PENGETAHUAN REMAJA PEREMPUAN TENTANG DAMPAK

advertisement
Pengetahuan remaja perempuan
1
PENGETAHUAN REMAJA PEREMPUAN TENTANG
DAMPAK PSIKOLOGIS DAN SOSIAL PERNIKAHAN DINI
DI SMP NEGERI X JAKARTA
Amelia Eka Putri1, Mustikasari2
1.
2.
Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Kampus FIK UI, Depok, Jawa Barat – 16424
Keilmuan Keperawatan Jiwa, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Kampus FIK UI,
Depok, Jawa Barat – 16424
E-mail: [email protected]
Abstrak
Pernikahan dini dapat menimbulkan beberapa dampak bagi tahap perkembangan remaja, termasuk dampak secara
psikologis dan sosial. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengetahuan remaja perempuan terkait dampak
tersebut. Desain penelitian kuantitatif dengan metode deskriptif ini dilakukan kepada 101 responden yang
merupakan siswi kelas VII, VIII, dan IX. Peneliti melakukan analisis secara univariat. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sejumlah 56.44% responden memiliki pengetahuan yang kurang terkait dampak psikologis
pernikahan dini. Selain itu, sejumlah 51.49% responden juga memiliki pengetahuan yang kurang terkait dampak
sosial pernikahan dini. Sosialisasi melalui intervensi keperawatan perlu dikembangkan dan dilakukan untuk
meningkatkan pengetahuan tersebut, sebagai salah satu upaya pencegahan pernikahan dini pada remaja, khususnya
remaja perempuan.
Kata kunci: dampak psikologis, dampak sosial, pengetahuan, pernikahan dini, remaja perempuan
Abstract
Early marriage gives some impacts related to the developmental stage of adolescent, included psychological and
social impacts. The objective of this research is to describe the knowledge of female adolescents regarding that
impacts. This quantitative and descriptive research is conducted towards 101 respondents, who are the students
from VII, VIII, and IX grades. This research uses univariate analysis. The result shows that 56.44% respondents
have less level of knowledge regarding the psychological impacts. Besides that, 51.49% respondents also have less
level of knowledge regarding the social impacts. Socialization using nursing intervention has to be developed and
applied to increase that knowledge, as one of the efforts to prevent early marriage among adolescents, especially
female adolescents.
Keywords: early marriage, female adolescent, knowledge, psychological impacts, social impacts
Pendahuluan
Jumlah remaja di dunia pada tahun 2012
mencapai 17% dari total penduduk dunia,
yaitu sekitar 1.185.392.000 jiwa. Sementara
itu, jumlah remaja di Indonesia mencapai
44.619.000 jiwa, yaitu sekitar 18% dari
keseluruhan total penduduk (UNICEF, 2014).
Remaja didefinisikan sebagai individu yang
mengalami pertumbuhan dan perkembangan
setelah masa kanak-kanak menuju masa
dewasa (World Health Organization, 2014).
Rentang usia remaja menurut World Health
Organization (2014) adalah 10–19 tahun.
Sementara itu, rentang usia remaja di
Indonesia dibagi menjadi dua tahap, yaitu 1216 tahun untuk remaja awal dan 17–25 tahun
untuk remaja akhir (Depkes RI, 2009).
Selanjutnya, peneliti membatasi penelitian
pada remaja di Sekolah Menengah Pertama
Pengetahuan remaja…, Amelia Eka Putri, FIK UI, 2014
Pengetahuan remaja perempuan
(SMP), yang pada umumnya berada dalam
rentang remaja awal.
Remaja awal mengalami proses pertumbuhan
dan perkembangan yang cukup signifikan,
sebagai suatu transisi dari masa kanak-kanak.
Perkembangan dapat terjadi secara biologis,
psikologis, sosial, dan kognitif (Paludi, 2002).
Perkembangan yang terjadi pada remaja
selama masa transisi tersebut turut menjadikan
remaja sebagai salah satu kelompok yang
berisiko mengalami berbagai permasalahan
(Maurer & Smith, 2005). Efendi dan
Makhfudli (2009) menjelaskan bahwa
berbagai permasalahan tersebut dapat muncul
apabila terdapat faktor-faktor eksternal lain
yang
mendukung,
misalnya
kondisi
lingkungan remaja yang negatif. Salah satu
permasalahan remaja yang hingga saat ini
masih menjadi permasalahan global adalah
pernikahan dini.
