Universitas Gadjah Mada 1 BAB IV PENYAKIT

advertisement
BAB IV
PENYAKIT PARASITER PADA KARNIVORA
Gastrointestinal
Helminthiosis
Ankilostomiasis
Penyebab
Ancylostoma caninum, A. braziliensis, Bunostomum spp., Necatorspp., Uncinaria spp,,
Lokasi
Usus halus
Hospes
Anjing, kucing, serigala, rubah dan kamivora liar lainnya.
Deskripsi
Cacing yang termasuk dalam Nematoda ini memiliki ciri spesifik adanya kapsula bukalis dan
gigi untuk menghisap darah.
Siklus hidup
Larva stadium 3 dapat masuk ke dalam tubuh hospes melalui mulut (per os) atau per kutan.
Untuk larva 3 yang per os, dapat juga mengalami migrasi somatik masuk melalui Kripta
Lieberkuhn dan usus kecil. Pada larva yang masuk per kutan akan migrasi lewat pembuluh
darah, ke jarrtung, ke alveoli, bronchioli dan trachea (migrasi tracheal).
Gambaran patologis
Cacing ini dapat mengakibatkan anemia, oedem, kadang-kadang terlihat ascites, hepar
berwarna coklat muda. Pada usus hewan yang terinfeksi dapat mengalami hemoragi,
mukosa membengkak tertutup mukosa, terlihat bintik merah pada mukosanya. Kadangkadang dapat ditemukan cacing di bagian mukosa.
Gejala klinis
Gejala yang spesifik tidak nampak, namun hewan terlihat mengalami dermatitis, diare
dengan feses yang terkadang bercampur darah. Pertumbuhan terhambat, bulu kering dan
kasar. Pada membrana mukosa terlihat pucat, kelemahan umum. Pada ja-c darah terlihat
eosinofilia. Pada anak anjing yang terinfeksi dapat secara prenata melalui
kolostrum.
Anemia yang berat dapat terjadi kematian 3 minggu seteian kelahiran.
Universitas Gadjah Mada
1
Patogenesis
Berat ringannya penyakit dapat dikategorikan berdasarkan umur, misalnya pada yang muda
lebih peka. Pada anjing yang diberi makan dengan baik relattf tahan terhadap infeksi.
Apabila cadangan zat besi cukup, maka dapat terjadi anemia normositik normokromik, tetapi
bila tidak cukup maka anemia mikrositik hipokromik. Infeksi per kutan dapat mengakibatkan
gatal-gatal yang apabila digaruk mengakibatkan eksem basah. Kutaneus tarva migran dapat
menimbulkan papula dan alur radang di kultt (pruritis). Cacing dewasa dapat menghisap
darah dengan rakus 0,8 ml/cacing/hari yang dapat mengakibatkan kematian karena anemia
dan diare berdarah. Pada kejadian kronis, terlihat anoreksia, pertumbuhan badan terhambat
dan bulu jelek. Pada A. brazitiensis tidak secara nyata nampak anemia, 0,001
ml/cacing/hari. Pada infeksi berat dengan jumlah cacaing lebih 500 ekor cacing dewasa
akan mengakibatkan hipoproteinemia dan diare.
Diagnosa
Dapat dilakukan dengan melihat gejala-gejala klinis dan penemuan telur cacingnya dalam
pemeriksaan feses.
Terapi
Pengobatan dapat diberikan dengan memberi Tetrachioroethylene 0,2 ml/kg bb. Disophenol
7,5 mg/kg bb., Dtehlorvos 12-15 mg/kg bb. Tetramizole 7,5 -10 mg/kg bb, Mebendazole 40
mg/kg bb dan Nitroscanate 50 mg/kg bb.
Pencegahan dan pengendalian
Dapat dilakukan dengan cara memutus siklus hidup, yaitu pada L1 dan L2 tidak tahan
terhadap kekeringan, untuk ttu larrtai selalu dijaga kebersihannya, feses sering dibersihkan.
Lantai dibersihkan dengan Sodium borate 2 kg/10 m2. Untuk pennanganan suportif, dapat
diberikan makanan yang kaya protein atau Iransfusi darah. Selain pemberian anthelmintika
sangat dianjurkan.
