengertian Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Pekerja/buruh merupakan “tulang punggung” dari perusahaan yang
menentukan berhasil atau tidaknya perusahaan tersebut dalam menunjang
pembangunan nasional, wajar apabila kepada pekerja/buruh diberikan
perlindungan yang layak guna meningkatkan kesejahteraan, keselamatan, dan
kenyamanannya dalam bekerja.
Perlindungan terhadap tenaga kerja tercantum dalam UUD 1945 antara lain
Pasal 28 H ayat 1 yaitu:
Setiap orang berhak untuk hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan.
Begitu juga dalam Pasal 28 H ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi sebagai berikut:
Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan
dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
Jaminan sosial merupakan salah satu hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia, oleh karena itu jaminan sosial merupakan program yang
bersifat universal/umum yang harus diselenggarakan oleh semua negara.
Kesadaran tentang pentingnya jaminan perlindungan sosial terus berkembang,
36
seperti tercantum pada Perubahan UUD 1945 tahun 2002, dalam Pasal 34 ayat (2)
yang menyebutkan :
Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan
martabat kemanusiaan.
Jaminan sosial dalam pengertian umum sering diartikan sebagai suatu bentuk
usaha untuk memberikan bantuan kepada masyarakat. Dalam pengertian formal,
ISSA (International Social Security Association) mengartikan jaminan sosial
sebagai perlindungan yang diberikan kepada masyarakat untuk suatu risiko atau
peristiwa tertentu, dengan tujuan menghindari sejauh mungkin terjadinya suatu
peristiwa yang mengakibatkan hilang atau turunnya sebagian besar penghasilan.
Jaminan sosial juga memberikan pelayanan medis, tunjangan keluarga dan anak
atau jaminan keuangan terhadap konsekuensi ekonomi dari suatu peristiwa.
Di sisi lain, Konvensi ILO Nomor 102 Tahun 1952 mendefinisikan jaminan
sosial sebagai usaha pemerintah untuk melindungi masyarakat atau sebagian
anggota masyarakat dari tekanan ekonomi yang dapat menyebabkan hilangnya
penghasilan karena sakit, menganggur, cacat, hari tua, dan kematian. Jaminan
sosial juga menyediakan dana bagi masyarakat serta memberikan bantuan kepada
keluarga dalam pemeliharaan anak. Dari kedua rumusan pengertian di atas terlihat
bahwa esensi dari jaminan sosial adalah semacam pemberian kompensasi atas
suatu peristiwa tertentu yang berakibat berkurang atau hilangnya penghasilan.
37
Pengertian jaminan sosial tenaga kerja berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UndangUndang Nomor 3 Tahun 1992 dirumuskan sebagai berikut:
Jaminan sosial tenaga kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja
dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari
penghasilan yang hilang atau berkurang dalam pelayanan sebagai akibat
peristiwa yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit,
bersalin, hari tua, dan meninggal dunia.
Pengertian jaminan sosial tenaga kerja menurut Sendjun H. Manulang
adalah:
Jaminan sosial tenaga kerja adalah jaminan yang menjadi hak tenaga kerja
berbentuk tunjangan berupa uang, pelayanan, dan pengobatan yang merupakan
pengganti penghasilan yang hilang atau berkurang sebagai akibat peristiwa atau
keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil,
bersalin, hari tua, meninggal dunia atau menganggur.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur
mengenai Jamsostek di dalam bagian ketiga Pasal 99 ayat (1) dan (2) yang
berbunyi:
(1) Setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan
sosial tenaga kerja
(2) Jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud ayat (1), dilaksanakan
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan pengertian tersebut jelas bahwa program jaminan sosial tenaga
kerja merupakan bentuk perlindungan ekonomi dan perlindungan sosial, karena
program ini memberikan perlindungan dalam bentuk santunan berupa uang
(jaminan kecelakaan kerja, kematian, dan tabungan hari tua) dan perlindungan
dalam bentuk pelayanan kesehatan yakni jaminan pemeliharaan kesehatan.
38
Semua bentuk manfaat yang diberikan melalui program Jamsostek kepada
pekerja hanya terbatas pada pemenuhan kebutuhan manusia yang bersifat dasar
dan minimal untuk menjaga harkat dan martabatnya. Pemenuhan kebutuhan
pekerja/buruh menjadi tanggung jawab pemberi kerja karena pekerja/buruh relatif
memiliki kedudukan yang lebih lemah dibandingkan pemberi kerja. Perlindungan
kebutuhan tersebut diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh
yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil produksi perusahaan.37
2. Ruang Lingkup Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Penyelenggaraan program Jamsostek menurut Pasal 25 Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek dilakukan oleh Badan Penyelenggara
sebagai BUMN yang dibentuk dengan undang-undang yaitu PT Jamsostek
(Persero).
Pada awalnya, badan penyelenggara program jaminan sosial tenaga kerja
dilaksanakan oleh Perum ASTEK yang didirikan berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 34 Tahun 1977. Akan tetapi, mengingat beberapa
keunggulan dari badan usaha Perseroan Terbatas maka untuk selanjutnya
Perum ASTEK diubah menjadi PT ASTEK (Persero) berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 1990 dan kemudian menjadi PT Jamsostek
(Persero) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1995.38
Kiprah PT. Jamsostek (Persero) yang mengedepankan kepentingan dan hak
normatif tenaga kerja di Indonesia terus berlanjut. Berdasarkan ketentuan Pasal 6
ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek, ruang lingkup
program Jamsostek meliputi:
37
38
Adrian Sutedi, Op.cit. hal. 186.
Zaeni Asyhadie, Op.cit. hal. 89-90.
39
1) Jaminan Kecelakaan Kerja
Menurut Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang
Jamsostek, yang dimaksud kecelakaan kerja adalah:
Kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan hubungan kerja, termasuk
penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan
yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja,
dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui.
Kecelakaan kerja termasuk penyakit akibat kerja merupakan risiko yang
harus dihadapi oleh tenaga kerja dalam melakukan pekerjaanya. Untuk
menanggulangi hilangnya sebagian atau seluruh penghasilan yang
diakibatkan oleh adanya risiko-risiko sosial seperti kematian atau cacat
karena kecelakaan kerja, baik fisik maupun mental, diperlukan adanya
jaminan kecelakaan kerja.39
Jaminan kecelakaan kerja bertujuan untuk melindungi pekerja/buruh dan
keluarganya dari kecelakaan yang berhubungan dengan pekerjaan. Jaminan
kecelakaan kerja (JKK) memberikan kompensasi dan rehabilitasi bagi tenaga
kerja yang mengalami kecelakaan kerja saat dimulai berangkat bekerja sampai
tiba kembali di rumah atau menderita penyakit akibat hubungan kerja. Iuran
untuk program ini sepenuhnya dibayarkan oleh perusahaan.
Kesehatan dan keselamatan tenaga kerja merupakan tanggung jawab
pengusaha sehingga pengusaha memiliki kewajiban untuk membayar iuran
jaminan kecelakaan kerja yang berkisar antara 0,24%-1 ,74% sesuai jenis
kelompok hasil usaha. Pengelompokkan jenis usaha tersebut diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program
Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
39
Asri Wijayanti, Op.cit. Hal. 127.
40
Jaminan kecelakaan kerja diberikan kepada tenaga kerja yang tertimpa
kecelakaan kerja berupa penggantian biaya, yang meliputi:
1) Biaya pengangkutan kerja yang mengalami kecelakaan kerja ke rumah
sakit dan atau ke rumahnya, termasuk biaya pertolongan pertama pada
kecelakaan.
2) Biaya pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan selama di rumah sakit,
termasuk rawat jalan.
3) Biaya rehabilitasi berupa alat bantu (prothese) bagi tenaga kerja yang
anggota badannya hilang atau tidak berfungsi akibat kecelakaan kerja.
4) Santunan berupa uang yang meliputi:
a) Santunan sementara tidak mampu bekerja
b) Santunan cacat sebagian untuk selama-lamanya
c) Santunan cacat total untuk selama-lamanya baik fisik maupun
mental
d) Santunan kematian.40
2) Jaminan kematian
Jaminan kematian diperuntukkan bagi ahli waris tenaga kerja yang
menjadi peserta Jamsostek yang meninggal bukan karena kecelakaan kerja. 41
Hal tersebut diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992
tentang Jamsostek yang menentukan bahwa tenaga kerja yang meninggal dunia
bukan akibat kecelakaan kerja, maka pihak keluarganya berhak atas jaminan
kematian. Pekerja yang meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja akan
mengakibatkan terputusnya penghasilan dan sangat berpengaruh pada
kehidupan sosial ekonomi bagi keluarga yang ditinggalkan, oleh karena itu
diperlukan jaminan kematian dalam upaya meringankan beban keluarga, baik
dalam bentuk biaya pemakaman maupun santunan berupa uang.
40
41
Hardijan Rusli, Op.cit. hal. 133-134.
Adrian Sutedi, Op.cit. hal. 193.
41
Dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2012
tentang perubahan kedelapan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 1993
tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja, pemerintah
telah meningkatkan jaminan dan manfaat dari program Jaminan Sosial Tenaga
Kerja (Jamsostek) yang merupakan program perlindungan dasar bagi tenaga
kerja dan keluarganya.
Salah satu perubahan penting yang diatur dalam peraturan pemerintah
tersebut adalah untuk manfaat jaminan kematian (JKM) yang semula
diberikan sebesar Rp.16,8 juta berubah menjadi Rp.21 juta per orang.
Dengan rincian yang berubah adalah santunan kematian dari sebelumnya
Rp.10 juta menjadi sebesar Rp.14,2 juta, sedangkan untuk biaya pemakaman
tetap Rp.2 juta, demikian juga santunan Rp. 200.000,- per bulan selama 24
bulan tidak berubah.42
Penerima santunan kematian dari jaminan kematian menurut tingkatan
atau urutan yang berhak adalah sebagai berikut:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
Janda atau duda
Anak
Orang tua
Cucu
Kakek atau nenek
Saudara kandung
Mertua.43
3) Jaminan hari tua
Hari tua adalah umur pada saat di mana produktivitas pekerja/buruh telah
dianggap menurun, sehingga perlu diganti dengan pekerja/buruh yang lebih
Sucipto, 2012, Terbitkan PP No 53/2012, Pemerintah Tingkatkan Manfaat Jamsostek,
tersedia di website http://www.wartaekonomi.co.id/berita-288589347-terbitkan-pp-no-532012pemerintah-tingkatkan-manfaat-jamsostek.html diakses tanggal 14 Mei 2012.
4 3 Hardijan Rusli, Op.cit. hal. 138.
42
42
muda termasuk cacat tetap dan total (total and permanent disability) yang dapat
dianggap sebagai hari tua yang dini (cepat).44 Dalam rangka menjamin adanya
keamanan dan kepastian terhadap risiko-risiko sosial ekonomi yang dialami
pekerja/buruh dan keluarganya yang telah mencapai usia tua dan telah berhenti
bekerja, juga untuk pekerja yang terkena PHK, maka dibutuhkan program
perlindungan yang bersifat dasar yaitu Jaminan Hari Tua.
Pada dasarnya jaminan hari tua merupakan komponen pensiun dasar.
Dasar perhitungan jaminan ini adalah besarnya total iuran atau premi yang telah
dibayarkan pemberi kerja dan tenaga kerja. Dengan demikian, kalau tenaga
kerja tersebut membayar premi jaminan hari tuanya sedikit, otomatis akan
mendapat jaminan hari tua yang sedikit pula, begitu juga sebaliknya. Besar
kecilnya iuran atau premi per bulan ditentukan oleh besar kecilnya upah.
Iuran program jaminan hari tua ditanggung oleh perusahaan sebesar 3,7%
dari upah yang diterima sebulan, sedangkan yang ditanggung oleh tenaga kerja
sebesar 2% dari upah yang diterima sebulannya. Kemanfaatan program jaminan
hari tua adalah sebesar akumulasi iuran ditambah hasil pengembangannya.
Program Jaminan Hari Tua ditujukan sebagai pengganti terputusnya
penghasilan tenaga kerja karena meninggal, cacat, atau hari tua da n
diselenggarakan dengan sistem tabungan hari tua. Program Jaminan Hari Tua
memberikan kepastian penerimaan penghasilan yang dibayarkan pada saat
tenaga kerja mencapai usia 55 tahun atau telah memenuhi persyaratan tertentu.
44
Adrian Sutedi, Op.cit. hal. 190.
43
Umumnya jaminan hari tua diberikan pada saat tenaga kerja mencapai
usia 55 tahun, tetapi apabila tenaga kerja mengalami cacat sehingga tidak dapat
bekerja lagi maka jaminan ini dapat diberikan. Demikian juga apabila tenaga
kerja meninggal dunia, jaminan hari tua diberikan kepada ahli warisnya. Selain
itu, jaminan hari tua juga dapat diberikan apabila tenaga kerja mengalami PHK
sebelum berusia 55 tahu n, setelah yang bersangkutan memiliki masa
kepesertaan sekurang-kurangnya lima tahun dengan masa tunggu enam bulan.
4) Jaminan pemeliharaan kesehatan
Pemeliharaan kesehatan adalah hak tenaga kerja. Jaminan pemeliharaan
keasehatan adalah salah satu program Jamsostek yang membantu tenaga kerja
dan keluarganya mengatasi masalah kesehatan. Pemerintah memberikan suatu
bentuk perlindungan kepada tenaga kerja dengan diselenggarakannya program
Jamsostek, yang pengelolaannya dapat dilaksanakan dengan mekanisme
asuransi.
Mekanisme asuransi yang dimaksud di sini adalah mekanisme asuransi
sosial. A. Hasyimi Ali mengemukakan pendapatnya bahwa:
Bahaya terbesar yang dihadapi seseorang adalah kehilangan atau kerugian
yang disebabkan oleh kecelakaan dan penyakit yang menimpa dirinya atau
keluarganya. Penyakit atau kecelakaan yang sering menimpa kita untuk
meminta biaya besar yang sulit atau bahkan tidak mungkin untuk dip ikul
sendiri atau dari tabungan pribadi. Untuk menutup biaya ini dan untuk
menghindari kerugian yang lebih besar, maka umumnya msuk asuransi.45
Asuransi kesehatan menurut A. Hasyimi Ali meliputi bidang yang luas
dengan mana seseorang memperoleh penggantian untuk perawatan rumah
45
A. Hasyimi Ali, 1993, Bidang Usaha Asuransi, Jakarta: Bumi Aksara, hal. 115.
44
sakit, biaya pengobatan dan penggantian oleh kehilangan penghasilan yang
diakibatkan oleh penyakit atau kecelakaan. Asuransi kesehatan biasa disebut
asuransi disability (ketidakmampuan bekerja). Asuransi kesehatan ada yang
diusahakan oleh swasta dan ada pula yang diadakan oleh pemerintah.46
Beberapa prinsip asuransi kesehatan yang perlu diperhatikan yaitu :
1) Asuransi kesehatan adalah suatu sistem pembiayaan kesehatan yang
berjalan berdasarkan konsep risiko. Masyarakat bersama-sama
menjadi anggota asuransi kesehatan dengan dasar bahwa keadaan sakit
merupakan suatu kondisi yang mungkin terjadi di masa mendatang
sebagai suatu risiko kehidupan, sehingga dalam hal ini orang yang
jelas sakit tidak dapat membeli asuransi kesehatan komersial.
2) Dalam sistem asuransi kesehatan, risiko sakit secara bersama-sama
ditanggung oleh peserta dengan membayar premi ke suatu perusahaan.
dengan kata lain fungsi asuransi adalah:
a. Mentransfer risiko dari satu individu ke suatu kelompok; dan
b. Membagi bersama jumlah kerugian dengan proporsi yang adil oleh
seluruh anggota kelompok.
3) Usaha asuransi kesehatan harus berdasarkan pada manajemen risiko.47
Berdasarkan Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 dan
Pasal 33 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2012, Tenaga kerja,
suami, atau istri yang sah dan anak sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang berhak
memperoleh jaminan pemeliharaan kesehatan.
3. Kepesertaan Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Tenaga kerja menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun
1992 tentang Jamsostek adalah :
Loc.cit.
Sholichatun Nisa, 2006, Penyelenggaraan Pelayanan Jam inan Pemeliharaan
Kesehatan Pada Program Jam inan Sosial Tenaga Kerja Oleh PT Jamsostek (Persero),
Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, hal. 52.
46
47
45
Setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di
luar hubungan kerja, guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat.
Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan bahwa tenaga kerja adalah :
Setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang
dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk
masyarakat.
Setiap perusahaan wajib melindungi dan memelihara tenaga kerja dengan
mendaftarkan semua tenaga kerjanya pada program Jamsostek. Hal itu merupakan
kewajiban bagi pengusaha, sedangkan jaminan tersebut menjadi hak pekerja
karena Jamsostek mendidik kemandirian pekerja sehingga pekerja tidak harus
meminta belas kasih orang lain jika dalam hubungan kerja terjadi risiko-risiko
akibat hubungan kerja.