Pernikahan
dini
didefinisikan
sebagai
pernikahan yang dilakukan oleh seseorang
yang berusia di bawah 18 tahun (Fadlyana &
Larasati, 2009; Walker, 2012). Indonesia
menempati urutan ke-37 di dunia dan urutan
ke-2 di ASEAN sebagai negara yang memiliki
jumlah perkawinan dini terbanyak. Hasil Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun
2010 menunjukkan bahwa angka pernikahan
dini di Indonesia berkisar 4.8% pada usia 10–
14 tahun dan 41.9% pada usia 15–19 tahun.
Sementara itu, angka pernikahan dini di
Jakarta mencapai 3.2% pada usia 10-14 tahun
dan 29.9% pada usia 15-19 tahun
(Kementerian
Kesehatan
RI,
2010).
Selanjutnya, perbandingan jumlah remaja
perempuan dan remaja laki-laki yang sudah
menikah adalah 11,7 % berbanding 1,6 %
(Kementerian Kesehatan RI, 2010). Hal
tersebut menunjukkan bahwa pernikahan dini
lebih banyak terjadi pada remaja perempuan.
Menurut BKKBN (2012), sejumlah lebih dari
22.000 perempuan Indonesia yang berusia 1014 tahun sudah berstatus menikah. Oleh sebab
itu, peneliti membatasi penelitian pada remaja
perempuan.
2
Tingginya angka pernikahan dini di Indonesia
dapat disebabkan oleh beberapa faktor, salah
satunya adalah pengetahuan remaja terkait
pernikahan dini itu sendiri. Notoatmodjo
(2007) menjelaskan bahwa pengetahuan
berperan
dalam
proses
pembentukkan
perilaku. Selain itu, pengetahuan merupakan
domain pembelajaran kognitif (Notoatmodjo,
2007), sementara remaja awal merupakan
tahap dimulainya perkembangan kognitif yang
matang (Saewyc, 2007). Oleh karena itu,
peneliti menjadikan pengetahuan remaja
sebagai fokus pada penelitian ini.
Pengetahuan remaja yang diteliti dalam
penelitian adalah pengetahuan tentang dampak
dari pernikahan dini. International Center for
Research on Women (2010) menyatakan
bahwa pernikahan dini memiliki dampak
secara biologis, psikologis, dan sosial.
Beberapa penelitian terdahulu lebih fokus
kepada pengetahuan remaja tentang dampak
pernikahan dini secara umum maupun dampak
pernikahan dini secara biologis terkait
kesehatan reproduksi. Oleh sebab itu, peneliti
memfokuskan penelitian ini pada dua dampak
lainnya, yaitu dampak secara psikologis dan
sosial.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh
peneliti pada bulan Oktober dan November
2013 menggambarkan bahwa hampir semua
siswi SMP Negeri X Jakarta memiliki faktor
risiko pernikahan dini (tinggal di lingkungan
masyarakat dengan ekonomi dan pendidikan
rendah, terpapar video porno, dan berpacaran),
belum pernah mendapat edukasi terkait
pernikahan dini, serta berada di lingkungan
orang-orang yang melakukan pernikahan dini.
Oleh sebab itu, mereka termasuk dalam
kelompok
yang
berisiko
melakukan
pernikahan dini. Selanjutnya, pertanyaan
penelitian yang muncul adalah bagaimana
gambaran pengetahuan remaja perempuan
tentang dampak psikologis dan sosial
pernikahan dini di SMP Negeri X Jakarta?
Berdasarkan pertanyaan penelitian tersebut,
penelitian ini dilakukan dengan tujuan
Pengetahuan remaja…, Amelia Eka Putri, FIK UI, 2014
Pengetahuan remaja perempuan
memperoleh gambaran pengetahuan remaja
perempuan tentang dampak psikologis dan
sosial pernikahan dini di SMP Negeri X
Jakarta. Selain itu, peneliti juga turut meneliti
gambaran karakteristik responden berdasarkan
usia.