Dirofilariasis
Penyebab
Dirofilaria imitis
Lokasi
Ventrikel sebelah kanan dari jantung, arteria puimonalis.
Universitas Gadjah Mada
2
Hospes
Anjing, kucing, bisa manusia, kuda, singa dan beruang.
Deskripsi
Cacing nematoda ini memifiki panjang pada yang jantan 12-16 cm, sedang betina 25 -30
cm, langsing, pada ujung posterior jantan ada spiral. Pada ekor terdapat aiae tateralis kecil.
Pada yang betina bersifat ovovivipar, mikrofilaria ada di darah setiap saat.
Siklus hidup
Pada sikulusnya membutuhkan hospes intermedier nyamuk seperti culex, aedes,
anopheles, dan sebagatnya. Nyamuk menghisap darah dari hospes defrnitif yang sakit,
maka mikrofilaria akan terhisap masuk ke nyamuk, menuju tubulus malphigi ke rongga
tubuh dan fabium dan kemudian dapat infektif selama 15-17 hari. Nyamuk dengan larva
infektif akan menghisap darah dan sekaligus memasukan mikrofilaria ke hospes, mengikuti
aliran darah, ke jantung, ke arteria pulmonalis..
Gambaran patoiogis
Dirofilaria dapat menyebabkan penyakft sistemik yang melibatkan penyakit paru-paru,
jantung, hepar dan ginjal.
Gejaia klinis
Tergantung pada berat ringannya infeksi yang dapat mengakibatkan simptomatis atau
asimptomatis. Pada kasus kronis dapat terjadi batuk, penurunan berat badan.
Diagnosa
Diagnosa dapat dilakukan dengan menemukan filaria yang kadang drtemukan dalam urin.
Pada pemeriksaan natif dengan material darah dicampur antikoagulan dapat ditemukan
mikrofilaria, meskipun sangat sulit dilakukan.
Terapi
Pengobatan dapat diberikan dengan Levamizole yang efektif terhadap mikrofilaria dengan
dosis 10-15 mg/kg bb po selama 14 hari. Ivermectin dapat berefek pada mikrofilaria, namun
tidak untuk cacing dewasa. Untuk dewasa, dapat diberikan Metersamin 2,5 mg/kg bb
dengan jarak pemberian 24 jam efektif untuk cacing filaria dewasa.
Universitas Gadjah Mada
3
Pencegahan dan pengendalian
Pemberantasan vektor seperti nyamuk sangat diperlukan.
Ascariasis
Penyebab:
Toxocara canis, T. cati, T. leonina, T. mystax.
Lokasi
Usus halus
Hospes
Anjing, kucing dan srigala.
Deskripsi
Merupakan cacing nematoda yang banyak ditemukan pada anjing dan kucing. Cacing jantan
memiliki panjang 10 cm, sedangkan betina 18 cm. Ada alae servikalis, untuk jantannya ada
aiae caudalis. Panjang spikulum 0,75-0,95 mm. Telur berbentuk globular dengan dinding
tebal 90 x 75 µn.
Siklus hidup
Memiliki siklus hidup yang komptek terdiri dari prenatal, colostral, paratenik dan tengsung.
Telur infektif terteten oleh anjing, kemudtan masuk ke datam usus, menetas menjadi larva
stadium 2 untuk selanjutnya menuju ke berbagai jaringan tubuh seperti hepar, pancreas dan
ren. Kalau anjing betina bunting, maka L2 akan migrasi ke tubuh foetus mengakibatkan
infeksi prenatal. Kemudian L2 menjadi L3 di hepar fetus, setelah fetus lahir L3 dapat
ditemukan di paru-paru anak anjing kemudian berubah menjadi L4 di lambung dan pulmo,
untuk selanjutnya menjadi L5 di usus. Periode prepaten yang dibutuhkan pada infeksi pre
natal adalah 23 - 40 hari setelah tahir. Pada infeksi transmamaer, larva berada di air susu
induk, anak menyusui, kemudian tertular dan eating menjadi dewasa di usus anak anjing.