Dalam tahap awal Pasal 4 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 membatasi
ruang lingkup kepesertaannya yang berbunyi sebagai berikut:
(1) Program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3 wajib dilakukan oleh setiap perusahaan bagi tenaga kerja yang
melakukan pekerjaan di dalam hubungan kerja sesuai dengan ketentuan
undang-undang ini.
(2) Program jaminan sosial tenaga kerja bagi tenaga kerja yang melakukan
pekerjaan di luar hubungan kerja diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.
(3) Persyaratan dan tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial tenaga
kerja sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah.
46
Peraturan pemerintah yang dimaksud dalam ayat (3) di atas adalah Peraturan
Pemerintah Nomor 84 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan
Sosial Tenaga Kerja.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 menentukan bahwa jaminan sosial
tenaga kerja (Jamsostek) merupakan hak bagi setiap tenaga kerja dan merupakan
kewajiban bagi setiap perusahaan.48 Kewajiban mengikutsertakan tenaga kerjanya
dalam program jaminan sosial tenaga kerja bagi setiap perusahaan ini ditetapkan
dengan ketentuan Pasal 2 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2010
bahwa :
Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 10 (sepuluh) orang
atau lebih, atau membayar upah paling sedikit Rp. 1000.000,- (satu juta rupiah)
sebulan, wajib mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam program jaminan sosial
tenaga kerja.
Penetapan kepesertaan tersebut didasari oleh pertimbangan bahwa perusahaan
yang mempekerjakan pekerja/buruh lebih dari sepuluh orang dianggap telah besar.
Ketentuan Pasal 2 ayat (3) tersebut bersifat alternatif, bisa jadi suatu
perusahaan mempekerjakan pekerja kurang dari sepuluh orang tapi total gaji
yang dibayarkan lebih dari Rp. 1000.000,- (satu juta rupiah) sebulan, maka
perusahaan tersebut wajib menjadi peserta program Jamsostek. Sebaliknya, bisa
terjadi total upah yang dibayarkan kurang dari Rp. 1000.000,- (satu juta rupiah)
sebulan tapi jumlah pekerjanya lebih dari sepuluh orang, perusahaan tersebut
juga wajib menjadi peserta Jamsostek.49
48
Hardijan Rusli, Op.cit. hal. 128. 4
Husni, Op.cit. hal. 176.
9 Lalu
47
Ketentuan lain yang memberikan pengertian yang sama adalah Pasal 5 ayat
(1) Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2012, dimana ketentuan tersebut
berbunyi sebagai berikut:
Pengusa ha sebag aim a na d ima ksud da la m P asal 2 a yat (3) wa jib
mendaftarkan perusahaan dan tenaga kerjanya sebagai peserta program jaminan
sosial tenaga kerja pada Badan Penyelenggara dengan mengisi formulir yang
disediakan oleh Badan Penyelenggara.
Pemaparan pasal tersebut di atas menunjukkan bahwa keikutsertaan
pengusaha dalam penyelenggaraan program Jamsostek bersifat wajib sebagai
bentuk perlindungan bagi tenaga kerja dan pendaftaran program Jamsostek ini
dila ku ka n dengan cara meng isi for mulir yang disediaka n ole h Badan
Penyelenggara. Formulir yang telah diisi baik oleh tenaga kerja maupun oleh
pengusaha harus disampaikan kepada Badan Penyelenggara selambat-lambatnya
30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya formulir dari Badan Penyelenggara.
Bentuk kepesertaan ini bersifat wajib sehingga pengusaha harus tetap
berusaha agar tenaga kerja dapat mengisi dan mengikuti program Jamsostek.
Tujuan pengisian dan pendaftaran ini bagi Badan Penyelenggara adalah untuk
memperoleh data tenaga kerja yang akan memperoleh tunjangannya.
48
C. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
1. Pengertian, Tujuan dan Manfaat Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Pada awalnya di Indonesia kewajiban pengusaha untuk memeriksakan
kesehatan pekerjanya hanya diatur dalam perjanjian secara Bipartit antara
pekerja/buruh dan pengusaha, namun dalam perkembangannya pemerintah
menetapkan kewajiban tersebut dalam peraturan perundangan ketenagakerjaan.
Pemeliharaan kesehatan adalah bagian dari ilmu kesehatan yang bertujuan
agar pekerja/buruh memperoleh kesehatan yang sempurna baik fisik, mental,
maupun sosial sehingga memungkinkan dapat bekerja secara optimal, oleh sebab
itu program jaminan sosial tenaga kerja juga memprogramkan jamina n
pemeliharaan kesehatan. Istilah pemeliharaan yang terdapat dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia yaitu proses, cara, perbuatan memeliharakan, penjagaan,
perawatan. Di bidang medis, pemeliharaan berarti interaksi yang terjadi antara
pemberi dan penerima pelayanan kesehatan selama si penerima mengalami
gangguan kesehatan. Pengertian pemeliharaan kesehatan dalam Pasal 1 angka 9
UU Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek adalah:
Upaya penaggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang
memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan termasuk kehamilan
dan persalinan.
Istilah jaminan dalam kehidupan sehari-hari biasanya merujuk pada
pengertian adanya suatu benda atau barang yang dijadikan sebagai tanggungan
dalam bentuk pinjaman uang terhadap seseorang. Kamus Besar Bahasa Indonesia
49
mengartikan jaminan sebagai tanggungan, sedangkan pengertian jaminan yang
diberikan oleh Hartono Hadisoeprapto dalam Pokok-Pokok Hukum Perikatan
dan Jaminan adalah sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan
keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan
uang yang timbul dari suatu perikatan.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek tidak memberikan
pengertian secara pasti tentang arti kata Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK),
tetapi menurut Pasal 16 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 dan Pasal 33 PP
Nomor 84 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Program Jamsostek, Zulaini
Wahab menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan adalah pelayanan yang diberikan kepada tenaga kerja atau istri yang sah
dan anak yang bersifat menyeluruh meliputi pelayanan peningkatan kesehatan,
pencegahan dan penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan.50
Pemeliharaan kesehatan adalah hak tenaga kerja. Jaminan pemeliharaan
kesehatan adalah salah satu program Jamsostek yang membantu tenaga kerja
dan keluarganya mengatasi masalah kesehatan. Mulai dari pencegahan,
pelayanan di klinik kesehatan, rumah sakit, kebutuhan alat bantu peningkatan
pengetahuan, dan pengobatan secara efektif dan efisien. Setiap tenaga kerja
yang telah mengikuti program jaminan pemeliharaan kesehatan akan diberikan
KPK (Kartu Pemeliharaan Kesehatan) sebagai bukti diri untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan.51
50
Zulaini Wahab, 2001, Dana Pensiun dan Jamsostek Indonesia, Bandung: Citra Aditya
Bakti, hal. 146.
51
Agusmidah, Op.cit. hal. 143.
50
Tujuan dari pemeliharaan kesehatan dapat dikemukakan sebagai berikut :
a. Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan pekerja/buruh yang
setinggi-tingginya baik fisik, me ntal maup un sosial sehi ngga
memungkinka dapat bekerja secara optimal.
b. Mencegah dan melindungi pekerja/buruh dari gangguan kesehatan yang
disebabkan oleh kondisi lingkungan kerja.
c. Menyesuaikan pekerja/buruh dengan pekerjaannya.
d. Meningkatkan produktivitas kerja.52
M a nfaat ja m ina n pe me liharaa n kese hata n ba gi perusaha a n, ya kni
perusahaan dapat memiliki tenaga kerja yang sehat, dapat konsentrasi dalam
bekerja sehingga lebih produktif.
2. Iuran dan Pelaksanaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Iuran jaminan pemeliharaan kesehatan berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 84 Tahun 2010 tentang Perubahan Ketujuh atas Peraturan Pemerintah
Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jamsostek sepenuhnya
ditanggung oleh pengusaha dengan perhitungan 3% dari upah tenaga kerja untuk
tenaga kerja lajang, sedangkan 6% dari upah tenaga kerja untuk tenaga kerja
berkeluarga. Berdasarkan Pasal 9 ayat (4) Peraturan Pemerintah yang terbaru yakni
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedelapan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program
Jamsostek terdapat perubahan mengenai dasar perhitungan iuran jaminan
pemeliharaan kesehatan, yaitu sebagai berikut :
Dasar perhitungan iuran Jaminan Pemeliharaan Kesehatan dari upah sebulan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, paling tinggi 2 (dua) kali PTKP –
52
Zaeni Asyhadie, Op.cit. hal. 191.
51
K1 (Pendapatan Tidak Kena Pajak – Tenaga Kerja Kawin dengan Anak 1
(satu)) perbulan.
Biaya pelayanan kesehatan dengan diterbitkannya PP Nomor 53 Tahun
2012 tersebut meningkat cukup signifikan. Semula batas atas upah sebagai dasar
perhitungan jaminan pemeliharaan kesehatan sebesar Rp1.000.000,- (satu juta
rupiah), namun dasar perhitungan tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi
sekarang. Dengan kenaikan besaran iuran JPK itu maka manfaat jaminan itu akan
mengalami peningkatan, di antaranya mencakup cuci darah, jantung, kanker, dan
HIV/AIDS.53
Selisih biaya sebagai akibat dari penggunaan hak pelayanan di luar standar
JPK Jamsostek, dibayar sendiri oleh peserta. Beberapa jenis penyakit tidak
ditanggung dalam pelayanan kesehatan JPK Paket Dasar antara lain:
1) penyakit AIDS
2) penyakit kelamin
3) penyakit kanker
4) cuci darah (haemodialisa)
5) akibat alkohol/narkotika
6) pemeriksaan super spesialistik, dan
7) kelainan genetik.54
Jaminan pemeliharaan kesehatan yang merupakan salah satu program dari
jaminan sosial tenaga kerja diselenggarakan secara terstruktur, terpadu dan
berkesinambungan, yang bersifat menyeluruh dan meliputi pelayanan
peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif) dan
penyembuhan penyakit (kuratif), serta pemulihan kesehatan (rehabilitatif).
Yang dimaksud dengan pemeliharaan secara terstruktur adalah pelayanan yang
mengikuti pola dan prinsip tertentu baik mengenai jenis maupun proses
p e m b ia ya a n n ya . S e m e n ta r a itu , te r p a d u d a n b e r ke s in a m b u n g a n
maksudnyaadalah pelayanan kesehatan bagi pekerja/buruh, suami atau istri dan
anak dijamin kelanjutannya sampai menuju keadaan sehat.55
Loc.cit.
Agusmidah, Op.cit. hal. 144.
55
Zaeni Asyhadie, Op.cit. hal. 195-196.
53
54
52
Badan penyelenggara dalam menyelenggarakan paket pemeliharaan
kesehatan dasar yang ditetapkan oleh M enteri Tenaga Kerja setelah
berkonsultasi dengan menteri yang bertanggung jawab di bidang kesehatan
(Menteri Kesehatan). Paket pemeliharaan kesehatan dasar ini meliputi
pelayanan sebagai berikut:
1) Rawat jalan tingkat pertama, yaitu semua jenis pemeliharaan kesehatan
perorangan yang dilakukan di pelaksana pelayanan kesehatan tingkat
pertama.
2) Rawat jalan tingkat lanjutan, yaitu semua jenis pemeliharaan kesehatan
perorangan yang merupakan rujukan (lanjutan) dari pelaksana pelayanan
kesehatan tingkat pertama.
3) Rawat inap, yaitu pemeliharaan kesehatan rumah sakit di mana penderita
tinggal/mondok sedikitnya satu hari berdasarkan rujukan dari pelaksana
pelayanan kesehatan atau rumah sakit pelaksana pelayanan kesehatan lain.
pelaksana pelayanan kesehatan rawat inap adalah (1) rumah sakit pemerintah
pusat dan daerah; dan (2) rumah sakit swasta yang ditunjuk.
4) Pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan, termasuk pertolongan
persalinan tidak normal dan/atau gugur kandungan.
5) Penunjang diagnostik, yaitu semua pemeriksaan dalam rangka diagnosis
yang dipandang perlu oleh pelaksana pengobatan lanjutan dan dilaksanakan
di bagian diagnostik, rumah sakit atau di fasilitas khusus yang meliputi,
pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi, dan pemeriksaan
penunjang diagnosis lain.
6) Pelayanan khusus, maksudnya adalah pemeliharaan kesehatan yang
memerlukan perawatan khusus bagi penyakit tertentu serta pemberian alatalat organ tubuh agar dapat berfungsi seperti semula, yang meliputi: kaca
mata, prothese gigi, alat bantu dengar, prothese anggota gerak, dan prothese
mata.
7) Gawat darurat. Yang dimaksud dengan keadaan gawat darurat adalah suatu
keadaan yang memerlukan pemeriksaaan medis dengan segera, yang apabila
tidak dilakukan akan menyebabkan hal fatal bagi penderita.56
Untuk memberikan pelayanan pemeliharaan kesehatan kepada peserta, PT.
Jamsostek (Persero) menunjuk Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK). Pasal 37
Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2010 tentang Perubahan Kedelapan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program
Jaminan Sosial Tenaga Kerja, menyebutkan:
56
Ibid, hal.196-197.
53
(1) Pelaksanaan pemberian pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35
ayat (1), dilakukan oleh Pelaksana Pelayanan Kesehatan berdasarkan
perjanjian secara tertulis dengan Badan Penyelenggara.
(2) Badan Penyelenggara melakukan pembayaran kepada Pelaksana
Pelayanan Kesehatan secara praupaya dengan sistem kapital.
(3) Pemberian pelayanan oleh Pelaksana Pelayanan Kesehatan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), dilakukan sesuai dengan kebutuhan medis yang
nyata dan standar pela yanan medis ya ng berlaku dengan tetap
memperhatikan mutu pelayanan.
Program jaminan pemeliharaan kesehatan memberikan manfaat paripurna
meliputi seluruh kebutuhan medis yang diselenggarakan di setiap jenjang PPK.
PPK misalnya rumah sakit, klinik bersalin, dokter, laboratorium, klinik, apotik.
Tenaga kerja dapat memilih pelaksana pelayanan kesehatan yang ditunjuk oleh
badan penyelenggara.
Badan penyelenggara dalam rangka menyelenggarakan paket jaminan
pemeliharaan kesehatan dasar memiliki kewajiban untuk memberikan kartu
pemeliharaan kesehatan kepada setiap peserta dan memberikan keterangan yang
perlu diketahui peserta mengena i paket pemeliharaan kesehatan yang
diselenggarakan.
3. Prosedur Pemberian Pelayanan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Setiap pekerja/buruh yang menderita sakit selama bekerja, berhak
memperoleh biaya pengobatan, rehabilitasi, pengangkutan dari temp at kerja ke
rumah sakit dan dari rumah sakit atau tempat kerja ke rumahnya, serta santunan
bila pekerja/buruh yang bersangkutan sementara tidak mampu bekerja. Berbeda
dengan program lain dalam jaminan sosial tenaga kerja, program jaminan
54
pemeliharaan kesehatan tidak memberikan santunan atau bantuan dalam bentuk
uang tunai, namun berbentuk pelayanan kesehatan.
Jenis pelayanan yang diberikan dalam program ini mulai dari dokter umum
dan dokter gigi, obat-obatan, dan penunjang diagnostik, obat-obatan diberikan
sesuai kebutuhan medis, pelayanan kesejahteraan ibu dan anak, pelayanan
imunisasi dasar (BCG, DPT, dan Polio), pelayanan KB (IUD, vasektomi,
tubektomi, suntik), dan pelayanan dokter spesialis.57
Tenaga kerja, suami atau istri maupun anak-anak harus menunjukkan kartu
pemeliharaan kesehatan untuk memperoleh pelayanan pemeliharaan kesehatan.
Pemberian pelayanan jaminan kesehatan dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat
pertama yang ditunjuk oleh badan penyelenggara. Dalam hal diperlukan
pemeriksaan tingkat lanjutan, bagi tenaga kerja, suami atau istri atau anak-anak,
maka pelaksana pelayanan kesehatan tingkat pertama harus memberikan surat
rujukan kepada pelaksana pelayanan kesehatan tingkat lanjutan yang ditunjuk.
Pelayanan kesehatan tingkat pertama atau tingkat lanjutan memberikan surat
rujukan dalam hal tenaga kerja atau suami/istri atau anak-anak memerlukan
pelayanan penunjang diagnostik atau rawat inap. Tenaga kerja atau suami/istri atau
anak-anak apabila memerlukan pelayanan gawat darurat dapat langsung
memperoleh pelayanan dari pelaksana pelayanan kesehatan atau rumah sakit
terdekat dengan menunjukkan kartu pemeliharaan kesehatan.
57
Adrian Sutedi, Op.cit. hal. 195.
55
Tenaga kerja atau istri tenaga kerja yang memerlukan pemeriksaan
kehamilan dan/atau persalinan akan memperoleh pelayanan pemeliharaan
kesehatan dari rumah bersalin yang ditunjuk. Seandainya terjadi persalinan yang
sulit, maka tenaga kerja atau istri tenaga kerja dapat dirujuk ke rumah sakit.