Metode
3
Hasil
Tabel 1. Distribusi Usia Siswi SMP Negeri X Jakarta
Tahun 2014 (n=101)
Variabel
Mean
Median
Std.
Deviasi
MinMaks
95% CI
Usia
13.59
14.00
0.982
12-15
13.4013.79
Peneliti menggunakan desain penelitian
kuantitatif dengan metode deskriptif. Sampel
pada penelitian ini adalah 101 siswi SMP
Negeri X Jakarta, yang berasal dari kelas VII,
VIII, dan IX. Seluruh sampel merupakan siswi
yang berstatus aktif dan bersedia menjadi
responden. Pengambilan sampel dilakukan
menggunakan teknik proportional stratified
sampling.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
adalah kuesioner berbentuk pilihan ganda yang
dibuat sendiri oleh peneliti. Setelah dilakukan
uji coba kepada 31 orang responden,
pertanyaan untuk variabel pengetahuan tentang
dampak psikologis pernikahan dini berjumlah
12 butir dengan nilai validitas 0.393 s.d. 1.000
dan nilai reliabilitas 0.651. Sementara itu,
pertanyaan untuk variabel pengetahuan tentang
dampak sosial pernikahan dini berjumlah 18
butir dengan nilai validitas 0.313 s.d. 0.956
dan nilai reliabilitas 0.629. Pada variabel
pengetahuan tentang dampak psikologis
pernikahan
dini,
tingkat
pengetahuan
dikategorikan baik jika skor > 9 dan
dikategorikan kurang jika skor < 9. Sementara
itu, data pada variabel pengetahuan tentang
dampak sosial pernikahan dini tingkat
pengetahuan dikategorikan baik jika skor > 12
dan dikategorikan kurang jika skor < 12.
Pengolahan data yang dilakukan oleh peneliti
meliputi editing, coding, processing, dan
cleaning. Selanjutnya, analisis data dilakukan
secara univariat. Data usia responden dibuat
dalam bentuk numerik berupa nilai pemusatan
dan penyebaran data. Sementara itu, data
pengetahuan responden dibuat dalam bentuk
kategorik berupa persentase.
Gambar 1. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Siswi
SMP Negeri X Jakarta Tentang Dampak Psikologis
Pernikahan Dini Tahun 2014 (n=101)
Gambar 2. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Siswi
SMP Negeri X Jakarta Tentang Dampak Sosial
Pernikahan Dini Tahun 2014 (n=101)
Pembahasan
Secara umum, siswi SMP Negeri X Jakarta
memiliki rentang usia 12-15 tahun. Hasil
penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Nuryati dan Pratami
(2012) mengenai perilaku seks di SMP
Semarang. Penelitian tersebut memberikan
Pengetahuan remaja…, Amelia Eka Putri, FIK UI, 2014
Pengetahuan remaja perempuan
informasi bahwa pelajar di SMP Semarang
juga memiliki rentang usia 12-15 tahun.
Menurut Monk dkk (2002), usia 12-15 tahun
merupakan rentang usia remaja awal. Hal
tersebut juga sesuai dengan rentang usia
remaja awal yang berlaku di Indonesia.
Depkes RI (2009) membatasi remaja awal
pada rentang usia 12-16 tahun. Hasil penelitian
ini memberikan gambaran secara umum
bahwa pelajar SMP merupakan individu dalam
tahap remaja awal, termasuk para siswi SMP
Negeri X Jakarta.
4
pengetahuan terkait pernikahan dini yang
diteliti merupakan gabungan dari beberapa hal,
yang meliputi definisi, faktor risiko, serta
dampak pernikahan dini. Perbedaan kedua,
penelitian
tersebut
mengkategorikan
pengetahuan menjadi tiga tingkat, yaitu tinggi,
cukup, dan rendah. Perbedaan ketiga, rentang
usia remaja perempuan yang diteliti lebih luas,
yaitu 10-19 tahun.