Gambaran patologis
Pada infeksi berat terjadi karena kebersihan yang buruk, terutama pada hewan muda.
Infeksi pre natal pada T. canis dapat mengakibatkan kematian pada anak anjing. Apabila
migrasi ke paru-paru maka akan menyebabkan pneumonia.
Gejala klinis
Kelemahan umum, muntah, diare, pneumonia, berakhir dengan kematian. Pada infeksi I
sedang, ketemahan umum, peart touncit, tliare intermitten dan anemia.
Universitas Gadjah Mada
4
Diagnosa
Dilakukan berdasarkan gejala klinis dan menemukan telur eating dalam tinja.
Terapi
Pemberian berbagai macam anthelmintik dapat diberikan . Pemberian Fenbendazole dosis
50 mg/kg bb per hari hingga 2 minggu post partum. Dengan Ivermectin, jumlah eating dapat
menurun drastis dengan dosis 0,3 mg/kg bb sc.
Pencegahan dan pengendalian
Pencegahan dapat dilakukan dengan menjaga keberishan, terutama pembuangan kotoran
anjing dan kucing dan penggunaan desinfektan lantai untuk membunuh telur eating.
Toksoplasmosis
Penyebab
Toxoplasma gondii
Lokasi
Jaringan
Hospes
Intermedier: Semua mamalia, manusia dan burung. Definitif: Semua hewan karnivora
golongan Feliidae (kucing).
Siklus hidup
Toxoplasma gondii dimulai setelah oosista tertelan oleh hewan berdarah panas manusia.
Parasit tersebut merupakan parasit intraseluler pada jaringan, terutama pada otot dan epitel
usus. Pada infeksi akut yang berat, parasit dapat ditemukan dalam darah dan eksudat
peritoneal. Pada kucing dan genus Felidae, siklus ini meliputi fase enteroepitelial dan
ekstraintestinal, sedangkan pada hospes lain hanya terdapat fase ekstraintestinal. Siklus di
dalam kucing ini sendiri dapat berlangsung kira-kira 20 - 24 hari setelah infeksi dengan
oosista, akan tetapi dapat hanya 3 sampai 5 hari apabila kucing tersebut menelan daging,
misalnya daging tikus yang di dalamnya terdapat sista. Baik hospes definitif maupun hospes
perantara, dapat terinfeksi dengan cara menelan oosista infektif maupun sista yang terdapat
dalam jaringan hewan penderita. Oosista tersebut di dalam usus akan pecah dan
melepaskan 8 sporozoit yang selanjutnya akan berkembang secara intraseluler di dalam
usus dan nodus limfatikus. Setelah menembus lamina propia usus, organisme akan
menyebar dalam darah dan limfe yang akhirnya terbentuklah takizort yang akan menyebar
Universitas Gadjah Mada
5
ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah dan limfe. Takizort sendiri dapat menembus selsel yang besar di dalam tubuh dan memperbanyak diri secara intraseluler sampai sel yang
ditempati menjadi hancur. Adanya kombinasi antara tanggap kebal berperantara sel dan
humoral yang terjadi pada individu yang imunokompeten, akan dapat menghambat replikasi,
sehingga
akan
menyebabkan
terhambatnya
perkembangan
sista
jaringan
yang
mengandung bradizoit. Perbanyakan dari takizort akan dapat menyebabkan luka pada
jaringan yang apabila berlangsung lama, akan menjadi parah dan menimbulkan kematian
akibat imnudefisiensi. Bradizoit sebetulnya tidak terlibat dalam proses yang dapat
menimbulkan peradangan. Oleh karena itu dapat bertahan dalam jaringan selama hidup
hospes. Bentuk dari sista jaringan akan lebih mudah terbentuk dalam sistim syaraf pusat,
