I. PENDAHULUAN Latar Belakang Kucing merupakan salah satu hewan kesayangan yang perlu mendapat perhatian untuk dipelihara dan dikembangbiakkan. Sebagai hewan kesayangan, kucing mempunyai daya tarik tersendiri karena bentuk tubuh, mata dan warna bulu yang beraneka ragam. Kucing yang dipelihara sekarang merupakan kucing domestik dengan nama Felis catus atau Felis domesticus (Mariandayani, 2012). Kucing hidup dalam hubungan mutualistik dengan manusia. Selama hidupnya kucing memiliki potensi untuk terserang penyakit. Ketika kucing sakit, banyak faktor yang kemungkinan terlibat di dalamnya, di antaranya genetika, lingkungan, nutrisi, sistem imun, dan yang terpenting tingkat kepedulian pemilik kucing dalam melakukan pencegahan penyakit. Ada sejumlah penyakit yang dapat menjangkiti kucing, contohnya dermatofitosis (ringworm) (Satyadarma dan Masanto, 2011). Ringworm atau dermatofitosis adalah infeksi oleh cendawan pada bagian kutan/superfisial atau bagian dari jaringan lain yang mengandung keratin (bulu, kuku, rambut dan tanduk). Penyebab ringworm ialah cendawan dermatofit yaitu sekelompok cendawan dari genus Epidermophyton, Microsporum dan Trichophyton. Masing-masing jenis dermatofit mempunyai kecenderungan menginfeksi jenis hewan yang berbeda, misalnya pada sapi (Trichophyton verrucosum), kuda (T. equinum dan Microsporum equinum), anjing dan kucing (M. canis), mencit dan kucing (T. quenckeanum). Gejala ringworm pada kucing ditandai dengan adanya pembentukan sisik tanpa adanya lesi, gatal-gatal, alopecia, dan kerak-kerak yang nyata. Lesi ini sering ditemukan di daerah muka dan kaki, dalam 1 2 keadaan infeksi yang lebih parah dapat meluas ke beberapa bagian tubuh (Ahmad, 2005; Gholib dan Rahmawati, 2010). Dermatofitosis pada anjing dan kucing dapat didiagnosa dengan bantuan Wood’s lamp, tetapi tidak dapat digunakan untuk mengecualikan jenis infeksi. Diagnosis pasti ditegakkan dengan kultur fungi pada Dermatophyte Test Medium (DTM). Diagnosa infeksi pada hewan carrier asimtomatik dilakukan dengan cara menyikat rambut hewan dengan sikat gigi baru dan kemudian rambut dan sisik yang didapat diinokulasi pada cawan kultur dengan ditekan pada permukaan medium (Merchant, 2013). Kasus-kasus dermatofitosis pada kucing dan anjing banyak ditemukan pada pasien klinik dokter hewan praktek di Indonesia namun belum banyak laporan resmi (publikasi ilmiah). Prevalensi ringworm pada kucing di negara lain yaitu di Denmark 29,1%, di Inggris 27%, di Amerika Serikat 30,8%, di Jerman 36,0% dan Selandia Baru 35,2%, dari berbagai macam jumlah sampel dan tahun berbeda. Menurut Ahmad (2005), prevalensi ringworm di Indonesia pada anjing 10,2% dan kucing 44% dengan jumlah sampel hewan dan tahun kejadian yang berbeda. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengisolasi dan mengidentifikasi ragam spesies fungi dari kulit kucing yang didiagnosa dermatofitosis. 3 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini yaitu diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat dan para dokter hewan mengenai beberapa spesies fungi yang dapat menginfeksi kulit kucing yang didiagnosa dermatofitosis dan dapat dijadikan sebagai acuan dalam pencegahan penyakit serta dalam menentukan pengobatan yang tepat. x x