Hal yang sama juga dijelaskan oleh Dariyo
(2004) bahwa para pelajar yang duduk di
bangku SMP umumnya sedang berada pada
tahap remaja awal. Indonesia memiliki
peraturan bahwa usia minimal warga negara
yang diterima sebagai pelajar Sekolah Dasar
(SD) adalah 7 tahun. Hal tersebut tercantum
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun
2010 pasal 69 ayat 4. Normalnya, pendidikan
SD diselesaikan dalam waktu enam tahun,
sehingga usia yang ideal untuk masuk ke
jenjang pendidikan SMP adalah 12-13 tahun.
Selanjutnya, pelajar menjalani pendidikan
SMP yang normalnya diselesaikan dalam
waktu tiga tahun hingga usianya mencapai 1415 tahun. Rentang usia 12-15 tahun di SMP
tersebut menunjukkan bahwa pelajar SMP
identik dengan remaja awal.
Pengetahuan
remaja
perempuan
pada
penelitian Gustimawati (2013) cenderung lebih
baik dibandingkan dengan pengetahuan remaja
perempuan pada penelitian ini. Perbedaan
yang ketiga menunjukkan bahwa penelitian
Gustimawati (2013) tersebut dilakukan kepada
responden dengan usia yang lebih tinggi.
Menurut Notoatmodjo (2007), usia merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat
pengetahuan seseorang. Semakin bertambah
usia akan semakin berkembang pula daya
tangkap dan pola pikirnya, sehingga
pengetahuan yang diperolehnya semakin
membaik. Hal tersebut didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2012) di
SMPIT Anugerah Insani Bogor terkait
pengetahuan tentang seksualitas. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa pelajar
berusia 15 tahun memiliki pengetahuan yang
lebih baik dibandingkan dengan pelajar
berusia 12, 13, dan 14 tahun.
Selanjutnya, siswi SMP Negeri X Jakarta
memiliki pengetahuan yang kurang terkait
dampak psikologis pernikahan dini. Tidak
hanya itu, pengetahuan para siswi terkait
dampak sosial pernikahan dini juga tergolong
kurang. Hasil penelitian ini tidak sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh
Gustimawati (2013). Penelitian tersebut
menunjukkan bahwa pengetahuan remaja
perempuan di Kecamatan Bukit Barisan,
Kabupaten 50 Kota terkait pernikahan dini
tergolong cukup (hampir tinggi). Responden
dalam penelitian tersebut sama-sama remaja
perempuan. Namun, penelitian Gustimawati
(2013) memang memiliki beberapa perbedaan
dengan penelitian ini. Perbedaan pertama,
Berikutnya, hasil penelitian ini juga tidak
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Patricia, Amodu, dan Sangowawa (2012).
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
pengetahuan tentang dampak pernikahan dini
pada remaja berusia 10-14 tahun di daerah
Sasa,
Nigeria
tergolong
baik.
Jika
dibandingkan dengan penelitian ini, penelitian
Patricia, Amodu, dan Sangowawa (2012)
tersebut sama-sama dilakukan kepada remaja
awal, namun responden penelitian yang
diperoleh lebih banyak remaja laki-laki.
Berkaitan dengan jenis kelamin, penelitian lain
yang dilakukan oleh Jusoh (2010) terkait
pengetahuan tentang penyakit jantung koroner
di Kelurahan Tanjung Rejo menunjukkan
Pengetahuan remaja…, Amelia Eka Putri, FIK UI, 2014
Pengetahuan remaja perempuan
bahwa laki-laki memiliki pengetahuan yang
baik lebih dibandingkan dengan perempuan.
Berdasarkan hasil dua penelitian tersebut, jenis
kelamin tampak berpengaruh terhadap
pengetahuan seseorang. Namun, hal tersebut
tidak sesuai dengan teori mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi pengetahuan.
Menurut Notoatmodjo (2007), jenis kelamin
bukan merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi pengetahuan. Oleh karena itu,
kemungkinan terdapat faktor-faktor lain yang
turut mempengaruhi.
Salah satu faktor yang juga dapat
mempengaruhi
pengetahuan
adalah
pengalaman
(Notoatmodjo,
2007).
Pengalaman
menghasilkan
proses
pembelajaran, sehingga akan menambah
pengetahuan seseorang. Pengetahuan siswi
SMP Negeri X Jakarta tentang dampak
psikologis pernikahan dini dipengaruhi oleh
pengalaman
psikologisnya.