otot dan organ-organ dalam. Bradizoit yang ada di dalam sista dapat juga menjadi aktif,
menyebabkan parasfiemia, mentmbutkan infeksi dan pecahnya jaringan sehingga dapat
menimbulkan gejala klinis. Oosista yang keluar dari hospes definitf akan mengatami
sporulasi di bawah kondisi alam yang sesuai menjadi 8 sporozoit, yaitu bentuk yang infektif
pada manusia dan hewan. Apabila oosista yang telah bersporulasi ini mencemari makanan
atau minuman dan kemudian tertelan oleh hospes perantara, maka akan pecah di dalam
usus. Sporozoit yang dikeluarkan tersebut akan menginfeksi dan selanjutnya mengadakan
muttiptikasi di dalam sel epitel usus dan fimfonodus di sekitarnya, sehingga akhimya
terbentuk trofozoit. Trofozort ini akan menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah dan
limfe. Selanjutnya terjadilah fase muKiplikasi secara seksual yang akan membentuk sista
jaringan dengan kandungan bradizoit yang banyak. Secara seksual (gametogenesis),
trofozoit akan mengadakan multiplikasi dan diferensiasi intraseluler secara endodiogeni,
sehingga masing-masing trofozoit akan menghasilkan dua merozoit. Siklus reproduksi yang
repetitif tersebut akan membentuk koloni organisme yang berbentuk roset dengan sel
mukosanya yang mengalami pembengkakan, kemudian pada akhirnya akan pecah. Proses
selanjutnya adalah pembelahan secara skizogoni yang akan menghasilkan 5 sampai 32
merozoit yang masuk ke dalam lumen usus dan menembus sel epitel usus di sekitarnya.
Merozoit tersebut selanjutnya akan mengalami proses pembentukan garnet atau
gametogoni yang akan menghasilkan mikrogamet (garnet jantan) dan makrogamet (garnet
betina). Apabila kedua garnet tersebut bersatu, maka terjadilah zigot atau bentukan yang
dinamakan oosista. Oosista tersebut selanjutnya akan keluar bersama dengan feses yang
masih non infektif. Melalui suatu proses yang dinamakan sporulasi, oosista tersebut akan
berkembang menjadi sporoblas yang di dalamnya masing-masing Tnengandung sporosista.
Sporosista tersebut masing-masing akan membetah diri lagi untuk menghasilkan 4
sporozott. Sehingga di dalam 1 oosista terdapat 8 sporozoit. Gametostt sendiri
pembentukannya bertangsung di datam usus halus setama 3 sampai 15 hari setelah infeksi
terjadi Periode yang dibutuhkan mulai dari masuknya oosista atau parasit ke dalam tubuh
Universitas Gadjah Mada
6
hospes hingga terjadinya gejala klinik atau periode prepaten dari toxoplasma adalah 20 - 40
hari. Perkembangan selanjutnya akan berakhir di dalam usus kucing, yaitu dengan
terbentuknya oosista. Untuk berkembang menjadi oosista di dalam tubuh kucing dapat
memerlukan yang lebih singkat, apabila infeksi yang terjadi berupa penelanan sistozott atau
bentuk bradizoitnya, yaitu berkisar antara 3-21 hari. Apabila kucing tersebut menelan bentuk
takizoit, maka perlu waktu 19-48 hari. Siklus perkernbangan Toxoplasma gondii akan lebih
sempurna apabila kucing memakan jaringan atau daging dari hospes perantara yang
mengandung sista jika dibanding menelan oosista dari tanah. Dengan demikian, maka
jumlah oosista yang dikeluarkan bersama kotoran kucing akan lebih banyak setelah
menelan sista jaringan apabila dibanding dengan menelan oosista yang bersporulasi.