Setelah melakukan pemeriksaan, tenaga kerja atau suami atau istri atau anakanak akan mendapat resep obat yang harus diambil di apotek yang telah ditunjuk
dengan menunjukkan kartu pemeliharaan kesehatan. Apotek tersebut harus
memberikan obat yang diperlukan oleh tenaga kerja atau suami/istri atau anakanak sesuai standar obat yang berlaku, sedangkan apabila obat yang dibutuhkan di
luar standar yang berlaku maka selisih biaya obat tersebut ditanggung sendiri oleh
tenaga kerja yang bersangkutan.
Tenaga kerja dan keluarganya sebagai peserta dalam program jaminan
pemeliharaan kesehatan memiliki hak-hak dan kewajiban, yakni sebagai berikut:
a. Hak-hak Peserta
1) Tenaga kerja beserta keluarga (suami/istri dan maksimal tiga anak)
berhak mendapatkan pelayanan kesehatan tingkat I s/d lanjutan, serta
pelayanan khusus (hanya diberikan kepada tenaga kerja).
2) Memilih fasilitas kesehatan, diutamakan sesuai dengan temp at tinggal
(domisili).
3) Dalam keadaan emergensi (darurat), peserta dapat langsung meminta
pertolongan pada PPK 9Pelaksana Pelayanan Kesehatan) yang
ditunjuk ataupun tidak.
b. Kewajiban Peserta
1) Memiliki KPK (Kartu Pemeliharaan Kesehatan) sebagai bukti diri
untuk mendapatkan pelayanan.
2) Apabila KPK belum selesai diterbitkan, maka dapat menggunakan
formulir daftar susunan keluarga (form 1b warna hijau) sebagai bukti
diri KPK sementara.
3) Mengikuti pro sedur pelayanan kesehatan yang telah ditetapkan.
56
4) Melaporkan kepada PT Jamsostek (Persero) apabila KPK hilang untuk
mendapatkan penggantian kartu yang baru.58
4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Mandiri
Berdasarkan pelayanan yang diterima pekerja/buruh dalam penyelenggaraan
jaminan pemeliharaan kesehatan, meski ada pekerja/buruh yang merasa bahwa hak
mereka terhadap pelayanan kesehatan kerja sudah terpenuhi, ternyata masih ada
yang merasa belum terpenuhi. Pekerja/buruh yang menjadi anggota serikat
pekerja/buruh yang mendapat pelayanan tidak memadai ini kemudian meminta
s e r ika t p e k e r ja m e nu ntu t a g a r ke lu a r d a r i p r og r a m J a m s os te k d a n
menyelenggarakan jaminan pemeliharaan kesehatan mandiri. Hal tersebut
menyebabkan rendahnya jumlah peserta program Jaminan Kesehatan PT
Jamsostek.
Selain itu, yang menyebabkan rendahnya jumlah peserta jaminan kesehatan
PT Jamsostek adalah adanya sebuah peraturan yang memperbolehkan
perusahaan untuk mengikuti program jaminan kesehatan yang diadakan oleh
sektor swasta apabila program yang diikuti tersebut memberikan manfaat yang
lebih besar daripada manfaat program jaminan kesehatan Jamsostek.59
Berdasarkan Pasal 2 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2010
tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja terdapat ketentuan
bahwa :
P e ng u s a h a s e b a g a im a na d im a ks u d d a la m a ya t ( 3 ) ya n g te la h
menyelenggarakan sendiri program pemeliharaan kesehatan bagi tenaga
kerjanya dengan manfaat yang lebih baik dari Paket Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan Dasar menurut Peraturan Pemerintah ini, tidak wajib ikut dalam
58
Agusmidah, Op.cit. hal. 145.
Adrian Sutedi, Op.cit. hal. 200.
59
57
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan yang diselenggarakan oleh Badan
Penyelenggara.
Pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor
01/MEN/1998 tentang Penyelenggaraan Pemeliharaan Kesehatan Bagi Pekerja
dengan Manfaat yang Lebih Baik dari Paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Dasar Jaminan Sosial Tenaga Kerja dalam rangka memberikan kepastian hukum
dan satuan pendapat dalam pelaksanaan di lapangan bagi penyelenggaraan jaminan
pemeliharaan kesehatan dengan manfaat yang lebih baik.
M e nurut kete ntua n peraturan me nter i di atas , perusahaa n dapat
menyelenggarakan sendiri pemeliharaan kesehatan bagi pekerjanya dengan cara:
a. Menyediakan sendiri atau bekerja sama dengan fasilitas Pelaksana
Pelayanan Kesehatan (PPK);
b. Bekerja sama dengan badan yang menyelenggarakan pemeliharaan
kesehatan; dan
c. Bersama beberapa perusahaan menyelenggarakan suatu pelayanan
kesehatan.60
Pemeliharaan kesehatan yang diselenggarakan sendiri oleh perusahaan atau
dengan kerja sama tersebut baru dapat dikatakan memberikan manfaat yang lebih
baik, apabila memenuhi ketentuan :
a. Liputan pelayanan yang diberikan sekurang-kurangnya harus memenuhi metode
pelaksanaan jaminan pemeliharaan kesehatan yang diatur dalam UndangUndang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek.
b. Pelaksana pelayanan kesehatan yang ditunjuk harus memiliki izin sesuatu
dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.
60
Zaeni Asyhadie, Op.cit. Hal. 214.
58
c. Pelaksana pelayanan kesehatan yang ditunjuk harus mudah dijangkau oleh
pekerja/buruh dan keluarganya.
59
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan
Metode merupakan cara kerja yang bersistem yang dimaksudkan untuk
memberikan kemudahan dalam pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan
yang telah ditentukan.61 Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode pendekatan yuridis normatif, yaitu pendekatan yang menggunakan
konsepsi legis positivis. Konsep ini memandang hukum identik dengan norma-norma
tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga atau pejabat yang berwenang.
Konsepsi ini memandang hukum sebagai suatu sistem normatif yang bersifat mandiri,
tertutup dan terlepas dari kehidupan masyarakat yang nyata. 62 Dalam metode
pendekatan ini, peneliti menggunakan beberapa pendekatan masalah meliputi
pendekatan perundang-undangan (Statute Approach), dan pendekatan analitis
(Analytical Approach).
B. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif normatif,
yaitu penelitian yang selain menggambarkan keadaan, obyek, atau peristiwa juga
keyakinan tertentu akan diambil kesimpulan-kesimpulan dari obyek persoalan yang
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, 1991, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua, Jakarta: Balai Pustaka, hal. 652.
62
Ronny Hanitijo Soemitro, 1988, Metodologi Pen elitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta: Ghalia
Indonesia, hal. 13-14.
61
60
dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktik hukum positif yang menyangkut
permasalahannya.63
C. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi
5 Purwokerto Jalan Jenderal Soedirman Nomor 209 Purwokerto, Pusat Informasi
Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, dan Unit Pelayanan Terpadu
(UPT) Perpustakaan Universitas Jenderal Soedirman.
D. Sumber Data
1. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang digunakan dalam penelitian hukum normatif
atau kepustakaan, yaitu data yang diperinci dari bahan-bahan pustaka.64
Data sekunder di bidang hukum (dipandang dari segi keilmuan mengikatnya)
dapat dibedakan menjadi:
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang bersifat mengikat, terdiri
dari:
1) Peraturan Dasar, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek;
3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
Ibid, hal. 13.
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 1985, Penelitian Hukum Normatif, PT RajaGrafindo
Persada, Jakarta, hal. 12.
63
64
61
4) Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2010 tentang Perubahan Ketujuh atas
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan
Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja;
5) Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedelapan
atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan
Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja;
6) Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. : PER-01/MEN/1998 tentang
Penyelenggaraan Pemeliharaan Kesehatan Bagi Tenaga Kerja Dengan
Manfaat Lebih Baik Dari Paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Dasar
Jaminan Sosial Tenaga kerja.
7) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 12 Tahun 2007
tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran Kepesertaan, Pembayaran Iuran,
Pembayaran Santunan, dan Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja;
8) Perjanjian Kerja Bersama Periode 2011-2013 antara PT. Kereta Api
Indonesia (Persero) dengan Serikat Pekerja Kereta Api (SPKA).
9) Kepu tusa n D ir e ks i PT. K ereta Ap i Ind one sia (Perser o) N om or
KEP.U/KP.50 1 /XII/2/KA-20 10 tentang Pengelolaan Program Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan Bagi Pegawai dan Pensiunan PT. Kereta Api
Indonesia (Persero) Beserta Keluarga;
10)
Keputusan Direksi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Nomor:
kep.u/kp.503/II/28/ka-201 1 tentang Pengelolaan Program Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan Bagi Pegawai dan Pensiunan Beserta Keluarga Eks
62
PNS Departemen Perhubungan RI di Lingkungan PT. Kereta Api Indonesia
(Persero).
11) Kepu tusa n D ire ks i P T. Kereta Ap i Ind one sia (Perser o) N om or :
KEP.U/KP.503/XI/4/KA-201 1 tentang Fasilitas Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan (JPK) di Lingkungan PT. Kereta Api Indonesia (Persero);
12) Kepu tusa n D ire ks i P T. Kereta Ap i Ind one sia (Perser o) N om or :
KEP.U/KP.208/IV/1 1/KA-2012 tentang Skala Gaji Pokok Pegawai PT.
Kereta Api Indonesia (Persero) Tahun 2012.
b. Bahan hukum sekunder, sumbernya adalah buku literatur hukum, jurnal
penelitian hukum, laporan hukum, media cetak, arsip dari PT. Kereta Api
Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto, serta sumber lain yang berkaitan
dengan materi penelitian.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang sifatnya melengkapi bahan hukum
primer dan bahan hukum sekunder, berupa kamus hukum, ensiklopedia,
majalah, media massa dan internet.
2. Data Primer
Data primer merupakan penunjang data sekunder yang diperoleh secara
langsung dari objek penelitian yang berupa keterangan-keterangan hasil
wawancara dengan pihak terkait dengan objek penelitian sebagai pelengkap data
sekunder.
63
E. Metode Pengumpulan Data
1. Data Sekunder
Diperoleh dengan cara inventarisasi terhadap buku kepustakaan, peraturan
perundang-undangan, dan arsip PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5
Purwokerto.
2. Data Primer
Data yang diperoleh dengan mengadakan penelitian lap angan langsung pada
objek yang dijadikan masalah, dengan cara mengadakan wawancara dengan pihak
yang terkait pada PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto untuk
melengkapi data sekunder.
F. Metode Penyajian Data
Data penelitian yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk teks deskriptif
naratif yang disusun secara sistematis sebagai suatu kesatuan yang utuh, yang
didahului dengan pendahuluan, yang berisi latar belakang masalah, tujuan penelitian,
tinjauan pustaka, metode penelitian, dan diteruskan dengan analisa bahan, dan hasil
pembahasan serta diakhiri dengan simpulan.
G. Metode Analisis Data
Data yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif, yaitu analisis yang
dilakukan dengan cara memahami dan merangkai data yang telah dikumpulkan dan
disusun secara sistematis dan diuraikan secara bermutu dalam kalimat yang teratur,
runtut, dan logis, kemudian ditarik kesimpulan.
64
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Data Sekunder
1.1. Gambaran Umum PT. Kereta Api Indonesia (Persero)
1.1.1. Sejarah dan Perkembangan PT. Kereta Api Indonesia (Persero)
a. Masa Pemerintahan Hindia Belanda
Pada zaman Hindia Belanda terdapat dua macam perusahaan kereta
api di Indonesia yaitu perusahaan kereta api negara (Staats Spoorwegen /
SS) dan perusahaan kereta api swasta yang tergabung dalam Verenidge
Spoorwegbedrijf
(VS).
Perusahaan
kereta
api
negara
(Staats
Spoorwegen / SS) mulai beroperasi sejak tahun 1878 dari Surabaya ke
Lamongan dan akhirnya meliputi wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah,
Daerah Istimewa Yogyakarta, Jakarta, Jawa Barat, Aceh, Sumatera
Barat, Sumatera Selatan, dan Lampung. Perusahaan kereta api negara
SS berkantor pusat di Bandung (sekarang menjadi Kantor Pusat PT.
Kereta Api Indonesia (Persero) di Jalan Perintis Kemerdekaan No.1
Bandung).
Perusahaan kereta api swasta mulai beroperasi sejak tahun 1867
dar i Se mar a ng ke T a ng gu ng ole h N.V. N ederlan ds Indische
Maatschappij (NIS). Kemudian wilayah operasi NIS meluas ke seluruh
Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur. Di
65
Indonesia N.V. Nederlands Indische Maatschappij (NIS) berkantor pusat
di Semarang yang sampai sekarang dikenal dengan Gedung Lawang
Sewu. Melihat keberhasilan N.V. Nederlands Indische Maatschappij
(NIS) maka selanjutnya bermunculan perusahaan-perusahaan kereta api
swasta lainnya yang beroperasi di wilayah Jawa Tengah, Daerah
Istimewa Yogyakarta, Jawa Barat dan Jawa Timur termasuk Madura.
Jumlah perusahaan kereta api swasta itu ada 12 perusahaan, yaitu:
1) N.V. Nederlands Indische Maatschappij (NIS);
2) N.V. Semarang Joana Stroomtram Maatschappij (SJS);
3) N.V. Semarang Cirebon Stroomtram Maatschappij (SCS);
4) N.V. Seradjoedal Stroomtram Maatschappij (SDS);
5) N.V. Oost Java Stroomtram Maatschappij (OJS);
6) N.V. Pasoeroean Stroomtram Maatschappij (Ps.SM);
7) N.V. Kediri Stroomtram Maatschappij (KSM);
8) N.V. Probolinggo Stroomtram Maatschappij (Pb.SM);
9) N.V. Modjokerto Stroom tram Maatschappij (MSM);
10) N.V. Malang Stroomtram Maatschappij (MS);
1 1) N.V. Madoera Stroomtram Maatschappij (Mad.SM);
12) N.V. Deli Stroomtram Maatschappij (DSM).
Selanjutnya 12 perusahaan tersebut berhimpun dalam suatu wadah
bernama Vereniging van Nederlands Indische Spoor en Tram weg
66
Mastchappij atau disebut juga Verenidge Spoorwegbedrijf (VS) yang
berkantor pusat di Bandung.
b. Masa Pemerintahan Jepang
Pada tanggal 8 Maret 1942 Pemerintah Belanda menyerah tanpa
syarat kepada Jepang. Perusahaan kereta api Negara (Staats Spoorwegen /
SS) dan 12 perusahaan kereta api swasta (Verenidge Spoorwegbedrijf /
VS) pengelolaannya disatukan oleh Pemerintah Pendudukan Jepang dan
berkantor pusat di Balai Besar Kereta Api di Jalan Gereja Nomor 1
Bandung (sekarang Jalan Perintis Kemerdekaan Nomor 1 Bandung).
Kereta Api di Jawa dikuasai oleh Angkatan Darat Jepang diberi nama
RIYUKU SOKYOKU dan dibagi dalam tiga daerah eksploitasi yaitu:
1) Seibu Kyoku di Jawa Barat;
2) Chubu Kyoku di Jawa Tengah;
3) Tobu Kyoku di Jawa Timur.
Kereta api di Sumatera dikuasai oleh Angkatan Laut dan dibagi
dalam tiga daerah eksploitasi yaitu:
1) Nanbu Sumatora Tetsudo di Sumatera Selatan termasuk Lampung;
2) Seibu Sumatora Tetsudo di Sumatera Barat;
3) Kita Sumatora Tetsudo di Aceh dan Sumatera Utara.
c. Masa Setelah Kemerdekaan Republik Indonesia
Setelah proklamasi kemerdekaan, Pemerintah Indonesia harus
segera mengambil alih kekuasaan kereta api dari Jepang. Di Jawa Tengah
67
dan Daerah Istimewa Yogyakarta pengambil-alihan kekuasaan kereta api
dari Jepang dilakukan pada tanggal 20 Agustus 1945. Di Jakarta dan Jawa
Barat dilakukan tanggal 4 September 1945 dan hasil pengambil-alihan
kekuasaan kereta api di Jakarta dan Jawa Barat ini disebarluaskan dengan
surat kawat ke seluruh Jawa. Pengambil-alihan Balai Besar Kereta Api di
Bandung dilakukan tanggal 28 September 1945, kemudian tanggal 28
September 1945 ini dikukuhkan dan diperingati setiap tahun sebagai
HARI KERETA API INDONESIA. Di Jawa Timur dilakukan tanggal 30
September 1945. Di Aceh dilakukan tanggal 30 September 1945. Di
Sumatera Selatan dan Lampung dilakukan pada tanggal 1 Oktober 1945.
Di Sumatera Barat dilakukan tanggal 1 Oktober 1945. Setelah perusahaan
kereta api Negara (Staats Spoorwegen / SS) dan perusahaan kereta api
swasta (Verenidge Spoorwegbedrijf /VS) diambil alih dari Jepang,
selanjutnya berdasarkan Maklumat Kementerian Perhubungan Republik
Indonesia Nomor 1/KA tanggal 23 Oktober 1946 perusahaan kereta api
dikelola oleh Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI).