Menurut
Hergenhahn dan Olson (2008), pengalaman
psikologis diperoleh dari fakta psikologis,
yaitu hal-hal yang disadari dan dirasakan oleh
diri sendiri. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa siswi SMP Negeri X Jakarta memiliki
pengetahuan yang kurang terkait dampak
psikologis pernikahan dini. Hal tersebut dapat
terjadi karena para siswi tidak memiliki
pengalaman psikologis terkait pernikahan dini.
Para siswi dalam penelitian ini tidak
melakukan pernikahan dini, sehingga mereka
tidak merasakan dampaknya secara psikologis.
Mayoritas siswi SMP Negeri X Jakarta
memang memiliki kenalan yang menikah dini,
seperti keluarga, tentangga, serta teman.
Namun, pengalaman psikologis orang lain
seringkali tidak dapat diobservasi dari luar.
Dampak psikologis pernikahan dini berupa
perasaan malu dan stres biasanya hanya akan
diketahui oleh yang mengalaminya. Oleh
karena itu, pemikiran yang salah mengenai
suatu hal dapat muncul karena kurangnya
informasi mengenai hal tersebut (Hergenhahn
& Olson, 2008).
5
Sementara itu, pengetahuan siswi SMP Negeri
X Jakarta tentang dampak sosial pernikahan
dini dipengaruhi oleh pengalaman sosialnya.
Seseorang memperoleh pengalaman sosial
ketika mengamati dan berinteraksi dengan
lingkungan sosial. Dariyo (2004) menjelaskan
bahwa yang dimaksud dengan lingkungan
sosial meliputi keluarga, tetangga, teman,
lingkungan pendidikan, maupun media masa.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya,
mayoritas siswi SMP Negeri X Jakarta
memang memiliki keluarga, tetangga, ataupun
teman yang menikah dini. Pengamatan dan
interaksi para siswi dengan orang-orang yang
menikah dini tersebut dapat dikatakan sebagai
pengalaman sosialnya terkait pernikahan dini.
Berbeda dengan pengalaman psikologis,
pengalaman
sosial
biasanya
lebih
memungkikan untuk diobservasi. Para siswi
dapat mengamati kondisi aktivitas, pendidikan,
serta ekonomi dari orang-orang yang menikah
dini tersebut. Informasi terkait hal tersebut
juga dapat dilakukan dengan berinteraksi
langsung, baik dengan orang-orang yang
bersangkutan ataupun dengan orang-orang lain
di sekitarnya. Meskipun para siswi memiliki
kenalan orang-orang yang menikah dini, tidak
dapat dipastikan bahwa para siwi tersebut
dapat melakukan pengamatan dan interaksi
yang baik dalam memperoleh informasi terkait
dampak sosial pernikahan dini. Hasil
penelitian ini pun menunjukkan bahwa
pengetahuan para siswi terkait hal tersebut
masih kurang, padahal para siswi memiliki
keluarga, teman, maupun tetangga yang
menikah dini. Oleh karena itu, dimungkinkan
lingkungan sosial yang lain, seperti lingkungan
pendidikan dan media massa, turut memberi
pengaruh terhadap pengetahuan siswi.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah
satu guru Bimbingan Konseling pada saat
melakukan studi pendahuluan, peneliti
memperoleh informasi bahwa para siswi
memang
belum
pernah
mendapatkan
penyuluhan mengenai pernikahan dini yang
diselenggarakan di sekolah. Selain itu, mata
pelajaran Bimbingan Konseling pun tidak
Pengetahuan remaja…, Amelia Eka Putri, FIK UI, 2014
Pengetahuan remaja perempuan
memiliki pokok bahasan khusus terkait materi
pernikahan dini. Kemudian, SMP Negeri X
Jakarta sebenarnya memiliki PIK-KRR.
BKKBN (2013) menjelaskan bahwa PIK-KRR
merupakan pusat informasi dan konsultasi bagi
remaja terkait kesehatan reproduksi, yang juga
dapat bermanfaat sebagai sarana dalam
melakukan pencegahan pernikahan dini.