Oosista adalah berrtuk dari T. gondii yang hanya terdapat pada kotoran (feses)
kucing dan sebangsanya yang menderita toksoptesmosis. Oosista ini mempunyai bentuk
sperikal dengan ukuran untuk yang bersporulasi adaiah 11-14x9-11 µn, tanpa mikropil,
residu atau butir polar dan berisi 2 sporosista berbentuk efip dengan ukuran kira-kira 8,5 x 6
µn, tanpa disertai benda stieda. Sporozoit memiliki ukuran 8x2 µm. Tiap-tiap oosista
mengandung 4 sporosista yang mempunyai bentuk elipsoid. Sporulasi terjadi pada
temperatur 24 °C dalam waktu 2 sampai 3 hari dan oosista yang bersporulasi memiliki
ukuran 13 x 12 µm. Bentuk ini sangat tahan terutama yang telah mengalami sporulasi
(mengandung sporozoit) dapat bertahan selama 306 hari pada suhu 37 °C dan pada suhu
antara 37 °C - 50 °C, oosista yang belum bersporulasi hanya akan dapat bertahan selama
24 jam. Dengan pendinginan pada suhu -21 °C, pada oosista yang belum bersporulasi akan
dapat bertahan sampai 28 hari. Sedangkan pada suhu -6 °C oosista ini mampu bertahan
sampai 14 hari. Selanjutnya, pada kondisi tingkungan yang optimal, oosista dapat bertahan
infektif hingga 5 tatrun. Meskipun demikian ternyata tidak ada hubungan antara kejadian
toksoplasmosis yang dideteksi secara serologis dari suatu hospes dengan keadaan cuaca
atau perubahan iklim.
Oosista-oosista yang dilepaskan oleh kucing, selanjutnya pada saat hujan dapat
mengapung di permukaan air, dapat masuk ke dalam larva cacing, menempel di tubuh
cacing, atau terjilat oleh insekta. Dengan demikian, dengan cara tersebut memungkinkan
oosista-oosista
dapat
menyebar
kemana-mana
sebagai
suatu
sumber
infeksi
toksoplasmosis.
Suatu infeksi buatan pernah dilakukan terhadap kucing dengan memberikan 1 juta
oosista per oral. Pada saat defekasi pertama, dapat ditemukan 1 juta oosista-oosista dari 1
gram tinja kucing. Jumlah tersebut memang tergantung pada infeksi yang diberikan
sebelumnya. Dalam proses selanjutnya selama periode prepaten, dapat dihasilkan hingga
600 juta oosista.
Penularan toksoplasmosis dapat terjadi dengan cara kongenital dan perolehan. Cara
Universitas Gadjah Mada
7
penularan kongenital adalah dengan masuknya organism parasit tersebut melalui plasenta
dari ibu yang dipindahkan dari hospes definitif (kucing) yang terinfeksi yang menular ke
fetusnya (bayi). Kucing biasanya menderita toksoplasmosis namun tanpa menunjukkan
gejala atau asimtomatik. Kejadian tersebut beriangsung subktinik, akan tetapi pada
keturunannya manifestasi tersebut dapat menjadi infeksi klinik. Penularan dengan cara
perolehan tersebut dapat terjadi selama periode embrionik melalui berbagai cara, misatnya
peroral, melatui luka, melalui telur cacing dan sebagainya.
Penularan yang paling sering terjadi pada manusia dan hewan termasuk unggas
adalah melalui makanan yang terkontaminasi oleh oosista dari imja kucing atau
sebangsanya. Pada kenyataannya, infeksi yang terjadi melalui oosista dari kucing, ternyata
kurang berperan menimbulkan toksoplasmosis jika dibanding dengan infeksi yang diperoleh
melalui daging yang tercemar sista.
Penularan pada manusia paling sering terjadi dengan cara mengkonsumsi daging
mentah atau daging kurang matang, terutama daging domba dan babi. Selain itu juga sering
terjadi akibat makan sayuran mentah yang tidak dicuci sebelumnya. Infeksi lain yang
potensial adalah melalui plasenta, minum air susu domba atau menghirup udara yang
tercemar oosista.
Prevalensi yang tinggi akibat toksoplasmosis sering dijumpai pada daerah dataran
rendah. Telah banyak penetitian yang dilakukan lerhadap kejadian penyakit Toksoplasmosis
dengan tingkat prevalensi yang beraneka ragam dengan tergantung pada musim, ada
tidaknya toeing dan sebangsanya serta letak geografis. Beberapa faktor lain yang ikut
mempengaruhi tingkat prevalensi toksoplasmosis adalah : kepekaan spesies, kebiasaan
makan rumput dan adanya sejumlah oosista dari kucing liar yang terinfeksi oosista
toksoplasma.