Pada masa perjuangan revolusi fisik dengan datangnya Belanda
bersama sekutu, kekuasaan kereta api terpecah dua. Di daerah-daerah
yang dikuasai oleh Republik, kereta api dioperasikan oleh DKARI,
sedangkan di daerah-daerah yang diduduki kembali oleh Belanda, kereta
api d ioperas ika n ole h Staats Spoor wegen (SS) dan Verenidge
Spoowegbedrijf (VS).
68
Setelah terjadi pengakuan kedaulatan, maka perusahaan kereta api
dikuasai kembali oleh Pemerintah Republik Indonesia. Berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Perhubungan, Tenaga dan Pekerjaan Umum Republik
Indonesia tanggal 6 Januari 1950 Nomor 2 Tahun 1950, terhitung mulai
tanggal 1 Januari 1950 DKARI dan Staats Spoorwegen (SS) serta
Verenidge Spoowegbedrijf (VS) digabung menjadi satu Djawatan dengan
nama Djawatan Kereta Api (DKA). Tempat kedudukan DKA ialah di
Bandung. Semua pekerja dari DKA menjadi tanggungan dari DKA.
Semua kekayaan, hak-hak dan kewajiban dari DKARI dan Staats
Spoorwegen (SS) atau Verenidge Spoowegbedrijf (VS) mulai tanggal 1
Januari 1950 dioper oleh DKA.
Pada tahun 1963 berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 22 Tahun 1963 Djawatan Kereta Api (DKA) diubah
menjadi Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA). Pada tahun 1971
berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun
1971 Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA) diubah menjadi Perusahaan
Jawatan Kereta Api (PJKA).
Pada tahun 1990 berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 57 Tahun 1990 Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA)
diubah menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (PERUMKA). Sebagai
pengganti peraturan perundang-undangan produk Pemerintah Hindia
Belanda telah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992
69
tentang Perkereta Apian dan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1998
tentang Prasarana dan Sarana Kereta Api. Pada tahun 1998 berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1998 Perusahaan Umum Kereta
Api (PERUMKA) diubah menjadi PT. Kereta Api Indonesia (Persero).
PT. Kereta Api Indonesia (Persero) merupakan perusahaan yang bergerak
di bidang jasa transportasi darat yang berada di bawah Menteri Negara
BUMN yang berbentuk perseroan terbatas.
1.1.2. PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 5 Purwokerto
PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 5 Purwokerto
berkedudukan di Purwokerto. PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah
Operasi 5 Purwokerto merupakan salah satu bagian wilayah kerja dari PT.
Kereta Api Indonesia (Persero) yang bertanggung jawab secara langsung
kepada kantor pusat di Bandung. Wilayah kerja PT. Kereta Api Indonesia
(Persero) Daerah Operasi 5 Purwokerto terdiri dari:
1) Lintas Operasional, meliputi:
a. Wilayah dari Prupuk sampai dengan Randegan
b. Wilayah dari Kroya sampai dengan Langen
c. Wilayah dari Kemranjen sampai dengan Kutoarjo
d. Wilayah dari Cilacap sampai dengan Kesugihan
e. Wilayah dari Banjaran sampai dengan Margasari
2) Lintas Tidak Operasi, meliputi:
70
a. Wilayah dari Purwokerto sampai dengan Wonosobo
b. Wilayah dari Kutoarjo sampai dengan Purworejo
Batas-batas wilayah kerja PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah
Operasi 5 Purwokerto, sebagai berikut:
1) Sebelah Utara, yaitu:
a. Stasiun Prupuk batas dengan Daerah Operasi 3 Cirebon
b. Stasiun Banjaran batas dengan stasiun Daerah Operasi 4 Semarang
2) Sebelah Selatan, yaitu Stasiun Cilacap
3) Sebelah Barat, Stasiun Langen batas dengan Daerah Operasi 2 Bandung
4) Sebelah Timur, yaitu:
a. Stasiun Kutoarjo batas dengan Daerah Operasi 6 Yogyakarta
b. Stasiun Purworejo
c. Stasiun Wonosobo
1.1.3. Visi dan Misi PT. Kereta Api Indonesia (Persero)
Sebagai sebuah perusahaan yang bergerak dalam jasa transportasi,
maka PT. Kereta Api Indonesia (Persero) memiliki visi dan misi sebagai
berikut:
Visi : Menjadi penyedia jasa perkeretaapian terbaik yang fokus pada
pelayanan pelanggan dan memenuhi harapan stakeholders.
Misi : Menyelenggarakan bisnis perkeretaapian dan bisnis usaha penunjangnya
melalui praktek bisnis dan model organisasi terbaik untuk memberikan
71
nilai tambah yang tinggi bagi stakeholders dan kelestarian lingkungan
berdasarkan 4 pilar utama, yakni Keselamatan, Ketepatan Waktu,
Pelayanan dan Kenyamanan.
1.2. Struktur Organisasi dan Bagan Struktur Organisasi PT. Kereta Api
Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto
1.2.1. Struktur Organisasi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5
Purwokerto
PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 5 Purwokerto
adalah suatu organisasi di lingkungan PT. Kereta Api Indonesia (Persero)
yang dipimpin oleh seorang Vice President (VP) dan bertanggung jawab
kepada Direksi PT. Kereta Api Indonesia (Persero). Berkaitan dengan
efektivitas dan kelancaran penyelenggaraan operasi di wilayah Daerah
Operasi 5 Purwokerto, Vice President (VP) dibantu oleh Deputy Vice
President (DVP) dengan pembagian tugas pokok, fungsi dan tanggung jawab
diselaraskan dan disesuaikan dengan kebutuhan di Daerah Operasi 5
Purwokerto yang pengaturannya ditetapkan oleh Vice President Director.
Dalam menjalankan tugas pokok, fungsi dan tanggung jawabnya, Vice
President (VP) / Deputy Vice President (DVP), dibantu oleh beberapa
Manager, yaitu:
a. Manager Hubungan Masyarakat Daerah
b. Manager Hukum
72
c. Manager Sumber Daya Manusia dan Umum
d. Manager Keuangan
e. Manager Pengadaan Barang dan Jasa
f. Manager Sarana
g. Manager Jalan Rel dan Jembatan
h. Manager Sinyal, Telekomunikasi dan Listrik
i. Manager Operasi
j. Manager Asset
k. Manager Pemasaran Angkutan
l. Manager Pengusahaan Aset
m. Manager Unit Kesehatan
Tugas pokok dari masing-masing manager adalah sebagai berikut:
a. Manager Hubungan Masyarakat Daerah
Mempunyai tugas mengelola informasi dan komunikasi di dalam
perusahaan dan menjalin hubungan dengan media massa di luar
perusahaan.
b. Manager Hukum
Mempunyai tugas memberikan pertimbangan dan pendampingan/bantuan
hukum di dalam dan di luar pengadilan serta menjadi narasumber informasi
hukum dan peraturan bagi pegawai/pejabat di wilayah Daerah Operasi 5
Purwokerto.
73
c. Manager Sumber Daya dan Umum
Mempunyai tugas melaksanakan penggajian serta pengendalian biaya
pegawai, mengelola dokumen perusahaan serta melaksanakan perawatan
bangunan dinas di wilayah Daerah Operasi 5 Purwokerto. Dalam
menjalankan tugasnya dibantu oleh Assistant Manager yang terdiri dari:
1) Assistant Manager Penggajian
2) Assistant Manager Sumber Daya Manusia
3) Assistant Manager Dokumen dan Kerumahtanggaan
d. Manager Keuangan
Mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan administrasi keuangan,
penagihan atas piutang usaha serta menyusun laporan keuangan Daerah
Operasi 5 Purwokerto. Dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh Junior
Manager dan Assistant Manager yang terdiri dari:
1) Junior Manager Penagihan
2) Assistant Manager Akuntansi
3) Assistant Manager Keuangan
4) Assistant Manager Anggaran
e. Manager Pengadaan Barang dan Jasa
Mempunyai tugas menyusun Rencana Kerja dan Syarat pengadaan barang
dan jasa serta menyusun Harga Perkiraan Sendiri dan Kemampuan Dasar.
74
f. Manager Sarana
Mempunyai tugas melaksanakan pemantauan, pengawasan, pemeriksaan,
pekerjaan teknis, perawatan sarana serta administrasi teknis perawatan
sarana di wilayah Daerah Operasi 5 Purwokerto. Dalam menjalankan
tugasnya dibantu oleh Junior Manager dan Assistant Manager yang terdiri
dari:
1) Junior Manager Inspector Sarana
2) Assistant Manager Program Anggaran Perawatan Sarana
3) Assistant Manager Perawatan Lokomotif dan KRD
4) Assistant Manager Perawatan Kereta dan Gerbong
g. Manager Jalan Rel dan Jembatan
Manager Jalan Rel dan Jembatan mempunyai tugas untuk melaksanakan
program perawatan, perbaikan, dan pengoperasian fasilitas pemeliharaan
jalan rel dan jembatan di wilayah Daerah Operasi 5 Purwokerto. Dalam
menjalankan tugasnya, Manager Jalan Rel dan Jembatan dibantu oleh
Junior Manager dan Assistant Manager yang terdiri dari:
1) Junior Manager Inspector JJ
2) Assistant Manager Program Jalan Rel dan Jembatan
3) Assistant Manager Konstruksi Jalan Rel dan Jembatan
4) Assistant Manager Fasilitas Sarana Pemeliharaan JJ dan Evaluasi
h. Manager Sinyal, Telekomunikasi dan Listrik
75
Manager Sinyal, Telekomunikasi dan Listrik mempunyai tugas menyusun
program dan melaksanakan perawatan sinyal, telekomunikasi dan listrik di
wilayah Daerah Operasi 5 Purwokerto. Dalam menjalankan tugasnya,
Manager Sinyal, Telekomunikasi dan Listrik dibantu oleh Junior Manager
dan Assistant Manager yang terdiri dari:
1) Junior Manager Inspector Sinyal, Telekomunikasi dan Listrik
2) Assistant Manager Kegiatan dan Pembiayaan
3) Assistant Manager Perencanaan Teknis
4) Assistant Manager Informasi dan Evaluasi
i. Manager Operasi
Mempunyai tugas melaksanakan pengendalian operasi kereta api,menjamin
keamanan, ketertiban dan kelancaran kegiatan angkutan kereta api sserta
melaksanakan pembinaan teknis terhadap UPT yang berada di bawah Seksi
Operasi Daerah Operasi 5 Purwokerto. Dalam menjalankan tugasnya,
Manager Operasi dibantu oleh Junior Manager dan Assistant Manager serta
Senior Supervisor yang terdiri dari:
1) Junior Manager Inspector Operasi
2) Junior Manager Inspector Opsar (Operasi Sarana)
3) Assistant Manager Perjalanan Kereta Api
5) Assistant Manager Operasi Sarana
6) Junior Manager Pusdalopka (Pusat Pengendalian Operasi Kereta Api)
7) Senior Supervisor Rencana, Evaluasi dan Tata Usaha
76
8) Senior Supervisor Pengendalian Opka (Operasi Kereta Api)
9) Senior Supervisor Operator Radio
10)
Senior Supervisor Pengendalian Sarana
j. Manager Asset
Manager Aset mempunyai tugas untuk mengusahakan aset di stasiun dan di
luar stasiun, melakukan rencana evaluasi dan pengendalian aset di wilayah
Daerah Operasi 5 Purwokerto. Dalam menjalankan tugasnya, Manager
Aset dibantu oleh Assistant Manager yang terdiri dari:
1) Assistant Manager Tanah
2) Assistant Manager Bangunan
3) Assistant Manager Program
k. Manager Pemasaran Angkutan
Manager Pemasaran Angkutan mempunyai tugas mengelola jasa angkutan
penumpang dan barang di wilayah Daerah Operasi 5 Purwokerto. Dalam
menjalankan tugasnya Manager Pemasaran Angkutan dibantu oleh
Assistant Manager yang terdiri dari:
1) Assistant Manager Angkutan Penumpang
2) Assistant Manager Angkutan Barang
3) Assistant Manager Customer Care
77
l. Manager Pengusahaan Aset
Mempunyai tugas untuk mengelola pendapatan dari para debitur yang
mengontrak asset milik Perusahaan. Dalam menjalankan tugasnya Manager
Pengusahaan Aset dibantu oleh Assistant Manager yang terdiri dari:
1) Assistant Manager Pengusahaan Aset Stasiun dan Row (Right of Way)
2) Assistant Manager Pengusahaan Aset Non-Stasiun dan Row (Right of
Way)
m. Manager Unit Kesehatan
Mempunyai tugas pokok dan tanggung jawab mengelola jaminan
pemeliharaan kesehatan bagi pegawai, pensiunan dan keluarga serta
mengelola seluruh program hiperkes dan keselamatan kerja di area masingmasing. Dalam menjalankan tugas pokok dan tanggung jawabnya Manager
Unit Kesehatan dibantu oleh dua Assistant Manager dan beberapa senior
supervisor/ supervisor, yaitu:
1) Assistant Manager Pelayanan Kesehatan;
2) Assistant Manager Hiperkes dan Keselamatan Kerja;
3) Senior Supervisor/Suppervisor Klinik Utama;
4) Senior Supervisor/Supervisor Klinik Pratama.
78
79
80
1.3. Ketenagakerjaan
1.3.1. Jumlah Tenaga Kerja/Pegawai
Jumlah tenaga kerja/pegawai di PT. Kereta Api Indonesia (Persero)
DAOP 5 Purwokerto untuk posisi 6 Juni 2012 adalah sebanyak 1.812 orang,
yang terdiri dari:
a. Pegawai Eks PNS
: 337 orang
b. Pegawai Non Eks PNS yang direkrut
sebelum Agustus 2009
: 1054 orang
c. Pegawai yang direkrut setelah Agustus 2009
: 415 orang
d. Pegawai Kontrak Magang
: 6 orang
1.3.2. Hak, Kewajiban dan Larangan Pegawai PT. Kereta Api Indonesia
(Persero)
Dasar hukum pengaturan hak, kewajiban dan larangan bagi pegawai di
PT. Kereta Api Indonesia (Persero) diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama
(PKB) Periode 2011-2013, sebagai berikut :
a. Hak-hak Pegawai PT. Kereta Api Indonesia (Persero)
Hak-hak pegawai PT. Kereta Api Indonesia (Persero) terdiri dari:
Hak cuti, hak mendapatkan penghasilan dan kesejahteraan, tunjangantunjangan, serta jaminan sosial.
(1) Hak cuti pegawai PT. Kereta Api Indonesia (Persero) diatur dalam
Pasal 23 PKB, yang terdiri atas:
81
a. Cuti Tahunan;
b. Cuti Besar;
c. Cuti Sakit;
d. Cuti Haid;
e. Cuti Bersalin (melahirkan atau gugur kandungan);
f. Cuti Karena Alasan Penting;
g. Cuti Menjalankan Ibadah Keagamaan;
h. Cuti di luar Tanggungan Perusahaan.
(2) Penghasilan dan Kesejahteraan
Hak pegawai PT. Kereta Api Indonesia (Persero) juga berupa
penghasilan dan kesejahteraan. Berdasarkan ketentuan Pasal 24 PKB
Periode 2011-2013 bahwa perusahaan memberikan penghasilan
kepada pegawai berupa:
a. Gaji Pokok
Pengaturan mengenai gaji pokok diatur dalam Keputusan Direksi
PT.