Namun sayangnya, PIK-KRR yang ada di
SMP Negeri X Jakarta tidak berjalan dengan
baik karena tidak ada yang mengelola.
Selanjutnya, peneliti menilai bahwa peran
media massa dalam memberikan edukasi
terkait pernikahan dini masih kurang hingga
saat ini. Hal-hal terkait pernikahan dini yang
disampaikan melalui media massa masih
dominan berupa film ataupun berita mengenai
pernikahan dini dibandingkan dengan materi
edukasi. Kondisi lingkungan pendidikan dan
media massa yang seperti itu menjadi
pengalaman sosial siswi SMP Negeri X
Jakarta. Hal tersebut dapat mempengaruhi
kurangnya pengetahuan para siswi mengenai
dampak sosial pernikahan dini.
Jika dilihat persentasenya, hasil penelitian ini
juga menunjukkan bahwa pengetahuan siswi
SMP Negeri X Jakarta terkait dampak
psikologis pernikahan dini masih lebih kurang
dibandingkan dengan pengetahuannya terkait
dampak sosial pernikahan dini. Hal tersebut
sejalan dengan hasil survey yang dilakukan
oleh Mtengeti et.al (2008) di daerah Mwanza
dan Mara. Hasil survey tersebut menunjukkan
bahwa jumlah warga yang mengetahui dampak
psikologis pernikahan dini berupa tekanan
psikologis lebih sedikit dibandingkan jumlah
warga yang mengetahui dampak sosial
pernikahan dini berupa pendidikan rendah.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, dampak
psikologis pernikahan dini memang agak lebih
sulit diobservasi dibandingkan dengan dampak
sosial pernikahan dini. Menurut Hergenhahn
dan Olson (2008), pengetahuan dapat
diperoleh ketika seseorang mengamati hal
yang terjadi pada orang lain. Oleh sebab itu,
meskipun pengetahuan siswi SMP Negeri X
Jakarta tentang dampak psikologis dan
6
dampak sosial pernikahan dini sama-sama
masuk dalam kategori kurang, pengetahuan
tentang dampak psikologis masih lebih kurang.
Berikutnya, kurangnya pengetahuan siswi
SMP Negeri X Jakarta juga dapat ditinjau dari
teori perkembangan kognitif. Kematangan
kognitif mulai terbentuk di usia remaja awal,
yaitu pada saat perkembangan kognitifnya
mencapai tahap formal operasional (Steinberg,
2013). Sejatinya, remaja pada tahap tersebut
akan memiliki pengetahuan yang baik sesuai
dengan
perkembangan
kemampuan
kognitifnya. Namun, hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa pengetahuan siswi SMP
Negeri X Jakarta tentang dampak psikologis
dan sosial pernikahan dini dikategorikan
kurang. Ternyata, teori perkembangan kognitif
juga memiliki penjelasan terkait kurangnya
pengetahuan para siswi tersebut. Steinberg
(2013) menjelaskan bahwa remaja awal akan
mengalami tahap emergent formal operation
terlebih dahulu sebelum benar-benar masuk ke
tahap formal operasional pada rentang usia
remaja berikutnya. Kemampuan berpikir
formal operasional pada tahap tersebut masih
belum sempurna, serta berbeda-beda antar satu
remaja dengan remaja lainnya. Perbedaan
kemampuan
berpikir
tersebut
banyak
dipengaruhi oleh stimulasi lingkungan, seperti
keluarga, teman, tetangga, lingkungan
pendidikan, serta media massa yang sudah
peneliti jelaskan sebelumnya.
Hasil penelitian ini memberikan data terkait
kurangnya pengetahuan siswi SMP Negeri X
Jakarta. Perawat dapat menggunakan data
tersebut sebagai dasar untuk memberikan
intervensi keperawatan kepada para siswi.
Selain itu, hasil penelitian ini membuktikan
teori terkait faktor-faktor yang mempengaruhi
pengetahuan dan teori perkembangan kognitif.
Hasil penelitian ini juga menjadi data dasar
yang dapat dikembangkan lagi untuk
penelitian-penelitian
selanjutnya
terkait
pengetahuan tentang dampak pernikahan dini
secara psikologis dan sosial.