Gejala
Pada umumnya toksoplasmosis tidak menunjukkan gejala yang khas. Hal tersebut terjadi
terutama pada kasus setema siklus enteroepitelial, sehingga pada penyakit ini tidak
memberikan gambaran spesifik pada saluran gastrointestinal. Berlainan dengan kasus
toksoplasmosis ekstraintestinal, gambaran klinisnya lebih terlihat dengan infeksi melalui
plasenta. Hal ini dapat berakibat kematian pada anak yang dikandungnya. Gejala-gejala
klinis yang sering menyertai toksoplasmosis adalati demam, hiperestesia otot, turunnya
berat badan tubuh, anoreksia dan ataksia,
Terdapat 3 tipe infeksi T. gondii dengan menunjukkan gejata klinis yang berbeda,
yaitu toxoplasmosis akut, sub akut dan kronis. Dari ketiga gejala tersebut, tampaknya
loksoplasmosis subakut merupakan infeksi yang lebih nyata terjadi sebagai akibat dari
kerusakan sistim syaraf pusat dan kerusakan jaringan. Begitu banyaknya orang dengan
Universitas Gadjah Mada
8
hasil pemeriksaan serologis positif terhadap toksoplasmosis, menandakan, bahwa infeksi ini
sebetulnya jinak. Sebagian besar dari orang-orang tersebut tidak atau hanya sedikit
menunjukkan gejala ringan misatnya pilek ataupun flu ringan. Mungkin gejala yang lebih
berat akan terlihat pada infeksi kongenital, transpiasentai atau pada pasien yang rentan.
Kucing di seluruh dunia merupakan sumber laten dari infeksi Toxop/asma gondii.
Infeksi Toksoplasma pada kucing tidak menunjukkan gambaran Minis yang spesifik.
Dari suatu penelitian hanya dijumpai gejala klinis pada kucing yang baru dilahirkan dengan
gejala klinis seperti enteritis, hepatitis, miokarditis, miositis, pneumoni dan ensefalitis,
Setelah 2 minggu kemudian gejala klinis ini menjadi hilang dan kadang-kadang masih
disertai temperatur tubuh yang meningkat. Gejala-gejala spesifik yang lain tidak dijumpai.
Pada kucing yang dijumpai dengan mengeliminasikan oosista dalam jumlah besar, hanya
sedikit terjadi diare ringan. Beberapa laporan penelitian dan pengamatan terhadap kejadian
infeksi alam pada kucing dijumpai adanya gejala-gejala anoreksia, demam, gejala gangguan
pemafasan dan ensefalitis. Toksoplasmosis yang kronis sering disertai adanya gejala-gejala
anoreksia, anemia, abortus, steril, gangguan syaraf pusat, demam, miokarditis dan
gangguan pernafasan. Pada kucing umur 2 minggu dengan toksoplasmosis akut, sebelum
mati akan menunjukkan gejala pneumonia, hepatitis, miokarditis, ensefalitis dan retinitis
yang kemungkinan besar infeksi ini diperoleh secara transplasenter. Penelitian pada kucing
yang menderita toksoplasmosis bersama dengan infeksi Feline Immunodeficiency Virus
(FIV), infeksi dapat berkembang menjadi suatu tnfeksi dengan gejala-gejata penyakit klinis.
Toxoplasma gondii merupakan penyakit parasiter yang sering terjadi juga pada
hewan karnivora. Anjing datang hari ini juga berperan penting dalam penyebaran
toksoplasmosis. Penelitian secara serologis pada anjing di Eropa menunjukkan adanya
tingkat prevalensi yang besarnya 7 - 89 %. Anjing biasanya mendapat infeksi dari T. gondii
terutama karena makan daging yang mengandung sista. Infeksi yang lain dapat diperoleh
melalui kontaminasi dari kotoran kucing yang terinfeksi toksoplasmosis. Dari infeksi ini,
anjing merupakan awal dari sumber infeksi untuk hewan yang fain. Sista yang diperoleh per
oral dalam bentuk sporozoit akan menembus organ dan berkembang lebih lanjut secara
endodiogeni. Infeksi toksoplasmosis pada anjing pada umumnya juga berjalan tanpa
menunjukkan gejala klinis yang spesifik, karena parasit ini secara teratur dikeluarkan oleh
anjing yang sehat.