Kereta
Api Indonesia
(Persero)
Nomor:
KEP.U/KP.208/IV/1 1/KA-2012 tentang Skala Gaji Pokok Pegawai
PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Tahun 2012. Dalam lampiran I
mengenai TDPIP (Tabel Dasar Perhitungan Iuran Pensiun) tahun 2012
pegawai PT. Kereta Api Indonesia (Persero), menyebutkan:
Golongan I
: Ia (ijazah SD) sebesar Rp.1 .386.000,00 (satu juta tiga
ratus delapan puluh enam ribu rupiah)
82
Ib (ijazah SMP) sebesar Rp.1.510.000,00 (satu juta
lima ratus sepuluh ribu rupiah)
Golongan II : IIa (ijazah SMA) sebesar Rp.1 .787.200,00 (satu juta
tujuh ratus delapan puluh tujuh ribu dua ratus rupiah)
IIb (ijazah D3) sebesar Rp.1.947.000,00 (satu juta
sembilan ratus empat puluh tujuh ribu rupiah)
Golongan III : IIIa (ijazah S1) sebesar Rp.2.270.000,00 (dua juta dua
ratus tujuh puluh ribu rupiah)
IIIb (ijazah S2) sebesar Rp.2.366.500,00 (dua juta tiga
ratus enam puluh enam ribu lima ratus rupiah)
b. Tunjangan-tunjangan yang bersifat tetap yang meliputi:
1) Tunjangan istri/suami sebesar 10% dari gaji pokok;
2) Tunjangan anak maksimum 2 (dua) anak yang sah dan diakui
Perusahaan sebesar masing-asing 10% dari gaji pokok;
3) Tunjangan Jab atan Struktural/Fungsional yang besarannya diatur
dalam Keputusan Direksi;
4) Tunjangan Beras diberikan untuk masing-masing orang
berkeluarga yang ditanggung Perusahaan sebanyak 10 kilogram
dengan harga Rp.6.500,00 per kilogram;
5) Tunjangan Perumahan yang besarnya diatur dalam Keputusan
Direksi;
83
6) Tunjangan Transportasi yang besarannya diatur dalam Keputusan
Direksi;
c. Tunjangan Kinerja adalah tunjangan yang dibayarkan setiap bulan
bersamaan dengan gaji atas dasar kinerja pegawai yang tidak
termasuk dalam komponen penghasilan.
d. Tunjangan-tunjangan yang bersifat tidak tetap, meliputi:
1) Tunjangan Tambahan Perbaikan Penghasilan (TPP) diberikan
apabila PNS mendapatkan gaji ke-13 yang besarannya diatur
dengan Keputusan Direksi;
2) Tunjangan Hari Raya;
3) Tunjangan Pendidikan Awal Tahun Ajaran Baru sebesar
Rp.1.100.000,00 (satu juta seratus ribu rupiah) per Pegawai
dengan kenaikan 10% per tahun;
4) Tunjangan Rekreasi sebesar Rp.350.000,00 (tiga ratus lima puluh
ribu rupiah) per Pegawai per tahun;
5) Tunjangan Cuti Tahunan sebesar 50% dari Gaji Dasar;
6) Tunjangan Cuti Besar Bersambungan dengan Masa Bebas Tugas
sebesar 100% dari Gaji Dasar.
e. Tunjangan Iuran Perusahaan, terdiri dari:
1) Tunjangan Pajak Penghasilan (PPh) sesuai dengan peraturan
yang berlaku di Perusahaan;
84
2) Tunjangan Iuran perusahaan untuk program Jaminan Sosial
sesuai ketentuan bagi masing-masing pegawai.
f. Penetapan gaji pokok pegawai sekurang-kurangnya 10% (sepuluh
persen) di atas gaji pokok PNS yang berlaku, yang didasarkan pada
golongan dan masa kerja.
g. Pembayaran penghasilan kepada pegawai dibayarkan oleh
perusahaan pada setiap awal bulan, sedangkan untuk calon pegawai
(Pegawai Kontrak Magang) dibayarkan setiap akhir bulan.
h. Dasar perhitungan pensiun pegawai menngunakan tabel gaji pokok
PNS yang berlaku.
b. Kewajiban dan Larangan Pegawai PT. Kereta Api Indonesia (Persero)
Kewajiban dan larangan bagi setiap pegawai PT. Kereta Api Indonesia
(Persero) sebagaimana diatur dalam Pasal 49 Perjanjian Kerja Bersama
Periode 2011-2013 adalah sebagai berikut:
1) Setiap Pegawai, diwajibkan:
a) Mematuhi kode etik Perusahaan yang berlaku di Perusahaan dan
menjunjung tinggi nilai-nilai budaya perusahaan;
b) Mantaati ketentuan dalam perjanjian ini dan ketentuan perundangundangan maupun peraturan lainnya yang berlaku di perusahaan;
c) Memelihara suasana kekeluargaan dan saling menghormati dengan
sesama Pegawai, terhadap Atasan maupun Bawahan;
85
d) Mewujudkan dan memelihara persatuan dan kesatuan Pegawai,
mendahulukan kepentingan Perusahaan di atas kepentingan pribadi
dan/atau golongan;
e) Mematuhi peraturan-peraturan tentang tata tertib disiplin kerja dan
mengerti serta memahami terhadap larangan-larangan yang berlaku
berikut jenis sanksinya;
f) Melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya dan penuh tanggung jawab;
g) Mematuhi segala instruksi baik lisan maupun tertulis dari Direksi,
Pejabat lain yang berwenang untuk itu, dan Atasan masing-masing demi
kelancaran kerja;
h) Berusaha untuk memajukan, mengamankan dan menjaga ama baik
Perusahaan.
2) Setiap Pegawai, dilarang:
a) Melanggar Perjanjian ini dan peraturan perudang-undangan serta
peraturan lainnya yang berlaku di Perusahaan;
b) Melakukan tindakan dan/atau perbuatan yang melanggar disiplin;
c) Menyalahgunakan wewenang/jabatan dan/atau melakukan tindakan
manipulasi untuk kepentingan pribadi, golongan ataupun pihak lain;
d) Meminjamkan barang dan/atau uang milik Perusahaan secara tidak sah
kepada siapapun yang bukan merupakan bagian tugas, pekerjaan dan
tanggung jawabnya;
86
e) Meminta dan/atau menerima pemberi berupa uang atau barang yang
besarannya melebihi ketentuan peraturan perudang-undangan yang
berlaku, dari Pegawai maupun orang lain yang dengan pemberian
tersebut patut diketahui atau patut diduga mempengaruhi secara negatif
baik seluruh ataupun sebagian keputusan kedinasan yang menjadi
tanggung jawabnya yang dapat merugikan Perusahaan;
f) Melakukan tindak korupsi, kolusi dan nepotisme.
1.3.3. Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Pasal 35 Perjanjian Kerja Bersama (PKB) PT. Kereta Api Indonesia
(Persero) menjelaskan tentang kesehatan dan keselamatan kerja yakni sebagai
berikut :
1. Perusahaan merumuskan komitmen K3 (Kesehatan dan Keselamatan
Kerja) dan bersama-sama dengan pegawai melaksanakan yang ada guna
membangun dan memelihara pengertian, bantuan, partisipasi dan sinergi
dari semua lini Manajemen dan pegawai secara teratur dan terus menerus.
2. Pelaksanaan program K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
1.4. Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)
Pekerja mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan jaminan sosial
tenaga kerja sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, oleh
karena itu perusahaan diwajibkan mengikutsertakan pekerjanya dalam program
87
Jamsostek yang diselenggarakan oleh badan penyelenggara yang ditentukan
undang-undang. Dalam Bab VII Pasal 30 Perjanjian Kerja Bersama Periode
2011-2013, terdapat program jaminan sosial yang berhak didapatkan pegawai
PT. Kereta Api Indonesia (Persero). Program jaminan sosial tersebut
diselenggarakan sendiri dan/atau melalui kerjasama dengan instansi/lembaga
yang ditunjuk oleh perusahaan dalam bentuk:
a. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan;
b. Jaminan Kecelakaan Kerja;
c. Jaminan Hari Tua;
d. Jaminan Kematian;
e. Jaminan Pensiun.
Dalam Perjanjian Kerja Bersama Periode 2011-2013 antara PT. Kereta
Api Indonesia (Persero) dengan Serikat Pekerja Kereta Api, telah diatur
mengenai jaminan sosial yang diperoleh oleh seluruh pegawai PT. Kereta Api
Indonesia (Persero) dan keluarganya. Selain itu, dalam Keputusan Direksi PT.
Kereta Api Indonesia (Persero) Nomor : KEP.U/KP.208/IV/1 1/KA-2012
tentang Skala Gaji Pokok Pegawai PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Tahun
2012 juga mengatur lebih lanjut mengenai pengelolaan program pensiun dan
program jaminan sosial lainnya.
a) Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Program jaminan pemeliharaan kesehatan bagi pegawai dan pensiunan
beserta keluarga eks PNS Departemen Perhubungan RI serta Pegawai
8
8
Kontrak Magang (PKM) di lingkungan PT. Kereta Api Indonesia (Persero)
diselenggarakan oleh perusahaan secara mandiri sesuai dana yang
dianggarkan per tahun. Hal tersebut diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama
Periode 2011-2013 antara PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dengan
Serikat Pekerja Kereta Api.
Sebelumnya, jaminan pemeliharaan kesehatan di PT. Kereta Api
Indonesia (Persero) dikelola oleh PT. ASKES (Persero) berdasarkan
Perjanjian Kerjasama antara PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dengan PT.
ASKES (Persero) Nomor: 62/KTR/0310, 20/HK/U/2010 tanggal 2 Maret
2010 dan telah diterbitkan Surat Keputusan Direksi PT. Kereta Api
Indonesia (Persero) Nomor: KEP.U/KP.501/XII/2/KA-2010 tanggal 31
Desember 2010 tentang Pengelolaan Program Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan bagi Pegawai dan Pensiunan PT. Kereta Api Indonesia (Persero)
beserta keluarganya.
Dalam perkembangannya, selama menggunakan ASKES ternyata
didapati berbagai kekurangan dalam hal pelayanan yang diberikan oleh PT.
ASKES (Persero). Berdasarkan hasil evaluasi oleh pengurus dan anggota
Serikat Pekerja Kereta Api (SPKA) dinilai penyelenggaraan Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan (JPK) oleh PT. ASKES (Persero) dalam
pelayanannya sangat tidak memuaskan dan tidak efektif. Jenis pelayanannya
yang diterima ternyata lebih rendah dari yang didapat oleh PNS. Salah satu
contohnya adalah pelayanan dalam hal perawatan, di mana kelas perawatan
8
9
yang didapat hanya kelas I dan II saja, sedangkan PNS bisa mendapatkan
kelas utama. Selain itu dalam hal mendapat rujukan, pegawai juga mendapat
kesulitan dalam pengurusannya.
A k h ir n ya , b e r d a s a r ka n S u r a t K e p u t u s a n D ir e ks i N o m or :
KEP.U/KP.503/II/28/KA-201 1 tentang Pengelolaan Program Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan Bagi Pegawai dan Pensiunan Beserta Keluarga Eks
PNS Departemen Perhubungan RI di Lingkungan PT. Kereta Api Indonesia
(Persero) diputuskan bahwa pengelolaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
(JPK) bagi pegawai dan pensiunan beserta keluarga eks PNS Departemen
Perhubungan RI di lingkungan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) terhitung
tanggal 1 Januari 2011 dilaksanakan sendiri oleh perusahaan dalam hal ini
oleh Unit Usaha Kesehatan.
Unit Usaha Kesehatan tersebut sekarang istilahnya telah berubah
menjadi Unit Kesehatan berdasarkan Surat Keputusan Direksi PT. Kereta
Api Indonesia (Persero) Nomor : KEP.U/OT.003/ / /KA-201 1 tentang
Perubahan dan Tambahan (P&T) Atas Keputusan Direksi PT. Kereta Api
Indonesia (Persero) Nomor KEP.U/OT.003/XII/7/KA-2009 tentang
Organisasi dan Tata Laksana Unit Kesehatan di Lingkungan PT. Kereta Api
Indonesia (Persero). Unit kesehatan adalah satuan organisasi di lingkungan
PT. Kereta Api Indonesia (Persero) yang berada di bawah Managing
Director of Human Capital.
90
b) Program Jaminan Kecelakaan Kerja
Berdasarkan Pasal 37 ayat (1) Perjanjian Kerja Bersama periode 20112013, Perusahaan memberikan perlindungan kepada pegawai yang menjadi
korban kecelakaan kerja dan penderita penyakit akibat kerja. Badan
penyelenggara yang mengelola program Jaminan Kecelakaan Kerja di PT.
Kereta Api hanya PT. Jamsostek (Persero). Program Jaminan Kecelakaan
Kerja yang dikelola oleh PT. Jamsostek (Persero) adalah bagi pegawai Eks
PNS Departemen Perhubungan, pegawai Non Eks PNS Departemen
Perhubungan yang direkrut sebelum tahun 2009, pegawai Non Eks PNS
Departemen Perhubungan yang direkrut mulai tahun 2009 dan seterusnya,
serta pegawai kontrak magang (calon pegawai perusahaan).
Berdasarkan Pasal 37 ayat (7) Perjanjian Kerja Bersama, menyebutkan
bahwa dalam hal pegawai berdasarkan keterangan pihak yang berwenang
mengalami kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, terkena penyakit
endemik (wabah penyakit yang menular secara luas), musibah kekerasan
atau bencana alam dan dirawat di rumah sakit atau di tempat pelayanan
kesehatan yang resmi lainnya, maka:
a. Biaya pengangkutan dari tempat peristiwa terjadi ke tempat perawatan
diganti penuh;
b. Biaya perawatan yang timbul akibat peristiwa tersebut diganti penuh
sampai dinyatakan sembuh oleh dokter yang merawat.
91
c) Program Tabungan Hari Tua
Perusahaan mengikutsertakan pegawai pada program Tabungan Hari
Tua berupa uang tunai yang dibayarkan sekaligus pada saat peserta
mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Tujuan diselenggarakannya tabungan
hari tua tersebut untuk menjamin agar pegawai mendapat uang tunai pada
saat pegawai tersebut mengalami pemutusan hubungan kerja.
Program Tabungan Hari Tua (THT) atau yang dalam Undang-Undang
Ketenagakerjaan disebut Jaminan Hari Tua di PT. Kereta Api Indonesia
(Persero) dikelola oleh dua badan penyelenggara yaitu oleh PT. Taspen
(Persero) dan PT. Jamsostek (Persero). Program THT yang dikelola oleh PT.
Taspen (Persero) adalah bagi pegawai Eks PNS Departemen Perhubungan
dan pegawai Non Eks PNS Departemen Perhubungan yang direkrut sebelum
tahun 2009. Program THT yang dikelola oleh PT. Jamsostek (Persero)
adalah pegawai Non Eks PNS Departemen Perhubungan yang direkrut mulai
tahun 2009 dan seterusnya serta Pegawai Kontrak Magang (Calon Pegawai
Perusahaan).
d) Jaminan Kematian
Program Jaminan Kematian di PT. Kereta Api Indonesia (Persero)
seluruhnya dikelola oleh PT. Jamsostek (Persero). Baik itu pegawai Eks PNS
Departemen Perhubungan, pegawai Non Eks PNS Departemen Perhubungan
yang direkrut sebelum tahun 2009, pegawai Non Eks PNS Departemen
92
Perhubungan yang direkrut mulai tahun 2009 dan seterusnya, serta pegawai
kontrak magang (calon pegawai perusahaan).
Bagi pegawai yang wafat, perusahaan memberikan uang duka wafat
sebesar 3 (tiga) kali gaji dasar dan ditambah Rp.6.000.000,00 (enam juta
rupiah) kepada ahli warisnya. Sumbangan biaya pemakaman diberikan
sebagai bantuan untuk pelaksanaan pemakaman jenazah pegawai yang wafat
dan/atau keluarga pegawai, dengan maksud untuk meringankan beban yang
mengalami duka cita sebesar Rp.3.000.000,00 (tiga juta rupiah). Uang duka
wafat dan biaya pemakaman tersebut merupakan bantuan dana yang
diberikan perusahaan di luar hak-hak yang diterima pegawai dari PT.
Jamsostek (Persero).
e) Program Jaminan Pensiun
Berdasarkan Pasal 40 ayat (1) Perjanjian Kerja Bersama periode 20112013 menyebutkan bahwa perusahaan memberikan jaminan pensiun atau
kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja bagi para pegawai. Dalam
Keputusan
Direksi
PT.
Kereta
Api
Indonesia
(Persero)
Nomor:
KEP.U/KP.208/IV/1 1/KA-2012 tentang Skala Gaji Pokok Pegawai PT.
Kereta Api Indonesia (Persero) Tahun 2012 juga diatur lebih lanjut
mengenai pengelolaan program jaminan pensiun yakni pada Pasal 5 bahwa
jaminan pensiun di PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dikelola oleh dua
badan penyelenggara yakni oleh PT. Taspen (Persero) dan PT. Asuransi
Jiwasraya.
93
Program jaminan pensiun yang dikelola oleh PT. Taspen (Persero)
adalah pegawai eks PNS Departemen Perhubungan, sedangkan yang dikelola
oleh PT. Asuransi Jiwasraya adalah pegawai non eks PNS Departemen
Perhubungan yang direkrut sebelum tahun 2009. Jaminan pensiun tersebut
keduanya diberikan setara dengan jaminan pensiun sebagaimana yang diatur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2007 tentang Penyesuaian
Pensiun Eks Pegawai Negeri Sipil Departemen Perhubungan Pada PT.
Kereta Api Indonesia (Persero).
Bagi pegawai PT. Kereta Api Indonesia (Persero) yang direkrut
terhitung mulai bulan Agustus 2009 dan sesudahnya, tidak mendapat
jaminan pensiun melainkan diberikan kompensasi Pemutusan Hubungan
Kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal
ini perusahaan telah mengaturnya dalam Keputusan Direksi Nomor PT.
Kereta Api Indonesia (Persero) Nomor: KEP.U/KP.209/V/25/KA-20 12
tentang Kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja Bagi Pegawai PT. Kereta
Api Indonesia (Persero) yang Direkrut Terhitung Mulai Bulan Agustus 2009
dan sesudahnya.
94
1.5. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
1.5.1. Kepesertaan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5
Purwokerto dalam program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Program jaminan pemeliharaan kesehatan bagi pegawai dan pensiunan
beserta keluarga eks PNS Departemen Perhubungan RI serta Pegawai Kontrak
Magang (PKM) di lingkungan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5
Purwokerto diselenggarakan oleh perusahaan secara mandiri sesuai dana yang
dianggarkan per tahun. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Perjanjian
Kerja Bersama Periode 2011-2013 antara PT. Kereta Api Indonesia (Persero)
dengan Serikat Pekerja Kereta Api.