Pengetahuan remaja…, Amelia Eka Putri, FIK UI, 2014
Pengetahuan remaja perempuan
Penelitian ini memiliki keterbatasan terkait
karakteristik responden. Usia merupakan satusatunya karakteristik responden yang diteliti
pada penelitian ini. Penentuan usia sebagai
karakteristik yang turut diteliti adalah
keterkaitannya
sebagai
faktor
yang
mempengaruhi
pengetahuan
seseorang,
padahal masih ada faktor-faktor lain yang
dapat dijadikan karakteristik responden. Selain
itu, peneliti juga tidak melihat hubungan usia
dengan pengetahuan siswi SMP Negeri X
Jakarta.
Kesimpulan
Penelitian mengenai pengetahuan remaja
perempuan tentang dampak psikologis dan
sosial pernikahan dini di SMP Negeri X
Jakarta ini dilakukan kepada sebagian siswi
kelas VII, VIII, dan IX yang usianya masuk
dalam kategori remaja awal. Para siswi
tersebut memiliki pengetahuan yang kurang
mengenai dampak psikologis pernikahan dini.
Selain itu, para siswi juga memiliki
pengetahuan yang kurang mengenai dampak
sosial pernikahan dini.
Peneliti
menyarankan
agar
intervensi
keperawatan dilakukan di SMP Negeri X
Jakarta, berkolaborasi dengan pihak sekolah.
Pemberian edukasi dalam bentuk promosi
kesehatan sebaiknya dilakukan kepada para
siswi, para guru Bimbingan Konseling, dan
para orang tua. Pertama, promosi kesehatan
kepada para siswi dapat dilakukan dengan
penyuluhan,
focus
group
discussion,
pemutaran video atau film, role play,
pemasangan poster edukasi, serta perlombaan
bertema. Kegiatan-kegiatan tersebut sebaiknya
melibatkan para guru Bimbingan Konseling
agar para guru turut memperoleh edukasi.
Kedua, perawat berkolaborasi dengan para
guru Bimbingan Konseling untuk menjalankan
PIK-KRR yang ada. Ketiga, promosi
kesehatan kepada para orang tua dapat
dilakukan melalui penyuluhan pada saat acara
pertemuan orang tua di sekolah. Selanjutnya,
data terkait pengetahuan remaja tentang
7
dampak psikologis dan sosial pernikahan dini
dapat dipertimbangkan menjadi contoh kasus
dalam materi psikologi perkembangan remaja
pada pembelajaran keperawatan jiwa maupun
keperawatan anak. Kemudian, berdasarkan
hasil penelitian ini pula, penelitian selanjutnya
perlu memasukkan seluruh faktor yang
mempengaruhi
pengetahuan
sebagai
karakteristik responden yang turut diteliti.
Hubungan antar karakteristik responden
terhadap
pengetahuan
responden
juga
sebaiknya diteliti lebih lanjut. Penelitian
terhadap responden laki-laki, penelitian di
daerah yang lebih luas, serta penelitian
terhadap remaja yang memang sudah menikah
dini juga sebaiknya dilakukan untuk
memperoleh data-data lebih lanjut terkait
permasalahan pernikahan dini di Indonesia.
Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih peneliti ucapkan kepada
Kepala SMP Negeri X Jakarta beserta para staf
administrasi dan guru Bimbingan Konseling
yang telah memberikan izin dan kemudahan
dalam pengambilan data di lokasi penelitian.
Referensi
BKKBN. (2012). Kajian pernikahan dini pada
beberapa provinsi di Indonesia: Dampak
overpopulation, akar masalah dan peran
kelembagaan di daerah [slide powerpoint].
Pokja Analisis Dampak Sosial Ekonomi
terhadap Kependudukan. Ditdamduk BKKBN,
Indonesia.
BKKBN. (2013). Remaja dan permasalahannya.
Dikutip pada tanggal 9 Maret 2014, dari
http://www.bkkbn.go.id/layouts/mobile/dispfor
m.aspx?List=9c6767ad-abfe-48e3-9120-af89b
76d56f4&View=174a5cf7-357b-4b83-a7acbe983c5ddb0e&ID=840.