Infeksi laten Toksoplasma pada unggas diduga dijumpai pada berbagai jenis burung
dan unggas yang dipelihara di rumah. Dari jenis-jenis unggas yang mungkin dapat terinfeksi
adalah : ayam, kalkun, burung merpati dan itik. Selain itu pada burung kenari dan bangau
pernah juga dilaporkan adanya kematian akibat toksoplasmosis. Dalam peternakan unggas
yang dipelihara secara intensif, kasus infeksi toksoptasmosis jarang dijumpai.
Universitas Gadjah Mada
9
Diagnosa
Diagnosa toksoplasmosis secara klinis pada hewan dan manusia sangat diteguhkan
mengingat penyakit ini bersifat asimtomatis atau subklinis pada infers kronis, sedangkan
pada infeksi yang akut, gejala umumnya mirip dengan penyakit infeksi lain. Sehingga perlu
dilakukan upaya pembuktian adanya Toxoplasma gondii dengan berbagai cara. Secara
umum, diagnosa toksoplasmosis dapat ditegakkan dengan mengelompokkannya menjadi 3
macam, yaitu diagnosa klinis, biologis dan laboratoris. Diagnosa akan menjadi lebih sulit,
jika gejala klinis toksoplasmosis menyerupai penyakit infeksi dan non infeksi yang lain.
Untuk itu, perlu dilakukan diagnosa lain yang meyakinkan dengan cara isolasi parasit
tersebut dan menginokulasikan jaringan yang diduga pada meneit atau hewan-hewan
percobaan lain yang peka.
Diagnosa-diagnosa tersebut di atas, masing-masing memiliki kelebihan dan
kekurangan. Diagnosa serologis dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi di dalam
serum berupa IgM dan IgG, serta adanya antigen dalam tubuh hospes. Kadang-kadang
suatu diagnosa menjadi tidak sensitif terutama pada pasien yang memiliki respon imun
kurang. Selain itu, dengan pemeriksaan histologis juga kadang-kadang tidak menemukan
adanya parasit, mengingat perubahan pada toksoplasmosis tidak spesifik.
Pencegahan
Toksoplasmosis di seluruh dunia kejadiannya relatif tinggi. Diduga hampir 500 juta manusia
dari seluruh dunia secara serologis menderita toksoplasmosis. Di USA diperkirakan 3000
bayi yang lahir menderita toksoplasmosis kongenital setiap tahun dan menimbulkan beban
biaya perawatan antara US$ 31 - 40 juta. Angka tersebut belum termasuk kerugian moril
akibat keguguran atau kematian bayi.
Toksoplasmosis pada kambing dan domba memegang peranan yang sangat
penting, mengingat kasus abortus yang banyak terjadi terutama pada domba. Di seluruh
dunia kurang lebih terdapat 20-100% domba yang seropositif terhadap toksoplasmosis.
Sedangkan pada anak domba di Inggris, terdapat angka 2,2 % seropositif. Sumber infeksi
toksoplasmosis di peternakan domba kebanyakan berasal dari pakan yang tercemar oosista
toksoplasma dan infeksi dapat tahan selama 2 tahun.
Mengingat infeksi yang sering terjadi adalah per oral atau melalui mulut, maka hal
tersebut dijadikan sebagai dasar utama pencegahan masuknya bentuk infektif ke dalam
tubuh hospes definitif atau hospes perantara. Beberapa cara berikut ini dianjurkan
sebagai upaya untuk mencegah infeksi toksoplasmosis pada manusia:

Daging yang akan dikonsumsi, terutama daging domba, babi dan kelinci, harus
dimasak terlebih dahulu agar sista-sista toksoplasma yang mungkin terbawa di
dalam daging tersebut mati.
Universitas Gadjah Mada
10

Kucing yang dipelihara di rumah sebaiknya diberi pakan matang untuk mencegah
infeksi yang masuk ke dalam tubuh kucing. Tempat pakan, minum dan alas tidur
harus selalu dicuci/dibersihkan. Bak pasir kotoran kucing dibuang ke dalam kakus.