Perusahaan melaksanakan program jaminan pemeliharaan kesehatan
seluas-luasnya, yang meliputi upaya-upaya pencegahan (preventif),
peningkatan (promotif), pengobatan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif).
Jaminan pemeliharaan kesehatan di lingkungan PT. Kereta Api Indonesia
(Persero) DAOP 5 Purwokerto ini diberikan kepada :
a. Pegawai aktif beserta istri/suami dan 3 (tiga) anak yang diakui oleh
perusahaan;
b. Pegawai pensiunan, janda/duda pensiunan dengan 2 (dua) anak yang diakui
oleh perusahaan;
c. Pegawai Kontrak Magang (PKM) tanpa keluarga.
95
1.5.2. Iuran Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Pengelolaan dana jaminan pemeliharaan kesehatan dilakukan dengan
metode/prinsip Asuransi Kesehatan dengan manfaat minimal sama dengan
Pegawai Negeri Sipil, yang dikelola oleh badan pengelola yang ditunjuk atas
kesepakatan para pihak. Berdasarkan Pasal 7 Surat Keputusan Direksi PT.
Kereta Api Indonesia (Persero) Nomor: KEP.U/KP.208/IV/1 1/KA-2012
tentang Skala Gaji Pokok Pegawai PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Tahun
2012, besarnya iuran untuk Jaminan Pemeliharaan Kesehatan adalah sebagai
berikut:
a. Pegawai Eks PNS Departemen Perhubungan:
Tunjangan iuran perusahaan untuk jaminan pemeliharaan kesehatan
pegawai sebesar 2% dari TDPIP (Tabel Dasar Perhitungan Iuran
Pensiun Pegawai) 2012 sebagaiman tersebut pada lampiran II
Keputusan ini ditambah tunjangan istri/suami 10% dan tunjangan
anak yang berhak masing-masing 2% dari TDPIP 2012;
1) Iuran perusahaan untuk jaminan pemeliharaan kesehatan pegawai
sebesar 2% dari TDPIP 2012 sebagaimana tersebut pada lampiran
II Keputusan ini ditambah tunjangan istri/suami 10% dan
tunjangan anak yang berhak masing-masing 2% dari TDPIP 2012.
2) Iuran pegawai untuk jaminan pemeliharaan kesehatan sebesar 2%
dari TDPIP 2012 sebagaimana tersebut pada lampiran II
Keputusan ini ditambah tunjangan istri/suami 10% dan tunjangan
anak yang berhak masing-masing 2% dari TDPIP 2012.
b. Pegawai Non Eks PNS Departemen Perhubungan yang direkrut
sebelum tahun 2009 :
1) Tunjangan iuran perusahaan untuk jaminan pemeliharaan
kesehatan pegawai adalah sebesar 2% dari TDPIP 2012
sebagaimana tersebut pada lampiran II Keputusan ini ditambah
istri/suami 10% dan tunjangan anak yang berhak masing-masing
2% dari TDPIP 2012.
2) Iuran perusahaan untuk jaminan pemeliharaan kesehatan pegawai
sebesar 2% dari TDPIP 2012 sebagaimana tersebut pada lampiran
II Keputusan ini ditambah tunjangan istri/suami 10% dan
tunjangan anak yang berhak masing-masing 2% dari TDPIP 2012.
96
3) Iuran pegawai untuk jaminan pemeliharaan kesehatan sebesar 2%
dari TDPIP 2012 sebagaimana tersebut pada lampiran II
Keputusan ini ditambah tunjangan istri/suami 10% dan tunjangan
anak yang berhak masing-masing 2% dari TDPIP 2012.
c. Pegawai yang direkrut mulai tahun 2009 dan seterusnya :
1) Tunjangan iuran perusahaan untuk jaminan pemeliharaan
kesehatan pegawai adalah sebesar 2% dari TDPIP 2012
sebagaimana tersebut pada lampiran II Keputusan ini ditambah
istri/suami 10% dan tunjangan anak yang berhak masing-masing
2% dari TDPIP 2012.
2) Iuran perusahaan untuk jaminan pemeliharaan kesehatan pegawai
sebesar 2% dari TDPIP 2012 sebagaimana tersebut pada lampiran
II Keputusan ini ditambah tunjangan istri/suami 10% dan
tunjangan anak yang berhak masing-masing 2% dari TDPIP 2012.
3) Iuran pegawai untuk jaminan pemeliharaan kesehatan sebesar 2%
dari TDPIP 2012 sebagaimana tersebut pada lampiran II
Keputusan ini ditambah tunjangan istri/suami 10% dan tunjangan
anak yang berhak masing-masing 2% dari TDPIP 2012.
d. Pegawai Kontrak Magang (Calon Pegawai Perusahaan) :
1) Tunjangan iuran perusahaan untuk program jaminan pemeliharaan
kesehatan sebesar 3% dari TDPIP 2012 sebagaimana tersebut pada
lampiran II Keputusan ini, maksimal Rp.1 .000.000,-.
2) Iuran perusahaan untuk program jaminan pemeliharaan kesehatan
sebesar 3% dari TDPIP 2012 sebagaimana tersebut pada lampiran
II Keputusan ini, maksimal Rp.1 .000.000,-.
1.5.3. Tempat Pelayanan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Bagi
Pegawai di PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5
Purwokerto
Berdasarkan Pasal 32 ayat (1) Perjanjian Kerja Bersama Periode 201120 13, pelayanan kesehatan dilakukan di:
a. Balai Pengobatan/Poliklinik Perusahaan/Puskesmas;
b. Rumah Sakit Pemerintah dan/atau Rumah Sakit Swasta Kontraktor;
c. Dokter Umum Kontraktor;
97
d. Dokter Perusahaan atas Indikasi medis dapat merujuk kepada Dokter Ahli
yang ditunjuk.
Dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan kepada peserta, badan
penyelenggara yang dalam hal ini adalah Unit Kesehatan PT. Kereta Api
Indonesia (Persero) menunjuk Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) yang
terdiri atas:
a. PPK Perusahaan;
b. PPK Provider Kontrak;
c. PPK di luar perusahaan dan provider.
PPK Perusahaan adalah fasilitas pelayanan kesehatan milik perusahaan
yang memberikan pelayanan kesehatan bagi peserta JPK perusahaan. PPK
Provider Kontrak adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang bukan milik
perusahaan namun memberikan pelayanan kesehatan bagi peserta JPK
perusahaan melalui kontak kerjasama dengan perusahaan. Seluruh pelayanan
yang dilaksanakan di PPK perusahaan dan di PPK provider kontrak dibayar
penuh oleh perusahaan tanpa iur biaya (cost sharing) sesuai tarif jenis
pelayanan kesehatan, sedangkan yang dilaksanakan di luar PPK perusahaan
dan di luar PPK provider kontrak dapat direstitusikan kepada perusahaan, dan
akan dilakukan penggantian sesuai prosedur dan tarif jenis pelayanan
kesehatan.
98
Tabel 1. Data PPK Provider
Unit Kesehatan Area 5 Purwokerto
Tahun 2012
No.
Wilayah
Nama PPK
Alamat
1
Banyumas
LAB ORATORIUM
MEDICO LABORA
2
Banyumas
OPTIK MERDEKA
Jl. Jend. Gatot Subroto
Komplek Pertokoan
Kebondalem No. 46
Purwokerto
Ruko Permata Hijau Blok II/5
Purwokerto
3
Cilacap
OPTIK MANDIRI
Jl. S. Parman No. 48 Cilacap
4
Tegal
5
Brebes
RSU DR SOESELO
SLAWI
RSU SITI AS IYAH
BUMIAYU
6
Banyumas
RSUD AJIBARANG
7
Banyumas
RSU WISHNU HUSADA
8
Banyumas
RSUD BANYUMAS
9
Banyumas
RSU WIRADADI
HUSADA
Jl. Raya Notog Mt. 200
Banyumas
Jl. Rumah Sakit No. 1
Banyumas
Jl. Menteri Supeno No. 25
Banyumas
10
Purwokerto
RSU SINAR KASIH
Jl. Martadireja II Purwokerto
11
Purwokerto
RSI PURWOKERTO
-
12
Purwokerto
13
Purwokerto
14
Purbalingga
RSUD PROF. Dr.
MARGONO SOEKARJO
RS ORTHOPAEDI
PURWOKERTO
RSUD dr. R. GOETENG
TAROENADIBRATA
15
Banjarnegara
RSU EMANUEL
Jl. Dr. Gumbreg No. 1
Purwokerto
Jl. Soepardjo Roestam No. 99
Purwokerto
Jl. Tentara Pelajar No. 22
Purbalingga
Jl. A. Yani Purwareja
Banjarnegara
Jl.dr.Sutomo Slawi
Jl.Pasar Wage Bumiayu
Jl. Raya Pancasan Ajibarang
99
16
Cilacap
RSI FATIMAH
17
Cilacap
RSUD CILACAP
18
Kebumen
PKU MUH GOMBONG
19
Kebumen
PKU MUH SRUWENG
20
Purworejo
PKU MUH TUNAS
MEDIKA PURWOREJO
21
Purworejo
RSU PALANG BIRU
Jl. Ir. H. Juanda No. 20
Cilacap
Jl. Jend. Gatot Subroto No.
28 Cilacap
Jl. Yos Sudarso No. 461
Gombong
Jl. Raya Sruweng No. 5
Kebumen
Jl. Brigjend. Katamso No.
144-A Purworejo
Jl. Marditomo No. 17
Kutoarjo
Sumber : Unit Kesehatan Area 5 Purwokerto.
1.5.4. Jenis Pelayanan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Pasal 33 Perjanjian Kerja Bersama menyebutkan jenis pelayanan
mjnkesehatan yang diselenggarakan oleh perusahaan, meliputi:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
Rawat jalan tingkat pertama;
Rawat jalan tingkat lanjutan;
Rawat inap;
Pemeriksaan kehamilan dan persalinan;
Pemeriksaan penunjang diagnostik;
Pelayanan khusus;
Gawat darurat;
Restitusi pengobatan.
Dalam Pasal 2 Surat Keputusan Direksi PT. Kereta Api Indonesia
(Persero) Nomor: KEP.U/KP.503/XI/4/KA-201 1 tentang Fasilitas Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan (JPK) di Lingkungan PT. Kereta Api Indonesia
(Persero), diatur lebih lanjut mengenai jenis pelayanan kesehatan bagi peserta
yang meliputi:
100
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
Pelayanan Rawat Jalan;
Pelayanan Rawat Inap;
Pelayanan Rawat Inap Khusus;
Pelayanan Gawat Darurat;
Pelayanan Satu Hari (One Day Care);
Pelayanan Obat;
Pelayanan Penunjang Diagnostik;
Pelayanan Tindakan Medis (Operatif dan Radiotherapi);
Pelayanan Diagnostik dan Tindakan Khusus (Dialisis, Penyakit
Jantung, Persalinan, ESWL, CT, MRI, Transplantasi Organ dan
Pelayanan Darah);
j. Pelayanan Kedokteran Forensik;
k. Pelayanan Suplemen.
Kelas perawatan untuk rawat inap bagi peserta dan anggota keluarganya
dibedakan berdasarkan tingkat golongan dari pegawai tersebut yang terdiri
dari :
1) Pegawai Golongan I, Golongan II, dan anggota keluarganya di ruang Kelas
II;
2) Pegawai Golongan III dan anggota keluarganya di ruang Kelas I;
3) Pegawai Golongan IV dan anggota keluarganya di ruang Kelas VIP;
4) Penerima pensiun dan anggota keluarganya dengan golongan pada saat
pensiun Golongan I, Golongan II, di ruang Kelas II;
5) Penerima pensiun dan anggota keluarganya dengan golongan pada saat
pensiun Golongan III, Golongan IV, di ruang Kelas I;
6) Pegawai Kontrak Magang di ruang Kelas II.
Dalam hal peserta atas permintaan sendiri ingin mendapatkan kelas
perawatan yang lebih tinggi, maka perusahaan akan membayar sesuai dengan
101
hak peserta, sedangkan selisih hak peserta dengan kelas perawatan termasuk
jasa pelayanan kesehatan yang ditempati menjadi beban peserta (iur biaya).
1.5.5. Tata Cara Memperoleh Pelayanan Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan
Peserta untuk mendapatkan pelayanan kesehatan harus memiliki kartu
jaminan pemeliharaan kesehatan sebagai alat bukti kepesertaan. Sebagaimana
telah diatur dalam Pasal 23 ayat (1) Surat Keputusan Direksi PT. Kereta Api
Indonesia (Persero) Nomor: KEP.U/KP.503/XI/4/KA-201 tentang Fasilitas
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) di Lingkungan PT. Kereta Api
Indonesia (Persero), bahwa setiap peserta berhak atas kartu JPK sebagai alat
bukti kepesertaan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Di dalam kartu
tersebut terdapat identitas peserta, nomor peserta, kelas perawatan dan masa
berlaku. Masa berlaku kartu tersebut maksimal dua tahun.
Bagi peserta yang belum mendapatkan kartu JPK, dapat menunjukkan
KBD (Kartu Bukti Diri) yaitu kartu yang menunjukkan bahwa peserta adalah
pegawai atau pensiunan atau keluarga dari pegawai maupun pensiunan PT.
Kereta Api Indonesia (Persero). Bagi peserta yang usianya kurang dari 10
(sepuluh) tahun agar mendapatkan pelayanan kesehatan dengan menunjukkan
Kartu Keluarga.
Tata laksana pelayanan kesehatan bagi peserta di PPK perusahaan dan
PPK provider diatur dalam Pasal 25 Surat Keputusan Direksi PT. Kereta Api
102
Indonesia (Persero) Nomor: KEP.U/KP.503/XI/4/KA-201 tentang Fasilitas
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) di Lingkungan PT. Kereta Api
Indonesia (Persero), sebagai berikut:
1) Peserta wajib datang pertama kali ke pelayanan rawat jalan umum
dengan menunjukkan kartu JPK kecuali pada kasus-kasus gawat
darurat.
2) Peserta akan mendapat pelayanan rawat jalan umum sesuai prosedur
yang ada, dari mulai pendaftaran, pemeriksaan, tindakan medis, dan
pemberian obat-obatan.
3) Sesuai indikasi medis peserta dapat dirujuk kepada pelayanan
berikutnya baik rawat jalan spesialistik, maupun rawat inap dengan
menggunakan surat rujukan yang berfungsi sebagai jaminan
perusahaan.
4) Permohonan surat rujukan yang menyimpang dari tata laksana ayat
(1) , (2) dan (3) tidak dapat dipenuhi oleh perusahaan.
5) Peserta wajib meminta jawaban surat rujukan dari pelayanan tingkat
lanjut yang ditujukan kepada dokter pemeriksa pelayanan rawat jalan
umum untuk dijadikan pedoman apakah perlu dilakukan rujukan
ulang atau tidak.
6) Surat rujukan hanya berlaku untuk satu kali pelayanan kesehatan
tingkat lanjut.
7) Khusus pelayanan obat-obatan diprioritaskan menggunakan PPK
perusahaan.
8) Peserta dapat memilih pelayanan kesehatan rawat jalan umum di
PPK perusahaan dan PPK provider di seluruh wilayah Indonesia
dengan menunjukkan kartu JPK.
9) Untuk kasus gawat darurat peserta dapat memilih pelayanan
kesehatan gawat darurat dan rawat inap di PPK perusahaan dan PPK
provider di seluruh wilayah Indonesia dengan menunjukkan kartu
JPK tanpa surat rujukan, dan surat rujukan wajib dilengkapi selama
maksimal 3 X 24 jam dari PPK perusahaan terdekat.
10)
Untuk pelayanan kesehatan tingkat lanjut ditentukan oleh
dokter pemeriksa pelayanan kesehatan rawat jalan umum.
11)
Atas permintaan sendiri peserta dapat memilih PPK
pelayanan kesehatan lanjut di luar rekomendasi dokter pemeriksa
pelayanan kesehatan rawat jalan umum sebagamana ayat (9)
dengan biaya ditanggung peserta dan dianggap pelayanan di luar
PPK perusahaan dan di luar PPK provider kontrak.
103
Pasal 26 Surat Keputusan Direksi PT. Kereta Api Indonesia (Persero)
Nom or: KEP.U/KP.503/XI/4/KA-201 1 tentang Fasilitas Jam ina n
Pemeliharaan Kesehatan (JPK) di Lingkungan PT. Kereta Api Indonesia
(Persero) mengatur tata laksana pelayanan kesehatan bagi peserta di luar PPK
perusahaan dan di luar PPK provider kontrak, yang meliputi:
1) Peserta dapat melaksanakan pelayanan rawat jalan umum, rawat jalan
spesialistik dan rawat inap serta pelayanan kesehatan lainnya di luar
PPK perusahaan dan di luar PPK provider kontrak.
2) Peserta akan mendapat pelayanan rawat jalan sesuai prosedur yang
ada, dari mulai pendaftaran, pemeriksaan, tindakan medis dan
pemberian obat-obatan.
3) Sesuai indikasi medis peserta dapat dirujuk kepada pelayanan
kesehatan berikutnya dengan surat rujukan.
4) Seluruh biaya yang timbul menjadi tanggung jawab peserta dan dapat
direstitusikan kepada perusahaan.