Dariyo, A. (2004). Psikologi perkembangan
remaja. Bogor: Ghalia Indonesia.
Depkes RI. (2009). Profil kesehatan Indonesia.
Jakarta: Depertemen Republik Indonesia.
Pengetahuan remaja…, Amelia Eka Putri, FIK UI, 2014
Pengetahuan remaja perempuan
Dewi, N.A.K. (2012). Gambaran Tingkat
Pengetahuan tentang Seksualitas pada Remaja
Awal di SMPIT Anugerah Insani Bogor
(Skripsi,
Fakultas
Ilmu
Keperawatan,
Universitas Indonesia).
Efendi, F., dan Makhfudli. (2009). Keperawatan
3232kesehatan komunitas: Teori dan praktik
dalam keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Fadlyana, E., Larasaty, S. (2009). Pernikahan usia
dini dan permasalahannya. Sari Pediatri,
11(2), 136 – 140.
Gustimawati, N. (2013). Gambaran pengetahuan
remaja putri (10-19 tahun) tentang pernikahan
dini di Nagari Baruah Gunuang Kecamatan
Bukit Barisan Kabupaten 50 Kota tahun 2013
(Karya Tulis Ilmiah, Stikes Prima Nusantara,
2013).
Hergenhahn, B.R., & Olson, M.H. (2008). Teori
belajar (ed. ke-7, diterjemahkan oleh
Triwibowo B.S). Jakarta: Kencana.
International Center for Research on Women.
(2010). Child marriage. Dikutip pada tanggal
20 Desember 2013, dari http://www.icrw.org/
what-we-do/adolescents/ child-marriage.
Jusoh, N.B. (2010). Gambaran pengetahuan dan
sikap masyarakat tentang Penyakit Jantung
Koroner (PJK) di Kelurahan Tanjung Rejo
(Skripsi, Fakultas Kedokteran, Universitas
Sumatera Utara).
Kementerian Kesehatan RI (2010). Riset kesehatan
dasar 2010. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan
Kesehatan
Kementerian
Kesehatan RI.
Maurer, F.A., & Smith, C.M. (2005).
Community/public health nursing practice:
Health for families and populations. St. Louis:
Elsevier Saunders.
Monk, dkk. (2002). Psikologi perkembangan:
Pengantar dalam berbagai bagiannya.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
8
Mtengeti, K.S., et.al. (2008). Report on child
marriage survey conducted in Dar es Salaam,
Coastal, Mwanza, and Mara Regions. Dar es
Salaam: Children’s Dignity Forum.
Notoatmodjo, S. (2007). Promosi kesehatan dan
ilmu perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.
Nuryati, I., & Pratami, F.W. (2011). Hubungan
keterpaparan media informasi tentang seks
dengan perilaku seks remaja awal pada siswa
di SMP Semarang. Dinamika Kebidanan, 1(2),
1-11.
Paludi, M.A. (Ed.). (2002). Human development in
multicultural contexts: A book of reading. New
Jersey: Prentice Hall.
Patricia, A., Amodu, O., & SAngowawa, A.O.
(2012). Knowledge and prevalence of early
marriage among adolescents in Sasa, Akinyele
Local Government Area, Nigeria [Powerpoint
slides]. Institute of Child Health, College of
Medicine, University of Ibadan, Nigeria.
Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2010 pasal
69 ayat 4.
Saewyc, E.M. (2007). Health promotion of the
adolescent and family. M.J. Hockenberry &
David Wilson (Eds.). Wong's nursing care of
infants and children (1st vol, 8th ed.).
Missouri: Mosby Elsevier.
Steinberg, L. (2013). Adolescence (10th ed.). New
York: McGraw-Hill Education.
UNICEF. (2014). The states of the world’s
children 2014 in numbers: Every child counts.
New York: Division of Communication
UNICEF.
World Health Organization. (2014). Adolescent
health. Dikutip pada tanggal 4 Maret 2014,
dari
http://www.who.int/topics/adolescent_
health/en/.
Pengetahuan remaja…, Amelia Eka Putri, FIK UI, 2014
Download