Hindari kontak antara kucing yang dipelihara dengan hewan - hewan mamalia liar,
seperti rodensia liar (tikus, bajing, musang, dll.) dan reptilia kecil seperti cecak, kadal
dan
bengkarung
yang
kemungkinan
dapat
sebagai
hewan
perantara
toksopfasmosis.

Penanganan terhadap kotoran kucing, sebaiknya dengan menggunakan sarung
langan yang disposable (dibuang setelah dipakai).

Bagi wanita yang mengandung, terutama yang dinyatakan secara serologis sudah
negatif, jangan memelihara atau menangani kucing, kecuali apabila memakai sarung
tangan.

Apabila seseorang sedang mernegang daging, bekerja dengan daging atau organ
yang masih mentah, hindari untuk tidak menyentuh mata, mulut atau hidung.
Peralatan dapur setelah selesai, sebaiknya segera dicuci dengan sabun.

Bagi orang yang senang berkebun atau bekerja di kebun, sebaiknya menggunakan
sarung tangan, mencuci sayuran atau buah sebelum dimakan.

Darah penderita seropositif tidak boleh ditransfusikan pada penderita yang
menderita imunosupresif, demikian pula transplantasi organ pada penderita
seronegatif harus dari seseorang dengan seronegatif Toxop/asmos/s.

Pemberantasan terhadap lalat dan kecoa sebagai pembawa oosista perlu dilakukan.

Penggunaan desinfektan komersial yang ada di toko-toko dapat berguna untuk
membasmi oosista.

Bagi yang memiliki hewan peliharaan di rumah, sebaiknya selalu memeriksakan
hewan kesayangannya tersebut pada dokter hewan praktek secara rutin atau
Poliklinik Hewan terdekat agar supaya hewan kesayangannya selalu dalam keadaan
sehat.
Sirkulasi dan jaringan
Hepatozoon
Penyebab
Parasit ini disebabkan oleh Hepatozoon sp. Pada genus ini merogoni di dalam viscera
vertebrata. Pembuahan Dan sporogoni dalam caplak, tungau, kutu, lalat, nyamuk atau
avertebrata penghisap darah. Hospes vertebrata terinfeksi karena makan hospes
intermedier vertebrata. Sporozoit dilepaskan dalam usus, menembus, masuk peredarah
darah ke hepar, pulmo, limpa atau sumsum tulang. Sporozoit menjadi sejumlah merozoit
melalui pembelahan ganda. Merozoit generasi terakhir masuk ke dalam darah.
Universitas Gadjah Mada
11
Hepatozoon canis
Terdapat di seluruh dunia dan berparasit pada anjing dan kucing.
Siklus hidup
Merogoni terjadi dalam limpa Dan sumsum tulang. Ada beberapa tipe meront. Meront
menghasilkan makro Dan mikromeront. Mikromerozoit masuk leukosit membentuk gamont
yang dikelilingi kapsul lebut. Mereka dapat keluar dari leukosit Dan kapsul Dan bebas dalam
darah. Vektornya caplak Rhipicephalus sanguineus. Nimfa Dan deasa dapat menularkan
infeksi. Anjing terinfeksi karena makan caplak yang terinfeksi
Gejala klinis
Seringkali terlihat pada anjing yang sehat tapi sbtlnya berat, demam, kurus, anemia Dan
limpa membesar. Anjing dapat mati pada umur 4-8 minggu
Pengendalian dan Pencegahan
Pengendaliannya dilakukan dengan mencegah infestasi caplak.
Hepatozoon felis
Hepatozoon ini terdapat pada kucing.
Penutup
Topik pokok bahasan ini secara keseluruhan dapat dipahami intisarinya dengan cara
mahasiswa mengerjakan soal-soal berikut ini:
1. Jelaskan tentang penyakit-penyakit helminthiosis pada anjing dan kucing !
2. Jelaskan tentang toksoplasmosis pada hewan !
3. Jelaskan mengenai infeksi hepatozoonosis pada anjing !
4. Terangkan mengenai arthropoda yang menyerang anjing !
Universitas Gadjah Mada
12
Download