5) Tata cara pengajuan restitusi pengobatan kepada perusahaan
sebagaimana ayat (4) dengan menggunakan bentuk G 254 dan
dilampiri kuitansi asli dengan perincian biaya jasa medis, tindakan,
obat-obatan dan penunjang kesehatan lainnya yang merupakan satu
kesatuan pelayanan kesehatan.
6) Masa kadaluarsa kuitansi pengobatan selama 90 hari kalender sejak
kuitansi diterbitkan sampai dengan pengajuan G 254 / pengajuan
restitusi.
7) Restitusi yang tidak lengkap sebagaimana ayat (5) dan diragukan
keaslian dan keabsahan kuitansi tidak dapat disetujui oleh
perusahaan.
1.5.6 . Hal -hal ya ng Ti da k Me nja di Ta ng gung Jawa b Ba da n
Penyelenggara
Terdapat pula pelayanan kesehatan yang tidak ditanggung oleh
perusahaan yakni sebagai berikut:
1) Medical check up atas permintaan peserta termasuk papsmear;
104
2) Pelayanan kesehatan yang tidak mengikuti prosedur pelayanan yang
berlaku;
3) Pelayanan yang bersifat kosmetik (lensa kontak, lasik, kosmetik gigi,
operasi plastik untuk kosmetik beserta efek samping yang ditimbulkannya,
serta pelayanan lain yang sejenis);
4) Penyakit akibat alkohol dan psikotropika, penyakit hubungan seksual dan
AIDS, upaya bunuh diri atau dengan sengaja menyakiti diri sendiri;
5) Pengobatan yang belum diakui secara sah sebagai cara pengobatan yang
resmi;
6) Penyakit akibat hobi/keikutsertaan dalam olahraga yang berbahaya;
7) Pengobatan di luar negeri;
8) Pemeriksaan dan tindakan untuk mendapatkan keturunan, DNA;
9) Tindakan medis yang bertentangan dengan aturan perundang-undangan dan
kesusilaan, misalnya aborsi di luar indikasi medis, ganti kelamin,
vaginoplasti, dll;
10)
Kursi roda, tongkat penyangga, tripod dan alat bantu sejenis;
11)
Vitamin yang tanpa indikasi medis;
12)
Imunisasi di luar imunisasi dasar untuk anak di bawah 1 (satu) tahun dan
imunisasi ibu hamil;
13)
Khitan dan tindik;
14)
Toiletries, susu, obat gosok, obat kumur, dll;
15)
Sakit jiwa lebih dari 2 (dua) tahun;
105
16) Kelainan congenital / herediter / bawaan yang memerlukan pengobatan
seumur hidup, seperti: debil, embesil, mongoloid, cretinisme, thalasemia,
haemophilia, retardasi mental, autis.
Selain pelayanan kesehatan yang tidak menjadi tanggung jawab badan
penyelenggara seperti yang tertera di atas, maka setiap pelayanan kesehatan
ditanggung sepenuhnya oleh perusahaan dengan dasar indikasi medis dari
dokter maupun pemberi jasa medis lainnya. Pelayanan kesehatan yang
ditanggung seperti kanker, jantung, dan penyakit dalam lainnya termasuk cuci
darah. Pelayanan kesehatan tersebut diberikan bagi semua peserta dengan
tetap didasarkan pada standar kelas perawatan yang diterima oleh masingmasing pegawai.
2. Data Primer
2.1. Berdasarkan wawancara dengan Bapak Sugriyatno selaku Assistant Manager
Hiperkes dan Keselamatan Kerja PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5
Purwokerto, diperoleh data sebagai berikut:
2.1.1. Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan tidak dikelola oleh PT.
Jamsostek (Persero) melainkan dikelola secara mandiri ole h
perusahaan melalui Unit Kesehatan PT. Kereta Api Indonesia
(Persero). Hal tersebut karena dari awal PT. Kereta Api Indonesia
(Persero) tidak pernah menggunakan Jamsostek untuk program JPK
tetapi me nggu na ka n ASKES kare na status perusa haa n ya ng
106
sebelumnya berada di bawah Departemen Perhubungan sekarang
berada di bawah Menteri Negara BUMN.
2.1.2. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan dikelola sendiri oleh Unit Kesehatan
PT. Kereta Api Indonesia (Persero) karena lebih baik dari yang
dikelola oleh PT. ASKES (Persero).
2.1.3. Menurut pendapat beliau, hambatan normatif yang timbul dari
penerapan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan di PT. Kereta Api
Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto berkaitan dengan Kartu
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan. Masih ada pegawai maupun
keluarganya yang belum mengetahui apabila datang ke Balai
Pengobatan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan harus membawa
kartu JPK.
B. Pembahasan
Tenaga kerja sebagai manusia yang mandiri, di era industrialisasi ini bersaing
untuk menentukan masa depannya sendiri dengan bekerja keras, disiplin dan
bertanggungjawab. Sebaliknya, bagi setiap pengusaha atau pemberi kerja juga
mengharapkan memiliki pekerja yang stabil, sehat, produktif, kreatif dan inovatif.
Tenaga kerja adalah salah satu faktor utama penunjang keberhasilan
pembangunan, maka sudah sewajarnya apabila tenaga kerja menuntut adanya
perlindungan, pemeliharaan dan pengembangan terhadap kesejahteraannya sesuai
107
dengan Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi, bahwa tiap-tiap warga negara
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Perlindungan terhadap tenaga kerja tercantum dalam UUD 1945 antara lain
Pasal 28 H ayat 1 yaitu:
Setiap orang berhak untuk hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan.
Begitu juga dalam Pasal 28 H ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi sebagai berikut:
Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan
dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
Perlindungan, pemeliharaan dan pengembangan terhadap kesejahteraan tenaga
kerja tersebut merupakan hak yang semestinya telah diatur dalam Perjanjian Kerja
Bersama (PKB) di dalam suatu perusahaan. Perjanjian Kerja Bersama yang ada di
PT. Kereta Api Indonesia (Persero) disusun bersama-sama antara PT. Kereta Api
Indonesia (Persero) yang merupakan badan hukum yang berkedudukan di Bandung,
dengan Serikat Pekerja Kereta Api (SPKA) yang tercatat pada Dinas Tenaga Kerja
Kota Bandung Nomor: 249/PP.SPKA/CTT/1/X/9/2002 tanggal 25 September 2002,
dalam hal ini secara sah mewakili seluruh pegawai PT. Kereta Api Indonesia
(Persero).
Perjanjian Kerja Bersama antara PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dengan
Serikat Pekerja Kereta Api tersebut mulai berlaku pada tanggal 23 Agustus 2011
sampai dengan 22 Agustus 2013 dan telah terdaftar pada Kementerian Tenaga Kerja
108
dan Transmigrasi c.q. Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan
Jaminan Sosial Tenaga Kerja dengan Nomor: 11 8/PHIJSK-PKK/PKB/VIII/20 11.
Dalam pertimbangan dibuatnya Perjanjian Kerja Bersama PT. Kereta Api
Indonesia (Persero), dimaksudkan untuk mengatur syarat-syarat kerja yang
merupakan hasil perundingan dan kesepakatan antara pengusaha dengan serikat
pekerja/serikat buruh di perusahaan, yang akan digunakan sebagai pedoman oleh
kedua belah pihak dalam melaksanakan hubungan kerja dan sebagai rujukan utama
dalam hal terjadi perselisihan Perjanjian Kerja Bersama.
Selain itu, untuk mengetahui pelaksanaan syarat-syarat kerja yang diatur dalam
Perjanjian Kerja Bersama perlu dilakukan monitoring dan evaluasi, oleh karena itu
berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal
132 ayat (2) jo. Kepmenakertrans No. Kep.48/MEN/IV/2 004 tentang Pembuatan dan
Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama, Perjanjian Kerja Bersama perlu didaftarkan
pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang ditetapkan
dengan surat Keputusan Pendaftaran.
Di dalam setiap kehidupan manusia pasti akan menemukan ketidakpastian.
Begitu pula dengan pekerja, dalam melaksanakan pekerjaannya tidak akan lepas dari
ketidakpastian. Ketidakpastian tersebut dapat berupa spekulasi maupun
ketidakpastian murni yang pasti akan menimbulkan kerugian. Ketidakpastian murni
109
ini sering disebut dengan risiko. Menurut Lalu Husni risiko dapat digolongkan dalam
dua kelompok utama, yaitu risiko fundamental dan risiko khusus.65
Dalam rangka menanggulangi risiko tersebut pemerintah mewajibkan setiap
perusahaan untuk mengikutsertakan pekerjanya dalam program Jamsostek
sebagaimana diatur dalam Pasal 99 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa:
(1) Setiap pekerja berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja;
(2) Jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Peraturan perundang-undangan yang dimaksud adalah Undang-Undang Nomor 3
Tahun 1992 tentang Jamsostek.
Pada dasarnya program Jamsostek berfungsi untuk memberikan kepastian arus
penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruhnya dari
pendapatan yang hilang. Menurut Pasal 2 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 84
Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja
menyebutkan bahwa pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 10
(sepuluh) orang atau lebih, atau membayar upah paling sedikit Rp.1.000.000,- (satu
juta rupiah) sebulan, wajib mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam program jaminan
sosial tenaga kerja.
Perlu dicermati bahwa PT. Jamsostek (Persero) merupakan instansi resmi yang
ditunjuk oleh pemerintah dalam melaksanakan program Jamsostek. Ditetapkannya
65
Zainal Asikin, dkk,, Op.cit. hal. 98.
110
PT. Jamsostek (Persero) sebagai badan penyelenggara Jamsostek dapat dilihat dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1995 yang menyebutkan Perusahaan
Perseroan (PERSERO) PT. Asuransi Sosial Tenaga Kerja yang didirikan berdasarkan
Peraturan Pemerinta h Nom or 19 Ta hun 19 90 ditetapka n sebagai Bada n
Penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja dan Perusahaan Perseroan (PERSERO)
PT. Asuransi Sosial Tenaga Kerja tersebut diubah namanya menjadi Perusahaan
Perseroan (PERSERO) PT. Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Sesuai dengan ketentuan di atas, suatu perusahaan yang mempekerjakan 10
(sepuluh) orang atau lebih, atau membayar upah paling sedikit Rp. 1.000.000,- (satu
juta rupiah) sebulan, maka wajib mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam program
Jamsostek yang diselenggarakan oleh PT. Jamsostek (Persero) sebagai satu-satunya
badan resmi yang ditunjuk oleh pemerintah.
Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, menyebutkan
pengertian pengusaha adalah:
a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu
perusahaan milik sendiri;
b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri
sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di
Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b
yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
Perusahaan yang dimaksud dalam ketentuan tersebut adalah setiap bentuk usaha yang
berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik
badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan
pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
1
11
PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto merupakan salah satu
bagian wilayah kerja dari PT. Kereta Api Indonesia (Persero) yakni perusahaan yang
bergerak di bidang jasa transportasi darat dan merupakan badan usaha milik negara
yang berbentuk perseroan terbatas. Berdasarkan data 1.3.1 dan 1.3.2 diketahui bahwa
PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto memiliki jumlah tenaga
kerja sebanyak 1.812 orang dengan gaji pokok untuk golongan paling rendah dalam
sebulan adalah Rp.1.386.000,-. Data tersebut apabila dikaitkan dengan ketentuan di
atas maka dapat disimpulkan bahwa PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5
Purwokerto mempunyai kewajiban untuk mengikutsertakan pekerjanya dalam
program Jamsostek.
Mengenai program jaminan sosial tenaga kerja dari hasil penelitian data 1.4
dapat diketahui bahwa PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto telah
mengikutsertakan pegawainya dalam program Jamsostek yang diselenggarakan oleh
PT. Jamsostek (Persero). Program jaminan sosial yang diikuti adalah Jaminan
Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK) dan Jaminan Hari Tua (JHT) saja.
Pas a l 2 a ya t (4 ) P er atur a n P e m e r inta h N o m or 8 4 T a hu n 20 1 0 te nta ng
Penyelenggaraan Program Jamsostek, menyebutkan :
Pengusaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) yang telah menyelenggarakan
sendiri program pemeliharaan kesehatan bagi tenaga kerjanya dengan manfaat
yang lebih baik dari Paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Dasar menurut
Peraturan Pemerintah ini, tidak wajib ikut dalam Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara.
1
12
Berdasarkan data 1.5.1 diketahui bahwa PT. Kereta Api Indonesia (Persero)
DAOP 5 Purwokerto tidak mengikutsertakan pegawainya dalam program Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan yang diselenggarakan oleh PT. Jamsostek (Persero), tetapi
menyelenggarakan secara mandiri Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi seluruh
pegawai, pensiunan beserta keluarganya melalui Unit Kesehatan PT. Kereta Api
Indonesia (Persero) Area 5 Purwokerto. Sistem pengelolaan jaminan pemeliharaan
kesehatan yang dikelola oleh Unit Kesehatan PT. Kereta Api Indonesia (Persero)
dilaksanakan berdasarkan Perjanjian Kerja Bersama Periode 2011-2013 dan Surat
K eputus a n D ire ks i P T. K ereta Ap i Indones ia (P ers ero) N om or :
KEP.U/KP.503/XI/4/KA-201 1 tentang Fasilitas Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
(JPK) di lingkungan PT. Kereta Api Indonesia (Persero).
Dalam hal ini, PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto telah
menyelenggarakan sendiri program pemeliharaan kesehatan bagi tenaga kerjanya
dengan manfaat yang lebih baik dari Paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan yang
diselenggarakan oleh PT. Jamsostek (Persero). Hal tersebut dapat dilihat dari
pemberian standar kelas perawatan rawat inap bagi peserta.
Standar rawat inap yang ditentukan oleh PT. Jamsostek (Persero) untuk setiap
peserta yang memerlukan pelayanan rawat inap adalah :
a. Kelas II (dua) pada rumah sakit pemerintah;
b. Kelas III (tiga) pada rumah sakit swasta. 66
66
Zaeni Asyhadie, Op.cit., hal. 205.
1
13
Berdasarkan data 1.5.4 diketahui bahwa PT. Kereta Api Indonesia (Persero) telah
menentukan kelas perawatan untuk rawat inap bagi peserta dengan berdasarkan
tingkat golongan dari pegawai. Kepada pegawai dengan golongan terendah yakni
golongan I maupun Pegawai Kontrak Magang saja mendapat hak kelas perawatan di
ruang kelas II.
Jadi, untuk pelayanan rawat inap yang diselenggarakan oleh PT. Kereta Api
Indonesia (Persero) khususnya DAOP 5 Purwokerto standar yang digunakan adalah
kelas perawatan di ruang kelas II lalu meningkat berdasarkan golongannya dan itu
berlaku pada rumah sakit pemerintah maupun rumah sakit swasta yang merupakan
PPK Provider maupun bukan PPK Provider, sedangkan dalam Jamsostek standar
yang digunakan masih terdapat ruang perawatan kelas III pada rumah sakit swasta.
Selain itu, berdasarkan data 1.5.6 mengenai hal-hal yang tidak menjadi
tanggung jawab badan penyelenggara diketahui bahwa selain pelayanan kesehatan
yang telah disebutkan dalam data tersebut maka selebihnya merupakan hal-hal yang
menjadi tanggung jawab dari badan penyelenggara. Dalam jaminan pemeliharaan
kesehatan yang dikelola oleh PT. Jamsostek (Persero), penyakit kanker, jantung, cuci
darah, serta pelayanan kesehatan yang menggunakan peralatan canggih seperti MRI
(Magnetic Resonance Immaging) tidak ditanggung oleh badan penyelenggara, tetapi
dalam jaminan pemeliharaan kesehatan yang diselenggarakan oleh PT. Kereta Api
Indonesia (Persero) hal-hal tersebut dijamin sepenuhnya dengan syarat ada indikasi
medis. Pemberian pelayanan kesehatan tersebut juga tetap didasarkan pada standar
kelas perawatan yang dimiliki oleh masing-masing pegawai.
1
14
Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun
2010 tentang Penyelenggaraan Program Jamsostek apabila dikaitkan dengan data
1.5.4 dan 1.5.6 dapat disimpulkan bahwa PT. Kereta Api Indonesia (Persero) yang
menyelenggarakan secara mandiri program jaminan pemeliharaan kesehatan bagi
pegawainya telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku karena lebih baik daripada
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh PT. Jamsostek (Persero).
Besarnya iuran jaminan pemeliharaan kesehatan berdasarkan Pasal 9 ayat (1)
huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan
Program Jamsostek adalah sebagai berikut :
Jaminan pemeliharaan kesehatan, sebesar 6% dari upah sebulan bagi tenaga
kerja yang sudah berkeluarga, dan 3% dari upah sebulan bagi tenaga kerja yang
belum berkeluarga.
Iuran jaminan pemeliharaan kesehatan ditanggung sepenuhnya oleh pengusaha. Hal
tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 84
Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Program Jamsostek.
Berdasarkan hasil penelitian pada data 1.5.2 mengenai iuran jaminan
pemeliharaan kesehatan pada PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5
Purwokerto diatur dalam Surat Keputusan Direksi PT. Kereta Api Indonesia (Persero)
Nomor : KEP.U/KP.208/IV/1 1/KA-2012 tentang Skala Gaji Pokok Pegawai PT.
kereta Api Indonesia (Persero) Tahun 2012. Iuran jaminan pemeliharaan kesehatan
menurut surat keputusan direksi tersebut tidak sepenuhnya ditanggung oleh
perusahaan melainkan kepada pegawai dan pensiunan juga dipotong gaji sebesar 2%
1
15
dari gaji dasar, sedangkan bagi pegawai kontak magang dipotong 3% dari gaji dasar
maksimal Rp. 1.000.000,-. Iuran perusahaan untuk jaminan pemeliharaan kesehatan
pegawai dan pensiunan sebesar 2% dari gaji dasar, sedangkan bagi pegawai kontrak
magang ialah 3% dari gaji dasar, maksimal Rp.1 .000.000,-.
Penjelasan data 1.5.2 mengenai iuran jaminan pemeliharaan kesehatan tersebut
apabila dikaitkan dengan Pasal 9 ayat (1) huruf d dan ayat (2) Peraturan Pemerintah
Nomor 84 Tahun 2010 maka dapat disimpulkan bahwa iuran jaminan pemeliharaan
kesehatan yang dikelola oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5
Purwokerto tidak sesuai dengan iuran jaminan pemeliharaan kesehatan yang diatur
dalam peraturan pemerintah tersebut, yaitu:
a. Iuran jaminan pemeliharaan kesehatan jika dalam peraturan pemerintah sebesar
6% dari upah sebulan bagi tenaga kerja yang sudah berkeluarga dan 3% dari upah
sebulan bagi tenaga kerja lajang. Dalam peraturan perusahaan, iuran JPK sebesar
2% dari gaji dasar berdasarkan TDPIP (Tabel Dasar Perhitungan Iuran Pensiun
Pegawai) tahun 2012 untuk pegawai eks PNS Departemen Perhubungan, pegawai
non eks PNS Departemen Perhubungan yang direkrut sebelum tahun 2009, dan
pegawai yang direkrut setelah tahun 2009 dan sesudahnya.
b. Iuran jaminan pemeliharaan kesehatan jika dalam peraturan pemerintah
sepenuhnya ditanggung oleh pengusaha, tetapi dalam peraturan perusahaan tidak
hanya ditanggung oleh perusahaan saja melainkan pegawai dikenai potongan juga
sebesar 2% dan itu untuk menambah manfaat layanan pemeliharaan kesehatan
kepada peserta.
1
16
Menurut ketentuan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 01/MEN/1998
tentang Penyelenggaraan Pemeliharaan Kesehatan Bagi Pekerja dengan Manfaat yang
Lebih Baik dari Paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Dasar Jaminan Sosial
Tenaga Kerja, perusahaan dapat menyelenggarakan sendiri pemeliharaan kesehatan
bagi pekerjanya dengan cara:
a. Menyediakan sendiri atau bekerja sama dengan fasilitas Pelaksana
Pelayanan Kesehatan (PPK);
b. Bekerja sama dengan badan yang menyelenggarakan pemeliharaan
kesehatan; dan
c. Bersama beberapa perusahaan menyelenggarakan suatu pelayanan
kesehatan.67
Program jaminan pemeliharaan kesehatan memberikan manfaat paripurna meliputi
seluruh kebutuhan medis yang diselenggarakan di setiap jenjang PPK. PPK misalnya
rumah sakit, klinik bersalin, dokter, laboratorium, klinik, apotik.
Berdasarkan data 1.5.3 mengenai tempat pelayanan kesehatan bagi pegawai PT.
Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto diketahui bahwa PT. Kereta Api
Indonesia (Persero) telah menunjuk Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK) yaitu
PPK Perusahaan yang dalam hal ini adalah Unit Kesehatan PT. Kereta Api Indonesia
(Persero) Area 5 Purwokerto; PPK Provider Kontrak yaitu Rumah Sakit, Puskesmas,
apotek dan juga laboratorium yang telah bekerja sama dengan PT. Kereta Api
Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto; serta PPK di luar perusahaan dan provider
yang nantinya dapat direstitusikan kepada perusahaan.
67
Zaeni Asyhadie, Op.cit. hal. 214.
1
17
Data 1.5.3 tersebut apabila dikaitkan dengan ketentuan dalam Peraturan
Menteri Tenaga Kerja Nomor 01/MEN/1998 tentang Penyelenggaraan Pemeliharaan
Kesehatan Bagi Pekerja dengan Manfaat yang Lebih Baik dari Paket Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan Dasar Jaminan Sosial Tenaga Kerja di atas dapat
disimpulkan bahwa PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dalam menyelenggarakan
program jaminan pemeliharaan kesehatan secara mandiri telah sesuai dengan
ketentuan yang berlaku karena PT. Kereta Api Indonesia (Persero) tidak hanya
menyediakan sendiri fasilitas pelayanan kesehatannya, tetapi juga bekerja sama
dengan PPK Provider Kontrak dan PPK yang ada di luar perusahaan.
Pasal 23 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 12 Tahun
2007 tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran Kepesertaan, Pembayaran Iuran,
Pembayaran Santunan, dan Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja menjelaskan
tentang paket jaminan pemeliharaan kesehatan dasar yang diselenggarakan oleh
badan penyelenggara, meliputi:
a. Rawat jalan tingkat pertama ;
b. Rawat jalan tingkat lanjutan ;
c. Rawat inap ;
d. Pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan ;
e. Penunjang diagnostik ;
f. Pelayanan Khusus
g. Gawat darurat.
Dilihat dari hasil penelitian pada data 1.5.4 bahwa PT. Kereta Api Indonesia
(Persero) DAOP 5 Purwokerto menyelenggarakan jenis pelayanan kesehatan berupa :
a. Pelayanan Rawat Jalan;
b. Pelayanan Rawat Inap;
1
18
c. Pelayanan Rawat Inap Khusus;
d. Pelayanan Gawat Darurat;
e. Pelayanan Satu Hari (One Day Care);
f. Pelayanan Obat;
g. Pelayanan Penunjang Diagnostik;
h. Pelayanan Tindakan Medis (Operatif dan Radiotherapi);
i. Pelayanan Diagnostik dan Tindakan Khusus (Dialisis, Penyakit Jantung,
Persalinan, ESWL, CT, MRI, Transplantasi Organ dan Pelayanan Darah);
j. Pelayanan Kedokteran Forensik;
k. Pelayanan Suplemen.
Data hasil penelitian nomor 1.5.4 tersebut apabila dikaitkan dengan ketentuan
yang diatur dalam Pasal 23 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
12 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran Kepesertaan, Pembayaran Iuran,
Pembayaran Santunan, dan Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja di atas dapat
disimpulkan bahwa PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto telah
menyelenggarakan paket jaminan pemeliharaan kesehatan dasar yang sesuai dengan
paket jaminan pemeliharaan kesehatan dasar sebagaimana diatur dalam ketentuan
yang berlaku bahkan lebih baik.
Dalam rangka menyelenggarakan paket jaminan pemeliharaan dasar, badan
penyelenggara wajib memberikan kartu pemeliharaan kesehatan kepada peserta
sebagai alat bukti kepesertaan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Dalam
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 12 Tahun 2007 juga
1
19
dijelaskan bahwa setiap kali peserta memerlukan pelayanan kesehatan harus
menunjukkan kartu pemeliharaan kesehatan.
Pro sedur pemberian pelayanan kesehatan dimulai dari pelayanan kesehatan
tingkat pertama yang ditunjuk oleh badan penyelenggara. Dalam hal diperlukan
pemeriksaan tingkat lanjutan, maka PPK tingkat pertama harus memberikan surat
rujukan kepada PPK tingkat lanjutan yang ditunjuk. Pelayanan kesehatan tingkat
pertama atau tingkat lanjutan memberikan surat rujukan dalam hal peserta
memerlukan pelayanan penunjang diagnostik atau rawat inap. Peserta yang
memerlukan pelayanan gawat darurat dapat langsung mendapat pelayanan kesehatan
dari PPK atau rumah sakit terdekat dengan menunjukkan kartu pemeliharaan
kesehatan. Bagi peserta yang memerlukan pemeriksaan kehamilan dan/atau
persalinan akan memperoleh pelayanan pemeliharaan kesehatan dari rumah bersalin
yang ditunjuk atau dirujuk ke rumah sakit apabila persalinannya sulit. Setelah
melakukan pemeriksaan, peserta akan mendapatkan resep obat yang harus diambil di
apotek yang telah ditunjuk dengan menunjukkan kartu pemeliharaan kesehatan.
Berdasarkan data 1.5.5 tentang tata cara memperoleh pelayanan kesehatan, PT.
Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto dalam hal ini Unit Kesehatan
Area 5 Purwokerto telah memberikan kartu Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)
kepada peserta sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 23 surat Keputusan
Direksi Nomor: KEP.U/KP.503/XI/4/KA-201 1 tentang Fasilitas Jamina n
Pemeliharaan Kesehatan (JPK) di Lingkungan PT. Kereta Api Indonesia (Persero).
1
20
Mengenai tata cara memperoleh pelayanan jaminan pemeliharaan kesehatan,
berdasarkan data hasil penelitian nomor 1.5.5 diketahui bahwa di PT. Kereta Api
Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto telah diatur mengenai tata laksana
pelayanan kesehatan bagi peserta di PPK Perusahaan dan PPK Provider Kontrak
dalam Pasal 25 Keputusan Direksi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Nomor:
KEP.U/KP.503/XI/4/KA-201 1 tentang Fasilitas Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
(JPK) di Lingkungan PT. Kereta Api Indonesia (Persero). Tata laksana pelayanan
kesehatan bagi peserta di luar PPK Perusahaan dan di luar PPK Provider Kontrak
diatur dalam Pasal 26 surat keputusan direksi tersebut. Tata laksana pelayanan
kesehatan dalam Keputusan Direksi tersebut telah mencakup semua jenis pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan bagi peserta dan dapat disimpulkan sesuai dengan
tata cara yang diatur dalam ketentuan yang berlaku.
1
21
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang Jaminan Pemeliharaan Kesehatan pada PT.
Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto, dapat disimpulkan bahwa
penerapan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi pekerja di lingkungan PT. Kereta
Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto yang diselenggarakan secara mandiri
dilaksanakan
berdasarkan
ketentuan
Surat
Keputusan
Direksi
Nomor
:
KEP.U/KP.503/XI/4/KA-201 1 tentang Fasilitas Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
(JPK) di Lingkungan PT. Kereta Api Indonesia (Persero).
Jaminan pemeliharaan kesehatan yang dilaksanakan berdasarkan surat
keputusan direksi tersebut telah sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (4) Peraturan
Pemerintah Nomor 84 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Program Jamsostek.
Dalam Peraturan Pemerintah tersebut terdapat ketentuan bahwa bagi perusahaan yang
telah menyelenggarakan sendiri program pemeliharaan kesehatan harus mempunyai
manfaat yang lebih baik. Perusahaan yang telah melaksanakan program jaminan
pemeliharaan kesehatan secara mandiri tidak wajib ikut serta dalam jaminan
pemeliharaan kesehatan yang diselenggarakan oleh PT. Jamsostek (Persero).
Dalam penerapan jaminan pemeliharaan kesehatan di PT. Kereta Api Indonesia
(Persero) DAOP 5 Purwokerto terdapat hambatan normatif yang terdapat pada Pasal
9 ayat (1) huruf d dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2010 tentang
1
22
Penyelenggaraan Program Jamsostek. Berdasarkan pasal tersebut telah ditentukan
besarnya iuran JPK adalah 6% bagi tenaga kerja berkeluarga, 3% bagi tenaga kerja
lajang, dan sepenuhnya ditanggung oleh pengusaha. Dalam peraturan perusahaan di
PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto, besarnya iuran JPK dari
perusahaan hanya 2%, sedangkan bagi pegawai juga dikenai potongan 2% dari gaji
dasar untuk menambah manfaat pelayanan kesehatan.
B. Saran
Besaran iuran jaminan pemeliharaan kesehatan berdasarkan Pasal 9 ayat (1)
huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan
Program Jamsostek adalah 6% bagi tenaga kerja berkeluarga, dan 3% bagi tenaga
kerja yang belum berkeluarga. Iuran tersebut sepenuhnya ditanggung oleh pengusaha
sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (2). Dalam prakteknya, di PT. Kereta Api
Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto iuran jaminan pemeliharaan kesehatan tidak
sepenuhnya ditanggung oleh perusahaan tetapi juga dibebankan kepada pekerja.
Berdasarkan hal tersebut, hendaknya iuran jaminan pemeliharaan kesehatan pada PT.
Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 5 Purwokerto sepenuhnya ditanggung oleh
perusahaan dan besarannya disesuaikan dengan peraturan yang berlaku sehingga
memenuhi Pasal 9 ayat (1) huruf d dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 84
Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Program Jamsostek.
DAFTAR PUSTAKA
Pustaka Buku
Agusmidah, 2010, Dinamika dan Kajian Teori Hukum Ketenagakerjaan Indonesia,
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Ali, A. Hasyimi, 1993, Bidang Usaha Asuransi, Jakarta: Bumi Aksara.
Asikin, Zainal, 2002, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Cet.4, Jakarta: Grafindo
Persada.
Asyhadie, Zaeni, 2008, Aspek-Aspek Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada.
_____________ , 2007, Hukum Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan
Kerja, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
CST Kansil, 1984, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: PN.
Balai Pustaka.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka.
Djumadi, 2004, Hukum Perburuhan perjanjian kerja, Cet ke-5, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
_______, 2005, Sejarah Keberadaan Organ isasi Buruh di Indonesia, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
F.X. Djumialdi dan Wiwoho Soejono, 1985, Perjanjian Perburuhan dan Hubungan
Perburuhan Pancasila, Jakarta: PT. Bina Aksara.
Hanitijo Sumitro, Ronny, 2009, Metodologi Penilitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta:
Ghalia Indonesia.
Husni, Lalu, 2010, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Edisi Revisi, Cet
ke-10, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Khakim, Abdul, 2003, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Berdasarkan
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, Cet. 1, Bandung: PT Citra Aditya
Bakti.
Rusli, Hardijan, 2004, Hukum Ketenagakerjaan 2003, Jakarta: Ghalia Indonesia.
Sapoetra G. Karta dan RG. Widianingsih, 1982, Pokok-Pokok Hukum Perburuhan,
Cet.1, Bandung: Amico.
Soepomo, Iman, 1983, Pengantar Hukum Perburuhan, Jakarta: Djambatan.
____________ , 1974, Hukum Perburuhan Bidang H ubungan Kerja, Jakarta:
Djambatan.
Sutedi, Adrian, 2009, Hukum Perburuhan, Jakarta: Sinar Grafika.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1991, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi
kedua, Jakarta: Balai Pustaka.
Wahab, Zulaini, 2001, Dana Pensiun dan Jamsostek Indonesia, Bandung: Citra
Aditya Bakti.
Wijayanti, Asri, 2009, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Jakarta: Sinar
Grafika.
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 14, Tambahan
Lembaran Negara Nomor Republik Indonesia Nomor 3468)
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4279)
Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2010 Tentang Perubahan Ketujuh Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 Tentang Penyelenggaraan
Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedelapan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 Tentang Penyelenggaraan
Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 01/MEN/1998 tentang Penyelenggaraan
Pemeliharaan Kesehatan Bagi Pekerja dengan Manfaat yang Lebih Bbaik dari
Paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Dasar Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor
12/M EN/VI/2007 tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran Kepesertaan,
Pembayaran, Iuran, Pembayaran Santunan, dan Pelayanan Jaminan Sosial
Tenaga Kerja.
Sumber Lain
Kurnianingsih, 2010, Bab VI Organisasi Pengusaha, tersedia di website
http://kurnianingsih31207335.wordpress.com/2010/04/18/bab-vi-organisasipengusaha/ diakses tanggal 12 Mei 2012.
Kurniawan Triwibowo, 2011, Konsep Pengaturan Jaminan Sosial Dalam UndangUndang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional di
Indonesia, tersedia di website http://www.pengacara_online.com/konseppengaturan-jaminan-sosial-dalam-undang-undang-nomor-40-tahun-2004tentang-sistem-jaminan-sosial-nasional-di-indonesia.htm. diakses tanggal 29
Maret 2012.
Nisa, Sholichatun, 2006, Penyelenggaraan Pelayanan Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan Pada Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Oleh PT Jamsostek
(Persero), Skripsi, Purwokerto: Fakultas Hukum Universitas Jenderal
Soedirman.
Ratnasari, Yuli. 2006. Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh dalam
Pelaksanaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Pada PT. Nyonya Meneer
Semarang. Purwokerto: Universitas Jenderal Soedirman.
Sucipto, 2012, Terbitkan PP No 53/2012, Pemerintah Tingkatkan Manfaat
Jamsostek, tersedia di website http://www.wartaekonomi.co.id/berita288589347-terbitkan-pp-no-5320 1 2-pemerintah-tingkatkan-manfaatjamsostek.html diakses tanggal 14 Mei 2012.
Download